• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Pengertian Evaluasi dan Evaluasi Pendidikan. sebagai penilaian dalam bidang pendidikan atau penilaian mengenai hal-hal yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI. 1. Pengertian Evaluasi dan Evaluasi Pendidikan. sebagai penilaian dalam bidang pendidikan atau penilaian mengenai hal-hal yang"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Evaluasi Pendidikan

1. Pengertian Evaluasi dan Evaluasi Pendidikan

(Sudijono, 2009:1) Secara harfiah kata evaluasi berasal dari bahasa Inggris evaluation, dalam bahasa Indonesia berarti penilaian. Dengan demikian secara harfiah evaluasi pendidikan (educational evaluation) dapat diartikan sebagai penilaian dalam bidang pendidikan atau penilaian mengenai hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan pendidikan. Adapun segi istilah, sebagaimana dikemukakan oleh Edwind wand dan Gerald W. Brown: Evaluation refer to the act process to determining the value of something. Menurut definisi ini, maka

istilah evaluasi mengandung arti suatu tindakan atau proses untuk menentukan nilai dari sesuatu. Sesuai dengan pendapat tersebut maka evaluasi pendidikan dapat diartikan sebagai suatu tindakan atau proses untuk menentukan nilai dari sesuatu dalam dunia pendidikan atau segala sesuatu yang ada hubungannya dengan dunia pendidikan.

Selain itu evaluasi adalah mengukur dan menilai. Pelaksanaan penilaian dapat di lakukan pengukuran.

a. Mengukur adalah membandingkan sesuatu dengan satu ukuran.

Pengukuran bersifat kuantitatif.

b. Menilai adalah mengambil suatu keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik buruk. Penilaian bersifat kualitatif

(2)

c. Mengadakan evaluasi meliputi kedua langkah diatas, yakni mengukur dan menilai.

Arikunto (2003:13) mendefinisikan evaluasi dengan terlebih dahulu menjelaskan tentang mengukur dan menilai. Mengukur adalah membandingkan sesuatu dengan satu ukuran dan bersifat kuantitatif. Menilai adalah mengambil sesuatu keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik buruk dan bersifat kualitatif. Sedangkan mengadakan evaluasi meliputi kedua langkah diatas, yaitu mengukur dan menilai. Dengan demikian evaluasi adalah menilai (tetapi dilakukan dengan mengukur terlebih dahulu).

Mengenai evaluasi pendidikan, Arikunto (2003; 2-3) mengutip pendapat dari Ralph Tyler (1950) mengatakan bahwa:

“Evaluasi pendidikan merupakan sebuah proses pengumpulan data untuk menentukan sejauh mana, dalam hal apa, dan bagian mana tujuan pendidikan sudah tercapai. Jika belum, bagaimana yang belum dan apa sebabnya”.

Definisi yang lebih luas dikemukakan oleh dua orang ahli lain, yakni Crobach dan Stufflebeam. Tambahan definisi tersebut bukan hanya mengukur sejauh mana tujuan tercapai, tetapi juga digunakan untuk membuat keputusan.

Dari definisi-definisi tentang evaluasi pendidikan di atas dapat dipahami bahwa evaluasi pendidikan selain merupakan suatu proses untuk mengukur sejauh mana tujuan telah tercapai, juga berguna untuk membuat keputusan dalam dunia pendidikan.

2. Dasar- dasar Evaluasi Pendidikan

Slamet (2001; 8) Dalam pelaksanaannya, evaluasi harus mempunyai dasar yang kuat. Dasar yang dimaksud adalah prinsip ilmiah yang melandasi

(3)

penyusunan dan pelaksanaan evaluasi yang mencakup 7 konsep yaitu filsafat, psikologi, komunikasi, kurikulum, manajemen dan sosiologi, antropologi.

Dasar filsafat dalam evaluasi pendidikan berhubungan dengan masalah-masalah yang merupakan dasar dalam pendekatan sistem yang menyangkut pertanyaan-pertanyaan apakah evaluasi itu, mengapa evaluasi pendidikan perlu diberikan dan bagaimana cara memberikannya. Yang dimaksud dengan dasar psikologi adalah bahwa evaluasi itu dilaksanakan harus mempertimbangkan tingkat kesukaran dengan tingkat perkembangan siswa, tingkat kemampuan yang dimiliki siswa, dan teori-teori yang dianut dalam pendidikan. Dasar komunikasi dimaksudkan bahwa evaluasi itu dapat dilaksanakan secara langsung maupun tidak langsung. Adapun yang menjadi dasar evaluasi selanjutnya adalah kurikulum, maksudnya isi evaluasi harus sesuai dengan materi yang diajarkan seperti tercantum dalam kurikulum yang telah ada dan dilaksanakan. Sedangkan dasar manajemen, artinya bahwa evaluasi perlu diorganisasikan pelaksanaannya, apakah secara individual atau kelompok dan bagaimana pengelolaannya. Disamping itu evaluasi harus sesuai dan berguna dalam masyarakat untuk mencapai suatu kemajuan.

Evaluasi juga mempunyai prinsip dasar agar pelaksanaannya dikatakan baik. Ada satu prinsip umum dan penting dalam kegiatan evaluasi, yaitu adanya triangulasi atau hubungan erat tiga komponen yaitu antara:

a. Tujuan pembelajaran

b. Kegiatan pembelajaran atau KBM, dan c. Evaluasi

(4)

Triangulasi tersebut dapat digambarkan dalam bagan sebagai berikut:

Tujuan

KBM Evaluasi

Penjelasan dari bagan triangulasi diatas adalah demikian a. Hubungan antara tujuan dengan KBM

Kegiatan belajar mengajar yang dirancang dalam bentuk rencana mengajar disusun oleh guru dengan mengacu pada tujuan yang hendak dicapai.

b. Hubungan antara tujuan dengan evaluasi

Evaluasi adalah kegiatan pengumpulan data untuk mengukur sejauh mana tujuan sudah dicapai.

c. Hubungan antara KBM dengan evaluasi

Seperti yang sudah dijelaskan di atas, KBM direncana dan disusun dengan mengacu pada tujuan yang telah dirumuskan.

Suharsimi arikunto (2003; 24-25) Telah disebutkan pula bahwa alat evaluasi juga disusun dengan mengacu pada tujuan. Selain mengacu pada tujuan, evaluasi juga harus mengacu atau disesuaikan dengan KBM yang dilaksanakan.

3. Tujuan dan Fungsi Evaluasi Pendidikan

Bagi penyusun soal, fungsi evaluasi perlu diperhatikan secara sungguh-sungguh agar evaluasi yang diberikan betul-betul mengenai sasaran yang diharapkan. Berikut ini dikemukakan pendapat para ahli tentang tujuan dan fungsi evaluasi.

(5)

Sudijono (2009; 16-17) Bagi penyusun soal, fungsi evaluasi perlu diperhatikan secara sungguh-sungguh agar evaluasi yang diberikan betul-betul mengenai sasaran yang diharapkan. Evaluasi pendidikan secara umum mempunyai tujuan:

a. Untuk menghimpun bahan-bahan keterangan yang akan dijadikan bukti mengenai taraf perkembangan atau taraf kemajuan yang dialami oleh peserta didik, setelah mereka mengikuti prosesn pembelajaran dalam jangka waktu tertentu.

b. Untuk mengetahui tingkat efektivitas dari metode-metode pengajaran yang telah dipergunakan dalam proses pembelajaran selama jangka waktu tertentu.

Sedangkan secara khusus evaluasi mempunyai tujuan :

a. Untuk merangsang kegiatan peserta didik dalam menempuh program pendidikan.

b. Untuk mencari dan menemukan faktor-faktor penyebab keberhasilan dan ketidakberhasilan peserta didik dalam mengikuti program pendidikan, sehingga dapat dicari dan ditemukan jalan keluar atau cara-cara perbaikannya.

Daryanto (2008;11) mengungkapkan Tujuan utama melakukan evaluasi dalam proses belajar mengajar adalah untuk mendapatkan informasi yang akurat mengenai tingkat pencapaian tujuan instruksional oleh siswa sehingga dapat diupayakan tindak lanjutnya. Tindak lanjut termaksud merupakan fungsi evaluasi dan dapat berupa:

(6)

a. Penempatan pada tempat yang tepat, b. Pemberian umpan balik,

c. Diagnosis kesulitan belajar siswa, atau d. Penentuan kelulusan

Untuk masing-masing tindak lanjut yang dikehendaki ini diadakan tes, yang diberi nama:

a. Tes penempatan, b. Tes formatif, c. Tes diagnostik, d. Tes sumatif.

Arikunto (2003:10), tujuan atau fungsi penilaian ada beberapa hal, yaitu:

a. penilaian berfungsi selektif b. penilain berfungsi diagnostik

c. penilain berfungsi sebagai penempatan

d. penilaian berfungsi sebagai pengukur keberhasilan.

Dengan cara mengadakan penilaian guru mempunyai cara untuk mengadakan seleksi atau penilaian siswanya. Penilaian selektif mempunyai berbagai tujuan, antara lain:

a. untuk memilih siswa yang dapat diterima disekolah tertentu b. untuk memilih siswa yang dapat naik kelas atau tingkat

berikutnya

c. untuk memilih siswa yang sudah berhak meninggalkan sekolah (lulus).

(7)

4. Objek (Sasaran) Evaluasi Pendidikan

Sudijono (2009; 25) Objek atau sasaran evaluasi pendidikan adalah segala sesuatu yang bertalian dengan kegiatan atau proses pendidikan, yang dijadikan titik pusat perhatian. Salah satu cara untuk mengenal atau mengetahui objek dari evaluasi pendidikan adalah dengan jalan menyorotinya dari tiga sisi, yaitu dari segi input, transformasi, dan output. Dimana input dianggap sebagai

”bahan mentah yang akan diolah”, transformasi dianggap sebagai “dapur tempat mengolah bahan mentah”. Dan output dianggap sebagai “hasil pengolahan yang dilakukan dapur dan siap untuk dipakai”.

dunia pendidikan, khususnya dalam proses pembelajaran di sekolah, input tidak lain adalah calon siswa. Ditilik dari segi input ini, maka objek dari evaluasi pendidikan meliputi tiga aspek, yaitu: (1) aspek kemampuan, (2) aspek kepribadian, (3) aspek sikap.

Untuk dapat diterima calon peserta didik dalam rangka mengikuti program pendidikan tertentu, maka calon peserta didik itu harus memiliki kemampuan yang sesuai atau memadai. Sehubungan dengan itu, maka bekal kemampuan yang dimiliki oleh para calon peserta didik perlu untuk dievaluasi terlebih dahulu, guna mengetahui sampai sejauh mana kemampuan yang dimiliki oleh masing-masing peserta.

Adapun alat yang biasa dipergunakan dalam rangka mengevaluasi kemampuan peserta didik itu adalah tes kemampuan. Kepribadian adalah sesuatu yang terdapat pada diri seseorang dan menampakkan bentuknya dalam tingkah laku. Evaluasi yang dilakukan untuk mengetahui atau mengungkap kepribadian seseorang adalah dengan jalan menggunakan tes kepribadian. Sikap, pada

(8)

dasarnya adalah merupakan bagian dari tingkah laku manusia, sebagai gejala atau gambaran kepribadian yang memancar keluar. Informasi mengenai sikap ini penting sekali karena sikap ini merupakan sesuatu yang paling menonjol dan sangat dibutuhkan dalam pergaulan. Untuk menilai sikap tersebutdigunakan alat berupa tes sikap atau sering dikenal dengan skala sikap, sebab tes tersebut berbentuk skala.

Adapun apabila disoroti dari segi transformasi, maka objek dari evaluasi pendidikan meliputi: (1) kurikulum atau materi pelajaran, (2) metode mengajar dan teknik penilaian, (3) sarana atau media pendidikan, (4) sistem administrasi, dan (5) guru serta unsur-unsur personal lain yang terlibat dalam proses pendidikan.

Sedangkan dari segi output yang menjadi sasaran evaluasi adalah tingkat pencapaian atau prestasi belajar yang berhasil dalam proses pendidikan selama jangka waktu yang telah ditentukan. Untuk mengetahui seberapa jauh tingkat pencapaian atau prestasi belajar dipergunakan alat yang berupa tes prestasi belajar atau tes hasil belajar, yang biasa dikenal dengan istilah tes pencapaian.

5. Ciri-Ciri Alat Evaluasi

(Usman, 1993:160-169) Sebuah tes dapat dikatakan baik dan benar apabila mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

a. Analisis Secara Teoritik

1) Kaidah penulisan soal bentuk pilihan ganda a) Pernyataan/pokok soal harus dirumuskan jelas

b) Untuk setiap soal hanya ada satu jawaban yang benar/paling benar.

(9)

c) Alternatif jawaban sebaiknyalogis dan pengecoh harus berfungsi/mirip betul dengan jawaban yang benar sehinggga derajat kesukarannya tinggi.

d) Apabila alternatif jawaban (option) berbentuk angka, susunlah secara berurutan mulai angka yang terkecil hingga yang terbesar.

e) Diusahakan untuk mencegah penggunaan option yang terakhir berbunyi” semua pilihan jawaban salah”

atau”semua pilihan jawaban benar”.

f) Jumlah pilihan jawaban untuk tiapsoal dari satu perangkat tes hendaknya 4 atau 5 option

g) Jawaban benar hendaknya tersebar letaknya dan ditentukan secara random (acak), jangan sampai menurut urutan atau aturan tertentu dan memperhatikan jumlah option yang benar antara a-b-c-d-e hendaknya relatif sama.

h) Stem dan option hendaknya pernyataan yang diperlukan saja

i) Diusahakan jangan menggunakan perumusan yang bersifat negatif

2) Kaidah penulisan soal bentuk uraian

a) Soal yang dibuat harus sesuai dengan indikator yang ditentukan dalam kisi-kisi

b) Rumusan kalimat soal atau pertanyaan hendaknya menggunakan kata-kata tanya atau perintah

(10)

c) Buatlah petunjuk yang jelas tentang cara mengerjakan soal d) Buatlah pedoman penskoran segera setelah soal ditulis e) Batasan pertanyaan/jawaban yang diharapkan harus jelas f) Hal-hal yang menyertai soal seperti tabel, gambar, grafik,

peta harus disajikan dengan jelas.

b. Analisis Secara Empirik 1) Tingkat Kesukaran (D)

Tingkat kesukaran adalah angkayang menunjukan proporsi siswa yang menjawab betul suatu soal. Makin besar tingkat kesukaran berarti soal itumakin mudah demikian juga sebaliknya yaitu makin rendah tingkat kesukaran berarti soal itu makin sukar.

2) Validitas

Validitas yaitu ketepatan mengukur yang dimiliki oleh sebutir item (yang merupakan bagian tak terpisahkan dari tes sebagai suatu totalitas), dalam mengukur apa yang seharusnya diukur lewat butir item tersebut.

Suatu alat penilaian dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila alat penilaian tersebut mampu mengukur apa yang seharusnya diukur. Arikunto (2003;13) menjelaskan adanya empat bentuk validitas yaitu: validitas isi, validitas konstruksi, validitas yang ada sekarang, dan validitas prediksi.

Sebuah tes disebut memiliki validitas isi apabila tes tersebut mengukur tujuan khusus tertentu yang sejajar dengan materi atau isi pelajaran yang diberikan. Alat tes yang dianggap layak dan

(11)

dapat dipertanggungjawabkan validitas isinya apabila dalam penyusunannya mendasarkan diri pada tabel kisi-kisi.validitas isi merujuk pada kesesuaian antara butir-butir soal dengan tujuan dan bahan pengajaran. Karena tujuan dan bahan pengajaran tersebut tercantum pada tabel kisi-kisi sehingga tidak salah apabila dikatakan bahwa penyusunan butir-butir soal yang mendasar pada tabel kisi-kisi dianggap layak dan dapat dipertanggungjawabkan validitas isinya.

Secara sederhana dapat dikatakan bahwa tes yang disusun tidak boleh keluar dari isi mata pelajaran yang ada di dalam kurikulum. Sebuah tes dikatakan memiliki validitas konstruksi apabila butir- butir soal yang membangun tes tersebut mengukur setiap aspek berpikir (ingatan, pemahaman dan aplikasi) seperti yang disebutkan dalam indikator dalam tabel kisi-kisi. Validitas isi dan validitas konstruksi ini digolongkan ke dalam validitas logis atau validitas rasional Untuk mengetahui tingkat validitas rasional dapat dilakukan dengan mengadakan analisis rasional yaitu analisis berdasarkan pikiran-pikiran yang logis bahan-bahan apa yang perlu dikemukakan dalam suatu tes.

Jika penganalisaan secara rasional itu menunjukan hasil yang membenarkan tentang telah tercerminnya tujuan instruksional khusus itu di dalam tes hasil belajar yang telah memiliki validitas isi maupun validitas konstruksi. upaya lain yang dapat ditempuh dalam rangka mengetahui validitas isi dan validitas konstruksi

(12)

sebuah tes hasil belajar adalah dengan jalan menyelenggarakan diskusi panel. Dalam diskusi tersebut para pakar yang dipandang memiliki keahlian yang ada hubungannya dengan mata pelajaran yang diujikan, diminta pendapat dan rekomendasinya terhadap isi atau materi yang terkandung dalam tes hasil belajar yang bersangkutan.

Adapun sebuah tes dikatakan memiliki validitas ada sekarang jika hasilnya sesuai dengan pengalaman, untuk menilai validitas ada sekarang dapat dilakukan dengan jalan mengkorelasikan hasil- hasil yang dicapai dalam tes yang sejenis yang telah diketahui mempunyai validitas yang tinggi.

Sedangkan sebuah tes memiliki validitas ramalan apabila mempunyai kemampuan untuk meramalkan apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang. Cara pengujian dengan jalan mencari korelasi antara nilai-nilai yang dicapai oleh anak-anak dalam tes tersebut dengan nilai-nilai yang dicapai kemudian.

3) Daya Pembeda

Daya pembeda item adalah kemampuan suatu butir item tes hasil belajar untuk dapat membedakan antara test yang berkemampuan tinggi dengan test yang kemampuannya rendah demikian rupa sehingga sebagian besar testee yang memiliki kemampuan yang tinggi untuk menjawab butir item tersebut lebih banyak menjawab butir item tersebut lebih banyak yang menjawab betul, sementara test yang kemampuannya rendah untuk menjawab

(13)

butir item tersebut sebagian besar tidak dapat menjawab item dengan betul.

4) Reliabilitas

Realibilitas adalah proporsi dari varian dengan varian yang sesungguhnya. Reliabilitas suatu tes pada hakekatnya menguji keajegan pertanyaan tes yang didalamnya berupa seperangkat butir soal apabila diberikan berulang kali pada objek yang sama. Suatu tes dikatakan reliabel apabila beberapakali pengujian menunjukan hasil yang relatif sama.

Untuk melakukan analisis reliabilitas suatu tes dapat digunakan beberapa metode yaitu: metode bentuk pararel (equivalent), metode tes ulang (test-retest-method), dan metode belah dua (split-half-method).

Reliabilitas dapat tinggi dapat rendah. Ada faktor-faktor yang mempengaruhi koefisien reliabilitas. Faktor-faktor tersebut adalah:

panjang pendeknya tes, kadar homogenitas tes, rentangan kemampuan siswa, luas dan tidaknya sampel yang diambil, suasana dan kondisi waktu tes serta keakuratan.

Dengan demikian, untuk memperoleh hasil penilaian yang sesuai tuntutan syarat-syarat penilaian (valid dan reliabel) maka pemilihan alat penilaian menjadi sangat penting. Hal ini disebabkan karena kemampuan dari siswa yang akan diungkapkan ditentukan oleh alat penilaian yang akan digunakan

(14)

B. Tinjauan Tentang Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam/sains untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan.

Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar.

IPA diperlukan dalam kehidupansehari-hari untuk memenuhi kebutuhan manusia melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat diidentifikasikan. Penerapan IPA perlu dilakukan secara bijaksana untuk menjaga dan memelihara kelestarian lingkungan. Di tingkat SMP/MTs diharapkan ada penekanan pembelajaran Salingtemas (Sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat) secara terpadu yang diarahkan pada pengalaman belajar untuk merancang dan membuat suatu karya melalui penerapan konsep IPA dan kompetensi bekerja ilmiah secara bijaksana.

Pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan

(15)

bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup. Oleh karena itu pembelajaran IPA di SMP/MTs menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah.

Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) IPA di SMP/MTs merupakan standar minimum yang secara nasional harus dicapai oleh peserta didik dan menjadi acuan dalam pengembangan kurikulum di setiap satuan pendidikan. Pencapaian SK dan KD didasarkan pada pemberdayaan peserta didik untuk membangun kemampuan, bekerja ilmiah, dan pengetahuan sendiri yang difasilitasi oleh guru.

Mata pelajaran IPA di SMP/MTs bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:

1. Meningkatkan keyakinan terhadapkebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya.

2. Mengembangkan pemahaman tentang berbagai macam gejala alam, konsep dan prinsip IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan kesadaran terhadap adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat.

4. Melakukan inkuiri ilmiah untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bersikap dan bertindak ilmiah serta berkomunikasi.

(16)

5. Meningkatkan kesadaran untuk berperanserta dalam memelihara, menjaga, dan melestarikan lingkungan serta sumber daya alam.

6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.

7. Meningkatkan pengetahuan, konsep, dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya.

C. Taksonomi Bloom

Taksonomi berasal dari bahasa Yunani ‘tassein’ yang berarti untuk mengklasifikasi, dan ‘nomos’ yang berarti aturan. Taksonomi adalah Suatu pengklasifikasian atau pengelompokan yang disusun berdasarkan ciri-ciri tertentu.

Taksonomi Bloom merujuk pada taksonomi yang dibuat untuk tujuan pendidikan.

Taksonomi ini pertama kali disusun oleh Benjamin S. Bloom pada tahun 1956.

Dalam hal ini, tujuan pendidikan dibagi menjadi beberapa domain (ranah, kawasan) dan setiap domain tersebut dibagi kembali kedalam pembagian yang lebih rinci berdasarkan hirarkinya.

Taksonomi Bloom itu merupakan penggolongan (klasifikasi) tujuan pendidikan yang dalam garis besar terbagi menjadi tiga ranah atau kawasan (“domain”), yaitu ranah kognitif, ranah afektif , dan ranah psikomotor. Ranah kognitif berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek intelektual, seperti pengetahuan, pengertian, dan keterampilan berpikir. Ranah afektif berisi perilaku- perilaku yang menekankan aspek perasaan dan emosi, seperti minat, sikap, apresiasi, dan cara penyesuaian diri. Ranah psikomotorik berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek keterampilan motorik seperti tulisan tangan, mengetik, berenang, dan mengoperasikan mesin.

(17)

Tujuan pendidikan disusun secara bertingkat, mulai dari tujuan pendidikan yang sangat luas dan umum sampai ke tujuan pendidikan yang spesifik dan operasional. Tingkat-tingkat tujuan pendidikan itu meliputi: (a) tujuan pendidikan nasional, (b) tujuan institusional, (c) tujuan kurikuler, (d) tujuan pembelajaran (instruksional), yang mencakup tujuan pembelajaran umum dan tujuan pembelajaran khusus.

Perumusan tujuan pembelajaran memang tidak mudah bagi guru, apalagi dalam KTSP tujuan pembelajaran akan menjadikan nilai ke-khasan dari tiap sekolah. Pada umumnya guru akan menyusun tujuan pembelajaran mengikuti taksonomi Bloom yang menyangkut ranah kognitif, afektif dan psikomotorik sebagai kategori perilaku belajar. Penerapan taksonomi Bloom berlaku pada semua mata pelajaran termasuk mata pelajaran biologi. Contohnya: dalam materi biologi tentang ekosistem, dari ranah kognitif dilihat dari penguasaan peserta didik terhadap populasi. Kemudian ranah afektif dinilai dari sikap peserta didik yang teliti dan hati-hati dalam pengambilan data hal ini dimaksudkan agar dalam pengambilan data dapat dipertanggung jawabkan. Sedangkan ranah kognitif dilihat dari kemahiran peserta didik dalam menjaga kebersihan lingkungan.

Dalam skripsi ini penulis merujuk pada tujuan pembelajaran dan hanya membahas tentang ranah kognitif saja. Pembatasan ini diambil karena pada pelajaran yang lebih dominan adalah ranah kognitif. T. Raka Joni (1998; 64) Pada ranah kognitif, taksonomi karya bloom dan kawan-kawannya mengemukakan 6 kategori kemampuan yang hierarkis; hierarkis disini berarti bahwa penguasaan yang pertama merupakan pra-syarat untuk penguasaan kedua, penguasaan yang kedua merupakan pra-syarat untuk penguasaan ketiga, dan seterusnya.

(18)

1. Tingkatan Taksonomi Bloom

Analisis taksosnomi Bloom ini bertujuan untuk mengetahui tingkatan taksonomi Bloom ranah kognitif yang meliputi 6 tingkatan berpikir. Soal dikategorikan sebagai:

a. Tingkatan mengingat atau menghafal (C1), jika peserta didik dituntut untuk mengingat dan memberi penamaan serta dituntut untuk menyortir atau memilih suatu pernyataan. Ini berarti peserta didik mengingat informasi yang baru.

b. Tingkatan memahami (C2), jika peserta didik dituntut untuk menafsirkan sebuah informasi atau soal ke dalam informasi lain, memberikan suatu contoh dan meringkas.

c. Tingkatan penerapan (C3), jika peserta didik dituntut untuk menjalankan suatu prosedur atau cara pengerjaan secara urut.

d. Tingkatan analisis (C4), jika peserta didik dituntut untuk membedakan bagian-bagian yang menyusun suatu struktur berdasarkan relevansi dan fungsi. Mengidentifikasi unsur- unsur yang terkait satu sama lain.

e. Tingkatan evaluasi atau menilai (C5), jika peserta didik dituntut untuk menilai atau membuat pertimbangan berdasarkan criteria dan standar yang ada.

f. Tingkatan mencipta (C6), jika peserta didik dituntut untuk menggabungkan berbagai kemungkinan menjadi satu kesatuan.

(19)

Sumianti (2007; 214) Menurut taksonomi Bloom, jenjang yang perlu dilakukan dalam proses kognitif adalah enam tahapan, yaitu mengukur atau melihat pencapaian dari hal-hal sebagai berikut:

1. Pengetahuan (Knowledge)

2. Pemahaman (Comprehension, understanding) 3. Penerapan (Application)

4. Analisis (Analysis) 5. Sintesis (Synthesis) 6. Evaluasi (Evaluation).

Seperti halnya taksonomi yang lama, taksonomi yang baru secara umum juga menunjukkan penjenjangan, dari proses kognitif yang sederhana ke proses kognitif yang lebih komplek. Namun demikian penjenjangan pada taksonomi yang baru lebih fleksibel sifatnya. Artinya, untuk dapat melakukan proses kognitif yang lebih tinggi tidak mutlak disyaratkan penguasaan proses kognitif yang lebih rendah. Berikut adalah taksonomi proses kognitif yang baru:

a) Mengingat (Remember, C1)

Menarik kembali informasi yang tersimpan dalam memori jangka panjang. Mengingat merupakan proses kognitif yang paling rendah tingkatannya. Kategori ini mencakup dua macam proses kognitif: mengenali (recognizing) dan mengingat (recalling).

a. Mengenali (Recognizing) mencakup proses kognitif untuk menarik kembali informasi yang tersimpan dalam memori jangka panjang yang identik atau sama dengan informasi yang baru. Bentuk tes yang meminta siswa menentukan betul atau

(20)

salah, menjodohkan, dan pilihan berganda merupakan tes yang sesuai untuk mengukur kemampuan mengenali. Istilah lain untuk mengenali adalah mengidentifikasi (identifying).

b. Mengingat (Recalling): menarik kembali informasi yang tersimpan dalam memori jangka panjang apabila ada petunjuk (tanda) untuk melakukan hal tersebut. Tanda di sini seringkali berupa pertanyaan. Istilah lain untuk mengingat adalah menarik (retrieving).

b) Memahami (Understand, C2)

Mengkonstruk makna atau pengertian berdasarkan pengetahuan awal yang dimiliki, mengaitkan informasi yang baru dengan pengetahuan yang telah dimiliki, atau mengintegrasikan pengetahuan yang baru ke dalam skema yang telah ada dalam pemikiran siswa. Karena penyusunan skema adalah konsep, maka pengetahuan konseptual merupakan dasar pemahaman.

Kategori memahami mencakup tujuh proses kognitif: menafsirkan (interpreting), memberikan contoh (exemplifying), mengklasifikasikan (classifying), meringkas (summarizing), menarik inferensi (inferring), membandingkan (comparing), dan menjelaskan (explaining).

a. Menafsirkan (interpreting): mengubah dari satu bentuk informasi ke bentuk informasi yang lainnya, misalnya dari kata- kata ke grafis atau gambar, atau sebaliknya, dari kata-kata ke angka, atau sebaliknya, maupun dari kata-kata ke kata-kata, misalnya meringkas atau membuat parafrase. Informasi yang disajikan dalam tes haruslah “baru” sehingga dengan mengingat

(21)

saja siswa tidak akan bias menjawab soal yang diberikan. Istilah lain untuk menafsirkan adalah mengklarifikasi (clarifying), memparafrase (paraphrasing), menerjemahkan (translating), dan menyajikan kembali (representing).

b. Memberikan contoh (exemplifying): memberikan contoh dari suatu konsep atau prinsip yang bersifat umum. Memberikan contoh menuntut kemampuan mengidentifikasi ciri khas suatu konsep dan selanjutnya menggunakan ciri tersebut untuk membuat contoh. Istilah lain untuk memberikan contoh adalah memberikan ilustrasi (illustrating) dan mencontohkan (instantiating).

c. Mengklasifikasikan(classifying): Mengenali bahwa sesuatu (benda atau fenomena) masuk dalam kategori tertentu.

Termasuk dalam kemampuan mengklasifikasikan adalah mengenali ciri-ciri yang dimiliki suatu benda atau fenomena.

Istilah lain untuk mengklasifikasikan adalah mengkategorisasikan (categorizing).

d. Meringkas (summarizing): membuat suatu pernyataan yang mewakili seluruh informasi atau membuat suatu abstrak dari sebuah tulisan. Meringkas menuntut siswa untuk memilih inti dari suatu informasi dan meringkasnya. Istilah lain untuk meringkas adalah membuat generalisasi (generalizing) dan mengabstraksi (abstracting).

(22)

e. Menarik inferensi (inferring): menemukan suatu pola atas kesimpulan dari sederetan contoh atau fakta. Untuk dapat melakukan inferensi siswa harus terlebih dapat menarik abstraksi suatu konsep/prinsip berdasarkan sejumlah contoh yang ada. Istilah lain untuk menarik inferensi adalah mengekstrapolasi (extrapolating), menginterpolasi (interpolating), memprediksi (predicting), dan menarik kesimpulan (concluding).

f. Membandingkan (comparing): mendeteksi persamaan dan perbedaan yang dimiliki dua objek, ide, ataupun situasi.

Membandingkan mencakup juga menemukan kaitan antara unsurunsur satu objek atau keadaan dengan unsur yang dimiliki objek atau keadaan lain. Istilah lain untuk membandingkan adalah mengkontraskan (contrasting), mencocokkan (matching), dan memetakan (mapping).

g. Menjelaskan (explaining): mengkonstruk dan menggunakan model sebab-akibat dalam suatu system. Termasuk dalam menjelaskan adalah menggunakan model tersebut untuk mengetahui apa yang terjadi apabila salah satu bagian system tersebut diubah. Istilah lain untuk menjelaskan adalah mengkonstruksi model (constructing a model).

c) Mengaplikasikan (Apply, C3)

Mencakup penggunaan suatu prosedur guna menyelesaikan masalah atau mengerjakan tugas. Oleh karena itu mengaplikasikan berkaitan erat

(23)

dengan pengetahuan prosedural. Namun tidak berarti bahwa kategori ini hanya sesuai untuk pengetahuan prosedural saja. Kategori ini mencakup dua macam proses kognitif: menjalankan (executing) dan mengimplementasikan (implementing).

a. Menjalankan (executing): menjalankan suatu prosedur rutin yang telah dipelajari sebelumnya. Langkah-langkah yang diperlukan sudah tertentu dan juga dalam urutan tertentu.

Apabila langkahlangkah tersebut benar, maka hasilnya sudah tertentu pula. Istilah lain untuk menjalankan adalah melakukan (carrying out).

b. Mengimplementasikan (implementing): memilih dan menggunakan prosedur yang sesuai untuk menyelesaikan tugas yang baru. Karena diperlukan kemampuan memilih, siswa dituntut untuk memiliki pemahaman tentang permasalahan yang akan dipecahkannya dan juga prosedur-prosedur yang mungkin digunakannya. Apabila prosedur yang tersedia ternyata tidak tepat benar, siswa dituntut untuk bisa memodifikasinya sesuai keadaan yang dihadapi. Istilah lain untuk mengimplementasikan adalah menggunakan (using).

d) Menganalisis (Analyze, C4)

Menguraikan suatu permasalahan atau obyek ke unsur-unsurnya dan menentukan bagaimana saling keterkaitan antar unsur-unsur tersebut dan struktur besarnya. Ada tiga macam proses kognitif yang tercakup dalam

(24)

menganalisis: membedakan (differentiating), mengorganisir (organizing), dan menemukan pesan tersirat (attributing).

a. Membedakan (differentiating): membedakan bagian-bagian yang menyusun suatu struktur berdasarkan relevansi, fungsi dan penting tidaknya. Oleh karena itu membedakan (differentiating) berbeda dari membandingkan (comparing). Membedakan menuntut adanya kemampuan untuk menentukan mana yang relevan/esensial dari suatu perbedaan terkait dengan struktur yang lebih besar. Misalnya, apabila seseorang diminta membedakan antara apel dan jeruk, faktor warna, bentuk dan ukuran bukanlah ciri yang esensial. Namun apabila yang diminta adalah membandingkan hal-hal tersebut bisa dijadikan pembeda.

Istilah lain untuk membedakan adalah memilih (selecting), membedakan (distinguishing) dan memfokuskan (focusing).

b. Mengorganisir (organizing): mengidentifikasi unsur-unsur suatu keadaan dan mengenali bagaimana unsur-unsur tersebut terkait satu sama lain untuk membentuk suatu struktur yang padu.

c. Menemukan pesan tersirat (attributing): menemukan sudut pandang, bias, dan tujuan dari suatu bentuk komunikasi.

e) Mengevaluasi (Evaluate, C5)

Membuat suatu pertimbangan berdasarkan kriteria dan standar yang ada. Ada dua macam proses kognitif yang tercakup dalam kategori ini:

memeriksa (checking) dan mengritik (critiquing).

(25)

a. Memeriksa (Checking): Menguji konsistensi atau kekurangan suatu karya berdasarkan kriteria internal (kriteria yang melekat dengan sifat produk tersebut). Contoh: Memeriksa apakah kesimpulan yang ditarik telah sesuai dengan data yang ada.

b. Mengkritik (Critiquing): menilai suatu karya baik kelebihan maupun kekurangannya, berdasarkan kriteria eksternal. Contoh:

menilai apakah rumusan hipotesis sesuai atau tidak (sesuai atau tidaknya rumusan hipotesis dipengaruhi oleh pengetahuan dan cara pandang penilai).

f) Mencipta (Create, C6)

Menggabungkan beberapa unsur menjadi suatu bentuk kesatuan. Ada tiga macam proses kognitif yang tergolong dalam kategori ini, yaitu:

membuat (generating), merencanakan (planning), dan memproduksi (producing).

a. Membuat (generating): menguraikan suatu masalah sehingga dapat dirumuskan berbagai kemungkinan hipotesis yang mengarah pada pemecahan masalah tersebut. Contoh:

merumuskan hipotesis untuk memecahkan permasalahan yang terjadi berdasarkan pengamatan di lapangan.

b. Merencanakan (planning): merancang suatu metode atau strategi untuk memecahkan masalah. Contoh: merancang serangkaian percobaan untuk menguji hipotesis yang telah dirumuskan.

c. Memproduksi (producing): membuat suatu rancangan atau menjalankan suatu rencana untuk memecahkan masalah.

(26)

Contoh: mendesain atau juga membuat suatu alat yang akan digunakan untuk melakukan percobaan.

g) Ranah Kognitif pada Tujuan Pengajaran

Ranah kognitif merupakan salah satu (bagian) dari taksonomi (klasifikasi) tujuan pendidikan menurut Bloom dkk. Disamping ranah afektif dan psikomotorik. Ranah kognitif meliputi tujuan-tujuan yang berhubungan dengan berfikir, mengetahui, dan memecahkan masalah. Ranah kognitif memiliki 6 jenjang yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dannevaluasi. Susunan ranah kognitif diatas menunjukan bahwa setiap jenjang berikutnya merupakan tingkatan pengetahuan atau kecakapan intelektual yang lebih tinggi/mendalam dibandingkan dengan tingkatan sebelumnya.

Aspek pengetahuan, siswa diminta untuk mengingat kembali satu atau lebih fakta-fakta yang diminta untukmembuktikan bahwa ia memahami hubungan sederhana diantara fakta-fakta atau konsep. Aspek penerapan atau aplikasi, siswa dituntut memiliki kemampuan untuk menyeleksi atau memilih suatu abstraksi tertentu (konsep, hukum, dalil, aturan, gagasan, cara) secara tepat untuk diterapkan dalam suatu situasi baru dan menerapkannya secara benar.

Dalam aspek analisis, siswa diminta untuk menganalisis suatu hubungan atau situasi yang kompleks atau konsep-konsep dasar. Pada aspek sintesis, siswa diminta untuk menggabungkan atau menyusun kembali hal-hal yang spesifik agar dapat mengembangkan suatu struktur baru. Adapun pada jenjang evaluasi, apabila penyusun soal bermaksud untuk mengetahui sejauh mana siswa mampu menerapkan pengetahuan dan kemampuan yang telah dimiliki untuk menilai sesuatu kasus yang diajarkan oleh penyusun soal.

(27)

D. Penelitian Relevan

Kajian yang relevan dalam penelitian ini adalah skripsi yang ditulis oleh Fitriani Nur Fadhilah mahasiswa IAIN Sunan Ampel Surabaya Fakultas Tarbiyah Prodi Pendidikan Matematika tentang “Analisis Soal Ujian Akhir Semester (UAS) mata pelajaran matematika menggunakan taksonomi Bloom ranah kognitif di SMAN 2 kota Mojokerto”, diperoleh hasil Pada soal UAS matematika kelas XI semester genap SMAN 2 Kota Mojokerto mayoritas level yang digunakan adalah pada level analisis (C4) sebanyak 28 soal, level terbanyak setelah level analisis adalah pada level penerapan (C3) yaitu sebanyak 9 soal setelah level penerapan, level terbanyak ke-3 adalah pada level sintesis (C5) yaitu 3 soal. Untuk level yang lain seperti pada pengetahuan, pemahaman, dan evaluasi tidak digunakan di dalam soal UAS. Soal UAS matematika kelas XI semester genap SMAN 2 Kota Mojokerto pada level pengetahuan (C1) terdapat 0 %, level pemahaman (C2) terdapat 0%, level penerapan (C3) terdapat 22,5 %, level analisis (C4) ada 70 %, level sintesis (C5) terdapat 7,5%,dan pada level evaluasi (C6) terdapat 0 %.

Skripsi Mujiyanto dari UNNES Fakultas Ilmu Pendidikan tentang “ Analisis Butir Soal Ulangan Akhir Semester Bidang Studi Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) Kelas VII Semester Gasal Sekolah Menengah Pertama Negeri I Sukorejo Kabupaten Kendal Tahun Pelajaran 2006/2007.” diperoleh hasil kualitas soal Ulangan Akhir Semester bidang studi IPA kelas VIII semester gasal SMPN 1 Sukorejo Kabupaten Kendal tahun pelajaran 2006/2007 belum baik berdasarkan analisis teoritik yang melingkupi isi dan kaidah penulisan soal. Tentang kualitas soal Ulangan Akhir Semester bidang studi IPA kelas VIII semester gasal SMPN 1

(28)

Sukorejo Kabupaten Kendal tahun pelajaran 2006/2007 belum baik berdasarkan analisis empirik yang melingkupi daya pembeda, tingkat kesukaran, reliabilitas, validitas dan distraktor/pengecoh.

Berbeda dengan dua skripsi yang dijadikan kajian pustaka, penelitian ini menggabungkan antara dua skripsi diatas. Peneliti memfokuskan pada soal ujian sekolah atau madrasah mata pelajaran biologi yang kemudian akan dianalisis menggunakan taksonomi Bloom ranah kognitif. Selain dianalisis dengan menggunakan taksonomi Bloom peneliti akan menganalisis soal secara teoritis (meliputi isi dan kaidah penulisan soal) dan secara empiris (meliputi daya pembeda, tingkat kesukaran, reliabilitas, dan validitas).

E. Kerangka Berfikir

Belajar merupakan proses perubahan tingkah laku yang dilakukan secara sadar, perubahan tersebut meliputi perubahan dalam hal kognitif, efektif dan psikomotor. Setiap proses belajar yang dilakukan seseorang menghasilkan hasil belajar. Hasil belajar merupakan kemampuan yang dimiliki oleh seseorang atau peserta didik setelah menerima pengalaman belajar.

Untuk mengetahui hasil belajar pada seseorang dilakukan dengan penilaian. Untuk melaksanakan penilaian, guru memerlukan instrumen penilaian dalam bentuk- bentuk soal- soal, baik untuk menguji aspek kognitif, efektif maupun psikomotor.

Soal atau tes adalah alat untuk mendiagnosis atau mengukur keadaan individu. Tes merupakan suatu proses yang sistematis untuk mengetahui tingkat pencapaian siswa sekaligus memberikan gambaran keefektifan pengajaran yang diberikanoleh guru. Tes merupakan suatu cara yang digunakan untuk penilaian

(29)

berbentuk tugas yang harus dikerjakan oleh siswa sehingga menghasilkan nilai yang dapat dibandingkan dengan nilai siswa lainnya. Untuk mengetahui pencapaian peserta didik pada satu semester maka dilakukan ujian akhir semester (UAS).

Berdasarkan pemikiran tersebut, maka soal ujian akhir semester (UAS) mata pelajaran IPA Terpadu MTs Kabupaten Cirebon tahun pelajaran 2013/2014 dianalisis berdasarkan ranah kognitif pada taksonomi bloom.

Referensi

Dokumen terkait

Penagihan dan keganasan rumah tangga biasanya berlaku bersama atau serentak kerana dadah akan merencatkan pemikiran dan mental individu terbabit yang seterusnya akan

Dinamika Hubungan antara Locus of Control dengan Penyesuaian Diri pada Mahasiswa Tingkat Pertama ……… 25. Identifikasi Variabel Penelitian ………

Hasil yang diharapkan adalah pemberian nilai kepada pengunjung perpustakaan di Kantor Arsip dan Perpustakaan di Kabupaten Kudus serta pemberian pernghargaan kepada

politik, sedangkan Bungkarno di Indonesia memisahkan antara agama dan negara secara “lunak”, dalam arti proses politik demokratis dapat membuka corak Islam pada

Pada prinsipnya penyelesaian sengketa konsumen diusahakan dapat dilakukan secara damai, sehingga dapat memuaskan para pihak yang bersengketa ( win-win solution ). Alternatif

SUCOFINDO memiliki cakupan sertifikasi untuk sistem manajemen (Mutu, Lingkungan, Kesehatan dan Keselamatan Kerja), Sertifikasi produk dan HACCP serta

Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan

Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah. memberikan banyak bantuan dalam penyelesaian