• Tidak ada hasil yang ditemukan

The Form and Meaning of Using Metaphors in Rusdin Tompo's Anthology of Mantera Cinta Poems (Stylistic Studies)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "The Form and Meaning of Using Metaphors in Rusdin Tompo's Anthology of Mantera Cinta Poems (Stylistic Studies)"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

The Form and Meaning of Using Metaphors in Rusdin Tompo's Anthology of Mantera Cinta Poems (Stylistic Studies)

Dita Herlina Putri1, Nensilianti2, Faisal3

Faculty of Language and Literature, Universitas Negeri Makassar E-mail: [email protected]

Abstract.This The Use of Metaphors in the Anthology of Mantera Cinta Poems by Rusdin Tompo (Stylistic Studies). This study aims to describe the form and meaning of the metaphors contained in the anthology of the analyzed poetry. This research is descriptive qualitative. The data used are words or groups of words that are shown as metaphors in the anthology of the poem Mantera Cinta by Rusdin Tompo. The data source used is the Anthology of Mantera Cinta Poetry by Rusdin Tompo. The approach used is Stylistics.

The results of this study indicate that there are 3 out of 6 forms of using metaphors according to Enkvist, namely packages that wrap the core of pre-existing thoughts, choices between various existing statements, and deviations from norms and rules. The meaning contained in each poem was analyzed according to a keraf view. Based on this, it was found that the meaning of the use of metaphors in the poetry contained in Rusdin Tompo's anthology is an indirect meaning, then the dominant meaning of poetry is more directed to a man's love for his lover.

Keywords: Metaphor, Stylistics, and Poetry https://ojs.unm.ac.id/insight/index

This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial 4.0 International License.

(2)

PENDAHULUAN

Sastra adalah salah satu bentuk karya seni yang tidak lepas dari unsur estetik didalamnya. Perwujudan keindahan dalam karya sastra berbeda dengan karya seni lainnya. Jika keindahan dalam karya seni lain bisa langsung diamati melalui bentuknya, maka tidak demikian halnya dengan karya sastra. Sastra tidak hanya dapat memancarkan keindahan dalam bentuknya, tetapi yang lebih penting dapat memancarkan keindahan dari bahasa yang digunakannya.

Wujud karya sastra yang paling menonjol dari penggunaan bahasa yakni puisi.

Puisi termasuk deretan kata yang ditulis penyair untuk mengungkapkan pikiran, ide, dan perasaannya sehingga pembaca dapat memahami serta menikmati pesan yang diungkapkan dalam puisinya (Juwati, 2017). Bahasa yang digunakan penyair dalam puisi cenderung lebih singkat dari karya sastra lainnya namun terdapat makna yang luas. Dalam penciptaanya, penyair tentunya melakukan berbagai cara untuk membuat puisinya berkesan biasanya dengan menimbulkan nuansa keindahan dalam puisi tersebut.

Metafora pertama-tama dibentuk berdasarkan perbandingan atau persamaan yaitu membandingkan sesuatu dengan sesuatu hal yang lain, berarti mencoba menemukan ciri-ciri yang menunjukkan kesamaan antara kedua hal tersebut (Keraf, 2009:139-140). Dengan hadirnya metafora pembaca dapat melihat sesuatu yang sering dijumpai tetapi dari sudut pandang terkini (Ray, 2019). Metafora menjadi salah satu pilihan utama dari berbagai bahasa yang mendukung keunikan puisi, yaitu memiliki makna tersirat, sehingga metafora merupakan hal yang tidak terpisahkan dalam puisi dalam penerapannya.

Pemanfaatan metafora dalam puisi membutuhkan penafsiran untuk memahami maksud dari penyair yang disampaikan secara tersirat. Berdasarkan hal tersebut, penggunaan metafora sebagai hal yang dapat memperindah puisi menjadi suatu hal yang menarik untuk dianalisis. Teori sastra yang mengkaji metafora dalam sebuah karya ialah stilistika. Stilistika merupakan kajian terhadap pemilihan bahasa yang berkaitan dengan unsur keindahan. Peran kajian stilistika yakni menunjukkan unsur-unsur suatu teks yang bersatu membentuk suatu pesan (Nugraha, 2017). Stilistika berfungsi melihat seberapa jauh penyair menggunakan tanda-tanda linguistik untuk mendapatkan efek tertentu agar dapat menjelaskan hubungan bahasa dan bentuk-bentuk estetis (Nurgiyantoro, 2014:

202). Hasil dari penelitian stilistika akan memperkaya pengetahuan dan pemahaman pembaca tentang bahasa serta pemanfaatannya dalam karya sastra.

Terdapat beberapa bentuk dan makna penggunaan metafora dalam antologi puisi karya Rusdin Tompo sehingga pada penelitian ini mengangkat teori Stilistika menurut Enkvist untuk mengkaji bentuk penggunaan dan teori Keraf untuk mengkaji makna yang terdapat dalam antologi puisi mantera cinta karya Rusdin Tompo. Enkvist mengemukakan enam bentuk penggunaan gaya bahasa, yaitu (Enkvist (dalam Junus, 1989: 75-77): (1) Bungkus yang membungkus inti pemikiran atau pernyataan yang telah ada sebelumnya, Enkvist mengambil pengertian dari Stendhal yang mengatakan adanya suatu pikiran yang

(3)

lebih dulu yang kemudian diucapkan dengan cara tertentu, atau dibungkus dengan cara tertentu. Dengan kata lain, pikiran lebih dulu daripada bungkusan atau cara penyampaiannya. (2) Pilihan atas berbagai pernyataan yang mungkin, yaitu gaya melibatkan pilihan atas kemungkinan yang disediakan oleh bahasa. Persoalan pilihan berhubungan dengan persoalan variasi dalam pembicaraan linguistik. (3) Sekumpulan ciri-ciri pribadi, yaitu gaya sebagai serangkaian ciri pribadi berarti ada sesuatu yang dianggap milik pribadi penulisnya. (4) Penyimpangan norma atau kaidah, yaitu gaya sebagai penyimpangan pada hakikatnya dianggap sebagai pemakaian bahasa yang berbeda pemakaian bahasa sehari-hari. (5) Sekumpulan ciri-ciri kolektif, Pada hakikatnya gaya dengan ciri kolektif atau gaya sosial harus dilihat dalam hubungan perbedaan kecenderungan antara penulis yang memberikan dan yang memberikan cap gaya sosial itu. dan (6) Hubungan antara satuan bahasa yang dinyatakan dalam teks yang lebih luas dari sebuah ayat, yaitu wacana sebagai pengucapan bahasa yang lebih besar dari satu ayat. Wacana tidak hanya penting karena ia merupakan tempat unsur bahasa yang digunakan dalam suasana tertentu, dan sesuai dengan hakikat stilistik yang berhubungan dengan penggunaan, tetapi ia juga penting karena ia sendiri dapat bertindak sebagai gaya.

Selain teori bentuk yang dikemukakan oleh enkvist, Keraf membagi gaya bahasa berdasarkan makna langsung dan tidak langsung. Makna merupakan suatu bagian dari sebuah kata yang memberikan penjelasan atau maksud dari kata tersebut. Makna langsung dari sebuah gaya bahasa adalah makna yang sama dengan penampilan fisik dari tuturannya. Makna tidak langsung adalah bentuk penyimpangan bahasa yang dapat menyebabkan tekanan, ornamen, humor, keseriusan, atau efek-efek emosional lainnya.

Metafora digunakan untuk mengantisipasi kekurangan manusia yang memiliki keterbatasan dalam membahasakan sesuatu. Pengkajian stilistika dalam karya sastra biasanya dimaksudkan untuk menerangkan hubungan bahasa dengan fungsi artistik dan maknanya dalam sebuah teks sastra. Dengan kata lain, kajian stilistika dimaksudkan untuk menjelaskan fungsi keindahan penggunaan bentuk kebahasaan tertentu (Nurgiantoro, 2014: 76).

Adapun karya sastra yang akan diteliti dalam penelitian ini yaitu antologi puisi Mantera Cinta karya Rusdin Tompo. Antologi puisi ini resmi diterbitkan pada tahun 2016 di Kabupaten Gowa, Makassar. Puisi-puisi dalam antologi ini ditulis menggunakan metafora-metafora yang sangat indah oleh pengarang untuk menengok perjalanan dan pengalaman dalam menemukan diri sebagai seorang penulis. Antologi puisi Mantera Cinta karya Rusdin Tompo menyimpan pesan yang ingin disampaikan oleh penulis melalui metafora-metafora yang disajikan secara menarik yang menjadi kekuatan sehingga memberikan efek tersendiri bagi pembaca.

Antologi puisi Mantera Cinta karya Rusdin Tompo dipilih oleh peneliti sebagai objek kajian dalam penelitian ini karena beberapa alasan, pertama yaitu dalam kata-kata yang terdapat dalam puisi biasanya mengandung banyak metafora yang kemudian

(4)

berpeluang besar untuk diteliti bentuk, makna dan efek estetik dari penggunaan metafora tersebut, yang kedua yaitu antologi puisi Mantera Cinta ini merupakan karya penulis daerah Makassar yang termasuk terbitan baru, dan yang ketiga karena dalam antolologi puisi ini terdapat banyak penggunaan metafora dan belum pernah dilakukan penelitian menggunakan teori apapun.

Adapun penelitian sebelumnya yang relevan dengan penelitian ini yaitu Adapun penelitian relevan yang pertama yaitu oleh . Dina Muhriani dalam sebuah Skripsi (2017) penulis mendeskripsikan tentang penggunaan metafora dalam kumpulan cerpen. Penulis menemukan bahwa penggunaan metafora dalam kumpulan cerpen adalah untuk mempersingkat penuturan dan menghasilkan ketidakakuratan, sehingga pembaca dapat menghasilkan pemahaman dan penjelasan baru, dan dapat terjadi pada peristiwa lain.

Selain penggunaannya, penulis juga mendeskripsikan tentang efek dari penggunaan metafora pada kumpulan cerpen yaitu untuk menghadirkan unsur estetis atau keindahan, terdapat pula nilai rasa serta memberikan gambaran peristiwa yang lebih nyata.

Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Sri Agus dalam sebuah Skripsi (2019) penulis meneliti tentang metafora dalam antologi puisi Goenawan Mohammad menggunakan kajian stilistika. Dari penelitian tersebut, penulis mendeskripsikan mengenai metafora, fungsi metafora dan makna metafora dalam puisi Goenawan Mohammad. Kemudian penelitian serupa juga dilakukan oleh Demashetareza Nurendra dalam sebuah Jurnal (2020) penulis meneliti tentang nilai estetis pada puisi “Sajak Cinta” karya Mustofa Bisri menggunakan kajian stilistika. Dari penelitian tersebut, penulis mendeskripsikan nilai estetis dan makna dari puisi “Sajak Cinta” karya Mustofa Bisri dengan memfokuskan beberapa unsur yaitu: gaya bahasa, struktur kalimat, majas, citraan dan pola rima. Dari uraian penelitian tersebut, terlihat penelitian dengan objek penelitian Antologi Puisi Mantera Cinta karya Rusdin Tompo belum pernah dilakukan. Oleh karena itu, penelitian ini akan mengkaji bentuk dan makna metafora dalam antologi puisi Mantera Cinta karya Rusdin Tompo menggunakan teori stilistika.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian dalam penelitian ini adalah kualitatif bersifat deskriptif yang merupakan metode penelitian yang merepresentasikan pemahaman tentang naturalisme (fenomenologi) (Mulyadi, 2011). fokus penelitian ini yaitu metafora dari segi bentuk dan makna penggunaan metafora dalam antologi puisi Mantera Cinta karya Rusdin Tompo menggunakan kajian stilistika. Data dalam penelitian ini yaitu kata atau kelompok kata yang termasuk metafora dalamantologi puisi Mantera Cinta karya Rusdin Tompo. Teknik pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini yaitu teknik studi pustaka. Teknik ini terdiri dari teknik baca dan teknik catat. Teknik baca dilaksanakan dengan membaca dengan cermat referensi serta sumber data utama penelitian yaitu antologi puisi Mantera Cinta karya Rusdin Tompo. Teknik catat dilaksanakan setelah membaca sumber data utama yaiu antologi puisi Mantera Cinta karya Rusdin Tompo kemudian pencatatan

(5)

dilakukan dengan pengkodean terhadap korpus data yaitu kata atau kelompok kata yang termasuk metafora. Selanjutnya korpus data akan melalui tahap analisis data dengan memilah data yang sesuai dengan bentuk, makna, dan efek estetik yang dilakukan menggunakan teori stilistika. Kemudian instrumen penelitian dalam penelitian ini adalah peneliti itu sendiri.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan penelitian yang dilakukan peneliti menemukan bentuk dan penggunaan metafora sebanyak 3 bentuk dengan data sebanyak 16 data. Adapun 16 data yang yang telah dikategorikan, maka dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. Bungkus yang membungkus inti pemikiran yang telah ada sebelumnya

Pengertian gaya sebagai bungkusan, Enkvist mengambil pengertian dari Stendhal yang mengatakan adanya suatu pikiran yang lebih dulu yang kemudian diucapkan dengan cara tertentu, atau dibungkus dengan cara tertentu. Dengan kata lain, pikiran lebih dulu daripada bungkusan atau cara penyampaiannya. Disamping itu, gaya sebagai bungkusan membawa pada hubungannya penanda dan petanda. Jika pikiran lebih dulu daripada bungkusannya berarti petanda lebih dulu daripada penanda. Suatu penanda tidak mungkin ada atau tidak berarti jika tidak dibentuk melalui suatu petanda.

[Data 1]

Di fort Rotterdam Aku membayangkanmu

Berada di antar manuskrip sejarah Engkau tekun menyalin Lontara Berkisah tentang la galigo (Puisi DFR, 2014: 111).

Data 1 ini merupakan analogi dari kisah Colliq pujie yang merupakan perempuan bugis dari kabupaten barru yang menulis Lontara berkisah la galigo. Dapat dilihat pada larik engkau tekun menyalin Lontara sudah jelas bahwa larik tersebut merupakan penggambaran peristiwa yang dialami oleh Colliq Pujie yang menulis Lontara bugis kemudian dipertegas pada larik selanjutnya yaitu berkisah tentang La Galigo dengan adanya larik tersebut maka penulis sangat yakin bahwa pada data 28 ini merupakan peristiwa yang sama dengan peristiwa dengan kisah Colliq Pujie. Metafora menjadi modus berpikir dengan menyamakan suatu peristiwa dengan peristiwa lain. Berdasarkan hal tersebut maka data 1 ini merupakan bentuk penggunaan gaya bahasa yakni bungkus yang membungkus inti pemikiran yang telah ada sebelumnya.

Adapun makna dari larik di fort Rotterdam bermakna sebuah tempat bersejarah yang ada di makassar yaitu benteng Rotterdam. Kemudian larik aku membayangkanmu

(6)

bermakna aku kata ganti orang pertama, membayangkan menggambarkan dalam pikiran, mu kata ganti orang kedua. Selanjutnya larik engkau tekun menyalin lontara bermakna engkau dikau, tekun rajin, menyalin mengutip, lontara aksara bugis. Dan larik berkisah tentang la galigo bermakna berkisah bercerita, tentang perihal, la galigo karya sastra terpanjang di dunia berupa epos masyarakat bugis. Adapun makna secara keseluruhan yaitu seseorang yang berjasa dalam kehidupannya yang tidak bisa ia lupakan sampai kapanpun.

2. Pilihan atas berbagai pernyataan yang mungkin

Gaya melibatkan pilihan atas kemungkinan yang disediakan oleh bahasa. Persoalan pilihan berhubungan dengan persoalan variasi dalam pembicaraan linguistik. Stilistik berhubungan dengan persoalan makna dan pemaknaan, bukan arti. Gaya berhubungan dengan pemilihan, tetapi bukan suatu yang netral ia mengandung makna karena karena melibatkan proses pemaknaan.

[Data 2]

Matahari berlindung dibalik matamu Mengeraskan darah gairah

Seluas alam raya (Puisi PKT, 1987: 15)

Pada data 2 terdapat penggunaan metafora yaitu pada kata matahari. Matahari merupakan benda angkasa, titik pusat tata surya berupa bola berisi gas yang mendatangkan terang dan panas pada bumi di siang hari. Matahari memiliki sinar yang sangat terang untuk menyinari bumi. Maksud kata matahari dalam larik ini bukan berdasarkan makna asli namun matahari yang dimaksud yaitu yaitu mata seorang perempuan yang bercahaya. Metafora memungkinkan berbagai tafsiran yaitu lebih dari satu tafsiran. Pembaca boleh menafsirkan berdasarkan pemahaman masing-masing.

Adapun makna dalam baitu puisi ini yaitu Matahari berlindung dibalik matamu bermakna matahari benda titik angkasa yang berfungsi menyinari alam semesta, berlindung bersembunyi ditempat yang nyaman, dibalik berada dibelakang, matamu indera penglihatan. Kemudian mengeraskan darah gairah bemakna mengeraskan menjadikan keras, darah cairan yang terdiri atas plasma yan mengalir dalam tubuh manusia dan hewan, gairah hasrat. Selanjutnya seluas alam raya bermakna seluas sesuatu yang sangat luas, alam segala sesuatu yang ada dilangit dan dibumi, raya besar. Sehingga bait puisi ini dimaknai seorang perempuan dengan mata yang sangat indah membuat orang yang memandangnya terpesona.

[Data 3]

Bulan menghiasi hatimu

Menerbangkan pesona Nirmala

(7)

Selembut udara pegunungan (Puisi PKT, 1987: 15)

Pada data 3 terdapat penggunaan metafora pada kalimat bulan menghiasi hatimu yaitu pada kata bulan. Bulan merupakan benda langit yang mengitari bumi yang bersinar pada malam hari. Bulan identik dengan ketenangan karena datang pada malam hari.

Maksud dari kata bulan pada larik bulan menghiasi hatimu yakni keteduhan yang ada dalam hati seorang perempuan. Metafora memungkinkan berbagai tafsiran yaitu lebih dari satu tafsiran. Pembaca boleh menafsirkan berdasarkan pemahaman masing-masing pembaca.

Adapun makna dalam bait puisi ini yaitu bulan menghiasi hatimu bermakna bulan benda langit yang mengitari bumi yang bersinar pada malam hari, menghiasi menghias, hatimu perasaanmu. Kemudian menerbangkan pesona nirmala bermakna menerbangkan membawa terbang melayang di udara, pesona daya tarik, nirmala bersih tanpa cacat.

Selanjutnya selembut udara pegunungan bermakna selembut sesuatu yang sangat lembut, udara oksigen yang kita hirup untuk bernapas, pegunungan tempat yang terdiri dari gunung-gunung. Sehingga bait puisi ini bermakna sifat seorang perempuan yang sangat baik hati serta menenangkan perasaan setiap orang yang mengenalnya.

[Data 4]

Laut berkawan direkah senyummu Memanaskan tatapku

Seindah rama-rama sajakku (Puisi PKT, 1987: 15)

Pada data 4, penggunaan metafora dapat dilihat pada kata laut. Laut merupakan perairan asin yang besar yang identik dengan ombaknya yang indah namun laut dalam larik puisi ini bukan laut yang berupa perairan besar namun laut yang dimaksud adalah sebuah keindahan sehingga pada larik ini laut berkawan direkah senyummu artinya sama dengan senyuman yang indah. Penggunaan metafora menimbulkan ketaksaan sehingga muncul berbagai pemahaman, dalam hal ini pemahaman tentang laut berkawan direkah senyummu mungkin berbeda dari setiap pembaca.

Adapun makna dalam puisi ini yaitu larik laut berkawan direkah senyummu bermakna laut perairan besar yang sangat indah, berkawan berteman, direkah terbuka, senyummu gerak tawa ekspresif yang tidak bersuara untuk menunjukkan rasa senang, gembira dan sebagainya. Kemudian larik memanaskan tatapku bermakna memanaskan menjadikan panas, tatapku memandang sesuatu. Selanjutnya larik seindah rama-rama sajakku bermakna seindah sesuatu yang enak dipandang, rama-rama kata lain kupu- kupu, sajakku puisi aku (kata ganti orang). Sehingga bait puisi ini dimaknai sebagai senyuman yang sangat indah.

(8)

[Data 5]

Rindang bahasamu

Membuat basah derap rasaku

Sehijau cuaca musim panen (Puisi PKT, 1987: 15)

Pada data 5, terdapat penggunaan metafora pada kalimat rindang bahasamu. Kata rindang biasanya digunakan untuk mendeskripsikan pohon yang memiliki banyak daun namun pada bait puisi ini kata rindang digunakan untuk mendeskripsikan bahasa. Hal itu berarti bahasa diperbandingkan dengan pohon yang rindang. Berdasarkan hal tersebut, kata rindang pada bait puisi ini tidak menggunakan makna aslinya namun rindang yang dimaksud adalah keteduhan. Dengan demikian, metafora menciptakan gambaran peristiwa yang lebih hidup.

Adapun makna dalam bait puisi ini yaitu rindang bahasa mu bermakna rindang keteduhan, bahasa alat yang digunakan untuk berkomunikasi kepada orang lain, mu kata ganti orang. Kemudian larik membuat basah derap rasaku bermakna membuat sama halnya dengan menjadikan, basah menjadi berair, derap kecepatan, rasaku perasaan aku (kata ganti orang). Selanjutnya sehijau cuaca musim panen bermakna sehijau sesuatu yang serupa dengan warna daun, cuaca keadaan udara, musim waktu tertentu yang berhubungan dengan iklim, panen mengambil hasil tanam. Sehingga dimaknai sebagai cara seseorang yang bertutur membuat yang mendengarnya merasakan kenyamanan karena tutur katanya yang sopan. Keteduhan yang dimaksud dalam puisi ini yaitu kenyamanan.

[Data 6]

Perempuan-perempuan bercahaya Menaruh bara pada tubuhnya Dengan percik api

Dikiranya akan menjadi gemintang (Puisi PPB, 2011: 47)

Pada data 6, terdapat kalimat menaruh bara pada tubuhnya. Dalam kalimat tersebut terdapat penggunaan metafora yakni pada kata bara. Bara merupakan arang yang terbakar dan masih berapi. Kata bara pada bait puisi ini tidak mengandung makna aslinya, tetapi pada kalimat ini bara yang dimaksud adalah semangat ataupun energik dari seorang perempuan. Penggunaan metafora dalam data ini menimbulkan ketaksaan sehingga akan muncul berbagai pemahaman, dalam hal ini pemahaman tentang bara yang mungkin berbeda dari setiap pembaca.

Adapun makna dalam puisi ini yaitu larik perempuan-perempuan bercahaya sudah dijelaskan pada data sebelumnya yaitu metafora dari aktris. Kemudian larik kedua menaruh bara pada tubuhnya bermakna menaruh meletakkan, bara arang yang terbakar dan masih berapi namun dalam hal ini bermakna semangat, pada dipakai di depan kata benda, kata ganti orang, keterangan waktu, tubuhnya keseluruhan badan. Selanjutnya

(9)

larik dengan percik api bermakna dengan penghubung untuk menyatakan kesamaan atau keselarasan, percik api titik-tikik api yang berhamburan, dan larik dikiranya akan menjadi gemintang bermakna dikira sama halnya menduga, nya kata ganti orang ketiga, akan menyatakan sesuatu yang hendak terjadi, menjadi dibuat untuk, gemintang kata lain bintang. Kemudian diartikan sebagai aktris yang memiliki semangat yang sangat besar dengan harapan akan terus bertahan pada puncak popularitas.

[Data 7]

Dengan pijar kian memudar (Puisi PPB, 2011: 47)

Pada data 7, terdapat kata pijar yang termasuk dalam metafora. Pijar merupakan percikan nyala merahh kekuning-kuningan karena panas atau terbakar. Dalam hal ini, kata pijar merupakan metafora dari karir yang kemudian digabungkan dengan kata memudar sehingga dapat diartikan sebagai karir yang meredup. Penggunaan metafora menimbulkan ketaksaan sehingga akan muncul berbagai pemahaman, dalam hal ini pemahaman tentang pijar kian memudar yang mungkin berbeda dari setiap pembaca.

Adapun makna dalam puisi ini yaitu larik dengan pijar kian memudar bermakna dengan kata penghubung untuk menyatakan keselarasan, pijar merupakan percikan nyala merahh kekuning-kuningan karena panas atau terbakar yang merupakan metafora dari karir, kian sebanyak itu, meredup menjadi redup. Sehingga dapat dimaknai secara keseluruhan sebagai karir aktris yang meredup atau mulai tidak terkenal lagi. Hal lain yang bisa membuat karir seorang aktris meredup yaitu adanya permasalahan yang dibuatnya misalnya saja kasus prostitusi online yang banyak menjerat aktris-aktris Indonesia.

[Data 8]

Dengan gemerlap sekejap (Puisi PPB, 2011: 47)

Pada data 8, terdapat kata Gemerlap yang merupakan metafora dari kekayaan.

Gemerlap berarti berkilap dan berkiluan contohnya berlian yang biasanya dimiliki seseorang sebagai penanda kekayaan. Sekejap yang dimaksud dalam kalimat ini yakni sementara jadi maksud dari kalimat ini yaitu kekayaan yang sementara. Penggunaan metafora menimbulkan ketaksaan sehingga akan muncul berbagai pemahaman, dalam hal ini pemahaman tentang gemerlap sekejap yang mungkin berbeda dari setiap pembaca.

Adapun makna dalam larik puisi dengan gemerlap sekejap yaitu dengan kata penghubung yang menyatakan keselarasan, gemerlap Gemerlap berarti berkilap dan berkiluan contohnya berlian yang biasanya dimiliki seseorang sebagai penanda kekayaan yang merupakan metafora dari kekayaan, sekejap hanya sementara. Sehinggga dapat diartikan sebagai kekayaan yang dimiliki hanya bersifat sementara.

(10)

[Data 9]

Cinta adalah kemerdekaan (Puisi C3, 1987: 55)

Pada data 9, terdapat kalimat yaitu cinta adalah kemerdekaan dalam hal ini cinta dianalogikan dengan kemerdekaan hal tersebut merupakan metafora karena membandingkan sesuatu tanpa menggunakan kata pembanding. Kemerdekaan merupakan bentuk kata nomina yang berarti keadaan suatu bangsa atau negara yang pemerintahannya diatur oleh bangsanya sendiri tanpa intervensi pihak asing. kata kemerdekaan biasanya disandingkan dengan dengan negara, namun pada data 14 kemerdekaan disandingkan dengan cinta. Adapun kemerdekaan yang dimaksud dalam bait puisi ini yakni hak milik yang tidak bisa diatur ataupun diganggu oleh orang lain.

Adapun makna dalam puisi ini yaitu larik cinta adalah kemerdekaan bermakna cinta perasaan sayang, adalah sama maknaya dengan, kemerdekaan berarti keadaan suatu bangsa atau negara yang pemerintahannya diatur oleh bangsanya sendiri tanpa intervensi pihak asing yang merupakan metafora dari hak yang tidak bisa diganggu oleh orang lain.

Sehingga diartikan sebagai cinta adalah hak milik seorang insan manusia yang tidak bisa diatur oleh orang lain.

[Data 10]

Cinta adalah api

Menggelorakan kehidupan

Menghanguskan kehidupan (Puisi C3, 1987: 55)

Pada data 10, terdapat kalimat yaitu cinta adalah api dalam hal ini cinta dianalogikan dengan api. Hal tersebut merupakan metafora karena membandingkan sesuatu tanpa menggunakan kata seperti, bagaikan, ibarat, dan sebagainya. Api merupakan panas dan cahaya yang berasal dari sesuatu yang terbakar. Kata api pada bait puisi tersebut dikatakan metaforis karena secara literal kata api biasanya disandingkan dengan kebakaran atau sesuatu yang terbakar, namun pada data ini, kata api diibaratkan sebuah cinta. Dalam hal ini api yang dimaksud bukan api dalam makna asli namun mewakili sesuatu yaitu perasaan yang menggebu. Jika dikomposisikan maka menjadi cinta adalah perasaan yang menggebu.

Adapun makna dalam puisi larik cinta adalah api bermakna cinta perasaan sayang, adalah sama maknanya dengan, api panas dan cahaya yang berasal dari sesuatu yang terbakar namun merupakan metafora dari perasaan yang menggebu. Larik menggelorakan kehidupan bermakna menggelorakan mengobarkan, kehidupan keadaan bernyawa seperti saat ini. Kemudian larik menghanguskan kehidupan bermakna menghanguskan menjadikan hangus, kehidupan keadaan bernyawa seperti saat ini.

Sehingga bermakna secara keseluruhan yaitu cinta adalah sebuah perasaan yang menggebu namun Api juga lambang dari sebuah kehancuran jika api muncul dalam

(11)

jumlah yang tak terduga justru akan berubah menjadi musibah yang tak bisa dikendalikan.

Hal tersebut tampak pada larik selanjutnya, yakni menghanguskan kehidupan.

[Data 11]

Cinta adalah air

Menyejukkan kehidupan

Membanjiri kehidupan (Puisi C3, 1987: 55)

Pada data 11, terdapat kalimat yaitu cinta adalah air dalam hal ini cinta dianalogikan dengan air hal tersebut merupakan metafora karena membandingkan cinta dengan air yang merupakan hal yang berbeda. Air adalah senyawa yang penting bagi semua bentuk kehidupan di bumi. Air biasanya mengalir dengan lancar, kadang tersumbat, kadang pula mengambang , kadang tanpa arah yang jelas. Cinta pun seperti itu perjalanannya kadang lancar, kadang ada masalah, dan kadang pula mengambang/gantung tanpa ada kepastian dari pasangan. Penggunaan metafora menimbulkan ketaksaan sehingga akan muncul berbagai pemahaman.

Makna dalam puisi ini yaitu larik cinta adalah air bermakna cinta perasaan sayang, adalah sama halnya dengan, air Air adalah senyawa yang penting bagi semua bentuk kehidupan di bumi namun merupakan metafora dari perjalanan hidup. Kemudian larik menyejukkan kehidupan bermakna menyejukkan menjadikan sejuk, kehidupan keadaan hidup. Selanjutnya larik membanjiri kehidupan bermakna membanjiri menggenangi ataupun memenuhi, kehidupan keadaan hidup. Adapun makna dalam bait puisi ini yaitu cinta adalah sebuah perjalanan hidup yang kadang membuat hati senang namun kadang juga menyebabkan sebuah permasalahan. Dalam hal ini kita harus mengendalikan perasaan kita sendiri agar tidak menyebabkan sebuah permasalahan

[Data 12]

Engkau yang diam direngkuh kelambu purnama (Puisi EYDB, 2011: 70)

Pada data 12, terdapat penggunaan metafora yaitu pada frasa kelambu purnama.

Kelambu merupakan sebuah tirai tipis dengan jaring-jaring untuk menahan berbagai serangga menggigit orang yang menggunakannya. Kelambu sering digunakan pada malam hari. Sedangkan purnama ialah kata lain dari bulan. Jika keduanya digabungkan maka akan membentuk makna baru dalam hal ini, kelambu purnama merupakan metafora dari malam.

Adapun makna dalam larik puisi ini yaitu engkau yang diam direngkuh kelambu purnama bermakna engkau kata ganti untuk orang yang diajak berbicara, yang kata untuk menyatakan bahwa kata atau kalimat yang berikut diutamakan atau dibedakan dari yang lain, diam tidak bersuara, direngkuh ditarik, kelambu purnama metafora malam.

sehingga dapat diartikan sebagai engkau yang diam saat malam tiba.

(12)

[Data 13]

Selalu aku gagal mengurai wajahmu (Puisi MW, 2013: 74)

Pada data 13, terdapat penggunaan metafora pada kata mengurai. Kata mengurai secara paradigmatis dapat digantikan dengan kata melupakan sehingga dapat dikomposisikan menjadi selalu aku gagal melupakan wajahmu. Dalam hal ini kata mengurai memiliki arti yang sama dengan melupakan. Penggunaan metafora juga memungkinkan penggunaan komposisi kata yang beragam dalam sebuah kalimat karena adanya hubungan paradigmatis.

Adapun makna larik puisi tersebut yaitu selalu senantiasa, aku kata ganti orang pertama, gagal tidak berhasil, mengurai menjadi lepas terbuka yang merupakan metafora dari melupakan, wajah muka, mu kata ganti orang kedua. Sehingga secara keseluruan dimaknai sebagai seseorang yang tidak bisa melupakan kekasihnya dan selalu terbayang- bayang wajahnya.

[Data 14]

Selalu dalam sedekapan aku mengeja wajahmu (Puisi MW, 2013: 74)

Pada data 14, terdapat kata mengeja yang secara paradigmatis kata mengeja akan sama maknanya bila diganti dengan kata mengingat. Metafora memungkinkan penggunaan komposisi kata yang beragam dalam sebuah kalimat karena adanya hubungan paradigmatis. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Enkvist yaitu metafora melibatkan pilihan atas kemungkinan yang disediakan bahasa.

Makna dalam larik puisi ini yaitu selalu senantiasa, dalam kata penghubung untuk menyatakan sesuatu hal, sedekapan melipat tangan diatas dada seperti mau shalat, aku kata ganti orang pertama, mengeja melafalkan dalam hal ini mengingat, wajah rupa, mu kata ganti orang kedua. Sehingga bermakna dalam shalat ku pun aku selalu mengingatmu.

3. Penyimpangan norma atau kaidah

Gaya sebagai penyimpangan pada hakikatnya dianggap sebagai pemakaian bahasa yang berbeda pemakaian bahasa sehari-hari. Ia dianggap sebagai pemakaian bahasa orang lain atau pemakaian bahasa yang menyaahi tata bahsa yang biasa dihubungkan dengan licencia poetica, yang dipahami sebagai kebebasan penyair atau penulis untuk melanggar hukum tata bahasa. Persoalan penyimpangan ini muncul karena adanya konfrontasi antara pemakaian bahsa yang bergaya dengan pemakaian bahasa yang biasa.

(13)

[Data 15]

Taicin lungling (Puisi MCNAB, 1987: 72)

Larik pada data 29 ini merupakan salah satu bentuk kebebasan penyair dalam dalam menulis. Larik Taicin Lungling ini jika dibalik akan menjadi Cinta Linglung. Hal ini merupakan bentuk penyimpangan norma dan kaidah yang sengaja dilakukan penyair untuk menciptakan gaya tersendiri terhadap tulisannya. Kata linglung akan sama maknanya apabila diganti dengan kata bingung.

Adapun makna dari taicin linglung yaitu taicin jika dibalik menjadi cinta yang memiliki arti perasaansayang yang mendalam, linglung berarti lupa segalanya. Sehingga ketika digabungkan dapat bermakna cinta yang membingungkan.

[Data 16]

Taicin tinsing (Puisi MCNAB, 1987: 72)

Larik pada data 31 ini merupakan penyimpangan dari cinta sinting. Hal tersebut merupakan penyimpangan norma atau kaidah yang sengaja dilakukan oleh penyair untuk menimbulkan gaya tersendiri terhadap karyanya. kata sinting akan sama maknanya apabila diganti dengan kata gila. Berdasarkan hal tersebut maka data 21 ini termasuk dalam bentuk penggunaan gaya bahasa menurut Enkvist yakni penyimpangan norma atau kaidah. Adapun makna dari taicin tinsing yaitu taicin jika dibalik menjadi cinta yang memiliki arti perasaan sayang yang mendalam, tinsing jika dibalik menjadi sinting berarti gila. Sehingga ketika digabungkan dapat bermakna cinta yang membuat gila.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian mengenai bentuk dan makna penggunaan metafora dalam antologi puisi mantera cinta karya Rusdin Tompo menggunakan teori stilistika, maka peneliti dapat merumuskan kesimpulan sebagai berikut. Pertama, terdapat 3 dari 6 bentuk penggunaan metafora menurut Enkvist yaitu bungkus yang membungkus inti pemikiran yang telah ada sebelumnya sebanyak 1 data, pilihan atas berbagai pernyataan yang mungkin sebanyak 13 data, dan penyimpangan norma atau kaidah sebanyak 2 data.

Kedua makna penggunaan metafora dalam antologi puisi Mantera Cinta karya Rusdin Tompo menggunakan pandangan keraf secara keseluruhan bermakna tidak langsung dan lebih banyak bermakna tentang rasa cinta dan kerinduan seorang laki-laki terhadap wanita yang dicintainya.

DAFTAR PUSTAKA

Junus, Umar. 1989. Stilistik. Kuala Lumpur : Dewan Bahasa dan Pustaka

Juwati. (2017). Diksi dan Gaya Bahasa Puisi-Puisi Kontemporer Karya Sutardji Calzoum Bachri (Sebuah Kajian Stilistik). Jurnal KIBASP (Kajian Bahasa, Sastra Dan Pengajaran), 1(1), 72–89.

(14)

Keraf, Gorys. 2009. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Mulyadi, M. (2011). Penelitian Kuantitatif Dan Kualitatif Serta Pemikian Dasar Menggabungkannya. Jurnal Studi Komunikasi Dan Media, 15(1), 127–138.

Nurgiyantoro, Burhan. 2014. Stilistika. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Nugraha, A. P. (2017). Makna Peribahasa Madura Dan Stereotip Kekerasan Pada Etnis Madura (Tinjauan Stilistika). Jurnal LiNGUA, 12(2), 91–98.

Ray, S. A. (2019). Analisis Jenis-Jenis Metafora Dalam Surat Kabar: Kajian Semantik. Jurnal Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia, 3(2), 146–150. Retrieved from https://jurnal.uisu.ac.id/index.php/Bahastra/article/view/1153

Referensi

Dokumen terkait

In particular, the beta (or betas) used to estimate the cost of equity can be estimated using the updated debt to equity ratio, and the cost of debt can be increased to reflect

Evaluasi Penilaian hasil belajar, Penilaian hasil belajar adalah kegiatan atau cara yang ditujukan untuk mengetahui tercapai atau tidaknya tujuan pembelajaran dan juga

Secara umum proses sertifikasi mencakup : peserta yang telah memastikan diri kompetensinya sesuai dengan standar kompetensi untuk paket/okupasi Pengawas

Secara umum dapat dijelaskan bahwa peran keluarga yang baik akan dapat mempengaruhi tingkat depresi pada lansia yaitu lansia tidak depresi atau depresi ringan. Dengan

Bagi pejabat baru yang belum pernah menduduki jabatan tertentu dalam struktur organisasi Rumah Sakit Lestari Raharja Magelang akan diberikan

Dalam satu rumpun dewasa, anggrek tebu dapat mencapai berat lebih dari 1 ton dan mempunyai panjang malai hingga 3 meter dengan diameter malai sekitar 1,5-2 cm. Itulah sebabnya

Sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Semarang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Semarang Nomor 19 Tahun 2008Tentang

18.] (Garis bawah yang diberikan pada teks kutipan di atas adalah dari penulis (Irfan Noor) untuk memperkuat argumen tentang ketidakidentikan penyebaran Islam di Nusantara