• Tidak ada hasil yang ditemukan

2 TINJAUAN PUSTAKA. fenol, senyawa fitokimia dan aktivitas antioksidan ekstrak lamun Enhalus acoroides.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "2 TINJAUAN PUSTAKA. fenol, senyawa fitokimia dan aktivitas antioksidan ekstrak lamun Enhalus acoroides."

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

dikonsumsi oleh masyarakat di kawasan Pulau Pramuka. Antioksidan bekerja sebagai free radical scavengers, mencegah dan memperbaiki kerusakan yang disebabkan oleh radikal bebas sehingga kerusakan sel akan dihambat (Winarsi 2007). Aktivitas antioksidan pada lamun Enhalus acoroides telah diuji Kannan et al. (2010) dengan menggunakan pelarut etanol (polar), namun informasi mengenai aktivitas antioksidan pada lamun Enhalus acoroides dengan menggunakan berbagai jenis pelarut masih belum ada. Oleh karena itu, pada penelitian ini digunakan tiga jenis pelarut berbeda yaitu metanol (polar), etil asetat (semipolar) dan n-heksana (nonpolar) untuk lebih mengetahui perbedaan hasilnya.

Ekstraksi dengan kepolaran berbeda biasanya menggunakan sampel yang telah dikeringkan (Colegate dan Molyneux 2008). Pengeringan merupakan metode pengawetan yang penting untuk bahan baku tumbuhan karena dapat menghambat degradasi enzimatik dan limit pertumbuhan mikroba saat ekstraksi (Harbourne et al. 2009). Beberapa penelitian pada tumbuhan mengenai aktivitas antioksidan dan kandungan fenol juga banyak menggunakan sampel kering misalnya pada daun gambir (Susanti 2008), herba meniran (Rivai et al. 2011), bunga rosela (Usman 2010) dan anggur Muscadine pomace (Vashiths et al. 2011).

Harbourne et al. (2009) menyatakan bahwa suhu pengeringan antara 40-70 oC tidak akan mempengaruhi total fenol dalam teh honeybush.

1.2 Tujuan

Penelitian yang berjudul “Kandungan Fenol, Komponen Bioaktif dan Aktivitas Antioksidan Lamun Enhalus acororoides” ini bertujuan untuk

1. mempelajari komposisi proksimat yang meliputi kadar air, abu, protein, lemak dan karbohidrat, abu tidak larut asam serta kandungan serat pangan lamun Enhalus acaroides;

2. mengetahui pengaruh perbedaan jenis pelarut terhadap rendemen, total fenol, senyawa fitokimia dan aktivitas antioksidan ekstrak lamun Enhalus acoroides.

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Enhalus acoroides

(2)

Lamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga (angiospermae) yang sudah sepenuhnya menyesuaikan diri hidup terbenam di dalam laut. Tumbuhan ini mempunyai beberapa sifat yang memungkinkan hidup di lingkungan laut, yaitu mampu hidup di media air asin, mampu berfungsi normal dalam keadaan terbenam, mempunyai sistem perakaran jangkar yang berkembang baik, mampu melaksanakan penyerbukan dan daur generatif dalam keadaan terbenam. Secara struktural lamun memiliki batang yang terbenam dalam tanah yang disebut rimpang. Rimpang dan akar lamun terbenam di dalam substrat yang membuat lamun dapat berdiri dengan kuat menghadapi arus dan ombak (Dahuri 2003).

Lamun memiliki perbedaan yang nyata dengan tumbuhan yang hidup terbenam dalam laut lainnya, misalnya makro-algae atau rumput laut (seaweeds).

Tanaman lamun memiliki bunga dan buah yang kemudian berkembang menjadi benih. Lamun juga memiliki sistem perakaran yang nyata, dedaunan, sistem transportasi internal untuk gas dan nutrient, serta stomata yang berfungsi dalam pertukaran gas. Akar pada tumbuhan lamun tidak berfungsi penting dalam pengambilan air, karena daun dapat menyerap nutrient secara langsung dari dalam air laut. Lamun tumbuh subur terutama di daerah terbuka pasang surut dan perairan pantai yang dasarnya merupakan lumpur, pasir, kerikil dan patahan karang mati dengan kedalaman sampai empat meter.

Lamun yang terdapat di Indonesia terdapat 12 jenis yaitu Cymodocea serrulata, C. rotundata, Enhalus acoroides, Halodule uninervis, H. pinifolia, Halophila minor, H. ovalis, H. decipiens, H. spinulosa, Thalassia hemprichii, Syringodium isoetifolium dan Thalassodendron ciliatun (Dahuri 2003). Lamun Enhalus acoroides adalah salah satu jenis lamun di perairan Indonesia yang umumnya hidup di sedimen berpasir atau berlumpur dan daerah dengan bioturbasi tinggi. Lamun Enhalus acoroides tumbuh pada sedimen medium dan kasar.

Lamun Enhalus acoroides dapat menjadi dominan pada padang lamun campuran dengan lebar kisaran vertikal intertidalnya mencapai 25 meter. Enhalus acoroides penting sebagai pelindung juvenil ikan.

Secara lengkap klasifikasi lamun Enhalus acoroides (Phillips dan Menez 1988 dalam Soedharma et al. 2007) adalah sebagai berikut :

Divisi : Anthophyta

(3)

Kelas : Angiospermae Subkelas : Monocotyledonae Ordo : Helobiae

Famili : Hydrocharitaceae Genus : Enhalus

Species : Enhalus acoroides

Lamun memiliki daun-daun tipis yang memanjang seperti pita yang mempunyai saluran-saluran air. Deskripsi lamun Enhalus acoroides secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 1. di bawah ini.

Gambar 1 Enhalus acoroides

Sumber : Jacobs et al. 2010

2.2 Ekstraksi Senyawa Aktif

Ekstraksi adalah peristiwa pemindahan zat terlarut (solut) antara dua pelarut yang tidak saling bercampur dengan tujuan untuk memperoleh ekstrak murni (Achmadi 1992). Menurut Harborne (1987), ekstraksi merupakan proses penarikan komponen atau zat aktif suatu simplisia dengan menggunakan pelarut tertentu. Proses ekstraksi bertujuan untuk mendapatkan bagian-bagian tertentu dari bahan yang mengandung komponen-komponen aktif.

Terdapat dua jenis ekstraksi yang dikenal yaitu dengan menggunakan panas dan tanpa pemanasan. Pembagian jenis ekstraksi dapat juga dilakukan menurut pelarut yang digunakan. Pada pembagian ini, ekstraksi dibagi menjadi ekstraksi tunggal dan ekstraksi bertingkat. Ekstraksi tunggal adalah teknik ekstraksi pada bahan secara langsung menggunakan satu jenis pelarut, sedangkan ekstraksi bertingkat adalah ekstraksi dengan beberapa pelarut organik yang tingkat kepolarannya berbeda-beda (Malthaputri 2007).

(4)

Prinsip ekstraksi menggunakan pelarut organik adalah bahan yang akan diekstrak dikontakkan dengan pelarut selama selang waktu tertentu, sehingga komponen yang akan diekstrak akan terlarut dalam pelarut. Kelebihan dari ekstraksi menggunakan pelarut organik adalah mendapatkan senyawa yang lebih terkonsentrasi dan memiliki aroma yang hampir sama dengan bahan alami awal (Malthaputri 2007). Jenis dan mutu pelarut yang digunakan menentukan keberhasilan proses ekstraksi. Pelarut yang digunakan harus dapat melarutkan zat yang diinginkannya, mempunyai titik didih yang rendah, murah, tidak toksik, dan mudah terbakar (Ketaren 1986). Pada penelitian ini ekstraksi dilakukan secara berturut-turut menggunakan n-heksana, etil asetat dan metanol. Hasil ekstraksi akan mengandung senyawa nonpolar, semipolar dan polar.

Harborne (1987) mengelompokkan metode ekstraksi menjadi dua, yaitu ekstraksi sederhana dan ekstraksi khusus.

Ekstraksi sederhana terdiri atas:

1. Maserasi, yaitu metode ekstraksi dengan cara meredam sampel dalam pelarut dengan atau tanpa pengadukan;

2. Perkolasi, yaitu metode ekstraksi secara berkesinambungan;

3. Reperkolasi, yaitu perkolasi dimana hasil perkolasi digunakan untuk melarutkan sampel di dalam perkulator sampai senyawa kimianya terlarut;

4. Diakolasi, yaitu perkolasi dengan penambahan tekanan udara.

Ekstraksi khusus terdiri atas:

1. Sokletasi, yaitu metode ekstraksi secara berkesinambungan untuk melarutkan sampel kering dengan menggunakan pelarut bervariasi;

2. Arus balik, yaitu metode ekstraksi secara berkesinambungan dimana sampel dan pelarut saling bertemu melalui gerakan aliran yang berlawanan;

3. Ultrasonik, yaitu metode ekstraksi dengan menggunakan alat yang menghasilkan frekuensi bunyi atau getaran antara 25-100 KHz.

2.3 Radikal Bebas

Radikal bebas adalah atom atau molekul yang tidak stabil dan sangat reaktif karena mengandung satu atau lebih elektron tidak berpasangan pada orbital

(5)

terluarnya. Untuk mencapai kestabilan atom atau molekul, radikal bebas akan bereaksi dengan molekul disekitarnya untuk memperoleh pasangan elektron.

Reaksi ini akan berlangsung terus-menerus dalam tubuh dan bila tidak dihentikan akan menimbulkan berbagai penyakit antara lain kanker, jantung, katarak, penuaan dini serta penyakit degeneratif lainnya, oleh karena itu tubuh memerlukan suatu substansi penting yaitu antioksidan yang mampu menangkal radikal bebas tersebut sehingga tidak dapat menginduksi suatu penyakit (Andayani et al. 2008).

Menurut Hariyatmi (2004), yang dimaksud radikal bebas adalah sekelompok zat kimia yang sangat reaktif karena memiliki satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan. Radikal bebas juga merupakan sekelompok zat kimia yang sangat reaktif karena memiliki satu atau lebih elektron ganjil tidak berpasangan dan memiliki dua sifat yaitu reaktif (cenderung untuk menarik elektron) dan dapat mengubah molekul menjadi suatu radikal. Adanya elektron yang tidak berpasangan ini menyebabkan senyawa tersebut sangat reaktif mencari pasangan, dengan cara menyerang dan mengikat elektron molekul yang berada di sekitarnya. Serangan radikal bebas terhadap molekul sekelilingnya akan menyebabkan terjadinya reaksi berantai yang kemudian menghasilkan senyawa radikal baru. Dampak reaktivitas senyawa radikal bebas bermacam-macam, mulai dari kerusakan sel atau jaringan, penyakit autoimun, penyakit degeneratif hingga kanker (Winarsi 2007).

Radikal bebas dapat terbentuk melalui dua cara yaitu secara endogen (sebagai respon normal proses biokimia intrasel maupun ekstrasel) dan secara eksogen (berasal dari polusi, makanan, serta injeksi ataupun absorpsi melalui kulit) (Winarsi 2007). Secara umum, tahapan reaksi pembentukan reaksi radikal bebas melaui tiga tahapan reaksi yaitu inisiasi, propagasi dan terminasi. Tahap inisiasi merupakan awal pembentukan radikal bebas, tahap propagasi merupakan pemanjangan rantai dan tahap terminasi merupakan bereaksinya senyawa radikal dengan radikal lain atau dengan penangkap radikal sehingga potensi propagasinya rendah (Winarsi 2007). Reaksi tahapan pembentukan radikal bebas dapat dilihat pada Gambar 2.

Tahap inisiasi:

(6)

Fe++ + H2O2 Fe++ + H2O2 R1-H + OH R1 + H2O Tahap propagasi:

R2-H + R1

R2

+ R1-H R3-H + R2 R3 + R2-H Tahap terminasi:

R1

+ R1

R1-R1

R1 + R1 R1-R1 R1 + R1 R1-R1

Gambar 2 Reaksi pembentukan radikal bebas

(Sumber Winarsi 2007)

2.4 Antioksidan

Antioksidan merupakan senyawa pemberi elektron atau reduktan. Senyawa ini memiliki berat molekul kecil, tetapi mampu menginaktivasi berkembangnya reaksi oksidasi dengan cara mencegah terbentuknya radikal. Antioksidan juga merupakan senyawa yang dapat menghambat reaksi oksidasi dengan mengikat radikal bebas dan molekul yang sangat reaktif, akibatnya kerusakan sel dapat dihambat. Antioksidan sangat bermanfaat bagi kesehatan dan berperan penting untuk mempertahankan mutu produk pangan. Berkaitan dengan reaksi oksidasi di dalam tubuh, status antioksidan merupakan parameter penting untuk memantau kesehatan seseorang (Winarsi 2007). Antioksidan juga dapat berperan dalam menekan proliferasi (perbanyakan) sel kanker, karena antioksidan berfungsi menutup jalur pembentukan sel ganas (blocking agent) (Trilaksani 2003).

Antioksidan sangat beragam jenisnya. Berdasarkan sumbernya antioksidan dibagi dalam dua kelompok, yaitu antioksidan sintetik (antioksidan yang diperoleh dari hasil sintesa reaksi kimia) dan antioksidan alami (antioksidan hasil ekstraksi bahan alami). Ada lima antioksidan yang diijinkan untuk makanan dan penggunaannya tersebar luas di seluruh dunia, yaitu butil hidroksi anisol (BHA), butil hidroksi toluena (BHT), propil galat (PG), tert-butil hidroksi quinon (TBHQ) dan tokoferol (vitamin E). Antioksidan tersebut merupakan antioksidan alami yang telah diproduksi secara sintesis untuk tujuan komersial. Antioksidan sintesis tersebut dapat menyebabkan karsinogenesis, sehingga npenggunaan antioksidan alami mengalami peningkatan (Rohman dan Riyanto 2005). Bahan pangan nabati,

(7)

selain mengandung zat-zat yang berguna untuk proses pertumbuhan dan perkembangan, juga memiliki komponen lain yang penting untuk kesehatan (Sulistijani 2002). Komponen-komponen yang terdapat dalam bahan pangan alami misalnya sayur-sayuran, buah-buahan, biji-bijian dan beberapa jenis tumbuhan berpotensi sebagai antioksidan alami. Asupan bahan pangan kaya antioksidan dalam jumlah memadai akan menjaga kondisi kesehatan.

Antioksidan yang baik akan bereaksi dengan radikal bebas segera setelah senyawa tersebut terbentuk. Mekanisme antioksidan dalam menghambat oksidasi atau menghentikan reaksi berantai pada radikal bebas dari lemak yang teroksidasi, dapat disebabkan oleh 4 macam mekanisme reaksi (Ketaren 1986), yaitu (1) pelepasan hidrogen dari antioksidan, (2) pelepasan elektron dari antioksidan, (3) addisi lemak ke dalam cincin aromatik pada antioksidan, dan (4) pembentukan senyawa kompleks antara lemak dan cincin aromatik dari antioksidan.

Berdasarkan mekanisme kerjanya, antioksidan digolongkan menjadi tiga kelompok, yaitu antioksidan primer, sekunder, dan tersier. Antioksidan primer disebut juga antioksidan endogenus atau enzimatis. Suatu senyawa dikatakan sebagai antioksidan primer apabila dapat memberikan atom hidrogen secara cepat kepada senyawa radikal, kemudian radikal antioksidan yang terbentuk segera berubah menjadi senyawa yang lebih stabil. Antioksidan primer meliputi enzim superoksida dismutase (SOD), katalase, dan glutation peroksidase. Sebagai antioksidan, enzim-enzim tersebut menghambat pembentukan radikal bebas dengan cara memutus reaksi berantai (polimerisasi), kemudian mengubahnya menjadi produk yang lebih stabil (Winarsi 2007).

Antioksidan sekunder disebut juga antioksidan eksogenus atau nonenzimatis. Antioksidan kelompok ini juga disebut sistem pertahanan preventif dimana terbentuknya senyawa oksigen reaktif dihambat dengan cara pengkelatan metal, atau dirusak pembentukannya. Kerja antioksidan sekunder adalah dengan cara memotong reaksi oksidasi berantai dari radikal bebas atau dengan cara menangkapnya. Antioksidan sekunder meliputi vitamin E, vitamin C, -karoten, flavonoid, asam urat, bilirubin, dan albumin (Winarsi 2007).

Antioksidan alami di dalam makanan dapat berasal dari senyawa antioksidan yang sudah ada dari satu atau dua komponen makanan, senyawa

(8)

antioksidan yang terbentuk dari reaksi-reaksi selama proses pengolahan dan senyawa antioksidan yang diisolasi dari sumber alami dan ditambahkan ke dalam makanan sebagai bahan tambahan pangan (Trilaksani 2003). Senyawa-senyawa yang umumnya terdapat dalam antioksidan alami adalah fenol, polifenol dan yang paling umum adalah flavonoid (flavonol, isoflavon, flavon, katekin, flavonon), turunan asam sinamat, tokoferol serta asam organik polifungsi.

Berdasarkan mekanisme kerjanya, antioksidan memiliki dua fungsi. Fungsi utama antioksidan yaitu sebagai pemberi atom hidrogen. Antioksidan disingkat (AH) yang mempunyai fungsi utama tersebut sering disebut sebagai antioksidan primer. Senyawa ini dapat memberikan atom hidrogen secara cepat ke radikal lipida (R, ROO) atau mengubahnya ke bentuk lebih stabil, sementara turunan radikal antioksidan (A) tersebut memiliki keadaan lebih stabil dibanding radikal bebas. Fungsi kedua merupakan fungsi sekunder, yaitu memperlambat laju autooksidasi dengan berbagai mekanisme diluar mekanisme pemutusan rantai autooksidasi dengan pengubahan radikal bebas ke bentuk yang lebih stabil (Gordon 1990).

2.5 Uji Aktivitas Antioksidan

Badarinath et al. (2010) mengelompokkan metode pengujian aktivitas antioksidan kedalam tiga golongan. Golongan pertama adalah Hydrogen Atom Transfer methods (HAT) misalnya Oxygen Radical Absorbance Capacity (ORAC) method dan Lipid Peroxidation Inhibition Capacity (LPIC) assay. Golongan kedua adalah Electron Transfer methods (ET) misalnya ferric reducing antioxidant power dan diphenylpicrylhydrazil (DPPH) free radical scavenging assay. Golongan ketiga adalah metode lain misalnya Total Oxidant Scavenging Capacity (TOSC) dan chemiluminescence.

Metode yang umum digunakan untuk menguji aktivitas antioksidan suatu bahan yaitu dengan menggunakan radikal bebas stabil diphenilpycrylhydrazil (DPPH). Metode DPPH banyak dipilih karena mudah, cepat, peka dan hanya membutuhkan sedikit ekstrak sampel (Hanani et al. 2005). Senyawa DPPH adalah radikal bebas yang bersifat stabil dan beraktivitas dengan cara mendelokalisasi elektron bebas pada suatu molekul sehingga molekul tersebut tidak reaktif sebagaimana radikal bebas yang lain. Proses delokalisasi ini ditunjukkan dengan

(9)

adanya warna ungu (violet) pekat yang dapat dikarakterisasi pada pita absorbansi dalam pelarut etanol pada panjang gelombang 520 nm (Molyneux 2004). Pada metode ini, larutan DPPH yang berperan sebagai radikal bebas akan bereaksi dengan senyawa antioksidan sehingga DPPH akan berubah menjadi diphenilpycrilhydrazine yang bersifat non-radikal sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Struktur Diphenylpycrilhydrazil dan Diphenylpycrilhydrazine Parameter untuk menginterpretasikan hasil pengujian dari metode DPPH umumnya dibuat dalam bentuk Inhibitor Concentration 50 (IC50), yang didefinisikan sebagai konsentrasi larutan substrat atau sampel yang akan mereduksi aktivitas DPPH sebesar 50%. Semakin besar nilai IC50 maka nilai aktivitas antioksidan akan semakin kecil (Molyneux 2004). Suatu senyawa antioksidan dinyatakan baik jika nilai IC50-nya semakin kecil. Senyawa antioksidan dikatakan sangat kuat apabila memiliki nilai IC50 kurang dari 0,05 mg/ml, kuat untuk IC50 antara 0,05-0,10 mg/ml, sedang untuk IC50 antara 0,10-0,15 mg/ml dan lemah jika IC50 bernilai antara 0,150-0,20 mg/ml (Molyneux 2004).

2.6 Fitokimia

Analisis fitokimia adalah analisis yang mencangkup pada aneka ragam senyawa organik yang dibentuk dan ditimbun oleh makhluk hidup, yaitu mengenai struktur kimianya, biosintesisnya, perubahan serta metabolismenya, penyebarannya secara alamiah dan fungsi biologisnya (Harborne 1987). Fitokimia mempunyai peran penting dalam penelitian obat yang dihasilkan dari tumbuh- tumbuhan (Sirait 2007).

(10)

2.6.1 Alkaloid

Alkaloid adalah senyawa kimia tanaman hasil metabolit sekunder yang terbentuk berdasarkan prinsip pembentukan campuran (Sirait 2007). Alkaloid biasanya tanpa warna, seringkali bersifat optis aktif, kebanyakan berbentuk kristal tetapi hanya sedikit yang berupa cairan (misalnya nikotina) pada suhu kamar.

Alkaloid merupakan turunan yang paling umum dari asam amino. Secara kimia, alkaloid merupakan suatu golongan heterogen. Secara fisik, alkaloid dipisahkan dari kandungan tumbuhan lainnya sebagai garamnya dan sering diisolasi sebagai kristal hidroklorida atau pikrat (Harborne 1987).

Alkaloid memiliki fungsi dalam bidang farmakologis antara lain sebagai analgetik (menghilangkan rasa sakit), mengubah kerja jantung, mempengaruhi peredaran darah dan pernafasan, antimalaria, stimulan uterus dan anaestetika lokal (Sirait 2007). Sumber senyawa alkaloid potensial adalah tumbuhan yang tergolong dalam kelompok angiospermae dan jarang atau bahkan tidak ditemukan pada tumbuhan yang tergolong dalam kelompok gimnospermae misalnya paku- pakuan, lumut dan tumbuhan tingkat rendah lain (Harborne 1987). Alkaloid pada tumbuhan dipercaya sebagai hasil metabolisme dan merupakan sumber nitrogen.

Kebanyakan alkaloid berupa padatan kristal dengan titik lebur tertentu atau mempunyai kisaran dekomposisi. Dekomposisi alkaloid selama atau setelah isolasi dapat menimbulkan berbagai persoalan jika penyimpanan berlangsung dalam waktu lama (Lenny 2006).

2.6.2 Triterpenoid/ Steroid

Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam satuan isoprena dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik, yaitu skualena. Senyawa ini berstruktur siklik yang rumit, kebanyakan berupa alkohol, aldehida atau asam karboksilat. Mereka berupa senyawa tanpa warna, berbentuk kristal, seringkali bertitik leleh tinggi dan aktif optik yang umumnya sukar dicirikan karena tak ada kereaktifan kimianya. Triterpenoid dapat dibagi menjadi empat kelompok senyawa, yaitu triterpen sebenarnya, steroid, saponin, dan glikosida jantung (Harborne 1987).

Terpenoid memiliki beberapa nilai kegunaan bagi manusia, antara lain minyak atsiri sebagai dasar wewangian, rempah-rempah serta sebagai cita rasa

(11)

dalam industri makanan. Fungsi terpenoid bagi tumbuhan adalah sebagai pengatur pertumbuhan (seskuitertenoid abisin dan giberelin), karotenoid sebagai pewarna dan memiliki peran membantu fotosintesis (Harborne 1987).

Steroid merupakan golongan dari senyawa triterpenoid. Adapun contohnya adalah sterol, sapogenin, glikosida jantung dan vitamin D. Steroid alami berasal dari berbagai transformasi kimia dari triterpena yaitu lanosterol dan saikloartenol.

Senyawa steroid dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan obat (Harborne 1987).

2.6.3 Flavonoid

Flavonoid adalah sekelompok besar senyawa polifenol tanaman yang tersebar luas dalam berbagai bahan makanan dan dalam berbagai konsentrasi.

Kandungan senyawa flavonoid dalam tanaman sangat rendah sekitar 0,25%.

Komponen tersebut pada umumnya terdapat dalam keadaan terikat atau terkonjugasi dengan senyawa gula (Winarsi 2007).

Flavonoid umumnya terdapat dalam tumbuhan sebagai glikosida. Flavonoid terdapat pada seluruh bagian tanaman termasuk pada buah, tepung sari dan akar (Sirait 2007). Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa polifenol, oleh karena itu larutan ekstrak yang mengandung komponen flavonoid akan berubah warna jika diberi larutan basa atau ammonia. Flavonoid dikelompokkan menjadi 9 kelas yaitu anthosianin, proanthosianin, flavonol, flavon, gliko flavon, biflavonil, khalkon dan aurone, flavanon serta isoflavon. Flavonoid pada tanaman berikatan dengan gula sebagai glikosida dan ada pula yang berada dalam aglikon (Harborne 1987).

Flavonoid merupakan senyawa yang terdiri dari C6–C3–C6. Flavonoid umumnya terdapat pada tumbuhan sebagai glikosida. Gugusan gula bersenyawa pada satu atau lebih grup hidroksil fenolik. Gugus hidrolik selalu terdapat pada karbon nomor 5 dan nomor 7 pada cincin A. Pada cincin B gugusan hidroksil atau alkoksil terdapat pada karbon nomor 3 dan nomor 4. Flavonoid terdapat pada seluruh bagian tanaman termasuk pada buah, tepung sari dan akar (Sirait 2007).

Flavonoid merupakan inhibitor kuat terhadap peroksidasi lipida, sebagai penangkap oksigen atau nitrogen yang reaktif dan juga mampu menghambat aktivitas enzim lipooksigenase dan siklooksigenase (Rohman dan Riyanto 2005).

(12)

2.6.4 Fenol hidrokuinon

Fenol meliputi berbagai senyawa yang berasal dari tumbuhan dan mempunyai ciri sama yaitu cincin aromatik yang mengandung satu atau dua gugus hidroksil. Flavonoid merupakan golongan fenol yang terbesar, selain itu juga terdapat fenol monosiklik sederhana, fenil propanol, dan kuinon fenolik (Harborne 1987). Kuinon adalah senyawa bewarna dan mempunyai kromofor dasar, seperti kromofor pada benzokuinon, yang terdiri atas dua gugus karbonil yang berkonjugasi dengan dua ikatan rangkap karbon-karbon. Kuinon untuk tujuan identifikasi dapat dipilah menjadi empat kelompok, yaitu benzokuinon, naftokuinon, antrakuinon dan kuinon isoprenoid. Tiga kelompok pertama biasanya terhidroksilasi dan bersifat senyawa fenol serta mungkin terdapat in vivo dalam bentuk gabungan dengan gula sebagai glikosida atau dalam bentuk kuinol tanpa warna, kadang-kadang juga bentuk dimer. Dengan demikian diperlukan hidrolisis asam untuk melepaskan kuinon bebasnya (Harborne 1987).

Senyawa kuinon yang terdapat sebagai glikosida mungkin larut sedikit dalam air, tetapi umunya kuinon lebih mudah larut dalam lemak dan akan terekstrak dalam tumbuhan bersama-sama dengan karotenoid dan klorofil. Reaksi yang khas adalah reduksi bolak-balik yang mengubah kuinon menjadi senyawa tanpa warna, kemudian warna kembali lagi bila terjadi oksidasi oleh udara.

Reduksi dapat dilakukan menggunakan natrium borohidrida (Harborne 1987).

2.6.5 Tanin

Tanin merupakan komponen zat organik derivat polimer glikosida yang terdapat dalam bermacam-macam tumbuhan, terutama tumbuhan berkeping dua (dikotil). Monomer tanin adalah digallic acid dan D-glukosa. Ekstrak tanin terdiri dari campuran senyawa polifenol yang sangat kompleks dan biasanya tergabung dengan karbohidrat rendah. Adanya gugus fenol menyebabkan tanin dapat berkondensasi dengan formaldehida. Tanin terkondensasi sangat reaktif terhadap formaldehida dan mampu membentuk produk kondensasi, berguna untuk bahan perekat thermosetting yang tahan air dan panas. Tanin diharapkan mampu mensubstitusi gugus fenol dan resin fenol formaldehida yang berguna untuk

mengurangi pemakaian fenol sebagai sumberdaya alam tak terbarukan (Linggawati et al. 2002).

(13)

Menurut Muchtadi (1989), tanin adalah senyawa polifenol yang membentuk senyawa kompleks yang tidak larut dengan protein. Senyawa ini terdapat pada berjenis-jenis tanaman yang digunakan baik untuk bahan pangan maupun pakan ternak. Tanin dapat menghambat aktivitas beberapa enzim pencernaan seperti tripsin, kimotripsin, amilase dan lipase. Tanin juga terbukti dapat menghambat absorpsi besi.

2.6.6 Saponin

Saponin adalah suatu glikosida yang mungkin ada pada banyak macam tanaman. Saponin ada pada seluruh tanaman dengan konsentrasi tinggi pada bagian-bagian tertentu dan dipengaruhi oleh varietas tanaman dan tahap pertumbuhan. Di dalam tumbuhan, saponin berfungsi sebagai bentuk penyimpanan karbohidrat atau merupakan waste product dari metabolisme tumbuh-tumbuhan. Selain itu saponin bisa menjadi pelindung terhadap serangan serangga. Sifat-sifat yang dimiliki saponin antara lain mempunyai rasa pahit, membentuk busa yang stabil dalam larutan air, menghemolisis eritrosit, merupakan racun yang kuat untuk ikan dan amfibi, membentuk persenyawaan dengan kolesterol dan sisteroid lain, sulit untuk dimurnikan dan diidentifikasi dan memiliki berat molekul yang tinggi (Nio 1989).

Berdasarkan sifat kimianya saponin dapat dibagi dalam dua kelompok yaitu steroid dengan 27 C atom dan triterpenoid dengan 30 C atom. Aglikon (sapogenin) dan karbohidrat macam-macam saponin berbeda, sehingga tumbuhan tertentu dapat mempunyai macam-macam saponin yang berlainan. Macam- macam saponin pada tumbuhan antara lain quillage saponin (campuran dari 3 atau 4 saponin), alfalfa saponin (campuran dari paling sedikit 5 saponin) dan soy bean saponin (terdiri dari 5 fraksi yang berbeda dalam sapogenin atau karbohidratnya atau kedua-duanya) (Nio 1989).

Saponin menyebabkan stimulasi pada jaringan tertentu misalnya pada epitel hidung, bronkus dan ginjal. Stimulasi pada ginjal diperkirakan menimbulkan efek diuretika. Sifat menurunkan tegangan permukaan yang ditimbulkan oleh saponin dapat dihubungkan dengan daya ekspektoransia, dengan sifat ini lendir akan dilunakkan atau dicairkan. Saponin bisa juga sebagai prekursor hormon steroid (Sirait 2007). Saponin dapat menimbulkan rasa pahit pada bahan pangan nabati.

(14)

Banyak saponin yang mempunyai satuan gula sampai lima dan komponen yang umum ialah asam glukuronat (Harborne 1987). Pembentukan busa yang mantap sewaktu mengekstraksi tumbuhan atau memekatkan ekstrak tumbuhan merupakan bukti terpercaya akan adanaya saponin. Saponin jauh lebih polar daripada sapogenin karena ikatan glikosidanya (Harborne 1987).

2.7 Serat Pangan (Dietary Fibre)

Dietary fibre merupakan komponen dari jaringan tanaman yang tahan terhadap proses hidrolisis dalam lambung dan usus kecil (Van Der Kamp 2004).

Serat-serat tersebut banyak berasal dari dinding sel berbagai sayuran dan buah-buahan. Secara kimia dinding sel tersebut terdiri dari beberapa jenis karbohidrat yaitu selulosa, hemiselulosa, pektin dan nonkarbohidrat misalnya polimer lignin, beberapa gumi dan mucilage. Dietary fibre pada umumnya merupakan karbohidrat atau polisakarida. Berbagai jenis makanan pada umumnya mengandung dietary fibre (Winarno 2008). Istilah serat pangan berbeda dengan serat kasar yang biasa digunakan dalam analisis proksimat bahan pangan. Serat kasar adalah bagian dari bahan pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh bahan-bahan kimia yang biasa digunakan untuk menentukan kadar serat kasar (asam sulfat dan natrium hidroksida), sedangkan serat pangan adalah bagian dari bahan pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh enzim-enzim pencernaan (Muchtadi 1989).

Serat pangan terbagi ke dalam dua kelompok yaitu serat pangan tak larut (unsoluble dietary fibre) dan serat pangan larut (soluble dietary fibre). Serat pangan tidak larut contohnya selulosa, hemiselulosa, dan lignin yang ditemukan pada serealia, kacang-kacangan dan sayuran. Serat pangan larut contohnya gum, pektin dan musilage (Muchtadi 2001).

3 METODOLOGI

Referensi

Dokumen terkait

negara tetangga, Malaysia, juga mengenal tempoyak.. Oh, iya, Teman-teman, tempoyak adalah hasil fermentasi dari buah durian. Jambi memiliki banyak daerah penghasil buah

Semester Ganjil 2013 / 2014 dengan judul “ Pusat Olahraga Bulutangkis di Solo” ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik

(e&ikian surat per&oonan pende-egasian peserta, atas peratiann6a diaturkan teri&a kasi. Wallahul Muwafq Ilaa

Parameter yang dianalisis terhadap pektin yang diperoleh dari hasil ekstraksi kulit buah kakao meliputi rendamen, kadar air, kadar abu, kadar metoksil dan galakturonat..

Pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan (Penjasorkes) pada dasarnya merupakan pendidikan melalui aktivitas jasmani yang dijadikan sebagai media untuk mencapai

Berdasarkan analisis di atas, maka dapat diambil kesimpulan yaitu hasil perhitungan harga jual perkemasan produk terhadap laba yang dihasilkan dengan menggunakan metode harga biaya

yang populasinya cukup tinggi pada awal pengamatan (Tabel 3). armigera) dan penggerek batang jagung (O. furnacalis) hal ini disebabkan karena telur-telur penggerek tongkol

Dalam rencana pemberdayaan desa dan potensi Kelurahan Pringsewu Selatanpenulis membuat sebuah rancangan website yang diharapkan dapat membantu masyarakat dalam