• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Fisik Madu dari Lebah Apis melifera, Apis dorsata, Apis cerana dan Trigona spp.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakteristik Fisik Madu dari Lebah Apis melifera, Apis dorsata, Apis cerana dan Trigona spp."

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISTIK FISIK MADU DARI LEBAH

Apis mellifera

,

Apis dorsata

,

Apis cerana

DAN

Trigona spp

.

ADITYA GILANG PRAMESTI

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakteristik Fisik Madu dari Lebah Apis melifera, Apis dorsata, Apis cerana dan Trigona spp. adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

ADITYA GILANG PRAMESTI. Karakteristik Fisik Madu dari Lebah Apis melifera, Apis dorsata, Apis cerana dan Trigona spp.. Dibimbing oleh HOTNIDA C. H. SIREGAR dan ASNATH MARIA FUAH.

Karakteristik madu di Indonesia yang beriklim tropis tentu berbeda dengan negara-negara lain yang memiliki iklim sub-tropis. Tujuan dari penelitian ini untuk menganalisis kualitas fisik madu Indonesia yang berasal dari jenis lebah yang berbeda. Sampel madu diambil dari 4 jenis lebah yaitu Apis melifera, A. dorsata, A. cerana dan Trigona spp. dengan 5 ulangan untuk setiap lebah. Karakteristik fisik yang diamati terdiri dari warna, berat jenis, kekeruhan, pH, aktivitas air (aw), dan viskositas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis lebah sangat mempengaruhi kekeruhan, aktivitas air (P<0.01) dari madu. Karakteristik fisik lainnya dapat digunakan sebagai standar kualitas fisik madu dengan nilai warna L 53.08, a 8.77 dan b 18.34, berat jenis 1.3 dan nilai pH 3.91. Aktivitas air dapat digunakan sebagai standar namun dibedakan antara madu dari lebah Trigona spp. (0.73) dan Apis spp. (0.63-0.66)

Kata kunci: karakteristik fisik, kekeruhan, lebah, madu, warna

ABSTRACT

ADITYA GILANG PRAMESTI. Physical Characteristic of Honey from Apis melifera, Apis dorsata, Apis cerana and Trigona spp.. Supervised by HOTNIDA C. H. SIREGAR and ASNATH MARIA FUAH.

Characteristics of honey in tropical region of Indonesia are certainly different from other countries with different climates. The aimed of this study was to analyse the physical performance of Indonesian honey which produced by different species of bees. Honey samples were taken from 4 different species of bees consist of Apis melifera, A. dorsata, A. cerana and Trigona spp. with 5 replication for each species.The observed physical characteristics consist of color, specific gravity or density, turbidity, pH, water activity, and viscosity. The results showed that the bees’s species greatly affect the turbidity, water activity (P<0.01) of honey. Other physical characteristics can be used as standard of physical quality of honey with color value of L 53.08, a 8.77 and b 18.34, density 1.3 and pH value 3.91. The water activity can be used as standard by taking into account the differences between honey produced by Trigona spp. (0.73) and of Apis spp. (0.63-0.66).

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan

pada

Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

KARAKTERISTIK FISIK MADU DARI LEBAH

Apis mellifera

,

Apis dorsata

,

Apis cerana

DAN

Trigona spp

.

ADITYA GILANG PRAMESTI

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Karakteristik Fisik Madu dari Lebah Apismelifera, Apis dorsata, Apis cerana dan Trigona spp.

Nama : Aditya Gilang Pramesti

NIM : D14114003

Disetujui oleh

Ir Hotnida C. H. Siregar, MSi Pembimbing I

Dr Ir Asnath M. Fuah, MS Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Muladno, MSA Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2013 ialah Karakteristik Fisik Madu dari Lebah Apismelifera, Apis dorsata, Apis cerana dan Trigona spp.. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Ir Hotnida C H Siregar, MSi dan Ibu Dr Ir Asnath M Fuah, MS selaku pembimbing yang telah memberikan waktu, tenaga dan pikiran, serta Prof Dr Ir Cece Sumantri, MAgrSc selaku dosen pembimbing akademik. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Ibu Endang dan Bapak Triyono dari Balai Besar Pasca Panen Bogor, Bapak Tofiq dari Laboratorium PAU IPB, mbak Ebi dan teman-teman dari Laboratorium Terpadu Fakultas Peternakan IPB. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada mama, papa, dik Shergi, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Tak lupa penulis sampaikan terima kasih atas kerja sama dan dukungan tim penelitian, seluruh teman-teman IPTP 46 dan 47, Alih Jenis 2011 serta sahabat Wisma QQ’s. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

METODE 2

Waktu dan Tempat Penelitian 2

Bahan 2

Alat 2

Prosedur 3

Rancangan 3

Peubah yang Diamati 3

HASIL DAN PEMBAHASAN 5

Warna 5

Berat Jenis 7

Kekeruhan 8

Nilai pH 10

Aktivitas Air (aw) 10

Viskositas 11

SIMPULAN DAN SARAN 12

DAFTAR PUSTAKA 12

LAMPIRAN 15

(10)

DAFTAR GAMBAR

1 Warna sampel madu, (A) Madu A. Mellifera, (B) Madu A. Cerana, (C)

Madu A. Dorsata, dan (D) Madu Trigona spp. 5

2 Reaksi pembentukan HMF, asam levulinat dan asam format dari monosakarida (heksosa) dalam suasana asam (Achmadi 1991) 7 3 Perbedaan letak madu, (A) Sarang Trigona spp. dan (B) Sisiran Apis spp 8 4 Cara ekstraksi madu, (A) Ekstraksi dengan ekstraktor dan (B) Ektraksi

dengan pemerasan 9

5 Polen yang mengambang dan kristalisasi pada madu Trigona spp. 9 6 Perbedaan sarang lebah, (A) Sarang lebah Trigona spp. dan (B) Sarang

lebah Apis spp. 11

DAFTAR LAMPIRAN

1 Data sumber sampel madu 15

(11)

1 1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Madu merupakan zat manis alami yang dihasilkan lebah dengan bahan baku nektar bunga. Lebah yang memproduksi madu terdiri atas lebah tidak bersengat (Meliponinae), bumble bee (Bombus sp.), dan tawon, namun lebah madu adalah jenis Apis sp. dan Trigona spp. A. mellifera merupakan lebah utama yang dibudidayakan dengan madu mencapai 6 kg dapat dipanen 8-10 hari sekali, jinak, tidak suka hijrah dan mudah dipelihara dalam sarang buatan (Halim dan Suharno 2001). A. cerana merupakan lebah asli Asia dengan produksi madu masih rendah (1-5 kg per koloni per tahun), daya adaptasi iklim tinggi, agresif dan sering berpindah tempat (Pusat Perlebahan Pramuka 2003). Pengaturan dalam sisir sarang A. cerana sama dengan A. mellifera.

A. dorsata ukuran tubuhnya paling besar dan hanya berkembang di daerah sub tropis dan tropis seperti Indonesia. Sifatnya sangat agresif dan ganas sehingga belum dapat dibudidayakan. Produksi madunya tergantung musim dan komposisi koloni (Pusat Perlebahan Pramuka 2003). Sarangnya hanya satu sisiran yang menggantung di cabang pohon besar dan tinggi (Sihombing 2005). Lebah Trigona merupakan stingless bee (dapat mengigit namun tidak bersengat). Madu dihasilkan dalam jumlah lebih sedikit dan sulit dipanen, namun propolisnya banyak. Madu dan polen disimpan dalam storage pot (terbuat dari cerumen,

campuran lilin dan propolis) yang berbeda dengan sel induk (Singh 1962).

Kualitas fisik madu meliputi warna, viskositas, berat jenis, sifat higroskopis, pH, dan tegangan permukaan, sedangkan kualitas kimia meliputi kadar air, hidroksimetilfulfural (HMF), keasaman, kadar abu, kadar sukrosa, gula pereduksi, dan enzim diastase. Standar kualitas kimia sudah dibuat dan diteliti di banyak negara, namun jarang untuk kualitas fisik padahal kualitas fisik madu tidak kalah pentingnya. Pengetahuan mengenai kualitas fisik dan kimia madu dapat menjadi acuan penerapan cara penanganan, penyimpanan dan pengolahan madu. Pengolahan dan penyimpanan madu dipengaruhi kadar airnya karena berhubungan dengan fermentasi akibat khamir, selain itu viskositas juga mempengaruhi pengolahan madu (James et al. 2009).

Penelitian kualitas madu dilakukan di beberapa negara seperti India yang meneliti kualitas fisik dan kimia madu lebah Apis mellifera dan A. cerana indica dari beberapa tempat. Hasil penelitian menunjukkan variasi signifikan antar sampel. Selain itu diketahui bahwa asal tanaman dan kondisi lingkungan sangat mempengaruhi kualitas madu (Manzoor 2013), sehingga tidak dapat ditetapkan satu standar kualitas madu untuk seluruh dunia.

(12)

2

kekeruhan, buih, rasa, aroma, kristalisasi, absorbansi, dan indeks bias). Hal ini menunjukkan kualitas fisik merupakan standar penting dan perlu diteliti lanjut.

Kualitas fisik madu yang meliputi warna, berat jenis, kekeruhan, pH, aktivitas air (aw) dan viskositas dianalisis karena parameter penting sebagai acuan cara penanganan, pemrosesan dan penyimpanan. Penelitian kualitas fisik madu dari berbagai lebah ini diharapkan menjadi referensi kualitas madu di Indonesia.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis karakteristik fisik madu dari berbagai jenis lebah yaitu Apis mellifera, A. dorsata, A. cerana, dan Trigona spp.

Ruang Lingkup Penelitian

Karakteristik fisik yang dianalisis meliputi warna, berat jenis, kekeruhan, pH, aktivitas air (aw) dan viskositas. Hasil dari penelitian diharapkan dapat menjadi referensi data fisik madu Indonesia.

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2013-Maret 2014. Penelitian bertempat di Laboratorium Non Ruminansia dan Satwa Harapan dan Laboratorium Terpadu Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Fakultas Peternakan IPB, Laboratorium Pusat Antar Universitas IPB, serta Balai Besar Pasca Panen Bogor.

Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian berupa madu yang berasal dari 4 jenis lebah berbeda, yaitu Apis melifera, A. dorsata, A. cerana, dan Trigona spp. Madu tersebut berupa madu multiflora dan monoflora dari peternak maupun pengumpul di berbagai daerah di Indonesia. Bahan lain digunakan pula akuades sebagai blanko dan pengencer.

Alat

(13)

3

Prosedur

Sampel madu dibeli dari peternak maupun pengumpul yang memiliki merek dagang di Jawa, Nusa Tenggara, Kalimantan, dan Sulawesi. Proses pengumpulan sampel dilakukan dari Oktober 2013-Januari 2014. Lamanya proses ini dikarenakan madu sulit didapatkan terutama untuk madu A. cerana dan Trigona spp. Madu A. mellifera dibeli langsung karena mudah didapat, sebaliknya jenis madu lain dipesan terlebih dahulu lalu dikirim dari tempat asalnya. Pengiriman membutuhkan waktu sekitar 1-4 hari tergantung asal daerahnya.

Sampel madu diberi kode sesuai jenis lebahnya kemudian dimasukkan botol sampel untuk selanjutnya dianalisis. Botol yang digunakan terdiri atas 2 ukuran yaitu: 1) 250 ml untuk analisis dengan madu dalam jumlah banyak; 2) 50 ml untuk analisis madu dalam jumlah sedikit. Hasil analisis dikumpulkan dan diolah dengan rancangan statistik.

Rancangan

Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan jenis lebah (Apis mellifera, A. dorsata, A. cerana, Trigona spp.) dan 5 ulangan tiap perlakuan. Model matematika rancangan tersebut menurut Ostle (1963) adalah sebagai berikut.

Yij = µ + Pi+ εij Keterangan:

Yij = Kualitas fisik madu dari jenis lebah i (Apis mellifera, A. cerana, A. dorsata, Trigona spp.) pada pengulangan j (sumber pakan dan asal madu)

µ = Rataan kualitas fisik madu

Pi = Pengaruh jenis lebah i terhadap kualitas fisik madu

εij = Pengaruh galat pada jenis lebah i dan pengulangan ke j terhadap kualitas fisik madu

Data yang diperoleh dianalisis keragamannya (ANOVA) pada tingkat kepercayaan 95% kemudian dilanjutkan Uji Tukey apabila hasilnya berbeda nyata. Selain itu dihitung koefisien determinan perlakuan terhadap peubah.

Peubah yang Diamati

Warna (Mehryar et al. 2013)

Warna adalah pantulan tertentu dari cahaya yang dipengaruhi oleh pigmen di permukaan benda. Pengukuran warna dilakukan menggunakan kromameter Minolta CR-300 dengan sistem warna L a b. Sampel madu yang berupa cairan dimasukkan plastik bening karena tidak dapat diukur langsung.

(14)

4

Berat Jenis (Standar Nasional Indonesia 01-2891-1992)

Berat jenis adalah perbandingan berat zat terhadap air pada volume yang sama, diukur menggunakan piknometer. Piknometer dibilas menggunakan akuades kemudian dikeringkan dalam oven lalu dimasukkan desikator. Bobot kosong ditimbang setelah piknometer kering.

Piknometer diisi akuades sebagai blanko kemudian ditimbang dan dicatat sebagai bobot piknometer dan akuades. Hal yang sama dilakukan untuk seluruh sampel dan dicatat sebagai bobot piknometer dan sampel. Nilai berat jenis diperoleh dengan rumus berikut.

Perhitungan:

berat jenis= bobot sampel-bobot piknometerbobot air-bobot piknometer

Kekeruhan (Weaver and Daniel 2003)

Kekeruhan merupakan suatu ukuran berdasarkan sinar yang dihamburkan oleh butir-butir partikel yang terdipersi dalam larutan (Saeni 1989). Spektrofotometer Agilent 89052BO 1FS Peristaltic Pump dihubungkan dengan komputer dengan nilai absorban 600 nm dan dilakukan pengukuran duplo.

Sampel madu diencerkan dalam akuades (1:1) lalu dihomogenkan dengan vortex mixer. Sampel dimasukkan ke cuvet lalu diletakkan pada tempatnya. Akuades diukur sebagai blanko kemudian dilanjutkan dengan pengukuran sampel. Nilai kekeruhan dihitung rataannya. Semakin tinggi nilai yang dihasilkan, sampel semakin keruh.

Nilai pH (Standar Nasional Indonesia 01-2891-1992)

Nilai pH adalah ukuran konsentrasi ion hidrogen yang menunjukkan keasaman atau kebasaan larutan. Nilai pH diukur menggunakan pH-meter digital SCHOTT Lab 850.

Ujung sensor pH meter dikalibrasi dengan akuades kemudian dikeringkan dan dimasukkan ke sampel madu. Nilai pH dibiarkan sampai stabil kemudian dicatat. Pengukuran dilakukan duplo, rataan nilainya merupakan nilai pH madu.

Aktivitas Air (Weaver and Daniel 2003)

Aktivitas air adalah jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh mikroba untuk pertumbuhannya. Aw meter Novasina MS1 dikalibrasi menggunakan larutan garam jenuh standar.

Sampel dimasukkan ke wadah khusus kemudian diletakkan di tempat pengukuran. Pengukuran ditunggu sampai seluruh tanda segitiga di monitor mucul lalu skala aw dicatat. Nilai aw diukur duplo kemudian dihitung rataan tiap sampel. Viskositas (Weaver and Daniel 2003)

Viskositas merupakan ukuran besar kecilnya gesekan antara molekul cairan (Apriani 2013). Pengukuran metode rotasi dilakukan menggunakan rheometer Brookfield DV-III. Kecepatan putaran diatur pada 100 rpm.

(15)

5 satuan cPoise (centi Poise), kemudian dikonversi ke dalam satuan Poise sebagai satuan umum viskositas. Semakin tinggi nilai viskositas, sampel semakin kental.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sampel madu dihasilkan oleh 4 jenis lebah yang berbeda yaitu Apis mellifera, A. cerana, A. dorsata, dan Trigona spp. Madu tersebut berasal dari daerah, sumber pakan, dan umur panen yang berbeda (April 2012-Januari 2014). Variasi sampel dikarenakan nilai tiap jenis lebah tidak distandarkan sumber pakan dan asal daerahnya dan tidak mendapat perlakuan khusus. Hal ini dilakukan karena tujuan penelitian ini untuk mendukung standarisasi sifat fisik madu tanpa perlakukan apapun. Hasil analisis sifat fisik madu disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 menunjukkan jenis lebah sangat berpengaruh nyata untuk kekeruhan, viskositas dan aktivitas air (aw) serta berpengaruh nyata untuk nilai L pada warna tetapi tidak nyata terhadap sifat fisik lainnya (a, b, pH, dan berat jenis).

Warna

Pengukuran warna menggunakan sistem warna L a b sehingga terdapat 3 nilai tiap sampel. Hanya nilai L yang menunjukkan pengaruh nyata (P<0.05), namun setelah diuji Tukey jenis lebah tidak berpengaruh signifikan terhadap rataan nilai kecerahan karena nilai P sangat mendekati 0.05 (0.0475). Warna madu paling cerah pada madu Trigona spp. (62.94) dan paling gelap madu A. mellifera (43.72). Semakin lama dan tinggi suhu penyimpanan, warna madu semakin gelap (Kartinawati 2006). Madu A. mellifera memiliki waktu panen paling lama (2012), sedangkan sebagian besar madu lain waktu panennya lebih baru (2013).

Nilai positif pada a dan b menunjukkan warna merah dan kuning dengan warna kuning yang lebih kuat. Perpaduan tersebut menghasilkan warna coklat muda (Gambar 1). Hal ini sesuai dengan Krell (1996) yang menyebutkan bahwa

(A) Madu A. Mellifera (B) Madu A. cerana

(C) Madu A. dorsata (D) Madu Trigona spp. Gambar 1 Warna sampel madu, (A) Madu A. Mellifera, (B) Madu A. Cerana,

(16)

6

madu memiliki bermacam-macam variasi warna dengan dasar bernuansa kuning. Penelitian Anupama et al. (2002) juga menunjukkan nilai b (39.11-68.54) lebih tinggi dibandingkan a (3.40-27.83), berarti madu cenderung mengarah ke warna kuning.

Keragaman nilai a tinggi untuk semua jenis lebah (28.15%-63.82%), sebaliknya nilai b hanya lebah A. mellifera yang keragamannya kecil (6.72% vs 24.15%-61.16%). Warna kuning merupakan warna dasar madu sehingga keragamannya lebih rendah, sedangkan keragaman warna merah dapat disebabkan

Tabel 1 Sifat fisik madu dari empat jenis lebah berbeda Sifat fisik A. mellifera

Keterangan : SB=Simpangan baku; KK=koefisien keragaman; L=Lightness atau kecerahan; a=nilai warna merah atau hijau; b= nilai warna kuning atau biru.

(17)

7 warna coklat pembentukan HMF (Siregar 2002), pigmen sumber pakan (Krell 1996), dan kadar mineral (Emmertz 2010). Keragaman tinggi dapat juga disebabkan jumlah sampel yang sedikit dan ulangan tidak diseragamkan.

Beberapa penyebab warna madu menjadi gelap yaitu oksidasi polifenol (White 1979), reaksi Maillard pada suhu 80 oC menghasilkan pigmen melanoidin berwarna coklat (Eskin 1990), kandungan mineral madu (González-Miret et al., 2005), dan pembentukan hidroksimetilfurfural (HMF). Dekomposisi gula C6 menghasilkan hidroksimetilfurfural (HMF), terjadi dalam suasana asam dan semakin cepat terbentuk dengan bantuan panas (Gambar 2). Warna gelap madu akibat dari oksidasi HMF oleh oksigen (Siregar 2002). Konsentrasi HMF

meningkat dengan penyimpanan dan pemanasan yang lama bahkan penyimpanan di suhu ruang sekalipun. Selain akibat reaksi tersebut, HMF juga ditemukan pada madu segar sebanyak 0.06-0.2 mg.100 g-1 (White 1979). Sampel madu disimpan dalam botol bening dan diletakkan dalam suhu ruang dapat memicu reaksi pembentukan HMF karena suhu ruang penyimpanan dan botol bening membuat madu mudah terpapar cahaya langsung. Waktu penyimpanan madu akan membuat reaksi terjadi terus menerus sehingga warna madu semakin gelap.

Penelitian ini menunjukkan bahwa warna madu lebih ditentukan lama penyimpanan dibanding sumber pakan. Madu sebaiknya disimpan dalam suhu rendah dan tidak langsung terpapar cahaya untuk mengurangi kemungkinan pembentukan HMF. Warna merah dan kuning lebih stabil dibanding kecerahannya sehingga dapat dijadikan standar warna madu secara umum tanpa memperhatikan jenis lebah penghasilnya.

Berat Jenis

Berat jenis madu tidak dipengaruhi nyata oleh jenis lebah dengan nilai rataan 1.38. Berat jenis dapat dipengaruhi kadar air, semakin tinggi kadar air madu akan semakin rendah berat jenisnya (Krell 1996). Hal ini dikarenakan persentase kadar air yang tinggi mengurangi persentase bahan kering sehingga berat jenisnya menurun. Sebagai perbandingan, berat jenis air dianggap 1 karena kadar bahan keringnya tidak ada atau hanya sedikit sekali. Hasil analisis kimia Tanuwidjaya (2014) menunjukkan bahwa kadar bahan kering madu berkisar antara 68%-82.2% yang meningkatkan berat jenis sehingga nilainya >1. Jenis

Monosakarida HMF Asam Levulinat Asam format Gambar 2 Reaksi pembentukan HMF, asam levulinat dan asam format dari

(18)

8

(A) Sarang Trigona spp. [http://1.bp.blogspot.com]

Gambar 3 Perbedaan letak madu, (A) Sarang Trigona spp. dan (B) Sisiran Apis spp.

lebah juga tidak mempengaruhi kadar air madu sehingga membuktikan bahwa terdapat hubungan antara kadar air dan berat jenis.

Basavarajappa et al. (2011) meneliti madu A. dorsata memiliki berat jenis antara 1.32-1.37. dan madu dari stingless bee oleh Onyenso dan Akachuku (2011) memiliki berat jenis 1.40. Hasil penelitian berat jenis madu komersial menurut Olugbemi et al. (2013) sebesar 1.34. Nilai dari beberapa penelitian tersebut hampir sama dengan hasil penelitian ini, maka nilai ini layak dijadikan standar untuk berat jenis madu. Nilai keragaman yang rendah (1.59%) dan koefisien determinan jenis lebah yang kecil (10.74%) serta ulangan (19.15%) juga menguatkan bahwa berat jenis dapat menjadi standar madu berbagai jenis lebah dan sumber pakan.

Kekeruhan

Jenis lebah berpengaruh sangat nyata terhadap kekeruhan (P<0.01). Hasil uji Tukey menunjukkan bahwa madu dari lebah Trigona spp. lebih keruh (3.81) dibandingkan lebah lainnya, sedangkan madu dari A. mellifera, A. cerana, dan A. dorsata memiliki kekeruhan yang sama (1.73). Hasil penelitian lain terhadap kekeruhan madu A. dorsata menghasilkan nilai kekeruhan 2.22 (Basavarajappa et al. 2011).

Menurut Krell (1996), kekeruhan madu dapat disebabkan jumlah partikel dalam madu antara lain polen. Madu Trigona spp. di Indonesia umumnya

Sel polen Sel madu

Sel larva

(B) Sisiran Apis spp. [http://www.apitherapy.orghome-slideshow] Pot polen

(19)

9 bercampur dengan pollen karena pemanenannya diperas. Sel madu dan pollen letaknya tidak teratur (Gambar 3) sehingga sulit memanen madu tanpa tercampur polen. Letak sel madu, polen, dan larva Apis spp. di posisi tertentu dalam sisiran. Sel madu berada pada bagian atas sisiran (Gambar 3) sehingga menyebabkan

madu yang dipanen baik menggunakan ekstraktor maupun diperas (Gambar 4) tidak tercampur polen dan larva.

Kekeruhan dapat disebabkan juga oleh kristalisasi madu. Kristalisasi madu terjadi karena madu mengandung >28% glukosa dan >20% air sehingga larutan stabil. Pada madu berkadar air tinggi akan terbentuk kristal glukosa dengan glukosa lain dan melepaskan molekul air. Kristalisasi menyebabkan warna madu lebih terang karena warna alami kristal glukosa yaitu putih (Dyce 1979). Sesuai dengan hasil analisis, madu Trigona spp. lebih keruh dan warnanya paling cerah dibanding madu dari lebah lainnya yang disebabkan oleh kristal glukosa.

Madu Trigona spp. memiliki kekeruhan tertinggi dan jika didiamkan akan terbentuk lapisan di bagian atas madu serta endapan (Gambar 5). Lapisan di bagian atas madu merupakan lapisan polen sedangkan endapan merupakan bentuk

Gambar 5 Polen yang mengambang dan kristalisasi pada madu Trigona spp.

endapan polen

Gambar 4 Cara ekstraksi madu, (A) Ekstraksi dengan ekstraktor dan (B) Ektraksi dengan pemerasan

(B) Ekstraksi dengan pemerasan [http://www.4shared.com/webpre

view/doc/uj5T9wAU] (A) Ekstraksi dengan ekstraktor

[http://agrimasdes.blogspot.com

(20)

10

kristalisasi. Polen mengandung asam amino, lemak (terutama asam palmitat) dan gula, sedangkan madu tidak mengandung lemak (Krell 1996). Hal ini menyebabkan polen mengambang karena berat jenis asam palmitat 0.83 lebih rendah dari berat jenis madu (1.38) (Noureddini et al. 1992). Glukosa memiliki berat jenis 1.56 (IPCS 1997) sehingga akan mengendap di dasar madu.

Berdasarkan koefisien determinan, diketahui bahwa 52.51% nilai kekeruhan dipengaruhi oleh jenis lebahnya. Pengaruh yang cukup besar ini menyebabkan kekeruhan madu tidak dapat menjadi standar umum kualitas madu, namun perlu dibuat standar khusus untuk tiap jenis lebah.

Nilai pH

Hasil analisis menunjukkan bahwa jenis lebah tidak berpengaruh nyata terhadap pH madu. Nilai pH berkisar antara 3.61-4.16 dengan rataan 3.91. Penelitian Joshi et al. (2000) membandingkan madu dari A. mellifera, A. dorsata, dan A. cerana menghasilkan nilai pH antara 3.52-3.68, sama dengan penelitian Basavarajappa et al. (2011) terhadap madu A. dorsata yang menghasilkan nilai pH antara 3.54-3.76. Menurut beberapa penelitian terhadap madu dari stingless bee, nilai pH madu ini sangat beragam yaitu 3.27-3.93 (Souza et al. 2006), sedangkan Chanchao (2009) meneliti bahwa pH madu Trigona laeviceps sebesar 3.37.

Nilai koefisien determinan juga menunjukkan bahwa hanya 6.81% nilai pH dipengaruhi jenis lebah. Selain itu hasil menunjukkan bahwa koefisien determinan ulangan kecil (6.5%) yang berarti madu tidak dipengaruhi oleh asal tanaman dan daerahnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pH dapat dijadikan standar untuk semua jenis lebah.

Aktivitas Air (aw)

Hasil analisis menunjukkan pengaruh yang sangat nyata dari jenis lebah (P<0.01) terhadap nilai aw. Nilai tertinggi pada madu lebah Trigona spp. (0.73), sedangkan Apis tidak berbeda (0.63-0.66). Hal ini dapat disebabkan kadar air madu lebah Trigona spp. tinggi (19%-32%). Berdasarkan penelitian Chirife et al. (2006), 97% nilai aw dipengaruhi oleh kadar air. Kadar air madu Trigona spp. lebih tinggi dibandingkan madu yang lain karena sebagian besar madu dipanen pada musim hujan (November-Januari 2013).

(21)

11

ini hampir sama dengan hasil penelitian Oddo et al. (2008) yang melaporkan bahwa nilai aw madu Trigona carbonaria 0.74.

Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai aw dapat dijadikan standar namun dibedakan antara madu dari lebah Apis dan Trigona spp. Nilai keragaman yang kecil (5.34%-6.58%) juga mendukung hasil ini untuk dijadikan standar. Pengaruh ulangan hanya sebesar 2.62% terhadap nilai aw sehingga asal tanaman maupun daerah dapat diabaikan.

Viskositas

Hasil analisis menunjukkan viskositas madu nyata dipengaruhi jenis lebah. Berdasarkan uji Tukey, viskositas tertinggi pada madu A. mellifera (24.08), kemudian madu A. cerana (13.99), sedangkan madu A. dorsata (4.40) dan madu Trigona spp. (3.21) viskositasnya sama. Viskositas madu A. mellifera dan A. cerana yang dibandingkan oleh Manzoor et al. (2013) menunjukkan madu A. mellifera lebih kental. Beberapa madu komersial memiliki viskositas antara 17.9-138 Poise (Anupama et al. 2002) dan madu lebah A. dorsata serta Trigona spp. jauh dari kisaran ini. Viskositas madu dipengaruhi oleh kadar air, semakin tinggi kadar air maka viskositasnya semakin rendah (Krell 1996). Viskositas merupakan ukuran besar kecilnya gesekan antara molekul cairan. Nilai viskositas menentukan kemudahan molekul bergerak karena gesekan antar lapisan material. Air merupakan media pergerakan molekul sehingga semakin tinggi kadar air maka alirannya semakin cepat (Apriani 2013). Secara alami kadar air madu Trigona spp. lebih tinggi dibandingkan lebah Apis sp. sehingga viskositasnya paling rendah. Nilai viskositas ini memilliki keragaman yang sangat tinggi terutama pada madu Trigona spp. (108.89%) karena jumlah sampel sedikit.

Selain kadar air, viskositas juga dipengaruhi suhu madu dan asal tanaman (National Honey Board 2014). Asal tanaman (ulangan) ternyata tidak memberikan pengaruh dengan koefisien determinannya sebesar 1.52%. Hasil tersebut menunjukkan viskositas madu dalam penelitian ini hanya dipengaruhi oleh jenis lebah (23.04%). Viskositas sampel madu sangat beragam (56.14%-108.89%) sehingga tidak dapat dijadikan standar.

Gambar 6 Perbedaan sarang lebah, (A) Sarang lebah Trigona spp. dan (B) Sarang lebah Apis spp.

(A) Sarang lebah Trigona spp. [http://rumahlebah.com]

(22)

12

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Jenis lebah memberi hasil yang berbeda pada tingkat kekeruhan, viskositas, dan aktivitas air madu, sementara untuk sifat fisik lainnya tidak terdapat perbedaan yang nyata. Nilai yang tidak dipengaruhi jenis lebah maupun ulangan dapat dijadikan standar umum sifat fisik madu, yaitu nilai a dan b pada warna, berat jenis, dan nilai pH. Aktivitas air dapat dijadikan standar namun perlu dibedakan untuk lebah Trigona spp. dan Apis spp.

Saran

Penelitian selanjutnya perlu menggunakan sampel yang lebih banyak untuk memperkecil keragaman. Sampel yang dianalisis perlu diketahui latar belakangnya secara lengkap seperti sumber pakan dan waktu pemanenan. Analisis dilakukan segera setelah sampel terkumpul agar tidak mengubah kualitas fisik.

DAFTAR PUSTAKA

Achmadi S. 1991. Analisis kimia produk lebah madu dan pelatihan staf laboratorium Pusat Perlebahan Nasional Parungpanjang. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Anupama D, Bhat KK, Sapna VK. 2013. Sensory and physico-chemical properties of commercial samples of honey. Food Research Int. 36:183-191.

Apriani D, Gusnedi, Darvina Y. 2013. Studi tentang nilai viskositas madu hutan dari beberapa daerah di Sumatera Barat untuk mengetahui kualitas madu. Pillar of Physics. 2:91-98.

[BSN]. Badan Standarisasi Nasional. 1992. SNI 01-2891-1992 : Cara Uji Makanan dan Minuman. Badan Standardisasi Nasional. Jakarta (ID).

[BSN]. Badan Standarisasi Nasional. 2004. SNI 01-3545-2004 : Madu. Badan Standardisasi Nasional. Jakarta (ID).

Basavarajappa S, Raghunandan KS, Hegde SN. 2011. Physico-biochemical analysis of multifloral honey of Apis dorsata Fab. (Hymenoptera : Apidae) in Southern Karnataka, India. Curent Biotica. 5(2):144-156.

Bijlsma L, de Bruijn LLM, Martens EP, Sommeijer MJ. 2006. Water content of stingless bee honeys (Apidae, Meliponini): interspecific variation and comparison with honey of Apis mellifera. Apidologie. 37:480-486.

Chanchao C. 2009. Antimicrobial activity by Trigona laeviceps (stingless bee) honey from Thailand. Pak J Med Sci. 25(3):364-369.

(23)

13 Dyce EJ. 1979. Producing finely granulated or creamed honey. In : Crane E. (ed).

Honey : A Comprehensive Survey. London (UK): Heinemann.

Emmertz A. 2010. Mineral composition of New Zealand monofloral honeys [Tesis]. Uppsala (SE): SLU, Swedish University of Agricultural Science. Eskin NAM. 1990. Biochemistry of Food. New York (US): Academic Pr Inc. González-Miret ML, Terrab A, Hernanz D, Fernández-Recamales MA, Heredia

FJ. 2005. Multivariate correlation between color and mineral composition of noney and by their botanical origin. J Agric Food Chem. 53(7):2574-2580. Halim MNA, Suharno. 2001. Teknik Mencangkok Royal Jelly. Jakarta (ID):

Penerbit Kanisius.

[IPCS]. International Programme on Chemical Safety. 1997. ICSC: 0865 Glucose. [internet]. [diunduh 2014 Mei 12]. Tersedia pada http://www.inchem.org/documents/icsc/icsc/eics0865.htm.

James OO, Mesubi MA, Usman LA, Yeye SO, Ajanaku KO, Ogunniran KO, Anjani OO, Siyanbola O. 2009. Physical characterisation of some honey samples from North-Central Nigeria. Int J Phys Sci. 4(9):464-470.

Joshi SR, Pechhacker H, Willam A, von der Ohe W. 2000. Physico-chemical characteristics of Apis dorsata, A. cerana and A. mellifera honey from Chitwan district, central Nepal. Apidologie. 31:367-375.

Kartinawati A. 2006. Pendugaan umur simpan madu merek X [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Krell R. 1996. Value-added Products From Beekeeping. FAO Agricultural Services Bulletin No 124. USA.

Manzoor MV, Mathivanan, Nabi Shah G H, Mir G M, Selvisabhanayakam. 2013. Physici-chemical analysis of honey of Apis cerana indica and Apis mellifera from different regions of Anantnag district, Jammu & Kashmir. Int J Pharm Pharm Sci. 5(3):635-638.

Mehryar L, Esmaiili M, Hassanzadeh A. 2013. Evaluation of some physicochemical and rheological properties of Iranian honeys and the effect of temperature on its viscosity. American-Eurasian J Agric & Environ Sci. 13(6):807-819.

National Honey Board. 2005. Honey A Reference Guide to Nature’s Sweetener. [internet]. [diunduh 2014 April 16]. Tersedia pada: http://www.honey.com Noureddini H, Teoh BC, Clements LD. 1992. Densities of vegetable oils and fatty

acids. Papers in Biomaterials. Paper 14. [internet]. [diunduh 2014 Mei 12]. Tersedia pada: http://digitalcommons.unl.edu/chemeng_biomaterials/14

(24)

14

Ostle B. 1963. Statistics in Research. Ed ke-2. Iowa (US): The Iowa University Press.

Pusat Perlebahan Pramuka (Madu Pramuka). 2003. Lebah Madu: Cara Beternak dan Pemanfaatan. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Saeni MS. 1989. Kimia Lingkungan. Institut Pertanian Bogor. Bogor (ID).

Sihombing D T H. 2005. Ilmu Ternak Lebah Madu. Yogyakarta (ID): Gajah Mada University Press.

Singh S. 1962. Bee keeping in India. New Delhi (IN): Indian Council Agricultural Research.

Siregar HCH. 2002. Pengaruh metode penurunan kadar air, suhu dan lama penyimpanan terhadap kualitas madu randu [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Souza B, Roubik D, Barth O, Heard T, Enríquez E, Carvalho C, Villas-Bôas J, Marchini L, Locatelli J, Persano-Oddo L, Almeida-Muradian L, Bogdanov S, Vit P. 2006. Composition of stingless bee honey: setting quality standards. Interciencia. 31(12):867-875.

Tanuwidjaya SJ. 2014. Sifat kimia dan organoleptik madu dari berbagai jenis lebah madu [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

[USDA]. United States Department of Agricultural. 1985. United States Standards for Grades of Extracted Honey. Washington DC (US).

Vit P, Bogdanov S, Kilchenman V. 1994. Composition of Venezuelan honeys from stingless bees (Apis: Maliponinae) and Apis mellifera L. Apidologie. 25:278-288.

Weaver CM, Daniel JR. 2003. The Food Chemistry Laboratory: a manual for experimental of foods, dietetics, and food scientist. Ed ke-2. USA: CRC Press.

White JW. 1979. Composition of Honey. In : Crane E. (ed). Honey : A Comprehensive Survey. London (UK): Heinemann.

(25)

1 1

LAMPIRAN

Lampiran 1 Data sumber sampel madu

Madu Asal Sumber pakan Tgl panen/kemas

Mellifera

Pramuka Jawa (P) Multiflora 3 Sept 2012

Pramuka Jawa (P) Rambutan 3 Sept 2012

Pramuka Jawa (P) Kapuk 3 Sept 2012

Pramuka Jawa (P) Jambu air 9 April 2012

Pramuka Jawa (P) Kelengkeng 3 Sept 2012

Dorsata

Hutan TTS TTS, NTT (T) Multiflora -

D-Bees Bandung (P) Kaliandra -

Hutan NTB (T) - Juli 2013

Pramuka - (P) Multiflora 3 Sept 2012

Ratu Trigona Makasar (T) Multiflora Des 2013 Cerana

Multiflora - (T) Multiflora -

NTB NTB (T) - Juli 2013

Al-syifa Cimahi (T) Beluntas 2012

Al-syifa Cimahi (T) Kaliandra Nov 2013

Madura Madura (P) - -

Trigona

Pati Pati (T) Sengon, kapuk Nov-Des 2013

Teuweul Banten (T) Multiflora Des 2013

NTB NTB (T) - Juli 2013

Kalulut Banjarmasin (P) Mangga -

Ratu trigona Makasar (T) - Jan 2014

(26)

16

Lampiran 2 Perhitungan analisis keragaman (ANOVA) sampel madu Warna

L

SK db JK KT F P

Lebah 3 1177.26 392.420 3.56 0.0475 Ulangan 4 191.68 47.920 0.43 0.7812

Error 12 1322.96 110.247 Total 19 2691.90

a

SK db JK KT F P Lebah 3 67.483 22.4943 1.29 0.3233

Ulangan 4 82.230 20.5576 1.18 0.3695

Error 12 209.654 17.4712 Total 19 359.368

b

SK db JK KT F P Lebah 3 51.515 17.1718 0.24 0.8678

Ulangan 4 33.220 8.3050 0.12 0.9746 Error 12 863.656 71.9714

Total 19 948.392 Berat jenis

SK db JK KT F P

Lebah 3 0.00385 0.00128 2.67 0.0947

Ulangan 4 0.00923 0.00231 4.80 0.0152 Error 12 0.00577 0.00048

Total 19 0.01885 Kekeruhan

SK db JK KT F P

Lebah 3 18.3131 6.10436 15.49 0.0002 Ulangan 4 2.7237 0.68092 1.73 0.2083 Error 12 4.7277 0.39397

Total 19 25.7644 pH

SK db JK KT F P Ulangan 4 1.01895 0.25474 1.02 0.4340 Lebah 3 0.74593 0.24864 1.00 0.4265

(27)

17 Aktivitas air

SK db JK KT F P Lebah 3 0.02886 0.00962 9.08 0.0021 Ulangan 4 0.01347 0.00337 3.18 0.0535

Error 12 0.01271 0.00106 Total 19 0.05505

Viskositas

SK db JK KT F P Lebah 3 1417.28 472.427 5.11 0.0166 Ulangan 4 522.11 130.528 1.41 0.2886 Error 12 1109.12 92.426

(28)

18

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Wonosobo pada tanggal 4 Oktober 1990. Penulis merupakan anak pertama dari 2 bersaudara, dari pasangan Bapak Adi Prakosa dan Ibu Agustin Sartantiwi.

Tahun 1995 memulai pendidikan pertamanya di TK Xaverius V Palembang. Tahun 1996 masuk SDN Bromantakan 56 Surakarta kemudian di tahun 1997 pindah ke SD St. Antonius 02 Semarang dan lulus tahun 2002. Di tahun yang sama melanjutkan pendidikan di SMPN 5 Semarang dan lulus tahun 2005. Penulis melanjutkan pendidikan SMAN 3 Semarang dan lulus pada tahun 2008. Pada tahun yang sama, penulis diterima di Program D3 Kesehatan Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan UGM hingga Agustus 2011. Penulis melanjutkan pendidikan Strata 1 (S1) Peternakan Program Alih Jenis Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Petrnakan IPB.

Gambar

Gambar 1  Warna sampel madu, (A) Madu A. Mellifera, (B) Madu A. Cerana,
Tabel 1  Sifat fisik madu dari empat jenis lebah berbeda
Gambar 3  Perbedaan letak madu, (A) Sarang Trigona spp. dan (B) Sisiran
Gambar 5  Polen yang mengambang dan kristalisasi pada madu Trigona spp.
+2

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena sinkolema memiliki karakterstik sebagai berikut: (a) Lebah yang dibudidayakan adalah lebah lokal (Apis cerana) dengan sistem tanpa digembalakan

Propilis dapat diekstrak dengan tahap sebagai berikut yaitu pengambilan sarang lebah dengan menggunakan alat; penimbangan sarang lebah madu tersebut; melarutkan sarang lebah

Oleh karena sinkolema memiliki karakterstik sebagai berikut: (a) Lebah yang dibudidayakan adalah lebah lokal (Apis cerana) dengan sistem tanpa digembalakan

Hipotesis penelitian ini adalah nanopropolis lebah madu Trigona spp asal Pandeglang berperan sebagai antibakteri terhadap beberapa bakteri uji yang dapat dilihat

Berdasarkan hasil simulasi model SPSS beberapa uji motivasi petani dalam budidaya lebah madu (Apis cerana) di Desa Buana Sakti sudah tergolong tinggi dengan nilai 18,78

Sejauh ini ternak lebah madu (Apis cerana) yang ada di Desa Kuapan Kecamatan Tambang Kabupaten Kampar dipelihara pada sarang tradisional yang dibuat dari batang pohon kelapa

Perbandingan Pengaruh Madu Lebah Apis dorsata dan Madu Lebah Apis mellifera Berdasarkan Opasitas Gambaran Radiografi dan Berat Os Femur Tikus Putih Rattus norvegicus

Sejauh ini ternak lebah madu (Apis cerana) yang ada di Desa Kuapan Kecamatan Tambang Kabupaten Kampar dipelihara pada sarang tradisional yang dibuat dari batang pohon kelapa