• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pengkajian penelitian terdahulu dilakukan untuk menunjang penelitian yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pengkajian penelitian terdahulu dilakukan untuk menunjang penelitian yang"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

8 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Penelitian Terdahulu

Sebelum penilitian dilakukan, perlu adanya untuk mengkaji penelitian terdahulu atau penelitian sebelumnya dengan tema yang sama dengan peneliti.

Pengkajian penelitian terdahulu dilakukan untuk menunjang penelitian yang berjudul Pendampingan Sosial Bagi Perempuan Korban Kekerasan Seksual (studi kasus di Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Malang).

Penelitian terdahlu yang pertama oleh Siti Umi Nafiisah (2015), yang berjudul Penangnan Perempuan Korban Kekerasan Seksual di Pusat Pelayanan Terpadu Seruni Kota Semarang yang menggunakan (Perspektif Bimbingan Konseling Islam). Metode yang digunakan pada skripsi ini adalah Program – program yang dilakukan oleh PPT seruni adalah mulai dari menerima pengaduan korban, ,melakukan konnseling awal, mmemberikan layanan rumah aman, memberikan pelayanan berupa pendampingan untuk korban, membahas terkait bagaimana penanganan lebih terhadap korban, kemudian merujuk kasus kepada anggota tim yang lain. Prosesnya yang dilakukan adalah mulai dari konseling hingga pendampingan hukum kepada korban. Konseling yang diterapkan adalah konseling yang menggunakan assas – asas islam seperti asas keselarasan dan keadilan, asas kasih sayang, asas saling menghargai dan meghormati dan asas musyawarah. Pelayanan dari PPT Seruni yang diberikan kepada korban memberikan hasil yang cukup baik karena adanya perubahan psikis yang lebih baik serta percaya diri yang lebih baik pada korban. Selain itu menurut pengakuan

(2)

9

korban , korban pun merasaa lega dari pada sebelumnya karena merasa terbant oleh pelayanan – pelayanan tersebut.

Penelitian terdahulu yang kedua oleh Yesinia Fitria Oktavianasari (2019), yang berjudul Pendampingan Sosial bagi Anak Korban Kekerasan dalam Keluarga di Studi di DP3AP2KB Bidang Perlindungan Perempuan dan Anak di Kota Malang),Penelitian ini mengkaji tentang pendampingan sosial bagi anak korban kekerasan dalam keluarga, manfaat yang diperoleh dalam pendampingan kekerasan anak dalam keluarga, dan dampak pendampingan dalam perlindungan perempuan dan anak. Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif deskriptif dimana data penelitian didasarkan pada data yang ditemukan di lapangan. Subyek penelitian ini adalah Ketua Bidang Perlindungan Perempuan dan Anak dan Konselor. Hasil penelitian adalah : 1) pendampingan yang didampingi oleh P2TP2A untuk memulihkan dan meningkatkan kualitas dan rasa percaya diri anak meskipun setelah mengalami kekerasan, anak harus selalu didampingi dan dipenuhi kebutuhannya untuk memperoleh haknya; 2) dengan pendampingan anak dan keluarga untuk menyadarkan dan memberikan pemahaman terhadap undang- undang kekerasan anak yang ada; 3) memberikan sosialisasi anak kepada keluarga agar dapat memahami kebutuhan anak dan dapat memenuhi harapannya untuk berkembang; 4) peran pendampingan yang didampingi disesuaikan dengan kebutuhan anak dalam memberikan perlindungan dan pemenuhan kebutuhan di masyarakat.

Penelitian yang terdahulu yang ketiga oleh Ardita Arisandy (2019) Advokasi Sosial Perempuan Korban Kekerasan Seksual (Studi Pada Woman Crisis Centre Dian Mutiara,Malang) Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

(3)

10

advokasi sosial perempuan yang dilakukan oleh Woman Crisis Center Dian Mutiara Malang sebagai bantuan dalam menyelesaikan kasus-kasus bentuk kekerasan seksual yang banyak dialami oleh perempuan.Penelitian kali ini menjelaskan bahwa banyak kekerasan seksual yang ditangani WCC Dian Mutiara antara lain intimidasi seksual, pelecehan seksual, pemerkosaan, kehamilan paksa, aborsi, dan eksploitasi seksual. Adapun untuk penyelesaian kasus-kasus tersebut dapat dibantu dengan advokasi sosial WCC Dian Mutiara dalam melindungi, pendampingan dan advokasi. Upaya advokasi sosial ini memang dikhususkan dan disesuaikan dengan korban yang ditangani agar tidak membuat mereka trauma.

Penelitian terdahulu yang keempat oleh Lolita Maidina, (2021) Perlindungan Sosial Terhadap Anak Korban Kekerasan dan Pelecehan Seksual (Studi di Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Malang ) Penelitian ini mengkaji tentang perlindungan sosial bagi anak yang menjadi korban kekerasan dan pelecehan seksual di Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Malang. Dalam perlindungan sosial, perlu dilakukan pendampingan terhadap korban dan memberikan pelayanan preventif di masyarakat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perlindungan terhadap anak yang menjadi korban kekerasan dan pelecehan seksual, serta faktor-faktor apa saja yang menjadi penyebab terjadinya kekerasan dan pelecehan seksual terhadap anak serta mendeskripsikan bentuk- bentuk kekerasan dan pelecehan seksual. Hasil penelitian yang dilakukan di Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Anak Kabupaten Malang adalah bentuk-bentuk kekerasan dan pelecehan seksual 1). Pelecehan verbal dan non verbal 2).

penelantaran dan faktor penyebab terjadinya kekerasan dan pelecehan seksual 3).

(4)

11

pergaulan bebas 4). kurangnya pemahaman orang tua tentang pola asuh 5).

pemahaman yang salah dan bentuk perlindungan sosial yang diberikan 6).

pendampingan korban 7). perlindungan sosial dan 8). pelayanan pencegahan di masyarakat

B. Konsep Pendampingan

Pendampingan merupakan suatu kegiatan yang dinamis yang dilakukan oleh seseorang untuk melakukan tindakan atau gerak perubahan terhadap yang didampinggi agar tercipta suatu keadaan yang di inginkan. Tindakan tersebut dilakukan atau dijalankan sesuai atas kewenagan, kekuasaan, serta fasilitas yang dimiliki berdasarkan tanggung jawab serta kedudukan yang dimilikinya dalam menjalankan peran serta fungsinya sebagai pendamping.

Peran Pendampingan menurut Direktorat Bantuan Sosial (2018:8) Peran Pendampingan meluputi :

1) Pembela ( Advocacy) : Untuk membantu klien menjangkau pelayanan dan sumber-sumber yang sulit bagi klien dan mendaptkan perlakuan yang adil.

2) Fasilitator : Untuk membantu korban tindak kekerasan sehingga klien atau korban dapat berkembang dan memperoleh akses terhadap berbagai sumber yang dapat mempercepat keberhasilan dalam usahanya dalam menangani masalah.

3) Pelindung : Pendamping disini bertugas untuk menjadi pelindung (protector) kepada klien atau korban sehingga korban merasa aman.

4) Mediator : Pendamping sebagai penghubung atau menjembatani klien dengan pihak lainya dalam upaya mencapai solusi.

(5)

12

5) Motivasi : Memberikan sikap aktif penguatan secara psikologi dan fisik kepada korban agar bisa mengembangkan potensinya yang dimiliki.

Pendampingan Sosial merupakan suatu proses relasi sosial antara pendampingan dengan klien yang bertujuan memecahkan masalah, memperkuat dukungan, mendayagunakan berbagai sumber dan potensi dalam pemenuhan kebutuhan hidup serta meningkatkan klien terhadap pelayanan sosial dasar, lapangan kerja, dan fasilitas publik sosial secara penuh serta mengupayakan kondisi-kondisi kemasyarakatan tertentu yang akan menunjang pencapaian fungsi sosial. Departemen Sosial RI (2009: 122) . Pendamping sosial oleh pekerja sosial adalah mereka yang mempunyai kompetensi profesional dalam pekerjaan sosial yang diperolehnya melalui pendidikan formal atau pengalaman praktik dibidang pekerja sosial/kesejahteraan sosial yang diakui secara resmi oleh pemerintahan dan melaksanakan tugas profesional pekerjaan sosial. Bedasarkan kesimpulaan di atas dapat kita simpulkan bahwa pendampingan sosial merupakan seseorang yang mempunyai kemampuan atau berkompetensi dalam bidang pendampingan sosial.

Agar mampu memberi bimbingan atau bantuan kepada orang-orang yang membutuhkan pertolongan sehingga daoat membantu atau memcahkan permasalahan di masyarakat Sugeng Pujileksono (2017: 157)

C. Konsep Perempuan

Perempuan itu secara etimologis berasal dari kata empu yaitu orang tinggi, yang berkuasa mempunyai kekuasaan dan mampu berdiri sendiri. Perempuan mampu mandiri dalam segala sesuatu, berdiri dengan sendirinya tanpa dikendalikan ataupun di dominasi oleh laki-laki. Jenis kelamin ( sex) terdiri dari

(6)

13

dua jenis yaitu laki-laki dan perempuan. Dan keduanya berhak mempereloleh penghormatan atau perlakuan yang sama sebagai manusia, namun akibat adanya perbedaan, persamaan dalam bidang tertentu tidak menjadikan keduanya sepenuhnya sama. (Zoetmulder Pudjiastutik, 2009 : 5).

Sedangkan menurut Eti (2012) bahwa perempuan Perempuan adalah manusia yang memiliki karakteristik fisiologis yang berbeda dengan laki-laki.

Perbedaan yang jelas dari segi fisik antara laki-laki dan perempuan di antaranya adalah pertumbuhan tinggi badan, payudara, rambut, organ genitalia, serta jenis hormonal lainnya yang mempengaruhi ciri fisik dan biologisnya.

D. Konsep Kekerasan Seksual Terhadap Perempuan

Secara etimology, violence yang digabungkan dari “Vis” yang mempunyai arti daya atau kekuatan. Serta, “ Latus” yang berasal dari kata “ ferre’’ yang mempunyai arti membawa. Jadi violence yang berasal dari bahasa inggris adalah suatu perbuatan yang bersifat menekan atau menggunakan sikap paksaan dengan fisik atau non fisik sehingga membuat cidera korban ( Gultom, 2014: 14). Salah satu praktik seks yang dinilai menyimpang adalah bentuk kekerasan seksual (sexual abuse) artinya praktik hubungan yang dilakukan dengan cara-cara kekerasan, diluar ikatan perkawinan yang sah dan betentangan dengan ajaran agama. Menurut Wahid Abdul dan Irfan Muhammad (2001:31- 32), berdasarkan kamus hukum, “sex dalam bahasa Inggris diartikan dengan jenis kelamin” (Yan Pramadya Puspa, 1989; 770). Jenis kelamin inilah dipahami seabagai persoalan hubungan (persetubuhan) antara laki - laki dengan perempuan. Marzuki Umar Sa‟bah mengingatkan, “membahas masalah seksualitas manusia ternyata tidak

(7)

14

sederhana yang dibayangkan, pembahasan seksualitas telah dikebiri pada masalah nafsu dan keturunan. Ada dua kategori dari seksualitas manusia yaitu (a) seksualitas yang bermoral, sebagai seksualitas yang sehat dan baik, (b) seksualitas imoral, sebagai seksualitas yang sakit dan jahat”. Meskipun pendapat tersebut mengingatkan agar tidak menyempitkan pembahasan mengenai seks, yaitu mengenai salah satu bentuk seksualitas yang imoral dan jahat. Artinya ada praktik seks yang dapat merugikan pihak lain dan masyarakat, karena praktik itu bertentangan dengan hukum dan norma – norma keagamaan. Oleh karena itu seksualitas manusia dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu (1) biologis, kenikmatan fisik dan keturunan. (2) sosial, hubungan – hubungan seksual, berbagai aturan sosial serta sebagai bentuk sosial melalui mana seks biologis diwujudkan. (3) subjektif, kesadaran individual dan bersama sebagai objek dari hasrat seksual.

Di dalam peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi nomor 30 tahun 2021 bab 1 pasal 1 menjelaskan bahwa kekerasan seksual adalah setiap perbuatan, penghinaan, pelecehan, atau penyerangan terhadap tubuh seseorang, dan/atau fungsi reproduksi, karena hubungan kekuasaan dan/atau gender,yang mengakibatkan atau dapat mengakibatkan penderitaan psikis dan/atau fisik, termasuk terganggunya kesehatan reproduksi seseorang dan tidak adanya kesempatan untuk menyelenggarakan pendidikan tinggi secara aman dan optimal. Ratih dan Daud (2015:32) menjelaskan bahwa kekerasan seksual dapat dibedakan menjadi dua jenis berdasarkan identitas pelakunya, pelecehan seksual yang dilakukan keluarga atau pelakunya orang yang masih memiliki hubungan darah atau masih menjadi bagian dalam keluarga inti, termasuk ayah tiri. Jenis-

(8)

15

jenis kekerasan seksual kedua pelaku extra familial abuse adalah orang lain di luar keluarga korban atau tidak ada hubungan darah. Berdasarkan pengertian kekerasan seksual di atas, kekerasan seksual merupakan kejahatan yang dapat dialami oleh siapa saja yang menjadi korban atau tersangka. Pelaku dapat berasal dari lingkungan terdekat yaitu keluarga atau kerabat serta dari lingkungan luar kepada siapa saja baik perempuan maupun laki-laki. Segala sesuatu yang merendahkan atau melecehkan yang menyerang tubuh dan/atau reproduksi seseorang tanpa persetujuan pihak lain dapat dianggap sebagai kekerasan seksual.

E. Bentuk – Bentuk Kekerasan Pada Perempuan

Menurut pernyataan Komnas Perempuan (2002), menyatakan bahwa kekerasan yang dialami perempuan sangat banyak bentuknya, baik yang bersifat psikologis, fisik, seksual maupun yang bersifat ekonomis, budaya dan keagaman,hingga yang merupakan bagian dari sebuah sistem pengorganisasian lintas negara yang sangat besar dan kuat. Bentuk- bentuk kekerasan ini hadir dalam seluruh jenis hubungan sosial yang dijalani seorang perempuan, termasuk dalam hubungan keluarga dan perkawinan dekat, dalam hubungan kerjanya maupun dalam hubungan-hubungan sosial kemasyarakatan secara umum. Semua jenis kekerasan ini berlangsung baik di komunitas yang hidup dalam keadaan damai, dan dalam masyarakat yang berada di tengah kemelut peperangan atau konflik bersenjata. Bentuk-bentuk kekerasan terhadap perempuan yang selama ini teridentifikasi oleh para pendamping korban kekerasan di berbagai pelosok Indonesia mencakup:

(9)

16 1. Kekerasan Fisik

Dalam konteks relasi personal, bantuk-bentuk kekerasan fisik yangdialami perempuan korban mencakup, antara lain, tamparan, pemukulan,penjambakan, pendorong-dorongan secara kasar (melukai), penginjak-injakan, penendangan, pencekikan, lemparan benda keras, penyiksaan menggunakanbenda tajam, seperti pisau, seterikaan, serta pembakaran.

2. Penyiksaan Mental

Bentuk-bentuk penyiksaan psikologis yang dialami perempuan mencakupmakian dan penghinaan yang berkelanjutan untuk mengecilkan harga dirikorban, bentakan dan ancaman yang diberi untuk memunculkan rasa takut,larangan ke luar rumah atau bentuk – bentuk luar pembatasan kebebasan bergerak lainnya.

3. Deprivasi Ekonomi

Salah satu bentuk kekerasan yang dialami perempuan, khususnya yang berstatus sebagai istri atau ibu rumah tangga, adalah tak diberi nafkah secararutin atau dalam jumlah yang cukup untuk kebutuhan wajar sehari- hari. Selainitu, ada pula perempuan yang dipaksa atau dilarang untuk tidak bekerja dalamsituasi yang bertentangan dengan keinginan perempuan korban.

4. Diskriminasi

Kaum perempuan mengalami berbagai bentuk diskriminasi, baik di dalamlingkungan keluarganya maupun di tempat kerjanya.

(10)

17 5. Serangan Seksual

Kekerasan yang bernuansa seksual termasuk berbagai perilaku yang takdiinginkan dan mempunyai makna seksual, atau sering disebut

“pelecehan seksual‟, maupun berbagai bentuk pemaksaan hubungan seks yang sering disebut sebagai perkosaan. Tindak perkosaan tidak hanya terbatas padapemaksaan masuknya alat kelamin laki-laki kea lat kelamin perempuan,tetapi juga termasuk penggunaan benda-benda asing lain untuk menimbulkankesakitan pada alat kelamin, dan bagian- bagian lain dari tubuh korban.

6. Perbudakan Seksual

Perbudakan seksual adalah salah satu bentuk serangan seksual yang bersifatsistematis dan muncul dalam situasi perang atau konflik bersenjata.

7. Intimidasi Berbasis Gender

Perempuan menjadi sasaran khusus dari berbagai tindak ancaman, intimidasi bahkan serangan fisik karena korban dianggap melanggar ketentuanketentuan sosial tertentu, seperti cara berpakaian atau perilaku seksuaL yangtidak mau diterima oleh pihak-pihak tertentu dalam masyarakat

8. Perdagangan Perempuan

Perempuan Indonesia, baik yang dewasa maupun anak- anak di bawah umur, banyak yang menjadi korban praktik- praktik perdagangan manusia, apalagi dalam situasi krisis ekonomi yang berkepanjangan.

(11)

18

A. Jenis Kekerasan Seksual menurut WHO (2017)

1. Serangan seksual berupa pemerkosaan (termasuk pemerkosaan oleh warga negara asing, dan pemerkosaan dalam konflik bersenjata) sodomi, kopulasi oral paksa, serangan seksual dengan benda, dan sentuhan atau ciuman paksa.

2. Pelecehan seksual secara mental atau fisik menyebut seseorang dengan sebutan berkonteks seksual, membuat lelucon dengan konteks seksual.

3. Menyebarkan video atau foto yang mengandung konten seksual tanpa izin, memaksa seseorang terlibat dalam pornografi.

4. Tindakan penuntutan/pemaksaan kegiatan seksual pada seseorang atau penebusan/persyaratan mendapatkan sesuatu dengan kegiatan seksual.

5. Pernikahan secara paksa.

6. Melarang seseorang untuk menggunakan alat kontrasepsi ataupun alat untuk mencegah penyakit menular seksual.

7. Aborsi paksa

8. Kekerasan pada organ seksual termasuk pemeriksaan wajib terhadap keperawanan.

9. Pelacuran dan eksploitasi komersial seksual.

B. Dampak Kekerasan Seksual pada Perempuan

Secara umum, pada kasus kekerasan seksual terhadap perempuan, korban akan mengalami dampak jangka pendek (short term effect) dan dampak jangka panjang (long term effect). Keduanya merupakan suatu proses adaptasi yang normal (wajar) setelah seseorang mengalami peristiwa traumatis. Dampak jangka pendek biasanya dialami sesaat hingga beberapa hari setelah kejadian.

(12)

19

Dampak jangka pendek ini termasuk segi fisik korban, seperti ada gangguan pada organ reproduksi (infeksi, kerusakan selaput dara,robek, dan sebagainya) dan luka-luka pada bagian tubuh yang lain, akibat perlawanan atau penganiayaan fisik. Alat bukti sesungguhnya dapat ditemukan pada bekas pakaian, rambut atau lainnya, sering tidak dapat digunakan lagi karena kecenderungan korban berusaha segera membersihkan dan membuangnya. Satu- satunya alat bukti yang digunakan oleh pihak penyidik adalah visum et repertum dengan standar yang telah ditentukan. Jika bukti visum tidak masuk pada standar tersebut mengalami kesulitan dalam proses penyidikan. kekerasan seksual dalam rumah tangga juga sering terjadi tetapi korban tidak berani melapor karena adanya ikatan perkawinan, atau ikatan emosional dan sosial lainnya sehingga sulit untuk diungkap kecuali korban berani berbicara dan melaporkan kasusnya (Mufidah, 2008: 270)

Sementara itu dampak sosial dan psikologis yang ditimbulkan dari permasalahan-permasalahan yang muncul adalah sebagai berikut :

1. Stigma social negative yaitu sebagai bekas atau mantan korban kekerasan misalnya pemerkosaan atau janda.

2. Kerugian secara fisik maupun psikologis dialami oleh korban kekerasan dan KDRT seperti luka fisik dan trauma psikologis yang tidak mudah untuk disembuhkan

3. Tekanan terhadap korban oleh keluarga dan masyarakat

4. Penolakan sosial yang dialami seperti kekerabatan dan kekeluargaan terputus sehingga menjadi status sosial yang termarjinalkan. (Ni Luh Ade Yuryawati, 2010:32).

(13)

20

Dampak jangka panjang dapat terjadi apabila korban kekerasan tidak mendapat penanganan dan bantuan (konseling psikologis) yang memadai.

Dampak jangka panjang itu dapat berupa sikap atau persepsi yang negative terhadap laki-laki atau terhadap seks. Selain hal-hal yang telah disebutkan di atas, ada istilah khusus dalam memahami dampak kekerasan terhadap perempuan, yaitu apa yang disebut sebagai trauma. Trauma adalah luka jiwa yang disebabkan karena seseorang mengalami hal diluar batas normal (berdasarkan standar dirinya sendiri).

Bila seorang perempuan menjadi korban kekerasan, dan kemudia ia mengalami gejalagejala yang khas, seperti mimpi-mimpi buruk (night mares) atau ingatan-ingatan akan kejadian muncul secara tiba-tiba (flashback), dan gejala tersebut berkepanjangan hingga lebih dari sekitar 30 hari, besar kemungkinan korba mengalami post traumatic stresss disorder (ptsd) atau dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai stress pasca trauma (Hayati, 2000: 45).

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Hastuti (2014) yang bertujuan untuk menguji ukuran perusahaan, pertumbuhan perusahaan dan tipe industri terhadap

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi marketing politik yang digunakan pada saat pemilu 2014 berhasil untuk mendapatkan dukungan dari para pemilih pada

a) Fungsi produksi, merupakan biaya-biaya yang terjadi untuk mengolah bahan baku menjadi produk jadi yang siap untuk dijual. b) Fungsi pemasaran, merupakan fungsi yang

Dengan kata lain, potensi wisata yaitu berbagai sumber daya yang dimiliki oleh suatu tempat atau daerah yang dapat dikembangkan menjadi suatu atraksi wisata yang

Evaluasi kebijakan adalah tahapan yang paling penting dalam sebuah proses kebijakan, tanpa ada evaluasi suatu kebijakan itu tidak akan ada nilainya karena di

Penelitian sekarang dilakukan oleh Wisnu Aditya Nurkamal untuk menguji ulang pengaruh dimensi gaya hidup terhadap keputusan pembelian dengan menggunakan objek yang berbeda dengan

Iklan melalui media sangat efektif karena dimasa sekarang banyak orang yang menggunakan media masa sehingga dapat mempermudah perusahaan dalam mempromosikan

Penelitian serupa juga dilakukan oleh SIGA, (2020) yang dilakukan di desa subang kecamatan subang kabupaten kuningan jawa barat, menunjukan hasil bahwa BUMDES Malar