• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISA TINGKAT KEBISINGAN UNTUK MENGURANGI DOSIS PAPARAN BISING DI PT.SOCFINDO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISA TINGKAT KEBISINGAN UNTUK MENGURANGI DOSIS PAPARAN BISING DI PT.SOCFINDO"

Copied!
120
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISA TINGKAT KEBISINGAN UNTUK MENGURANGI DOSIS PAPARAN BISING DI PT.SOCFINDO

TUGAS SARJANA

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-syarat Penulisan Tugas Sarjana

Oleh

Ridho Saputra Situmeang NIM : 120403011

D E P A R T E M E N T E K N I K I N D U S T R I F A K U L T A S T E K N I K

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N

2 0 1 6

No. Dok.: FM-GKM-TI-TS-01-06B; Tgl. Efektif : 1 Desember 2015; Rev : 0; Halaman : 1 dari 1

(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat dan rahmat-Nya yang dilimpahkan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikanTugas Sarjana ini dengan baik.

Penulisan Tugas Sarjana ini adalah bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat akademis dalam menyelesaikan studi di Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. Tugas Sarjana ini juga merupakan sarana bagi penulis untuk melakukan penelitian terhadap permasalahan nyata yang ada di perusahaan.Tugas Sarjana ini berjudu l“Analisa Tingkat Kebisingan untuk Mengurangi Dosis Paparan Bising di PT.SOCFINDO”.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Tugas Sarjana ini belum sepenuhnya sempurna. Oleh karena itu, Penulis mengharapkankritikdan saran yang membangun dari pembaca untuk melengkapi Tugas Sarjana ini. Akhir kata, penulis berharap agar TugasSarjana ini bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.

Medan, Desember 2016

Penulis

(3)

UCAPAN TERIMA KASIH

Tugas Sarjana yang ditulis ini telah mendapatkan bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini dengan hati yang tulus penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Ir. Khawarita Siregar, MT. selaku Ketua Departemen Teknik Industri Universitas Sumatera Utara.

2. IbuDr. Eng. Ir. Listiani Nurul Huda, MT, selaku Dosen Pembimbing telah banyak memberikan bimbingan, motivasi, dan nasehat selama penyusunan Tugas Sarjana ini.

3. Pimpinan PT.SOCFINDO yang telah memberikan bantuan selama penulis melakukan penelitian.

4. Kedua orang tua Penulis, Alitua Situmeang, ST dan Sari Nondang Lubis yang senantiasa memberikan doa dan nasehat, abang penulis Yogi Ali Chandra Situmeang, S.TP dan adik penulis Nauli Anugrah Situmeang, Rizki Fathiah Al-amin Situmeang dan Putri Alisa Situmeang, serta seluruh keluarga besar yang telah memberi motivasi dalam penulisan penelitian ini.

5. Rekan-rekan asisten Laboratorium Studio Audio Visual dan Menggambar Teknik Yusuf Hanifiah, Muhammad Arif, Tengku Heny, Aji, Wawan, Nanda, Agastya, Ulfa, Arnita Rahmi, Jessica, Novi Andri, Nita yang telah banyak memberikan masukan dan dukungan yang baik terhadap penyelesaian laporan ini

(4)

6. Rekan sepabrik Yulianti, Sarmida, dan Tengku Heny yang berjuang bersama dan membantu dalam laporan.

7. Sahabat seperjuangan di kontrakan, Muhammad Tuah Afandi, Zulfirmansyah A.D, Oka Trijona, Rian Maulana dan Akbar Allyubi yang memberi masukan dan dukungan.

8. Semua teman angkatan 2012 (DUA BELATI) serta abang kakak senior dan junior di Departemen Teknik Industri USU yang telah memberikan banyak masukan kepada penulis.

9. Sahabat terdekat Penulis Muhammad Akbar Silalahi, M. Aulia Solly, dan Muhammad Arif yang senantiasa menemani ke pabrik dan membantu pengerjaan laporan.

10. Dika Ayu Hardianti yang membantu penulis dalam motivasi dan pengerjaan laporan.

11. Dinda Gustia yang memberi semangat dan membantu dalam pengerjaan lampiran beserta temannya Dyah Pitaloka, dan Yulia.

12. Seluruh staf dan karyawan Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara yang banyak membantu dan memberikan dukungan kepada penulis.

Kepada semua pihak yang telah banyak membantu dalam menyelesaian laporan ini dan tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, penulis mengucapkan terima kasih.Semoga laporan ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Desember 2016

Penulis

(5)

ABSTRAK

Kebisingan merupakan salah satu faktor bahaya fisik yang sering dijumpai dilingkungan kerja.Kebisingan yang terjadi secara terus-menerus dapat menimbulkan gangguan kesehatan danketidaknyamanan dalam bekerja.serta dapat mengurangi waktu produktif operator. PT. Socfindo merupakan perusahaan yang bergerak di bidang Manufaktur dan memproduksi Crumb Rubber. Banyaknya frekuensi mesin atau alatyang digunakan dengan intensitas bising yang cukup tinggi di PT.Socfindo menyebabkanrisiko yang besar bagi pekerja. Pada PT.

Socfindo terdapat satu area yang memiliki tingkat kebisingan yang cukup tinggi adalah departemen pengeringan oleh mesin Single dryer yang memiliki tingkat kebisingan yangpaling tinggi sebesar 90-97 db. Tingginya tingkat kebisingan yang berlangsung selama 8 jam kerja sangat berpengaruh pada pendengaran tenaga kerja.Berdasarkan pengolahan data,tingkat kebisingan yang didapatkan yaitu 94,6 db.Dampak yang dirasakan pekerja akibat kebisingan yang dialamiyaitu gangguan pendengaran/auditory.

Kata Kunci: Tingkat kebisingan,,Daily Noise Dosis, Departemen Pengeringan, PT. Socfindo.

(6)

DAFTAR ISI

BAB HALAMAN

LEMBAR JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

SERTIFIKAT EVALUASI TUGAS SARJANA ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

UCAPAN TERIMA KASIH ... v

ABSTRAK ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xx

I PENDAHULUAN ... I-1 1.1. Latar Belakang ... I-1 1.2. Perumusan Masalah ... I-3 1.3. Tujuan Peneliatian ... I-3 1.4. Manfaat Penelitian ... I-4 1.5. Batasan Masalah dan Asumsi Penelitian ... I-4 1.6. Sistematika Penulisan Laporan ... I-5

(7)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ... II-1 2.1. Sejarah Perusahaan ... II-1 2.2. Ruang Lingkup Bidang Usaha ... II-1 2.3. Lokasi Perusahaan ... II-2 2.4. Daerah Pemasaran ... II-2 2.5. Dampak Sosial Ekonomi Terhadap Lingkungan ... II-3 2.6. Organisasi dan Manajemen ... II-3 2.6.1. Struktur Organisasi Perusahaan ... II-3 2.6.2. Jam Kerja ... II-6 2.7. Proses Produksi ... II-7 2.7.1. Standar Mutu Bahan / Produk ... II-7 2.7.2. Standar Mutu Bahan / Produk ... II-9 2.7.2.1.Bahan Baku ... II-9 2.7.2.2. Bahan Penolong ... II-9 2.7.2.3.Uraian Proses ... II-10 2.7.3. Uraian Proses ... II-10 2.8. Mesin dan Peralatan ... II-13 2.8.1. Mesin Produksi ... II-13 2.8.2. Peralatan (equipment)... II-13

(8)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

III LANDASAN TEORI ... III-1 3.1. Kebisingan ... III-1 3.2. Perambatan Bunyi... III-3 3.2. Jenis-jenis Kebisingan ... III-4 3.4. Pengaruh Kebisingan Terhadap Kesehatan ... III-5 3.5. Pendengaran Manusia ... III-7 3.5.1. Sistem Pendengaran Manusia ... III-7 3.5.2. Efek Bising pada Manusia ... III-12 3.6. Pengukuran Bunyi ... III-14 3.6.1. Daily Noise Dose (Paparan Bising) ... III-15 3.7. Metode Pengumplan Data ... III-16 3.8. Penentuan Titik Pengukuran ... III-16 3.8.1. Metode Pengukuran Kebisingan ... III-18 3.9. Tingkat Bising Sinambung Equivalen (Leq) ... III-20 3.10.Nilai Ambang Batas Kebisingan ... III-20 3.11. Pengendalian Kebisingan ... III-22 3.11.1Noise Reduction Oleh Penghalang Exterior ... III-24 3.12. .Noise Mapping ... III-25 3.13. Teknik Sampling ... III-26 3.14. Work Sampling ... III-27

(9)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

3.15. Pengenalan SoftwareSurfer 11.0 ... III-28

IV METODOLOGI PENELITIAN ... IV-1 4.1. TempatdanWaktuPenelitian ... IV-1 4.2. JenisPenelitian ... IV-1 4.3. ObjekPenelitian ... IV-1 4.4. VariabelPenelitian ... IV-1 4.5. KerangkaKonseptual Penelitian ... IV-2 4.6. Variabel Operasional ... IV-2 4.7. Rancangan Penelitian ... IV-3 4.8. Pengumpulan Data ... IV-5 4.8.1. Sumber Data ... IV-5 4.9. Instrumen yang Digunakan ... IV-5 4.10.Pengolahan Data... IV-8 4.11.AnalisisPemecahan Masalah ... IV-9 4.12.Kesimpulandan Saran... IV-9

V PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA ... V-1 5.1.Pengukuran Tingkat Kebisingan pada masing-masing

Titik pengukuran ... V-1

(10)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

5.1.1. Hasil Pengukuran Tingkat Kebisingan... V-3 5.2. Perhitungan Tingkat Kebisingan Equivalen ... V-5

5.2.1. Tingkat Kebisingan Equivalen Pada Setiap

Titik Pengukuran ... V-5 5.2.2. Perhitungan Tingkat Kebisingan Siang Hari

(Ls) ... V-8 5.3. Pemetaan Kebisingan (Noise Mapping) ... V-11 5.4. Perhitungan Intensitas Bunyi ... V-12 5.5. Waktu Paparan Maksimum yang Diizinkan ... V-20 5.6. Daily Noise Dose (DND)... V-22 5.7. Pengukuran Sampling Pekerjaan ... V-24 5.7.1. Data Sampling Pekerjaan ... V-25 5.7.2. Perhitungan Akurasi Sampling Pekerjaan ... V-25

VI ANALISA DAN PEMBAHASAN HASIL ... VI-1 6.1. Analisis ... VI-1

6.1.1. Analisis Tingkat Kebisingan dengan Paparan

Bising ... VI-1 6.1.2. Analisis Waktu Produktif Operator ... VI-5 6.1.3. Analisis Noise Mapping ... VI-5

(11)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

6.2. Pembahasan Hasil ... VI-6 6.2.1. Penanggulangan Kebisingan Secara

Engineering Control... VI-6 6.2.2. Perhitungan Waktu Dengung dan Noise

Reduction (NR) ... VI-9

VII KESIMPULAN DAN SARAN ... VII-1 7.1. Kesimpulan ... VII-1 7.2. Saran ... VII-2

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(12)

DAFTAR TABEL

TABEL HALAMAN

1.1. Tingkat Kebisingan pada Mesin-mesin ... I-2 2.1. Jam Kerja Sistem Non Shift PT. Socfin Indonesia Kebun

Tanah Besih ... II-6 2.2. Jam Kerja Sistem Shift PT. Socfin Indonesia Kebun Tanah

Besih ... II-7 2.3. Syarat Mutu SNI 1903 : 2015 PT. Socfin Indonesia Kebun

Tanah Besih ... II-8 3.1. Nilai Ambang Batas Kebisingan ... III-21 3.2. Nilai Ambang Batas Kebisingan Menurut OSHA ... III-22 5.1. Hasil Rekapitulasi Pengukuran Tingkat Kebisingan ... V-3 5.2. Hasil Rekapitulasi Tingkat Ekivalen (Leq) pada Semua Titik

Pengukuran ... V-6 5.3. Hasil Rekapitulasi Tingkat Kebisingan Siang Hari ... V-9 5.4. Titik Koordinat Pengukuran Tingkat ... V-10 5.5. Hasil Perhitungan Intensitas Bunyi Pukul 09.00 di Setiap

Titik Pengukuran ... V-12 5.6. Hasil Perhitungan Intensitas Bunyi Pukul 11.00 di Setiap

Titik Pengukuran ... V-13 5.7. Hasil Perhitungan Intensitas Bunyi Pukul 15.00 di Setiap

Titik Pengukuran ... V-14

(13)

DAFTAR TABEL (LANJUTAN)

TABEL HALAMAN

5.8. Hasil Perhitungan Energi Sumber Bunyi Pukul 09.00 di Setiap Pengukuran ... V-16 5.9. Hasil Perhitungan Energi Sumber Bunyi Pukul 11.00 di

Setiap Titik Responden Penelitian ... V-17 5.10. Hasil Perhitungan Energi Sumber Bunyi Pukul 15.00 di

Setiap Titik Pengukuran ... V-18 5.11. Rekapitulasi Waktu Paparan Maksimum yang Diizinkan ... V-20 5.12. Rekapitulasi Perhitungan Daily Noise Dose/DND ... V-22 5.13. RekapitulasiSampling Pekerjaan Operator ... V-25 5.14. Rekapitulasi Perhitungan Akurasi Sampling Pekerjaan

Operator ... V-27 5.15. Perhitungan Waktu Produktif Rata-rata ... V-27 6.1. Rekapitulasi Perhitungan Daily Noise Dose/DND ... VI-2 6.2. Hubungan Tingkat Kebisingan dengan Paparan Kebisingan .... VI-3 6.3. Rata-rata Tingkat Kebisingan di Perusahaan Manufaktur di

Sekitar Medan ... VI-4 6.4. Perhitungan Waktu Produktif Rata-rata ... VI-5 6.5. Serapan Total Permukaan Luas Departemen Pengeringan ... VI-9

(14)

DAFTAR TABEL (LANJUTAN)

TABEL HALAMAN

6.6. Serapan Total Permukaan Luas Departemen Pengeringan ... VI-11 6.7. Elemen Kerja Pekerja Sebelum dan Sesudah dilakukan

Penanggulangan ... VI-15

(15)

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR HALAMAN

2.1. Denah Lokasi Pabrik Kebun Tanah Besih PT. Socfin Indonesia ... II-2 2.2. Struktur Organisasi PT. Socfin Indonesia Kebun Tanah

Besih ... II-5 3.1. Sumber Bunyi dan Rentang Frekuensinya ... III-2 3.2. Anatomi Telinga Manusia ... III-8 3.3. Telingan Bagian Luar ... III-9 3.4. Telinga Bagian Tengah ... III-9 3.5. Telinga Bagian Dalam... III-10 3.6. Mekanisme Perjalanan Suara ... III-10 3.7. Pengurangan Tingkat Kebisingan Akibat Jarak ... III-15 3.8. Skema Pengendalian Bising ... III-23 4.1. Kerangka Konseptual Penelitian ... IV-2 4.2. BlokDiagramMetodologi Penelitian ... IV-5 4.3. Mekanisme Pengumpulan Data Penelitian ... IV-6 4.4. Sound level meter ... IV-7 4.5. Blok Diagram Pengolahan Data ... IV-8 5.1. Layout Pengukuran Tingkat Kebisingan pada MesinSingle

Drayer ... V-2 5.2. Grafik Tingkat Kebisingan Ekivalen pada Jam 09.00 WIB .. V-7

(16)

DAFTAR GAMBAR (LANJUTAN)

GAMBAR HALAMAN

5.3. Grafik Tingkat Kebisingan Ekivalen pada Jam 11.00 WIB .. V-8 5.4. Grafik Tingkat Kebisingan Ekivalen pada Jam 15.00 WIB .. V-8 5.5. Peta Kebisingan pada Departemen pengeringan ... V-11 5.6. Waktu Paparan Maksimum yang Diizinkan ... V-21 5.7. Grafik Hasil PerhitunganDaily Noise Dose (DND) ... V-23 6.1. Perbandingan Daily Noise Dose Aktual dengan NAB ... VI-1 6.2. Perbandingan Waktu Kerja Aktual dengan Waktu Kerja

Ideal ... VI-2 6.3. Perbandingan Tingkat Kebisingan di Perusahaan

Manufaktur di Sekitar Medan ... VI-4 6.4. 3D Mesin Singgle Dryer Sebelum Penambahan Barrier ... VI-8 6.5. 3D Departemen Drayer Sesudah Penambahan Barrier ... VI-8 6.6. Perbandingan Ls Sesudah Direduksi dengan NAB ... VI-13 6.7. Peta Kebisingan Aktual ... VI-14 6.8. Peta Kebisingan Sesudah Penanggulangan ... VI-14

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN

1. Form Tugas Akhir ... L-1 2. Surat Penjajakan ... L-2 3. Surat Balasan ... L-3 4. Surat Keputusan Tugas Akhir ... L-4 5. Form Asistensi ... L-5

(18)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kebisingan adalah suara atau bunyi yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat yang digunakan pada proses produksi atau alat-alat tertentu yang dapat mengganggu pendengaran. Efek yang ditimbulkan dari kebisinganyaitu dapat menyebabkan gangguan fisiologis, gangguan psikologis, gangguan komunikasi dan ketulian.Paparan kebisingan yang ditimbulkan secara terus menerus dapat mengganggu konsentrasi pekerja terhadap jalannya proses produksi dan dapat meningkatkan kesalahan yang ditimbulkan pekerja terhadap pekerjaannya. Dalam rangka perlindungan kesehatan tenaga kerja kebisingan diartikan sebagai bunyi yang bersumber darimesin-mesin proses produksi yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran (SNI 16-7063- 2004).

Berdasarkan hasil penelitian T.S.S.Jayawardana, dkk.2014 bahwa kemajuan teknologi pada perusahaan menjadi masalah yang cukup serius untuk menimbulkan resiko bahaya terhadap pendengaran pada pekerja, hal ini disebabkan teknologi pada perusahaan berpengaruh dalam peningkatan tingkat kebisingan. Artikel ini menganalisis kualitas suara dan tingkat kebisingan yang diakibatkan penggunaan dari mesin-mesin yang digunakan.

Berdasarkan hasil penelitian Ogobiri G. E dkk 2014 “Analysis of Noise Level From Different Sawmills and its Evironmental Effects in Yenagoa

(19)

Metropolis” dengan menggunakan software statisktik Minitab 16 diperoleh bahwa durasi serta tingkat kebisingan berpengaruh secara signifikan terhadap psikologis pekerja.

PT. Socfin Indonesia Kebun Tanah Besih Kebun Tanah Besih merupakan salah satu perusahaan manufaktur yang bergerak di dalam pengolahannatural rubber latex menjadi crumb rubber.Masalah yang ditemukan pada perusahaan ini adalah adanya kebisingan yang ditimbulkan oleh mesin. Data tingkat kebisingan yang ditimbulkan mesin-mesin dapat dilihat pada Tabel 1.1.

Tabel 1.1. Tingkat Kebisingan pada Mesin-mesin No. Nama Mesin Tingkat Kebisingan (db)

1 Mobile Crusher 60-70

2 Prebreaker 75-80

3 Bucket Elevator 40-45

4 Extruder 75-80

5 Single Dryer 90-97

6 Press 60-70

7 Metal Detector 60-65

Berdasarkan Tabel 1.1 diperoleh tingkat kebisingannya diatas nilai ambang batas kebisingan (NAB) yaitu pada mesin Single Dryer padadepartemen pengeringan berkisar antara 90 sampai 97 dB dan berlangsung selama 8 jam kerja/hari. Hal ini menyebabkan operator sering meninggalkan area kerjasebanyak lebih dari 3 kali selama jam kerja dengan rata-rata waktu 5-10 menit sehingga mengurangi waktu produktif operator.Selain itu, hasil pemeriksaan kesehatan pada bulan November 2014 terdapat 3 dari 5 operator yang bekerja di departemen pengeringan mengalami masalah dan dinyatakan abnormal dalam pendengaran.

Operator yang mengalami masalah dalam pendengaran harus melakukan check-up ke poliklinik minimal sekali dalam sebulan, sehingga membuat perusahaan harus

(20)

mengeluarkan biaya untuk pengobatan operator tersebut.Dengan demikian perlu dilakukan pengendalian kebisingan pada departemen pengeringan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian adalah tingkat kebisingan pada departemen pengeringan yang melebihi nilai ambang batas mengakibatkan operator meninggalkan area kerja sehingga waktu yang seharusnya dapat digunakan untuk melakukan kegiatan produksi seperti mengisi cetakan Crumb rubber jadi berkurang tentunya hal ini akan mengakibatkanpenurunan waktu produktif operator. Selain itu, kebisingan juga mengakibatkan penurunandaya pendengaran sehingga diperlukan pengendalian kebisingan.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengatasi kebisingan yang terjadi pada stasiun penggilingan. Adapun tujuan khusus dari penelitian yang dilakukan di PT. Socfin Indonesia Kebun Tanah Besih yaitu:

1. Analisa tingkat kebisingan aktual pada beberapa titik di stasiun pengeringan.

2. Melakukan pemetaan kebisingan berdasarkan area kerja operator pada departemenpengeringan.

3. Merekomendasikan usulan untuk mereduksi kebisingan di departemen pengeringanpada PT. Socfin Indonesia Kebun Tanah Besih.

1.4 Manfaat Penelitian

(21)

Manfaat yang diharapkan dari penelitian adalah : 1. Bagi Mahasiswa

a. Mendapatkan wawasan terutama mengenai kebisingan di tempat kerja serta dapat memecahkan dan mencari solusi masalah dari sudut pandang akademis.

b. Mampu mengaplikasikan ilmu ergonomi dan K3 dalam upaya perbaikan paparan kebisingan.

c. Memperoleh peluang untuk mencari solusi dari permasalahan di perusahaan dari sudut pandang akademis.

2. Bagi Perusahaan

a. Memberi masukan kepada pihak perusahaan terhadap upaya yang dapat dilakukan dalam mengelola kebisingan di tempat kerja agar kenyamanan lingkungan kerja dapat tetap dijaga

b. Pekerja memperoleh pedoman untuk mengantisipasi terjadinya pengaruh kebisingan di tempat kerja.

3. Bagi Departemen Teknik Industri

Memperoleh referensi untuk penelitian selanjutnya dalam mencari solusi terbaik pengendalian kebisingan di tempat pekerja.

1.5 Batasan dan Asumsi Penelitian

Batasan masalah yang digunakan pada penelitian ini adalah :

1. Penelitian dilakukan pada departemenpengeringan di PT. Socfin Indonesia Kebun Tanah Besih.

(22)

2. Metode penentuan titik pengukuran berdasarkan European Commission Working Group Assessment of Exposure to Noise (WG-AEN)

3. Standar kebisingan berdasarkan nilai ambang batas kebisingan yang dikeluarkan oleh Menteri Tenaga Kerja.

4. Pengukuran tingkat kebisingan dilakukan berdasarkan interval waktu pada siang hari.

Asumsi dalam penelitian yang dilakukan sebagai berikut :

1. Mesin dengan jenis dan tipe yang sama memiliki tingkat kebisingan yang identik.

2. Operator bekerja sesuai dengan deskripsi pekerjaannya yang ditentukan oleh pihak manajemen dan tidak berpindah-pindah dari area kerjanya.

1.6 Sistematika Penulisan Laporan

Bab I berisi tentang pendahuluan, menguraikan latar belakang permasalahan yang mendasari dilakukannya penelitian, perumusan permasalahan, tujuan dan manfaat penelitian, batasan dan asumsi yang digunakan dalam penelitian serta sistematika penulisan laporanpenelitian. Gambaran umum perusahaan, ruang lingkup perusahaan, lokasi, struktur organisasi, tugas dan tanggung jawab, jumlah tenaga kerja dan jam kerja pekerja PT. Socfin Indonesia Kebun Tanah Besihdiuraikan dalam Bab II. Bab III berisi teori tentang kebisingan, perambatan bunyi, bunyi dan nilai ambang batas.. Metodelogi penelitian dibahas pada Bab IV yang menguraikan tahap-tahap dalam penelitian

(23)

yaitupersiapan penelitian meliputi penentuan lokasi penelitian, jenis penelitian, objek penelitian, kerangka konseptual, defenisi operasional, identifikasi variabel penelitian, instrumen pengumpulan data, populasi, sumber data, metode pengolahan data, blok diagram prosedur penelitian dan pengolahan data, analisis pemecahan masalah sampai kesimpulan dan saran. Penyelesaian kendala pada penelitian dibahas pada Bab V yang berisi Pengumpulan dan Pengolahan Data.

Analisis Pemecahan Masalah dibahas pada Bab VI yang meliputi analisis perbandingan hasil penelitian dengan teori yang relevan.Bab VII Kesimpulan dan Saran, berisi kesimpulan yang diperoleh dari hasil pemecahan masalah dan saran- saran yang bermanfaat bagi perusahaan.

BAB II

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

(24)

2.1. Sejarah Perusahaan

PT. Socfin Indonesia(SOCFINDO) berdiri pada tanggal 7 Desember 1930 dengan nama Socfin Medan S.A. Pada tahun 1965, PT. Socfin Indonesia dialihkan di bawah pengawasan pemerintah Indonesia berdasarkan peraturan Presiden No. 6 Tahun 1965. Pada tahun 1968, PT. Socfin Indonesia menjadi perusahaan gabungan antara Plantation Nord Sumatra S.A.-Belgia (pemilik saham SOCFINDO) dengan pemerintah R.I dengan nama PT. Socfin Indonesia berdasarkan UU penanaman modal asing No. 01/1967 dengan perbandingan kepemilikan 60% saham Plantation Nord Sumatra dan 40% saham pemerintah R.I. Pada 13 Desember 2001, telah terjadi perubahan kepemilikan saham SOCFINDO menjadi 90% saham Plantation Nord Sumatra dan 10% saham pemerintah R.I. di bawah kementerian BUMN. Namun pada akhir ini saham PT.Socfin Indonesia 90% milik Belgia.

2.2. Ruang Lingkup Bidang Usaha

PT. Socfin Indonesia adalah perusahaan yang bergerak dibidang pengolahankaret SIR 3CV dan SIR 10 dengan jenis produklatex grade dan lower grade.Hasilproduksi karet digunakan olehperusahan-perusahaanluarnegeri yang bergerakdi bidangmanufakturuntukmemproduksiproduk-produkyang membutuhkanbahanbakukaret.

2.3. Lokasi Perusahaan

(25)

PT. Socfin Indonesia berdasarkan akta pendiriannya beralamat di Jl. K.L.

Yos Sudarso No.106, Medan, merupakan perusahaan agribisnis yang bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit dan karet, serta produksi benih unggul kelapa sawit.

Dan lokasi pabrik beralamat di Jl. Lintas Sumatera, Tanah Besih, Kecamatan Tebing Syah Banda, Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara.

Gambar 2.1. Denah Lokasi Pabrik Kebun Tanah Besih PT. Socfin Indonesia

2.4. Daerah Pemasaran

Daerah pemasarandarihasilproduksi perusahaan

dieksporseluruhnyakeluarnegeri,yaitu Eropa dan Amerika,khususnyaBelgiadan Amerika Serikat.Pengirimanprodukdilakukandenganmenggunakankapallaut.

2.5. Dampak Sosial Ekonomi Terhadap Lingkungan

(26)

PT. Socfin Indonesia memilikitingkatsosialitas yang tinggi.Perusahaan iniselalumenyalurkanbantuansetiaptahundi

daerahsekitarlingkunganperusahaan.Setiapbulan Ramadhan PT. Socfin Indonesiamemberikansembakokepantiasuhan, masjid, sertakepada orang-orang yang tidakmampuuntukberbagibersamamasyarakatsekitar.Padaperayaan natal, perusahaan juga memberikankado natal padaorganisasi-organisasi yang

memilikivisisosialterhadappenganut agama kristianiuntuksalingberbagi.Perusahaan juga memberikanbantuan di

lingkungansekitarsepertipembangunanjalan, sumbanganirigasi, danbantuanpembangunantempat-tempatsosiallainnya.

Selainitu,

secaratidaklangsungperusahaantelahmembantuperekonomianmasyarakatsekitar,

karenadenganadanyaperusahaanmembuatbeberapa orang membukausaha, sepertirumahmakan dilingkunganperusahaan.

Limbah yang dihasilkandaripabrikperusahaantelahdikeloladenganbaik.Limbahditampungdalam

kolam-kolamlimbah yang berjumlahsebanyak 6 buah, yang terletak di sekitarlingkunganpabrik.Selainitu,

jarakantarapabrikdenganrumahpendudukcukupjauhsehinggatidakmengganggupen dudukdenganbaukaretdanbaulimbah yang dihasilkan.

2.6. Organisasi dan Manajemen 2.6.1. Struktur Organisasi Perusahaan

(27)

Secara umum, struktur organisasi di PT. Socfin Indonesia Kebun Tanah

Besih memiliki struktur organisasi

linidanfungsional.Alasandikatakanlinidanfungsionalkarena wewenang dari pimpinan tertinggi dilimpahkan kepada kepala bagian yang mempunyai jabatan fungsional untuk dikerjakan kepada para pelaksana yang mempunyai keahlian khusus.Struktur organisasi dapat dilihat pada Gambar 2.2.

(28)

PENGURUS KEBUN / ADM

TEKNIKER – I (KEPALA PABRIK)

TEKNIKER – II (ASISTEN PABRIK)

PENGOLAHAN/

PACKING LABORATORIUM ADMINISTRASI

PABRIK MESIN INDUK / PLN BENGKEL UMUM TRANSPORT G U D A N G TUKANG KAYU /

KARYAWAN SIPIL ASISTEN KEBUN/

LAPANGAN

Hubungan Lini Keterangan

Hubungan Fungsional Sumber: PT. Socfin Indonesia Kebun Tanah Besih

Gambar 2.2. Struktur Organisasi PT. Socfin Indonesia Kebun Tanah Besih

(29)

2.6.2. Jam Kerja

Klasifikasi jam kerja di PT. Socfin Indonesia KebunTanah Besihterbagi dalam dua kelompok yaitu:

1. Sistem Non Shift

Jam kerja dengan sistem non shift diberlakukan bagi tenaga kerja di bagian administrasi pabrik. Pembagian jam kerja sistem non shift yang berlaku di PT.

Socfin Indonesia KebunTanah Besih dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Jam Kerja Sistem Non Shift PT. Socfin Indonesia Kebun Tanah Besih

Jam Kerja Aktif Istirahat Jam Kerja Aktif 08:00 - 12:00 12:00 - 13:00 13:00 - 16:00 08:00 - 12:00 12:00 - 13:00 13:00 - 16:00 08:00 - 12:00 12:00 - 13:00 13:00 - 16:00 08:00 - 12:00 12:00 - 13:00 13:00 - 16:00 08:00 - 12:00 12:00 - 14:00 14:00 - 15:00 08:00 - 12:00 12:00 - 13:00 13:00 - 16:00

Sumber: PT. Socfin Indonesia Kebun Tanah Besih

2. Sistem Shift

Jam kerja dengan sistem shift diberlakukan bagi tenaga kerja di luar bagian administrasi pabrik. Pembagian jam kerja sistem shift yang berlaku di PT.

SocfinTanah Besih dapat dilihat pada Tabel 2.2.

(30)

Tabel 2.2. Jam Kerja Sistem Shift PT. Socfin Indonesia Kebun Tanah Besih Shift 1 Shift 2

08:00 - 16:00 16:00 - 00:00

Sumber: PT. Socfin Indonesia Kebun Tanah Besih

2.7. Proses Produksi

Industri manufaktur memiliki proses pengolahan dari mulai bahan baku hingga menjadi produk jadi. Proses ini disebut proses produksi yang dapat didefinisikan sebagai suatu cara, metode, dan teknik-teknik untuk mengubah input menjadi output, sehingga hasil yang berupa barang atau jasa serta hasil sampingnya memiliki nilai tambah yang lebih bermanfaat.

Proses produksi yang dilakukanperusahaanPT. Socfin Indonesia Kebun Tanah Besih menggunakan teknologi yang memanfaatkan tenaga listrik PLN untuk menggerakkan sistem permesinan danbekerja secara otomatis dan untuk kebutuhan akan sumber air, PT. Socfin Indonesia Kebun Tanah Besih menggunakan sumur bor untuk memenuhi kebutuhan air pada pabrik. Proses produksi yang dilakukan untuk pengolahanlatexgrademenjadi SIR 3CV dan lower grade menjadi SIR 10.

2.7.1. Standar Mutu Bahan / Produk

PT. Socfin Indonesia Kebun Tanah Besih menerapkan standar mutu yang tinggi melalui aplikasi ISO 9001:2008, ISO 14001:2007, OHSAS 18001:2007, dan juga sebagai anggota dari RSPO standar ini merupakan standar internasional untuk sistem manajemen mutu/kualitas. ISO 9001:2008 menetapkan

(31)

persyaratan dan rekomendasi untuk desain dan penilaian suatu sistem manajemen mutu. Quality Management Systems (ISO 9001:2008) merupakan prosedur terdokumentasi dan praktek-praktek standar untuk manajemen sistem, yang bertujuan menjamin kesesuaian suatu proses dan produk (barang atau jasa) terhadap kebutuhan atau persyaratan tertentu, dimana kebutuhan atau persyaratan tertentu tersebut ditentukan oleh pelanggan dan organisasi.Untuk standar mutu bahan dan produknya akan diperiksa dengan metode AQL (Acceptable Quality Level), dimana metode ini merupakan proporsi maksimum dari cacat atau kesalahan yang diperbolehkan untuk setiap 100 unit produk. Produk yang dihasilkan memiliki beberapa spesifikasi sebagai berikut.Tabel 2.3.menunjukkan syarat mutu SNI 1903 :2015 untuk produk crumb rubber PT. Socfin Indonesia Kebun Tanah Besih.

Tabel 2.3. Syarat Mutu SNI 1903 : 2015 PT. Socfin Indonesia Kebun TanahBesih

Jenis uji/karakteristik

SIR 3CV50 SIR 3CV60 SNI Pencapaian SNI Pencapaian Kadar kotoran (% b/b),

maks. 0,02 0,008 0,02 0,009

Kadar abu (% b/b), maks. 0,50 0,21 0,50 0,22 Kadar nitrogen (% b/b),

maks.*) 0,60 0,32 0,60 0,34

Kadar zat menguap (% b/b

maks.**) 0,80 0,34 0,80 0,35

Po, min - - - -

(32)

Tabel 2.3. Syarat Mutu SNI 1903 : 2015 PT. Socfin Indonesia Kebun TanahBesih (Lanjutan)

Jenis uji/karakteristik SIR 3CV50 SIR 3CV60 SNI Pencapaian SNI Pencapaian

PRI, min 60 77 60 77

Viskositas Mooney ML(1+4)100 °C)

45-

55 46-53 56-

65 56-63

Sumber: PT. Socfin Indonesia Kebun Tanah Besih

2.7.2. Standar Mutu Bahan / Produk

Bahan-bahan yang digunakan pada proses produksi pengolahancrumb rubber meliputi bahan baku, bahan penolong, dan bahan tambahan.

2.7.2.1. Bahan Baku

Bahan baku merupakan bahan utama yang digunakan dalam proses produksi untuk menghasilkan sebuah produk. Bahan baku yang digunakan PT.

Socfin Indonesia Kebun Tanah Besihterbagi menjadi 2 jenis, yaitulatexgradedan lower grade. Latexgradedan lower grademerupakan karet yang dihasilkan dari perkebunanmilik PT. Socfin Indonesia Kebun Tanah Besih.

2.7.2.2. Bahan Penolong

Bahan penolong merupakanbahan yang digunakan untuk memperlancar proses produksi, namun tidak terlihat di bagian akhir produk. Bahan penolong yang digunakan antara lain sebagai berikut.

1. Air sebagai pelarut dan pencampur zat-zat kimia dengan karet.

(33)

2. Hydroxylamine Ammonium Sulphate (HAS) digunakan sebagai memantapkan viskositas Mooney karet.

3. Sodium Metabisulfite(SMBS) digunakan sebagai bahan pengawet pada latex grade.

4. HCOOH digunakan sebagaikoagulanlatex.

5. Ammonia digunakan agar latex tidak membeku.

2.7.2.3. Bahan Tambahan

Bahan tambahan adalah bahan yang digunakan dalam proses produksi dan berfungsi memberikan nilai tambah pada produk serta merupakan bagian dari produk akhir. Bahan tambahan yang digunakan antara lain sebagai berikut.

1. Plastik Pembungkusdigunakan sebagai pembungkus crumb rubber yang sudah jadi.

2. Pallet

Pallet digunakan untuk membatasi produk yang akan dimasukkan ke dalam panel box.

3. Panel Boxmerupakan kotak-kotak yang berfungsi sebagai packaging produk akhir.

2.7.3. Uraian Proses

Berikut ini merupakan uraian proses pembuatan crumb rubber di PT.

Socfin Indonesia Kebun Tanah Besih:

(34)

1. Proses Pencampuran (Compounding)

Pada tahap ini, latex grade yang sudah diterima pabrik dari kebun dicampurkan dengan Hydroxylamine Ammonium Sulphate (HAS) dengan takaran 1,2 – 1,7 kg/ton karet kering untuk SIR 3CV 60 dan 1,5 – 2,0 kg/ton karet kering untuk SIR 3CV 50. Setelah itu ditambahkan dengan Sodium Metabisulfite(SMBS) dengan takaran minimum 0,6 kg/ton karet kering dengan konsentrasi 2,5% untuk SIR 3CV. Pencampuran dilakukan pada Bulking Tank.

2. Proses Koagulasi (Coagulating)

Pada tahap ini latex dipadatkan menjadi balok-balok yang dilakukan selama 8 jam pada bak koagulasi dengan dicampurkan HCCOH dengan dosis 3,5 – 4 liter/ton karet kering dan konsentrasi sebesar 2,5%.

3. Proses Coagulating Trough

Pada tahap inidilakukan penggilingan latexdengan menggunakan mesin Mobile Crusher.

4. Proses Pemecahan Latex

Pada tahap ini dilakukan proses pemecahan latexdengan rincian sebagai berikut:

a. Belt Conveyor & Twin Screw Prebreaker

Pada tahap ini dilakukan proses pemecahan latex menjadi ukuran 30 mm.

b. Bucket Elevator & Extruder

Pada tahap ini latex dibersihkan dan dialirkan ke dalam mesin Extruder dan dihasilkan ukuran latex menjadi 3 – 3,5 mm.

(35)

5. Proses Pengeringan

Latex yang sudah dipecahkan kemudian dimasukkan ke dalam Box Dryer dengan berat masing-masing box sebesar 120 – 140 kg/box dengan waktu pemanasan 10 – 13,5 menit/siklus. Suhu pada proses pengeringan sebesar 133 – 138 oC untuk SIR 3CV 60 dan 135 – 140 o

6. Proses Inspeksi Mutu

C untuk SIR 3CV 50.

Pada tahap ini diambil sampel dari latex yang sudah dikeringkan untuk diperiksa tingkat viskositasnya.

7. Proses Finishing

Tahap pada proses finishing adalah sebagai berikut : a. Penimbangan

Pada tahap ini dilakukan penimbangan latexsampai mencapai berat 35 kg.

b. Proses Pengepressan

Latex yang sudah ditimbang ditekan dengan menggunakan mesin Press sampai berbentuk balok.

c. Proses Pemeriksaan Kadar Besi

Latex yang sudah di-press dan berbentuk balok diperiksa untuk mengetahui apakah mengandung besi atau tidak dengan menggunakan conveyoryang dilengkapi dengan sensor metal detector.

d. Packing

Setelah latexdiperiksa dan dipastikan tidak mengandung besi, latex kemudian dibungkus dengan menggunakan plastik dan dimasukkan kepallet dan kemudian dimasukkan ke dalam panelbox.

(36)

2.8. Mesin dan Peralatan 2.8.1. Mesin Produksi

Mesin produksi adalah mesin-mesinyang secara langsungberperan dalam proses produksi. Berikut adalah beberapa mesin yang digunakan oleh PT. Socfin Indonesia Kebun Tanah Besih.

1. Mobile Crusher merupakan mesin penekan yang berfungsi untuk menggilinglatex.

2. Mesin Prebreakerberfungsi untukmemecahkanlatexmenjadi ukuran 30 mm.

3. Bucket Elevator ialah mesin untuk mengirim latex menuju mesin selanjutnya.

4. Mesin extruder berfungsi untuk memecahkan latex menjadi ukuran 3 mm.

5. Mesin Single Dryerberfungsi untuk mengeringkan latex.

6. Mesin Pressberfungsi untuk membentuk produk menjadi balok-balok.

7. MesinMetal Detectorberfungsi untuk memeriksa adanya kandungan logam dalam produk jadi.

2.8.2 Peralatan (Equipment)

Peralatan yang digunakan oleh PT.Socfin Indonesia Kebun Tanah Besih adalah sebagai berikut:

1. pH meter berfungsi untuk mengukur kadar pH cairan yang digunakan.

2. Metrolax berfungsi untuk mengukur kadar karet kering (Dried Rubber Content).

3. Viscosity cup berfungsi untuk mengukur viskositas bahan.

4. Stopwatch berfungsi untuk menghitung waktu pengurangan suhu.

(37)

5. Beaker glass berfungsi untuk mengukur cairan sampel.

6. Kipas berfungsi untuk membantu mendinginkan produk.

7. Mesin Wallace berfungsi untuk mengetahui kekuatan dari produk.

8. Timbangan digital yang berfungsi sebagai penimbang produk jadi.

9. Forklift berfungsi sebagai material handlinguntuk produk di pabrik.

(38)

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Kebisingan

1

Bising adalah suara yang tidak diinginkan yang berasal dari sumber suara, yang merupakan arus energi yang berbentuk gelombang suara dan mempunyai tekanan yang berubah-ubah tergantung pada sumbernya (kebisingan) hingga sampai pada telinga dan merangsang pendengaran. Bising yang dihasilkan merambat dengan kecepatan bunyi melalui udara, zat cair, zat padat/kayu dan logam. Suara yang dapat diterima/didengar oleh telinga manusia dalam rentang 20 Hz sampai dengan 20.000 Hz (20k Hz), sedangkan percakapan antar manusia antara 250 Hz sampai dengan 3.000 Hz (3k Hz). Telinga manusia umumnya memiliki sensitifitas pada frekuensi antara 1000 Hz hingga 4000 Hz.

Bunyi (sound) adalah gelombang getaran mekanis dalam udara atau benda padat yang masih bisa ditangkap oleh telinga normal manusia, dengan rentang frekuensi antara 20-20.000 Hz. Kepekaan telinga manusia terhadap rentang ini semakin menyempit sejalan dengan pertambahan umur. Di bawah rentang tersebut disebut bunyi infra (infrasound), sedangkan di atas rentang tersebut disebut bunyi ultra (ultrasound). Suara (voice) adalah bunyi manusia.

Bunyi udara (airborne sound) adalah bunyi yang merambat lewat udara. Bunyi struktur adalah (structural sound) adalah bunyi yang merambat melalui struktur bangunan.

1Satwiko, Prasasto. 2008. Fisika Bangunan.Yogyakarta: Penerbit Andi. Hal 264

(39)

Setiap sumber bunyi memiliki rentang frekuensi yang berbeda-beda. Hal ini ditunjukkan pada Gambar 3.1.

Tes laboratorium akustik Stereo ‘High fidelity’

Piano

Ucapan huruf hidup ucapan huruf mati Rentang pendengaran orang tua

Rentan pendengaran orang muda

C tengah

8 16 20 31,5 63 125 250 500 1000 2000 4000 8000 16000 20000 32000

Frekuensi (Hz) Skala panjang gelombang

44m 22m 11m 5,5m 2,8m 1,4m 0,7m 0,34m 0,17m 0,086m 0,043m 0,021m 0,001m

Gambar 3.1. Sumber Bunyi dan Rentang Frekuensinya

Tingkat kebisingan yang diperbolehkan (acceptable noise level) adalah tingkat kebisingan yang diperkenankan terjadi di suatu ruangan agar aktivitas (fungsi) tidak terganggu. Ruang tidur di rumah pribadi, misalnya, jika pada malam hari tingkat kebisingannya melebihi 25 dBA tentu akan menyebabkan gangguan.

Bising atau tidaknya suatu suara tidak hanya ditentukan oleh keras atau lemahnya suara itu saja, tetapi juga ditentukan oleh selera atau persepsi seseorang terhadap sumber bunyi tersebut.

Beban bising = Σ (Cn / Tn) < 1 Dengan Cn = lama mendengar pada tingkat bising tertentu

Tn = lama mendengar yang diijinkan pada tingkat bersangkutan

Ada tiga aspek yang menentukan kualitas bunyi yang bisa menentukan tingkat gangguan terhadap manusia.

(40)

1. Intensitas/tekanan/sound pressure adalah energi yang mengalir per satuan luas.

Semakin jauh sumber suara, intensitas yang diterima semakin kecil, karena luas permukaan total yang harus dilalui semakin besar. Intensitas terkecil rata-rata yang masih menimbulkan rangsangan pendengaran pada telinga umumnya ialah 10-12 Watt/m2

2. Frekuensi suara adalah fluktuasi/variasi tekanan udara per unit waktu, dinyatakan dalam silklus/second atau Hertz. Setiap frekuensi suara, memberi kontribusi terhadap tekanan suara total/intensitas secara keseluruhan. Frekuensi yang dapat didengar oleh orang dewasa muda dan sehat berada dalam rentang 20 Hz – 15000 Hz. Suara percakapan manusia berada pada 300 Hz - 3000 Hz.

Frekuensi tinggi lebih berbahaya terhadap kemampuan dengar daripada frekuensi rendah. Telinga manusia lebih sensitif terhadap frekuensi tinggi.

pada frekuensi 1000 Hz.

3.2 Perambatan Bunyi

Kecepatan bunyi (sound velocity) adalah kecepatan rambat bunyi pada suatu media, diukur dengan meter/detik. Kecepatan bunyi adalah tetap untuk kepadatan media tertentu, tidak tergantung frekuensinya. Kecepatan rambat bunyi pada medium udara pada suhu berkisar 16 oC adalah 340 meter/detik Kecepatan rambat bunyi sangat bergantung pada jenis/susunan medium perambatan sumber bunyi serta suhu medium tersebut. Oleh karena itu, untuk keadaan di Indonesia, dengan suhu rata-rata harian dan tahunannya yang lebih tinggi, angka 340 meter/detik tidak selalu tepat untuk dipakai sebagai acuan.

(41)

Udara mempunyai massa dan digunakan oleh bunyi untuk merambat.

Namun, adanya udara juga sebagai penghambat gelombang bunyi. Gelombang bunyi akan mengalami gesekan dengan udara. Udara yang kering akan lebih menyerap bunyi daripada udara lembab, karena adanya uap air akan memperkecil gesekan antara gelombang bunyi dengan massa udara. Selain itu, udara yang bersuhu rendah akan lebih menyerap bunyi daripada udara bersuhu tinggi, karena suhu rendah membuat udara menjadi lebih rapat sehingga gesekan terhadap gelombang bunyi akan lebih besar. Semakin tinggi suhu udara, semakin tinggi kecepatan bunyi. Pada kondisi lain, udara yang bergerak (angin) dapat mendistorsi bunyi. Bunyi searah arah angin akan dipercepat, sedangkan bunyi berlawanan arah angin akan diperlambat.

3.3. Jenis-jenis Kebisingan2

1. Bising yang kontinyu dengan spektrum frekuensi yang luas (steady state wide band noise). Bising ini relatif tetap dalam batas kurang lebih 5 dB untuk periode 0,5 detik berturut-turut, seperti: mesin, kipas angin, dapur pijar.

Suma’mur (2009) membagi jenis-jenis kebisingan berdasarkan atas sifat dan spektrum frekuensi, sebagai berikut:

2. Bising yang kontinyu dengan spektrum sempit (steady state narrow band noise). Bising ini juga relatif tetap, akan tetapi ia hanya mempunyai frekuensi tertentu saja (pada frekuensi 500, 1000, dan 4000 Hz), seperti: gergaji sirkuler.

3. Bising terputus-putus (intermittent noise).

2 Suma’mur. 1976. Higiene Perusahaa dan Kesehatan Kerja. Hal 58-59

(42)

Bising jenis ini tidak terjadi secara terus-menerus, melainkan ada periode relatif tenang, seperti: lalu lintas, kapal terbang.

4. Bising impulsif (impact or impulsive noise).

Bising jenis ini memiliki perubahan tekanan suara melebihi 40 dB dalam waktu sangat cepat dan biasanya mengejutkan pendengarnya, seperti:

tembakan, ledakan, pukulan.

5. Bising impulsif berulang

Sama dengan bising impulsif, hanya saja di sini terjadi secara berulang-ulang, seperti: mesin tempa di perusahaan.

Sifat dan spektrum frekuensi bunyi akan mempengaruhi waktu dan derajat gangguan pendengaran yang ditimbulkan. Berdasarkan atas pengaruhnya terhadap manusia, bunyi dapat dibagi sebagai berikut:

1. Bising yang mengganggu (irritating noise), intensitasnya tidak keras (mendengkur).

2. Bising yang menutupi (masking noise)

Merupakan bising yang menutupi pendengaran yang jelas. Secara tidak langsung bunyi ini akan membahayakan kesehatan dan keselamatan tenaga kerja, karena teriakan atau isyarat tanda bahaya tenggelam dalam kebisingan.

3. Bising yang merusak (damaging/injurious noise)

Merupakan bunyi yang intensitasnya melampaui NAB, bunyi jenis ini akan merusak atau menurunkan fungsi pendengaran.

3.4. Pengaruh Kebisingan Terhadap Kesehatan

(43)

Efek dari kebisingan dapat berupa efek psikologis, seperti terkejut, tidak dapat konsentrasi, efek terhadap komunikasi, kenaikan tekanan darah, sakit telinga, dan kehilangan kemampuan/ketajaman pendengaran (tuli).3

1. Gangguan Fisiologis

Pada umumnya, bising bernada tinggi sangat mengganggu, apalagi jika terputus-putus atau yang datangnya tiba-tiba. Gangguan dapat berupa peningkatan tekanan darah (± 10 mmHg), peningkatan denyut nadi, konstruksi pembuluh darah perifer terutama pada tangan dan kaki, serta dapat menyebabkan pucat dan gangguan sensoris.

2. Gangguan Psikologis

Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang konsentrasi, susah tidur, dan cepat marah. Bila kebisingan diterima dalam waktu lama dapat menimbulkan penyakit psikosomatik berupa gastritis, stres, maupun kelelahan.

3. Gangguan Komunikasi

Biasanya disebabkan masking effect (bunyi yang menutupi pendengaran yang jelas) atau gangguan kejelasan suara. Komunikasi pembicaraan dilakukan dengan cara berteriak. Gangguan ini bisa menyebabkan terganggunya pekerjaan, sampai pada kemungkinan terjadinya kesalahan karena tidak mendengar isyarat atau tanda bahaya.

4. Gangguan Keseimbangan

3Roestam, Ambar. Program Konservasi Pendengaran di Tempat Kerja, Cermin Dunia Kedokteran. 2004.

(44)

Bising yang sangat tinggi dapat menyebabkan kesan melayang, yang dapat menimbulkan gangguan fisiologis berupa gejala pusing (vertigo) atau mual- mual.

5. Efek pada Pendengaran

Merupakan gangguan paling serius karena dapat menyebabkan ketulian.

Ketulian bersifat progresif. Pada awalnya bersifat sementara dan akan segera pulih kembali bila menghindar dari sumber bising, namun bila terus-menerus bekerja di tempat bising, daya dengar akan hilang secara menetap dan tidak akan pulih kembali.

3.5. Pendengaran Manusia4

3.5.1. Sistem Pendengaran Manusia

Telinga adalah indra pendengaran. Pendengaran merupakan indra mekanoreseptor karena memberikan respon terhadap getaran mekanik gelombang suara yag terdapat di udara. Telinga menerima gelombang suara yang frekuensinya berbeda-beda, kemudian menghantarkan informasi pendengaran kesusunan saraf pusat. Telinga manusia dibagi menjadi tiga bagian utama, yaitu bagian luar (outer ear), bagian tengah (middle ear) dan bagian dalam (inner ear).

Ketiga bagian tersebut memiliki komponen-komponen berbeda dengan fungsi masing-masing dan saling berkelanjutan dalam menanggapi gelombang suara yang berada di sekitar manusia.

4Gavriel, Salvendy. Handbook of Human Factors and Ergonomics. Canada : John Wiley & Sons Published. 1997.

(45)

Gambar 3.2. Anatomi Telinga Manusia

Sumber : Gavriel, Salvendy. 1997

Bagian luar telinga Terdiri dari daun telinga, liang atau kanal telinga sampai membrane tympani. Daun telinga berfungsi sebagai pengumpal energi bunyi dan di konsentras pada membrane tympani (Tambunan, 2005). Pada liang telinga (kanal) terdapat wax (malam) yang berfungsi sebagai peningkatan kepekaan terhadap frekuensi suara 3000-4000 Hz, panjang liang telinga ini adalah 2,5-4 cm terbentuk dari jaringan kartilago, membran dan tulang dan dibalut oleh kulit yang mengandung kelenjar minyak (wax). Membaran tympani mempunyai ketebalan 0,1 mm dan luas 65, membran ini mengalami vibrasi yang akan diteruskan ke telinga tengah yaitu pada tulang malleus, incus, dan stapes (Tambunan, 2005). Telinga bagian luar berfungsi sebagai mikrofon yaitu menampung gelombang suara dan menyebabkan membrane timpany bergetar.

Semakin tinggi frekuensi getaran semakin cepat pula membran tersebut bergetar begitu pula sebaliknya (Buchari, 2007).

(46)

Gambar 3.3. Telingan Bagian Luar

Sumber : Tambunan. 2005

Bagian kedua, bagian tengah (middle ear) berfungsi meneruskan getaran dari telinga luar ke telinga dalam, yang terdiri dari membran timpani, kavum timpani, prosesus mastoideus, dan tuba eustachius.(Logan ,2004).

Gambar 3.4. Telinga Bagian Tengah

Sumber : Logan. 2004

Bagian ketiga, telinga bagian dalam dimana reseptor yang ada pada telinga dalam akan menerima rangsang bunyi dan mengirimkannya berupa impuls ke otak untuk diolah. Telingan dalam terdiri atas tiga saluran setangah lingkaran (kanalis semisirkunalis), yaitu tiga saluran berlengkung-lengkung yang berfungsi sebagai

(47)

alat kseimbangan. Tingkap atau jendela oval berfungsi untuk meneruskan getaran ke rumah siput. Rumah siput terdapat cairan limfe dan ujung-ujung saraf pendengar yang meneruskan rangsang getaran (impuls) ke saraf pendengara menuju otak.

Gambar 3.5. Telinga Bagian Dalam

Sumber : Logan. 2004

Berikut ini dijelaskan proses atau mekanisme masuknya suara kedalam telinga:

Gambar 3.6. Mekanisme Perjalanan Suara

Sumber : Tambunan. 2005

Keterangan:

1. Sesuatu bergetar dan menciptakan sebuah gelombang bunyi 2. Gelombang bunyi ditangkap oleh daun telinga

3. Gelombang bunyi masuk ke dalam liang telinga

(48)

4. Gelombang bunyi menggetarkan gendang telinga dan diubah menjadi energi mekanik

5. Terdapat tulang pendengaran di telinga tengah: malleus, incus, dan stapes 6. Gendang telinga menggetarkan tulang pendengaran dan meneruskannya ke

telinga dalam.Gangguanpendengarankonduktif biasanya terjadi di telinga tengah

7. Getaran Cairan di dalam koklea/rumah siput merangsang sel-sel rambut menghasilkan impuls bio elektrik

8. Kerusakan sel-sel rambut pada koklea akan mengakibatkan gangguanpendengaransensorineural

9. Impuls listrik dari sel-sel rambut diteruskan ke otak oleh syaraf pendengaran.

Di otak, impuls dari kedua telinga tersebut diartikan sebagai suara.

Otak membutuhkan informasi yang baik darikeduatelinga agar dapat menginterpretasikan bunyi menjadi kata-kata dan membantu kita untuk memahami percakapan.

Gelombang suara yang mencapai gendang telinga akan membangkitkan getaran pada selaput gendang telinga tersebut. Getaran yang terjadi akan diteruskan pada tiga buah tulang, yaitu hammer (malleus), anvil (incus), dan stirrup (stapes) yang saling terhubung di bagian tengah telinga (middle ear) yang akan menggerakkan fluida (cairan seperti air) dalam organ pendengaran berbentuk keong (cochlea) pada bagian dalam telinga (inner ear).

Selanjutnya, gerakan fluida ini akan menggetarkan ribuan sel berbentuk rambut halus (hair cells) di bagian dalam telinga yang akan mengkonversikan

(49)

getaran yang diterima menjadi impuls bagi saraf pendengaran. Oleh saraf pendengaran (auditory nerve), impuls tersebut dikirim ke otak untuk diterjemahkan menjadi suara yang kita dengar. Terakhir, suara akan ”ditahan”

oleh otak manusia kurang lebih selama 0,1 detik (Graviel Salvendy, 1997).

Penurunan ketajaman pendengaran akibat kebisingan terjadi secara perlahan, dalam waktu hitungan bulan sampai tahun. Hal ini sering tidak disadari oleh penderitanya, sehingga pada saat penderita mulai mengeluh kurang pendengaran, biasanya sudah dalam stadium yang tidak dapat disembuhkan (irreversible). Tanda-tanda mulai proses ketulian bisa dilihat dari peristiwa- peristiwa yang diuraikan berikut:

1. Tidak mampu mendengar percakapan dalam lingkungan bising

2. Telinga terasa mendengung (buzzing atau droning) setelah beberapa jam berada dalam lingkungan bising. Terminologi kedokteran untuk telinga yang mendengung semacam ini disebut tinnitus.

3.5.2. Efek Bising pada Manusia

Ketulian akibat pengaruh bising ini dikelompokkan sebagai berikut:

1. Temporary Threshold Shift atau Noise Induced Temporary (TTS)

Ketulian TTS ini bersifat non patologis dan bersifat sementara, di mana penderita TTS dapat kembali normal, hanya saja waktu pemulihannya pun bervariasi. Bila diberi cukup istirahat, daya dengarnya alan pulih sempurna.

Untuk suara yang lebih besar dari 85 dB(A) dibutuhkan waktu bebas paparan atau istirahat 3 -7 hari.

(50)

Bila waktu istirahat tidak cukup dan tenaga kerja kembali terpapar bising semula, dan keadaan ini berlangsung terus-menerus maka ketulian sementara akan bertambah setiap hari, kemudian menjadi ketulian menetap.Untuk mendiagnosis TTS perlu dilakukan dua kali audiometri yaitu sebelum dan sesudah tenaga kerja terpapar bising. Sebelumnya tenaga kerja dijauhkan dari tempat bising sekurangnya 14 jam.

2. Permanent Threshold Shift (PTS) atau Tuli Menetap dan Bersifat Patologis PTS terjadi karena paparan yang lama dan terus-menerus. Ketulian ini disebut tuli perseptif atau tuli sensorinureal. Penurunan daya dengar terjadi perlahan dan bertahap sebagai berikut :

a. Tahap I : timbul setelah 10 – 20 hari terpapar bising, tenaga kerja mengeluh telinganya berbunyi pada setiap akhir waktu kerja.

b. Tahap II: keluhan telinga berbunyi secara intermitten, sedangkan keluhann subjektif lainnya menghilang. Tahap ini berlangsung berbulan-bulan sampai bertahun-tahun.

c. Tahap III: tenaga kerja sudah mulai merasa terjadi gangguan pendengaran seperti tidak mendengar detak jam, tidak mendengar percakapan terutama bila ada suara lain.

d. Tahap IV: gangguan pendengaran bertambah jelas dan mulai sulit berkomunikasi. Pada tahap ini nilai ambang pendengaran menurun dan tidak akan kembali ke nilai ambang semula meskipun diberi istirahat yang cukup.

(51)

Sumber bunyi 2 m

90 dB 4 m 84 dB

8 m 78 dB

16 m 72 dB

32 m 66 dB

e. Tuli Karena Trauma Akustik, perubahan pendengaran terjadi secara tiba- tiba, karena suara impulsif dengan intensitas tinggi, seperti letusan, ledakan, dan lainnya.

3.6. Pengukuran Bunyi

5Tingkat kekuatan atau kekerasan bunyi diukur dengan alat yang disebut Sound Level Meter (SLM). Alat ini terdiri dari mikrofon, amplifier, weighting network, dan layar display dalam satuan decibel dB(A).

6Tingkat bunyi (sound level) adalah perbandingan logaritmis energi suatu sumber bunyi dengan energi sumber bunyi acuan, diukur dalam decibel (dB(A)).

Energi sumber bunyi acuan adalah energi sumber bunyi terendah yang masih dapat didengar manusia, yaitu 10-12 W/m2. Setiap penggandaan jarak, tingkat bunyi berkurang 6 dB(A). Setiap penggandaan sumber bunyi, tingkat bunyi akan bertambah 3 dB(A). Setiap penggandaan massa dinding, tingkat bunyi akan berkurang 5 dB(A). Setiap penggandaan luas bidang peredam, tingkat bunyi akan berkurang 3 dB(A).

Ketika sebuah objek sumber bunyi bergetar dan getarannya merambat ke segala arah, sebaran ini akan menghasilkan ruang berbentuk seperti bola yang ditunjukkan pada Gambar 3.7.

5Mediastika, Christina E. 2009. Material Akustik Pengendali Kualitas Bunyi pada Bangunan.

Yogyakarta : Penerbit Andi. Hal 7

6Satwiko, Prasasto. 2009. Fisika Bangunan.Yogyakarta: Penerbit Andi. Hal 272

(52)

Gambar 3.7. Pengurangan Tingkat Kebisingan Akibat Jarak

Sumber: Satwiko. 2009

Pada titik tertentu dalam bola tersebut, intensitas bunyinya dapat dihitung dengan persamaan:

Li dB

I Log I

0

= 10 ……….(1)

dengan: I = intensitas bunyi pada jarak r dari sumber bunyi (watt/m2) Li = Tingkat Intensitas Bunyi

I0 = Intensitas Bunyi Acuan, diambil 10-12 W/m

Intensitas yaitu energi persatuan luas, biasanya dinyatakan dalam satuan logaritma yang disebut desibel (dB) dengan perbandingan tekanan dasar sebesar 0,0002 dyne/cm2 dengan frequensi 1.000 Hertz, (atau 0,00002 Pascal dengan frequensi 1k Hz) yang tepat dapat didengar oleh telinga normal (WHO, 1993).

2

7Apabila dinyatakan dalam skala logaritmis, tingkat bunyi ekuivalen dapat diperoleh dengan persamaan.

𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿 = 10 𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝑇𝑇1𝑛𝑛𝑖𝑖=110(𝑆𝑆𝑆𝑆𝐿𝐿10)………....(2)

Atau

𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿 = 10 𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿{𝑓𝑓1100.1𝐿𝐿1+ 𝑓𝑓2100.1𝐿𝐿2+ . . . 𝑓𝑓𝑛𝑛100.1𝐿𝐿𝑛𝑛}…………... (3) Dengan :

Leq : Tingkat bunyi equivalen (dB) Ld/s

L

: Tingkat bunyi pada siang hari (dB) n/m

7 Saenz, A. Lara, dkk. NoisePollution (Editing). Paris: ICSU&SCOPE. 1986

: Tingkat bunyi pada malam hari (dB)

(53)

T : Lama waktu pengukuran

f : Fraksi waktu dengan pengukuran 5 hari (yaitu = 1/5)

SEL/L : Single Event Level / tingkat bunyi pada suatu kejadian (dB)

3.6.1. Daily Noise Dose (Paparan Bising)8

Daily Dose Noise merupakan istilah paparan kebisingan harian yang diterima seseorang. Daily Noise Dose menyatakan perbandingan jumlah waktu untuk kebisingan tertentu dengan lama waktu yang diizinkan untuk tingkat kebisingan tersebut. Dosis kebisingan dihitung dengan persamaan:

...(4) dimana: D = dosis kebisingan (harus ≤ 1)

Ci = waktu paparan kebisingan Ti

5 / ) 90 2(

8

= − Ti I

= waktu yang diizinkan untuk tingkat kebisingan tertentu.

Apabila dosis kebisingan > 1, maka kondisi tersebut sangat berisiko (berbahaya) bagi pendengaran operator.

Sedangkan Ti dihitung menggunakan rumus berikut :

...(5)

3.7. Metode Pengumpulan Data

8Anonim. Departemen of Occupational Safety and Health Administration (OSHA). Malaysia.

2008

D =

i i

i

T C

(54)

9

3.8. Penentuan Titik Pengukuran

Teknik pengumpulan data adalah kegiatan atau aktifitas fisik yang dilakukan dalam mengumpulkan data yang dibutuhkan. Metode pengumpulan data adalah cara pendekatan terhadap sumber data sehingga data yang terkumpul benar-benar dapat menggambarkan atau mewakili populasinya.

10

Menurut European Commission Working Group Assessment of Exposure to Noise (WG-AEN) ada 2 cara mengukur kebisingan yakni:

1. Pengukuran langsung

Melakukan pengukuran langsung dari sumber kebisingan dengan jarak minimal 3 meter.

2. Peta Kontur

Pemetaan kontur dan penentuan daerah yang terkena kebisingan oleh titik tertentu, memerlukan perhitungan ukuran dalam penandaan. Umumnya, jarak grid harus lebih dari 10 meter di kelompokkan. Sebuah jarak yang lebih luas di daerah terbuka dapat memberikan akurasi yang dapat diterima meskipun jarak grid tidak biasanya harus melebihi 30 meter. Beberapa lokasi, terutama di daerah perkotaan, mungkin dapat disarankan menggunakan spasi grid kurang dari 10 meter. Secara khusus, hal ini dikarenkan mungkin posisi bangunan yang saling berhadapan di jalan-jalan sempit.

Penelitian Muh. Isran Ramli (2015) penentuan titik-titik sampling noise mapping menggunakan metode konturyakni melakukan pembagian lokasi menjadi

9 Sukaria Sinulingga. Metode Penelitian. (Cet I; Medan: USU Press, 2011)

10David Abbey E. Some Estimator of Sub Universe Means For Use With Lattice Sampling..

University Of California : Los Angles. 1972

(55)

beberapa kotak yang berukuran sama. Tahap pertama, dengan menandai titik lokasi pada aplikasi google earth mewakili setiap tempat dengan jarak titik ±10 meter.

3.8.1. Metode Pengukuran Kebisingan11

Metode pengukuran kebisingan menurut Kementerian Lingkungan Hidup terbagi atas 2 metode yaknik:

1. Cara Sederhana

Dengan sebuah sound level meter biasa diukur tingkat tekanan bunyi dB (A) selama 10 (sepuluh) menit untuk tiap pengukuran.

2. Cara Langsung

Dengan sebuah integrating sound level meter yang mempunyai fasilitas pengukuran LTM5, yaitu Leq dengan waktu ukur setiap 5 detik, dilakukan pengukuran selama 10 (sepuluh) menit.

Waktu pengukuran dilakukan selama aktifitas 24 jam (LSM) dengan cara pada siang hari tingkat aktifitas yang paling tinggi selama 16 jam (LS) pada selang waktu 06.00 – 22.00 dan aktifitas malam hari selama 8 jam (LM) pada selang 22.00 – 06.00.

Setiap pengukuran harus dapat mewakili selang waktu tertentu dengan menetapkan paling sedikit 4 waktu pengukuran pada siang hari dan pada malam hari paling sedikit 3 waktu pengukuran, sebagai contoh :

- L1 diambil pada jam 07.00 mewakili jam 06.00 – 09.00

11Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No.Per.13/MEN/X/2011.

(56)

- L2 diambil pada jam 10.00 mewakili jam 09.00 – 11.00 - L3 diambil pada jam 15.00 mewakili jam 14.00 – 17.00 - L4 diambil pada jam 20.00 mewakili jam 17.00 – 22.00 - L5 diambil pada jam 23.00 mewakili jam 22.00 – 24.00 - L6 diambil pada jam 01.00 mewakili jam 24.00 – 03.00 - L7 diambil pada jam 04.00 mewakili jam 03.00 – 06.00

L1 sampai L-7 merupakan tingkat kebisingan tiap interval waktu pengukuran.

Keterangan :

- Leq : Equivalent Continuous Noise Level atau Tingkat Kebisingan Sinambung Setara ialah nilai tingkat kebisingan dari kebisingan yang berubah ubah (fluktuatif) selama waktu tertentu, yang setara dengan tingkat kebisingan dari kebisingan (steady) pada selang waktu yang sama. Satuannya adalah dB (A).

- LTM5 = Leq dengan waktu sampling tiap 5 detik - LS = Leq selama siang hari

- LM = Leq selama malam hari

- LSM = Leq selama siang dan malam hari

3.9. Tingkat Bising Sinambung Equivalen (Leq)

Leq adalah suatu angka tingkat kebisingan tunggal dalam beban (weighting Network) A, yang menunjukkan energi bunyi yang equivalen dengan energi yang berubah-ubah dalam selang waktu tertentu, secara matematis adalah sebagai berikut :

Leq = 10 log10[∑ tj10Lj/10]...(5)

(57)

Dimana Leq = Tingkat bising sinambung equivalen dalam dB(A) Lj = Tingkat tekanan suara ke 1

tj = Fraksi waktu

3.10. Nilai Ambang Batas Kebisingan

Niali ambang batas (NAB) ini akan digunakan sebagai (pedoman) rekomendasi pada praktek higene perusahaan dalam melakukan penatalaksanaan lingkungan kerja sebagai upaya untuk mencegah dampaknya terhadap kesehatan.

Dengan demikian NAB antara lain dapat pula digunakan:

1. Sebagai kadar standar untuk perbandingan.

2. Sebagai pedoman untuk perencanaan proses produksi dan perencanaan teknologi pengendalian bahaya-bahaya di lingkungan kerja.

3. Menentukan pengendalian bahan proses produksi terhadap bahan yang lebih beracun dengan bahan yang sangat beracun.

4. Membantu menentukan diagnosis gangguan kesehatan, timbulnya penyakitpenyakit dan hambatan-hambatan efisiensi kerja akibat faktor kimiawi dengan bantuan pemeriksaan biologi.

Ketentuan ini membahas jam kerja yang diperkenankan berkaitan dengan tingkat tekanan bunyi dari lingkungan kerja yang terpapar ke operator dapat ditunjukkan pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Nilai Ambang Batas Kebisingan Waktu

Paparan Per

Tingkat Kebisingan

Waktu Paparan Per Hari

Tingkat Kebisingan

(58)

Hari (dB(A)) (dB(A))

8 Jam 85 3,52 Detik 124

4 Jam 88 1,76 Detik 127

2 Jam 91 1,88 Menit 109

1 Jam 94 0,94 Menit 112

30 Menit 97 28,12 Detik 115

15 Menit 100 14,06 Detik 118

7,5 Menit 103 7,03 Detik 121

3,75 Menit 106 3,52 Detik 124

1,88 Menit 109 1,76 Detik 127

0,94 Menit 112 0,88 Detik 130

28,12 Detik 115 0,44 Detik 133

14,06 Detik 118 0,22 Detik 136

7,03 Detik 121 0,11 Detik 139

Catatan: Tidak boleh terpapar lebih dari 140 dB(A), walaupun sesaat

Sumber: Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No.Per.13/MEN/X/2011

Selain itu, Occupational Safety and Health Administration (OSHA) juga menetapkan nilai ambang batas (permissible noise exposure) kebisingan bagi orang yang bekerja di industri. Tingkat yang diizinkan tergantung pada lamanya bekerja. Nilai ambang batas yang diizinkan OSHA dapat ditunjukkan pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2 Nilai Ambang Batas Kebisingan Menurut OSHA Sound Level

(dB(A))

Waktu Paparan (Jam)

(59)

80 32

85 16

90 8

95 4

100 2

105 1

110 0,5

115 0,25

120 0,125

125 0,063

130 0,031

Sumber : OSHA

3.11. Pengendalian Kebisingan12

Program pencegahan yang dapat dilakukan dalam mengantisipasi tingkat kebisingan di tempat kerja meliputi hal-hal sebagai berikut :

1. Monitoring paparan bising

2. Kontrol engineering dan administrasif 3. Evaluasi audiometer

4. Penggunaan alat pelindung diri 5. Pendidikan dan motivasi 6. Evaluasi program

7. Audit program.

12National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH)1996

Gambar

Gambar 2.1. Denah Lokasi Pabrik Kebun Tanah Besih PT. Socfin  Indonesia
Gambar 3.1. Sumber Bunyi dan Rentang Frekuensinya
Tabel 3.2 Nilai Ambang Batas Kebisingan Menurut OSHA  Sound Level
Gambar 3.8. Skema Pengendalian Bising
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Permasalahan yang dikaji adalah adakah perbedaan ambang pendengaran tenaga kerja setelah terpapar kebisingan dan sesudah bekerja pada lingkungan bising Departemen

Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa tingkat kebisingan di perempatan sebelah Banjar Lantang bejuh, Sesetan tida melebihi Nilai Ambang Batas menurut Kepmenaker No.. Jadi

Pengendalian kebisingan dengan administrative contol dapat dilakukan dengan rotasi kerja dan penggunaan APD terhadap pekerja, pertimbangan rotasi kerja tidak dapat

Berdasarkan data pengukuran kebisingan yang dilakukan terhadap 4 titik menunjukan tingkat kebisingan di dalam ruangan mempunyai tingkat kebisingan lebih dari Nilai Ambang

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan ridha-Nya sehingga laporan penelitian yang berjudul “Rancangan Pengelolaan Tingkat

Dari data kebisingan menggunakan peredam foil didapatkan nilai kebisingan masih melebihi nilai ambang batas kebisingan untuk pekerjaan rata-rata industry sekitar 8

Faktor lingkungan yang juga mempengaruhi perubahan tekanan darah adalah kebisingan. Kebisingan yang melebihi nilai ambang batas berakibat terhadap kondisi

Untuk titik lokasi yang memiliki tingkat kebisingan diatas nilai ambang batas nilai NIOSH, dapat menggunakan APD untuk mengurangi tingkat kebisingan sehingga memungkinkan untuk lebih