• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan Teknik Assertive Training Untuk Mengurangi Kecemasan Siswa Berbicara di Depan Kelas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Penerapan Teknik Assertive Training Untuk Mengurangi Kecemasan Siswa Berbicara di Depan Kelas"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Journal of Indonesian Teachers for Social Science and Humanities

Volume 1 Nomor 2 April 2022 pp 51-58

p-ISSN: 2808-0882

available: https://jurnal.pgrisulsel.or.id/jit-ssh/index

Penerapan Teknik Assertive Training Untuk Mengurangi Kecemasan Siswa Berbicara di Depan Kelas

Edil Wijaya Nur1, Muh. Robin Sutomo2

12 Bimbingan dan Konseling, SMAN 6 Sidrap, Indonesia

*)Coresponden author email: [email protected]

Artikel info Article history:

Article history:

Received: 16/03/2022 Revised: 27/03/2022 Accepted: 20/04/2022 Published: 28/04/2022

Kata Kunci:

Assertive Training;

Kecemasan;

Kecemasan Berbicara;

Keywords:

Assertive Training;

Worry;

Talking Anxiety;

Abstract. The study aims (1) to find out the level of anxiety students speaking in front of the class before and after being given assertive training techniques, and (2) to find out whether the application of assertive training techniques can reduce the level of anxiety students speak in front of the class. This research is included in quantitative research with an experimental approach that takes a type of pretest- posttest research one group design. Data analysis relies on non- parametric statistical analysis with the Wilcoxon Signed Ranks Test (Z). The study was conducted at SMAN 6 Sidrap with 10 respondents.

The results showed that (1) the anxiety level of students speaking in front of the class before the administration of assertive training techniques was in the high category, and after the administration of assertive training techniques was in the low category. In addition to (2) Assertive Training techniques can reduce the anxiety level of students speaking in front of the class.

Abstrak. Penelitian ini bertujuan (1) untuk mengetahui gambaran tingkat kecemasan siswa berbicara di depan kelas sebelum dan sesudah diberi teknik Assertive Training, serta (2) untuk mengetahui apakah penerapan teknik Assertive Training dapat mengurangi tingkat kecemasan siswa berbicara di depan kelas. Penelitian ini termasuk dalam penelitian kuantitatif dengan pendekatan eksperimen yang mengambil jenis penelitian pretest-posttest one group design. Analisis data mengandalkan analisis statistic non parametric dengan Wilcoxon Signed Ranks Test (Z). Penelitian dilakukan di SMAN 6 Sidrap dengan 10 orang responden. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) tingkat kecemasan siswa berbicara di depan kelas sebelum pemberian teknik Assertive Training berada pada kategori tinggi, dan setelah pemberian teknik Assertive Training berada pada kategori rendah.

Selain itu (2) teknik Assertive Training dapat mengurangi tingkat kecemasan siswa berbicara di depan kelas.

PENDAHULUAN

Merdeka belajar yang digaungkan pemerintah menjadi satu bagian dari serangkaian upaya dalam memajukan pendidikan di Indonesia. Pada sebuah pertemuan ilmiah mengenai merdeka belajar, terungkap bahwa merdeka belajar terdiri dari empat program pokok yakni penilaian USBN Komprehensif, UN diganti dengan assessment penilaian, RPP dipersingkat, dan zonasi PPDB lebih fleksibel (Sherly et al, 2021). Hal yang cukup menarik pada model penilaian ini adalah USBN Komprehensif. Sebagaimana yang ditulis oleh Hasim (2020) bahwa Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) ini dirancang oleh Kemendikbud dengan memberikan keleluasaan kepada sekolah

(2)

Journal of Indonesian Teachers for Social Science and Humanities

Available online: https://jurnal.pgrisulsel.or.id/jit-ssh/index Edil Wijaya Nur, Muh. Robin Sutomo

dalam menentukan bentuk penilaian kepada siswa, seperti portofolio, karya tulis, atau bentuk penugasan lainnya. Pada perkembangannya, muncul beberapa anggapan bahwa siswa seringkali mengalami masalah jika guru memilih bentuk penugasan seperti presentasi hasil karya ilmiah atau hasil diskusi kelompok di depan kelas. Hal ini sebagaimana yang penulis temukan di lapangan melalui beberapa wawancara dan observasi terhadap beberapa siswa yang mengalami kecemasan saat harus berbicara di depan kelas. Segayut dengan hal tersebut Prakosa & Partini (2015) menulis bahwa“…kecemasan berbicara di depan umum seringkali dirasakan oleh para siswa, yaitu ketika dihadapkan pada tugas atau kewajiban yang mengharuskan siswa berbicara di depan kelas.”.

Surya (1995:39) memberi definisi kecemasan sebagai keadaan atau kondisi ketakutan yang dirasakan berlebihan dan tidak menyadari alasannya. Menurut Wahyuni (2015) kecemasan berbicara di depan umum merupakan keadaan tidak nyaman yang sifatnya tidak tetap pada seorang individu, baik ketika membayangkan maupun saat berbicara di depan orang yang banyak. Menguatkan pendapat tersebut, Rahmawati & Nuryono (2014) berpendapat bahwa kecemasan berbicara di depan umum adalah ketakutan atau kecemasan yang berhubungan dengan komunikasi nyata atau antisipasi dari orang lain. Hal ini dapat menimbulkan beberapa reaksi fisik dan emosional yang dapat mengganggu kemampuan seseorang ketika tampil di depan umum baik itu pidato atau presentasi. Ketiga pendapat tersebut menggiring kita untuk memahami bahwa kecemasan berbicara di depan umum adalah sesuatu yang tidak bisa dibiarkan terus menerus terjadi pada diri seseorang. Apalagi jika fenomena tersebut terjadi pada siswa bimbingan kita di sekolah saat mereka harus tampil dalam rangka penyelesaian tugas. Kecemasan merupakan salah satu bentuk emosi individu yang berkenaan dengan adanya rasa terancam oleh sesuatu, biasanya dengan objek ancaman yang tidak begitu jelas. Intesitas kecemasan yang tinggi dan cenderung dibiarkan akan member pengaruh negatif terhadap keadaan fisik dan tentunya psikis individu yang bersangkutan, kecemasan yang tinggi dan cenderung dibiarkan terutama dalam hal belajar akan mempengaruhi prestasi belajar yang terus menurun pada siswa tersebut karena banyaknya ketakutan-ketakutan pada objek yang tidak jelas. Bukhori (2016) menuliskan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi kecemasan berbicara di depan umum adalah kepercayaan diri.

Kurangnya kepercayaan diri pada seseorang saat harus tampil di depan umum akan langsung memberi efek pada kondisi fisik dan emosionalnya saat itu juga. Sebagaimana kita ketahui bahwa kepercayaan diri merupakan keyakinan seseorang akan kemampuan yang dimiliki untuk menampilkan perilaku tertentu atau untuk mencapai target tertentu.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menurunkan tingkat kecemasan siswa berbicara di depan kelas adalah dengan memberikan Assertive Training kepada mereka. Hal ini sesuai dengan pendpaat dari Yusuf LN (2016:204) yang menuliskan bahwa untuk mengurangi atau menghilangkan perasaan takut atau kekurangmampuan dalam keterampilan sosial seperti di rumah, sekolah dan di tempat kerja maka latihan asertif (Assertive Training) merupakan cara yang tepat. Willis ( 2004 ) menjelaskan bahwa Assertive Training merupakan salah satu teknik dalam pendekatan behavioristik yang dipahami sebagai teknik yang menitikberatkan pada kasus yang mengalami kesulitan dalam perasaan yang tidak sesuai dalam menyatakannya, selain itu Gunarsih ( 2007 ) dalam bukunya Konseling dan Psikoterapi menjelaskan pengertian latihan asertif yaitu prosedur latihan yang diberikan kepada konseli untuk melatih perilaku penyesuaian sosial melalui ekspresi diri dari perasaan, sikap, harapan, pendapat, dan haknya. Dari definisi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa assertive training atau latihan asertif merupakan prosedur latihan yang diberikan untuk membantu peningkatan kepercayaan diri dalam mengkkomunikasikan apa yang diinginkan, dirasakan, dan dipikirkan pada orang lain namun tetap menjaga dan menghargai hak-hak serta perasaan orang lain. Manfaat latihan asertif menurut Corey ( 2009 ) yaitu membantu bagi orang-orang yang (1) tidak mampu mengungkapkan kemarahan dan perasaan tersinggung, (2) menunjukkan kesopanan yang berlebihan dan selalu mendorong orang lain untuk mendahuluinya, (3) memiliki kesulitan untuk mengungkapkan afeksi dan respon-respon positif lainnya, dan (4) merasa tidak punya hak untuk memiliki perasaan- perasaan dan pikiran-pikiran sendiri. Jadi teknik ini dapat membantu peningkatan kemampuan mengkomunikasikan apa yang diinginkan, dirasakan, dan dipikirkan.

Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya bahwa teknik assertive training adalah salah satu teknik dalam pendekatan behavioral yang digunakan dalam proses konseling. Teknik assertive

(3)

Journal of Indonesian Teachers for Social Science and Humanities

Available online:https://jurnal.pgrisulsel.or.id/jit-ssh/index Edil Wijaya Nur, Muh. Robin Sutomo

training merupakan teknik yang digunakan untuk melatih sikap ketegasan dan keberanian menyatakan pendapat serta mampu menampilkan diri. Sedangkan kecemasan berbicara di depan kelas adalah gejala emosional negatif yang muncul karena adanya pikiran irasional dari dalam diri individu itu sendiri, adanya ketakutan yang berlebihan atau kecemasan yang menimbulkan gangguan psikologis dapat menghambat seseorang untuk bisa percaya diri ketika berbicara di depan umum. Kecemasan merupakan gangguan emosi yang bisa dirasakan karena gejala fisiologisnya sangat jelas, seperti jantung berdetak cepat, perut terasa diremas-remas, gemetar, pusing, dan gejala fisiologis lainnya.

Kecemasan berbicara di depan kelas merupakan gejala umum yang banyak dialami oleh siswa di sekolah, dan tentu saja hal ini tidak bisa dibiarkan terjadi terus menerus pada seorang siswa mengingat efek yang ditimbulkan pada fisik dan emosional seorang individu. Siswa yang tingkat kecemasannya tinggi apabila berbicara di depan kelas cenderung akan menghindari forum diskusi, atau menghindari untuk berkomunikasi dengan banyak orang, dan selalu merasa dirinya berbeda dengan orang lain.

Dengan penerapan teknik assertive training diharapkan dapat mengurangi kecemasan siswa berbicara di depan kelas, karena teknik ini mengedepankan perubahan konsep berpikir individu terhadap dirinya sendiri yang dapat meningkatkan kepercayaan dirinya dalam menyampaikan pendapat, perasaan, dan pandangannya di depan orang lain.

Prosedur pelaksanaan assertive training sebagaimana yang diuraikan oleh Osipow et al (1984) dalam A Survey of Counseling Methode terdiri dari tahapan dalam latihan asertif yang dimulai dengan (a) menentukan kesulitan yang dialami konseli dalam bersikap asertif dengan melakukan penelusuran data terhadap konseli, diharapkan hasilnya dapat membantu konselor mengerti dimana ketidakasertifan pada konselinya, (b) mencaritemukan model-model perilaku yang diinginkan oleh konseli dan harapan- harapan yang diinginkannya. Pengungkapan atas perilaku yang diinginkan konseli sehubungan dengan permasalahan yang dihadapi sangat penting dan wajib diketahui oleh konselor, (c) menentukan perilaku akhir yang diperlukan dan yang tidak diperlukan. Konselor dapat menentukan perilaku yang harus dimiliki konseli untuk menyelesaikan masalahnya dan juga mengidentifikasi perilaku-perilaku yang tidak diperlukan yang menjadi pendukung ketidakasertifannya, (d) Membantu konseli untuk membedakan perilaku yang dibutuhkan dan yang tidak dibutuhkan dalam rangka menyelesaikan masalahnya. Setelah itu, konselor menentukan perilaku yang dibutuhkan dan yang tidak dibutuhkan, kemudian ia menjelaskannya pada konseli tentang apa yang seharusnya dilakukan dan dihindari dalam rangka menyelesaikan permasalahannya dan memperkuat penjelasannya, (e) Mengungkapkan ide-ide yang tidak rasional, sikap-sikap dan kesalahpahaman yang ada difikiran konseli. Konselor dapat mengungkap ide-ide konseli yang tidak rasional yang menjadi penyebab masalahnya, (f) Menentukan respon-respon asertifsikap yang diperlukan untuk menyelesaikan permasalahannya melalui contoh-contoh, (g) Mengadakan pelatihan perilaku asertif dan mengulang-ulangnya. Konselor memandu konseli untuk mempraktikkan perilaku asertif yang diperlukan, menurut contoh yang diberikan konselor sebelumnya, (h) Melanjutkan latihan perilaku asertif, (i) Memberikan tugas kepada konseli secara bertahap untuk melancarkan perilaku asertif yang dimaksud. Untuk kelancaran dan kesuksesan latihan, konselor memberikan tugas kepada konseli untuk berlatih sendiri di rumah ataupun di tempat-tempat lainnya, serta (j) Memberikan penguatan terhadap tingkah laku yang diinginkan. Penguatan dibutuhkan untuk meyakinkan bahwa konseli harus dapat bersikap tegas dan berani mengemukakan pendapat di hadapan teman-teman..

Selain itu yang lebih pokok adalah konseli dapat menerapkan apa yang telah dilatihnya dalam situasi yang nyata. Jadi dalam pelaksaan assertive training konseli akan dihadapkan pada perubahan dasar pemikiran dengan mengganti pemikiran-pemikiran yang tidak asertif dengan pemikiran-pemikiran yang asertif dengan pemberian penguatan-penguatan pada tingkah laku yang diinginkan, serta terus melatihnya dalam situasi nyata. Hal ini akan menurunkan tingkat kecemasan berbicara konseli di depan kelas secara berkesinambungan.

METODE

Penelitian ini termasuk dalam kategori penelitian kuantitatif dengan pendekatan Pre Experimental yang mengambil jenis penelitian pretest-posttest one group design. Sampel penelitian ini

(4)

Journal of Indonesian Teachers for Social Science and Humanities

Available online: https://jurnal.pgrisulsel.or.id/jit-ssh/index Edil Wijaya Nur, Muh. Robin Sutomo

adalah 10 orang responden kelas XII IPA 3 SMAN 6 Sidrap yang dipilih dengan cara Purposive Sampling sesuai dengan kriteria kecemasan berbicara. Sedangkan populasi dari penelitian ini adalah 83 orang siswa kelas XII IPA. Instrumen penelitian yang digunakan adalah angket dan pedoman observasi. Angket ini diberikan untuk memperoleh gambaran tentang perilaku siswa baik sebelum (pre-test) maupun setelah (post-test) diberikan treatment. Jenis skala penelitian yang digunakan adalah skala likert dengan pernyataan yang telah dilengkapi dengan lima pilihan jawaban yaitu sangat sesuai (SS), sesuai (S), cukup sesuai (CS), kurang sesuai (KS), dan tidak sesuai (TS). Teknik Analisis data yang digunakan untuk menganalisis data hasil angket pada penelitian ini adalah analisis statistik deskriptif dalam bentuk analisis statistic non parametric dengan Wilcoxon Signed Ranks Test (Z).

Adapun kategori tingkat kecemasan berbicara di depan kelas dapat dijabarkan pada table 1.

Tabel 1. Kategori Tingkat Kecemasan Berbicara di Depan Kelas

Interval Kategori

116-137 Sangat Tinggi

94-115 Tinggi

72-93 Sedang

50-71 Rendah

28-49 Sangat Rendah

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Tingkat Kecemasan Siswa

Untuk memperoleh gambaran mengenai tingkat kecemasan siswa berbicara di depan kelas sebelum (Pretest) dan sesudah (Posttest) diberi teknik Assertive Training terhadap 10 orang siswa kelas XII IPA 3, maka berikut ini akan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi yang diklasifikasikan dalam lima kategori, yaitu kecemasan berbicara sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah dengan hasil pada table 2.

Tabel 2. Hasil Perolehan Pretest dan Posttest

Interval Kategori Pretest Posttest

Frekuensi Persentase Frekuensi Persentasie

116-137 Sangat Tinggi 0 0% 0 0%

94-115 Tinggi 7 70% 0 0%

72-93 Sedang 3 30% 2 20%

50-71 Rendah 0 0% 8 80%

28-49 Sangat Rendah 0 0% 0 0%

Jumlah 10 100% 10 100%

Sumber : Hasil Olah Angket Penelitian

Tabel diatas menunjukkan bahwa tingkat kecemasan siswa berbicara di depan kelas sebelum diberi latihan teknik Assertive Training yaitu 7 responden (70%) yang berada dalam kategori tinggi, 3 responden (30%) yang berada pada kategori sedang, tidak ada responden pada kategori sangat tinggi, selanjutnya tidak ada responden pada kategori rendah, dan tidak ada responden yang berada pada kategori sangat rendah. Selanjutnya sesuai dengan nilai rata-rata skor yang diperoleh sebesar 100,8 dimana nilai rata-rata tersebut dibulatkan menjadi 101 dan berada pada interval 94-115 yang berarti tinggi. Hal ini berarti bahwa kecemasan siswa berbicara di depan kelas berada dalam kategori tinggi.

(5)

Journal of Indonesian Teachers for Social Science and Humanities

Available online:https://jurnal.pgrisulsel.or.id/jit-ssh/index Edil Wijaya Nur, Muh. Robin Sutomo

Setelah diberi latihan Assertive Training sebanyak 6 kali pertemuan, kecemasan siswa berbicara di depan kelas mengalami penurunan. Hal ini dapat dilihat dari tingkat kecemasan siswa berbicara di depan kelas yang menunjukkan bahwa 2 responden (20%) yang berada dalam kategori sedang, dan kategori rendah sebanyak 8 responden (80%). Tidak ada responden pada kategori sangat tinggi, selanjutnya tidak ada responden pada kategori tinggi dan juga tidak ada responden pada kategori sangat rendah. Selanjutnya sesuai dengan nilai rata-rata skor yang diperoleh sebesar 64,3 dan dibulatkan menjadi 64,dimana nilai rata-rata tersebut berada pada interval 50-71 yang berarti rendah.

Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kecemasan siswa berbicara di depan kelas setelah diberikan teknik Assertive Training berada pada kategori rendah.

Kecenderungan Umum Hasil Penelitian Tabel 3. Rata-rata Hasil Pretest dan Postest

Jenis Data Mean Interval Klasifikasi

Pre-Test 100,8 94-115 Tinggi

Post-Test 64,3 50-71 Rendah

Sumber: Hasil Pretest dan Posttest

Dari hasil observasi selama kegiatan Assertive Training berlangsung yang dilaksanakan dalam enam tahap pertemuan diperoleh data sebagai berikut:

Tabel 4. Hasil Obervasi Selama Kegiatan Assertive Training

Persentase Kriteria Pertemuan

I II III IV V VI

80%-100% Sangat Tinggi 0 0 0 0 0 0

60%-79% Tinggi 0 0 4 3 9 9

40%-59% Sedang 2 7 6 5 0 1

20%-39% Rendah 8 3 0 2 1 0

0-19% Sangat Rendah 0 0 0 0 0 0

Jumlah 10 10 10 10 10 10

Berdasarkan hasil pengamatan pada pertemuan pertama, terdapat 2 orang siswa yang berada pada kategori sedang, 8 orang siswa berada pada kategori rendah, tidak terdapat siswa berada pada kategori sangat tinggi,tidak ada siswa pada kategori tinggi, dan juga tidak ada siswa pada kategori sangat rendah. Pada pertemuan kedua, terdapat 7 orang siswa berada pada kategori sedang, 3 orang siswa yang berada pada kategori rendah, tidak terdapat siswa pada kategori sangat tinggi, tidak ada orang siswa berada pada kategori tinggi dan juga tidak terdapat siswa pada kategori sangat rendah.

Pada pertemuan ketiga, terdapat 4 orang siswa yang berada pada kategori tinggi, 6 orang siswa berada pada kategori sedang, tidak terdapat siswa pada kategori tinggi, rendah dan sangat rendah. Pada pertemuan keempat, terdapat 3 orang siswa berada pada kategori tinggi, 5 orang siswa berada pada kategori sedang, 2 orang siswa berada pada kategori rendah,tidak terdapat siswa yang berada pada kategori sangat tinggi dan juga sangat rendah. Pada pertemuan kelima, 9 orang siswa berada pada kategori tinggi dan 1 orang siswa berada pada kategori rendah. tidak terdapat siswa berada pada kategori sangat tinggi, sedang dan juga sangat rendah. Pada pertemuan keenam, 9 siswa berada pada kategori tinggi dan 1 orang siswa berada pada kategori sedang. tidak terdapat siswa pada kategori sangat tinggi,rendah dan juga sangat rendah. Berdasarkan hasil yang diperoleh maka setiap pertemuan partisipasi siswa mengalami peningkatan dan mereka mengikuti setiap tahapan kegiatan dengan antusias dan semangat.hal ini memberikan bukti bahwa kegiatan yang dilaksanakan dapat diikuti dengan baik oleh para siswa yang menjadi subjek penelitian.

Pengujian Hipotesis

(6)

Journal of Indonesian Teachers for Social Science and Humanities

Available online: https://jurnal.pgrisulsel.or.id/jit-ssh/index Edil Wijaya Nur, Muh. Robin Sutomo

Untuk mengetahui signifikasi perbedaan tingkat kecemasan siswa berbicara di depan kelas sebelum dan sesudah diberikan teknik Assertive Training digunakan uji statistic non parametic Wilcoxon Signed Rank Test (Z). Untuk pengujian hipótesis, terlebih dahulu hipótesis alternatif (H1) yang berbunyi “ Penerapan teknik Assertive Training dapat mengurangi tingkat kecemasan siswa berbicara di depan kelas” diubah menjadi hipótesis nol (H0) sehingga menjadi “Penerapan teknik Assertive Training tidak dapat mengurangi tingkat kecemasan siswa berbicara di depan kelas”.

Berdasarkan uji statistic tersebut dilihat dari perbedaan skor tingkat kecemasan siswa berbicara di depan kelas dengan pemberian teknik Assertive training yakni mean pretest 100,8 dan mean Posttest 64,3. Sehingga diperoleh perhitungan Z dimana nilai statistik uji Z yang kecil yaitu -2,805 dan nilai sig.2-tailed adalah 0,005 < 0,05. Dengan adanya perbedaan tersebut secara statistik memberikan pembuktian bahwa hipotesis nol (Ho) ditolak dan hipotesis alternatif (H1) diterima sehingga secara statistik memberikan pembuktian bahwa penerapan teknik Assertive Training dapat mengurangi tingkat kecemasan siswa berbicara di depan kelas.

Tabel 5. Hasil Pengujian Hipotesis

Jenis Data Mean

Gain Z Asymp

Sig H1

Pretest (100,8)

36,5 -2,805 0.005 Diterima Postest (64,3)

Sumber: Hasil Pretest dan Posttest Pembahasan

Penelitian menunjukkan bahwa siswa yang mampu berbicara di depan kelas maupun dalam kegiatan berdiskusi/sharing adalah siswa yang itu-itu saja, sedangkan yang lain belum berani untuk tampil di depan kelas mengemukakan gagasannya karena tingginya kecemasan yang dirasakan oleh siswa ketika ia disuruh untuk berbicara.. Ikhwal hal tersebut disebabkan karena siswa merasa malu, tidak berani dan mermiliki kekhawatiran yang berlebihan yang ada pada dirinya sehingga siswa merasa tidak percaya diri untuk mengungkapkan pikiran, perasaan, serta pendapatnya di depan kelas maupun dalam kegiatan diskusi. Salah satu cara yang dapat ditempuh untuk mengurangi tingkat kecemasan siswa berbicara di depan kelas adalah penerapan teknik assertive training yang dilakukan dalam situasi kelompok. Diharapkan dengan dilakukannya teknik ini secara terprogram dan terstruktur dapat memberi kontribusi positif dalam mengurangi tingkat kecemasan siswa berbicara di depan kelas.

Penelusuran data yang diperoleh melalui observasi ternyata terjadi perubahan pada diri siswa selama mengikuti pelaksanaaan teknik Assertive training. Hal ini terlihat pada hasil analisis persentase tahap atau kegiatan pertama berada pada kriteria sedang dan rendah, pada tahap kedua masih berada pada kriteria sedang dan rendah.dan pada tahap selanjutnya berada pada kategori tinggi. Dari data observasi di atas maka tingkat keaktifan tergolong tinggi. Dimana mereka berpartisipasi penuh dalam pelaksanaan teknik assertive training. Selama proses pelaksanaan kegiatan ini kecemasan siswa untuk berbicara di depan kelas semakin berkurang, hal ini terlihat dari kemampuannya berbicara dengan percaya diri dan tidak lagi merasa cemas dan malu. Tingkat kecemasan siswa berbicara di depan kelas mengalami perubahan yang signifikan dari kriteria tinggi menjadi rendah. Adapun aspek tingkah laku yang di amati adalah partisipasi, penguasaan teknik dan tingkat kecemasan siswa berbicarasaat diberi teknik assertive training. Berdasarkan hasil observasi tersebut di atas yang diperoleh hasil pengamatan yang menunjukkan bahwa perubahan yang dialami siswa diakibatkan karena adanya perlakuan yang diberikan berupa pemberian teknik assertive training. Hal ini dibuktikan pada saat perlakuan mulai dari kegiatan awal hingga akhir secara umum menunjukkan perubahan yang signifikan. Ikhwal tersebut diperkuat dengan hasil pengujian hipotesis yang menunjukkan bahwa penerapan teknik assertive training dapat mengurangi tingkat kecemasan siswa berbicara di depan kelas.

(7)

Journal of Indonesian Teachers for Social Science and Humanities

Available online:https://jurnal.pgrisulsel.or.id/jit-ssh/index Edil Wijaya Nur, Muh. Robin Sutomo

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa pada saat pretest secara umum menunjukkan tingkat kecemasan siswa berbicara di depan kelas berada dalam kategori tinggi. Namun setelah diberikan perlakuan berupa teknik Assertive Training sebanyak 6 kali pertemuan ternyata menunjukkan dampak positif yang cukup menggembirakan. Perubahan tersebut disebabkan karena tingkat kecemasan siswa berbicara di depan kelas mengalami penurunan dari tinggi menjadi rendah atau kecemasan siswa berbicara di depan kelas dapat teratasi. Hal ini diperkuat dengan hasil pengujian hipotesis yang menunjukkan bahwa penerapan teknik assertive training dapat mengurangi tingkat kecemasan siswa berbicara di depan kelas. Berdasarkan analisis statistik deskriptif tersebut, dapat dianalisis bahwa pada hakekatnya terdapat penurunan tingkat kecemasan siswa berbicara di depan kelas setelah diberikan perlakuan berupa teknik Assertive Training, yaitu siswa sudah mampu menyampaikan pendapatnya di depan kelas, perubahan ini terjadi dikarenakan siswa yang diberikan perlakuan cukup antusias mengikuti dan melaksanakan berbagai tahap kegiatan dalam teknik Assertive Training yang diberikan mulai rasional bantuan, adegan latihan dengan mempraktekkan setiap adegan latihan, memberikan pekerjaan rumah dan menyuruh untuk latihan dirumah masing-masing. Hasil kajian tersebut di atas mengonfirmasi hasil penelitian yang ditulis oleh Huda (2019) bahwa konseling kelompok dengan teknik assertive training terbukti mampu menurunkan kecemasan berbicara siswa di depan kelas.

SIMPULAN DAN SARAN

Hasil penelitian mengenai penerapan teknik Assertive Training untuk mengurangi tingkat kecemasan siswa berbicara di depan kelas dapat disimpulkan bahwa (1) tingkat kecemasan siswa berbicara di depan kelas pada saat sebelum diberi teknik Assertive Training berada pada kategori tinggi sedangkan setelah diberikan teknik assertive training tingkat kecemasan siswa berada pada kategori rendah. Hal ini dapat dilihat pada hasil analisis angket pretest dan posttest. Selain itu, dapat pula disimpulkan bahwa (2) penerapan teknik Assertive Training dapat mengurangi tingkat kecemasan siswa berbicara di depan kelas. Hal ini memberikan ini informasi dan wawasan baru bagi guru BK di sekolah mengenai tindakan yang dapat dilakukan dalam membantu siswa dalam mengatasi kecemasan berbicara di depan kelas. Guru BK dapat mengambil hasil penelitian ini sebagai bahan referensi dalam memahami permasalahan kecemasan yang dialami siswa saat harus tampil di depan kelas, apalagi ke depan kita akan dihadapkan pada era dimana pemberlakuan kurikulum merdeka yang sangat dinamis sebagaimana yang telah dijelaskan di awal. Sehingga penelitian maupun pengembangan dalam bentuk yang lebih baru dan sesuai dengan perkembangan disarankan untuk dilakukan lagi guna pengembangan layanan BK yang semakin “merdeka”.

DAFTAR RUJUKAN

Bukhori, B. (2016). Kecemasan Berbicara di Depan Umum Ditinjau dari Kepercayaan Diri dan Keaktifan dalam Organisasi Kemahasiswaan. Jurnal Komunikasi Islam, 158-186.

Corey, G. (2009). Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: Rafika Aditama.

Gunarsih, S. D. (2007). Konseling dan Psikoterapi. Jakarta: Gunung Mulia.

Hasim, E. (2020). Penerapan Kurikulum Merdeka Belajar Perguruan Tinggi di Masa Pandemi COVID-19. Prosiding Webinar Magister Pendidikan Dasar Pascasarjana Universitas Negeri Gorontalo (pp. 68-74). Gorontalo: Universitas Negeri Gorontalo.

Huda, N. (2019). Pengaruh Layanan Konseling Kelompok Teknik Assertive Training Terhadap Kecemasan Berkomunikasi Siswa Kelas XI TKJ 3 SMKA Negeri 1 Kutacane Tahun Ajaran 2019/2020 (Thesis). Medan: UNIMED.

Prakosa, B., & Partini. (2015). Berpikir Positif Untuk Mengatasi Kecemasan Berbicara di Depan Kelas. Seminar Nasional Psikologi UMS 2015 (pp. 40-47). Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.

(8)

Journal of Indonesian Teachers for Social Science and Humanities

Available online: https://jurnal.pgrisulsel.or.id/jit-ssh/index Edil Wijaya Nur, Muh. Robin Sutomo

Rahmawati, F. E., & Nuryono, W. (2014). Penerapan Terapi NLP (Neuro Linguistic Programming) Untuk Menurunkan Kecemasan Berbicara di Depan Umum Pada Siswa Kelas XI SMA Negeri 2 Pare. Jurnal BK , 675-681.

Sherly, S., Dharma, E., & Sihombing, H. B. (2021). Merdeka Belajar: Kajian Literatur. UrbanGreen Conference Proceeding Library (pp. 183-190). Banjarmasin: Universitas Muhammadiyah Banjarmasin.

Surya, M. (1995). Kesehatan Mental. Bandung: Penerbit IKIP Bandung.

Wahyuni, E. (2015). Hubungan Self-Effecacy dan Keterampilan Komunikasi dengan Kecemasan Berbicara di Depan Umum. Jurnal Komunikasi Islam, 51-82.

Willis, S. S. (2004). Konseling Individual, Teori dan Praktek. Bandung: Alfabeta.

Yusuf LN, S. (2016). Konseling Individual : Konsep Dasar & Pendekatan. Bandung: Refika Aditama.

Referensi

Dokumen terkait

BIMBINGAN ROHANI (BIMROH) DI KODAM V BRAWIJAYA SURABAYA DALAM MENGATASI PERMASALAHAN KELUARGA.. Gambaran Umum Kodam V

pelayanan dalam penelitian ini dikumpulkan melalui kuesioner, sedangkan kepatuhan wajib pajak merupakan data sekunder yang diperoleh dari Kantor Pelayanan Pajak Pratama, agar

Nilai positif artinya ada hubungan searah, yaitu semakin berat IDWG semakin tinggi tekanan darah pre hemodialisa pada penderita gagal ginjal kronik dengan yang

Tanah adalah suatu benda alam yang terdapat dipermukaan kulit bumi, yang tersusun dari bahan-bahan mineral sebagai hasil pelapukan batuan, dan bahan-bahan

Berdasarkan landasan yuridis tersebut, Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Mojokerto kemudian menyusun Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi

Sedangkan metode yang digunakan oleh dosen dalam mengajarkan Muhadatsah III adalah dengan mengistruksikan mahasiswa untuk menyiapkan materi kemudian meminta mereka

Nilai maksimum dari konsumsi sebuah rumah tangga adalah sama dengan total pengeluaran rumah tangga termasuk untuk menabung. Karena tabungan me- nyangkut alokasi inter-temporal

[r]