• Tidak ada hasil yang ditemukan

ACUTE MYELOID LEUKAEMIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ACUTE MYELOID LEUKAEMIA"

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

1 PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN

ACUTE MYELOID LEUKAEMIA

Oleh:

Cindy Anwar (1202006083)

Made Ayu Widyaningsih (1202006181)

Pembimbing:

dr. Ni Made Renny A. Rena, Sp.PD-KHOM

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA RSUP SANGLAH

2017

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat rahmat-Nya laporan Pengalaman Belajar Lapangan (PBL) yang berjudul

“Acute Myeloid Leukaemia” ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Laporan ini dibuat dalam rangka mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya di Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, RSUP Sanglah Denpasar. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. dr. Ketut Suega, Sp.PD-KHOM, selaku Kepala Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam FK UNUD/RSUP Sanglah.

2. dr. I Made Susila Utama, Sp.PD-KPTI, selaku koordinator pendidikan profesi Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam FK UNUD/RSUP Sanglah.

3. dr. Ni Made Renny A. Rena, Sp.PD-KHOM , selaku dosen

pembimbing dan penguji yang telah memberikan bimbingan, saran dan bantuan dalam penyusunan laporan PBL ini.

4. Rekan-rekan dokter residen dan dokter muda yang sedang bertugas di Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam FK UNUD/RSUP Sanglah yang turut memberikan bimbingan dan bantuan dukungan hingga terselesaikannya laporan PBL ini.

5. Ibu I sebagai pasien pada laporan PBL ini.

6. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian laporan PBL ini.

Penulis menyadari bahwa laporan PBL ini masih jauh dari kata sempurna karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang penulis miliki. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca. Akhir kata, semoga laporan PBL ini dapat memberikan manfaat bagi pembacara

Denpasar, Mei 2017 Penulis

(3)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1 Hematopoiesis ... 3

2.2 Morfologi dan Fungsi Normal Sel Darah Putih ... 5

2.2.1 Granulosit ... 5

2.2.2 Agranulosit ... 7

2.3 Leukimia ... 8

2.3.1 Leukimia Akut ... 9

2.3.2 Leukimia Kronik ... 9

2.4 Definisi AML ... 10

2.5 Epidemiologi ... 11

2.6 Etiologi ... 11

2.7 Patofisiologi ... 13

2.8 Diagnosis ... 14

2.8.1 Gejala Klinis ... 14

2.8.2 Pemeriksaan Penunjang ... 16

2.8.3 Klasifikasi AML ... 17

(4)

2.9 Penatalaksanaan ... 19

2.9.1 Terapi Induksi ... 20

2.9.2 Terapi Konsolidasi ... 20

2.9.3 Transplantasi Sel Induk ... 21

2.10 Prognosis ... 21

2.11 Pencegahan ... 21

2.11.1 Pencegahan Primer ... 21

2.11.2 Pencegahan Sekunder ... 22

2.11.3 Pencegahan Tersier ... 22

BAB III LAPORAN KASUS ... 23

3.1 Identitas Pasien ... 23

3.2 Anamnesis ... 23

3.3 Pemeriksaan Fisik ... 25

3.4 Pemeriksaan Penunjang ... 26

3.5 Diagnosis ... 27

3.6 Penatalaksanaan ... 28

BAB IV DISKUSI HASIL KUNJUNGAN RUMAH ... 29

4.1 Alur Kunjungan Lapangan ... 29

4.2 Identifikasi Masalah ... 29

4.3 Analisis Kebutuhan Pasien ... 31

4.4 Usulan Penyelesaian Masalah dan Saran ... 37

BAB V SIMPULAN ... 39 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(5)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Ekspresi Marker Diagnostik ... 17

Tabel 2.2 Klasifikasi AML menurut FAB ... 18

Tabel 2.3 Klasifikasi AML menurut WHO ... 19

Tabel 4.1 Nutrisi Harian Pasien ... 31

Tabel 4.2 Distribusi Makanan Berdasarkan Komponen Makanan ... 33

Tabel 4.3 Pemilihan Jenis Makanan ... 34

(6)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Hemopoiesis ... 5

Gambar 2.2 Sel Darah Putih ... 8

Gambar 2.3 Leukimia ... 8

Gambar 2.4 Neutrofil ... 8

Gambar 2.5 Eosinofil ... 8

Gambar 2.6 Basofil ... 8

Gambar 2.7 Limfosit ... 8

Gambar 2.8 Basofil ... 8 Gambar 2.9 Gambar Hasil BMA pada AML 11

(7)

BAB I PENDAHULUAN

Leukimia adalah kanker yang berasal dari sel-sel yang normalnya akan menjadi sel-sel darah. Leukimia sendiri dapat terjadi secara akut ataupun kronik yang bergantung pada cepatnya penyakit muncul dan berkembang. Sel-sel darah sendiri yang menjadi komponen dari darah diprodukdi pada sumsum tulang dan berasal dari stem cell. Stem cell ini yang akan berdiferensiasi menjadi berbagai jenis sel-sel darah ini terdiri atas 2 jenis yaitu limfoid dan mieloid. Stem cell tipe limfoid nantinya akan berkembang menjadi sel-T, sel-B, sel NK (Natural Killer).

Sedangkan stem cell mieloid akan berdiferensiasi menjadi sel darah merah, sel darah putih (neutrofil, eosinofil, basofil, dan monosit) dan platelet.1,2

Terdapat 4 tipe utama dari leukimia yaitu : (1) Acute Myeloid Leukaemia (AML); (2) Acute Lymphoblastic Leukaemia (ALL); (3) Chronic Myeloid Leukaemia (CML); (4) Chornic Lymphocytic Leukaemia (CLL).Keempat tipe leukimia ini secara lebih lanjut kemudian akan terbagi-bagi lagi menjadi beberapa subtipe. Penanganan yang akan diberikan tergantung pada pembagian ini.2,3

Leukemia mieloid akut (Acute Myeloid Leukemia/ AML), nama lain penyakit ini antara lain leukemia mielositik akut, leukemia mielogenou sakut, leukemia granulositik akut, dan leukemia non-limfositik akut. Istilah akut menunjukkan bahwa leukemia dapat berkembang cepat jika tidak diterapi dan berakibat fatal dalam beberapa bulan. Istilah myeloid sendiri merujuk pada tipe sel asal, yaitu sel-sel myeloid imatur (sel darah putih selain limfosit, sel darah merah, atau trombosit).1,4

Di AS, diperkirakan ada sekitar 19.950 kasus baru AML dan sekitar 10.430 kematian karena AML pada tahun 2016, sebagian besar pada dewasa.1 Data di Indonesia sangat terbatas, pernah dilaporkan insidens AML di Yogyakarta adalah 8 per satu juta populasi. Penyakit ini meningkat progresif sesuai usia, puncaknya pada usia ≥ 65 tahun.4 Usia rata-rata pasien saat didiagnosis AML sekitar 67 tahun. Berdasarkan data, AML merupakan jenis leukimia akut yang sering ditemukan pada orang dewasa. Kurang lebih 80% kasus akut leukimia pada orang dewasa adalah AML.1,3

(8)

AML ditunjukkan dengan adanya produksi berlebih dari sel darah putih imatur yang disebut myeloblast atau leukaemicblast. Akibatnya pembentukan sel darah normal terganggu bahkan sel darah putih imatur tersebut juga dapat beredar melalui aliran darah dan bersirkulasi di seluruh tubuh. Karena sel-sel darah putih yang tidak matur tersebut maka sangat sulit bagi tubuh untuk mencegah dan melawan infeksi yang terjadi.4

Hingga saat ini penyebab pasti dari penyakit ini masih belum diketahui secara jelas, namun ada beberapa faktor risiko yang turut meningkatkan insiden terjadinya AML. Padahal penyakit ini membutuhkan perawatan yang segera dikarenakan penyakit ini berkembang dengan cepat. Penanganan yang diberikan untuk pasien-pasien yang didiagnosis dengan AML bergantung pada subtipenya.

Kemoterapi merupakan terapi utama untuk AML.3,4

Gejalanya yang terkadang hanya berupa sakit kepala, lemas, gusi mudah berdarah, ataupun memar-memar pada tubuh sering kali disepelekan oleh masyarakat. Karena tidak memberikan tanda dan gejala klinis yang yang spesifik, perlu bagi masyarakat luas untuk mendapatkan edukasi mengenai penyakit ini, sehingga penderita AML dapat dengan cepat mendapatkan penanganan sebelum penyakitnya memburuk dengan cepat atau tejadi komplikasi-komplikasi lain dari penyakit ini.

(9)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hematopoiesis

Hematopoiesis (hemopoiesis) merupakan suatu proses pembentukkan dan perkembangan sel-sel darah. Darah memiliki peran untuk menjaga tubuh tetap dalam keadaan homeostasis. Tempat terjadinya hematopoiesis pada manusia berpindah-pindah sesuai dengan umur : (1) yolk sac (umur 0-3 bulan intrauterin);

(2) hati dan lien (umur 3-6 bulan intrauterin); (3) sumsum tulang (umur 4 bulan intrauterin – dewasa). Darah memiliki peranan yang penting bagi kehidupan manusia. Selain meregulasi pH, temperatur, serta mengatur transport zat-zat dari dan ke jaringan, darah juga melakukan perlindungan dengan cara melawan penyakit. 5,7

Fungsi-fungsi ini dikerjakan secara terbagi-bagi oleh komponen- komponen darah, yaitu plasma dan sel-sel darah. Plasma darah adalah cairan yang berada di kompartemen ekstraselular di dalam pembuluh darah yang berperan sebagai pelarut terhadap sel-sel darah dan substans lainnya. Sedangkan sel darah merupakan unit yang mempunyai tugas tertentu. Sel-sel darah yang terdiri dari eritrosit, leukosit dan trombosit dibentuk melalui mekanisme hematopoiesis tersebut. 5,7

Sumsum tulang atau bone marrow merupakan suatu jaringan ikat dengan vaskularisasi yang tinggi bertempat di ruang antara trabekula jaringan tulang spons. Tulang-tulang rangka axial, tulang-tulang melingkar pada pelvis dan pektoral, serta di bagian epifisis proksimal tulang humerus dan femur adalah tulang-tulang dengan sumsum tulang terbanyak di tubuh manusia. Proses hemopoiesis pada dewasa hanya terpusat di tulang-tulang rangka sentral dan ujung proksimal dari humerus dan femur. 5,7

Sel induk yang paling primitif yang akan berkembang menjadi sel-sel darah adalah pluripotent stem cells yang berada pada sumsum tulang dan berasal dari jaringan mesenkim. Jumlah sel ini sangat sedikit, diperkirakan hanya sekitar 1 sel dari setiap 20 juta sel di sumsum tulang. Sel-sel ini memiliki kemampuan untuk berkembang menjadi beberapa turunan yang berbeda melalui proses

(10)

duplikasi, kemudian berproliferasi serta berdiferensiasi hingga akhirnya menjadi sel-sel darah, makrofag, sel-sel retikuler, sel mast dan sel adiposa. Selanjutnya sel darah yang sudah terbentuk ini akan memasuki sirkulasi melalui kapiler sinusoid.

5,7,8

Sebelum sel-sel darah secara spesifik terbentuk, sel pluripoten yang berada di sumsum tulang tersebut membentuk commited stem cell. Sel induk yang termasuk dalam golongan ini adalah myeloid stem cell dan lymphoid stem cell.

Setiap satu sel induk diperkirakan mampu memproduksi sekitar 106 sel darah matur setelah melalui 20 kali pembelahan sel. 5,7,8

Myeloid stem cell memulai perkembangannya di sumsum tulang dan kemudian membentuk eritrosit, platelet, monosit, neutrofil, eosinofil dan basofil.

Sedangkan lymphoid stem cell akan berkembang menjadi sel T, Sel B dan sel NK (Natural Killer). Sel-sel ini memulai perkembangannya di sumsum tulang namun proses ini dilanjutkan dan selesai di jaringan limfatik. Selama proses hemopoiesis, sebagian sel myeloid berdiferensiasi menjadi sel progenitor. Sel progenitor (unipotent stem cell) tidak dapat berkembang membentuk sel namun membentuk elemen yang lebih spesifik yaitu colony-forming unit (CFU). Terdapat beberapa jenis CFU yang diberi nama sesuai sel yang akan dibentuknya, misalnya CFU-E membentuk eritrosit, dan CFU-GM membentuk granulosit dan monosit.5,7,8

Berikutnya, lymphoid stem cell, sel progenitor dan sebagian sel myeloid yang belum berdiferensiasi akan menjadi sel-sel prekursor yang dikenal sebagai blast. Sel-sel ini akan berkembang menjadi sel darah yang sebenarnya. Beberapa hormon yang disebut hemopoietic growth factors bertugas dalam meregulasi proses diferensiasi dan proliferasi dari sel-sel progenitor tertentu. Berikut adalah beberapa contohnya : (1) Erythropoietin atau EPO meningkatkan jumlah prekursor sel darah merah atau eritrosit. EPO diproduksi oleh sel-sel khusus yang terdapat di ginjal yaitu peritubular interstitial cells; (2) Thrombopoietin atau TPO merupakan hormon yang diproduksi oleh hati yang menstimulasi pembentukan platelet atau trombosit; (3) Sitokin adalah glikoprotein yang dibentuk oleh sel, seperti sel sumsum tulang, sel darah, dan lainnya. 5,7,8

(11)

Gambar 2.1 Hemopoiesis 8

2.2 Morfologi dan Fungsi Normal Sel Darah Putih

Leukosit merupakan unit yang aktif dari sistem pertahanan tubuh yaitu berfungsi melawan infeksi dan penyakit lainnya. Batas normal jumlah sel darah put ih berkisar dari 4.000 sampai 10.000/mm. Berdasarkan jenis granula dalam sitoplasma dan bentuk intinya, sel darah putih digolongkan menjadi 2 yaitu : granulosit (leukosit poli morfonuklear) dan agranulosit (leukosit mononuklear).1,4,5

2.2.1 Granulosit

Granulosit merupakan leukosit yang memiliki granula sitoplasma.

Berdasarkan warna granula sitoplasma saat dilakukan pewarnaan terdapat 3 jenis granulosit yaitu neutrofil, eosinofil, dan basofil.

a. Neutrofil

(12)

Neutrofil adalah garis pertahanan pertama tubuh terhadap invasi oleh bakteri,sangat fagositik dan sangat aktif. Sel-sel ini sampai di jaringan terinfeksi untuk menyerang dan menghancurkan bakteri, virus atau agen penyebab infeksi lainnya.Neutrofil mempunyai inti sel yang berangkai dan kadang-kadang seperti terpisah- pisah, protoplasmanya banyak bintik- bintik halus (granula). Granula neutrofil mempunyai afinitas sedikit terhadap zat warna basa dan memberi warna biru atau merah muda pucat yang dikelilingi oleh sitoplasma yang berwarna merah muda (gambar 2.3.

hapusan sumsum tulang dengan perbesaran 1000x).Neutrofil merupakan leukosit granular yang paling banyak, mencapai 60% dari jumlah sel darah putih.Neutrofil merupakan sel berumur pendek dengan waktu paruh dalam darah 6-7 jam dan jangka hidup antara 1-4 hari dalam jaringan ikat, setelah itu neutrofil mati.

b. Eosinofil

Eosinofil merupakan fagositik yang lemah. Jumlahnya akan meningkat saat terjadi alergi atau penyakit parasit. Eosinofil memiliki granula sitoplasma yang kasar dan besar.Sel granulanya berwarna merah sampai merah jingga (gambar 2.4. hapusan sumsum tulang dengan perbesaran 1000x).Eosinofil memasuki darah dari sumsum tulang dan beredar hanya 6-10 jam sebelum bermigrasi ke dalam jaringan ikat, tempat eosinofil menghabiskan sisa 8-12 hari dari jangka hidupnya.Dalam darah normal, eosinofil jauh lebih sedikit dari neutrofil, hanya 2-4% dari jumlah sel darah putih.

c. Basofil

Basofil adalah jenis leukosit yang paling sedikit jumlahnya yaitu kurang dari 1% dari jumlah sel darah put ih. Basofil memiliki sejumlah granula sitoplasma yang bentuknya tidak beraturan dan berwarna keunguan sampai hitam (gambar 2.5. hapusan sumsum tulang dengan perbesaran 1000x). Basofil memiliki fungsi menyerupai sel mast, mengandung histamin untuk meningkatkan aliran darah ke jaringan yang cedera dan heparin untuk membantu mencegah pembekuan darah intravaskular.

(13)

2.2.2. Agranulosit

Agranulosit merupakan leukosit tanpa granula sitoplasma. Agranulosit terdiri dari limfosit dan monosit.

a. Limfosit

Limfosit adalah golongan leukosit kedua terbanyak setelah neutrofil, berkisar 20-35% dari sel darah put ih, memiliki fungsi dalam reaksi imunitas.Limfosit memiliki inti yang bulat atau oval yang dikelilingi oleh pinggiran sitoplasma yang sempit berwarna biru (gambar 2.6. hapusan sumsum tulang dengan perbesaran 1000x). Terdapat dua jenis limfosit yaitu limfosit T dan limfosit B. Limfosit T bergantung timus, berumur panjang, dibentuk dalam timus. Limfosit B tidak bergantung timus, tersebar dalam folikel-folikel kelenjar getah bening. Limfosit T bertanggung jawab atas respons kekebalan selular melalui pembentukan sel yang reaktif antigen sedangka n limfosit B, jika dirangsang dengan semestinya, berdiferesiansi menjadi sel-sel plasma yang menghasilkan imunoglobulin, sel-sel ini bertanggung jawab atas respons kekebalan hormonal.

b. Monosit

Monosit merupakan leukosit terbesar. Monosit mencapai 3-8% dari sel darah putih, memiliki waktu paruh 12-100 jam di dalam darah.Intinya terlipat atau berlekuk dan terlihat berlobus, protoplasmanya melebar, warna biru keabuan yang mempunya ibintik-bintik sedikit kemerahan (gambar 2.7. hapusan sumsum tulang dengan perbesaran 1000x).Monosit memiliki fungsi fagositik dan sangat aktif, membuang sel-sel cedera dan mati, fragmen-fragmen sel, dan mikroorganisme.

(14)

Gambar 2.2 Sel Darah Putih Gambar 2.3 Leukimia

Gambar 2.4 Neutrofil Gambar 2.5 Eosinofil 2.6 Basofil

Gambar 2.7 Limfosit Gambar 2.8 Basofil

(15)

2.3 Leukimia

Leukimia adalah kanker yang berasal dari sel-sel yang normalnya akan menjadi sel-sel darah.1 Jenis kanker ini merupakan kanker pada sumsum dan darah, merupakan keganasan hematologik akibat proses neoplastik yang disertai gangguan diferensiasi (maturation arrest) pada berbagai tingkatan sel induk homopoetik sehingga terjadi ekspansi progresif dari kelompok sel ganas tersebut dalam sumsum tulang.5 Leukimia dapat berupa leuikimia akut maupun kronik.Istilah akut dan kronik ini berkaitan dengan mucul dan proses perkembangan dari penyakit ini.2

2.3.1 Leukimia Akut

Dalam kondisi normal, sumsum tulang mengandung sedikit sel darah putih imatur (sel blast). Sel darah putih yang imatur ini akan berkembang menjadi sel darah putih matur, sel darah merah,dan platelet, yang kemudian akan dilepaskan ke aliran darah. Sumsum tulang orang yang mengalami leukimia akut akan memproduksi sel-sel blast dalam jumlah yang sangat banyak (abnormal), disebut leukaemic blasts.2

Sel-sel ini terakumulasi pada sumsum tulang dan mengganggu produksi dari sel-sel darah normal. Tanpa sel darah merah yang cukup, sel darah putih yang normal dan platelet seseorang akan menjadi lemas dan lebih mudah terkena infeksi, selain itu akan lebih mudah terjadi perdarahan dan memar.2 Sel blast yang banyak tersebut juga keluar dari sumsum tulang ke aliran darah sehingga terdeteksi pada tes darah sederhana. Terkadang leukimia menyebar dari darah ke organ termasuk ke kelenjar limfe, hati, limpa, sistem saraf pusat (otak, medula spinalis, cairan spinal), kulit dan testis. Karena cepatnya penyakit ini terjadi dan perkembangannya, maka leukimia akut harus segera didiagnosis dan ditangani, bila tidak tertangani maka akan berakibat fatal dalam beberapa bulan (penderita meninggal dalam 2-4 bulan rata-rata). Namun dengan pengobatan yang baik ternyata leukimia akut mengalami kesembuhan yang lebih banyak dibandingkan dengan leukimia kronik.Leukimia akut dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar yaitu Acute Lymphoid Leukaemia (ALL) dan Acute Myeloid Leukaemia (AML).1,2,5

(16)

2.3.2 Leukimia Kronik

Pada leukimia kronik, terdapat akumulasi sel darah putih yang lebih matur namun abnormal. Leukimia jenis ini berkembang secara lebih lambat dibandingkan dengan yang akut dan mungkin tidak memerlukan terapi jangka panjang setelah terdiagnosis. Leukimia jenis ini ditandai dengan proliferasi neoplastik dari salah satu sel yang berlangsung atau terjadi karena keganasan hematologi.2Leukimia kronik dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar yaitu Chronic Lymphoid Leukaemia (CLL) dan Chronic Myeloid Leukaemia (CML). 5

Secara singkat, leukimia dapat diklasifikasikan berdasarkan tipe sel, baik menurut maturitas sel maupun turunan sel. Berdasarkan maturitas sel, leukimia dibagi menjadi akut dan kronik. Jika sel ganas tersebut sebagian besar imatur (blast) maka leukimia diklasifikasikan akut, sedangkan jika yang dominan adalh sel matur maka diklasifikasikan sebagai leukimia kronik. Berdasarkan turunan sel, leukimia diklasifikasikan atas leukimia mieoloid dan limfoid. Kelompok leukimia mieoloid meliputi granulositik, monositik, megakriositik, dan eritrositik.6

2.4 Definisi AML

Leukemia myeloid akut atau Acute Myeloid Leukemia (AML) sering juga dikenal dengan istilah Acute Myelogenous Leukemia atau Acute Granulocytic Leukemia merupakan penyakit keganasan yang ditandai dengan diferensiasi dan proliferasi abnormal sel induk hematopoetik yang bersifat sistemik dan secara malignan melakukan transformasi sehingga menyebabkan penekanan dan penggantian komponen sumsum tulang belakang yang normal. Pada kebanyakan kasus AML, tubuh memproduksi terlalu banyak sel darah putih yang disebut myeloblas yang masih bersifat imatur. Sel-sel darah yang imatur ini tidak sebaik sel darah putih yang telah matur dalam melawan adanya infeksi. Pada AML, mielosit (yang dalam keadaan normal berkembang menjadi granulosit) berubah menjadi ganas dan dengan segera akan menggantikan sel-sel normal di sumsum tulang. 4,5

(17)

Gambar 2.9 Gambaran Hasil BMA pada AML

2.5 Epidemiologi

Kejadian AML berbeda dari satu Negara dengan Negara lainnya, hal ini berkaitan denga ncara diagnosis dan pelaporannya. AML mengenai semua kelompok usia, tetapi kejadiannya meningkat dengan bertambahnya usia. Di AS, diperkirakan ada sekitar 19.950 kasus baru AML dan sekitar 10.430 kematian karena AML pada tahun 2016, sebagian besar pada dewasa. Di Australia setiap tahunnya terdapat kurang lebih 3.200 orang dewasa dan 250 anak-anak yang didiagnosis dengan leukimia. Dari total tersebut 900 orang dewasa diantaranya dan 50 anak terdiagnosis dengan AML. Jumlah insiden terjadinya AML meningkat terutama pada orang-orang yang berusia 60 tahun.1,2

Data di Indonesia sangat terbatas, pernah dilaporkan insidens AML di Jogjakarta adalah 8 per satu juta populasi. Penyakit ini meningkat progresif sesuai usia, puncaknya pada usia ≥ 65 tahun. Usia rata-rata pasien saat didiagnosis AML sekitar 67 tahun. AML sedikit lebih sering dijumpai pada pria.1AML yang lebih banyak terjadi pada orang dewasa. Namun AML juga merupakan jenis leukimia yang sering ditemukan pada anak-anak. Risiko terjadinya. AML meningkat 10 kali lipat dari usia 30-34 tahun sampai dengan usia 65-69 tahun. Pada otrang yang berusia leih dari 70 tahun insidennya jarang meningkat.3

2.6 Etiologi

Penyebab leukemia masih belum diketahui secara pasti hingga kini. Menurut hasil penelitian, orang dengan faktor risiko tertentu lebih meningkatkan risiko timbulnya penyakit leukemia. 5,7

(18)

a. Host

 Umur, jenis kelamin, ras

Insiden leukemia secara keseluruhan bervariasi menurut umur.

LMA terdapat pada umur 15-39 tahun. Insiden leukemia lebih tinggi pada pria dibandingkan pada wanita. Tingkat insiden yang lebih tinggi terlihat di antara Kaukasia (kulit putih) dibandingkan dengan kelompok kulit hitam.10 Leukemia menyumbang sekitar 2% dari semua jenis kanker. Orang dewasa 10 kali kemungkinan terserang leukemia daripada anak-anak.

 Faktor Genetik

Insiden leukemia pada anak-anak penderita sindrom down adalah 20 kali lebih banyak daripada normal. Kelainan pada kromosom 21 dapat menyebabkan leukemia akut. Insiden leukemia akut juga meningkat pada penderita dengan kelainan congenital. Pada sebagian penderita dengan leukemia, insiden leukemia meningkat dalam keluarga. Kemungkinan untuk mendapat leukemia pada saudara kandung penderita naik 2-4 kali.

b. Agent

 Virus

Pada manusia, terdapat bukti kuat bahwa virus merupakan etiologi terjadinya leukemia. HTLV (virus leukemia T manusia) dan retrovirus jenis cRNA, telah ditunjukkan oleh mikroskop elektron dan kultur pada sel pasien dengan jenis khusus leukemia/limfoma sel T.

 Sinar Radioaktif

Sinar radioaktif merupakan faktor eksternal yang paling jelas dapat menyebabkan leukemia. Angka kejadian LMA jelas sekali meningkat setelah sinar radioaktif digunakan.

 Zat Kimia

Zat-zat kimia (misal benzene, arsen, pestisida, kloramfenikol, fenilbutazon) diduga dapat meningkatkan risiko terkena leukemia.

(19)

Benzena telah lama dikenal sebagai karsinogen sifat karsinogeniknya menyebabkan leukemia, benzena diketahui merupakan zat leukomogenik untuk LMA. Paparan benzena kadar tinggi dapat menyebabkan aplasia sumsum tulang, kerusakan kromosom dan leukemia.

 Merokok

Merokok merupakan salah satu faktor risiko untuk berkembangnya leukemia. Rokok mengandung leukemogen yang potensial untuk menderita leukemia terutama LMA.

c. Lingkungan (pekerjaan)

Banyak penelitian menyatakan adanya hubungan antara pajanan pekerjaan yaitu petani dan peternak terhadap kejadian leukemia.

2.7 Patofisiologi

AML merupakan penyakit dengan transformasi maligna dan perluasan klon-klon sel-sel hematopoetik yang terhambat pada tingkat diferensiasi dan tidak bisa berkembang menjadi bentuk yang lebih matang. Sel darah berasal dari sel induk hematopoesis pluripoten yang kemudian berdiferensiasi menjadi induk limfoid dan induk mieloid (non limfoid) multipoten. Sel induk limfoid akan membentuk sel T dan sel B, sel induk mieloid akan berdiferensiasi menjadi sel eritrosit, granulosit-monosit dan megakariosit. Pada setiap stadium diferensiasi dapat terjadi perubahan menjadi suatu klon leukemik yang belum diketahui penyebabnya. Bila hal ini terjadi maturasi dapat terganggu, sehingga jumlah sel muda akan meningkat dan menekan pembentukan sel darah normal dalam sumsum tulang. Sel leukemik tersebut dapat masuk kedalam sirkulasi darah yang kemudian menginfiltrasi organ tubuh sehingga menyebabkan gangguan metabolisme sel dan fungsi organ. 1,2,6

AML merupakan neoplasma uniklonal yang menyerang rangkaian mieloid dan berasal dari transformasi sel progenitor hematopoetik. Sifat alami neoplastik sel yang mengalami transformasi yang sebenarnya telah digambarkan melalui studi molekular tetapi defek kritis bersifat intrinsik dan dapat diturunkan melalui

(20)

progeni sel. Defek kualitatif dan kuantitatif pada semua garis sel mieloid, yang berproliferasi pada gaya tak terkontrol dan menggantikan sel normal. 1,2,6

Sel-sel leukemik tertimbun di dalam sumsum tulang, menghancurkan dan menggantikan sel-sel yang menghasilkan sel darah yang normal.

Sel kanker ini kemudian dilepaskan ke dalam aliran darah dan berpindah ke organ lainnya, dimana mereka melanjutkan pertumbuhannya dan membelah diri.

Mereka bisa membentuk tumor kecil (kloroma) di dalam atau tepat dibawah kulit dan bisa menyebabkan meningitis, anemia, gagal hati, gagal ginjal dan kerusakan organ lainnya. 1,2,6

Kematian pada penderita leukemia akut pada umumnya diakibatkan penekanan sumsum tulang yang cepat dan hebat, akan tetapi dapat pula disebabkan oleh infiltrasi sel leukemik tersebut ke organ tubuh penderita. 1,2,6

2.8 Diagnosis

2.8.1 Gejala Klinis

Gejala pertama biasanya terjadi karena kegagalan bone marrow menghasilkan sel darah yang normal dalam jumlah yang memadai dan atau akibat infiltrasi sel-sel leukemik pada berbagai organ, Gejala pasien leukemia bevariasi tergantung dari jumlah sel abnormal dan tempat berkumpulnya sel abnormal tersebut. Infeksi sering terjadi, anemia dan trombositopenia sering berat. Durasi perjalanan penyakit bervariasi.

Beberapa pasien, khususnya anak-anak mengalami gejala akut selama beberapa hari hingga 1-2 minggu. Pasien lain mengalami durasi penyakit yang lebih panjang hingga berbulan-bulan.Adapun gejala-gejala umum yang dapat ditemukan pada pasien AML antara lain 8,9.

a. Kelemahan Badan dan Malaise

Merupakan keluhan yang sangat sering diketemukan oleh pasien, rata-rata mengeluhkan keadaan ini sudah berlangsung dalam beberapa bulan. Rata-rata didapati keluhan ini timbul beberapa bulan sebelum simptom lain atau diagnosis AML dapat ditegakkan. Gejala ini disebabkan anemia, sehingga beratnya gejala kelemahan badan ini sebanding dengan anemia.

(21)

b. Febris

Febris merupakan keluhan pertama bagi 15-20 % penderita.

Seterusnya febris juga didapatkan pada 75 % penderita yang pasti mengidap AML. Umumnya demam ini timbul karena infeksi bakteri akibat granulositopenia atau netropenia. Pada waktu febris juga didapatkan gejala keringat malam, pusing, mual dan tanda-tanda infeksi lain.

c. Perdarahan

Perdarahan berupa petechiae, purpura, lebam yang sering terjadi pada ekstremitas bawah, dan penderita mengeluh sering mudah gusi berdarah, epitaksis, dan lain-lain. Beratnya keluhan perdarahan berhubungan erat dengan beratnya trombositopenia.Pendarahan yang berat lebih jarang terjadi kecuai dengan kelainan DIC.

d. Penurunan berat badan

Penurunan berat badan ini tidak begitu hebat dan jarang merupakan keluhan utama. Penurunan berat badan juga sering bersama-sama gejala anoreksia akibat malaise atau kelemahan badan.

e. Nyeri tulang

Nyeri tulang dan sendi didapatkan pada 20 % penderita AML.

Rasa nyeri ini disebabkan oleh infiltrasi sel-sel leukemik dalam jaringan tulang atau sendi yang mengakibatkan terjadi infark tulang.

Sedangkan tanda-tanda yang didapatkan pada pemeriksaan fisik pasien AML:8,9 a. Kepucatan, takikardi, murmur

Pada pemeriksaan fisik, simptom yang jelas dilihat pada penderita adalah pucat karena adanya anemia. Pada keadaan anemia yang berat, bisa didapatkan simptom kaardiorespirasi seperti sesak nafas, takikardia, palpitasi, murmur, sinkope dan angina

(22)

b. Pembesaran organ-organ

Walaupun jarang didapatkan dibandingkan ALL, pembesaran massa abnomen atau limfonodi bisa terjadi akibat infiltrasi sel-sel leukemik pada penderita AML. Splenomegali lebih sering didapatkan daripada hepatomegali. Hepatomegali jarang memberikan gejala begitu juga splenomegali kecuali jika terjadi infark.

c. Kelainan kulit dan hipertrofi gusi

Deposit sel leukemik pada kulit sering terjadi pada subtipe AML.

Kelainan kulit yang didapatkan berbentuk lesi kulit, warna ros atau populer ungu, multiple dan general, dan biasanya dalam jumlah sedikit. Hipertrofi gusi akibat infiltrasi sel-sel leukemia.

2.8.2 Pemeriksaan Penunjang 1. Morfologi

Aspirasi sumsum tulang merupakan bagian dari pemeriksaan rutin untuk diagnosis AML. Pulasan darah dan sumsum tulang diperiksa dengan pengecatan May-Grunwald-Giemsa atau Wright-Giemsa. Untuk hasil yang akurat, diperlukan setidaknya 500 sel Nucleated dari sumsum tulang dan 200 sel darah putih dari perifer.7,8 Hitung blast sumsum tulang atau darah

≥ 20% diperlukan untuk diagnosis AML, kecuali AML dengan t(15;17), t(8;21), inv(16), atau t(16;16) yang didiagnosis terlepas dari persentase blast. 7,8

2. Immunophenotyping

Pemeriksaan ini menggunakan flow cytometry,sering untuk menentukan tipe sel leukemia berdasarkan antigen permukaan. Kriteria yang digunakan adalah ≥ 20% sel leukemik mengekpresikan penanda (untuk sebagian besar penanda) Tabel 2.1. 7,8

(23)

3. Sitogenetika

Abnormalitas kromosom terdeteksi pada sekitar 55% pasien AML dewasa. Pemeriksaan sitogenetika menggambarkan abnormalitas kromosom seperti translokasi, inversi, delesi, adisi. 7,8

4. Sitogenetika molekuler

Pemeriksaan ini menggunakan FISH (fluorescent in situ hybridization) yang juga merupakan pilihan jika pemeriksaan sitogenetika gagal. Pemeriksaan ini dapat mendeteksi abnormalitas gen atau bagian dari kromosom seperti RUNX1-RUNX1T1, CBFB-MYH11, fusi gen MLL dan EV11, hilangnya kromosom 5q dan 7q. 7,8

5. Pemeriksaan imaging

Pemeriksaan dilakukan untuk membantu menentukan perluasan penyakit jika diperkirakan telah menyebar ke organ lain.Contoh pemeriksaannya antara lain X-ray dada, CT scan, MRI. 7,8

2.8.3 Klasifikasi AML (Subtipe)

AML terbagi atas berbagai macam subtipe. Hal ini berdasarkan morfologi, diferensiasi dan maturasi sel leukemia yang dominan dalam sumsum tulang, serta penelitian sitokimia. Mengetahui subtipe AML sangat penting, karena dapat membantu dalam memberikan terapi yang terbaik.

(24)

Klasifikasi AML yang sering digunakan adalah klasifikasi yang dibuat oleh French American British (FAB) yang mengklasifikasikan leukemia mieloid akut menjadi 8 subtipe yaitu sebagai berikut 6,9

Tabel 2.2 Klasifikasi AML menurut FAB Subtipe Menurut FAB

(French American British)

Nama Lazim ( % Kasus)

MO Leukimia Mieloblastik Akut dengan diferensiasi Minimal (3%)

M1 Leukimia Mieloblastik Akut tanpa maturasi (15-20%) M2 Leukimia Mieloblastik Akut dengan maturasi

granulositik (25-30%)

M3 Leukimia Promielositik Akut (5-10%)

M4 Leukimia Mielomonositik Akut (20%)

M4Eo Leukimia Mielomonositik Akut dengan eosinofil abnormal (5-10%)

M5 Leukimia Monositik Akut (2-9%)

M6 Eritroleukimia (3-5%)

M7 Leukimia Megakariositik Akut (3-12%)

Klasifikasi tersebut kemudian digantikan dengan klasifikasi menurut World Health Organization (WHO) dengan kriteria abnormalitas genetika atau genetika molekuler (Tabel 3).

(25)

Tabel 2.3 Klasifikasi AML menurut WHO

2.9 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pasien AML adalah berupa terapi suportif, simtomatis, dan kausatif. Tujuan dari terapi AML adalah untuk menghancurkan sel-sel leukimia dan membirakan sumsum tulang untuk berfungsi secara normal lagi.

Terapi suportif dilakukan untuk menjaga balance cairan melalui infus dan menaikkan kadar Hb pasien melalu tranfusi. Pada AML, terapi suportif tidak menunjukkan hasil yang memuaskan. Sedangkan terapi simptomatis diberikan untuk meringankan gejala klnis yang muncul seperti pemberian penurun panas.

Yang paling penting adalah terapi kausatif, dimana tujuannya adalah menghancurkan sel-sel leukemik dalam tubuh pasien AML. Terapi kausatif yang dilakukan yaitu kemoterapi.1,2

(26)

Terapi yang kini digunakan untuk pasien-pasien dengan AML adalah terapi induksi, terapi konsolidasi dengan kemoterapi, dan transplantasi sel punca hematopoietik. Karena penyakit ini berkembang dengan sangat cepat, maka pasien yang sudah terdiagnosis harus segera diterapi. Terapi untuk AML dapat dibagi menjadi 2 fase :

2.9. 1 Terapi Induksi

Terapi induksi bertujuan untuk mencapai remisi komplit yang didefinisikan sebagai blast dalam sumsum tulang 1.000/μL, dan trombosit

≥ 100.000/μL. Terapi induksi biasanya menggunakan kombinasi 2 jenis obat kemoterapi (cystosine arabinoside atau cytarabine dan anthracycline antibiotic). Untuk pasien usia 18-60 tahun terapi yang diberikan adalah:

Tiga hari anthracycline (daunorubicin 60 mg/m2, idarubicin 10-12 mg/ m2, atau anthracenedione mitoxantrone 10-12 mg/m2 ), dan 7 hari cytarabine (100-200 mg/ m2 infus kontinu) atau dikenal dengan “3 + 7” merupakan standar terapi induksi. Respons komplit tercapai pada 60-80% pasien dewasa yang lebih muda. Untuk pasien usia 60-74 tahun terapi yang diberikan serupa dengan pasien yang lebih muda, terapi induksi terdiri dari 3 hari anthracycline (daunorubicin 45-60 mg/m2 atau alternatifnya dengan dosis ekuivalen) dan 7 hari cytarabine 100-200 mg/m2 infus kontinu).

Penurunan dosis dapat dipertimbangkan secara individual. Pada pasien dengan status performa kurang dari 2 serta tanpa komorbiditas, respons komplit tercapai pada sekitar 50% pasien.1,2

Kedua jenis obat ini dimasukkan melalui CVC (Central venous catheter) atau central line. Selama dilakukan terapi induksi, pasien juga diberikan allopurinol. Allopurinol bukan obat kemoterapi. Obat ini diberikan untuk membantu mencegah pembentukan kembali produk-produk sel leukimia yang sudah hancur dan membantu ginjal untuk mengekskresikannya. 1,2 2.9.2 Terapi konsolidasi

Terapi konsolidasi atau pasca-induksi diberikan untuk mencegah kekambuhan dan eradikasi minimal residual leukemia dalam sumsum tulang.Biasanya untuk mencegah kekambuhan, digunakan regimen yang sama dan dosis kemoterapi yang sama atau lebih tinggi seperti yang

(27)

digunakan pada terapi induksi. Pada beberapa kasus dimana risiko kekambuhannya tinggi, kemoterapi yang intensif perlu untuk dilakukan berbarengan dengan transplantasi sel induk.1,2

2.9.3 Tranplantasi sel induk

Untuk sebagian orang, dosis kemoterapi yang sangat tinggi atau radioterapi dibutuhkan untuk menyembuhan dan efektif untuk menyembuhkan AML. Efek sampingnya adalah kerusakan dari sumsum tulang dan sel induk darah rusak dan perlu digantikan setelahnya. Pada kasus ini perlu dilakukan transplantasi sumsum tulang dan sel induk darah perifer.2

2.10 Prognosis

AML yang tidak diterapi bersifat fatal dengan median survival 11-20 minggu. Saat ini penyakit ini sembuh (tidak terjadi kekambuhan dalam 5 tahun) pada 35-40% pasien dewasa usia ≤ 60 tahun dan 5-15% pasien usia > 60 tahun.

2.11 Pencegahan

2.11.1 Pencegahan Primer

Pencegahan primer meliputi segala kegiatan yang dapat menghentikan kejadian suatu penyakit atau gangguan sebelum hal itu terjadi.8,9

a. Pengendalian Terhadap Pemaparan Sinar Radioaktif

Pencegahan ini ditujukan kepada petugas radiologi dan pasien yang penatalaksanaan medisnya menggunakan radiasi. Untuk petugas radiologi dapat dilakukan dengan menggunakan baju khusus anti radiasi, mengurangi paparan terhadap radiasi, dan pergantian atau rotasi kerja. Untuk pasien dapat dilakukan dengan memberikan pelayanan diagnostik radiologi serendah mungkin sesuai kebutuhan klinik.

b. Pengendalian Terhadap Pemaparan Lingkungan Kimia

(28)

Pencegahan ini dilakukan pada pekerja yang sering terpapar dengan benzene dan zat aditif serta senyawa lainnya. Dapat dilakukan dengan memberikan pengetahuan atau informasi mengenai bahan- bahan karsinogen agar pekerja dapat bekerja dengan hati-hati. Hindari paparan langsung terhadap zat-zat kimia tersebut.

c. Mengurangi frekuensi merokok

Pencegahan ini ditujukan kepada kelompok perokok berat agar dapat berhenti atau mengurangi merokok. Satu dari empat kasus LMA disebabkan oleh merokok.Dapat dilakukan dengan memberikan penyuluhan tentang bahaya merokok yang bisa menyebabkan kanker termasuk leukemia (LMA)

d. Pemeriksaan Kesehatan Pranikah

Pemeriksaan ini memastikan status kesehatan masing-masing calon mempelai. Apabila masing-masing pasangan atau salah satu dari pasangan tersebut mempunyai riwayat keluarga yang menderita sindrom Down atau kelainan gen lainnya, dianjurkan untuk konsultasi dengan ahli hematologi.

2.11.2 Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder bertujuan untuk menghentikan perkembangan penyakit atau cedera menuju suatu perkembangan ke arah kerusakan atau ketidakmampuan. Dapat dilakukan dengan cara mendeteksi penyakit secara dini dan pengobatan yang cepat dan tepat. 8,9

2.11.3 Pencegahan Tertier

Pencegahan tertier ditujukan untuk membatasi atau menghalangi perkembangan kemampuan, kondisi, atau gangguan sehingga tidak berkembang ke tahap lanjut yang membutuhkan perawatan intensif. 8,9

Untuk penderita leukemia dilakukan perawatan atau penanganan oleh tenaga medis yang ahli di rumah sakit. Salah satu perawatan yang diberikan yaitu perawatan paliatif dengan tujuan mempertahankan kualitas hidup penderita dan memperlambat progresifitas penyakit. Selain itu perbaikan di bidang psikologi, sosial dan spiritual. Dukungan moral dari orang-orang terdekat juga diperlukan. 8,9

(29)

BAB III LAPORAN KASUS

3.1. IDENTITAS PASIEN

No. Rekam Medis : 16047489

Nama Pasien : I

Status Perkawinan : Menikah Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 29 Tahun

Alamat : Jl. Nusa Penida 1, Denpasar Barat, Dauh Puri Klod.

Agama : Islam

Suku Bangsa : Jawa

Pekerjaan : Guru

Tanggal MRS : 15 April 2017 Tanggal Pasien Pulang : 28 April 2017 Tanggal Pelaksanaan PBL : 30 April 2017

3.2. ANAMNESIS

Keluhan Utama: Nyeri pada daerah pinggang kiri Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien ditemui dirumahnya sudah dalam keadaan membaik dan sehat. Pasien pulang dari RSUP Sanglah pada tanggal 30 April 2017. Pasien dirawat di Rumah Sakit pada tanggal 15 April 2017 dengan keluhan nyeri pinggang terutama pada daerah sebelah kiri. Keluhan nyeri pada pinggang dikelukan sejak Desember 2016 (±4 bulan yang lalu) sebelum masuk rumah sakit. Awalnya nyeri pinggang seperti rasa ngilu dirasakan hilang timbul dan memberat ketika beraktivitas. Sejak 5 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit pasien merasakan nyeri pinggang dan nyeri pada bokong (tulang ekor) seperti rasa ngilu yang menetap dan menjalar ke tungkai bawah kanan dan kiri hingga ketumit, serta tidak membaik dengan istirahat. Keadaan ini membuat pasien kesulitan untuk tidur dan beristirahat.

(30)

Pasien mengeluhkan lemas yang dirasakan sudah ± 3 bulan yang lalu hingga pasien memutuskan untuk cuti bekerja. Lemas dirasakan pada seluruh tubuh. Pasien mengatakan sejak ± 3 bulan yang lalu hingga sekarang tampak kulitnya sering terdapat memar-memar berwarna merah keunguan yang muncul seketika tanpa adanya benturan pada daerah kulit tersebut. Memar- memar tersebut juga ada yang berubah warna menjadi kehitaman apabila bercak memar tersebut sudah lama. Memar terutama pada daerah kaki dan tangan dan menyebar kebeberapa bagian tubuh lainnya juga. Lesi memar tersebut dapat muncul dan hilang dengan sendirinya dalam waktu tertentu.

Pasien mengeluhkan bengkak pada gusi juga dirasakan dan dikatakan gusi pasien mudah berdarah (ketika sikat gigi), sehingga pasien kesulitan untuk makan. Sejak di rawat di Rumah Sakit pasien merasakan kesulitan BAK dan perut bagian bawah terasa penuh dan nyeri. BAK berwarna kuning pucat dengan frekuensi BAK 4 kali sehari dan tidak ada keluhan ketika pasien berkemih. Pasien mengeluhkan ketika BAB terasa seperti tersayat sehingga agak terasa perih namun masih bisa BAB seperti biasa. Keluhan lain seperti demam, mual, muntah disangkal oleh pasien.

Nafsu makan pasien juga dikatakan juga baik.

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat penyakit sistemik sebelumnya seperti hipertensi, diabetes mellitus, penyakit ginjal maupun kelainan jantung disangkal oleh pasien.

Riwayat Pengobatan

Enam bulan yang lalu sebelum ke RSUP Sanglah pasien pernah beberapa kali bolak-balik untuk di rawat inap di Rumah Sakit Kabupaten di Lombok Tengah. Untuk menghilangkan rasa sakitnya, pasien diberikan obat Paracetamol, awalnya nyeri pinggang yang dirasakan berkurang. Namun akhirnya tidak dapat tertahankan lagi dan pasien kemudian dibawa ke Rumah Sakit Kabupaten Lombok Tengah dan dirawat. Gejala yang pasien alami semakin memberat dan nampak klinis yang anemis, kemudian dilakukan pemeriksaan lengkap dan ditemukan pasien mengalami AML. Di sana dikatakan HGB pasien 8 g/dL, pasien sempat diberikan 2 kantong darah untuk meningkatkan HGB, HB pasien meningkat. Akhirnya pasien diberikan

(31)

surat rujukan untuk mendapatkan pengobatan di RSUP Sanglah untuk mendapatkan kemoterapi. Pasien memiliki riwayat penyakit AML M2 kemoterapi 3+7 terakhir bulan Februari 2017.

Riwayat Keluarga

Pasien mengatakan tidak ada dari anggota keluarganya yang mengalami keluhan yang serupa. Riwayat penyakit sistemik seperti hipertensi, diabetes mellitus, penyakitginjal maupun penykit jantung disangkal oleh pasien.

Riwayat Sosial

Pasien merupakan seorang guru yang bekerja di sekolah Muhammadyah di Lombok Tengah. Pasien hanya tinggal bersama suaminya yang telah menikah selama 5 tahun yang bekerja sebagai Pegawai Swasta.

Sampai saat ini pasien belum mempunyai seorang anak. Saat ini selama proses pengobatan di RSUP Sanglah pasien juga didampingi oleh suaminya dan tinggal di rumah kostan dengan jarak yang tidak terlalu jauh dari RSUP Sanglah. Pasien menyangkal penggunaan rokok atau pernah memakai zat-zat terlarang dan tidak minum alkohol.

3.3. PEMERIKSAAN FISIK Tanda-tanda vital

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis (GCS: E4V5M6) Tekanan darah : 100/70 mmHg

Nadi : 82x/menit

RR : 20x/menit

Suhu badan : 36,7

VAS : 6/10

Tinggi badan : 156 cm Berat badan : 48 kg

BMI : 19,72 kg/m2 Status General

Mata : Anemis (-)

(32)

THT

Telinga : bentuk dalam batas normal Hidung : bentuk dalam batas normal Tenggorokan : tonsil T1/T1, faring hiperemi (-) Leher : JVP PR +0 cmH2O

Thorak Cor

Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat Palpasi : iktus kordis tidak teraba Perkusi : Batas kiri: MCL S ICS 5

Batas kanan: PSL D

Auskultasi : S1S2 tunggal regular, murmur tidak ada Po

Inspeksi : Simetris statis dan dinamis, retraksi (-) Palpasi : Vokal Fremitus N/N

Perkusi : Sonor/Sonor

Auskultasi : Vesikuler ⁄ , Rhonki ⁄ , Wheezing

Abdomen

Inspeksi : Distensi (+)

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Palpasi : Nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, lien tidak teraba, Ballotement (-)

Perkusi : Timpani

Ekstremitas : Hangat Edema

Status Lokalis

Regio Femoralis dan Cruris Dextra Sinistra

Inspeksi : Tampak merah kebiruan pada paha bagian depan serta betis bagian depan dan samping luar, edema(-), deformitas (-)

Palpasi : Nyeri tekan (+), teraba hangat Regio Brachii dan Antibrachii Dextra Sinistra

(33)

Inspeksi : Tampak merah kebiruan pada lengan atas dan tangan dan samping luar edema (-) deformitas (-)

Palpasi : Nyeri tekan (+), teraba hangat Regio Beck Dorsal

Inspeksi : Tampak merah kebiruan pada punggung, edema (-) deformitas (-)

Palpasi : Nyeri tekan (+), teraba hangat

Klinis Neurologis

Lateralisasi Tenaga : - Gangguan Sensibilitas : -

Gangguan Otonom : +

Laseque : -/+

Bragard : -/+

Sicard : -/+

Pattrick : +/+

Kontrapattrick : +/+

3.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG Darah Lengkap (15/04/2017)

Parameter Hasil Satuan Nilai Rujukan Keterangan

WBC 10,50 103µL 4,10-11,00

Neu % 48,73 % 47,00-80,00

Lym % 32,88 % 13,00-40,00

Mo % 12,62 % 2,00-11,00 Tinggi

Eo % 4,77 % 0,00-5,00

Ba % 1,00 % 0,00-2,00

Neu # 5,12 103µL 2,50-7,50 Lym # 3,45 103µL 1,00-4,00

Mo # 1,33 103µL 0,10-1,20 Tinggi

Eo # 0,50 103µL 0,00-0,50

Ba # 0,11 103µL 0,00-0,10 Tinggi

(34)

RBC 4,52 106µL 4,50 – 5,90

HGB 10,00 g/dL 12,0-16,0 Rendah

HCT 41,92 % 36,00-46,00

MCV 92,64 fL 80,00-100,00

MCH 28,73 Pg 26,00-34,00

MCHC 31,02 g/dL 31,00-36,00

RDW 14,69 % 11,60-14,80

PLT 236,20 103µL 150,00-440,00

Kimia Klinik (15/04/2017)

Parameter Hasil Satuan Nilai Rujukan Keterangan

SGOT 17,8 U/L 0-50

SGPT 15,90 U/L 0-50

LDH 421 U/L 240-480

BUN 9,0 mg/dL 8-18

Kreatinin 0,49 mg/dL 0,60-1,10 Rendah

Natrium (Na) Serum 138 mmol/L 135-147 Kalium (K) Serum 3,7 mmol/L 3,50-5,10 Gula Darah Sewaktu 99 mg/dL 70-140

Urine Lengkap (15/04/2017)

Parameter Hasil

Berat Jenis (1.003-1.035) 1.016

Kekeruhan Keruh (+)

pH (4.5-8) 5.50

Leukosit (Negatif) Negatif

Nitrit (Negatif) Negatif

Protein (Negatif) Negatif

Glukosa(Normal) Normal

Keton (Negatif) Negatif

Darah (Negatif) Positif

Urobilinogen (Normal) Normal Birilubin (Negatif) Negatif Warna (Pale Yellow-Yellow) Yellow

SEDIMEN URINE

Leukosit Sedimen (<3 /Lp) 1-2

(35)

Eritrosit Sedimen (<6/Lp) 1-2

Sel Epitel Sedimen (/Lp) 0-1

Silinder Sedimen -

3.5. DIAGNOSIS

− Acute Myeloid Leukaemia M2 post chemotherapy reinduksi Citarabine Seri I (22/2/2017)

− Suspect Neuropathy et causa suspect chemotherapy II

− Low Back Pain dengan Red Flag (AML)

3.6. PENATALAKSANAAN Terapi

− IVFD NaCl 0,9% 20 tpm

− Diet bebas

− Paracetamol 1000mg @8 jam IO

− Rencana melanjutkan siklus/seri II kemoterapi high dose Citarabine

− Protokol Kemoterapi

o Premedikasi Kemoterapi Ondancetron 8 mg I.V

− Konsul TS Neuro:

Amitriptilin 12,5 mg @12 jam IO Vitamin B1 B6 B12 1 Tab @ 8 jam IO

 Bladder Training Monitoring

− Tekanan darah, nadi, suhu, laju pernapasan

− Keluhan

− Cairan Masuk-Cairan Keluar

− Alergi dan sesak post kemoterapi Rencana Diagnostik

− Blood smear

− Rencana kemoterapi reinduksi KIE

− Menjelaskan penyakit yang dialami pasien dan rencana terapi kepada pasien dan keluarga.

(36)

− Menjelaskan kepada pasien dan keluarga untuk tetap melakukan pengobatan dengan teratur (kepatuhan dalam terapi).

Menjelaskan kepada pasien untuk makan makanan bergizi cukup, menjaga kebersihan diri dan

(37)

BAB IV

DISKUSI HASIL KUNJUNGAN RUMAH

4.1 Alur Kunjungan Pasien

Kunjungan dilakukan pada hari Minggu, 30 April 2017. Sesampainya di rumah kost pasien, kami mendapatkan sambutan yang baik dari pasien dan keluarganya. Adapun tujuan diadakannya kunjungan lapangan ini adalah untuk mengenal lebih dekat kehidupan pasien serta mengidentifikasi masalah yang terdapat pada pasien. Selain itu, kunjungan lapangan ini juga bertujuan untuk memberikan edukasi tentang penyakit yang dialami pasien serta memberikan dorongan dukungan dan motivasi kepada pasien dan keluarganya dalam menghadapi penyakit dan berbagai permasalahannya tersebut. Pasien dalam kasus ini baru saja didiagnosis menderita Acute Myeloid Leukemia (AML).

Pada saat kunjungan, keadaan pasien sudah jauh membaik dari sebelumnya. Keluhan nyeri pinggang dan ekstremitas sudah membaik, lemas sedikit dirasakan oleh pasien. Memar-memar sudah mulai berkurang. Pasien merasakan kondisinya lebih baik setelah sebelumnya sempat dirawat inap di Ruang Angsoka RSUP Sanglah Denpasar. Nafsu makan pasien dikatakan sudah ada perbaikan dari yang sebelumnya dikeluhkan terjadi penurunan nafsu makan dan saat ini pasien sudah dapat mobilisasi dengan baik meskipun baru melakukan aktivitas ringan sehari-hari di rumah kost.

4.2 Identifikasi Masalah

Adapun sejumlah permasalahan yang masih menjadi kendala pasien dalam hal menghadapi penyakit tersebut :

1. Penyakit pasien ini merupakan suatu penyakit keganasan akut yang ditandai yang dapat berpengaruh pada setiap organ atau sistem dalam tubuh. Apabila penyakit ini kambuh contohnya seperti keadaan pasien sekarang maka pasien tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari seperti biasanya.

2. Secara umum, pasien masih belum banyak tahu tentang penyakitnya yang baru saja ditegakkan diagnosisnya beberapa bulan lalu ini. Hal ini

(38)

menyebabkan pasien belum banyak paham tentang faktor-faktor terkait yang dapat menginisiasi timbulnya gejala, penanganan dan pengobatan yang akan diberikan serta pencegahan terhadap komplikasi lanjutan yang dapat memperburuk kondisi pasien.

3. Aktivitas pasien sehari-hari bekerja mengajar di salah satu sekolah di Lombok Tengah dan mengerjakan pekerjaan di rumah sebelumnya, yakni melakukan pekerjaan rumah, seperti menyapu, mencuci baju, memasak dan lain-lain. Hal tersebut membuat pasien rentan menjadi cepat lelah dan dapat memicu untuk terjadinya perburukan kondisi apabila tidak menghindari aktivitas fisik yang berat.

4. Pasien mengeluhkan nyeri tulang diseluruh badan belum hilang seluruhnya dan dirasakan cukup mengganggu aktivitas dan mobilisasi pasien sehari- hari.

5. Pasien mengatakan sering tidak dapat tidur pada malam hari dan susah untuk memulai tidur dikarenakan pasien selalu memikirkan masalah penyakitnya disertai rasa nyeri dan tidak nyaman dengan kondisinya sekarang. Pasien mengatakan setiap malam pikirannya akan menerawang sehingga pasien tidak bisa tidur dengan nyenyak. Namun, seluruh keluarga pasien dikatakan selalu memberikan dukungan dan suami pasien selalu menemani pasien saat dirawat di rumah sakit sebelumnya, sehingga pemenuhan kebutuhan emosi dan kasih sayang pasien sudah cukup terpenuhi.

6. Status gizi pasien termasuk dalam status gizi kurang dan harus dipertahankan. Namun, pasien mengaku jarang berolahraga dan bahkan aktivitas sehari-hari pasien sekarang lebih terbatas di dalam rumah akibat lemas yang masih dirasakan oleh pasien.

7. Pasien tinggal di lingkungan yang jauh dari fasilitas kesehatan umum yang dapat membantunya dalam menjalankan pengobatan sehingga pasien harus pulang pergi Lombok-Bali untuk memenuhi kebutuhan kesehatan pasien.

(39)

4.3 Analisis Kebutuhan Pasien 4.3.1 Kebutuhan Fisik-Biomedis

1. Kecukupan gizi

Menurut pengakuan pasien, biasanya pasien makan dua hingga tiga kali dalam sehari sehingga nutrisi harian pasien dapat tercukupi dengan baik. Sebelum kondisi pasien drop seperti sekarang dikatakan bahwa biasanya makanan disiapkan oleh pasien sendiri. Sekarang ini suami pasien yang menyiapkan makanan dan terkadang dapat membeli makanan di luar, dengan menu nasi dan lauk pauk seperti tempe, tahu, sayuran dan terkadang mengonsumsi daging kambing, ikan atau ayam. Pasien mengatakan juga mengonsumsi buah-buahan yang cukup sering. Dari data nutrisi harian pasien, dapat diketahui bahwa asupan harian pasien mengandung karbohidrat, lemak, protein, vitamin dan juga mineral. KIE diberikan kepada pasien dan keluarganya untuk menjaga variasi dan jumlah porsi makanan setiap harinya serta membatasi konsumsi garam yang berlebihan. Hal ini bertujuan untuk menjaga kebutuhan harian, stamina dan daya tahan tubuh pasien.

Tabel 4.1 Nutrisi Harian Pasien

Jenis Jumlah Jadwal/hari Jadwal/minggu

Karbohidrat Nasi Roti Mie Lainnya Protein Hewani Nabati Sayur Buah Susu

1 gelas 1 potong -

-

1 potong 2 potong 1 gelas 1 buah -

3 kali 1 kali - - 3 kali 2 kali 3 kali 1 kali -

21 kali 7 kali - - 21 kali 14 kali 21 kali 6 kali -

Menurut pengakuan pasien, dalam sehari pasien makan tiga kali. Menu makan pasien tidak selalu sama, namun dapat dibuat gambaran umum menu untuk masing-masing jadwal makan sebagai berikut:

(40)

 Sarapan : nasi, daging ayam, tempe/tahu atau telur, sayur

 Makan siang : nasi dan daging ayam, sayur

 Makan malam : nasi, daging ayam atau ikan laut, sayur

Pasien sesekali makan sepotong roti dan buah diantara waktu makan besar.

Buah yang sering dikonsumsi pasien adalah pisang dan pepaya.

Analisis Kebutuhan Kalori

Kebutuhan kalori pasien dapat dihitung dengan menggunakan rumus Brocca dengan pertama-tama menentukan berat badan ideal (BBI).

BBI = ((TB – 100) – 10%) x 1 kg

= ((165 – 100) – 10%) x 1 kg

= 58,5 kg

Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik yang dilakukan, berat badan pasien saat ini adalah 48 kg dengan BMI = 17,8 kg/m2, atau dengan kata lain 82% dari BBI, pasien termasuk kategori underweight. Selanjutnya dilakukan penghitungan kebutuhan kalori basal dengan Rumus Harris Benedict dan penyesuaian terhadap kebutuhan kalori pasien sesuai kondisi pasien.

1. Kebutuhan kalori basal (jenis kelamin  Perempuan)

= 65,5 + (9,6 BB) + (1,8 TB) – (4,7 U)

= 65,5 + 9,6 (48) + 1,8 (165) – 4,7 (29)

= 65,5 + 460,8 + 297 – 136,3

= 959,6 kalori 2. Penyesuaian

a. Tingkat aktivitas  sedang, maka ditambahkan 20% dari kebutuhan kalori basal

20% x 959,6 = 191,92 kalori

b. Pasien dengan anemia  ditambahkan 10% dari kebutuhan kalori basal

10% x 959,6 = 95,96 kalori

Total kebutuhan kalori pasien dalam satu hari adalah 959,6 + 191,92 + 95,96 = 1.247,48 kalori/hari.

(41)

Untuk memudahkan perhitungan maka dipakai kebutuhan kalori penderita adalah 1300 kalori/hari.

Distribusi Makanan

Jumlah kalori per hari pasien ini dibagi dalam 3 porsi makan utama dan 2 porsi makanan selingan, yaitu:

a. Makan pagi : 20% x 1.300 kalori = 260 kalori b. Makan siang : 30% x 1.300 kalori = 390 kalori c. Makan malam : 25% x 1.300 kalori = 325 kalori

d. Asupan di sela makan pagi dan siang : 15% x 1.300 = 195 kalori e. Asupan di sela makan siang dan malam : 10% x 1.300 = 130 kalori

Tabel 4.2 Distribusi Makanan Berdasarkan Komponen Makanan Waktu

makan Total Karbohidrat

(50% x kalori)

Protein

(20% x kalori)

Lemak

(30% x kalori) Makan Pagi 260 kalori 130 kalori 52 kalori 78 kalori Makan Siang 390 kalori 195 kalori 78 kalori 117 kalori Makan Malam 325 kalori 162,5 kalori 65 kalori 97,5 kalori Selingan 1 195 kalori

Selingan 2 130 kalori

Pemilihan Jenis Makanan

Dengan penghitungan tersebut maka dicoba untuk memberikan suatu pola jadwal yang mencakup pilihan jenis makanan dan jumlah makanan.

Berdasarkan data dari bagian gizi RSUP Sanglah maka penulis mencoba menyusun pola makanan yang sudah diubah ke dalam bentuk ukuran yang dapat dimengerti oleh pasien. Pemilihan jenis makanan pun disesuaikan dengan makanan yang tersedia dan terjangkau bagi pasien.

(42)

Tabel 4.3 Pemilihan Jenis Makanan Waktu

Makan Karbohidrat Protein Lemak

Makan Pagi Nasi putih 1 ¼ gelas

Protein hewani

Daging ayam goreng 1 potong

Protein Nabati

Tempe goreng 3 potong sedang

Daging ayam goreng 1 ¼ potong

Selingan 1 Roti coklat 2 ½ potong Makan

siang

Nasi putih 1 ¾ gelas

Protein hewani Daging sapi 1 potong Protein Nabati

Tempe 4 potong sedang

Telur ayam 2 ½ butir

Daging sapi 1 potong

Selingan 2 Roti manis 2 potong

Pepaya 2 potong sedang, Pisang 2 biji Makan

Malam

Nasi putih 1 ½ gelas

Protein hewani

Daging ayam paha 1 potong

Ati ayam 2 ½ potong Protein Nabati

Tahu goreng 3 potong sedang

Daging ayam paha 1 potong Telur ayam 2 butir

2. Kegiatan fisik

Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga. Namun sebelumnya, pasien dikatakan bekerja sebagai seorang guru di sekolah Muhammadyah di Lombok Tengah. Setelah sakit pasien sudah tidak dapat membantu suaminya untuk menambah penghasilan dan hanya tinggal di rumah.

Aktivitas yang biasa dilakukan di rumah adalah menyapu, memasak dan terkadang membersihkan kamar mandi. Tetapi hal tersebut untuk sekarang tidak dilakukan oleh pasien karena kondisi pasien yang masih dalam pemulihan. Aktivitas di luar rumahpun sekarang tidak dilakukan oleh pasien. Padahal sebelumnya dikatakan, pasien cukup aktif mengikuti berbagai kegiatan.

3. Akses ke tempat pelayanan kesehatan

Rumah pasien yang berada di Lombok Tengah membuat pasien untuk mencari rumah kost sebagai tempat tinggal sementara dalam periode

(43)

pengobatan penyakit ini. Jarak dari rumah kost pasien ke RSUP Sanglah kurang lebih 1 km. Jadi, apabila pasien merasakan keluhan dapat dengan mudah menuju ke Rumah Sakit. Transportasi yang biasa digunakan pasien untuk menuju tempat pelayanan kesehatan adalah berjalan kaki atau sewa motor.

4. Lingkungan

Pasien tinggal di rumah kost bersama suaminya, di Jalan Nusa Penida No.1 Denpasar. Di rumah kostan tersebut terdapat 20 kamar kost dan orang-orang yang tinggal disana kebanyakan adalah oran-orang yang sedang dalam pengobatan. Kamar kost pasien terletak di bagian tengah dari keseluruhan area lingkungan tempat tinggal yakni kamar no 11.

Pasien tinggal bersama dengan suami, dan pasien belum memiliki seorang anak setelah menikah kurang lebih 5 tahun yang lalu. Terdapat kursi di depan kamar kost pasien yang berfungsi sebagai tempat menerima tamu dan berkumpul dengan orang-orang dalam kostan tersebut. Akses ke kost pasien cukup mudah dengan pemukiman sekitar yang padat. Secara keseluruhan lingkungan di rumah pasien terlihat cukup bersih. Kamar tidur pasien kira-kira berukuran 6 x7 m2. Kamar tidur terlihat tidak tertata dengan baik. Terlihat baju-baju yang menumpuk di sudut ruangan dan menggantung di belakang pintu. Penerangan kamar kurang baik namun cahaya matahari dapat masuk saat pagi dan siang hari karena jendela dan ventilasi yang cukup. Rumah kost pasien ini beratapkan genteng dengan tembok batako semen yang diplester dan dicat. Plafon terbuat dari triplek kayu dan lantai dilapisi keramik. Di dalam kamar kost terdapat dapur dan kamar mandi. Dinding dan lantai kamar mandi terbuat dari keramik dan cat. Kamar mandi tersebut terdiri dari satu kloset duduk yang tampak kurang bersih, satu buah bak yang rutin dikuras dan saluran pembuangan limbah yang lancar. Pasien menggunakan sumber air PDAM untuk mandi, mencuci baju, air minum dan keperluan memasak. Warga di sekitar rumah kost cukup ramah dan hubungan pasien dengan tetangga dikatakan baik.

(44)

4.3.2 Kebutuhan bio-psikosoial 1. Lingkungan biologis

Dalam lingkungan biologis/ keluarga pasien, tidak terdapat anggota keluarga yang memiliki penyakit yang sama dengan pasien. Kekebalan tubuh pasien sangat penting untuk mencegah timbulnya penyakit penyerta pada pasien seperti infeksi yang dapat memperburuk kondisi pasien.

Lingkungan tempat tinggal yang padat penduduk dan selokan yang tersumbat dapat menjadi sarang nyamuk dan lalat. Nyamuk dan lalat dapat menjadi vektor dari virus maupun bakteri penyebab infeksi yang dapat memperburuk kondisi pasien apabila kekebalan tubuh pasien menurun.

Akan tetapi pada lingkungan pasien sendiri sangat jauh dari kriteria tersebut, menurut pasien warga masyarakat setempat rutin melakukan pencegahan penyakit menular seperti program 3M dan sanitasi lingkungan lainnya.

Kondisi rumah kost pasien terutama pada ruang tamu dan kamar tidur cukup mendukung untuk menjaga kesehatan pasien karena cukup rapi, bersih, dan sirkulasi udara baik. Ventilasi yang berukuran sedang dan jendela yang sering dibuka ketika pasien berada di rumah menyebabkan sirkulasi udara lancar dimana mengurangi risiko penyebaran penyakit menular seperti infeksi saluran pernafasan.

2. Faktor psikososial

Oleh karena penyakit AML ini merupakan penyakit yang tepat secara perlahan akan menyerang organ vital, gejalanya hilang dan timbul dalam waktu lama maka harus diupayakan agar pasien dapat hidup bahagia dengan penyakitnya dengan cara tidak putus asa dalam menghadapi penyakitnya ini dan tidak putus dalam pengobatan. Untuk mencapai hal tersebut diperlukan dukungan penuh dari keluarga. Keluarga pasien tampaknya termasuk keluarga yang harmonis sehingga pasien tidak memiliki masalah dalam hal emosi. Pasien memperoleh cukup kasih sayang dan perhatian, dimana interaksi pasien dengan anggota keluarga yang lain sangat baik. Pasien saat ini sudah tidak bekerja. Secara umum, pasien menyatakan tidak terdapat masalah atau hambatan sosial antara

(45)

dirinya dan lingkungannya. Pasien juga menyatakan cukup mendapatkan perhatian dari lingkungan sekitar seperti tetangga di sekitar tempat tinggalnya.

4.4 Usulan Penyelesaian Masalah dan Saran

Berdasarkan masalah yang dijelaskan sebelumnya, kami mengusulkan penyelesaian masalah, yaitu sebagai berikut.

1. Edukasi pasien tentang penyakitnya

Pasien dijelaskan kembali mengenai penyakit AML gejala dan pengobatan yang harus tetap dilakukan karena penyakit ini merupakan penyakit keganasan dimana gejalanya hilang timbul dan meliputi seluruh organ vital pasien. Pasien juga dijelaskan perubahan-perubahan yang terjadi akibat pengobatan dari penyakitnya seperti penampilan yang berubah, berubahnya kemampuan fisik dan depresi. Pasien juga disarankan untuk rutin kontrol ke RSUP Sanglah Denpasar dan rutin meminum obat serta kemoterapi yang disarankan oleh dokter.

2. Memberikan KIE

KIE diberikan agar kegiatan pasien di rumah sebisa mungkin disesuaikan dengan keadaan dan kondisi pasien sendiri.Tidak melakukan aktivitas dan pekerjaan yang berat serta berlebihan apabila pasien mengeluh lemas. Pasien juga diberikan edukasi agar selalu menyediakan dan membawa obat-obatan yang diperlukan saat pasien bepergian keluar rumah untuk menghindari keterlambatan mengonsumsi obat. Serta rutin menjalankan kemoterapi sesuai jadwal yang diberikan. Olahraga disesuaikan dengan kondisi pasien, apabila pasien merasa mampu untuk melakukan olahraga kecil di rumah maka dapat dilakukan begitu juga sebaliknya, apabila pasien merasa lemas lebih baik untuk beristirahat dan tidak melakukan aktivitas yang dapat memperberat lemas dan penyakitnya.

3. Memberikan edukasi agar menjaga lingkungan rumah tetap bersih

Pasien disarankan untuk rutin membersihkan kamarnya karena apabila berdebu dan kotor maka pasien tidak akan merasa nyaman saat beristirahat. Pasien dapat meminta bantuan ke suami atau anak pasien

Gambar

Gambar 2.1 Hemopoiesis  8
Gambar 2.2 Sel Darah Putih                                Gambar 2.3 Leukimia
Gambar 2.9 Gambaran Hasil BMA pada AML
Tabel 2.2 Klasifikasi AML menurut FAB  Subtipe Menurut FAB
+4

Referensi

Dokumen terkait

16 Ibid, h, 106-109.. yang tidak sepenuhnya aman. Dalam tingkat kesulitan ini sejalan dengan tingkat resiko untuk sektor riil misalnya masuk resiko yang tinggi untuk

Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas limpahan berkat dan rahmat-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan Tugas Akhir dengan judul “EVALUASI KINERJA HEAT

Analisa yang digunakan adalah analisa beban statis untuk mengetahui karakteristik dan letak tegangan terbesar pada konstruksi internal ramp berdasarkan empat variasi

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen murni laboratorium untuk membandingkan efektifitas pemberian ekstrak daun pepaya terhadap ketebalan epitel yang terbentuk pada

Daerah yang rentan terhadap gerakan massa/ potensi rawan bencana longsor dan menyebabkan terjadinya degradasi lahan pertanian ditemukan di daerah Purworejo bagian

Jurnal berjudul “Humor Sebagai Bentuk Komunikasi Politik di Indonesia (Studi Kasus: Stand-Up Comedy Sammy Notaslimboy Menjelang Pilpres 2014)” oleh Cadek Teguh Aryawangsa, Muh

Praktik pengalaman lapangan (PPL) adalah semua kegiatan kurikuler yang harus dilakukan oleh mahasiswa praktikan sebagai alat untuk menerapkan teori yang diperoleh

Biaya Administrasi adalah 5% dari total tagihan RS untuk pasien asuransi (tanpa batas maksimal), dan 5% dengan maksimal nilai Rp 600rb - Rp 1jt untuk pasien umum (tergantung