• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENERIMA WARALABA (FRANCHISEE) DALAM PERJANJIAN WARALABA (STUDI KASUS BENTO BURGER JAKARTA)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENERIMA WARALABA (FRANCHISEE) DALAM PERJANJIAN WARALABA (STUDI KASUS BENTO BURGER JAKARTA)"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENERIMA WARALABA (FRANCHISEE) DALAM PERJANJIAN WARALABA

(STUDI KASUS BENTO BURGER JAKARTA)

Oleh: Rineke Sara

Dosen Fakultas Hukum Universitas Borobudur Abstract

Waralaba merupakan salah satu sistem bisnis yang banyak mendapat perhatian dari para pelaku bisnis yang baru memulai usahanya. Hal ini disebabkan karena pelaku bisnis pemula biasanya ma- sih mengalami keraguan dalam memilih dan memulai usahanya. Pengaturan waralaba di Indonesia dimulai tahun 1997, ketika pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 1997 ten- tang Waralaba. Kemudian diganti dengan Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2007 tentang Wara- laba. Dengan Peraturan Menteri Perdagangan No. 31/M-DAG/PER/8/2008 tentang Penyelenggara- an Waralaba dan Keputusan Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No. 138/PDN/KEP/ 10/2008 ten- tang Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Waralaba. Dalam perjanjian waralaba terdapat dua pihak, yaitu pemberi waralaba (franchisor) dan penerima waralaba (franchisee). Pemberi waralaba adalah orang perseorangan atau badan usaha yang memberikan hak untuk memanfaatkan dan/atau meng- gunakan waralaba yang dimilikinya kepada penerima waralaba, sedangkan penerima waralaba (franchisee) adalah orang perseorangan atau badan usaha yang diberikan hak oleh pemberi waralaba untuk memanfaatkan dan/atau menggunakan waralaba yang dimiliki pemberi waralaba

Kata Kunci; Perlindungan Hukum Perjanjian Waralaba

Abstract

Franchising is one business system that gets a lot of attention from business people who are just starting their business. This is because the business beginners usually still have doubts in choosing and starting his business. Franchise arrangements in Indonesia began in 1997, when the government issued Government Regulation no. 16 of 1997 concerning Franchise. Then replaced by Government Regulation no. 42 of 2007 on Franchising. By Regulation of the Minister of Trade No.

31/M-DAG/PER/8/2008 concerning the Implementation of Franchise and Decree of the Director General of Domestic Trade No. 138/PDN/KEP/10/2008 regarding Technical Guidelines for Operation of Franchise. In the franchise agreement there are two parties, namely the franchisor (franchisor) and franchisee (franchisee). The franchisor is an individual or business entity granting the right to utilize and/or use the franchise he owns to the franchisee, while the franchisee is an individual or a business entity granted the right by the franchisor to utilize and / or use the franchise owned by the franchisor.

Keywords: Legal Protection Franchise Agreement

A. Pendahuluan

Waralaba atau franchisee, merupakan sa- lah satu sistem bisnis yang banyak mendapat perhatian dari para pelaku bisnis yang baru me- mulai usahanya. Hal ini disebabkan karena pela-

ku bisnis pemula biasanya masih mengalami ke- raguan dalam memilih dan memulai usahanya.

Sebagaimana diketahui bahwa faktor yang pa- ling sulit dalam berbisnis adalah membangun sistem bisnis yang handal dan mapan, karena

(2)

untuk membangun sistem bisnis tersebut me- merlukan proses yang panjang, terkadang tidak dapat diprediksi tingkat keberhasilannya. De- ngan adanya waralaba, pelaku bisnis pemula le- bih dimudahkan, karena dapat melakukan kerja- sama dengan pelaku bisnis yang sudah memiliki sistem bisnis yang sudah handal dan mapan da- lam bentuk perjanjian waralaba.

Pengaturan waralaba di Indonesia dimulai tahun 1997, ketika pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 1997 ten- tang Waralaba. Kemudian diganti dengan Pera- turan Pemerintah No. 42 Tahun 2007 tentang Waralaba. Dengan Peraturan Menteri Perdaga- ngan No. 31/M-DAG/PER/8/2008 tentang Pe- nyelenggaraan Waralaba dan Keputusan Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No. 138/PDN/KEP/

10/2008 tentang Petunjuk Teknis Penyelengga- raan Waralaba.

Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah No.

42 Tahun 2007 tentang Waralaba, yang menye- butkan bahwa:

“Waralaba adalah Hak khusus yang dimi- liki oleh orang perseorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha dalam rangka memasarkan ba- rang dan/atau jasa yang telah terbukti ber- hasil dan dapat dimanfaatkan dan/atau di- gunakan oleh pihak lain berdasarkan per- janjian waralaba.”1

Munir Fuady menjelaskan bahwa warala- ba adalah:

“Suatu lisensi kontraktual yang diberikan oleh franchisor kepada franchisee yang:

1. Mengizinkan atau mengharuskan fran- chisee selama jangka waktu franchise, untuk melaksanakan bisnis tertentu de- ngan menggunakan nama khusus yang berhubungan dengan pihak franchisor.

2. Memberikan hak kepada franchisor untuk melaksanakan pengawasan ber- lanjut selama jangka waktu franchise terhadap aktifitas bisnis franchise oleh franchisee.

3. Mewajibkan pihak franchisor untuk menyediakan bantuan kepada franchi- see dalam hal melaksanakan bisnis

1 Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2007 tentang Wa- ralaba, Pasal 1 angka 1.

franchise tersebut, semisal memberi- kan bantuan pendidikan, perdagangan, manajemen, dan lain-lain.

4. Mewajibkan pihak franchisee untuk membayar secara berkala kepada fran- chisor sejumlah uang sebagai imbalan penyediaan barang dan jasa oleh pihak franchisor.2

Dalam perjanjian waralaba ada dua pihak yang terlibat yaitu pemberi waralaba dan peneri- ma waralaba. Pemberi waralaba atau disebut

“franchisor” adalah orang perseorangan atau ba- dan usaha yang memberikan hak untuk meman- faatkan dan/atau menggunakan waralaba yang dimilikinya kepada penerima waralaba, sedang- kan penerima waralaba atau disebut “franchi- see” adalah orang perseorangan atau badan usa- ha yang diberikan hak oleh pemberi waralaba untuk memanfaatkan dan/atau menggunakan waralaba yang dimiliki pemberi waralaba. Di- mana hak dan kewajiban para pihak yang ter- muat di dalam perjanjian waralaba tersebut ha- rus saling bertimbal balik, seperti pemberi wara- laba berhak menerima fee atau royalty dari pe- nerima waralaba dan pemberi waralaba berke- wajiban memberikan pembinaan secara berkesi- nambungan kepada penerima waralaba.

Penerima waralaba berhak menggunakan hak kekayaan intelektual atau ciri khas usaha yang dimiliki pemberi waralaba, juga berkewa- jiban menjaga kode etik/kerahasiaan hak keka- yaan intelektual atau ciri khas usaha yang dibe- rikan pemberi waralaba. Adanya hak dan kewa- jiban tersebut penerima waralaba akan menda- patkan beberapa manfaat dari perjanjian warala- ba yang disepakatinya. Misalnya penerima wa- ralaba tidak perlu menciptakan bisnis baru kare- na bisnis yang akan dijalankan sudah disiapkan oleh pemberi waralaba. Selain mendapatkan manfaat dari perjanjian waralaba, seringkali pe- nerima waralaba juga mengalami kerugian kare- na banyaknya permasalahan yang terjadi dalam bisnis tersebut.

Berdasarkan uraian singkat tersebut, po- kok permasalahannya adalah: Bagaimana pelak- sanaan perjanjian waralaba di Bento Burger Ja-

2 Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis: Menata Bisnis Modern di Era Global, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, 2005, hal. 339-340.

(3)

karta dalam memberikan perlindungan hukum bagi pihak penerima waralaba (franchisee) ? B. Pembahasan

1. Perjanjian Waralaba

Menurut Pasal 1 angka 1 Peraturan Peme- rintah No. 42 Tahun 2007 tentang Waralaba, waralaba adalah:

“Hak khusus yang dimiliki oleh orang per- seorangan atau badan usaha terhadap sis- tem bisnis dengan ciri khas usaha dalam rangka memasarkan barang dan/atau jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat di- manfaatkan dan/atau digunakan oleh pi- hak lain berdasarkan perjanjian warala- ba.”3

Dalam pengaturan waralaba di dalam Pe- raturan Pemerintah tersebut, waralaba harus me- menuhi kriteria-kriteria sebagai berikut:

a. Memiliki ciri khas usaha.

b. Terbukti sudah memberikan keuntungan.

c. Memiliki standar atas pelayanan dan ba- rang dan/atau jasa yang ditawarkan yang dibuat secara tertulis.

d. Mudah diajarkan dan diaplikasikan.

e. Adanya dukungan yang berkesinambu- ngan.

f. Hak Kekayaan Intelektual (HKI) yang telah terdaftar.

Bisnis waralaba merupakan suatu cara yang digunakan seorang pengusaha untuk mela- kukan kegiatan bisnisnya hingga berkembang sampai pada waralaba sebagai format bisnis.

Secara spesifik ada 2 jenis waralaba yang berkembang di Indonesia, yaitu Waralaba Pro- duk dan Waralaba Format Bisnis.4

a. Waralaba Produk, Bisnis waralaba pro- duk diidentifikasikan dengan produk atau nama dagang dari pemberi warala- ba. Dalam waralaba jenis ini, pemberi waralaba adalah pembuat produk. Jadi pemberi waralaba hanya menerima pem- bayaran imbalan (berupa fee atau royal- ty) dari penerima waralaba. Contohnya, ada bidang usaha otomotif, pom bensin, dan minuman ringan yang menggunakan

3 PP. No. 42 Tahun 2007, Op.cit., Pasal 1 angka 1.

4 Basarah, Bisnis Franchise dan Aspek-aspek Hukumnya, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2008, hal. 49.

metode ini. Jadi penerima waralaba tidak terlibat dalam proses produksi.

b. Waralaba Format Bisnis, Pada waralaba format bisnis, penerima waralaba menja- lankan penjualan barang atau jasa berda- sarkan sistem penjualan yang dirancang oleh pemberi waralaba. Pada umumnya, pada waralaba jenis ini, pemberi warala- ba bukanlah pembuat produk walaupun mungkin pemberi waralaba membuat sa- tu atau beberapa komponen dari produk yang dijual oleh penerima waralaba.

Pada dasarnya penyelenggaraan waralaba harus didasarkan pada perjanjian waralaba yang dibuat dalam bentuk tertulis dengan memperha- tikan hukum Indonesia. Dalam hal perjanjian waralaba ditulis dalam bahasa asing, perjanjian tersebut harus diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.5 Perjanjian waralaba yang telah di- buat oleh pemberi waralaba harus disampaikan kepada calon penerima waralaba paling singkat 2 (dua) minggu sebelum penandatanganan per- janjian.6

Menurut Peraturan Menteri Perdagangan No.31/M-DAG/PER/8/2008 tentang Penyeleng- garaan Waralaba, perjanjian waralaba harus me- muat klausula paling sedikit:

a. Nama dan alamat para pihak.

b. Jenis Hak Kekayaan Intelektual, c. Kegiatan usaha,

d. Hak dan kewajiban pemberi waralaba dan penerima waralaba.

e. Bantuan, fasilitas, bimbingan operasio- nal, pelatihan dan pemasaran yang dibe- rikan Pemberi Waralaba kepada Peneri- ma Waralaba.

f. Wilayah usaha, yaitu batasan wilayah yang diberikan pemberi waralaba kepada penerima waralaba untuk mengembang- kan bisnis waralaba, seperti wilayah Su- matera, Jawa dan Bali, atau di seluruh Indonesia.

g. Jangka waktu perjanjian, h. Tata cara pembayaran imbalan

i. Kepemilikan, perubahan kepemilikan, dan hak ahli waris, yaitu nama dan ala- mat jelas pemilik usaha apabila perseo-

5 PP No. 42 Tahun 2007, Op.cit., Pasal 4.

6 Peraturan Menteri Perdagangan No. 31/M-DAG/PER/

8/2008 tentang Penyelenggaraan Waralaba, Pasal 5 a.3.

Perlindungan Hukum Bagi Penerima Waralaba (Francchisee) … Rineke Sara

(4)

rangan, serta nama dan alamat pemegang saham, komisaris dan direksi apabila be- rupa badan usaha.

j. Penyelesaian sengketa, yaitu penetapan tempat/lokasi penyelesaian sengketa, se- perti melalui Pengadilan Negeri tempat/

domisili perusahaan atau melalui Arbit- rase dengan menggunakan hukum Indo- nesia.

k. Tata cara perpanjangan, pengakhiran, dan pemutusan perjanjian. Dalam Pera- turan Menteri Perdagangan No. 53/M- DAG/PER/8/2012 tentang Penyelengga- raan Waralaba, diuraikan pengertian dari beberapa pihak dalam perjanjian warala- ba adalah Pemberi Waralaba adalah orang-perseorangan atau badan usaha yang memberikan hak untuk memanfaat- kan dan/atau menggunakan Waralaba yang dimilikinya kepada Penerima Wa- ralaba.7 Penerima Waralaba adalah orang perseorangan atau badan usaha yang di- berikan hak oleh Pemberi Waralaba un- tuk memanfaatkan dan/atau mengguna- kan Waralaba yang dimiliki Pemberi Waralaba.8 Pemberi Waralaba Lanjutan adalah Penerima Waralaba yang diberi hak oleh Pemberi Waralaba untuk me- nunjuk Penerima Waralaba Lanjutan.9 Penerima Waralaba Lanjutan adalah orang-perseorangan atau badan usaha yang menerima hak dari Pemberi Wara- laba Lanjutan untuk memanfaatkan dan/

atau menggunakan Waralaba.10

2. Hak dan Kewajiban Para Pihak Dalam Perjanjian Waralaba

Dalam Peraturan Menteri Perdagangan No.53/M-DAG/PER/8/2012 tentang Penyeleng- garaan Waralaba, diuraikan beberapa hak dan kewajiban pemberi waralaba dan penerima wa- ralaba yang saling bertimbal balik, yaitu:

a. Pemberi Waralaba berhak menerima fee atau royalty dari Penerima Waralaba, dan selanjutnya Pemberi Waralaba ber- kewajiban memberikan pembinaan seca-

7 PP No. 42 Tahun 2007, Op.cit., Pasal 1 angka 2.

8 Ibid., Pasal 1 angka 3.

9 Ibid., Pasal 1 angka 4.

10 Ibid., Pasal 1 angka 5.

ra berkesinambungan kepada Penerima Waralaba.

b. Penerima Waralaba berhak mengguna- kan Hak Kekayaan Intelektual atau ciri khas usaha yang dimiliki Pemberi Wara- laba, dan selanjutnya Penerima Warala- ba berkewajiban menjaga kode etik/kera- hasiaan Hak Kekayaan Intelektual atau ciri khas usaha yang diberikan Pemberi Waralaba.11

Berdasarkan hal tersebut, salah satu kewa- jiban penerima waralaba adalah membayar fee atau royalty kepada pemberi waralaba, sedang- kan salah satu kewajiban pemberi waralaba ada- lah memberikan pembinaan kepada penerima waralaba. Fee atau royalty yang dibayarkan oleh penerima waralaba dapat berupa Franchise fee dan Royalty fee. Franchise fee merupakan biaya untuk semua jasa yang disediakan oleh pemberi waralaba, seperti bantuan pra operasional wara- laba, pembuatan manual operasional waralaba, penyelenggaraan pelatihan awal atau rekrutmen tenaga kerja, konsultasi operasional waralaba, perjalanan pada saat survey lokasi atau seleksi lokasi waralaba, dan promosi pra operasional waralaba. Franchise fee yang telah dibayarkan oleh penerima waralaba tidak dapat dikembali- kan, kecuali telah disepakati dalam perjanjian waralaba. Royalty Fee merupakan biaya yang harus dibayarkan secara rutin/terus-menerus se- bagai kontribusi bagi hasil dari pendapatan yang diperoleh penerima waralaba (biasanya dari penjualan) atas penggunaan Hak Kekayaan Inte- lektual yang dimiliki oleh pemberi waralaba.

Sedangkan pembinaan yang diberikan oleh pemberi waralaba dapat berupa hal-hal se- bagai berikut:

a. pendidikan dan pelatihan tentang sistem manajemen pengelolaan waralaba yang dikerjasamakan sehingga penerima wa- ralaba dapat menjalankan kegiatan wara- laba dengan baik dan menguntungkan.

b. secara rutin memberikan bimbingan ope- rasional manajemen, sehingga apabila ditemukan kesalahan operasional dapat diatasi dengan segera.

c. membantu pengembangan pasar melalui promosi, seperti iklan, leaflet / katalog/

11 Permen Perdagangan No. 31/M-DAG/PER/8/2008, Op.

cit., Lampiran I.

(5)

brosur atau pameran.

d. penelitian dan pengembangan pasar dan produk yang dipasarkan, sehingga sesuai dengan kebutuhan dan dapat diterima pasar dengan baik.12

3. Usaha Waralaba Bento Burger

Bento Burger merupakan merek usaha yang digunakan oleh CV. Cahaya Food Indone- sia, didirikan pada tanggal 11 Desember 2008 di Jalan Nusa Indah No. 33, Poncol, Ciracas, Ja- karta Timur oleh Ichwan Riswanto. Awalnya Ichwan hanya mencoba masakan Jepang dan menyukainya, lalu ia memiliki ide untuk mendi- rikan sebuah outlet burger yang bercita rasa khas masakan Jepang dengan melakukan bebe- rapa kali percobaan untuk menciptakan resep burger yang enak. Sejak Januari 2009 Ichwan mulai memberikan kesempatan bagi masyarakat yang ingin berbisnis dengan membuka outlet Bento Burger, dengan mengunakan sistem wa- ralaba. Dari segi bisnis, waralaba merupakan sa- lah satu metode produksi dan distribusi barang dan jasa kepada masyarakat dengan standar dan sistem eksploitasi tertentu.

Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1 angka 1 PP No. 42 Tahun 2007, waralaba ada- lah hak khusus yang dimiliki oleh orang perseo- rangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha dalam rangka memasar- kan barang dan/atau jasa yang telah terbukti ber- hasil dan dapat dimanfaatkan dan/atau diguna- kan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian wa- ralaba. Apabila syarat-syarat tersebut telah dipe- nuhi, maka langkah selanjutnya adalah pendaf- taran waralaba Bento Burger yang dilakukan da- lam 2 (dua) tahap yaitu tahap pendaftaran pros- pektus penawaran waralaba oleh pemberi wara- laba dan tahap pendaftaran perjanjian waralaba oleh penerima waralaba.

1. Tahap Pendaftaran Prospektus Penawa- ran Waralaba oleh Pemberi Waralaba.

Pada tahap ini Ichwan Riswanto sebagai pemberi waralaba, wajib membuat pros- pektus penawaran waralaba dan membe- rikannya kepada calon penerima warala- ba, saat penawaran dilakukan paling singkat 2 (dua) minggu sebelum penan-

12 Ibid, Lampiran VI.

datanganan perjanjian waralaba.

2. Tahap Pendaftaran Perjanjian Waralaba oleh Penerima Waralaba.

Pada tahap ini Ichwan Riswanto sebagai pemberi waralaba wajib membuat Perjanjian Waralaba dalam bentuk tertulis, dimana para pi- hak yang terlibat didalamnya mempunyai kedu- dukan setara dan terhadap mereka berlaku hu- kum Indonesia, sesuai dengan ketentuan Pasal 5 Permen Perdagangan No. 31/M-DAG/PER/8/

2008 tentang Penyelenggaraan Waralaba.

4. Pelaksanaan Perjanjian Waralaba di Bento Burger

Sebagai perjanjian yang bersifat timbal balik, Perjanjian Kerjasama Bisnis Waralaba

“Bento Burger” memuat beberapa hak dan ke- wajiban yang harus dilaksanakan oleh kedua be- lah pihak.

1. Pemberi waralaba memiliki beberapa hak diantaranya:

a. menerima jasa hak warabala sebesar Rp. 20.000.000,- (dua puluh juta ru- piah) untuk jangka waktu 4 (empat) tahun (selama berlakunya perjanjian ini), sebagai fee menggunakan hak membeli hak waralaba untuk 1 (satu) outlet;

b. menerima product fee dari setiap transaksi pengadaan dan distribusi bahan baku produk outlet penerima waralaba;

c. memeriksa persediaan barang peneri- ma waralaba secara berkala minimal 1 (satu) bulan sekali sesuai dengan bentuk/form yang telah ditetapkan oleh penerima waralaba;

d. melakukan kunjungan berkala mini- mal 1 (satu) minggu sekali untuk me- monitor kegiatan outlet penerima waralaba, agar sesuai dengan sistem kerja pemberi waralaba; dan

e. memutuskan perjanjian kerja sama ini secara sepihak sebelum berakhir- nya perjanjian kerja sama ini apabila penerima waralaba melakukan pe- langgaran terhadap isi perjanjian yang telah disepakati oleh kedua be-

Perlindungan Hukum Bagi Penerima Waralaba (Francchisee) … Rineke Sara

(6)

lah pihak.13

2. Pemberi waralaba memiliki beberapa ke- wajiban, diantaranya:

a. memberikan hak penggunaan nama usaha, sistem manajemen, dan cara penataan/cara distribusi untuk keper- luan usahanya kepada penerima wa- ralaba, sehingga dapat melakukan kegiatan dan aktivitas bisnis warala- ba Bento Burger secara sehat dan ter- buka.

b. memberikan training kepada peneri- ma waralaba mengenai standar ope- rasional dan administrasi untuk me- mudahkan pengontrolan;

c. menyediakan bahan baku produk da- lam bentuk bahan baku utama dan bahan baku pelengkap lainnya.

d. membantu strategi marketing untuk kemajuan bisnis waralaba Bento Burger dan berperan dalam memban- tu penerima waralaba mencapai level omzet yang lebih baik.

e. memberikan support akan kelangsu- ngan market penerima waralaba.

f. memberikan training kepada peneri- ma waralaba beserta semua para kru outlet terkait selama 2 (dua) minggu dan/atau lebih sesuai kebutuhan; dan g. melakukan monitoring dan control- ling dari operasional outlet untuk da- pat membantu penerima waralaba mendapatkan cita rasa yang sesuai dengan standar dan juga untuk men- dapatkan profit yang optimal.14

3. Penerima waralaba memiliki beberapa hak, diantaranya:

a. menggunakan merek Bento Burger;

b. mendapatkan sistem dan training serving produk;

c. mendapatkan produk yang didistri- busikan oleh pemberi waralaba;

d. kontrol sistem (mystery shopper/qua- lity assurance keliling); dan

e. berkonsultasi mengenai strategi pe- masaran Bento Burger dan program promosi dengan pemberi waralaba

13 Perjanjian Kerjasama Bisnis Waralaba “Bento Burger”, Pasal 3 a.1

14 Ibid., Pasal 5.

untuk kemajuan bisnis bersama.15 4. Penerima waralaba memiliki beberapa

kewajiban diantaranya:

a. membayar jasa hak waralaba sebesar Rp.20.000.000,- (dua puluh juta ru- piah) untuk jangka waktu 4 (empat) tahun (selama berlakunya perjanjian ini);

b. menyediakan biaya modal awal run- ning outlets serta biaya lainnya yang berhubungan dengan pembukaan usaha dengan anggaran terlampir, termasuk membayar pajak atas rekla- me yang ada di outlet penerima wa- ralaba;

c. apabila dalam kurun waktu kerjasa- ma bisnis waralaba ini, outlet menga- lami kendala, baik yang berkaitan langsung dengan tempat usaha dan atau performa penjualan, maka pene- rima waralaba berhak untuk merelo- kasi outlet atas persetujuan pemberi waralaba, yang biaya relokasi serta tanggungan biaya lainnya yang tim- bul menjadi tanggung jawab peneri- ma waralaba;

d. diwajibkan membeli bahan baku pro- duk dalam bentuk bahan baku utama, dan bahan baku pelengkap lainnya dari pemberi waralaba untuk standa- risasi cita rasa khususnya untuk pro- duk-produk yang tertera dalam DO (Delivery Order);

e. membayar DO (Delivery Order) se- cara COD (Cash On Delivery) pada hari yang sama dan atau selambat- lambatnya 1 (satu) hari sebelum pro- duk di-delivery oleh pemberi warala- ba;

f. bilamana terdapat spesial pembaya- ran order yang telah mendapat tempo oleh pemberi waralaba, dan kemudi- an terjadi keterlambatan pembayaran invoice yang ditagihkan kepada pe- nerima waralaba dari batas waktu yang telah ditentukan, maka pemberi waralaba berhak menghentikan pe- ngiriman barang bahan baku produk

15 Ibid., Pasal 4 a. 1.

(7)

atau barang yang berkaitan dengan operasional outlet;

g. menerapkan harga sesuai standar Bento Burger dan menjalankan se- tiap program dan kebijakan dari kan- tor pusat Bento Burger;

h. meminta persetujuan dari pemberi waralaba terlebih dahulu apabila pe- nerima waralaba bermaksud untuk membuat penambahan menu dalam lingkup nama Bento Burger;

i. menjaga brand image atau nama baik Bento Burger dengan menjalan- kan SOP (Standard Operational Pro- cedure) dari kantor pusat;

j. melindungi pemberi waralaba beser- ta seluruh karyawannya dari segala gugatan/tuntutan, baik gugatan/tun- tutan secara perdata maupun pidana yang disebabkan oleh penerima wa- ralaba. Kelalaian atau kesengajaan yang disebabkan oleh penerima wa- ralaba sepenuhnya akan menjadi tanggung jawab dari penerima wara- laba sendiri;

k. apabila penerima waralaba berenca- na untuk membuka cabang/outlet lain selain dari cabang/outlet yang telah disepakati dalam perjanjian ini, maka penerima waralaba wajib men- dapat ijin secara tertulis dari pemberi waralaba;

l. penerima waralaba dilarang untuk menggunakan nama Bento Burger di dalam menjalankan kegiatan usaha- nya selain untuk usaha yang telah di- sepakati dalam perjanjian ini. Apabi- la penerima waralaba menggunakan nama Bento Burger selain untuk usa- ha yang telah disepakati dalam per- janjian ini, maka penggunaan nama tersebut adalah tidak sah sehingga penerima waralaba bertanggung ja- wab sepenuhnya atas segala tuntutan hukum yang berkenaan dengan peng- gunaan nama Bento Burger yang ti- dak berhubungan dengan perjanjian ini;

m. bertanggung jawab sepenuhnya ter- hadap kredibilitas dan kualitas karya-

wan yang direkrutnya, termasuk menjamin kepentingan pemberi wa- ralaba, yaitu bila karyawan yang di- rekrut oleh penerima waralaba me- ngundurkan diri atau apabila peneri- ma waralaba melakukan pemutusan hubungan kerja, maka penerima wa- ralaba wajib memberikan jaminan bahwa karyawan tersebut tidak akan membocorkan rahasia cara pengola- han produk, resep (operasional stan- dar dan administratif) kepada pihak ketiga maupun membuka usaha yang sejenis. Segala penyimpangan atas segala tindakan karyawan tersebut akan menjadi tanggung jawab pene- rima waralaba;

n. penerima waralaba harus mengikuti standarisasi Bento Burger yang telah ditentukan oleh pemberi waralaba;

o. menggunakan logo brand sesuai standarisasi template Bento Burger;

p. penerima waralaba bertanggung ja- wab sepenuhnya terhadap segala risi- ko usaha yang timbul baik itu yang bersifat force majeure; gempa bumi, banjir, huru hara, perang dan atau yang bersifat kelalaian manusia, se- perti pencurian dan kebakaran, dan efek dari peristiwa tersebut;

q. penerima waralaba wajib menjamin tidak adanya produk sejenis yang di- jual dalam outlet-nya; dan

r. penerima waralaba wajib membayar segala jenis pajak, pungutan lain dan atau segala risiko usaha yang tim- bul.16

Dalam pelaksanaannya, perjanjian yang telah disepakati oleh para pihak tersebut tidak dijalankan sebagaimana mestinya sebagaimana diatur dalam Perjanjian Kerjasaman Bisnis Wa- ralaba Bento Burger, antara lain; Pemberi wara- laba tidak pernah membantu strategi marketing dan tidak pernah memberikan support atau da- pat dikatakan pemberi waralaba seakan “lepas tangan”, sehingga penerima waralaba harus ber- usaha sendiri untuk mengembangkan usahanya.

16 Ibid., Pasal 4 a.2

Perlindungan Hukum Bagi Penerima Waralaba (Francchisee) … Rineke Sara

(8)

4. Perlindungan Hukum Bagi Penerima Waralaba (Franchisee)

Perjanjian waralaba merupakan perjanjian konsensuil artinya perjanjian tersebut lahir pada detik tercapainya kesepakatan antara kedua be- lah pihak mengenai hal-hal pokok yang menjadi objek perjanjian yang dinyatakan secara tertulis dalam bentuk perjanjian. Sejak penandatanga- nan itu pula perjanjian waralaba tersebut me- nimbulkan akibat hukum bagi kedua belah pi- hak.

Dalam perjanjian waralaba terdapat dua pihak, yaitu pemberi waralaba (franchisor) dan penerima waralaba (franchisee). Pemberi wara- laba adalah orang perseorangan atau badan usa- ha yang memberikan hak untuk memanfaatkan dan/atau menggunakan waralaba yang dimiliki- nya kepada penerima waralaba, sedangkan pe- nerima waralaba (franchisee) adalah orang per- seorangan atau badan usaha yang diberikan hak oleh pemberi waralaba untuk memanfaatkan dan/atau menggunakan waralaba yang dimiliki pemberi waralaba.

Berdasarkan hal tersebut, maka hak dan kewajiban pemberi waralaba dan penerima wa- ralaba di dalam perjanjian waralaba saling ber- timbal balik, yaitu:

1. Pemberi waralaba berhak menerima fee atau royalty dari penerima waralaba, dan selanjutnya pemberi waralaba berkewaji- ban memberikan pembinaan secara ber- kesinambungan kepada penerima wara- laba.

2. Penerima waralaba berhak menggunakan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) atau ci- ri khas usaha yang dimiliki pemberi wa- ralaba, dan selanjutnya penerima warala- ba berkewajiban menjaga kode etik/kera- hasiaan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) atau ciri khas usaha yang diberikan pem- beri waralaba.

Dengan demikian kedudukan pemberi wa- ralaba dan penerima waralaba menjadi setara, sehingga perjanjian waralaba akan bersifat stabil dan memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak.

Penyebab ketidak seimbangan tersebut da- pat dilihat dalam beberapa pasal yaitu:

Pasal 2 ayat 1, 2 dan 7

“PIHAK PERTAMA dengan ini mengijin-

kan dan memberikan hak kepada PIHAK KE- DUA untuk membuka dan menjalankan usaha dengan merek dagang milik PIHAK PERTAMA pada lokasi yang telah ditentukan yaitu OUT- LET CONDET, Jalan Raya Tengah Condet Ja- karta Timur.”

“PIHAK KEDUA dilarang untuk membu- ka dan menjalankan usaha dengan mengguna- kan merek dagang milik PIHAK PERTAMA di tempat atau lokasi lain selain di tempat atau lo- kasi yang telah disetujui oleh PIHAK PERTA- MA, apabila PIHAK KEDUA bermaksud untuk memindahkan lokasi usahanya, maka PIHAK KEDUA harus memperoleh persetujuan secara tertulis terlebih dahulu dari PIHAK PERTA- MA.”

“PIHAK PERTAMA mempunyai hak eks- klusif dalam hal penentuan lokasi outlet.”17

Pasal 3 ayat 1 butir 1.5

“PIHAK PERTAMA sebagai pemberi hak bisnis waralaba berhak memutuskan perjanjian kerja sama ini secara sepihak sebelum berakhir- nya perjanjian kerja sama ini apabila PIHAK KEDUA melakukan pelanggaran terhadap isi perjanjian yang telah disepakati oleh kedua be- lah pihak.”18

Berdasarkan pasal tersebut, pemberi wa- ralaba memiliki hak untuk memutuskan (mem- batalkan) perjanjian secara sepihak apabila pe- nerima waralaba melakukan wanprestasi (ingkar janji). Adanya hak tersebut merupakan bentuk pelanggaran terhadap Pasal 1266 KUHPerdata karena untuk pemutusan (pembatalan) perjanji- an harus dimintakan kepada hakim. Selain itu, adanya hak tersebut telah memberikan perlindu- ngan hukum yang terlalu berlebihan kepada pemberi waralaba sehingga posisi penerima wa- ralaba menjadi sangat lemah. Seharusnya pene- rima waralaba juga diberikan hak yang sama untuk memutuskan (membatalkan) perjanjian secara sepihak agar kedudukan kedua belah pi- hak menjadi seimbang.

Pasal 4 ayat 2 butir 2.4 “PIHAK KEDUA sebagai mitra usaha atau terwaralaba berkewa- jiban membeli bahan baku produk dalam bentuk bahan baku utama dan bahan baku pelengkap lainnya dari PIHAK PERTAMA untuk standari-

17 Perjanjian Kerjasama Bisnis Waralaba “Bento Burger”, Op.cit, Pasal 2 a. 1,2 dan 7

18 Ibid, Pasal 3 a.1 butir 1.5

(9)

sasi cita rasa, khususnya untuk produk-produk yang tertera dalam DO (Delivery Order).”19

Berdasarkan pasal tersebut, penerima wa- ralaba berkewajiban membeli bahan baku pro- duk, berupa bahan baku utama dan bahan baku pelengkap, dari pemberi waralaba. Dimaksud- kan untuk standarisasi cita rasa agar produk yang dijual oleh pemberi waralaba dan peneri- ma waralaba terjaga kualitasnya. Namun dalam pelaksanaannya, klausul ini malah membatasi penerima waralaba untuk mendapatkan bahan baku produk dengan harga yang lebih murah da- ripada yang ditetapkan oleh pemberi waralaba.

Terutama untuk bahan baku produk yang sifat- nya bukan merupakan rahasia dagang, seharus- nya penerima waralaba dapat memperolehnya dari pihak lain dengan kualitas yang sama dan harga yang lebih murah sehingga ia akan mem- peroleh margin keuntungan yang lebih besar.

Pasal 4 ayat 2 butir 2.16 “PIHAK KE- DUA bertanggung jawab sepenuhnya terhadap segala risiko usaha yang timbul, baik itu yang bersifat force majeure: gempa bumi, banjir, hu- ru hara, perang, dan atau yang bersifat kelalaian manusia seperti pencurian dan kebakaran, dan efek dari peristiwa tersebut.”20

Penerima waralaba harus bertanggung ja- wab terhadap segala risiko, baik yang bersifat force majeure (keadaan memaksa) maupun yang bersifat kelalaian manusia. Padahal menurut R.

Setiawan, terjadinya force majeure akan meng- hentikan bekerjanya perjanjian, sehingga me- nimbulkan beberapa akibat yaitu: kreditur tidak lagi dapat meminta pemenuhan prestasi; debitur tidak lagi dapat dinyatakan lalai sehingga ia ti- dak wajib membayar ganti rugi; risiko tidak ber- alih kepada debitur; dan pada perjanjian timbal balik, kreditur tidak dapat menuntut pembatalan perjanjian. Oleh karena itu, klausul mengenai tanggung jawab penerima waralaba terhadap se- gala risiko merupakan salah satu klausul yang menempatkan posisi penerima waralaba sebagai pihak yang lemah karena ia tidak mendapatkan perlindungan hukum yang cukup di dalam per- janjian waralaba.

Pasal 7 ayat 1 “PIHAK KEDUA dalam kesepakatan kerjasama pembelian BISNIS WA- RALABA ini tidak dapat membuat bisnis yang

19 Ibid, Pasal 4 a. 2 butir 2.4

20 Ibid, Pasal 4 a.2 butir 2.16.

sejenis, baik selama dalam masa kontrak mau- pun setelah tidak terikat dalam kontrak yang ke- tentuannya adalah dalam kurun waktu sekurang- kurangnya 4 tahun dari dan atau setelah ber- akhirnya kontrak BISNIS WARALABA “BEN- TO BURGER”.21

Adanya pasal tersebut, berarti membatasi penerima waralaba untuk mengembangkan usa- ha yang sejenis dengan Bento Burger. Apalagi pembatasan tersebut berlangsung sampai 4 (em- pat) tahun setelah berakhirnya masa kontrak.

Hal ini akan memberatkan penerima waralaba, misalnya apabila ia tidak berhasil mengembang- kan usahanya dan mengalami kebangrutan, ma- ka ia tidak diperbolehkan membuka usaha baru yang sejenis dengan Bento Burger.

Pasal 7 ayat 3 “Setiap pelanggaran PI- HAK KEDUA atas pasal-pasal tersebut di atas, maka PIHAK PERTAMA berhak memberikan teguran lisan, teguran tertulis sampai dengan so- masi hukum yang pada akhirnya tindakan men- cabut HAK BISNIS WARALABA “BENTO BURGER” dari PIHAK KEDUA.”22

Dalam Perjanjian Kerjasama Bisnis Wara- laba “Bento Burger”, penerima waralaba juga memiliki posisi tawar yang lemah karena per- janjian tersebut sudah dibuat oleh pemberi wa- ralaba, dan bahkan sudah tercetak dalam bentuk formulir-formulir, sehingga penerima waralaba hanya bisa mengisi data-data informatif tertentu saja dengan tanpa perubahan dalam klausul- klausulnya. Akibatnya, penerima waralaba tidak mempunyai kesempatan untuk melakukan nego- siasi mengenai klausula-klausula dalam perjan- jian tersebut. Ia hanya berada pada posisi “take it or leave it”. Artinya apabila ia menyetujuinya, ia akan menandatangani perjanjian tersebut. Se- baliknya, apabila ia tidak menyetujuinya, ia ti- dak akan menandatangani perjanjian tersebut.

Hal seperti ini memang sering terjadi pada per- janjian baku (standard contract), yaitu suatu perjanjian yang telah ditentukan secara sepihak oleh salah satu pihak, terutama pihak yang posi- sinya kuat, dan telah dituangkan dalam bentuk formulir-formulir. Dengan demikian jelas, bah- wa perlindungan hukum bagi penerima warala- ba di dalam Perjanjian Kerjasama Bisnis Wara- laba “Bento Burger” masih sangat kurang se-

21 Ibid, Pasal 7 a.1

22 Ibid, Pasal 7 a. 3

Perlindungan Hukum Bagi Penerima Waralaba (Francchisee) … Rineke Sara

(10)

hingga posisi penerima waralaba menjadi le- mah.

5. Penyelesian Sengketa Atas Wanprestasi Dalam Perjanjian Waralaba

Perjanjian waralaba yang telah ditandata- ngani oleh pemberi waralaba (franchisor) dan penerima waralaba (franchisee) mengatur hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh pa- ra pihak. Dari sudut pandang pemberi waralaba, kelalaian penerima waralaba yang seringkali ter- jadi adalah kelalaian pembayaran barang dan kelalaian mematuhi sistem. Dari sudut pandang penerima waralaba, kelalaian pemberi waralaba yang seringkali terjadi adalah terlambatnya pe- ngiriman bahan baku produk serta tidak diberi- kannya training yang berkelanjutan dan bantuan strategi marketing untuk kemajuan bisnis wara- laba. Dalam permasalahan seperti ini, sebaiknya kedua pihak menyelesaikannya secara musya- warah. Namun apabila tidak ada kesesuaian pendapat dalam musyawarah, maka kedua pihak dapat menyelesaikannya melalui jalur pengadi- lan.

Dalam Perjanjian Kerjasama Bisnis Wara- laba “Bento Burger”, proses penyelesaian seng- keta diatur secara eksplisit dalam Pasal 8 yang menyebutkan bahwa:

1. Dalam hal terjadi perselisihan dalam pe- laksanaan Perjanjian Kerjasama, maka kedua belah pihak sedapat mungkin akan menyelesaikan secara musyawarah;

2. Dalam hal tidak terdapat kesesuaian pen- dapat dalam musyawarah, maka kedua belah pihak sepakat untuk menyerahkan- nya kepada Pengadilan Negeri Jakarta Timur;

3. Untuk perjanjian ini dan segala akibat- nya kedua belah phak memilih tempat kedudukan (domisili) yang tetap dan umum di Kantor Kepaniteraan Pengadi- lan Negeri Jakarta Timur.23

Berdasarkan ketentuan tersebut, apabila terjadi sengketa yang disebabkan kelalaian pem- beri waralaba, maka sebaiknya sengketa terse- but diselesaikan secara musyawarah. Misalnya ketika terjadi keterlambatan pengiriman bahan baku produk, penerima waralaba dapat membe-

23 Ibid, Pasal 8.

rikan teguran secara lisan terlebih dahulu ke- pada pemberi waralaba. Apabila tidak ada ada tanggapan/jawaban, maka penerima waralaba harus segera melakukan langkah-langkah penin- dakan yang dimulai dengan mengirimkan surat pemberitahuan tentang keterlambatan pengiri- man kepada pemberi waralaba. Bersamaan de- ngan itu, penerima waralaba juga bisa memberi- kan saran-saran untuk perbaikan atau ajakan un- tuk bermusyawarah dalam menyelesaikan seng- keta tersebut. Surat pemberitahuan ini dapat di- anggap sebagai surat peringatan (sommatie) se- bagaimana dimaksud dalam Pasal 1238 KUH- Perdata yang menyebutkan bahwa “Si berutang adalah lalai, bila ia dengan surat perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatannya sendiri jika ini me- netapkan bahwa si berutang akan harus diang- gap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentu- kan.

C. Penutup

Berdasarkan pembahasan sebelumnya, pe- nulis memberikan beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Perjanjian waralaba merupakan suatu perjanjian yang bersifat timbal balik an- tara pemberi waralaba (franchisor) de- ngan penerima waralaba (franchisee) se- bagaimana diatur dalam Peraturan Pe- merintah No. 42 Tahun 2007 tentang Waralaba. Dalam pelaksanaan perjanjian waralaba di Bento Burger (disebut Per- janjian Kerjasama Bisnis Waralaba

“Bento Burger”), Ichwan Riswanto seba- gai pemberi waralaba seringkali tidak melaksanakan kewajibannya sebagaima- na diatur dalam Pasal 3 a 2 butir 2.2, 2.

3, 2.4, dan 2.5. seperti pemberi waralaba sering terlambat mengirim bahan baku produk sehingga persediaan bahan baku produk di outlet menjadi kosong. Pem- beri waralaba juga tidak pernah mem- bantu strategi marketing dan tidak per- nah memberikan support sehingga pene- rima waralaba harus berusaha sendiri un- tuk mengembangkan usahanya.

2. Aspek perlindungan hukum bagi para pi- hak dalam Perjanjian Kerjasama Bisnis Waralaba “Bento Burger”, pihak peneri-

(11)

ma waralaba belum mendapatkan perlin- dungan hukum yang cukup sehingga po- sisinya menjadi lemah. Beberapa pasal di dalam Perjanjian Kerjasama Bisnis Waralaba “Bento Burger” yang mencer- minkan hal tersebut, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 2 a. 1, 2 dan 7, Pasal 3 a. 1 butir 1.5, Pasal 4 a. 2 butir 2.4 dan a.2 butir 2.16, serta Pasal 7 a. 1 dan 3.

Selain itu penerima waralaba memiliki posisi tawar yang lemah karena perjanji- an tersebut merupakan perjanjian baku (standard contract). Karena telah dibuat oleh pemberi waralaba, dan bahkan su- dah tercetak dalam bentuk formulir-for- mulir, sehingga penerima waralaba ha- nya bisa mengisi data-data informatif

tertentu saja. Bahkan penerima waralaba tidak mempunyai kesempatan untuk me- lakukan negosiasi atas klausula-klausula dalam perjanjian tersebut.

3. Dalam Perjanjian Kerjasama Bisnis Wa- ralaba “Bento Burger”, proses penyele- saian sengketa diatur dalam Pasal 8 Per- janjian Kerjasama Bisnis Waralaba

“Bento Burger” yang menyebutkan bah- wa dalam hal terjadi perselisihan, maka kedua belah pihak sedapat mungkin akan menyelesaikan secara musyawarah, dan dalam hal tidak terdapat kesesuaian pen- dapat dalam musyawarah, maka kedua belah pihak sepakat untuk menyerahkan- nya kepada Pengadilan Negeri Jakarta Timur.

Daftar Pustaka

Badrulzaman, Mariam Darus, Aneka Hukum Bisnis, Bandung: Alumni, 2005.

Basarah, Bisnis Franchise dan Aspek-aspek Hukumnya, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2008.

Fuady Munir, Pengantar Hukum Bisnis: Menata Bisnis Modern di Era Global, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, 2005.

Muhammad, Abdulkadir, Hukum Perusahaan Indonesia, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2002.

Prodjodikoro, Wirjono, Azas-Azas Hukum Perjanjian, Bandung: Penerbit Mandar Maju, 2000.

Subekti, Hukum Perjanjian, Jakarta: PT.Intermasa, 2005.

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2005.

Wijaya, IG Rai, Merancang Suatu Kontrak (Contract Drafting) Teori dan Praktek, Jakarta:

Megapoin, 2002.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata).

Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2007 tentang Waralaba.

Peraturan Menteri Perdagangan No. 31/M-DAG/PER/8/2008 tentang Penyelenggaraan Waralaba.

Perjanjian Kerjasama Bisnis Waralaba “Bento Burger”.

Perlindungan Hukum Bagi Penerima Waralaba (Francchisee) … Rineke Sara

(12)

Referensi

Dokumen terkait

dan Kepala Satpol PP Kabupaten Wonogiri agar memerintatrkan Pejabat Administrator di linglmngan Saudara yarrg memenuhi syarat;... Kepala Pel,aksana BPBD dan Kepala

Sifat BY T dengan PBBH pascasapih termasuk kategori tinggi tetapi tidak handal (0,51+0,95) sedangkan pada sapi Bhagnari x Drugsmaster nilainya diluar kisaran normal yaitu

[r]

Maka dari itu, hipotesis dalam penelitian ini dapat diterima, artinya media komik strip dianggap efektif digunakan dalam meningkatkan keterampilan menulis paragraf

Analisis data yang digunakan adalah (1) Analisis Pendapatan untuk mengetahui pendapatan yang diterima oleh kebun tersebut dalam satu tahun, (2) Internal Factor Evaluation

jika pengunaan nya secara aromatic jika dipakai sebelum tidur dengan dosis 5 tetes/hari minyak ini bisa anda gunakan sebanyak 50 kali atau 50 hari..

memberi petunjuk kepada Pelaksana/Pejabat Fungsional/Bawahan sesuai bidang tugas jabatannya dalam rangka pelayanan pemeriksaan di bidang mikrobiologi, fisika, kimia

PINTU SORONG KAYU DENGAN RODA GIGI (STANG DRAT GANDA)..