• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODOLOGI. Mengumpulkan data memiliki banyak cara dengan metode-metode penelitiannya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB III METODOLOGI. Mengumpulkan data memiliki banyak cara dengan metode-metode penelitiannya"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

xvi

BAB III METODOLOGI

3.1. Metodologi Pengumpulan Data

Mengumpulkan data memiliki banyak cara dengan metode-metode penelitiannya tersendiri. Sugiyono (2013), Metode penelitian adalah cara ilmiah untuk mengumpulkan dan mendapatkan suatu data yang memiliki tujuan dan kegunaan tersendiri (hlm. 2). Dalam mendapatkan data berupa konten dan informasi desain, penulis melakukan beberapa cara dalam metodologi penelitian yaitu dengan metodologi kualitatif berupa wawancara melalui online, data sekunder melalui buku, observasi eksisting menggunakan buku terdahulu dan studi lapangan berupa webinar.

3.1.1. Wawancara

Penulis mengumpulkan data dengan metodologi kualitatif melalui wawancara.

Sugiyono (2013) mengatakan bahwa wawancara dapat digunakan sebagai cara mengumpulkan data yang berati peneliti harus melakukan studi sendiri terlebih dahulu untuk mendapatkan suatu masalah yang akan diteliti dan ingin melakukan penelitian mendalam dengan jumlah responden yang kecil. Dalam penelitian kualitatif berupa wawancara, penulis akan mewawancarai 4 sumber utama.

(2)

42 3.1.1.1. Wawancara Dengan Gede Dody Sukma O. S., Kepala Dinas Kebudayaan Buleleng Bali.

Gambar 3.1. Screenshot wawancara dengan Gede Dody Sukma O.S.

Narasumber pertama adalah Gede Dody Sukma O.S., selaku kepala dinas kebudayaan Buleleng Bali. Penulis mewawancarai beliau dengan tujuan mendapatkan informasi konten mengenai cerita rakyat Bali tentang gerhana bulan dan kebudayaan Bali. Wawancara dilakukan melalui Zoom karena menyesuaikan dengan kondisi saat ini. Hal yang pertama dilakukan oleh penulis adalah meminta izin melalui chat whatsapp langsung kepada Bapak Gede untuk melakukan wawancara.

Wawancara pun dilakukan pada hari Rabu tanggal 2 September 2020 pukul 11.00 WIB.

Gede menjelaskan mengenai bagaimana cerita gerhana bulan berkembang di Masyarakat Bali. Cerita gerhana bulan merupakan kisah umat Hindu Bali yang menceritakan tentang raksaksa bernama Kala Rau yang melahap bulan atau disebut juga Dewi Ratih oleh pemeluk agama

(3)

43 Hindu Bali. Hal ini terjadi karena Kala Rau mencoba merebut Tirta Amerta atau minuman yang dapat mencipkatakan keabadian dari para dewa. Kala Rau merupakan raksaksa kuat yang memiliki kekuatan hampir menyamai dewa. Untuk merebut tirta amerta Kala Rau pergi dari Bumi menuju kerajaan Wisnuloka dan menyamar menjadi salah satu dewa. Dewi Ratih atau bulan mengetahui hal ini lalu melaporkannya kepada dewa Wisnu. Namun sayangnya saat dewa Wisnu mengetahuinya, Kala Rau sudah meminum seteguk Tirta Amerta. Dewa Wisnu yang mengetahui akan hal ini langsung mengeluarkan cakranya dan menebas kepala Kala Rau. Sayangnya, Tirta Amerta sudah ditengguk oleh Kala Rau hingga tenggorokan sehingga badan Kala Rau jatuh ke Bumi menjadi lesung dan kepalanya melayang-layang di angkasa, abadi. Kala Rau sangat marah dan dendam kepada Dewi Ratih langsung mengejar dan memakannya. Namun Dewi Ratih selalu berhasil keluar dan kembali bersinar. Saat gerhana bulan terjadi, cerita rakyat Bali mempercayai bahwa Kala Rau sedang memakan Dewi Ratih. Masyarakat Bali memiliki tradisi setiap gerhana bulan terjadi yaitu tradisi ngoncang dimana masyarakat memukuli lesung yang dipercaya sebagai bagian tubuh Kala sehingga Kala cepat mengeluarkan bulan atau Dewi Ratih. Namun tradisi ini sudah sangat jarang dilakukan seiring perkembangan zaman.

Cerita gerhana bulan ini dilestarikan secara turun menurun dari mulut ke mulut di Bali. Cerita ini memiliki pesan moral yaitu kita harus selalu berani mengatakan kebenaran karena bagaimanapun juga kebenaran

(4)

44 akan menuntun kita untuk selalu bersinar layaknya sang bulan. Gede menjelaskan bahwa cerita gerhana bulan mengenai Kala Rau ini tidak hanya berkembang di Bali, namun juga di daerah-daerah Jawa. Hal ini dikarenakan cerita ini berkembang sejak dari zaman kerajaan Majapahit.

Sehingga cerita ini juga berkembang dibeberapa daerah di Indonesia.

Narasumber menjelaskan bahwa cerita gerhana bulan ini merupakan salah satu cerita parwe atau bersifat mitologi Hindu. Dewa dewi Hindu Bali memiliki penggambaran yang berbeda dengan Hindi India. Gambaran dewa dewi Hindu Bali berpusat pada penggambaran wayang-wayang yang berada di Jawa dan Bali. Sehingga cerita parwe berkembang di pewayangan Jawa dan Bali. Karena ini merupakan cerita rakyat, maka seringkali ceritanya sedikit berubah dan berbeda di setiap daerahnya. Narasumber memberikan transkrip cerita gerhana bulan versi Bali kepada penulis agar penulis tidak kesulitan mencari cerita gerhana bulan versi cerita rakyat di Bali.

Kesimpulan hasil wawancara dengan kepala dinas kebudayaan Buleleng Bali Gede Dody Sukma O.S. adalah:

1. Cerita rakyat Bali gerhana bulan merupakan kisah umat Hindu Bali yang dilestarikan secara turun menurun dari mulut ke mulut dari zaman kerjaan Majapahit. Cerita ini juga merupakan cerita yang melatar belakangi tradisi ngoncang di Bali setiap bulan purnama terjadi.

(5)

45 2. Cerita gerhana bulan memiliki pesan moral berupa ajakan untuk selalu berani dalam mengatakan kebenaran karena kebenaran akan selalu membawa kita bersinar seperti Dewi Ratih sang bulan.

3. Cerita gerhana bulan merupakan salah satu cerita parwe atau mitologi umat Hindu Bali. Penggambaran dewa dan dewi hindu Bali seperti pada wayang-wayang yang berkembang di Jawa dan Bali.

Penggambaran dewa dan dewi Hindu Bali berbeda dengan penggambaran dewa dewi umat Hindu India.

4. Karena cerita ini berkembang dari berbagai tempat dan melalui mulut ke mulut maka ada banyak versi cerita mengenai cerita ini.

3.1.1.2. Wawancara Dengan Yunita R Saragi, Penulis Novel dan Cerita Anak.

Gambar 3.2. Screenshot wawancara dengan Yunita R Saragi.

Narasumber kedua adalah Yunita R Saragi, penulis novel dan buku cerita anak. Penulis mewawancarai beliau dengan tujuan mendapatkan informasi

(6)

46 mengenai cara merancang cerita untuk anak-anak. Wawancara dilakukan melalui E-mail karena menyesuaikan kemauan narasumber. Hal yang pertama dilakukan oleh penulis adalah meminta izin melalui Direct Message Instagram kepada Yunita untuk melakukan wawancara secara

online. Pertanyaan wawancara dikirim pada hari Kamis tanggal 3 September 2020 pukul 11.36 WIB. Yunita menjawab pertanyaan wawancara pada hari Minggu tanggal 6 September 2020 pukul 13.01 WIB.

Yunita menjelaskan ada 3 hal utama yang harus diperhatikan dalam membuat buku cerita anak yang baik. Pertama, penggayaan bahasa tidak rumit. Gaya Bahasa tidak rumit mulai dari diksi sampai penyusunan kalimat. Kedua, plot yang sederhana. Selain gaya bahasa, plot juga harus sederhana. Dalam menuliskan cerita, dikenal banyak sekali jenis plot (hubungan sebab-akibat dalam cerita). Namun, plot yang biasanya dipakai di cerita anak adalah tradisional plot/plot maju/alur runut. Konflik yang dihadirkan juga sebaiknya tidak abu-abu maknanya, tapi jelas, hitam atau putih. Misalnya, yang baik harus menang, yang buruk harus kalah. Juga hindari ending yang gelap, seperti tragedi, bunuh diri, atau yang menang adalah tokoh jahat di cerita. Ketiga, pesan moral. Setiap cerita anak sebaiknya pesannya merupakan unsur-unsur dasar perilaku baik dengan penyampaian sederhana semacam menjadi jujur, mau menolong, rajin dan lain-lain. Penulis harus menempatkan diri diposisi anak-anak dalam menulis cerita anak. Hindari majas-majas yang rumit. Apabila penulis ingin menuliskan tentang perasaan senang tokoh sebaiknya ditulis dengan

(7)

47 kalimat yang jelas dan tidak menggunakan majas berlebihan. Contohnya adalah Radit tertawa. Dia melompat-lompat kegirangan.

Menentukan range umur pembaca bisa dilakukan secara mudah dengan mengikuti kategori yang lazim beredar di masyarakat dan yang disusun oleh pemerintah. Misal, kategori balita (1-5 tahun), anak-anak(6- 12 tahun/usia anak SD). Namun, biasanya di kategori anak-anak usia SD itu dibagi menjadi dua lagi karena dalam rentang 6 tahun itu sudah banyak terjadi perubahan pola pikir/psikologi dan wawasannya terhadap suatu hal.

Satu kategori untuk anak usia 6, 7, dan 8 tahun, satu lagi anak usia 9, 10, dan 11 tahun. Untuk umur 12 tahun banyak yang mengategorikannya ke dalam kelompok remaja awal. Semakin muda target pembacanya maka semakin to the point juga cerita dan pesan moralnya. Range umur juga memudahkan riset terhadap buku, Untuk cerita anak, khususnya, menurutnya sangat perlu riset. Penulis cerita anak tetapi sudah dewasa pastinya telah jauh melewati masa anak-anaknya. Adalah penting untuk menimbulkan lagi perasaan anak-anak dalam dirinya dengan cara melakukan riset kepada anak-anak sebagai target pembaca buku kita. Hal lain yang terpenting adalah untuk mencari tahu apa hal apa yang sedang disukai anak-anak sekarang, apa permasalahan besar mereka, dan cerita seperti apa yang mereka sukai.

Menulis ulang cerita rakyat menurut Yunita memerlukan kreativitas pada penulisnya sehingga bisa dibilang tidak ada standard dalam menulis ulang cerita rakyat yang salah dan benar. Yang pasti

(8)

48 pegangannya adalah tidak terlalu jauh dari cerita asli dan menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Baik dari segi bahasa, latar, dan pesan agar cerita rakyat menjadi lebih segar dan sesuai dengan perkembangan zaman.

Kesimpulan hasil wawancara dengan penulis novel dan cerita anak Yunita R Saragi adalah:

1. Dalam menulis cerita untuk anak ada 3 poin penting yang harus diperhatikan yaitu penggayaan bahasa, plot dan pesan moral.

2. Penulis harus menempatkan diri diposisi anak-anak dalam menulis cerita serta tidak menggunakan majas yang berlebihan. Semakin muda target anak maka semakin literal pula jalan cerita dan pesan yang disampaikan.

3. Menentukan range umur pembaca dapat menggunakan kategori yang lazim beredar di masyarakat dan disusun oleh pemerintah. kategori balita (1-5 tahun), anak-anak (6-12 tahun/usia anak SD).

4. Menulis ulang cerita rakyat dapat dilakukan sesuai dengan kreativitas penulis yang pasti pegangannya tidak terlalu jauh dari cerita asli dan menyesuaikan dengan perkembangan zaman.

(9)

49 3.1.1.3. Wawancara dengan Dudi Abdul Halim, Psikolog Anak.

Gambar 3.3. Screenshot wawancara dengan Dudi Abdul Halim.

Narasumber ketiga adalah Dudi Abdul Halim, psikolog anak.

Penulis mewawancarai beliau dengan tujuan mendapatkan informasi mengenai efek psikologi dari kebiasaan memendam dan pembuatan output yang tepat untuk menyampaikan pesan pada target. Wawancara dilakukan melalui chat Whatsapp karena menyesuaikan kemauan narasumber. Hal yang pertama dilakukan oleh penulis adalah meminta izin kepada Dudi untuk melakukan wawancara secara online. Wawancara via Whatsapp dilakukan pada hari Kamis tanggal 10 September 2020 pukul 20.31 WIB.

Dudi menjelaskan bahwa faktor umum yang menyebabkan anak tidak memiliki keberanian untuk lebih aktif berbicara adalah karena kurangnya rasa percaya diri pada anak dan karena budaya di masyarakat itu sendiri untuk tampil relatif kurang mendukung. Sehingga anak terbiasa untuk lebih pasif dan memendam sesuatu yang ingin diungkapkannya.

Kecenderungan anak untuk lebih memendam dan tidak mengatakan apa

(10)

50 yang dirasakannya tentu saja memberikan efek psikologis pada anak itu sendiri. Karena dengan tidak dapat megekspresikan pendapat dan pemikirannya maka anak akan menjadi kurang bisa bersikap asertif dalam menghadapi situasi atau kondisi yang tidak sesuai dengan keinginannya.

Dimana jika hal tersebut sering terjadi tentu akan mempengaruhi psikologi anak hingga dewasa. Hal ini bisa diatasi apabila anak memiliki keinginan untuk merubah dirinya yang tentunya harus didukung oleh lingkungan sekitarnya.

Menyampaikan pesan moral untuk menanamkan budaya speak up pada anak yang masih duduk di sekolah dasar paling baik menggunakan buku cerita ilustrasi yang didominasi oleh gambar daripada teks narasi.

Usia tersebut merupakan periode bermain bersama teman-temannya, sehingga cerita harus dibuat sesederhana mungkin dan diselingi dengan aktivitas-aktivitas bermain agar anak tidak bosan saat membacanya. Pada periode ini anak juga sudah dapat berpendapat tentang apa yang dibaca dan diajarkan padanya. Anak juga cenderung suka menceritakan hal tersebut secara berulang-ulang jadi buatlah cerita dan ilustrasi yang berkesan pada anak sehingga anak menyukainya dan pesan moral pembelajaran dapat diserap dengan baik oleh anak.

Kesimpulan hasil wawancara dengan psikolog anak Dudi Abdul Halim adalah sebagai berikut:

1. Faktor umum yang menyebabkan anak tidak memiliki keberanian dalam mengungkapkan pendapat dan isi pikirannya adalah kurangnya

(11)

51 rasa percaya diri dan pengaruh budaya sekitar yang relatif kurang mendukung untuk tampil.

2. Kecenderungan anak untuk memendam dapat menimbulkan efek psikologi seperti tidak dapat mengekspresikan pendapat dan pemikirannya serta anak menjadi asertif dalam menghadapi kondisi tertentu.

3. Media edukasi yang cocok untuk menanamkan budaya speak up yaitu melalui buku bergambar dengan pesan moral yang disampaikan secara langsung. Buku bergambar untuk usia target idealnya memiliki ilustrasi yang lebih kuat dalam penyampaian ceritanya dan memiliki sedikit narasi. Juga memiliki permainan atau aktifitas didalamnya agar anak menjadi senang membacanya.

3.1.1.4. Wawancara dengan Ario Anindhito, Komikus dan Illustrator.

Gambar 3.4. Screenshot wawancara dengan Ario Anindito

(12)

52 Narasumber keempat adalah Ario Anindhito, komikus dan ilustrator.

Penulis mewawancarai beliau dengan tujuan mendapatkan informasi mengenai bagaimana cara membuat ilustrasi yang baik dan tepat pada target. Wawancara dilakukan melalui chat Whatsapp karena menyesuaikan kemauan narasumber. Hal yang pertama dilakukan oleh penulis adalah meminta izin kepada Ario untuk melakukan wawancara secara online melalui Email. Wawancara via Whatsapp dilakukan pada hari Jumat tanggal 25 September 2020 pukul 07.03 WIB.

Ario menjelaskan dalam membuat ilustrasi, gaya yang digunakan dapat dipertimbangkan melalui target audiens meskipun kita memiliki gaya gambar sendiri. Apabila gaya yang dimiliki tidak sesuai dengan kebutuhan visual terget maka harus beradaptasi dan menyesuaikan.

Ilustrasi yang disukai dan digunakan untuk anak yang masih duduk di sekolah dasar biasanya ilustrasi kartun. Menyesuaikan dengan perkembangan zaman saat ini, anak-anak sangat menggemari gambar- gambar yang memiliki gaya seperti Disney atau Pixar. Cara menyampaikan storytelling melalui ilustrasi adalah dengan memahami betul cerita itu sendiri dan menciptakan gambaran-gambaran key scene yang dapat menyampaikan cerita. Ario memberi contoh apabila kita ingin menceritakan kelinci yang mencuri wortel maka key scene utamanya adalah gambaran saat kelinci tersebut mencuri wortel. Setelah itu, harus juga digambarkan kepada target tentang siapa kelinci itu, apa yang dilakukannya setiap hari, seperti apa setting tempat, waktu dan

(13)

53 lingkungannya agar pembaca merasakan hubungan dengan karakter utama.

Ario mengatakan sebagai illustrator, kita harus bisa menentukan bagian kejadian mana yang harus digambar dan bagian mana yang lebih baik disampaikan melalui narasi. Cara mengetahui dan melatih hal tersebut bisa dengan mencoba menonton suatu cerita di youtube yang kurang lebih berdurasi 5-10 menit lalu coba lakukan screencap sebanyak 5 kali dengan tujuan mendapatkan key scene. Setelah selesai coba lihat kembali gambar tersebut, apakah dengan 5 key scene dapat dimengerti seluruh cerita atau tidak. Dengan melakukan hal tersebut kita bisa terbiasa dan mengasah kepekaan kita. Perancangan karakter untuk anak juga harus diperhatikan. Hal-hal penting yang harus diperhatikan adalah karakter tidak boleh terlihat seram, mudah diingat, mudah digambarkan kembali karena anak suka menggambar karakter kesukaannya dan juga iconic.

Dalam pembuatan buku ilustrasi anak warna yang digunakan harus cerah dan vibrant untuk menangkap perhatian anak. Selain itu, membuat buku ilustrasi anak tidak hanya mementingkan gambar saja namun juga cerita yang diangkat harus memiliki pesan moral atau nilai kehidupan untuk anak. Cara penyampaiannya harus simple namun memiliki sesuatu yang mendalam contohnya cerita pinokio yang mengajarkan untuk tidak berbohong dengan cerita hidungnya akan memanjang.

Dalam pembuatan buku cerita rakyat harus diadakan riset mengenai cerita itu sendiri agar tidak terjadi kesalahan. Selain itu

(14)

54 diperlukan juga riset seni pada daerah tersebut dan memasukan kearifan- kearifan lokal pada ilustrasinya. Contohnya seperti Pocahontas yang mengambil kearifan-kearifan lokal India atau Hercules yang mengambil kearifan lokal Yunani. Yang terpenting dalam membuat buku ilustrasi kita harus menaruh seluruh hati dan menikmati proses pembuatannya agar hasil yang diberikan juga akan sampai pada hati target.

Kesimpulan hasil wawancara dengan komikus dan ilustrator Ario Anindito adalah sebagai berikut:

1. Gaya ilustrasi yang digunakan harus mempertimbangkan target. Untuk anak di sekolah dasar biasanya menggunakan gaya kartun dengan karakter yang mudah diingat, tidak menyeramkan dan mudah digambar kembali.

2. Untuk menyampaikan storytelling dengan baik melalui ilustrasi perlu dibuat key scene dimana cara menentukannya dengan menyusun key scene tersebut tanpa narasi dan bisa dipahami cerita keseluruhannya.

3. Dalam pembuatan buku ilustrasi untuk anak, warna harus dibuat menarik agar anak tertarik untuk melihatnya. Selain itu, penyampaian cerita juga harus dibuat sederhana namun memiliki penyampaian yang mendalam.

4. Membuat buku ilustrasi cerita rakyat diperlukan riset tentang budaya setempat. Ilustrasi harus bisa mewakili kearifan lokal tempat cerita tersebut berkembang.

(15)

55 3.1.2. Data Sekunder

Metode penelitian lainnya yang digunakan oleh penulis adalah memperoleh data melalui metode data sekunder. Sugiyono (2010) mengatakan bahwa data sekunder adalah sumber data yang memberikan suatu data secata tidak langsung pada peneliti, harus melewati orang lain atau suatu dokumen (hlm. 137). Metode pengambilan data sekunder juga dilakukan oleh penulis untuk mendapatkan gambaran-gambaran karakter dewa dewi serta kala dalam cerita gerhana bulan yang nantinya akan menjadi panutan dalam perancangan karakter dalam buku.

Data sekunder diambil melalui 2 buku yaitu Seni Lukis Bali Dalam 3 Generasi karya Gm Sudarta dan Ensiklopedi Wayang karya Djoko Dwiyanto, Sukatmi Susantina dan Wiwien Widyawati R.

a. Buku Seni Lukis Bali Dalam 3 Generasi

Gambar 3.5. buku Seni Lukis Bali Dalam 3 Generasi karya Gm Sudarta.

Penulis mengumpulkan data melalui buku ini dengan tujuan mendapatkan insight tentang bagaimana penggambaran lukisan-lukisan Bali serta suasana Bali itu sendiri. Melalui buku ini penulis mendapatkan gambaran

(16)

56 suasana yang berguna dalam penggambaran situasi dalam buku ilustrasi nantinya. Sehingga nilai-nilai seni Bali itu sendiri akan tetap tertanam dalam buku ilustrasi.

b. Ensiklopedi Wayang

Gambar 3.6. buku Ensiklopedi Wayang.

Karakter utama dalam cerita rakyat Gerhana Bulan adalah Dewa dan Dewi masyarakat Hindu Bali. Dilansir dari wawancara penulis dengan Gede Dody, penggambaran Dewa dan Dewi masyarakat Hindu Bali mengarah pada penggambaran wayang-wayang jawa. Tujuan utama penulis memilih buku ini sebagai data sekunder adalah untuk mengetahui bentuk dan atribut Dewa dan Dewi yang berguna untuk merancang karakter dibuku ilustrasi nantinya.

3.1.3. Observasi Eksisting

Penelitian lain yang penulis gunakan adalah penelitian dengan metodologi observasi eksisting. Dalam melakukan metodologi observasi eksisting, penulis

(17)

57 menggunakan 3 buku utama dengan tujuan observasi yang berbeda. Berikut adalah buku-buku yang digunakan:

a. Buku Gerhana Bulan

Teknik observasi eksisting melalui buku ini adalah dengan mempelajari ilustrasi dari cerita rakyat yang pernah dibuat sebelumnya. Buku yang akan dijadikan acuan adalah buku Gerhana karya Suyadi. Penulis memilih buku tersebut karena buku Gerhana karya Suyadi berasal dari cerita rakyat yang sama namun dengan target audiens yang berbeda. Cerita rakyat yang diambil oleh Suyadi merupakan cerita gerhana versi Jawa Timur sehingga latar situasi dan jalan cerita sedikit lebih berbeda dengan cerita gerhana bulan milik rakyat Bali. Selain itu, buku ini juga memiliki output yang sama yaitu media edukasi melalui buku ilustrasi dengan target audience yang berbeda. Tujuan dilakukan observasi eksisting ini adalah untuk mendapatkan insight baru dengan melakukan analisis SWOT.

Gambar 3.7. buku Gerhana.

(18)

58 Telah dilakukan analisis SWOT terhadap buku Gerhana karya Suyadi.

Berikut adalah analisis yang telah dilakukan:

1. Strength : Cover buku terbuat dari bahan hard cover sehingga tidak mudah rusak begitu pula dengan kertas yang digunakan dibagian dalam. Bagian dalam menggunakan kertas art carton 180 gsm sehingga tidak mudah rusak. Ilustrasi pada cover buku juga sudah dapat menjelaskan cerita apa yang terdapat di dalam buku. Penggunaan Bahasa dalam cerita pun merupakan Bahasa yang mudah dipahami.

2. Weakness : Ilustrasi pada halaman buku tidak terlalu menarik.

Penggambaran latar suasana bisa dibilang tidak ada, hanya gambaran- gambaran karakternya saja. Pesan moral disampaikan tidak secara literal sehingga akan sulit dipahami oleh anak-anak.

3. Opportunity : Buku ditulis dalam 2 bahasa yaitu Bahasa Inggris dan Indonesia sehingga dapat dinikmati oleh banyak kalangan. Suyadi juga dikenal masyarakat sebagai pak Raden diserial cerita si unyil sehingga bukunya lebih mudah untuk mendapatkan spotlight.

4. Treat : Terdapat buku ilustrasi cerita rakyat lain yang memiliki desain lebih menarik dan lebih efektif.

b. Buku Anna, Elsa and The Secret River

Teknik observasi eksisting selanjutnya yang dilakukan penulis adalah menggunakan buku ilustrasi anak yang memiliki target audiens yang sama dengan penulis. Serta memiliki karakter yang cukup terkenal dikalangan anak-anak. Buku yang dijadikan acuan adalah buku Anna, Elsa and The

(19)

59 Secret River yang ditulis oleh Andria Warmflash Rosenbaum dan

diilustrasikan oleh Denise Shimabukuro dan Maria Elena Naggi. Buku ini dipilih atas dasar pertimbangan kesamaan target audiens yang akan ditargetkan oleh penulis. Tujuannya untuk mendapatkan insight baru melalui analisis SWOT.

Gambar 3.8. buku Anna, Elsa and the Secret River.

Telah dilakukan analisis SWOT terhadap buku Anna, Elsa and the Secret River. Berikut adalah analisis yang telah dilakukan:

1. Strength : ilustrasi cover dan di dalam buku memiliki mood warna yang kuat dan menarik perhatian anak-anak. Penggunaan Bahasa dalam narasi sangat ringan dan mudah dimengerti anak. Cerita tidak terlalu panjang sehingga sangat cocok untuk pengantar tidur maupun dibaca oleh anak itu sendiri.

Karakter pada buku merupakan karakter yang sangat dikenal oleh anak-anak sehingga anak akan lebih tertarik

(20)

60 mendengar ceritanya lebih lanjut. Akhir dalam alur cerita merupakan pertanyaan yang merangsang anak untuk berfikir dan menganalisis akhir kejadian.

2. Weakness : pesan moral yang terkandung dalam cerita tidak terlihat dengan jelas.

3. Opportunity : buku ditulis dengan dua Bahasa yaitu Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia sehingga berpotensi meraih audiens lebih banyak.

4. Threat : Terdapat banyak buku ilustrasi mengenai karakter yang cukup terkenal yang dapat dinikmati oleh anak laki-laki dan perempuan.

c. Buku Angin Dari Tebing

Teknik observasi eksisting yang terakhir adalah menggunakan buku ilustrasi Angin Dari tebing yang ditulis oleh Clara Ng dan diilustrasikan oleh Yustina Antonio. Buku ini dipilih karena memiliki target audiens yang sama dengan target penulis dan mengutamakan pesan moral dalam ceritanya. Tujuan melakukan observasi eksisting dalam buku ini adalah mendapatkan insight terbaru melalui SWOT.

(21)

61

Gambar 3.9. buku Angin Dari Tebing.

Telah dilakukan analisis SWOT terhadap buku Angin Dari Tebing. Berikut adalah analisis yang telah dilakukan:

1. Strength : cerita yang disampaikan memiliki pesan-pesan moral yang sangat berharga untuk kehidupan anak. Cerita mulai lebih banyak menampilkan narasi daripada ilustrasi karena anak berumur diatas 5 tahun mulai memasuki usia pembaca transisi. Ilustrasi memiliki gaya yang kuat dan karakter yang digunakan sangat lucu juga mudah diingat anak.

Penggambaran karakter mudah digambar kembali oleh anak.

2. Weakness : Cover buku kurang menarik perhatian anak dan penulisan cerita narasi yang panjang belum tentu disukai oleh target

(22)

62 berumur 5 tahun yang notabennya sedang atau baru bisa membaca.

3. Opportunity : Buku berisi banyak cerita dengan pesan moral berbeda- beda yang dapat menarik perhatian orangtua. sehingga dapat dibaca dalam waktu yang lama oleh anak maupun orangtua itu sendiri.

4. Threat : meskipun isi cerita di dalam buku sangat bagus dan menarik, namun cover bukunya tidak terlalu menarik perhatian.

3.1.4. Observasi Referensi

Dilansir dari hasil wawancara penulis dengan illustrator yaitu Ario Anin, diperlukannya observasi eksisting sebagai sarana mencari data penulis. Menurut Ario perlu dipelajari bagaimana menggambar kearifan lokal kedalam buku ilustrasi cerita rakyat. Studi bisa dilakukan dengan mempelajari cara pembuatan kartun-kartun yang karakter utamanya berasal dari suatu daerah yang ada di dunia nyata. Penulis memilih untuk menjadikan kartun Moana sebagai studi dalam menggambar kearifan lokal dalam ilustrasi. Sehingga, penulis menggunakan buku The Art of Moana yang dikeluarkan oleh Disney dengan tujuan mempelajari cara pembuatan karakter hingga suasana yang dapat mencakup aspek kearifan lokal daerah asal karakter yang akan dibuat.

(23)

63

Gambar 3.10. The Art of Moana.

3.1.5. Studi Lapangan

Dalam masa pandemi, penulis melakukan studi lapangan melalui webinar online yang diselenggarakan oleh Matamudaindonesia yang berjudul creating mood with color and lighting Bersama Alvin Resqy pada hari Sabtu tanggal 29 Agustus 2020

pukul 19.00 WIB melalui zoom. Webinar membahas tentang bagaimana menciptakan mood suasana dalam gambar.

Gambar 3.11. Screenshot webinar creating mood with color and lighting Bersama Alvin Resqy melalui zoom

(24)

64 Setelah mengikuti webinar, penulis mendapatkan insight dalam menciptakan mood pada gambar sebagai berikut:

1. Lighting, dalam gambar dapat memiliki fungsi sebagai penambah efek dramatis, pengalih fokus, symbolism serta menciptakan mood suasana yang berbeda.

2. Colors, pemilihan mood warna dalam gambar bisa menggunakan 2 cara yaitu dengan menggunakan warna monochromatic, complementary dan warna analogus.

3. Warna monochromatic, merupakan warna yang berasal dari 1 warna rona yang sama. Biasanya warna ini digunakan dalam potret kilas balik atau sesuatu yang berasal dari ingatan untuk memberikan mood samar-samar.

4. Warna complementary, merupakan warna yang paling kontras. Warna

yang digunakan adalah warna yang bersebrangan dalam color wheel.

Warna ini sangat baik untuk mengalihkan fokus dalam gambar.

5. Warna analogus, berguna untuk menyatukan tone warna suatu gambar.

Warna analogus sering disebut dengan matching colors. Dalam color wheel, warna analogus berada bersebelahan.

3.2. Metodologi Perancangan

Dalam metodologi perancangan, penulis mengambil metodologi perancangan menurut Robin Landa sebagai acuan. Robin Landa (2010) menjelaskan bahwa terdapat enam fase dalam merancang suatu projek rancangan (hlm. 13-21) yaitu:

(25)

65 a. Overview

Hal yang pertama dilakukan adalah melakukan studi dan penelitian mengenai keberanian berbicara dan berpendapat serta cara membuat buku edukasi untuk anak. Penulis melakukan studi melalui berbagai sumber dimulai dari jurnal- jurnal yang membahas tentang pentingnya penanaman keberanian berbicara dan berpendapat pada anak, wawancara dengan para ahli hingga studi data sekunder melalui buku-buku pendukung dalam memperdalam cara merancang media.

b. Strategy

Penulis akan melakukan brainstorming dan menyusun mindmapping sebagai alur pemikiran dalam penyelesaian masalah. Lalu merancang konsep dan ide dalam pembuatan media utama, media pendukung serta media promosi yang tentunya berlandaskan hasil studi dan observasi yang telah penulis lakukan.

c. Ideas

Pada tahap ini, penulis mengumpulkan ide-ide mulai dari naskah cerita, naskah interaktif, perancangan karakter, simplifikasi kearifan lokal Bali, hingga layout buku. Ide tentunya dibatasi dengan kebutuhan target dan cerita yang diambil.

d. Design

Pada tahap desain, penulis akan melakukan pengembangan desain melalui sketsa atau gambar yang telah dibuat. Tahap mendesain digunakan dalam perancangan buku, perancangan merch, perancangan media promosi. Dengan

(26)

66 mengandalkan ilmu-ilmu yang telah dipelajari penulis selama beberapa tahun dan didukung oleh referensi-referensi yang ada.

e. Production

Pada tahap ini, penulis akan mulai memproduksi dan mengaplikasikan hasil- hasil desain ke media yang telah ditentukan serta media pendukung untuk di produksi sesuai dengan kebutuhan.

f. Implementation

Tahap akhir dalam perancangan adalah implementasi, penulis akan menerapkan solusi desain dan melakukan tinjauan-tinjauan untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan hasil akhir serta keefektifannya.

Gambar

Gambar 3.1. Screenshot wawancara dengan Gede Dody Sukma O.S.
Gambar 3.3. Screenshot wawancara dengan Dudi Abdul Halim.
Gambar 3.4. Screenshot wawancara dengan Ario Anindito
Gambar 3.5. buku Seni Lukis Bali Dalam 3 Generasi karya Gm Sudarta.
+5

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu, solusinya adalah pemain yang menaruh kartu ciri-ciri dengan jumlah yang sama harus suit (jika 2 orang) dan hompimpa (jika lebih dari 2 orang). Pada akhir

42 responden mengaku tidak mengenali logo tersebut yang artinya brand awareness dari Jamu Iboe sendiri masih cukup rendah.. Diagram Brand Awareness

Usulan penelitian merupakan kegiatan penelitian masing-masing Dosen di lingkungan Fakultas Pertanian UGM bersama dengan mahasiswa yang menjadi bimbingan skripsi dosen tsb3. Dosen

Paling tidak terdapat tiga macam bentuk pengendalian konflik, yakni : 1) Konsiliasi, iaitu pengendalian konflik yang dilakukan dengan melalui lembaga-lembaga tertentu

Dengan demikian sesungguhnya perhatian terhadap kesehatan masyarakat dan upaya mencegah dan menangani wabah penyakit yang beredar di masyarakat Kota Cirebon telah

a. Kecepatan absorpsi yang tinggi menguntungkan untuk obat lepas terus menerus. Kecepatan pelepasan ini merupakan tahap penentu kecepatan untuk keberadaan obat dalam tubuh.

Setelah peneliti melakukan penelitian terhadap beberapa lansia perempuan dalam menyingkapi permasalahan hidupnya di Desa Kediri, peneliti dapat menarik keseimpulan,

Berdasarkan data di atas, penulis menarik simpulan bahwa ada dua (2) tindakan antisosial yang dilakukan Yuno, yaitu tidak peduli dengan keselamatan orang lain