• Tidak ada hasil yang ditemukan

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.67989/PP/M.XIIIA/16/2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.67989/PP/M.XIIIA/16/2016"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.67989/PP/M.XIIIA/16/2016 Jenis Pajak : Pajak Pertambahan Nilia

Tahun Pajak : 2011

Pokok Sengketa : bahwa nilai sengketa terbukti dalam sengketa banding ini adalah koreksi positif DPP PPN berupa Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut/dibayar sendiri sebesar Rp12.490.893.028,00 dengan perincian sebagai berikut:

a. Pendapatan Rupa-rupa sebesar Rp930.893.028,00

b. Kompensasi BOT dari PT. AAA sebesar Rp10.000.000.000,00 dan dari PT. BBB sebesar Rp1.560.000.000,00

a. Koreksi Pendapatan Rupa-rupa sebesar Rp930.893.028,00

Menurut Terbanding : bahwa untuk koreksi terkait pendapatan rupa-rupa berhubungan dengan pembuktian di mana pada saat pemeriksaan maupun keberatan Pemohon Banding tidak dapat memberikan dokumen pendukung yang membuktikan bahwa pendapatan rupa-rupa sebesar Rp930.893.028,00 bukan objek PPN;

Menurut Pemohon : bahwa pendapatan rupa-rupa terdiri dari 7 item. Secara umum, ini menunjukkan hubungan antara kegiatan usaha Pemohon Banding dalam hal ini perhotelan. Hal ini tercantum pada guest deposit tamu bulan Juni, Oktober, Agustus. Kemudian ada koreksi audit terkait hutang Pasal 29.

Kemudian ada setoran HUT, setoran tunai, kemudian ada kompensasi. Untuk hal ini sebenarnya sudah terlihat bahwa ini memang bukan objek PPN. Mungkin pada sidang berikutnya akan Pemohon Banding sampaikan dengan dokumennya. Pendapatan lain-lain ini berhubungan dengan koreksi audit;

Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara eksklusif untuk www.ortax.org dan TaxBase, 2022

(2)

Menurut Majelis : bahwa menurut Terbanding berdasarkan LPP dan KKP diketahui hasil pemeriksaan terhadap SPT Masa PPN dan unsur-unsur dalam laporan keuangan/buku besar yang dimungkinkan terdapat objek PPN diketahui Pemohon Banding memperoleh penghasilan rupa-rupa sebesar Rp930.893.028,00;.

bahwa menurut Terbanding koreksi terkait pendapatan rupa-rupa sebagaimana tersebut di atas berhubungan dengan pembuktian di mana pada saat pemeriksaan maupun keberatan Pemohon Banding tidak dapat memberikan dokumen pendukung yang membuktikan bahwa pendapatan rupa-rupa sebesar Rp930.893.028,00 bukan objek PPN;

bahwa Terbanding melakukan koreksi atas penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri atas Pendapatan Rupa-rupa sebesar Rp930.893.028,00 dengan perincian sebagai berikut:

a. Kompensasi GI Tahun 2010 b. Guest Deposit Tamu Juni 2011

c. Guest Deposit Tamu Okt 2011

d. Guest Deposit Tamu Agt 2011

e. Setoran HUT Pemohon Banding

f. Setoran Tunai

g Koreksi audit terkait hutang PPh Ps 29 Tahun 2010

Rp 903.382.369 Rp 434.800 Rp 13.000.600 Rp 388.565 Rp 1.450.000 Rp 11.020.400 Rp 1.216.294

bahwa menurut Pemohon Banding masing-masing transaksi yang dikoreksi oleh Terbanding sebagaimana tersebut di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Kompensasi GI sebesar Rp903.382.369,00 merupakan koreksi auditor atas kekurangan pencatatan/pengakuan pendapatan kompensasi GI dalam setahun dari total nilai Rp10.000.000.000,00;

b. Guest Deposit merupakan uang jaminan tamu hotel, di mana pendapatan hotel merupakan objek Pajak Daerah (PB 1) sehingga atas transaksi ini bukan objek PPN.

Guest Deposit yang tercatat dalam pembukuan tahun 2011 merupakan outstanding yang tidak dapat dikembalikan kepada pemilik Guest Deposit (karena ketidaklengkapan data), sehingga menjadi koreksi auditor sebagai pendapatan lain-lain;

c. Setoran HUT Pemohon Banding dan setoran tunai merupakan penyerahan uang, di mana uang atau transaksi ini bukan termasuk objek PPN;

d. Koreksi audit adalah koreksi dari auditor terkait hutang PPh Pasal 29 Tahun 2010;

banwa berdasarkan Pasal 11 angka 11.1 Akta Notaris Notaris CCC, SH, Msi Nomor 141 Tanggal 13 Mei 2004 Perjanjian Pembangunan, Pemilikan, Pengelolaan, dan Penyerahan Kembali Tanah, Gedung, & Fasilitas Penunjang antara PT DDDdalam hal ini sebagai Pemohon Banding, PT EEE, dan PT AAA, Pemohon Banding menerima pembayaan kompensasi sehubungan dengan diberikannya hak yang diatur dalam Perjanjian tersebut di atas oleh HIN kepada Penerima Hak BOT (dalam hal ini PT AAA) sebagai berikut :

a. Periode tahun 2004 sampai dengan 2012 sebesar Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) per tahun;

b. Periode tahun 2013 sampai dengan 2017 sebesar Rp11.000.000.000,00 (sebelas milyar rupiah ) per tahun;

c. Periode tahun 2018 sampai dengan 2022 sebesar Rp12.000.000.000,00 (dua belas milyar rupiah) per tahun;

d. Periode tahun 2023 sampai dengan 2027 sebesar Rp13.000.000.000,00 (tiga belas milyar rupiah) per tahun;

e. Periode tahun 2028 sampai dengan 2032 sebesar Rp14.000.000.000,00 (empat belas milyar rupiah) per tahun;

f. Periode tahun 2033 sebesar Rp15.000.000.000,00 (lima belas milyar rupiah) per tahun;

bahwa dalam Surat Banding Nomor 595/Dirkeu & Adm/HIN/10/2014 tanggal 16 Oktober 2014 Pemohon Banding menyatakan antara lain bahwa Terbanding pada tahun 2011 melakukan inkonsisten dalam menerapkan ketentuan perpajakan dengan mengabaikan pemeriksaan atas tahun-tahun pajak sebelumnya, karena transaksi ini telah terjadi sebelum Tahun 2011 dan Terbanding pada tahun-tahun sebelumnya tidak melakukan koreksi atas transaksi ini. Atas pernyataan Pemohon Banding tersebut Terbanding tidak memberikan tanggapan;

bahwa koreksi atas Kompensasi GI sebesar Rp903.382.369,00 merupakan koreksi auditor atas kekurangan pencatatan/pengakuan pendapatan kompensasi GI dalam setahun dari total nilai Rp10.000.000.000,00 pada tahun 2010. Dengan demikian Majelis berpendapat untuk tidak mempertahankan koreksi yang dilakukan oleh Terbanding;

bahwa terkait dengan pendapatan yang berasal dari Guest Deposit, menurut pendapat Majelis bahwa pendapatan tersebut merupakan pendapatan yang berkaitan dengan kegiatan usaha Pemohon Banding di bidang jasa perhotelan yang sesuai dengan ketentuan pasal 4A ayat (3) huruf l UU Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 (Undang-Undang PPN) merupakan jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai. Dengan demikian Majelis berpendapat untuk tidak mempertahankan koreksi Terbanding yang terkait dengan pendapatan yang berasal dari Guest Deposit;

bahwa terkait dengan Setoran HUT Pemohon Banding, Setoran Tunai, dan Koreksi audit terkait hutang PPh Ps 29 Tahun 2010 secara substasi bukan merupakan objek Pajak Pertambahan Nilai, sehingga Majelis berpendapat untuk tidak mempertahankan koreksi yang dilakukan Terbanding terkait dengan transaksi sebagaimana tersebut di atas;

bahwa berdasarkan uraian sebagaimana tersebut di atas maka Majelis berpendapat untuk tidak mempertahankan koreksi Terbanding atas Pendapatan Rupa-rupa sebesar Rp.930.893.028,00;

b. Koreksi atas Kompensasi BOT dari PT. AAA sebesar Rp10.000.000.000,00 dan dari PT. BBB sebesar Rp1.560.000.000,00;

Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara eksklusif untuk www.ortax.org dan TaxBase, 2022

(3)

Menurut Terbanding : bahwa sengketanya mengenai koreksi atas kompensasi Built Operate Transfer (BOT) dari PT AAA senilai Rp10.000.000.000,00 dan Built Operate Transfer (BOT) dari PT FFF senilai Rp1.560.000.000,00. Kompensasi Built Operate Transfer (BOT) ini Terbanding koreksi mengacu pada ketentuan dalam Undang-Undang PPN mengenai apa definisi jasa, kemudian Terbanding juga melihat pada Undang-Undang PPN di mana ada negatif list terkait dengan jasa yang bukan BKP.

Berdasarkan ketentuan tersebut, atas jasa yang diserahkan Pemohon Banding kepada PT AAA dan PT FFF termasuk dalam jasa yang merupakan objek PPN;

Menurut Pemohon : bahwa menurut Terbanding kompensasi BOT merupakan sebagai objek PPN karena kompensasi BOT tidak termasuk pada PPN yang dikecualikan. Karena tidak termasuk yang dikecualikan maka menurut Terbanding atas kompensasi BOT menjadi objek PPN. Namun Terbanding tidak dapat menunjukkan secara pasti pada pasal yang mana di Undang-Undang PPN yang menyatakan kompensasi BOT sebagai objek PPN;

Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara eksklusif untuk www.ortax.org dan TaxBase, 2022

(4)

Menurut Majelis : a. PT AAA sebesar Rp. 10.000.000.000,00

bahwa menurut Terbading terdapat penyerahan hak sesuai akta perjanjian Built Operate and Transfer (BOT) yaitu Akta Nomor 141 tanggal 13 Mei 2004 dengan Penerima Hak BOT adalah PT AAA, dan atas penyerahan hak tersebut pada tahun 2011 Pemohon Banding menerima pembayaran berupa kompensasi BOT sebesar Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) dari PT AAA. Atas kompensasi BOT tahun 2011 tidak termasuk dalam negative list sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 144 Tahun 2000 sehingga merupakan objek PPN;

bahwa pengertian BOT berdasarkan ketentuan Pasal (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 248/KMK.04/1995 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan Terhadap Pihak-Pihak Yang Melakukan Kerjasama Dalam Bentuk Perjanjian Bangun Guna Serah (Build Operate and Transfer) adalah :

Bangun Guna Serah ("Built Operate and Transfer") adalah bentuk perjanjian kerjasama yang dilakukan antara pemegang hak atas tanah dengan investor, yang menyatakan bahwa pemegang hak atas tanah memberikan hak kepada investor untuk mendirikan bangunan selama masa perjanjian bangun guna serah (BOT), dan mengalihkan kepemilikan bangunan tersebut kepada pemegang hak atas tanah setelah masa guna serah berakhir.;

bahwa pengertian BOT berdasarkan ketentuan Pasal 1.1 Akta Perjanjian Pembangunan, Pemilikan, Pengelolaan, dan Penyerahan Kembali Tanah, Gedung & Fasilitas Penunjang berdasarkan Notaris CCC, SH., MSi Nomor 141 tanggal 13 Mei 2004 antara PT DDDselaku pemilik Sertifikat HGB Nomor 3494/Menteng seluas 32.820 m2 dan Sertifikat HGB Nomor 367/Kebon Melati seluas 28.690 m2, PT EEE sebagai pelaksana pengembangan kawasan Hotel Indonesia dan Hotel Inna Wisata berdasarkan surat Menteri BUMN Nomor S-136/MBU/2004 tanggal 10 Maret 2004 dan PT AAA, suatu perusahaan yang terkait dengan PT EEE yang berusaha di bidang perhotelan, resor, pusat perbelanjaan, pusat perkantoran, apartemen dan usaha terkait lainnya, merupakan perusahaan yang ditunjuk oleh PT EEE selaku Penerima Hak BOT adalah :

BOT adalah cara pemanfaatan tanah dengan penyerahan penggunaan tanah oleh HIN kepada Penerima Hak BOT dan untuk selanjutnya memberikan ijin dan wewenang kepada Penerima Hak BOT untuk mengajukan permohonan sertifikat HGB di atas HPL atas tanah tersebut kepada instansi yang berwenang dan kemudian mengajukan permohonan sesuatu hak termasuk tetapi tidak terbatas pada Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun atas nama Penerima Hak BOT dengan disertai pendirian bangunan dan pengelolaan Gedung dan Fasilitas Penunjang secara komersial oleh Penerima Hak BOT dengan kewajiban untuk melakukan pembayaran kompensasi tetap sebagaimana dimaksud Pasal 11 Perjanjian ini kepada HIN, untuk kemudian menyerahkan kembali Gedung dan Fasilitas Penunjang kepada HIN setelah lewatnya jangka waktu tertentu sesuai Perjanjian ini;

bahwa berdasarkan Pasal 11 angka 11.1 Perjanjian a quo Pemohon Banding menerima pembayaan kompensasi sehubungan dengan diberikannya hak yang diatur dalam Perjanjian tersebut di atas oleh DDD kepada Penerima Hak BOT (dalam hal ini PT AAA) sebagai berikut :

a. Periode tahun 2004 sampai dengan 2012 sebesar Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) per tahun;

b. Periode tahun 2013 sampai dengan 2017 sebesar Rp11.000.000.000,00 (sebelas milyar rupiah ) per tahun;

c. Periode tahun 2018 sampai dengan 2022 sebesar Rp12.000.000.000,00 (dua belas milyar rupiah) per tahun;

d. Periode tahun 2023 sampai dengan 2027 sebesar Rp13.000.000.000,00 (tiga belas milyar rupiah) per tahun;

e. Periode tahun 2028 sampai dengan 2032 sebesar Rp14.000.000.000,00 (empat belas milyar rupiah) per tahun;

f. Periode tahun 2033 sebesar Rp15.000.000.000,00 (lima belas milyar rupiah) per tahun;

bahwa latar belakang Pemohon Banding melakukan kerjasama BOT dengan Mitra Strategis adalah karena keterbatasan sumber dana internal yang dimiliki serta keterbatasan dalam penggalangan sumber dana eksternal, maka alternatif yang dilakukan adalah dengan melibatkan mitra strategis untuk bekerjasama melakukan pengembangan unit-unit Pemohon Banding;

bahwa alasan yang mendasari upaya melibatkan mitra strategis di dalam program pengembangan dengan pola BOT adalah sebagai berikut:

1. Tidak ada penjualan atau pengalihan Aktiva Perusahaan dalam bentuk Tanah atau Bangunan;

2. Tidak ada penjualan Saham Perusahaan, Pemohon Banding tetap 100% dimiliki oleh Pemerintah RI;

3. Pemohon Banding mendapatkan produk yang layak operasi pada saat berakhirnya masa kerjasama BOT, tanpa harus mengeluarkan dana untuk investasi;

4. Pemohon Banding mendapatkan Kompensasi Tahunan selama masa kerjasama BOT, yang setara atau melebihi Laba Usaha (PBT) pada saat ini;

5. Pemohon Banding dibebaskan dari resiko operasional dan resiko keuangan, karena operasional dilakukan sepenuhnya oleh mitra strategis dan pembayaran kompensasi tahunan bersifat tetap (fixed guaranted payment) dan tidak tergantung dari hasil operasi atau kinerja unit yang bersangkutan;

6. Citra dari Hotel yang dikerjasamakan akan kembali meningkat demikian pula citra Pemohon Banding secara keseluruhan. Misalnya, Hotel Indonesia dengan AAA akan kembali menjadi Hotel ternama yang menjadi kebanggaan (landmark) kota Jakarta dan Bangsa Indonesia sebagaimana pada awal pendiriannya;

7. Pada akhir periode kerjasama BOT, seluruh tanah dan bangunan akan dikembalikan kepada Pemohon Banding dalam keadaan layak secara teknis maupun operasional;

8. Kondisi pariwisata yang masih berflukstuasi karena belum stabilnya kondisi politik dan keamanan di Indonesai seperti Bom Bali dan berbagai kerusuhan di wilayah Indonesia serta terjadinya beberapa wabah penyakit seperti SARS dan Flu Burung yang melanda kawasan Asia dimana semua faktor tersebut telah meningkatkan resiko bisnis dibidang pariwisata;

bahwa menurut pendapat Majelis berdasarkan pengertian BOT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1.1 Akta Perjanjian Pembangunan, Pemilikan, Pengelolaan, dan Penyerahan Kembali Tanah, Gedung & Fasilitas Penunjang tersebut di atas maka dalam perjanjian BOT tersebut dapat diketahui beberapa hal sebagai berikut :

1. Dalam transaksi BOT ini atas tanah milik Pemohon Banding oleh Penerima Hak BOT dapat dimanfaatkan atau dipakai untuk pelaksanaan pembangunan dan pengelolaan gedung & fasilitas penunjang secara komersial;

bahwa menurut pendapat Majelis pemanfaatan atau pemakaian tanah Pemohon Banding oleh Penerima Hak BOT tidak dalam kaitannya penyerahan hak atas tanahnya dan penyerahan penggunaan tanah oleh Pemohon Banding kepada Penerima Hak BOT dalam kerjasama BOT ini tidak memenuhi penyerahan sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a Undang-undang PPN dimana dalam penjelasan ketentuan tersebut dinyatakan bahwa :

Penyerahan barang yang dikenai pajak harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

a. barang berwujud yang diserahkan merupakan Barang Kena Pajak;

b. barang tidak berwujud yang diserahkan merupakan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud;

c. penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean; dan

d. penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya.

bahwa kegiatan usaha Pemohon Banding adalah di bidang jasa perhotelan bukannya di bidang pembangunan gedung dan fasilitas penunjangnya.

2. Dalam transaksi BOT ini Penerima Hak BOT dapat mengajukan permohonan sertifikat HGB di atas HPL atas tanah tersebut kepada instansi yang berwenang;

bahwa menurut pendapat Majelis mengajukan permohonan sertifikat HGB di atas HPL atas tanah milik Pemohon Banding oleh Penerima Hak BOT tidak dalam kaitannya dengan penyerahan hak atas tanahnya karena sesuai dengan ketentuan Pasal 35 ayat (1) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) dinyatakan bahwa “ Hak guna bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun.”;

bahwa salah satu asas yang dikenal dalam UUPA adalah Asas Pemisahan Horizontal (horizontale scheidings beginsel), yaitu suatu asas yang memisahkan antara pemilikan hak atas tanah dengan benda-benda atau bangunan-bangunan yang ada diatasnya. Asas ini merupakan kebalikan dari asas vertical (verticale scheidings beginsel ) atau asas perlekatan yaitu suatu asas yang menyatakan segala apa yang melekat pada suatu benda atau yang merupakan satu tubuh dengan kebendaan itu dianggap menjadi satu dengan benda iu artnya dala sas ini tidak ada pemisahan antara pemilikan hak atas tanah dengan benda-benda atau bangunan-bangunan yang ada diatasnya. Hal ini dapat dilihat antara lain pada ketentuan Pasal 35 ayat (1) UUPA sebagaimana tersebut di atas;

bahwa penerapan asas pemisahan horisontal juga dapat dilihat dalam Pasal 44 UUPA yang mengatur tentang Hak Sewa Untuk Bangunan, yang menentukan bahwa seseorang atau suatu Badan hukum dapat mempergunakan tanah milik orang lain untuk keperluan bangunan dengan membayar kepada pemilik tanahnya sejumlah uang sebagai sewanya. Kondisi ini akan menyebabkan kepemilikan bangunan dan tanahnya berada dalam subyek yang berbeda. Kepemilikan hak atas tanah tidak dengan sendirinya meliputi bangunan dan tanaman yang ada di atasnya, dan sebaliknya;

3. Dalam transaksi BOT ini Penerima Hak BOT dapat mengajukan permohonan sesuatu hak termasuk tetapi tidak terbatas pada Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun atas nama Penerima Hak BOT;

bahwa menurut pendapat Majelis pengajuan permohonan sesuatu hak termasuk tetapi tidak terbatas pada Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun atas nama Penerima Hak BOT oleh Penerima Hak BOT tidak dalam kaitannya dengan penyerahan hak atas tanah milik Pemohon Banding. Mengenai kepemilikan atas satuan rumah susun, bentuk kepemilikan yang dikenal adalah Sertifikat Hak Milik atas Rumah Susun (“SHMRS”) diatur dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun. SHMRS adalah bentuk kepemilikan yang diberikan terhadap pemegang hak atas Rumah Susun. Bentuk Hak milik atas rumah susun ini harus dibedakan dengan jenis hak milik terhadap rumah dan tanah pada umumnya. Ketentuan Pasal 46 Undang-undang a quo menyatakan bahwa

“Hak kepemilikan atas satuan rumah susun merupakan hak milik atas satuan rumah susun yang bersifat perseorangan yang terpisah dengan hak bersama atas bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama.”

bahwa menurut Terbanding kegiatan penyerahan hak-hak atau kewenangan dalam rangka pemanfaatan tanah milik Pemohon Banding kepada Penerima Hak BOT adalah termasuk kriteria jasa sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 5 Undang-Undang PPN;

bahwa pada Pasal 1 angka 5 Undang-undang PPN dinyatakan :

Jasa adalah setiap kegiatan pelayanan yang berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang, fasilitas, kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan;

bahwa pengertian jasa menurut beberapa ahli adalah sebagai berikut :

1. CB, Jasa ialah suatu proses yang terdiri dari serangkaian aktivitas intangible yang terjadi antara pelanggan dan pegawai jasa yang disediakan sebagai solusi atas masalah dari pelanggan.

2. BC, Jasa adalah suatu tindakan dan interaksi yang berupa kontak sosial antara produsen dengan konsumen yang lebih dari sekedar hasil suatu yang tidak terhalang.

3. CD, Jasa ialah aktivitas ekonomi yang mempunyai nilai atau manfaat intangible yang berkaitan dengannya, melibatkan interaksi dengan konsumen atau dengan barang milik tapi tidak menghasilkan transfer kepunyan atau kepemilikan.

4. DC, Jasa adalah suatu tindakan yang ditawarkan oleh satu pihak ke pihak lain yang bersifat abstrak atau tak berwujud dan tidak menyebabkan perpindahan kepemilikan.;

bahwa berdasarkan pengertian jasa sebagaimana yang dikemukakan oleh para ahli sebagaimana tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa Secara etimologis, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dinyatakan arti pelayanan antara lain ialah ”usaha melayani kebutuhan orang lain dengan memperoleh imbalan (uang)”. Pelayanan pada dasarnya adalah kegiatan yang ditawarkan kepada konsumen atau pelanggan yang dilayani, yang bersifat tidak berwujud dan tidak dapat dimiliki;

bahwa penyerahan jasa yang terutang Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (1) huruf c Undang-undang PPN sebagaimana yang dinyatakan dalam penjelasannya adalah :

Penyerahan jasa yang terutang pajak harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

a. jasa yang diserahkan merupakan Jasa Kena Pajak;

b. penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean; dan

c. penyerahan dilakukan dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.

bahwa menurut pendapat Majelis kerjasama BOT antara Pemohon Banding dengan Mitra Strategis dalam hal ini PT AAA sebagai Penerima Hak BOT bukan merupakan penyerahan jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 5 jo. Pasal 4 ayat (1) huruf c Undang-undang PPN, karena kegiatan usaha Pemohon Banding adalah di bidang jasa perhotelan sedangkan kerjasama BOT tersebut berkaitan dengan pendirian bangunan dan pengelolaan Gedung dan Fasilitas Penunjang secara komersial oleh Penerima Hak BOT dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan yang telah diperjanjikan, sehingga atas transaksi tersebut tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai;

bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 11 Perjanjian BOT a quo pada tahun 2011 kepada Pemohon Banding dibayarkan kompensasi sehubungan dengan diberikannya hak yang diatur dalam Perjanjian tersebut sebesar Rp. 10.000.000.000,00;

bahwa menurut pendapat Terbanding sebagaimana disampaikan dalam penjelasan tertulis berupa tanggapan Terbanding atas data dan dokumen pendukung yang disampaikan Pemohon Banding pada sidang tanggal 26 Mei 2015 antara lain adalah : bahwa penghasilan yang diterima pemegang Hak atas tanah dalam perjanjian BOT dalam bentuk sebagai berikut:

a. Pembayaran berkala berupa kompensasi tetap yang akan naik besarannya dalam periode tertentu selama masa perjanjian BOT.

b. Penghasilan berupa biaya penggantian pendapatan atas pemanfaatan tanah;

Apapun namanya pada dasarnya penghasilan tersebut adalah bagian dari pembayaran atas sewa tanah yang dimiliki oleh Pemohon Banding;

bahwa menurut pendapat Majelis karena penghasilan Pemohon Banding sebagaimana dimaksud di atas merupakan penghasilan yang berkaitan dengan transaksi BOT yang secara substansi bukan merupakan penyerahan jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 5 jo. Pasal 4 ayat (1) huruf c Undang-undang PPN, maka atas penghasilan tersebut tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai;

bahwa berdasarkan uraian sebagaimana dikemukakan di atas maka Majelis berpendapat tidak mempertahankan koreksi kompensasi dalam rangka Build Operate and Transfer (BOT) PT AAA sebesar Rp. 10.000.000.000,00 yang dilakukan Terbanding;

b. PT BBB sebesar Rp, 1.560.000.000,00

bahwa menurut Terbading terdapat penyerahan hak sesuai akta perjanjian Built Operate and Transfer (BOT) yaitu Akta Nomor 6 tanggal 14 Juli 2004 dengan Penerima Hak BOT adalah PT BBB, dan atas penyerahan hak tersebut pada tahun 2011 Pemohon Banding menerima pembayaran berupa kompensasi BOT sebesar Rp. 1.560.000.000,00 (satu milyar lima ratus enam puluh ribu rupiah) dari PT BBB Atas kompensasi BOT tahun 2011 tidak termasuk dalam negative list sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 144 Tahun 2000 sehingga merupakan objek PPN;

bahwa pengertian BOT berdasarkan ketentuan Pasal (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 248/KMK.04/1995 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan Terhadap Pihak-Pihak Yang Melakukan Kerjasama Dalam Bentuk Perjanjian Bangun Guna Serah (Build Operate and Transfer) adalah :

Bangun Guna Serah ("Built Operate and Transfer") adalah bentuk perjanjian kerjasama yang dilakukan antara pemegang hak atas tanah dengan investor, yang menyatakan bahwa pemegang hak atas tanah memberikan hak kepada investor untuk mendirikan bangunan selama masa perjanjian bangun guna serah (BOT), dan mengalihkan kepemilikan bangunan tersebut kepada pemegang hak atas tanah setelah masa guna serah berakhir.;

bahwa pengertian BOT menurut akta perjanjian penggunaan dan/atau pemanfaatan tanah dengan cara bangun guna serah (BOT) Nomor 6 tanggal 14 Juli 2004 antara Pemohon Banding dan PT BBB adalah suatu bentuk kerja sama yang memberikan kewenangan kepada PT KCB sebagai mitra strategis untuk membangun, menggunakan, dan mengelola objek kerjasama selama jangka waktu tertentu dengan memberikan pembagian pendapatan tertentu kepada Pemohon Banding, di mana pada akhir jangka waktu kerjasama PT KCB berkewajiban untuk menyerahkan kembali objek kerja sama kepada Pemohon Banding;

bahwa selanjutnya dalam Pasal 7 angka 7.2.1 Akta Nomor 6 tahun 2004 tersebut diatur bahwa Pembayaran Kompensasi dan Pembayaran Penggantian Pendapatan yang harus dibayarkan selama Masa Pengelolaan dan Penghasilan PT KCB kepada Pemohon Banding sebagai berikut:

a. Tahun 2004 Rp1.500.000.000,00 (satu milyar lima ratus juta rupiah);

b. Tahun 2005 - 2008 Rp1.500.000.000,00 (satu milyar lima ratus juta rupiah) per tahun;

c. Tahun 2009 - 2013 Rp1.560.000.000,00 (satu milyar lima ratus enam puluh juta rupiah) per tahun;

d. Tahun 2014 - 2018 Rp1.620.000.000,00 (satu milyar enam ratus dua puluh juta rupiah) per tahun;

e. Tahun 2019 - 2023 Rp1.680.000.000,00 (satu milyar enam ratus delapan puluh juta rupiah) per tahun;

f. Tahun 2024 - 2028 Rp1.740.000.000,00 (satu milyar tujuh ratus empat puluh juta rupiah) per tahun;

bahwa latar belakang Pemohon Banding melakukan kerjasama BOT dengan Mitra Strategis adalah karena keterbatasan sumber dana internal yang dimiliki serta keterbatasan dalam penggalangan sumber dana eksternal, maka alternatif yang dilakukan adalah dengan melibatkan mitra strategis untuk bekerjasama melakukan pengembangan unit-unit Pemohon Banding;

bahwa alasan yang mendasari upaya melibatkan mitra strategis di dalam program pengembangan dengan pola BOT adalah sebagai berikut:

1. Tidak ada penjualan atau pengalihan Aktiva Perusahaan dalam bentuk Tanah atau Bangunan;

2. Tidak ada penjualan Saham Perusahaan, Pemohon Banding tetap 100% dimiliki oleh Pemerintah RI;

3. Pemohon Banding mendapatkan produk yang layak operasi pada saat berakhirnya masa kerjasama BOT, tanpa harus mengeluarkan dana untuk investasi;

4. Pemohon Banding mendapatkan Kompensasi Tahunan selama masa kerjasama BOT, yang setara atau melebihi Laba Usaha (PBT) pada saat ini;

5. Pemohon Banding dibebaskan dari resiko operasional dan resiko keuangan, karena operasional dilakukan sepenuhnya oleh mitra strategis dan pembayaran kompensasi tahunan bersifat tetap (fixed guaranted payment) dan tidak tergantung dari hasil operasi atau kinerja unit yang bersangkutan;

6. Citra dari Hotel yang dikerjasamakan akan kembali meningkat demikian pula citra Pemohon Banding secara keseluruhan. Misalnya, Hotel Indonesia dengan AAA akan kembali menjadi Hotel ternama yang menjadi kebanggaan (landmark) kota Jakarta dan Bangsa Indonesia sebagaimana pada awal pendiriannya;

7. Pada akhir periode kerjasama BOT, seluruh tanah dan bangunan akan dikembalikan kepada Pemohon Banding dalam keadaan layak secara teknis maupun operasional;

8. Kondisi pariwisata yang masih berflukstuasi karena belum stabilnya kondisi politik dan keamanan di Indonesai seperti Bom Bali dan berbagai kerusuhan di wilayah Indonesia serta terjadinya beberapa wabah penyakit seperti SARS dan Flu Burung yang melanda kawasan Asia dimana semua faktor tersebut telah meningkatkan resiko bisnis dibidang pariwisata;

bahwa menurut Terbanding kegiatan penyerahan hak-hak atau kewenangan dalam rangka pemanfaatan tanah milik Pemohon Banding kepada Penerima Hak BOT adalah termasuk kriteria jasa sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 5 Undang-Undang PPN;

bahwa pada Pasal 1 angka 5 Undang-undang PPN dinyatakan :

Jasa adalah setiap kegiatan pelayanan yang berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang, fasilitas, kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan;

Secara etimologis, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dinyatakan arti pelayanan antara lain ialah ”usaha melayani kebutuhan orang lain dengan memperoleh imbalan (uang)”. Pelayanan pada dasarnya adalah kegiatan yang ditawarkan kepada konsumen atau pelanggan yang dilayani, yang bersifat tidak berwujud dan tidak dapat dimiliki;

bahwa penyerahan jasa yang terutang Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (1) huruf c Undang-undang PPN sebagaimana yang dinyatakan dalam penjelasannya adalah :

Penyerahan jasa yang terutang pajak harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

a. jasa yang diserahkan merupakan Jasa Kena Pajak;

b. penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean; dan

c. penyerahan dilakukan dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.;

bahwa menurut pendapat Majelis kerjasama BOT antara Pemohon Banding dengan Mitra Strategis dalam hal ini PT BBB sebagai Penerima Hak BOT bukan merupakan penyerahan jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 5 jo. Pasal 4 ayat (1) huruf c Undang-undang PPN, karena kegiatan usaha Pemohon Banding adalah di bidang jasa perhotelan sedangkan kerjasama BOT tersebut berkaitan dengan membangun, menggunakan, dan mengelola objek kerjasama oleh Penerima Hak BOT dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan yang telah diperjanjikan, sehingga atas transaksi tersebut tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai;

bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 7 angka 7.2.1 Akta Perjanjian BOT a quo pada tahun 2011 kepada Pemohon Banding dibayarkan penggantian pendapatan atas pemanfaatan tanah yang diatur dalam Perjanjian tersebut sebesar Rp. 1.560.000.000,00;

bahwa menurut pendapat Terbanding sebagaimana disampaikan dalam penjelasan tertulis berupa tanggapan Terbanding atas data dan dokumen pendukung yang disampaikan Pemohon Banding pada sidang tanggal 26 Mei 2015 antara lain adalah : bahwa penghasilan yang diterima pemegang Hak atas tanah dalam perjanjian BOT dalam bentuk sebagai berikut:

a. Pembayaran berkala berupa kompensasi tetap yang akan naik besarannya dalam periode tertentu selama masa perjanjian BOT.

b. Penghasilan berupa biaya penggantian pendapatan atas pemanfaatan tanah;

Apapun namanya pada dasarnya penghasilan tersebut adalah bagian dari pembayaran atas sewa tanah yang dimiliki oleh Pemohon Banding;

bahwa menurut pendapat Majelis karena penghasilan Pemohon Banding sebagaimana dimaksud di atas merupakan penghasilan yang berkaitan dengan transaksi BOT yang secara substansi bukan merupakan penyerahan jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 5 jo. Pasal 4 ayat (1) huruf c Undang-undang PPN, maka atas penghasilan tersebut tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai;

bahwa berdasarkan uraian sebagaimana dikemukakan di atas maka Majelis berpedapat antara tidak mempertahankan koreksi biaya penggantian pendapatan dalam rangka Build Operate and Transfer (BOT) PT BBB sebesar Rp, 1.560.000.000,00 yang dilakukan Terbanding;

bahwa dengan demikiansecara keseluruhan Majelis berpendapat untuk tidak mempertahankan koreksi DPP PPN berupa Penyerahan yang PPN nya harus dipungut/dibayar sendiri sebesar Rp.12.490.893.028,00 yang dilakukan Terbanding;

Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara eksklusif untuk www.ortax.org dan TaxBase, 2022

(5)

Menimbang : bahwa dalam sengketa banding ini tidak terdapat sengketa mengenai tarif pajak;

Menimbang : bahwa dalam sengketa banding ini tidak terdapat sengketa mengenai sanksi administrasi, kecuali bahwa besarnya sanksi administrasi tergantung pada penyelesaian sengketa lainnya;

Menimbang : bahwa atas hasil pemeriksaan dalam persidangan, Majelis berkesimpulan untuk mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding, sehingga Dasar Pengenaan Pajak dihitung kembali menjadi sebagai berikut :

DPP :Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri menurut Terbanding...

Koreksi yang tidak dapat dipertahankan ...

DPP :Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri menurut Majelis...

Rp 12.490.893.028,00 Rp 12.490.893.028,00 Rp 0,00;

Mengingat : Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, dan ketentuan perundang- undangan lainnya serta peraturan hukum yang berlaku dan yang berkaitan dengan perkara ini;

Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara eksklusif untuk www.ortax.org dan TaxBase, 2022

(6)

Memutuskan : Mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-1538/WPJ.19/2014 tanggal 21 Juli 2014, tentang Keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak Desember 2011 Nomor 00110/207/11/093/13 tanggal 26 April 2013, atas nama: PT Perusahaan Perseroan (Persero) XXX, dengan perhitungan menjadi sebagai berikut :

Dasar Pengenaan Pajak :

- Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri ...

- Penyerahan yang PPN-nya dipungut oleh pemungut PPN ...

Jumlah seluruh penyerahan ...

Perhitungan PPN Kurang Bayar :

- Pajak keluaran yang dipungut/dibayar sendiri ...

- Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan ...

Jumlah perhitungan PPN kurang bayar

Kelebihan pajak yang sudah dikompensasikan Ke Masa Pajak berikutnya ...

PPN Kurang/(Lebih) Bayar ...

Sanksi Bunga ...

Sanksi Kenaikan ...

Jumlah PPN yang masih harus dibayar ...

Rp - Rp - Rp - Rp - Rp -

Rp - Rp - Rp - Rp - Rp -

Demikian diputus di Jakarta pada hari Selasa tanggal 4 Agustus 2015 berdasarkan musyawarah Majelis XIIIA Pengadilan Pajak, dengan susunan Majelis dan Panitera Pengganti sebagai berikut :

1. AA, S.H., M.M. ... sebagai Hakim Ketua, 2. BB, S.H., M.PKN. ... sebagai Hakim Anggota, 3. CC, Ak., M.M, C.A. ... sebagai Hakim Anggota, yang dibantu oleh:

Dra. DD, M.M. ... sebagai Panitera Pengganti,

dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum oleh Hakim Ketua pada hari Kamis tanggal 28 Januari 2016 dengan dihadiri oleh para Hakim Anggota, Panitera Pengganti dan Pemohon Banding serta tidak dihadiri oleh Terbanding.

Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara eksklusif untuk www.ortax.org dan TaxBase, 2022

Referensi

Dokumen terkait

bahwa terkait alasan Pemohon Banding yang menyatakan bahwa kaolin tidak termasuk barang yang atas penyerahannya terutang Pajak Pertambahan Nilai, Majelis berpendapat bahwa sengketa

bahwa sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan No.40/PMK.03/2010 tentang tatacara perhitungan, pemungutan, penyetoran dan pelaporan PPN atas pemanfaatan barang kena pajak tidak

Bahwa berkenaan dengan amar pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang tertuang dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put.24384/PP/M.IV/16/2010 tanggal 30 Juni 2010 tersebut

Bahwa didalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.54710/PP/M.IIB/16/2014 tanggal 17 Juli 2014 telah terdapat kekhilafan Majelis Hakim karena dalam putusannya Majelis Hakim

bahwa sesuai ketentuan Pasal 4 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana

2 Bahwa berkenaan dengan amar pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang tertuang dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.39906/ PP/M.XI/25/2012 tanggal 30 Agustus 2012,

bahwa Surat Gugatan Nomor 002/Pajak/Vll/20 tanggal 8 Juli 2020, diterima di Sekretariat Pengadilan Pajak pada hari Senin tanggal 13 Juli 2020 (tanggal cap pos 10 Juli 2020),

Bahwa setelah Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) membaca, meneliti dan mempelajari lebih lanjut atas Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.36702/PP/M.I/16/2012 tanggal