• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jurnal. Spirits. ISSN (p) ISSN (e) Khasanah Psikologi Nusantara. Volume 10 No.1 November 2019

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Jurnal. Spirits. ISSN (p) ISSN (e) Khasanah Psikologi Nusantara. Volume 10 No.1 November 2019"

Copied!
99
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal

Spirits Khasanah Psikologi Nusantara

ISSN (p) 2087-7641 ISSN (e) 2822-3236

Volume 10 No.1 November 2019

10

(2)
(3)

Jurnal

Spirits

Khasanah Psikologi Nusantara

PENANGGUNGJAWAB Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sarjanawiyata

Tamansiswa

EDITOR IN CHIEF Dra. Titik Muti'ah MA., Ph.D

ASOSIATED EDITOR IN CHIEF Ryan Sugiarto, S.Psi., MA Sulistyo Budiarto, S.Psi., MA Hartosujono, SE, S.Psi., Mpsi

EDITOR BOARD MEMBERS Prof. Dr. Asmadi Alsa. MA Prof. Drs. Koentjoro MBSc, Ph.D

Dr. Ahmad M.Diponegoro Dr. Swarsono Dr. Icwinarti M.Si Dr. Arundati Shinta S.Psi, MA

Dr. Susan

Dra. Rinata Dewi M.Si, Psikolog Berlina Henu S.Psi., M.Si Titisa Ballerina. S.Psi., Msi

KESEKRETARIATAN Amin Margono, S.Psi

DESAIN DAN TATA LETAK Satupintu

HOTLINE PELANGGAN Amin Margono

ALAMAT REDAKSI Fakultas Psikologi Lt. 2 Universitas Sarjanawiyata

Tamansiswa Yogyakarta Jl. Kusumanegara 157 Yogyakarta

Telp. [0274] 510062, Fax. [0274]

547042

CP: Sulistyo [08112507600];

Ryan [081327636371]

Email: Jurnalspirit@yahoo.co.id

WEBSITE:

http://jurnal.ustjogja.ac.id/index.p hp/spirit

ISSN

ISSN (P) 2087-7641 ISSN (E) 2822-3236

Nomor Edisi

Diterbitkan Oleh:

Dapur Publikasi Jurnal Spirit

Fakultas Psikologi Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa

Yogyakarta

Volume 10 No.1 November 2019

(4)

Spirits Khasanah Psikologi Nusantara

DAFTAR ISI

Jurnal

Catatan Jurnal Spirits

Kesejahteraan Psikologis Keluarga Penyintas Bunuh Diri Faizah Najlawati

Indriyanti Eko Purwaningshih

Kebersyukuran Pada Orang Tua Anak Berkebutuhan Khusus Aulia Rahman Putra

Nila Angrreiny

Keyakinan Tidak Rasional dan Stres Kerja Pada Profesi Guru Ria Indah Sari Gaghana, Susy Purwanti,

I Made Krisna Dinata

Pengaruh Kemandirian Belajar Terhadap Pemanfaatan Internet Sebagai Sumber Belajar

Juwandi Rahma WIdyana

Meningkatkan Kemampuan Berhitung Pada Anak Usia Dini dengan Cara Storytelling

Vella Fitrisia A

Konflik Psikologis Wanita “Nyerotd” Dalam Perkawinan Adat Bali Kadek Jossy Alandari

Titik Muti’ahi

Kredit Sampul:

Abstact Water Collor

https://seminecraftgratuit.blogspot.com/2019/04/abstract-art-is-fundamentally.html

03 05

27

41

49

65

78

(5)

CATATAN JURNAL SPIRITS

Salam & Bahagia,

Jurnal Spirits merupakan jurnal ilmiah yang dikelola Fakultas psikologi Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta. Jurnal ini membawa spirits tumbuhnya ide dan gagasan-gagasan baru tentang pengetahuan psikologi utamanya berbasis pada kebudayaan sendiri.

Sama seperti terbitan sebelumnya, Jurnal Spirits Volume 10 No 1 2019 menghadirkan enam artikel ilmiah penelitian psikologi. Selain itu jurnal Spirits juga konsisten menghadirkan aartikel penelitian yang berbasis lokal indigenous.

Pada volume ini dihadirkan dua artikel bernuansa indigenous, artikel pertama mengupas tentang dinamika psikologis perempuan nyerod (turun kasta) di Bali. Artikel selanjutnya mengupas tentang kesejahteraan psikologis keluarga penyintas bunuh diri di gunung kidul.

Dimana peneliti mendalami konsep psikologi digulung digelaryang diyakini keluarga untuk memperthankan kesejahteraan psikologis keluarga. Empat artikel berikutnya mengupas tentang kebersyukuran, stress kerja dan pendidikan anak.

Kami mewakili pengelola jurnal spirtis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang tinggi-tingginya kepada para penulis dan mitra bebestari yangtelah membantu terbitnya jurnal spirits.

Sebagai penutup, kami berharap jurnal spirits mampu berkontribusi ada perkembangan ilmu psikologi di Indonesia, utamanya pada munculnya kajian-kajian indigenous.

selamat membaca!

Editorial Board,

(6)
(7)

KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS KELUARGA

PENYINTAS BUNUH DIRI

1 2

Faizah Najlawati; Indriyati Eko Purwaningsih Fakultas Psikologi Universitas Sarjanawiyata

Tamansiswa Yogyakarta

1 2

Email: ;

Kronologi Naskah:

Naskah Masuk, 1 Agustus 2019, Revisi 25 September 2019 Diterima 5 Oktober 2019

faizahnajlawati@gmail.com indriyati@ustjogja.ac.id

Abstract. The purpose of this research was to know the description of the psychological well-being of families suicide survivors in Karangrejek, Wonosari, Gunungkidul. Research subjects were four family members with one family member as a suicide survivor. Data research methods were observation and interview. Data analysis techniques were data collection, data reduction, data present, triangulation, and conclude data. The results of data analysis were six aspects of self-acceptance, positive relationships with others, autonomy, environmental control, life goals and personal growth that represent psychological well-being in families of suicide survivors. The results of this study found that families of suicide survivors had a good psychological well-being influenced by personality and social support, and the philosophy of 'digelar digulung' embedded in the family.

Keywords: psychological wellbeing, suicide, family

(8)

Abstrak. Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui gambaran mengenai kesejahteraan psikologis keluarga penyintas bunuh diri di Desa Karangrejek Wonosari Gunungkidul. Subjek penelitian adalah empat orang anggota keluarga dengan salah satu anggota keluarga sebagai penyintas bunuh diri.

Metode penelitian data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi dan wawancara. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengumpulan data, reduksi data, menyajikan data, triangulasi, dan menyimpulkan data. Hasil analisis data adalah terdapat enam aspek yaitu penerimaan diri, hubungan positif dengan orang lain, otonomi, penguasaan lingkungan, tujuan hidup dan pertumbuhan pribadi yang mewakili kesejahteraan psikologis pada keluarga penyintas bunuh diri. Hasil penelitian ini diperoleh bahwa keluarga penyintas bunuh diri memiliki kesejahteraan psikologis yang baik dengan dipengaruhi oleh kepribadian dan dukungan sosial, serta adanya filosofi 'digelar digulung' yang ditanamkan dalam keluarga.

Kata kunci: bunuh diri, kesejahteraan psikologisbunuh diri, keluarga

Perilaku bunuh diri bukanlah hal yang asing bagi masyarakat.

Berbagai daerah di Indonesia, rata-rata terdapat individu yang melakukan bunuh diri. Salah satu daerah yang marak terjadinya pelaku bunuh diri di Indonesia ialah di Gunungkidul. Menurut Yuwono (2017), angka bunuh diri di Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta, tergolong tinggi. Sampai semester pertama tahun 2017 terjadi 19 kasus dan dua percobaan bunuh diri.

Bunuh diri yang sering dilakukan adalah dengan cara menggantungkan diri, sehingga masyarakat Gunungkidul mengenalnya dengan sebutan 'pulung gantung'. Dhaksinarga (2017) dari Data Inti Mata Jiwa (IMAJI) menyebutkan cara gantung diri tersebut merupakan cerminan bahwa 'pulung gantung' melekat dalam pikiran masyarakat Gunungkidul, tetapi menurut kajian IMAJI penyebab bunuh diri adalah karena depresi. IMAJI organisasi yang bergerak dalam kesehatan jiwa dan upaya pencegahan bunuh diri, sepanjang Januari-Agustus 2017 sekitar 25 orang bunuh diri, sementara 2016 mencapai 30 orang dan 2015 ada 31 kasus bunuh diri, dan hampir seluruh korban mengakhiri hidupnya dengan cara gantung diri. Masyarakat yang beresiko melakukan bunuh diri menurut Dhaksinarga (dalam Lestari dan Budhi, 2017), antara lain orang dengan sakit menahun, orang lanjut usia atau lansia yang hidup sendiri dan juga orang dengan

Jurnal

(9)

masalah ekonomi.

Data lain juga didapatkan oleh peneliti ketika mewawancarai salah satu perangkat desa pada tanggal 22 November 2017 di Desa Karangrejek, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Gunungkidul. Berdasarkan wawancara tersebut didapatkan hasil bahwa terdapat 3 kasus bunuh diri dan 2 kasus penyintas bunuh diri (gagal melakukan bunuh diri). Pada beberapa kasus, dikatakan bahwa para pelaku bunuh diri rata- rata sudah memiliki keluarga. Keluarga yang pernah merasakan atau hampir kehilangan anggota keluarganya dengan cara bunuh diri, diduga kesejahteraan psikologisnya dapat terganggu.

Penelitian Mulyani dan Eridiana (2018) menyebut bahwa tingginya angka bunuh disebabkan adanya faktor individu, di mana masyarakat tertutup ketika menghadapi masalah dan kurang mampu meresolusi masalah yang dihadapi. Kedua faktor sosial, di mana masyarakat jauh dari keluarga dan rendahnya mobilitas. Selanjutnya, faktor ekonomi, di mana masyarakat masih banyak yang bekerja keras di usia lanjut dan terserang sakit menahun.

Kesejahteraan psikologis dapat diartikan sebagai suatu bentuk kepuasan dalam hidup yang mendatangkan perasaan bahagia atau damai, dan tentunya setiap individu akan memiliki arti yang berbeda sesuai dengan standar kepuasannya. Anggota ke l u a rg a y a n g ke s e j a h t e r a a n p s i ko l o g i s n y a m u l a i terguncang/terganggu dapat memicu terjadinya tindakan bunuh diri. Hal tersebut sangat perlu diperhatikan, supaya kesejahteraan psikologis keluarga penyintas bunuh diri tetap berada pada taraf yang baik. Sehingga keberlangsungan hidup keluarga tersebut dapat berjalan lancar dan mencegah agar tidak terjadinya tindakan bunuh diri lagi pada keluarga tersebut.

Ki Hajar Dewantara (dalam Eko, 2012), bahwa keluarga berasal dari bahasa Jawa yang terbentuk dari dua kata yaitu kawula dan warga. Di dalam bahasa Jawa kuno kawula berarti hamba dan warga artinya anggota. Secara bebas dapat diartikan bahwa keluarga adalah anggota hamba atau warga saya. Artinya setiap anggota dari kawula merasakan sebagai satu kesatuan

Jurnal Spirits Volume 10 No.1 November 2019

(10)

yang utuh sebagai bagian dari dirinya dan dirinya juga merupakan bagian dari warga yang lainnya secara keseluruhan.

Keluarga yang memiliki anggota keluarga penyintas bunuh diri masih dapat menerima kenyataan dan memiliki sikap positif terhadap kejadian yang pernah terjadi. Anggota keluarga dapat menerima kejadian yang terjadi dengan menanamkan nilai-nilai positif dalam hidup, salah satunya kemampuan dalam mengambil keputusan secara mandiri. Selain itu, anggota keluarga penyintas bunuh diri juga memiliki keyakinan bahwa hidupnya mempunyai arah dan tujuan, salah satunya dengan memiliki harapan dan memiliki keyakinan positif bahwa kejadian bunuh diri merupakan suatu kesalahan sehingga dapat memperbaiki kehidupan selanjutnya dengan lebih baik.

Berdasarkan uraian tersebut peneliti bermaksud melakukan penelitian mengenai kesejahteraan psikologis keluarga penyintas bunuh diri di Desa Karangrejek, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Gunungkidul.

Bunuh Diri

Menurut Shneidman (1985) mendefinisikan bunuh diri sebagai sebuah perilaku pemusnahan secara sadar yang ditujukan pada diri sendiri oleh seorang individu yang memandang bunuh diri sebagai solusi terbaik dari sebuah isu. Shneidman (1985) mendeskripsikan bahwa keadaan mental individu yang cenderung melakukan bunuh diri telah mengalami rasa sakit psikologis dan perasaan frustasi yang bertahan lama sehingga individu melihat bunuh diri sebagai satu-satunya penyelesaian untuk masalah yang dihadapi yang bisa menghentikan rasa sakit yang dirasakan. Dari aliran psikoanalisis, Menninger (dalam Maris, 2000) mendefiniskan bahwa bunuh diri adalah (1) pembunuhan (melibatkan kebencian atau keinginan untuk membunuh), (2) pembunuhan oleh diri sendiri (sering melibatkan kesalahan atau ingin dibunuh) dan (3) keinginan untuk mati (melibatkan keputusasaan).

Menurut Shneidman (1971), individu yang bunuh diri dengan tujuan ingin mati dan bunuh diri tanpa ada keinginan untuk mati, yang mengakibatkan kematian atau tidak,

Jurnal

(11)

dikategorikan ke dalam attempted suicide. Attempted suicide dibagi kedalam dua kategori, yaitu:

1. Committed suicide, yaitu orang yang melakukan usaha bunuh diri dengan tujuan ingin mati, baik yang bisa diselamatkan atau tidak.

2. Non suicidal, yaitu orang yang melakukan usaha bunuh diri namun tidak ada keinginan untuk mati.

Terdapat banyak faktor yang dapat mengakibatkan seseorang melakukan percobaan bunuh diri, diantaranya yaitu:

adanya gangguan psikologis; penggunaan alkohol dan narkotik (Substance Abuse); krisis kepribadian (Personality Disorder);

Penyakit-penyakit jasmani (Physical Illnesses); Faktor-faktor genetis (Genetic Factors); perubahan dalam bursa kerja (Labour Market); kondisi keluarga; dan pengaruh media massa (Al Husain, 2005).

Hasil penelitian Mukharromah (2014) menunjukkan percobaan bunuh diri dilakukan karena faktor adanya rasa kehilangan, sarana untuk mengekspresikan emosi-emosi negatif yang dirasakan, hal ini disebabkan oleh depresi yang muncul tidak dapat direduksi oleh ego. Lebih lanjut, Pada penelitian mereka yang melakukan percobaan bunuh diri cenderung tidak berpikir sistematis, sebagai akibat dari depresi yang timbul sebelum percobaan bunuh diri berlangsung. Depresi juga didukung karena adanya tekanan dari lingkungan sosial dan subjek tidak mampu menyesuaikan dirinya, didukung dengan adanya faktor internal yaitu pandangan negatif pada diri dan masa depan, maka timbul rasa frustrasi yang diwujudkan dengan percobaan bunuh diri.

Kesejahteraan Psikologis

Menurut Ryff (1989), kesejahteraan psikologis merupakan sebuah kondisi dimana individu memiliki sikap yang positif terhadap diri sendiri, mampu menjalin hubungan yang baik dengan orang lain, dapat membuat keputusan sendiri dan mengatur tingkah lakunya sendiri, dapat menciptakan dan

Jurnal Spirits Volume 10 No.1 November 2019

(12)

mengatur lingkungan yang sesuai dengan kebutuhannya, memiliki tujuan hidup dan membuat hidupnya lebih bermakna, serta berusaha mengekspresikan dan mengembangkan dirinya.

Lawton (1983) mengemukakan bahwa kesejahteraan psikologis merupakan gambaran seseorang mengenai hidup yang berkualitas yang terbentuk dari evaluasi terhadap aspek-aspek dalam hidup yang dianggap baik atau memuaskan.

Lopez dan Synder (2003) memberikan pernyataan bahwa kesejahteraan psikologis bukan sekedar ketiadaan penderitaan, namun kesejahteraan psikologis meliputi ketertarikan aktif dalam dunia, memahami arti dan tujuan hidup, dan hubungan seseorang pada objek ataupun orang lain. Papalia, dkk (2009) menambahkan bahwa manusia yang sejahtera secara psikologis adalah manusia yang memiliki sikap positif terhadap diri sendiri maupun terhadap orang lain. Manusia memiliki kemampuan menentukan pilihannya, menyesuaikan diri dengan lingkungannya, memiliki tujuan hidup, serta mengembangkan potensi dirinya sebaik mungkin.

Aspek-aspek kesejahteraan psikologis pada teori Ryff (1989), meliputi enam dimensi yaitu: (a) penerimaan diri; (b) hubungan positif dengan orang lain; (c) otonomi; (d) penguasaan lingkungan; (e) tujuan hidup; dan (f) pertumbuhan pribadi.

Menurut Ryff dan Keyes (1995), faktor-faktor yang memengaruhi kesejahteraan psikologis (psychological well-being), antara lain:

usia; jenis kelamin; Tingkat pendidikan dan pekerjaan. Penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh Schmutte dan Ryff (1997) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi kesejahteraan psikologi (psychological well-being), antara lain:

a. Kepribadian pada faktor ini merupakan apabila individu memiliki kepribadian yang mengarah pada sifat-sifat negatif seperti mudah marah, mudah stress,mudah terpengaruh dan cenderung labil akan menyebabkan terbentuknya keadaan psychological well-being yang rendah. Sebaliknya, apabila individu memiliki kepribadian yang baik, maka individu akan lebih bahagia dan sejahtera karena mampu melewati tantangan dalam kehidupannya.

Jurnal

(13)

b. Pekerjaan merupakan sifatnya rentan terhadap korupsi, iklim organisasi yang tidak mendukung dan pekerjaan yang tidak disenangi akan menyebabkan terbentuknya keadaan psychological well-being yang rendah, begitu pula sebaliknya.

c. Kesehatan dan fungsi fisik merupakan individu yang mengalami gangguan kesehatan dan fungsi fisik yang tidak optimal atau terganggu dapat menyebabkan rendahnya psychological well-being individu tersebut.

Sebaliknya, apabila individu memiliki kesehatan dan fungsi yang baik, akan memiliki psychological well-being yang tinggi.

Selain yang disebut diatas para ahli juga mengungkap faktor- faktor lain yang dapat memengaruhi psychological well-being.

Basaria (2017) well being terkait erat dengan kesehatan mental, kualitas hidup dan kebahagiaan. Penelitian Ellison (1991) menunjukkan bahwa individu yang memiliki kepercayaan terhadap agama yang kuat, dilaporkan memiliki kepuasan hidup yang lebih tinggi, kebahagiaan personal yang lebih tinggi serta mengalami dampak negatif peristiwa traumatis yang lebih rendah jika dibandingkan dengan individu yang tidak memiliki kepercayaan terhadap agama yang kuat. Cohern dan Syme (dalam Wahyuningtiyas, 2016) menyebutkan bahwa dukungan sosial dapat berkaitan erat dengan psychological well-being.

Dukungan sosial diperoleh dari orang- orang yang berinteraksi dan dekat secara emosional dengan individu. Orang yang memberikan dukungan sosial ini disebut sebagai sumber dukungan sosial.

Metode

Subjek pada penelitian ini adalah empat anggota keluarga dengan salah satu anggota keluarga sebagai penyintas bunuh diri di Desa Karangrejek Wonosari Gunungkidul. Pada sebuah anggota keluarga yang dijadikan penelitian, yaitu terdiri dari suami (penyintas bunuh diri), istri, ibu suami, dan adik bungsu

Jurnal Spirits Volume 10 No.1 November 2019

(14)

dari suami. Selain subjek, penelitian ini juga menggunakan informan, yaitu kepala dukuh di Desa Karangrejek yang rumahnya berdekatan dengan rumah keluarga penyintas bunuh diri.

Metode pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan observasi dan wawancara. Dalam penelitian ini, peneliti akan melakukan pengamatan secara langsung di lokasi penelitian. Serta mencatat semua kejadian yang berkaitan d e n g a n p e n e l i t i a n y a n g d i l a k u k a n s e s u a i d e n g a n fakta/kenyataan yang ada (Arikunto, 2010). Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara semi terstruktur, dimana dalam pelaksanaannya lebih bebas bila dibandingkan dengan wawancara terstruktur. Tujuan dari wawancara jenis ini adalah untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka, dimana pihak yang diajak wawancara diminta pendapat, dan ide-idenya. Dalam melakukan wawancara, peneliti perlu mendengarkan secara teliti dan mencatat apa yang telah dikemukakan oleh informan (Esterberg dalam Sugiyono, 2011).

Mengacu pada Miles (dalam Moleong, 2010) dalam analisis data langkah pertama yang dilakukan peneliti sebelum melakukan analisis data adalah koding. Koding merupakan proses memberikan kode-kode pada materi yang diperoleh dengan maksud untuk dapat mengorganisasi dan mensistematisasi data secara lengkap dan detail seingga dapat memunculkan data sesuai gambaran tentang topik yang dipelajari. Peneliti memberikan koding pada data-data yang telah terkumpul berdasarkan hasil wawancara.

Peneliti melakukan tiga tahapan koding, yaitu pertama peneliti menyusun verbatim hasil wawancara. Kedua, peneliti secara urut dan kontinyu melakukan penomoran dengan angka kelipatan lima pada baris-baris transkip, misalnya lima, sepuluh, lima belas, dan selanjutnya. Ketiga, peneliti memberikan nama untuk masing-masing berkas dengan kode tertentu. Peneliti memilih kode yang dianggap tepat mewakili berkas tersebut

Jurnal

(15)

seperti, S1 menunjukkan subjek pertama, W1 menunjukkan wawancara pertama, P atau L menunjukkan jenis kelamin perempuan atau laki-laki, dan b menunjukkan baris. Pengambilan kesimpulan dalam penelitian ini menggambarkan kesejahteraan psikologis dengan pembahasan secara terperinci namun ringkas mengenai kesejahteraan psikologis keluarga penyintas bunuh diri.

H a s i l

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dimana subjek penelitian dalam penelitian ini adalah sebuah keluarga yang memiliki anggota keluarga penyintas bunuh diri. Semua subjek bertempat tinggal di Desa Karangrejek, Gunungkidul, Yogyakarta. Berikut adalah tabel pelaksanaan observasi dan wawancara pada keempat subjek dan informan:

Tabel 1. Deskripsi Subjek Penelitian

Tabel 2. Deskripsi Informan Penelitian

Hasil penelitian dibagi menjadi beberpa kategori tema pokok sebagai berikut: penerimaan diri, otonomi, interaksi dengan orang lain, perkembangan pribadi, penguasaan lingkungan dan tujuan hidup. Berikut uraian hasil penelitian masing-masing tema.

No Nama Jenis

Kelamin

Usia Pendidikan Ket

1 Subjek 1 (M) Laki-Laki 41 SD Subjek Inti

2 Subjek 2 (SPL) Perempuan 27 SMA Subjek Inti

3 Subjek 3 (G) Perempuan 63 SD Subjek Inti

4 Subjek 4 (S) Perempuan 45 SD Subjek Inti

No Nama Jenis Kelamin Usia Pendidikan Ket

1

Informan Laki-Laki 41

Tahun

SMA Dukuh

Karangsari Jurnal Spirits Volume 10 No.1 November 2019

(16)

1. Penerimaan diri

Meskipun tidak mudah bagi keluarga ini untuk menerima semua peristiwa dan pengalaman yang tidak menyenangkan namun mereka mencoba untuk mengakui dan mampu menerima kehidupan yang pernah dilewatinya. Peristiwa yang dilaluinya dalam keluarga ini diakui cukup menyakitkan, sejak kehilangan kaki, hingga melakukan percobaan bunuh diri pada Suami (S1).

Bagi S1 peristiwa yang dialaminya merupakan sebuah teguran dari Tuhan atas perilaku yag telah dilakukan sebelumnya.

“Maknanya satu, ini berharga sekali, sakit merubah segalanya.

Dalam arti merubah segalanya, itu semua teguran dari Allah untuk saya. Caranya masalahnya saya dikasih tau sama mulut ga dipakai, diperingatkan dengan keadaan ini, mudah-mudahan diperingatkan pakai ini bisa, ibaratnya seper ti itu.”

(W1.S1.L.A1.b446-453)

S1 memiliki sikap positif terhadap perubahan yang terjadi dalam dirinya. Baginya pengalaman yang dilaluinya sangat berharga, karena melalui hal tersebut ia bersemangat untuk melakukan perubahan diri. Meskipun susah, dan harus melualui teguran keras kehilangan kaki dan putus asa melakukan percobaan bunuh diri.

“Iya, berharga banget, saya itu senang-senang susah. Senangnya saya itu yang jelas bisa merubah sifat saya yang jelek itu, susah saya ya memang saya syukuri, saya syukuri, terus saya ambil sisi positifnya saja.” (W1.S1.L.A1.b455-460)

Bagi istrinya (S4) perubahan positif yang ditunjukan suaminya (S1) adalah hal yang luar biasa. Meskipun harus melalui jalan yang pahit utk suaminya, dirinya beserta keluarganya. Istrinya mampu menerima kondisi suaminya yang saat ini telah cacat dan sempat melakukan percobaan bunuh diri. Istrnya menemukan sosok yang lain dan lebih positif pada suaminya.

“Ya soalnya kalau dilihat kondisinya sekarang yang beliau banyak

Jurnal

(17)

perubahan ya insyaAllah tidak lah. Banyak soalnya pak perubahannya alhamdulillah.” (W1.S4.P.A1.b152-156)

Tidak mudah melalui pengalaman seperti kelurga subjek, memiliki anggota keluarga yang melakukan percobaan bunuh diri.

Namun setelah peristiwa tersebut berlalu, mereka mampu mampu menerima kodisi tersebut. Penerimaan diri yang ditunjukan oleh keluaga ini ditandai dengan perubahan sikap dan perilaku yang positif pada masing-masing anggota keluarga.

2. Interaksi Sosial

Berkaitan dengan hubungan intersonal Subjek 1 memiliki empati yang kuat dengan keluarganya. Sebagai contoh misalnya ketika mau berbagi rumah dengan saudaranya. Karena subjek 1 memiliki banyak saudara yang menurutnya perlu dibantu.

“Saudara saya banyak jadi seandainya saudara saya ada yang mau merasakan tinggal di rumah itu, saya persilahkan.”

(W1.S1.L.A2.b253-255)

Hubungan sosial yang baik yang dimiliki subjek ditandai dengan adanya rasa kepercayaan terhadap orang lain. Subjek 1 mampu menaruh kepercyaan terhadap pamanya, karena merasa pamnya orang yangtepat untuk diajak diskusi. Manakala subjek 1 memiliki persoalan, selalu mendatangi pamanya untuk bercerita.

“Masalahnya terus terang ya, saya ini kalau curhat tidak minta disalahkan, tapi disarankan. Kalau om, katakanlah sekilas menyalahkan, tapi habis itu kan enak pokoknya diajak ngobrol itu nyambung lah. Tau sama tau lah.” (W1.S1.L.A2.b977-982)

Hubungan kasih sayang yang mendalam subjek 1 kepada istrinya ditunjukan dalam perilaku sehari-hari. Pasca percobaan bunuh diri subjek 1 nampak makin berperilaku positif untuk menunjukan rasa sayang terhadap istrinya. Hal ini dikarenakan subjek 1 merasa istrinya semakin memiliki beban berat pasca dirinya kehilangan kaki dan melakukan percobaan bunuh.

Jurnal Spirits Volume 10 No.1 November 2019

(18)

Sehingga sebisa mungkin, sekecil apapun ia menunjukan rasa tersebut kepada istrinya melualui perilaku.

“Tapi pikiran saya cuma jangan sampai merepotkan, saya walaupun seperti itu juga memikirkan istri saya, jangan sampai merepotkan istri kasian, mikirin cari uang, mikirin lain sebagainya.

Mungkin lebih dari aku, satu-satunya jalan ya saya tidak ingin merepotkan istri. Ya saya balas istri saya, kalau istri saya pulang kerja habis maghrib tanpa diminta pasti saya pijat.”

(W1.S1.L.A2.b1084-1093)

Sebaliknya istri (subjek 4) membalas kasih sayang tersebut dengan perilaku yang sama. Meskipun suaminya cacat, sempat putus asa, dan melakukan percobaan bunuh diri istrinya tetap setia mendampinginya. Yang menarik, justru istri merasakan perubahan sikap yang positif dari suaminya sesduah suaminya cacat. Sikap tersebut yang selama ini jarang sekali muncul sebelum suaminya mengalami keacatan dan melakukan percobaan bunuh diri.

Meskipun dahulu, subjek 4 seringkali disakiti suaminya, justru hubungan yang erat ia jalin dengan keluarga besar suaminya. Orangtua suaminya yang menguatkan istrinya untuk tetap sabar dan bertahan menghadapi perangai suaminya.

Sementara itu adik-adik suaminya juga merasa dekat dengan subjek 4, hubungan mereka cukup hangat layaknya kakak adik kandung.

“Malah saya dengan keluarga suami itu deket. Terutama adik2nya bapak. Saya sudah dianggap kakak sendiri. Ya sampai yang nolong ke rumah sakit waktu itu kan adik bapak.” (W1.S4.P.A2.b231-235)

Meskipun mengalami masa-masa yang pahit suami-istri mampu menunjukan hubungan interpersonal yang hangat. Baik diantara keduanya maupun terhadap keluarga besarnya.

Hubungan ini semakin hangat justru ketika suami mengalami kecacatan pada kaki dan sempat melakukan percobaan bunuh diri.

Jurnal

(19)

3. Otonomi

Dua temuan yang terkait dengan otonomi adalah kemampuan mengambil keputusan secara mandiri serta kemampuan mengarahkan perilakunya secara mandiri. Pada subjek 1 meskipun mengalami kecacatan ia mampu membuat keputusan untuk secara mandiri bekerja lagi. Namun dengan keterbatasan yang dimiliki, subjek 1 menydari perlu membutuhkan pihak lain untuk membantu. Untuk itu berusaha untuk mandiri mencari bantuan kaki palsu kepada pihak lain agar mampu bekerja lagi.

Sedangkan subjek 4 sebagai istri pada aspek otonomi nampak ketika mengalami persoalan rumah tangga dengan suaminya. Subjek 4 telah memahami apa yang harus dilakukan ketika sedang berkonflik dengan suaminya. Ketika sedang mengalami masalah dengan suaminya subjek 4, sudah mampu memngambil sikap dan tindakan yang diinginkanya. Sebagai contoh misalnya mendiamkan suami selama beberapa waktu. Hal ini dilakuka dilakukan sebagai wujud sikap perlawanan terhadap sikap suaminya.

“Kalau saya kalo marah lebih banyak tak diemin, tapi pernah sekali sampai saya tampar suami saya. Ya waktu kejadian itu. Tapi ya InsyaAllah sekali itu saja. Kasihan sebenernya, kasihan juga anak saya kalau denger kita bertengkar makanya lebih baik kalau marah saya diam.” (W1.S4.P.A3.b145-148)

Begitupula dengan subjek 2, sebagai adik ia sering mendengar hal – hal yang tidak baik terhadap keluarga kakaknya, yakni subjek 1. Ketika hal tersebut terjadi subjek 2 cenderung memilih sikap untuk diam dan mengacuhkan. Ia meyakini apa yang ia dengar sesungguhnya tidak sesuai dengan yang sebebanrnya terjadi pada kakakynya. Terlebih kakaknya sudah telah banyak berubah pasca kakinya diamputasi dan menjadi cacat.

Perkembangan pribadi

Meskipun mengalami peristiwa yang cukup menggetirkan, akan tetapi seiring berjalanyawaktu keluarga ini sudah mulai mampu untuk menyesuaikan dengan keadaan. Masing-masing

Jurnal Spirits Volume 10 No.1 November 2019

(20)

anggota keluarga memeiliki rencana untuk masa depan, meskipun agak sulit untuk mewujudkanya.

Subjek 1 sebenarnya pribadi yang cukup kreatif dan pekerja keras. Menjadi cacat tentu memiliki dampak pada aktivitas bekerja sebelumnya. Pasca percobaan bunuh diri, beberapa bantuan datang kepada subjek 1, salah satunya adalah ketika mendapatkan bantuan kaki palsu. Subjek nampak gigih berusaha untuk segera beradaptasi dengan kaki palsunya. Harapanya ketika sudah mampu beradaptasi dengan kaki palsunya subjek akan bekerja kembali untuk memenuhi tanggung jawab sebagai kepala keluarga.

Subjek 2, memiliki aktivitas menjahit, meskipun belum menjadi tumpuan penghasilan. Aktivitas menjahit merupakan hobi ynag dilakukan sejak dulu. Subjek 2 kemudian mulai menekuini aktivitas menjadi dengan mengikutikursus menjahit selama 3 bulan.

Subjek 4 sebagi istri yang menjadi tulang punggung keluarga pasca percobaan bunuh diri. K subjek 4 bekerja sebagai buruh cuci di sebuah hotel di dekat kampungnya. Sebenarnya ia inin sekali berciocok tanam, namun belum terlaksana karena tidak memiliki sawah. Suatu saat apabila ingin mendapatkan rejeki ia ingin sekali untuk membuka sawah agar bisa bercocok tanam.

“Sebenarnya saya suka bercocok tanam. Cuman saya tidak punya sawah.” (W1.S4.P.A6.b306-309)

4. Penguasaan lingkungan

Meskipun menjadi buah bibir di lingkungan akibat peristiwa percobaan bunuh diri, keluarga ini masih memiliki sesemangat untuk akhtivitas bersama warga kampung. Subjek 2 merupakan kades posyandu didesanya, subjek 4 juga terlibat aktif dalam kegiatan di kampung seperti arisan dan pengajian.

Sedangkan bagi subjek 1, perlu waktu untuk mu beraktivitas kembali dengan masyarakat, ditambah lagi dengan kondisi kecacatan yang dimilikinya saat ini. Meskiun begitu subjek 1 berusaha untuk berpartisipasi aktif di kegiatan lingkunganya

Jurnal

(21)

“Ikut arisan, saya masih ikut meskipun keadaan ini saya ikut. Saya itu dulu itu enggak ikut saat masih keadaan sakit keadaan masih belum srek lah istilahnya, belum bisa noto pikiran, wong jowo ngomong. Belum bisa noto hati, sekarang sudah bisa. Walaupun cuma kan yang lainnya pakai celana panjang saya cuma pakai celana pendek.” (W2.S1.L.A4.b341-350)

5. Tujuan hidup

Tujuan hidup masing –masing subjek dalam keluarga ini berbeda –beda namun sesungguhnya memiliki arah yang sama yakni kebahagiaan. Subjek 1 meyakini dengan kondisi kecacatan yang dialaminya saat ini masih mampu untuk bekerja demi memenuhi tanggung jawabnya sebagai kepala keluarga. Subjek 1 rela bekerja meskipun sudah sulit bekerja seperti profesi terdahulu.

Rela bekerja dimanapun yang penting halal untuk mencapai tujuan hidupnya. (W1.S1.L.A5.b848-854)

Peristiwa yang telah dilalui keluarga ini berkaitan dengan percobaan bunuh diri yang dilakukan oleh subjek 1 , dianggap sebagai pembelajaran hidup yang sangat berarti bagi anggota keluarga lain. Mereka pelan-pelan telah memahami bahwa pengalaman ini adalah ujian untuk mencapai tujuan hidup di masa yang akan datang. Meskipun pahit, mereka justru bersyukur, mendapatkan pengalaman hidup. Dengan bekal pengalaman ini sebagai orangtua subjek 3 yakin pengalaman ini ada maknanya.

Meyakini ada makna dalam kehidupan yang dilewati demi tujuan hidup yang mendatang.(W1.S3.P.A5.b93-94)

Diskusi

Meskipun keluarga pernah mengalami peristiwa yang pahit, salah satu anggota keluarga mereka melakukan percobaan bunuh diri namun memiliki kejahteraan psikologi yang baik. Ryff dalam Diener, dkk (2009) mengatakan bahwa kondisi kesejahteraan pskologi bukanlah sesuatu yang statis, namun

Jurnal Spirits Volume 10 No.1 November 2019

(22)

bergerak dinamis dalam sepanjang rentang perkembangan hidup.

Pengalaman hidup yang meyakitkan justru menjadi modal semangat untuk melakukan perubahan yang lebih baik.

Pengalaman hidup akan memberikan pengaruh terhadap kondisi kesejahteraan psikologis. Penelitian Halim dan Wirawan (dalam Harimukhti & Dewi, 2014) menunjukan individu yang menderita penyakit kronis dan menjalani operasi serta pengobatan hingga kehilangan salah satu fungsi tubuh di usia dewasa cenderung akan memiliki peningkatan dalam pemahaman kesejahteraan psikologis. Lebih lanjut , perubahan fungsi fisik yang terjadi pada seseorang memiliki kecenderungan untuk mengubah pola pikir individu menjadi lebih positif ,sehingga memiliki dampak pada peningkatan kesejahteraan psikologis individu tersebut.

Penerimaan diri yakni menerima sikap positif dalam diri dan kehidupan yang telah dilewatinya. Individu yang kesejahteraan psikologisnya tinggi,memiliki sikap positif terhadap diri sendiri. Berdasarkan aspek penerimaan diri, peneliti menemukan bahwa masing-masing subjek memiliki sikap positif dengan merasa bersyukur dengan kehidupan yang dialami, subjek juga dapat menerima kehidupan yang telah dilewatinya yaitu setelah kejadian bunuh diri yang pernah dilakukan salah satu anggota keluarga, sebagai suatu teguran untuk menjadikan kehidupan berikutnya lebih baik lagi.

Rasa syukur erat kaitanya dengan kesejahteraan psikologis (Wood, Joseph, & Maltby, 2009). Watkin dalam Emmons &

McCullough (2004) mengungkap bahwa individu sering bersyukur maka memperbanyak pengalaman emosi dan memori positif.

Pengalaman positif berfungsi untuk merespon kondisi depresif.

Penelitian biopsikologi oleh Miller,dkk (2013) menemukan bahwa orang yang bersyukur akan mengalami penebalan pada parietal, oksipital, dan lobus frontal medial di hemisper kanan dan juga di cuneus dan precuneus di hemisper kiri. Penebalan pada bagian korteks ini meningkatkan ketahanan terhadap depresi. Hal ini doperkuat dengan penelitian Dewanto dan Sofiawati (2015) yang menyebutkan bahwa kebersyukuran mampu menigkatkan kesejahteraan psikologis.

Jurnal

(23)

Hubungan positif dengan orang lain yakni menekankan kemampuan individu dalam membina kehangatan dan hubungan saling percaya, serta memiliki empati yang kuat dengan orang lain.

Kesejahteraan psikologis individu yang tinggi mampu menjalin kepercayaan dengan orang lain, memiliki empati, dan memahami hubungan timbal balik. Berdasarkan hubungan positif dengan orang lain, masing-masing subjek dapat membangun hubungan baik dengan orang-orang disekitarnya, setelah mengalami kejadian penyintas bunuh diri yang menimpa salah satu anggota keluarga. Cohern dan Syme (dalam Wahyuningtiyas, 2016) menyebutkan bahwa dukungan sosial dapat berkaitan erat dengan psychological well-being. Dukungan sosial diperoleh dari orang- orang yang berinteraksi dan dekat secara emosional dengan individu. Orang yang memberikan dukungan sosial ini disebut sebagai sumber dukungan sosial.

Faktor dukungan sosial juga dapat mempengaruhi kesejahteraan psikologis keluarga terdampak bunuh diri.

Dukungan sosial dapat diperoleh dari orang-orang yang berinteraksi dan dekat secara emosional dengan individu.

Berdasarkan faktor dukungan sosial, keluarga ini mendapatkan dukungan dari kerabat dekat maupun jauh, terutama bagi subjek pertama mendapatkan dukungan dari sebuah yayasan yang memberikan bantuan berupa kaki palsu, sehingga subjek memiliki semangat baru untuk menjalani kehidupan yang mendatang.

Berkaitan dengan Otonomi dan penguasaan lingkungan, meskipun belum maksimal namun perlahan mampu memiliki kedua aspek tersebut. masing-masing subjek dapat mandiri dalam mengambil keputusan, terutama dalam hal pekerjaan, berperilaku, dan mengarahkan diri dengan baik ketika berada dalam lingkungan. subjek pertama pernah menjadi ketua rt, dan setelah kejadian bunuh diri yang dialami subjek mampu mengontrol aktivitas dengan mengikuti kegiatan yang ada di desa, salah satunya arisan rt. Ryff (1989) menyebut bahwa indvidu mampu memilih atau menciptakan lingkungan yang sesuai dengan kondisi dirinya, berpartisipasi aktif dalam aktivitas lingkungan, mampu memanipulasi dan mengontrol lingkungan, mampu mengontrol

Jurnal Spirits Volume 10 No.1 November 2019

(24)

aktivitas, dapat menggunakan kesempatan dengan efektif memiliki kemampuan enviromental mastery.

Latar budaya Jawa turut mewarnai keyakinan Pada keluarga penyintas bunuh diri, terkait dengan tujuan hidup dan pertumbuhan pribadi. Mereka memandang hati dan pikiran harus 'digelar digulung' yang memiliki arti pikiran itu harus dinaik- turunkan. Filosofi tersebut hampir serupa dengan filosofi 'mulur mungkret' yang dicetuskan oleh Ki Ageng Suryomentaram (dalam Nurhadi, 2007) yaitu sifat keinginan itu abadi, yakni sebentar mulur, sebentar mungkret (menyusut). Rasanya pun abadi, yakni sebentar senang, sebentar susah. Berdasarkan filosofi yang terdapat pada keluarga tersebutlah yang menyebabkan keluarga penyintas bunuh diri masih memiliki kesejahteraan psikologis yang positif.

Menurut KAS Manusia itu dipenuhi keinginan-keinginan dengan tujuan mendapat kebahagiaan, namun sesungguhnya tidak ada yang mutlak (Sugiarto, 2015). Tercapainya keinginan tidak menjamin munculnya rasa bahagia. Hal ini karena keinginan bersifat mulur atau mengembang, sehingga belum sempat seseorang merasakan kebahagiaan sudah tertutupi oleh pikirannya dalam meraih keinginan berikutnya. Begitu pun dengan tidak tercapainya keinginan, juga tidak lantas membuat seseorang merasakan kesusahan selama-lamanya. Hal ini karena, keinginan juga bersifat mungkret atau menyusut.

Kesimpulan

Penelitian kesejahteraan psikologis keluarga penyintas bunuh diri kepada empat subjek, yaitu sebuah keluarga yang terdiri dari empat anggota keluarga dengan salah satu anggota keluarga sebagai penyintas bunuh diri, dengan metode pengumpulan data berupa observasi dan wawancara.

Berdasarkan dari uraian tentang aspek-aspek dan faktor kesejahteraan psikologis didapatkan hasil bahwa keluarga penyintas bunuh diri dapat menerima kehidupan yang telah dilewatinya dengan baik, memiliki sikap positif dengan mensyukuri kehidupannya saat ini. Anggota keluarga dapat

Jurnal

(25)

membangun hubungan baik dengan orang-orang disekitarnya, dapat mengambil keputusan secara mandiri, serta mengarahkan diri dengan baik ketika berada dalam lingkungan. Selain itu, keluarga penyintas bunuh diri juga dapat menciptakan kondisi lingkungan dan memanfaatkan kesempatan yang ada dilingkungan dengan baik, serta memiliki tujuan, arah, dan niat dalam kehidupan. Keluarga penyintas bunuh diri juga memiliki filosofi 'digelar digulung' yang mendasari kesejahteraan psikologis keluarga cenderung positif. Para anggota keluarga juga memiliki keahlian sesuai kebutuhan individu dan keterampilan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Kesejahteraan psikologis keluarga penyintas bunuh diri juga dipengaruhi oleh kepribadian anggota keluarga yang selalu bersikap positif dan adanya dukungan sosial dari kerabat dekat maupun jauh.

Saran

Subjek penelitian diharapkan mampu berbagi pengalaman hidup kepada keluarga penyintas bunuh diri maupun orang lain, bahwa peristiwa bunuh diri bukanlah hal yang patut dilakukan dalam menyelesaikan masalah, bahwa sebagai penyintas bunuh diri masih dapat melakukan segala kegiatan seperti orang-orang pada umumnya tanpa merasa canggung, dan selalu bersikap positif bahwa dibalik permasalahan yang terjadi ada sebuah makna yang tersirat.

Masyarakat diharapkan memiliki peran penting dalam memahami maupun memberi dukungan bagi keluarga maupun penyintas bunuh diri agar memiliki sikap positif dalam diri.

Mengingat keluarga penyintas bunuh diri cenderung dipandang negatif dalam masyarakat, sehingga menyebabkan keluarga penyintas bunuh diri kurang memiliki sikap positif dan hubungan timbal balik dengan lingkungan sekitar, karena hal tersebut menimbulkan faktor psikis yang membuat keluarga penyintas bunuh diri menjadi kurang berinteraksi dengan lingkungan sosial, mudah tersinggung, mudah menyendiri, dan memiliki rasa kepercayaan diri yang rendah.

Jurnal Spirits Volume 10 No.1 November 2019

(26)

Perangkat desa diharapkan dapat bekerjasama dengan sebuah lembaga untuk mengadakan konseling/motivasi/seminar khususnya kepada keluarga penyintas bunuh diri. Selain itu, perangkat desa juga dapat memfasilitasi diadakannya workshop kewirausahaan/kerajinan bernilai jual untuk masyarakat yang sekiranya membutuhkan keahlian ataupun wawasan tersebut untuk meningkatkan kinerja maupun kebutuhan ekonomi keluarga.

Bagi penelitian selanjutnya yang hendak meneliti dengan topik yang sama, diharapkan mampu menelaah lebih dalam tentang kesejahteraan psikologis yang terbentuk pada subjek yang hendak diteliti. Peneliti diharapkan mampu meneliti kesejahteraan psikologis pada keluarga penyintas bunuh diri dengan mempertimbangkan faktor lain dan kriteria subjek yang dapat memengaruhi kesejahteraan psikologis pada diri individu, sehingga dalam penelitian dapat menemukan hasil yang lebih detail dan mendalam.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Husain. S. (2005). Mengapa Harus Bunuh Diri. Jakarta : Qisthi Pres Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik Edisi

Revisi. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Basaria, D. (2017). Gambaran Kecerdasan Emosi dan Psychological Well- Being Tenaga Pendidik di Provinsi DKI Jakarta. Jurnal Psikologi Pendidikan. Jakarta: Universitas Tarumanegara.

Dewanto, W., Retnowati, S. (2015). Intervensi kebersyukuran dan kesejahteraan penyandang disabilitas fisik. GADJAH MADA JOURNAL OF PROFESSIONAL PSYCHOLOGY. 1(1). 33 – 47

Diener, E., Wirtz, D., Biswas-Diener, R., Tov, W., Kim-Prieto, Chu, Choi, Dong-won, & Oishi, S. (2009). New measures of well-being. E.

Diener (ed.), Assessing well-being: The collected works of Ed Diener, Social. Indicators Research Series 39, 247-266.doi:

10.1007/978-90-481-2354-4_12.

Dhaksinarga, S.W. (2017). Mitos Pulung Gantung dan Upaya Menangani K a s u s B u n u h D i r i d i G u n u n g k i d u l .

. (diakses pada tanggal 25 Oktober 2017)

Eko, S. (2012). Disfungsi Sosialisasi dalam Keluarga sebagai Dampak

http://www.bbc.com/indonesia/indonesia-41194325

Jurnal

(27)

Keberadaan Lembaga Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) (Studi pada TPA Permata Hati di Desa Wonokerto, Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman, Yogyakarta). Skripsi. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.

Ellison, C.G. (1991). Religious involvement and subjective well-being.

Journal of Health and Social Behavior. 32(1), 80-99.

Emmons, R. A., McCullough, M. E. (2004). The Psychology of Gratitude.

New York: Oxford University Press, Inc.198 Madison Avenue.

Halim, W. & Wirawan, H. (2009). Quality of Life Janda Pasca Kemoterapi dan Radioterapi. Skripsi (tidak diterbitkan). Universitas Tarumanegara.

Harimukthi, M. T., & Dewi, K. S. (2014). Eksplorasi kesejahteraan psikologis individu dewasa awal penyandang tunanetra. Jurnal Psikologi, 13(1), 64-77.

Lawton, M.P. (1983). Environment and other determinants of well-being in older people. The Gerontologist, 23(4), 349-357.

Lestari, S dan Budhi, O. (2017). Mitos Pulung Gantung dan Upaya M e n a n g a n i K a s u s B u n u h D i r i d i G u n u n g k i d u l . . (diakses pada tanggal 25 Oktober 2017)

Lopez, & Snyder, C.R. (2003). Positive Psychological Assessment a Handbook of Models & measures.Washington. DC : APA

Maris,R.W. (2000). Comprehensive Text Book of Suicidology. New York: The Guilfrod Press.

Miller, L. Bansal, R., Wikramaratne, P., Hao, X., Tenke, C. E., Weissman, M.

M., & Patterson, B. S. (2014). Neuroanatomical correlates of religiousity and spirituality; a study in adults st high and low familial risk for depression. JAMA Psychiatr y. 71(2):128-35.

http://dx.doi.org/ 10.101.jamapsychiatry.2013.306

Mukharromah, L. (2014). Dinamika Psikologis pada Pelaku Percobaan Bunuh diri. Jurnal Psikoislamika.11(2). 31-36.

Mulyani, A. A., & Eridiana, W( 2018). Faktor-faktor yang melatarbelakangi fenomena bunuh diri di Gunung Kidul. Sosietas, 8(2).

Moleong, L. J. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Nurhadi (2007). Filsafat Suryomentaram: Satu Alternatif Analisis Karya Sastra.

Jurnal. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta (UNY).

https://doi.org/10.14710/jpu.13.1.64-77

http://www.bbc.com/indonesia/indonesia-41194325

Jurnal Spirits Volume 10 No.1 November 2019

(28)

Jurnal

Papalia, D. E., Old s, S. W., & Feldman, R. D. (2009). Human Development Perkembangan Manusia. Jakarta: Salemba Humanika.

Ryff, C.D. (1989). Happiness is Everything, or Is It? Explorations on the Meaning of Psychological Well-Being. Journal of Personality and S o c i a l P s y c h o l o g y . 5 7 ( 6 ) . 1 0 6 9 - 1 0 8 1 . D o i

Ryff, C.D dan Keyes C.L.M. (1995). The Structure of Psychological Well Being Revisited. Journal of Personality and Social Psychology.

69(4).719-727

Schmutte, P.S dan Ryff, C.D. (1997). Personality and Well Being:

Reexamining Methodes and Meaning. Journal of Personality and S o c i a l P s y c h o l o g y . 7 3 ( 3 ) . 5 4 9 - 5 5 9 . D o i

Shneidman, E. (1985). Definition of suicide. New York: John Wiley & Sons.

. (1971). "Suicide" and "suicidology": A brief etymological note.

Suicide and Life-Threatening Behavior, 1, 260-264.

Sugiarto, R. (2015). Psikologi Raos: Saintifikasi Kawruh Jiwa Ki Ageng Suryomentaram. Sleman: Pustaka Ifada.

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Wahyuningtiyas, D.T. (2016). Kesejahteraan Psikologis (Psychological Well- Being) Orang Tua dengan Anak ADHD (Attention Deficit Hyperactive Disorder) di Surabaya. Skripsi. Malang: Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim.

Wood, A. M., Maltby, J., Gillett, R. Linley, A., & Joseph, S. (2008). The Role Of Gratitude In The Development Of Social Support, Stress, And Depression: Two Longitudinal Studies. Journal of Research in Personality, 42(8), 54–87.

Yuwono, M. (2017). Selama 6 Bulan, 19 Warga Gunungkidul Bunuh Diri.

. (diakses pada tanggal 27 Oktober 2017)

https://doi.org/10.1037/0022-3514.57.6.1069

https://doi.org/10.1037/0022-3514.73.3.549

http://regional.kompas.com/read/2017/07/07/17191271/sela ma.6.bulan.19. warga.gunungkidul.bunuh.diri

(29)

KEBERSYUKURAN PADA ORANG TUA ANAK BERKEBUTUHAN

KHUSUS

1 2

Aulia Rahman Putra , Nila Anggreiny , Septi Mayang Sarry3

Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas e-mail: 1auliarahman1105@gmail.com

Kronologi Naskah:

Naskah Masuk, 2 Oktober 2019, Revisi 20 Oktober 2019, Diterima 1 November 2019

Abstract. Parents who had more than one child with special needs had varieties of more intensive problems. Parents were also required to attempt their best with the limitations of their children. One of the best ways that parents could do for their children with special needs behind their problems was to be grateful. This study aimed to determine the description of gratitude in parents who had more than one child with special needs. The method used in this study was a qualitative research method with a phenomenological approach. Data collection techniques utilized in this study was interview. The participants of this study were four persons comprising of two parents who had more than one child with special needs. Data analysis procedure used Moustakas method. The results of this study indicated that parents who were grateful, when they had more than one child with special needs, they would always pray for the children as a form of gratitude to the God, accept the condition of the children, attempt their best for the children, have a positive affection and feel life contentment, have a pro-social traits, have improvement in terms of worship, take the wisdom from the children's condition, and join the events concerning on children disability. Besides, parents would also

(30)

learn from the experience of caring for children with special needs. Gratitude for parents was affected by religiousity, social support and children's condition factors.

Keywords: Children With Special Needs, Gratitude, Parents

Abstrak. Orang tua yang memiliki lebih dari satu anak berkebutuhan khusus mengalami berbagai permasalahan yang lebih instens. Orang tua juga dituntut untuk mengusahakan yang terbaik dengan keterbatasan yang dimiliki oleh anak mereka tersebut. Salah satu cara yang dapat dilakukan oleh orang tua untuk mengusahakan yang terbaik bagi anak, dibalik permasalahan yang mereka alami adalah dengan bersyukur. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kebersyukuran pada orang tua yang memiliki lebih dari satu anak berkebutuhan khusus. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik wawancara. Partisipan penelitian berjumlah empat orang yang terdiri dari dua orang tua yang memiliki lebih dari satu anak berkebutuhan khusus. Prosedur analisa data menggunakan metode Moustakas. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa orang tua yang bersyukur ketika memiliki lebih dari satu anak berkebutuhan khusus, akan selalu mendoakan anak sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan, menerima keadaan anak, mengusahakan yang terbaik untuk anak, memiliki afek yang positif dan merasakan kepuasan hidup, memiliki sifat prososial, mengalami peningkatan dari segi ibadah, mengambil hikmah dari kondisi anak dan mengikuti acara yang berhubungan dengan keterbatasan anak.

Selain itu, orang tua juga akan belajar dari pengalaman pengasuhan terhadap anak yang berkebutuhan khusus sebelumnya. Kebersyukuran pada orang tua dipengaruhi oleh faktor religiusitas, dukungan sosial dan kondisi anak.

Kata kunci : Anak berkebutuhan khusus, Kebersyukuran, Orang tua

Orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus mengalami berbagai permasalahan yang disebabkan oleh keterbatasan yang ada pada anak mereka tersebut. Orang tua akan merasa terkejut, kebingungan dan tidak percaya dengan apa yang terjadi kepada anak mereka (Wardani, 2009). Selain itu, orang tua orang tua juga akan memperlihatkan emosi-emosi yang cenderung negatif, seperti menyalahkan diri, tidak dapat menerima keadaan, marah dan menyesal serta menempatkan orang tua pada resiko tingkat stres yang tinggi (Schieve, Blumberg, Rice, Visser, & Boyle, 2007;

Wijaya, 2015). Orang tua juga akan merasakan perasaan tidak dimengerti, ditinggalkan sendiri, memikirkan masa depan anak, menghadapi tanggapan negatif terhadap anak dan kelelahan

Jurnal

(31)

secara fisik maupun psikis dikarenakan banyaknya waktu yang dihabiskan untuk mengurus anak (Morgan, 2006; Meiza, Puspasari, & Kardinah, 2018).

Memiliki lebih dari satu anak berkebutuhan khusus membuat orang tua semakin merasa tertekan dan semakin menambah beban pada orang tua (Matters, 2007). Selain itu, orang tua yang memiliki lebih dari satu anak berkebutuhan khusus juga membuat mereka semakin mengalami kesulitan dan ketidakstabilan keuangan serta materil dalam melakukan pengasuhan terhadap anak mereka yang memiliki keterbatasan (Meyers, Lukemeyer, &

Smeeding, 1998).

Berbagai permasalahan yang dirasakan oleh orang tua ketika memiliki anak berkebutuhan khusus dapat diatasi dengan mengapresiasi hal positif yang dirasakan dalam hidup, yaitu dengan bersyukur (Prasa, 2012; Nura & Sari, 2018). Kebersyukuran berhubungan dengan menikmati hal-hal yang telah didapatkan oleh individu, kemudian kebersyukuran tidak hanya mempengaruhi kesejahteraan fisik pada individu saja tetapi juga berpengaruh kepada kesejahteraan psikologisnya, seperti mudah mengalami emosi positif, memiliki tingkat kepuasan hidup yang tinggi serta memiliki tingkat depresi dan stres yang rendah (McCullough, Emmons, & Tsang, 2002).

McCullough, Emmons dan Tsang (2002) menguraikan kebersyukuran ke dalam beberapa facet, dimana elemen dari masing-masing facet tersebut saling berhubungan dan terjadi secara bersamaan, facet tersebut terdiri dari : (1) Intensity, yang mengacu kepada perasaan positif yang dihasilkan oleh rasa syukur, (2) Frequency, yang mengacu kepada seberapa sering individu mengalami kebersyukuran, (3) Span, yang mengacu kepada sejumlah keadaan yang membuat individu bersyukur, (4) Density, yang mengacu kepada siapa saja individu bersyukur atas manfaat positif yang diterimanya.

McCullough, Emmons dan Tsang (2002) juga menguraikan beberapa ciri-ciri individu yang mengalami kebersyukuran, ciri-ciri tersebut terdiri dari (1) Possitive affective traits and well being, mengacu pada kecenderungan individu untuk mengalami emosi positif, kesejahteraan subjektif dan merasa puas akan hidupnya, (2) Prosocial traits, berhubungan dengan sifat prososial yang dimiliki oleh individu, (3) Religion/spirituality, yang mengacu kepada

Jurnal Spirits Volume 10 No.1 November 2019

(32)

kecenderungan individu terlibat dalam praktek keagamaan dan memiliki hubungan pribadi dengan Tuhan.

Kebersyukuran memiliki dampak positif dan dapat mempengaruhi individu dalam beberapa aspek, seperti kognisi, emosi, dan spiritual, sehingga individu akan lebih baik dalam merespon atau menyikapi setiap peristiwa yang terjadi di dalam kehidupannya (Cahyono, 2014). Selain itu, individu dengan kebersyukuran mampu melihat hidupnya secara lebih positif, memiliki sikap optimis ketika menghadapi suatu masalah dan berusaha untuk menyelesaikan permasalahannya dengan cara yang positif (Wood, Joseph, & Linley, 2007).

Indikasi kebersyukuran pada orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus dapat dilihat dari perilaku orang tua terhadap anak mereka tersebut. Orang tua dengan kebersyukuran cenderung menggunakan semua hal yang mereka miliki baik itu waktu, fisik dan materil untuk mengusahakan hal-hal yang positif bagi anak mereka, seperti mengusahakan pendidikan yang terbaik untuk anak dan mendidik anak sesuai dengan pola asuh yang sesuai dengan keterbatasan yang ada pada anak mereka tersebut (Murisal & Hasanah, 2017). Selain itu, orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus dengan kebersyukuran membuat orang tua menyadari bahwa segala yang terjadi di dalam kehidupan mereka merupakan anugerah dari Tuhan (Prasa, 2012).

Manfaat nyata dari kebersyukuran pada orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus adalah membuat orang tua menjadi lebih puas, berpikir positif, optimis serta membangkitkan harapan dalam memandang hidup dan membantu orang tua untuk dapat melihat kebaikan dalam situasi yang sulit ketika memiliki anak berkebutuhan khusus (

). Kemudian orang tua dengan kebersyukuran selalu memiliki keinginan yang baik terhadap anak mereka yang berkebutuhan khusus. Salah satu keinginan baik orang tua ditunjukkan dengan mengapresiasi kondisi anak mereka dan fokus pada hal-hal positif dalam pengasuhan anak dibalik banyaknya kesulitan yang mereka alami (Nura & Sari, 2018).

Kompleksnya permasalahan yang dialami oleh orang tua dengan anak berkebutuhan khusus, terkhususnya permasalahan yang dialami oleh orang tua yang memiliki lebih dari satu anak berkebutuhan khusus membuat peneliti tertarik untuk melakukan Hambali, Meiza, & Fahmi, 2015

Jurnal

(33)

penelitian ini. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi dan masukan terkait pentingnya kebersyukuran pada orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus terutama pada orang tua yang memiliki lebih dari satu anak berkebutuhan khusus, agar orang tua bisa mengatasi permasalahan yang dialami ketika memiliki anak berkebutuhan khusus dan mengusahakan yang terbaik bagi anak mereka tersebut.

Metode

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik wawancara. Penelitian ini dilakukan di Kota Padang. Partisipan penelitian berjumlah empat orang yang terdiri dari dua orang tua dengan karakteristik : (1) memiliki lebih dari satu anak berkebutuhan khusus, (2) pengasuhan utama dilakukan oleh partisipan penelitian, (3) tidak memiliki hambatan dalam menyampaikan informasi kepada peneliti.

Prosedur Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini merujuk kepada prosedur analisis data yang dikemukakan oleh Moustakas (1994), yaitu : (1) Peneliti menyalin pernyataan yang disampaikan ke dalam bentuk traknskrip verbatim tertulis, (2) Membuat daftar meaning units, mengelompokkan pernyataan yang sesuai topik penelitian, mereduksi serta mengeliminasi pernyataan yang berulang dan mengandung makna yang sama (3) Menyusun deskripsi tekstural dan deskripsi struktural, (4) Mengintegrasikan antara deskripsi tekstural dan struktural yang menjadi dasar pernyataan terkait esensi pengalaman partisipan secara menyeluruh.

H a s i l

Partisipan dalam penelitian ini berjumlah empat orang yang terdiri dari dua orang tua yang memiliki lebih dari satu anak berkebutuhan khusus. Orang tua 1 (P1 & P2) memiliki tiga anak berkebutuhan khusus dengan klasifikasi tunarungu. Orang tua 1 merupakan keluarga dengan golongan ekonomi menengah ke bawah dan sama-sama memiliki latar belakang pendidikan Sekolah menengah Atas (SMA).

Orang tua 2 (P3 & P4) memiliki dua anak berkebutuhan

Jurnal Spirits Volume 10 No.1 November 2019

(34)

khusus dengan klasifikasi Autism Spectrum Disorder (ASD). Orang tua 2 merupakan keluarga dengan golongan ekonomi menengah ke atas. P3 (ibu) memiliki latar belakang pendidikan Strata 1, sedangkan P4 (ayah) memiliki latar belakang pendidikan strata 3.

Pada penelitian ini diketahui bahwa keempat partisipan mengalami kebersyukuran di dalam hidup mereka ketika memiliki lebih dari satu anak berkebutuhan khusus.

Kebersyukuran pada keempat partisipan digambarkan melalui sembilan tema yang ditemukan (Tabel 1). Tema yang ditemukan terdiri dari partisipan yang selalu mendoakan anak sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan, menerima keadaan anak apa adanya, mengusahakan yang terbaik untuk anak, memiliki afek yang positif dan merasakan kepuasan dalam hidup, memiliki sifat prososial, mengalami peningkatan dari segi ibadah, belajar dari pengalaman pengasuhan ABK sebelumnya, mengambil himah dan pembelajaran dari kondisi anak, mengikuti acara dan kegiatan yang berhubungan dengan keterbatasan anak. Selain itu, kebersyukuran pada orang tua dipengaruhi oleh faktor religiusitas, dukungan sosial dan kondisi anak.

Tabel 1.Tema yang ditemukan terkait kebersyukuran pada orang tua anak berkebutuhan khusus

Jurnal

(35)

Diskusi

Kebersyukuran sangat penting bagi orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus. Sebagaimana dikemukakan oleh Emmons dan Shelton (2002) bahwa individu yang bersyukur memiliki kecenderungan untuk merasakan kepuasan di dalam hidupnya dan terhindar dari berbagai macam emosi negatif yang dirasakan serta mampu meningkatkan kesehatan dan kebahagiaan subjektif. Sejalan dengan hal tersebut, penelitian yang dilakukan oleh Nura dan Sari (2018) menemukan bahwa orang tua yang bersyukur merasakan kepuasan di dalam hidup mereka dan merasa lebih tenang dan nyaman dalam menjalani hidup ketika memiliki anak berkebutuhan khusus. Selain itu, Hambali, Meiza dan Fahmi (2015) mengatakan bahwa orang tua yang bersyukur ketika memiliki anak berkebutuhan khusus, akan selalu mengusahakan hal-hal yang terbaik bagi anak mereka tersebut.

Orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus mengalami kebersyukuran di dalam hidup mereka dikarenakan

Jurnal Spirits Volume 10 No.1 November 2019

(36)

mereka percaya bahwa memiliki anak berkebutuhan khusus merupakan takdir dan titipan dari Tuhan. Sebagaimana dikemukakan oleh

bahwa faktor religiusitas secara signifikan berhubungan dengan coping agama, yang mana individu akan semakin bersyukur ketika meyakini setiap peristiwa yang terjadi di dalam hidupnya merupakan kehendak dari Tuhan dan percaya bahwa terdapat hikmah dibalik hal tersebut.

Orang tua juga mengalami kebersyukuran di dalam hidup mereka dikarenakan dukungan yang diberikan oleh pasangan mereka masing-masing, orang tua baik itu ayah maupun ibu saling mendukung, saling menguatkan satu sama lain dan sama-sama mengusahakan yang terbaik untuk anak-anak mereka yang berkebutuhan khusus. Selain itu, orang tua juga mendapatkan dukungan dari keluarga, tetangga, teman-teman hingga orang yang tidak terduga oleh mereka sebelumnya. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nura dan Sari (2018) yang menemukan bahwa dukungan sosial dapat mempengaruhi dan meningkatkan kebersyukuran pada orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus.

Dukungan dan bantuan yang diperoleh orang tua juga membuat mereka semakin bersyukur. Orang tua menjadi semakin bersyukur dikarenakan mendapat bantuan dari orang yang tidak terduga dan tidak disangka-sangka oleh mereka sebelumnya. Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Smith, Pedersen, Forster, McCullough dan Lieberman (2017) yang menemukan bahwa individu menjadi semakin bersyukur ketika seseorang secara tak terduga bermurah hati dan memberikan bantuan beserta manfaat kepadanya.

Nilai dan manfaat bantuan yang diterima oleh orang tua juga membuat mereka semakin bersyukur. Orang tua semakin bersyukur dikarenakan bantuan yang mereka terima sangat bermanfaat dan meringankan beban mereka ketika memiliki anak berkebutuhan khusus. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Forster, Pedersen, Smith, McCullough dan Lieberman (2017) yang menyatakan bahwa kebersyukuran lebih terkait dengan nilai atau manfaat yang diterima oleh individu.

Kebersyukuran pada orang tua juga disebabkan oleh kondisi anak-anak mereka yang berkebutuhan khusus. Orang tua Rothenberg, Pirutinsky, Greer dan Korbman (2015)

Jurnal

(37)

bersyukur dikarenakan kondisi anak-anak mereka yang berkebutuhan khusus sudah jauh lebih baik dan berkembang dari kondisi sebelumnya. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Nura dan Sari (2018) yang menemukan bahwa sumber kebersyukuran pada orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus adalah setiap perkembangan kondisi yang dimiliki oleh anak mereka tersebut.

Nura dan Sari (2018) juga menemukan bahwa orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus mengalami kebersyukuran karena prestasi yang diperoleh anak mereka di sekolah. Pendapat tersebut sejalan dengan temuan yang ditemukan pada penelitian ini, dimana orang tua bersyukur dikarenakan anak mereka yang berkebutuhan khusus memiliki banyak kelebihan seperti pintar, aktif, dan memiliki banyak prestasi di sekolah mereka.

Pengalaman dalam mengasuh anak berkebutuhan khusus juga membuat orang tua merasa bersyukur. Orang tua bersyukur dikarenakan merasa terhibur dengan perilaku anak mereka yang ketika berbicara suka mengulang-ngulang perkataannya dan suka berbicara secara ceplas-ceplos. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Jones (2012) bahwa orang tua akan merasakan kebahagiaan dan keceriaan selama mengasuh anak mereka yang berkebutuhan khusus.

Kebersyukuran pada orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus juga terlihat dari orang tua yang telah menerima keadaan anak mereka tersebut. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Wood, Joseph dan Maltby (2009) yang menemukan bahwa kebersyukuran memiliki hubungan yang positif dengan penerimaan diri. Sejalan dengan penelitian tersebut, Wijayanti (2015) mengatakan bahwa orang tua dengan penerimaan diri yang baik maka akan dengan mudah menerima kekurangan yang ada pada anak mereka yang memiliki keterbatasan dan mudah menerima keadaan-keadaan yang disebabkan karena telah memiliki anak berkebutuhan khusus.

Orang tua yang bersyukur setelah menerima keadaan anak- anak mereka yang berkebutuhan khusus, mereka akan mengusahakan yang terbaik bagi anak-anak mereka tersebut.

Orang tua mengusahakan pengobatan, pendidikan, masa depan yang terbaik dan mengusahakan kebahagiaan untuk anak-anak mereka yang berkebutuhan khusus. Hal ini sesuai dengan

Jurnal Spirits Volume 10 No.1 November 2019

Gambar

Tabel 1. Deskripsi Subjek Penelitian
Gambar 1. Skema Hasil Penelitian
Tabel dan Gambar

Referensi

Dokumen terkait

Jurnal Konseling Andi Matappa Volume 4 Nomor 1 Februari 2020 Hal 28 34 p ISSN 2549 1857; e ISSN 2549 4279 (Diterima Oktober 2019; direvisi Desember 2019; dipublikasikan Februari 2020)

Kesiapan perawat untuk EBP meliputi faktor-faktor yang berkaitan dengan sikap mereka terhadap keyakinan tentang EBP, serta pengetahuan dan keterampilan terkait EBP, budaya

Persentase Penggunaan Lahan di Kecamatan Prambanan Berdasarkan table diatas, penggunaan lahan yang terekam di citra dan dapat diinterpretasi di Kecamatan Prambanan

Dalam usaha mencapai kinerja manajerial yang lebih baik salah satu solusi dalam menyikapi fenomena yang ada terkait kinerja Dinas Kesehatan di kota Bandung dengan menerapkan

Nama Jurnal, Tahun terbit, Volume, Nomor,

Literatur yang menjelaskan tentang penelitian pengaruh indeks saham global terhadap IHSG sudah banyak dilakukan sebelumnya, dalam penelitian yang dilakukan

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui secara empiris apakah anggaran penjualan, kapasitas mesin, tenaga kerja, stabilitas bahan baku, modal kerja dan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kepuasan konsumen terhadap keberlanjutan pembelian online berdasarkan karakteristik online group buying yang terdiri