• Tidak ada hasil yang ditemukan

IDENTIFIKASI ZAT PEWARNA BERBAHAYA PADA LIPSTIK YANG BEREDAR DI PASAR USU TUGAS AKHIR. Oleh : WENNY HAZMI NIM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "IDENTIFIKASI ZAT PEWARNA BERBAHAYA PADA LIPSTIK YANG BEREDAR DI PASAR USU TUGAS AKHIR. Oleh : WENNY HAZMI NIM"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

1

IDENTIFIKASI ZAT PEWARNA BERBAHAYA PADA LIPSTIK YANG BEREDAR DI PASAR USU

TUGAS AKHIR

Oleh :

WENNY HAZMI NIM 142410029

PROGRAM STUDI DIPLOMA III ANALIS FARMASI DAN MAKANAN

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2017

(2)

2

PENGESAHAN TUGAS AKHIR

IDENTIFIKASI ZAT PEWARNA BERBAHAYA PADA LIPSTIK YANG BEREDAR DI PASAR USU

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh Gelar Ahli Madya pada Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan

Fakultas FarmasiUniversitas Sumatera Utara

Oleh:

WENNY HAZMI NIM 142410029

Medan, 24 Mei 2017 Disetujui Oleh:

Pembimbing,

Dra. Nazliniwaty, M.Si., Apt.

NIP 196005111989022001 Disahkan Oleh:

Dekan,

Prof. Dr. Masfria, M.S., Apt.

NIP 195707231986012001

(3)

3

KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, karunia dan ridho-Nya sehingga penulis dapat mengerjakan dan menyelesaikan tugas akhir ini dengan judul “identifikasi zat pewarna berbahaya pada lipstik yang beredar di pasar usu”. Tugas Akhir ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memproleh gelar ahlimadya Analis farmasi dan makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Lipstik adalah pewarna bibir yang dikemas dalam bentuk batang padat (roll up) yang dibentuk dari minyak, lilin, dan lemak. Umumnya pada proses pembuatan lipstik ditambahkan zat pewarna agar menghasilkan warna yang lebih menarik pada lipstik. Namun ada pewarna lipstik yang diizinkan dan tidak diizinkan. Pewarna yang tidak diizinkan dalam lipstik seperti rhodamin B, methanol yellow dan masih banyak lagi. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui apakah zat pewarna yang terdapat pada lipstik berbahaya atau tidak. Hasil pemeriksaan yang dilakukan tidak terdapat zat pewarna berbahaya pada lipstik yang beredar di pasar usu sehingga masih diizinkan untuk diedarkan ke konsumen. Harapannya semoga hasil penelitian ini menjadi informasi khususnya di bidang kosmetik.

Selama proses pengerjaan Tugas Akhir ini penulis banyak mendapatkan pengarahan, bimbingan, dan bantuan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakaarik pada kepada:Ibu Dra. Nazliniwaty, M.Si., Apt., selaku Dosen Pembimbing Tugas Akhir yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengarahan dengan penuh perhatian hingga Tugas Akhir ini selesai, Ibu Prof. Dr. Masfria, M.S., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi

(4)

4

Universitas Sumatera Utara, Bapak Popi Patilaya, S.Si. M.Sc., Apt., selaku Ketua Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Terima kasih khususnya penulis ucapkan kepada Ayahanda tercinta Herry Ritonga S.Pd dan ibunda tercinta Khadijah, Abangda Muhammad Riza S.Hut dan Kakanda Winda Mauliza S.Pd atas segala do’a, kasih sayang serta dorongan moril maupun materil kepada penulis selama ini yang telah mendukung dan motivasi hingga Tugas Akhir ini selesai. Semoga selalu dalam lindungan Allah SWT.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan mendukung penulis dalam penyusunan Tugas Akhir ini, semoga Tugas Akhir ini bermanfaat bagi pembacanya khususnya di bidang farmasi.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Medan, 24 Mei 2017 Penulis

Wenny Hazmi

(5)

5

SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Wenny Hazmi

Nomor Induk Mahasiswa : 142410029

Program Studi : D III Analis Farmasi dan Makanan

Judul Tugas Akhir : IDENTIFIKASI ZAT PEWARNA BERBAHAYA PADA LIPSTIK YANG BEREDAR DI PASAR USU dengan ini menyatakan bahwa tugas akhir ini ditulis berdasarkan data dari hasil pekerjaan yang saya lakukan sendiri, dan belum pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar ahli madya di perguruan tinggi lain, dan bukan plagiat karena kutipan yang ditulis telah menyebutkan atau mencantumkan sumbernya di dalam daftar pustaka.

Apabila dikemudian hari ada pengaduan dari pihak lain karena di dalam tugas akhir ini ditemukan plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia menerima sanksi apapun oleh Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, dan bukan menjadi tanggung jawab pembimbing.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya untuk dapat digunakan jika diperlukan sebagaimana mestinya.

Medan, 24 Mei2017 Yang Menyatakan,

Wenny Hazmi NIM 142410029

Materai Rp 6.000

(6)

6

IDENTIFIKASI ZAT PEWARNA BERBAHAYA PADA LIPSTIK YANG BEREDAR DI PASAR USU

ABSTRAK

Latar Belakang: Zat warna pada kosmetik yang diizinkan di Indonesia, di atur melalui SK Menteri Kesehatan RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/88 yaitu;

AMARANTH, Ponceau 4R, Tartrazine. Sedangkan untuk zat pewarna yang tidak diizinkan yaitu; Rhodamin B, Ponceau 3R, Ponceau SX, Methanil Yellow. Lipstik merupakan pewarna bibir yang dikemas dalam bentuk padat yang dibentuk dari minyak, lilin, dan lemak. Pewarna pada lipstick larut dalam minyak. Umumnya pada proses pembuatan lipstik ditambahkan zat pewarna agar menghasilkan warna yang lebih menarik pada lipstik.

Tujuan: Identifikasi ini bertujuan untuk mengetahui zat pewarna berbahaya pada lipstik yang beredar di pasaran.

Metode: Menggunakan metode Kromatografi kertas dengan cara residu pewarna yang telah diuapkan ditotolkan di kertas kromatografi sampai jenuh lalu dimasukkan ke dalam chamber yang berisi eluen. Angkat kertas kromatografi yang telah mencapai batas pengembang. Keringkan lalu amati bercak dan hitung harga Rf.

Hasil: Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa harga Rf dari ketiga sampel yaitu; Lipstik A: 0,57; Lipstik B: 0,33; Lipstik C: 0,57.

Kesimpulan: Bahwa ketiga sampel tersebut tidak mengandung zat warna sintetis yang berbahaya. Sampel tersebut mengandung zat pewarna sintetis yang diizinkan yaitu; Ponceau 4R dan Amaranth. Dan masih diizinkan untuk diedarkan ke konsumen.

Kata Kunci: Zat pewarna sintetis yang dilarang, Lipstik

(7)

7 DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS ... v

ABSTRAK ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan ... 2

1.3. Manfaat ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1. Kosmetika ... 3

2.1.1. Pengertian Kosmetika ... 3

2.1.2. Fungsi Kosmetika ... 4

2.2. Lipstik ... 4

2.2.1. Syarat Lipstik ... 5

2.2.2. Kandungan Lipstik ... 5

2.3. Zat Pewarna ... 6

2.4. Kromatografi ... 11

2.5. Kromatografi Kertas ... 12

2.5.1. Teknik Kromatografi Kertas ... 13

2.5.2. Metode Kromatografi Kertas ... 14

(8)

8

BAB III METODE PENELITIAN ... 16

3.1. Tempat ... 16

3.2. Sampel, Alat, dan Bahan ... 16

3.2.1. Sampel ... 16

3.2.2. Alat-Alat ... 16

3.2.3. Bahan-Bahan ... 16

3.3. Prosedur Kerja ... 16

3.3.1. Bulu Domba Bebas Lemak ... 17

3.3.2. Penyediaan Fasa Diam ... 17

3.3.3. Penjenuhan Bejana Kromatografi ... 17

3.3.4. Pemeriksaan Zat Pewarna Pada Sampel Lipstik ... 18

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 19

4.1. Hasil ... 19

4.1.1. Perhitungan ... 19

4.2. Pembahasan ... 21

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 22

5.1. Kesimpulan ... 22

5.2. Saran ... 22

DAFTAR PUSTAKA ... 23

(9)

9

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Bahan Pewarna Sintetis Yang Diizinkan di Indonesia ... 7

Tabel 2.2 Bahan Pewarna Sintetis Yang Dilarang di Indonesia ... 8

Tabel 2.3 Kelas-kelas Zat Pewarna Buatan Menurut JECFA ... 10

Tabel 4.1 Hasil Identifikasi Zat Pewarna Berbahaya Pada Lipstik ... 19

Tabel 4.2 Harga Rf Untuk Berbagai Macam Pelarut ... 20

(10)

10 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Kosmetika berasal dari kata kosmein(Yunani) yang berarti “berhias”.

Bahan yang dipakai dalam usaha untuk mempercantik diri ini, dahulu diramu dari bahan-bahan alami yang terdapat di sekitarnya. Sekarang kosmetika dibuat manusia tidak hanya dari bahan alami tetapi juga bahan buatan untuk maksud meningkatkan kecantikan (Wasitaatmadja, 1997).

Kosmetika adalah bahan atau campuran bahan untuk digosokkan, dilekatkan, dituangkan, dipercikkan atau disemprotkan pada, dimasukkan ke dalam, dipergunakan pada badan atau bagian badan manusia dengan maksud untuk membersihkan, memelihara, menambah daya tarik atau mengubah rupa, dan tidak termasuk golongan obat (Wasitaatmadja, 1997)

Di indonesia, peraturan mengenai penggunaan zat warna yang diizinkan dan dilarang untuk pangan dan kosmetika diatur melalui SK Menteri Kesehatan RI Nomor 722/Menkes/per/IX/88 mengenai bahan tambahan pangan dan kosmetika. Secara umum adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan kosmetika dan biasanya bukan merupakan komponen khas makanan dan kosmetika (Cahyadi, 2009).

Dari berbagai pewarna sintetis atau pewarna tekstil yang dilarang dan disalahgunakan sebagai pewarna kosmetika, yang paling banyak digunakan adalah Ponceaua MX dan Ponceau 3R. Padahal keduanya dapat mengakibatkan gangguan kesehatan yang mungkin baru muncul bertahun tahun setelah kita mengkonsumsinya (Yuliarti, 2007).

(11)

11 1.2 Tujuan

Adapun tujuan penulisan tugas akhir ini adalah untuk mengetahui apakah lipstik yang diperjualbelikan di Pasar USU mengandung zat pewarna yang diperbolehkan atau tidak.

1.3 Manfaat

Adapun manfaat penulisan tugas akhir ini adalah:

1. Untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan program pendidikan di Akademi Analiis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi di Universitas Sumatera Utara.

2. Untuk wawasan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan serta memberikan pengalaman kepada penulis dalam melakukan riset.

3. Untuk menambah informasi serta wawasan kepada masyarakat terkait adanya zat pewarna berbahaya yang terkandung di dalam lipstik yang beredar di Pasar USU melalui dunia pendidikan serta dampak yang ditimbulkan.

4. Memberikan informasi dan bahan masukan bagi Dinas Kesehatan, BPOM, Perusahaan Daerah Pasar tentang pemakaian zat pewarna pada lipstik yang beredar di pasaran.

(12)

12 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kosmetika

2.1.1 Pengertian Kosmetika

Kosmetika berasal dari kata kosmein(Yunani) yang berarti “berhias”.

Bahan yang dipakai dalam usaha untuk mempercantik diri ini, dahulu diramu dari bahan-bahan alami yang terdapat di sekitarnya. Sekarang kosmetika dibuat manusia tidak hanya dari bahan alami tetapi juga bahan buatan untuk maksud meningkatkan kecantikan (Wasitaatmadja, 1997).

Sejak semula kosmetika merupakan salah satu segi ilmu pengobatan atau ilmu kesehatan, sehingga para pakar kosmetika dahulu adalah juga pakar kesehatan; seperti para tabib, dukun, bahkan penasihat keluarga istana. Oleh karena itu tidak mengherankan bila antara kosmetika dan obat sejak dahulu sampai sekarang pun sangat sukar untuk ditarik garis batasnya. Namun untuk kepentingan peraturan atau undang-undang, diperlukan pemisahan yang dapat menjadi petunjuk, sebab dalam perkembangannya kemudian, terjadi pemisahan antara kosmetika dan obat, baik dalam hal macam, jenis, efek, efek samping pelaksana dan lainnya (Wasitaatmadja, 1997).

Kosmetika adalah bahan atau campuran bahan untuk digosokkan, dilekatkan, dituangkan, dipercikkan atau disemprotkan pada, dimasukkan ke dalam, dipergunakan pada badan atau bagian badan manusia dengan maksud untuk membersihkan, memelihara, menambah daya tarik atau mengubah rupa, dan tidak termasuk golongan obat (Wasitaatmadja, 1997).

(13)

13

Ilmu yang mempelajari kosmetika disebut “kosmetologi”, yaitu ilmu yang berhubungan dengan pembuatan, penyimpanan, aplikasi penggunaan, efek dan efek samping kosmetika. Dalam kosmetologi berperan berbagai disiplin ilmu terkait yaitu: teknik kimia, farmakologi, farmasi, biokimia, mikrobiologi, ahli kecantikan, dan dermatologi. Dalam disiplin ilmu dermatologi yang menangani khusus peranan kosmetika disebut “dermatologi kosmetik” (cosmetic dermatology) (Wasitaatmadja, 1997).

Mulai awal abad ke-19, saat terjadi Revolusi Industri di Eropa atau Amerika, ditemukan berbagai bahan baru yang dibuat secara sintetis untuk membuat kosmetika. Setelah diperkenalkan mesin-mesin produksi baru yang bertenaga listrik yang menghemat waktu dan tenaga, produksi kosmetika secara tradisional mulai ditinggalkan. Kosmetika modern mulai mendominasi pasar pada awal abad ke-20, sampai kemudian mulai lagi diperlukan usaha kembali ke alam pada akhir abad ke-20 untuk melestarikan dunia dari kerusakan yang terjadi (Wasitaatmadja, 1997).

2.1.2 Fungsi Kosmetika

Apabila dasar kecantikan adalah kesehatan, maka penampilan kulit yang sehat adalah bagian yang langsung dapat kita lihat, karena kulit merupakan organ tubuh yang berada paling luar dan berfungsi sebagai pembungkus tubuh. Dengan demikian pemakaian kosmetika yang tepat untuk perawatan kulit, rias atau dekoratif akan bermanfaat bagi kesehatan tubuh (Wasitaatmadja, 1997).

(14)

14 2.2 Lipstik

Lipstik adalah pewarna bibir yang dikemas dalam bentuk batang padat (roll up) yang dibentuk dari minyak, lilin, dan lemak. Bila pengemasan dilakukan dalam bentuk batang lepas disebut lip crayon yang memerlukan bantuan pensil warna untuk memperjelas hasil usapan pada bibir. Sebenarnya lipstik adalah juga lip crayon yang diberi pengungkit roll up untuk memudahkan pemakaian dan hanya sedikit lebih lembut dan mudah dipakai (Wasitaatmadja, 1997).

2.2.1 Syarat Lipstik

Syarat liptik yang baik adalah seragam, berwarna terang dan dapat menutupi permukaan dengan baik, berkilau namun tidak terlalu berlemak, bentuknya tidak terlalu mudah berubah, pada suhu rendah tidak getas, stabil terhadap paparan cahaya, air, dan udara, tidak beracun dan tidak iritan, serta rasanya netral (Ismunandar, 2007).

2.2.2 Kandungan Lipstik

Lipstik pada tahun-tahun di sekitar Perang Dunia I diwarnai dengan karmin, pewarna yang terbuat dari cochineal, serangga kecil yang berwarna merah. Serangga kecil itu dibuat serbuk dan kemudian diberi amonia. Lipstik yang tidak terhapus dikenalkan pada tahun 1920-an. Pewarna pada lipstik jenis ini, warnanya samar ketika berada dalam tabung. Namun, ketika bersentuhan dengan bibir warnanya muncul dan tetap tinggal selama beberapa jam. Di akhir tahun 1960-an, yang populer justru lipstik yang samar dan warnanya mudah hilang. Kini orang kembali ke tahun 1920-an, lipstik yang tren adalah yang terang benderang ditambah dengan berbagai corak warna sesuai dengan mood pemakainya (Ismunandar, 2007).

(15)

15

Badan lipstik terbuat dari campuran minyak jarak dan lilin, biasanya lilin tawon lebah. Campuran ini terbukti bersifat tiksotropik, yakni tetap tegar dalam tabung namun dengan mudah digerakkan bila ditekankan pada bibir ketika digunakan. Senyawa ester, seperti 2-propil miristat, biasanya ditambahkan untuk mengurangi kelengketannya (Ismunandar, 2007).

Pewarna yang digunakan dalam lipstik harus bersifat tidak larut dalam air, sebab kalau tidak, ludah para wanita akan selalu berwarna. Jadi, biasanya yang digunakan adalah pewarna yang larut dalam minyak dan tidak larut dalam air (Ismunandar, 2007).

2.3 Zat Pewarna

Di negara maju, suatu zat pewarna buatan harus melalui berbagai prosedur pengujian sebelum dapat digunakan. Zat warna yang akan digunakan harus menjalani pengujian dan prosedur penggunaannya, yang disebut proses sertifikasi.

Proses sertifikasi ini meliputi pengujian kimia, biokimia, toksikologi, dan analisis media terhadap zat warna tersebut. Proses pembuatan zat warna sintetis biasanya melalui perlakuan pemberian asam sulfat atau asam nitrat yang seringkali terkontaminasi oleh arsen atau logam berat lain yang bersifat racun. Pada pembuatan zat pewarna organik sebelum mencapai produk akhir, atau terbentuk senyawa-senyawa baru yang berbahaya dan sering kali tertinggal dalam hal akhir, atau trbentuk senyawa-senyawa baru yang berbahaya. Untuk zat pewarna yang dianggap aman, ditetapkan bahwa kandungan arsen tidak boleh lebih dari 0,0004 persen dan timbal tidak boleh lebih dari 0,0001, sedangkan logam berat lainnya tidak boleh ada. Di indonesia, peraturan mengenai penggunaan zat pewarna yang

(16)

16

diizinkan dan dilarang diatur melalui SK Menteri Kesehatan RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/88 (Cahyadi, 2006).

Tabel 2.1Bahan Pewarna Sintetis yang Diizinkan di Indonesia Pewarna

Nomor Indeks Warna (C.I.No.)

Batas Maksimum Penggunaan Amaran

Biru berlian

Eritrosin

Hijau FCF

Hijau S

Indigotin

Ponceau 4R

Kuning Kuinelin Kuning FCF

Riboflavina Tartrazine

Amaranth : CI Food Red 9

Brilliant blue FCF : CI Food Red 2

Erithrosin : CI Food Red 14

Fast Green FCF : CI Food Green 3 Green S : CI Food Green 4

Indigotin : CI Food Blue I

Ponceau 4R : CI Food Red 7

Quineline yellow : CI Food yellow 3

Sunset yellow FCF : CI Food yellow 3

Riboflavina Tartrazine

16185

42090

45430

42053

44090

73015

16255

74005 15980

- 19140

Secukupnya

Secukupnya

Secukupnya

Secukupnya

Secukupnya

Secukupnya

Secukupnya

Secukupnya Secukupnya

Secukupnya Secukupnya

(Cahyadi, 2006).

Tabel 2.2Bahan Pewarna Sintetis yang Dilarang di Indonesia

(17)

17 Bahan Pewarna

Nomor Indeks Warna (C.I.No.) Citrus red No. 2

Ponceau 3R Ponceau SX Rhodamin B Guinea Green B Magenta Chrysoidine Butter Yellow Sudan I

Methanil Yellow Auramine Oil Oranges SS Oil Oranges XO Oil Yellow AB Oil Yellow OB

(Red G)

(Food Red No. 1) (Food Red No. 5) (Acid Green No. 3) (Basic Violet No. 14) (Basic Orange No. 2) (Solvent Yellow No. 2) (Food Yellow No. 2) (Food Yellow No. 14) (Ext. D & C Yellow No.

1)

(Basic Yellow No. 2) (Solvent Oranges No.7) (Solvent Oranges No.5) (Solvent Oranges No.6)

12156 16155 14700 45170 42085 42510 11270 11020 12055 13065 41000 12100 12140 11380 11390

(Cahyadi, 2006).

Menurut Joint FAC/WHO Expert Commitee on Food Additives (JECFA) zat pewarna buatan dapat digolongkan dalam beberapa kelas berdasarkan rumus kimianya, yaitu azo, triarilmetana, quinolin, xanten, dan indigoid. Sedangkan berdasarkan kelarutannya dikenal dua macam pewarna buatan, yaitu dyes dan lakes (Cahyadi, 2009).

a. Dyes

(18)

18

Dyes adalah zat pewarna yang umumnya bersifat larut dalam air, sehingga

larutannya menjadi berwarna dan dapat digunakan untuk mewarnai bahan. Pelarut yang dapat digunakan selain air adalah propilen glikol, gliserin, atau alkohol, sedangkan dalam semua jenis pelarut organik, dyes dapat larut. Dyes terdapat dalam bentuk bubuk, granula, cairan, campuran warna, pastam dan dispersi (Cahyadi, 2009).

Pewarna yang dapat larut dalam cairan (soluble), air, alkohol, atau minyak.

Contoh warna kosmetika ialah: (i) Pewarna asam (acid dyes) yang merupakan golongan terbesar pewarna pakaian, makanan dan kosmetika. Unsur terpenting dari pewarna ini adalah gugus azo; (ii) Solvent dyes yang larut dalam air atau alkohol, misal: merah DC, merah hijau No. 17, violet, kuning; (iii) Xanthene dyes yang dipakai dalam lipstick, misalnya DC orange, merah dan kuning (Wasitaatmadja, 1997).

b. Lakes

Lakes ini tidak larut pada hampir semua pelarut. Pada pH 3,5 – 9,5 stabil,

dan diluar selang tersebut lapisan alumina pecah sehingga dyes yang dikandungnya terlepas. Sesuai dengan sifatnya yang tidak larut dalam air, maka zat pewarna ini digunakan untuk produk-produk yang tidak boleh terkena air.

Sehingga seringkali lakes lebih baik digunakan untuk produk-produk yang mengandung lemak dan minyak dan produk yang padat airnya rendah sehingga tidak cukup untuk melarutkan dyes. Dibandingkan dengan dyes, maka lakes pada

(19)

19

umumnya bersifat lebih stabil terhadap cahaya, kimia, dan panas sehingga harga lakesumumnya lebih mahal daripada harga dyes (Cahyadi, 2009).

Tabel 2.3 Kelas-kelas Zat Pewarna Buatan Menurut JECFA

Nama Warna

Azo:

1. Tartrazin

2. Sunset Yellow FCF 3. Allura Red AC 4. Ponceau 4R 5. Red 2G 6. Azorubine 7. Fast Red E 8. Amaranth

9. Brilliant Black BN 10. Brown FK 11. Brown HT Triarilmetana:

12. Brilliant Blue FCF 13. Patent Blue F 14. Green S

15. Fast Green FCF Quinolin:

16. Quinoline Yellow Xanten:

17. Erythrosine Indigoid:

18. Indigotine

Kuning Oranye

Merah (kekuningan) Merah

Merah Merah Merah

Merah (kebiruan) Ungu

Kuning coklat Coklat

Biru Biru

Biru kehijauan Hijau

Kuning kehijauan

Merah

Biru kemerahan

(Cahyadi, 2006).

Pewarna yang tidak dapat larut dalam cairan (insoluble), yang terdiri atas bahan organik dan inorganik, misalnya lakes, besi oksida. Tidak semua zat warna

(20)

20

dapat digunakan untuk kosmetika. Kulit di beberapa bagian tubuh sensitif terhadap warna tertentu sehingga memerlukan warna khusus, seperti kulit sekitar mata, kulit sekitar mulut, bibir, dan kuku (Wasitaatmadja, 1997).

2.4 Kromatografi

Pada tahun 1903 Tswett menemukan teknik kromatografi. Teknik ini bermanfaat sebagai cara untuk menguraikan suatu campuran. Dalam kromatografi, komponen-komponen terdistribusi dalam dua fase. Salah satu fase adalah fase diam. Transfer massa antara fase bergerak dan fase diam terjadi bila molekul-molekul campuran serap pada permukaan partikel-partikel atau terserap di dalam pori-pori partikel atau terbagi ke dalam sejumlah cairan yang terikat pada permukaan atau di dalam pori. Ini adalah sorpsi (penyerapan). Laju perpindahan suatu molekul zat terlarut tertentu di dalam kolom atau lapisan tipis zat penyerap secara langsung berhubungan dengan bagian molekul-molekul tersebut di antara fase bergerak dan fase diam (Khopkar, 1984).

Kromatografi adalah suatu metode analitik untuk pemurnian dan pemisahan senyawa-senyawa organik dan anorganik. Metode ini berguna untuk fraksionasi campuran kompleks dan pemisahan untuk senyawa-senyawa yang sejenis. Pada tahun 1941 Martin dan Synge mengembangkan kromatografi partisi sedangkan Gordon menemukan kromatografi kertas. Kromatografi partisi terutama dilakukan pada kromatografi kertas (Khopkar, 1984).

2.5 Kromatografi Kertas

(21)

21

Kromatografi kertas merupakan metode pemisahan yang didasarkan pada perbedaan kelarutan zat-zat dalam pelarut dan daya adsorbsi kertas terhadap zat- zat yang akan dipisahkan. Kromatografi kertas ini merupakan aplikasi dari gaya adhesi dan kohesi. Kromatografi kertas sering dipakai untuk memisahkan zat-zat warna penyusun tinta atau bahan pewarna lainnya (Marjoni, 2016).

Kromatografi kertas merupakan salah satu metode pemisahan berdasarkan distribusi suatu senyawa pada dua fasa yaitu fasa diam dan fasa gerak. Pemisahan sederhana suatu campuran senyawa dapat dilakukan dengan kromatografi kertas, prosesnya dikenal sebagai analisis kapiler dimana lembaran kertas berfungsi sebagai pengganti kolom. Sebagai fasa diam adalah air yang teradsorpsi pada kertas dan sebagai larutan pengembang biasanya pelarut organik yang telah dijenuhkan dengan air (Marjoni, 2016).

Kromatografi kertas menggunakan fase diam kertas, yakni kandungan selulosa di dalamnya, sedangkan untuk fase gerak yang digunakan adalah pelarut atau campuran pelarut yang sesuai. Kertas yang bertindak sebagai fase diam dicelupkan ke dalam sampel dan pelarut untuk kemudian menyerap sampel dan pelarut berdasarkan gaya kapilaritas (Marjoni, 2016).

Kromatografi kertas biasanya digunakan untuk memisahkan tinta, zat pewarna, senyawa tumbuhan seperti klorofil, make up dan berbagai zat lainnya.

Dalam kromatografi kertas fasa diam merupakan suatu zat padat yang mengandung selulosa dan fasa gerak berupa campuran pelarut yang akan mendorong senyawa untuk bergerak di sepanjang kolom kapiler. Analisis kualitatif menggunakan kromatografi kertas dilakukan dengan cara membandingkan harga relatif response factor (Rf) (Marjoni, 2016).

(22)

22 2.5.1 Teknik Kromatografi Kertas

Pada tahun 1944, Consden, Gordon dan Martin memperkenalkan teknik dengan menggunakan kertas penyaring sebagai penunjang fase diam dan fase bergerak, berupa cairan yang terserap di antara struktur pori kertas. Sampel sebanyak lebih kurang 1 µl didepositkan pada kertas saring dan akan mengalir bersama sistem pelarut. Meskipun zat yang ter-recovery tidak betul-betul murni, dia dimanfaatkan juga untuk uji kualitatif dan kuantitatif. Keterbatasan metode ini adalah waktu yang relatif lama dan resolusinya yang rendah (Khopkar, 1984).

Secara umum kromatografi kertas dilakukan dengan menotolkan larutan yang berisi sejumlah komponen pada jarak 0,5 sampai 1cm dari tepi kertas.

Setelah penetesan larutan pada kertas, maka bagian bawah kertas dicelupkan dalam larutan pengambang (developing solution). Larutan ini umumnya terdiri atas campuran beberapa pelarut organik yang telah dijenuhkan dengan air.

Rambatan ini dapat diusahakan dalam modus naik atau menurun (Marjoni, 2016).

Kertas (biasanya kertas saring Whatman No.1) dipotong-potong menjadi beberapa carik, dan cuplikan ditotolkan pada salah satu ujung carik itu.

Kromatogram dapat dikembangkan cara menaik atau dengan cara menurun. Untuk cara menaik, kertas digantungkan pada penggantung berbentuk kali yang dipasang pada penutup bejana kromatografi. Pelarut berada didasar bejana. Untuk cara menurun lazimnya dipakai bejana yang lebih besar (Gritter, 1991).

Kertas dipotong memanjang sesuai ukuran bejana yang akan digunakan.

Kertas yang dipakai adalah kertas whatman yang secara komersial tersedia dalam berbagai macam ukuran dan lembaran. Biasanya dipakai kertas whatman no.1

(23)

23

dengan kecepatan sedang. Tersedia juga kertas selulosa murni, kertas selulosa yang dimodifikasi, kertas asam asetil dan kertas serat kaca (Yazid, 2005).

Kertas asam asetil dapat digunakan untuk zat-zat hidrofobik, sedangkan untuk reagen yang korosif dapat digunakan kertas serat kaca. Untuk pemilihan kertas, yang menjadi pertimbangan adalah tingkat kesempurnaan pemisahan, difusifitas pembentuk spot, efek tailing serta laju pergerakan pelarut. Kertas yang akan digunakan harus disimpan dalam ruang tertutup atau ditempat yang kering jauh dari sumber uap terutama yang mempunyai afinitas tinggi terhadap selulosa (Yazid, 2005).

2.5.2 Metode Kromatografi Kertas

Metode Penaikan (Ascending), kertas digantungkan sedemikian rupa sehingga bagian bawah kertas tercelup pada pelarut yang terletak di dasar bejana.

Noda harus diusahakan tidak sampai tercelup karena dapat larut dalam pelarut.

Pelarut akan naik melalui serat-serat kertas oleh gaya kapiler menggerakkan komponen dengan jarak yang berbeda-beda (Yazid, 2005).

Metode Penurunan (Descending), kertas digantung dalam bejana dengan ujung dimana aliran mulai bergerak dicelupkan dalam palung kaca yang berisi pelarut. Pelarut bergerak turun membawa komponen melalui gaya kapiler dan gaya gravitasi (Yazid, 2005).

Metode Mendatar (Radial), metode ini sangat berbeda dari sebelumnya.

Biasanya kertas dibentuk bulat yang tengahnya diberi sumbu dari benang atau gulungan kertas. Noda ditempatkan pada pusat kertas kemudian pelarut akan naik melalui sumbu sehingga membasahi kertas untuk kemudian mengembang melingkar membawa komponen yang dipisahkan (Yazid, 2005).

(24)

24

Pada cara fisika noda komponen disinari lampu ultraviolet dengan panjang gelombang 254-370 nm yang akan memberikan fluoresensi. Secara kimia noda disemprot dengan pereaksi tertentu, sehingga memberikan warna spesifik.

Biasanya untuk mendeteksi asam-asam amino digunakan pereaksi ninhidrin 0,1 % dalam butanol. Warna akan nampak merah-ungu sekitar 4 menit setelah dipanaskan 1000C (Yazid, 2005).

Setelah letak noda komponen diketahui dan diberi tanda batas, harga Rf(Retardation factor) dapat dihitung.

Rf=jarak yang ditempuh komponen jarak yang ditempuh pelarut

Nilai Rfbersifat kharakteristik dan menunjukkan identitas masing-masing komponen. Komponen yang paling mudah larut dalam pelarut harganya akan mendekati satu. Sedangkan komponen yang kelarutannya rendah akan mempunyai Rfhampir nol. Harga Rfdipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu, waktu pengembangan, pelarut, kertas, sifat campuran, penjenuhan dan ukuran bejana (Yazid, 2005).

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Tempat

Identifikasi zat pewarna berbahaya pada lipstik yang beredar di Pasar USU secara kromatografi kertas, dilakukan di UPT Laboratorium Kesehatan Daerah Provinsi Sumatera Utara Jl. Willem Iskandar Pasar V Barat No.4 Medan.

3.2 Sampel, Alat, dan Bahan 3.2.1 Sampel

(25)

25

Sampel dari penelitian ini adalah sampel lipstik dengan merk yang berbeda yang beredar di Pasar USU. Dimana lipstik A dan C bermerk Nyx, dan lipstik B bermerk Dolbi.

3.2.2 Alat-alat

Alat yang digunakan adalah batang pengaduk, beaker glass 250 ml, bulu domba, chamber 10x20x20 cm, erlenmeyer 250 ml, gelas ukur 25 ml, kertas timbang, kertas whatman No.1 20x20 cm, labu ukur 100 ml, neraca analitik, pemanas listrik, penggaris besi 30 cm, pensil, pipet mikro.

3.2.3 Bahan-bahan

Bahan yang digunakan adalah Ammonia 10%, Asam Asetat 10%, Aquadest, Metanol, Tri-Natrium Sitrat.

3.3 Prosedur Kerja

Menggunakan fasa diam: Kertas saring Whatmann No.1, fasa gerak: Tri- natrium sitrat 2 g: Amoniak 5 ml: Aquadest 95 ml.

3.3.1 Bulu Domba Bebas Lemak

Dibersihkan 10 g bulu domba dengan detergen, bilas dengan aquadest hingga bersih, masukkan ke dalam beaker glass 100 ml, tambahkan 25 ml eter, kocok dan ditutup dengan gelas arloji, rendam selama 12 jam, angkat bulu domba dan keringkan.

3.3.2 Penyediaan Fasa Diam

Digunakan kertas saring Whatman No.1 dengan susunan dan tebal yang sesuai, diukur kertas saring dengan panjang 15 cm, buat garis tipis dengan pensil melintang pada kertas saring dengan jarak 2 cm dari ujung bawah kertas, tandai

(26)

26

titik penotolan dengan jarak 2 cm, tandai batas perambatan fasa 14 cm di atas titik penotolan.

3.3.3 Penjenuhan Bejana Kromatografi

Dibersihkan bejana kromatografi, sediakan kertas saring dengan ukuran tinggi 18 cm (2 cm di bawah tinggi bejana) dengan lebar sama dengan panjang bejana. Dapat juga seluruh sisi bejana dilapisi dengan kertas saring, masukkan lebih kurang 100 ml fasa gerak (campuran tri-natriumsitrat-amoniak-aquadest) ke dalam bejana kromatografi, tinggi fasa gerak 0,5 cm sampai 1 cm dari dasar bejana. Kertas saring harus selalu tercelup ke dalam fasa gerak pada dasar bejana, bejana ditutup kedap dan biarkan sistem encapai keseimbangan, penjenuhan ditandai dengan kertas saring basah seluruhnya, catat waktu yang dibutuhkan untuk penjenuhan.

3.3.4 Pemeriksaan Zat Pewarna Pada Sampel Lipstik

Dimasukkan 50 g sampel ke dalam beaker glass, tambahkan 10 ml asam asetat 10% dan beberapa helai bulu domba bebas lemak, didihkan selama 10 menit, bulu domba diambil dicuci dengan aquadest, masukkan ke dalam cawan porselin yang bersih ditambah 25 ml NH4OH 10% didihkan selama 10 menit, zat warna larut, masuk ke dalam larutan basa, bulu domba dibuang, larutan berwarna duapkan di atas penangas air sampai kering, residu dilarutkan dalam sedikit metanol, totolkan pada kertas kromatografi sampai jenuh, dimasukkan kertas kromatografi ke dalam chamber yang berisi eluen: 5 ml NH4OH pekat, 2 g Tri-

(27)

27

Natriumsitrat, 95 ml aquadest, tutup chamber dan biarkan kertas kromatografi mencapai batas pengembang, biarkan sistem bergerak fasa gerak merambat 12 cm di atas titik penotolan, angkat kertas kromatografi yang telah mencapai batas pengembang, keringkan kertas kromatografi, amati bercak, dihitung harga Rf.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil

Setelah dilakukan identifikasi zat pewarna berbahaya pada lipstik yang beredar di Pasar USU maka dari tiga sampel yang diperiksa tersebut tidak mengandung zat pewarna berbahaya. Karena ketiga sampel tersebut mengandung zat pewarna yang tidak berbahaya yaitu Ponceau 4 R dan Aamaranth. Dalam pemeriksaan ini pelarut yang dipakai adalah pelarut tipe G.

4.1.1 Perhitungan

(28)

28

Rf=jarak titik pusat bercak dari titik penotolan (cm) jarak rambat fasa gerak dari titik penotolan (cm) Sampel :

Lipstik A : Rf = 6,89/12 = 0,57 Lipstik B : Rf = 4,01/12 = 0,33 Lipstik C : Rf = 6,84/12 = 0,57

Tabel 4.1 Hasil Identifikasi Zat Pewarna Berbahaya Pada Lipstik Yang Berdedar di Pasar USU

No. Sampel Harga Rf Hasil Pewarna Keterangan

1. A 0,57 Ponceau 4 R Diizinkan

2. B 0,33 Amaranth Diizinkan

3. C 0,57 Ponceau 4 R Diizinkan

Tabel 4.2 Harga Rf untuk Berbagai Macam Pelarut

Pewarna Pelarut

Merah A B C D E F G

Ponceau Mx 0,33 0,55 0,32 0,41 0,41 0,23 0,19

Ponceau 4 R 0,18 0,26 0,13 0,26 0,25 0,07 0,57

Carmoisme 0,44 0,17 0,37 0,28 0,55 0,30 0,15

Aamaranth 0,14 0,19 0,11 0,17 0,16 0,04 0,33

Red 10 B 0,26 0,30 0,23 0,37 0,37 0,21 0,20

Erytrosine 1,00 0,58 0,47 0,57 1,00 0,56 0,06

(29)

29

Red 2 G 0,35 0,35 0,38 0,39 0,41 0,18 0,46

Red 6 B 0,18 0,17 0,37 0,22 0,22 0,10 0,28

Red F B 0,25 0,11 0,49 0,13 0,58 0,24 0,01

Ponceau SX 0,39 0,30 0,41 0,39 0,51 0,26 0,32

Ponceau 3 R 0,38 0,47 0,35 0,45 0,58 0,21 0,11

Fast Red E 0,38 0,47 0,45 0,49 0,51 0,24 0,19

Pelarut:

A: n-butanol, Asam acetat glacial, Air suling B: Iso-butanol, Etanol, Air suling

C: Fenol

D: Air suling, Etil metil keton, Aseton, Amonia pekat E: Etil metil keton, Aseton, Air suling

F: Etil asetat, Piridin, Air suling

G: Amonia pekat, Air suling, Trinatrium sitrat

4.2 Pembahasan

Dari hasil identifikasi zat pewarna berbahaya pada lipstik secara Kromatografi Kertas dengan menggunakan pelarut tipe G dapat dilihat dari harga Rf, maka dapat disimpulkan bahwa Lipstik A dan Lipstik B mengandung Ponceau 4 R dan Aamaranth, sedangkan Lipstik C hanya mengandung Ponceau 4 R yang merupakan pewarna yang diizinkan.

Dari berbagai pewarna sintetis atau pewarna tekstil yang dilarang dan disalahgunakan sebagai pewarna kosmetika, yang paling banyak digunakan adalah Ponceau MX dan Ponceau 3R. Padahal keduanya dapat mengakibatkan gangguan kesehatan yang mungkin baru muncul bertahun tahun setelah kita

(30)

30

mengkonsumsinya. Tetapi masih ada juga yang menggunakan zat warna sintetis yang diizinkan (Yuliarti, 2007).

Di indonesia, peraturan mengenai penggunaan zat warna yang diizinkan dan dilarang untuk pangan dan kosmetika diatur melalui SK Menteri Kesehatan RI Nomor 722/Menkes/per/IX/88 mengenai bahan tambahan pangan dan kosmetika. Secara umum adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan kosmetika dan biasanya bukan merupakan komponen khas makanan dan kosmetika (Cahyadi, 2009).

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Hasil penelitian dari tiga sampel lipstik yang diuji dapat disimpulkan:

bahwa zat pewarna yang digunakan untuk mewarnai lipstik adalah zat pewarna sintetik (buatan) yang diizinkan seperti Ponceau 4 R dan Aamaranth.

5.2 Saran

(31)

31

1. Disarankan kepada masyarakat agar lebih berhati-hati dalam membeli dan memakai lipstik yang beredar di pasaran dengan warna yang mencolok serta harga yang jauh lebih murah.

2. Disarankan kepada produsen agar memakai zat pewarna yang ditetapkan oleh Pemerintah yang sesuai dengan SNI atau Permenkes RI No.772/Menkes/Per/IX/1988 sehingga tidak merugikan kesehatan konsumen.

DAFTAR PUSTAKA

Cahyadi, W. (2006). Bahan Tambahan Pangan. Jakarta: Bumi Aksara. Halaman 53-66

Cahyadi, W. (2009). Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan.

Jakarta: Bumi Aksara. Halaman 63-74

Gritter, J.R. (1991). Pengantar Kromatografi. Bandung: ITB. Halaman 158 Ismunandar. (2007). Kimia Populer. Bandung: Penerbit ITB. Halaman 32-33

(32)

32

Khopkar, M.S. (1984). Konsep Dasar Kimia nalitik. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Halaman 153-156

Marjoni, R.M. (2016). Dasar-Dasar Fitokimia. Jakarta Timur: TRANS INFO MEDIA. Halaman 125-126

Wasitaatmadja, S.M. (1997). Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Halaman 26-124

Yazid, E. (2005). Kimia Fisika Untuk Paramedis. Yogyakarta: ANDI. Halaman 205-208

Yuliarti, N. (2007). Awas! Bahaya Dibalik Lezatnya Makanan. Yogyakarta:

ANDI. Halaman 79-80

Gambar

Tabel 2.1Bahan Pewarna Sintetis yang Diizinkan di Indonesia  Pewarna  Nomor Indeks  Warna (C.I.No.)  Batas Maksimum Penggunaan  Amaran   Biru berlian   Eritrosin  Hijau FCF   Hijau S   Indigotin   Ponceau 4R   Kuning Kuinelin   Kuning FCF   Riboflavina  Ta
Tabel 2.3 Kelas-kelas Zat Pewarna Buatan Menurut JECFA
Tabel 4.1 Hasil Identifikasi Zat Pewarna Berbahaya Pada Lipstik Yang  Berdedar di Pasar USU

Referensi

Dokumen terkait

Addendum Dokumen Pengadaan dan Tanya jawab peserta sesuai dengan Dokumen Pengadaan Secara Elektronik sebagaimana terlampir yang merupakan Lampiran Berita Acara

~ memiliki kualitas pembelajaran yang prima ~ memproduksi lulusan yang berkualitas dunia ~ menghasilkan penelitian yang berkualitas dunia (Frazer, 1994 dan Lang, 2004)..  WCU

Kandungan protein didalam tepung ubi jalar ungu ini lebih sedikit dibandingkan dengan tepung terigu karena disebabkan adanya pencucian pada saat sebelum dikupas

Hak dari penjual menerima harga barang yang telah dijualnya dari pihak pembeli sesuai dengan kesepakatan harga antara kedua belah pihak. Begitu pula hak dari

Rancangan RPJM Desa memuat visi dan misi kepala Desa, arah kebijakan pembangunan Desa, serta rencana kegiatan yang meliputi bidang penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan

PENERIMAAN REMITANSI TENAGA KERJA INDONESIA TAHUN

 Group behavior, group dynamics, communication patterns, leadership, power and politics as well as conflict.  Organization

(1) Penerbitan sertifikat fasilitas bandar udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4), untuk kelompok fasilitas peralatan dan utilitas bandar