• Tidak ada hasil yang ditemukan

Produktivitas lebah madu (Apis cerana) pada penerapan sistem integrasi dengan kebun kopi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Produktivitas lebah madu (Apis cerana) pada penerapan sistem integrasi dengan kebun kopi"

Copied!
300
0
0

Teks penuh

(1)

PRODUKTIVITAS LEBAH MADU (

Apis cerana

) PADA

PENERAPAN SISTEM INTEGRASI

DENGAN KEBUN KOPI

RUSTAMA SAEPUDIN

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi “Produktivitas Lebah Madu (Apis cerana) Pada Penerapan Sistem Integrasi Dengan Kebun Kopi” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka dibagian akhir disertasi ini.

Bogor, Oktober 2011

(4)
(5)

ABSTRACT

RUSTAMA SAEPUDIN. The Effect of Honeybee-Coffee Plantation Integration on Improving Honey Productivity of Apis cerana. Under supervision of Asnath Maria Fuah, Cece Sumantri, Luki Abdullah and Soesilowati Hadisoesilo.

A study of integrated farming system of honey bee–coffee plantation was conducted in Kepahiang, the Province of Bengkulu. The objective of the study was to evaluate the implementation of Apis cerana being managed in coffee plantation following integrated farming process to increase honeybee and coffee productivity. Location representing two different systems consisted of integrated and non integrated honeybee-coffee plantation were purposively chosen for the study using Apis cerana as major material in this study. Ten stups of honeybee were located in each system. In the integrated system, the stups set to be placed in different position, five stups were placed concerntratedly in the middle of coffee plantation and other five stups were placed spreadly around the platation with the distance between stup was approximately 100-200 meter. The number of honeybees of each stup were approximately 13000 bees. Data collected were analized to measure the production of nectar and honey in the two systems, and then used to formulate a sustainable model of integrated honeybee-coffee plantation. The results of the study indicated that the honey production of A. cerana at coffee plantation were significantly higher (P<0,01) by 114% than those which were off the plantation. Similarly, the coffee production honeybee-coffee plantation was significantly higher by 10.55 % (P<0,01) than those off the plantation. The honeybee colonies which were spreadly placed in coffee plantation significantly produced honey higher (P<0,01) than those in the center. Based on SWOT and sustainability analyses, the integrated honeybee-coffee plantation system was recommended to improve both honeybee and coffee production with a significantly high sustainability index.

(6)
(7)

RINGKASAN

RUSTAMA SAEPUDIN, Produktivitas Lebah Madu (Apis cerana) Pada Penerapan Sistem Integrasi dengan Kebun Kopi. Dibawah bimbingan Asnath Maria Fuah, Cece Sumantri, Luki Abdullah dan Soesilowati Hadisoesilo.

Peternakan lebah di Indonesia masih dihadapkan pada masalah utama yaitu rendahnya produksi madu, sekitar 1-3 kg per koloni per tahun, jauh lebih rendah dari produksi optimal sekitar 5-10 kg/koloni/tahun. Penyebab utama rendahnya produksi madu adalah kurang memadainya ketersediaan pakan dan rendahnya tingkat penguasaan teknologi budidaya lebah. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi madu secara efisien adalah dengan mengintegrasikan lebah madu dengan tanaman kopi penghasil nektar. Selain diharapkan dapat meningkatkan produksi madu, sistem integrasi juga mampu meningkatkan produktivitas kopi melebihi produksi saat ini 0.970 ton/ha. Hubungan timbal balik dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan pendapatan petani dan sekaligus melestarikan lebah madu asli Indonesia. Informasi tentang sistem integrasi kebun kopi dan lebah madu (sinkolema) masih terbatas sehingga diperlukan suatu kajian mengenai budidaya lebah madu termasuk, daya dukung, produktivitas lebah dan kebun kopi, karakteristik morfometri dan tingkat keberlanjutannya. Data yang diperoleh digunakan untuk menerapkan sinkolema berbasis kawasan yang berorientasi pada peningkatan pendapatan petani. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penerapan pola integrasi lebah madu dengan kebun kopi (Sinkolema) dengan memanfaatkan potensi dan sumberdaya lokal yang tersedia untuk peningkatan produktivitas koloni lebah madu dan ekonomi peternak lebah. Diharapkan pola ini memiliki tingkat keberlanjutan yang mampu memberdayakan petani kopi/peternak lebah dalam membudidayakan lebah madu yang efisien dalam suatu kawasan.

Kawasan peternakan sinkolema diartikan sebagai kawasan kebun kopi yang dimanfaatkan untuk budidaya lebah madu dengan tujuan meningkatkan produktivitas lebah dan kopi yang dibudidayakan secara optimal. Konsep agribisnis, pada kawasan peternakan lebah berorientasi pada peningkatan ekonomi petani kopi/peternak lebah dan memiliki sistem berkelanjutan untuk mendukung kegiatan industri baik hulu maupun industri hilir. Berdasarkan konsep tersebut, komponen sinkolema meliputi pembentukan, penataan dan pengembangan kelembagaan. Pendekatan ini dirapkan mampu meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan peternak sekaligus membantu pemerintah dalam program pengentasan kemiskinan yang merupakan salah satu aspek penting dari delapan aspek yang tercantum dalam Millenium Development Goals.

(8)

menyebabkan bunga kopi menurun, oleh karena itu penentuan jumlah koloni didasarkan pada produksi nektar terendah yaitu sekitar 9.49 liter/ha/hari. Hasil ini mengindikasikan bahwa untuk tetap menghasilkan madu kopi pada saat produksi nektar kopi menurun, koloni lebah yang dibudidayakan per satu hektar kebun kopi adalah 66 stup. Jadi sejumlah 30 pohon kopi dapat ditempatkan satu koloni lebah. Produksi nektar kopi berpengaruh terhadap populasi ditandai dengan meningkatnya jumlah lebah di areal sinkolema mencapai 18000 ekor/koloni dibandingkan dengan populasi lebah di areal non sinkolema yang mengalami penurunan menjadi sekitar 9000 ekor per koloni. Hal ini berpengaruh terhadap peroduksi madu di masing-masing pola, produksi madu sinkolema mencapai 3.34 kg/koloni, sedangkan non sinkolema hanya 1.56 kg/koloni/tahun. Hasil ini membuktikan bahwa melalui penerapan sistem integrasi, produktivitas lebah madu meningkat sekitar 114%.

Berdasarkan tata letak, cara penempatan koloni lebah (terpusat atau tersebar) mempengaruhi produksi madu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa produksi madu yang ditempatkan secara menyebar (4.08 kg/koloni/tahun) lebih tinggi dari koloni lebah yang ditempatkan terpusat (2.60 kg/koloni/tahun). Hal ini terjadi akibat terjadinya kompetisi (intraspesific competition) terhadap pakan yang tersedia di dekat sarang. Berdasarkan tingkah, laku lebah akan mencari pakan yang paling dekat dengan stupnya.

Ternak lebah yang dikembangkan dengan sinkolema adalah lebah yang sudah beradaptasi dengan baik dan memanfaatkan sumberdaya yang tersedia pada kawasan sehingga mampu menghasilkan produk yang tinggi. Oleh karena itu, sinkolema dapat dijadikan usaha utama bagi anggota kelompok tani tergambar dari peningkatan pendapat petani sekitar 30%.

Komponen kawasan sinkolema meliputi perkebunan kopi sebagai basis ekologi dan lingkungan pendukung pakan lebah dengan rata-rata produksi nektar paling rendah 9.49 ml/hari/ha dapat dioptimalkan pemanfaatannya untuk mendukung pengembangan industri perlebahan dan kebun kopi.

(9)

keberlanjutan, sinkolema merupakan model yang mampu meningkatkan pendapatan petani secara berkelanjutan (nilai indeks 76.00).

Berdasarkan hasil analisis SWOT yang berada pada kuadran agresif dan indek keberlanjutan yang sangat tinggi, sinkolema dapat diimplementasikan oleh petani kopi/peternak lebah. Beberapa komponen penentu model sinkolema adalah: (a) lebah yang dikembangkan adalah lebah lokal Indonesia A. cerana; (b) sistem pemeliharaan lebah secara tidak digembalakan (non-migratory) dengan pakan disediakan secara alami oleh kopi dan tanaman lain pada saat kopi tidak berbunga; (c) teknologi yang diterapkan pada tahap budidaya adalah teknologi terapan yang sederhana sehingga mudah diadopsi petani peternak dengan memanfaatkan sumberdaya lokal yang tersedia; (d) kelembagaan Kelompok

Usaha Produktif (KUP) perlu diaktifkan sebagai sarana pembinaan dan peningkatan keterampilan peternak lebah; dan (e) pengembangan pasar madu dan kopi.

Berdasarkan hasil penelitian secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa sistem integrasi kebun kopi dan lebah madu (sinkolema) di Kabupaten Kepahiang, Propinsi Bengkulu secara nyata dapat meningkatkan produktivitas lebah madu dan tanaman kopi dengan mempertimbangkan faktor-faktor teknologi dan manajemen sumberdaya yang tersedia secara efektif. Peningkatan efisiensi usaha yang terjadi mampu meningkatkan pendapatan petani peternak sebesar 30%, dan mendukung pengembangan ekonomi regional.

(10)
(11)

@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2011

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, Penelitian, Penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritikan atau tinjauan suatu masalah. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(12)
(13)

PRODUKTIVITAS LEBAH MADU (

Apis cerana

) PADA

PENERAPAN SISTEM INTEGRASI

DENGAN KEBUN KOPI

RUSTAMA SAEPUDIN

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Doktor pada

Program Studi/Mayor Ilmu dan Teknologi Peternakan

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(14)

Penguji Luar Komisi Pembimbing

Penguji Luar Komisi Pembimbing Ujian Tertutup (16 Juni 2011) 1. Prof. Dr. Ir. Muladno, MSA,

2. Dr. Rika Raffiudin

Penguji Luar Komisi Pembimbing Ujian Terbuka (26 September 2011) 1. Dr. Drs. Sih Kahono, BSc. MSc.

(15)

HALAMAN PENGESAHAN

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Asnath Maria Fuah, MS Ketua

Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr. Sc Anggota

Dr. Ir. Luki Abdullah, M.Sc.Agr Anggota

Dr. Ir. Soesilowati Hadisoesilo, MSc Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi/Mayor

Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

Dr. Ir. Rarah R. A. Maheswari, DEA

Tanggal Ujian : 16 Juni 2011

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc. Agr

Lulus Tanggal Judul Disertasi : Produktivitas Lebah Madu (Apis cerana) pada

Penerapan Sistem Integrasi dengan Kebun Kopi

Nama : Rustama Saepudin

NRP : D161080011

(16)
(17)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan hidayah-Nya

sehingga disertasi dengan judul “Produktivitas Lebah Madu (Apis cerana) Pada Penerapan Sistem Integrasi Dengan Kebun Kopi” dapat disusun dan diselesaikan pada waktunya. Penyusunan disertasi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar doktor pada Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor ini. Dalam proses penelitian dan penyusunan disertasi ini banyak para pihak yang memberi kontribusi dan bantuan baik moril maupun spiritual, oleh karena pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan pada :

1. Komisi pembimbing Ibu Dr.Ir. Asnath Maria Fuah, MSc, Bapak Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr. Sc. Bapak Dr. Ir. Luki Abdullah, M.Agr.Sc Ibu Dr. Ir. Soesilowati Hadisoesilo, MSc. yang telah memberikan arahan, bimbingan, saran dan perhatian dalam menyelesaikan penelitian ini

2. Bapak. Dr. Ir. Dahrul Syah MSc.Agr, Dekan Pasca Sarjana IPB, Ibu Dr. Ir. Rarah Ratih Adji Maheswari DEA, selaku Koordinator Mayor Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, serta para dosen beserta staf di lingkungan Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan dan sekolah Pasca Sarjana IPB atas ilmu, arahan, bantuan dan semua masukan yang diberikan guna menyusun disertasi ini

3. Bapak Prof. Dr. Ir. Muladno, MSA, Ibu Dr. Rika Raffiudin, Bapak Dr. Drs. Sih Kahono, BSc. MSc. Bapak Dr. Ir. Asep Saefuddin, MSc. sebagai penguji pada Ujian tertutup dan terbuka atas perbaikan dan sarannya. 4. Pimpinan Fakultas Pertanian, Rektor Universitas Negeri Bengkulu (UNIB)

dan Direktorat Jenderal Pendidikan Nasional yang telah memberi kesempatan dan bantuan beasiswa melalui Program BPPS.

(18)

6. Tidak lupa ucapan terma kasih kepada Asian Development Bank (ADB), yang telah membantu penilisan melalui Proyek Sustainability Capacity Building For Development (SCBD).

7. Ucapan terima kasih disampaikan kepada kedua orang tua Bapak M. Encang (Alm) dan Ibunda Enok Rokayah, serta Bapak Patria Misradrajaya beserta Ibu Nuraini atas doa, dorongan dan bantuannya sehingga tulisan ini bisa diselesaikan dengan baik.

8. Ucapan terima kasih disampaikan kepada istriku tercinta Helen Rosalina dan kepada anak-anaku Nabilah Ghinanti Suci dan Sophina Syafa Salsabila atas kesabaran, dorongan, do’a dan kasih sayang yang mereka curahkan. 9. Rekan rekan seperjuangan, terutama mahasiswa pasca angkatan 2008,

terima kasih atas bantuan kekompakan dan kerjasamanya.

Dalam penyusunan disertasi ini, pasti ada kekurangan dan kehilafan yang dibuat secara sengaja maupun tidak sengaja terhadap semua pihak, permohonan maaf yang bisa saya haturkan. Segala kritik dan saran yang sifatnya membangunan demi penyempurnaan tulisan ini sangat dihargai. Diharapkan karya ini dapat memberi sumbangan ke berbagai pihak dalam rangka pengembangan teknologi perlebahan di Indonesia.

Bogor, November 2011

(19)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Bandung pada tanggal 04 Me1 1960 anak kelima dari pasangan Bapak M. Encang Sobandi (Alm) dan Ibu Enok Rokayah, telah dikaruniai dua orang putri, Nabilah Ghinanti Suci dan Sophina Safa Salsabila dari hasil pernikahan dengan istri tercinta Helen Rosalina. Pada saat ini, penulis bertugas sebagai pengajar di Fakultas Pertanian Universitas Negeri Bengkulu di Bengkulu.

Penulis menyelesaikan pendidikan di SD Negeri Padasuka II Bandung pada tahun 1973, melanjutkan ke SMP Negeri XII Bandung dan lulus pada tahun 1976. Pada Tahun 1980 penulis lulus dari SMA Negri II Bandung, selanjutnya melalui Program Perintis II diterima di Institut Pertanian Bogor dan lulus pada tahun 1984 dari Fakultas Peternakan. Penulis menyelesaikan diploma di The Economic Institute, Boulder Collorado 1992, USA dan melanjutkan studi Strata II di Texas Tech University Texas USA jurusan Natural Resources Management berhasil memperoleh Master of Science (MSc) pada tahun 1995.

(20)
(21)

xxi

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ...xxiii

DAFTAR GAMBAR ...xxv

DAFTAR LAMPIRAN ...xxvii

PENDAHULUAN ...

1

Latar Belakang ...1

Tujuan dan Kegunaan Penelitian...4

Kerangka Pemikiran ...4

TINJAUAN PUSTAKA ... 9

Asal usul dan Klasifikasi Lebah Madu ...9

Karakteristik Biologi dan Morfometrik Lebah Madu ...12

Budidaya Lebah Madu ...15

Pakan Lebah Madu ...15

Produk Lebah Madu ...21

Potensi Ekonomi ...26

Pola Integras dan Daya Dukung Tanaman Perkebunan...28

Pembangunan Berkelanjutan ...30

METODE PENELITIAN ...33

Waktu dan Tempat ...33

Tahapan Penelitian ...34

Identifikasi Daya Dukung... 34

Bahan dan Alat ...34

Parameter yang Didata dan Metode Pengukuran ...35

Implementasi dan Perumusan Model Sinkolema...37

Metode ...38

Prosedur ...38

Parameter yang Diukur...39

Analisis Data ...39

Rumusan Sinkolema ...39

Analisis Keberlanjutan Sinkolema ...40

Metode ...41

HASIL DAN PEMBAHASAN ...43

Profil Wilayah Kabupaten Kepahiang Untuk Peternakan Lebah Madu 43 Potensi Wilayah dan Sumberdaya Pakan Lebah ...43

Karakteristik Petani ...46

Potensi Peternakan dan Karakteristik Morfometrik Lebah ...46

Daya Dukung Kebun Kopi, Produktsi Madu dan Kopi ...48

Karakteristik Pembungaan (flowering characteristic) Kopi ...48

Produksi Nektar, Daya Dukung Kebun Kopi dan Populasi Lebah 50 Hasil Implementasi Sinkolema ...54

Daya dukung Kebun Kopi ...54

Produksi Madu dan Kopi ...54

(22)

Produksi Nektar, Populasi dan Produksi Madu...60 Penyusunan Strategi Penerapan Sinkolema ...62 Analisis Keberlanjutan ...72

(23)

xxiii

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Daftar tanaman sumber pakan lebah ...17 2. Komposisi nutrisi madu ...23 3. Komposisi nutrisi dalam royal jelly ...24 4. Luas wilayah berdasarkan kedalaman efektif tanah ...44 5. Sistem penggunaan lahan pertanian Kabupaten Kepahiang ... 45 6. Produksi nektar kopi di Kabupaten Kepahiang ...51 7. Produksi madu yang dibudidayakan dengan dan tanpa sinkolema 55 8. Produksi kopi pada sistem sinkolema dan non sinkolema ...58 9. Produksi madu berdasarkan tata letak stup...59 10.Produksi nektar, populasi, produksi madu dan konversi nektar-madu pa

(24)
(25)

xxv

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Model pendekatan sinkolema ... 6 2. Diagram alir penelitian ... ... 6 3. Sketsa penempatan kotak lebah dan kondisi lokasi penelitian

Sinkolema... 33 4. Diagram layang-layang keberlanjutan sinkolema ... 42 5. Garafik karakteristik pembungaan kopi (Coffee xxvrabica linn) ... 49 6. Proses pembungaan dan produksi bunga kopi di kepahiang tahun 2010 ... 49 7. Grafik rata-rata produksi nektar kopi pada tahun 2010 ... 52 8. Grafik perkembangan populasi lebah ... 53 9. Grafik produksi madu yang di pelihara dengan sinkolema dan non

(26)
(27)

xxvii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Diagram tahapan penelitian ...103 2. Peta penggunaan lahan Kabupaten Kepahiang ...104 3. Tabel luas wilayah berdasarkan kedalaman efektif tanah. ...105 4. Tabel penggunaan lahan di Kabupaten Kepahiang ... 105 5. Tabel penggunaan lahan pertanian Kabupaten Kepahiang ... 106 6. Tabel karakteristik pembungaan kopi (Coffee arabica LINN) ... 106 7. Tabel jumlah tangkai dan kuntum bunga per pohon ... 107 8. Tabel jumlah bunga per pohon ...107 9. Tabel produksi nektar kopi per pohon dalam satu tahun saat berbunga .... 108 10. Tabel koefisien korelasi antara fungsi diskriminan dan masing-masing

variabel ... 108

11. Tabel produksi madu yang di pelihara dengan dan tanpa integrasi ...109 12. Tabel pengaruh tata letak koloni terhadap produksi madu ...110 13. Anova populasi lebah di daerah dan diluar sinkolema ...111 14. Anova populasi lebah berdasarkan tata letak di dalam sinkolema ...112 15. Anova produksi madu di daerah dan diluar sinkolema ... 113 16. Anova produksi madu berdasarkan tata letak di dalam sinkolema ...114 17. Tabel nilai skore atribut sinkolema hasil akuisisi pendapat dan FGD

(Focus Group Discussion) ... 115

(28)

29. Analisis Keberlanjutan Ekologi Setelah Sinkolema ... ...130 30. Analisis Keberlanjutan Ekonomi Sebelum Sinkolema ...131 31. Analisis Keberlanjutan Dimensi Ekonomi Sesudah Sinkolema ...131 32. Analisis Keberlanjutan Hukum dan Kelembagaan Sebelum Sinkolema ...132 33. Analisis Keberlanjutan Hukum dan Kelembagaan Setelah Sinkolema ...132 34. Analisis Keberlanjutan Sosial Budaya sebelum Sinkolema ...133 35. Analisis Keberlanjutan Sosial Budaya Setelah Sinkolema ...133 36. Cara pengukuran panjang (FL) dan lebar (Fb) sayap depan (Ruttner,

1978)... 134

37. Cara pengukuran panjang dan lebar (B) abdomen pada Tergite 4 (A)...135 38. Cara pengukuran panjang proboscis (Ruttner, 1978)...136

(29)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Budidaya lebah madu merupakan salah satu alternatif usaha peternakan yang dapat dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan konsumen terhadap produk madu secara nasional. Beberapa keuntungan beternak lebah madu adalah tidak memerlukan lahan yang luas, dapat membantu program kelestarian lingkungan dan dapat meningkatkan perekonomian petani melalui penambahan penghasilan dari penjualan madu. Hal ini sejalan dengan keunggulan ternak lebah madu mudah dibudidayakan oleh masyarakat, memiliki nilai (value) sosial yang tinggi, adaptif terhadap lingkungan di Indonesia dan memiliki peluang ekonomi yang tinggi. Disamping itu, peternakan lebah madu tidak memerlukan biaya yang mahal dalam penyediaan pakannya (zero feed cost), penghasil karbohidrat berkualitas tinggi, dan bertindak sebagai polinator yang baik. Perannya dalam kelestarian lingkungan, Porrini et al. (2003) yang melakukan penelitian selama dua puluh tahun menyimpulkan bahwa lebah madu berfungsi sebagai bioindicator terhadap tingkat pencemaran lingkungan terutama pada kawasan pertanian intensif. Selaras dengan keunggulan-keunggulannya, informasi khasiat dan peranan madu sebagai sumber nutrisi yang berkualitas ditemukan pada hampir semua kitab suci.

Permintaan terhadap madu di Indonesia masih belum terpenuhi dari produk lokal, terbukti dengan beredarnya di pasaran madu yang berasal Thailand dan Cina. Faktor utama penyebab belum terpenuhinya kebutuhan madu dalam negeri adalah produktivitas lebah masih rendah sebagai akibat dari belum ada upaya dan teknologi untuk memanfaatkan sumberdaya alam secara efisien dan belum banyak campur tangan pemerintah terutama pemda dalam mengeluarkan kebijakan atau aturan mengenai pengembangan perlebahan. Walaupun sudah ada program dan upaya budidaya lebah madu sudah dilakukan oleh peternak dalam binaan Dinas Kehutanan, namun masih kurang efektif.

(30)

keanekaragaman vegetasi yang tinggi maupun sumberdaya manusianya, Indonesia sebagai negara tropis memiliki keanekaragaman tumbuhan tinggi yang merupakan potensi sangat besar untuk pengembangan lebah madu. Salah satu contoh potensi yang tersedia adalah areal perkebunan kopi yang mencapai 1.73 juta ha (Departemen Pertanian 2005). Tanaman kopi dan tanaman pelindungnya seperti kaliandra mampu mengasilkan nektar dan tepungsari (pollen) yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber pakan sepanjang tahun (Macqueen 1992). Peningkatan efisiensi usaha dan produktivitas lebah madu dapat dilakukan melalui implementasi sistem integrasi antara dua atau lebih sumber komoditas yang berpotensi dikembangkan.

Efisiensi mengembangan semua karakter produksi baik dari aspek teknologi, biologi maupun ekonomi berkontribusi secara terpadu dalam suatu sistem dan memberikan nilai tambah bagi peternak lebah. Secara definisi, sistem adalah sekelompok komponen dalam satu wilayah yang saling mendukung, berinteraksi satu sama lainnya untuk mencapai tujuan yang diharapkan (Dillon et al. 1978). Sistem integrasi kebun kopi dan lebah madu (sinkolema) didasarkan pada hubungan saling menguntungkan antara vegetasi penghasil nektar dengan lebah sebagai polinator tanaman kopi. Disamping untuk meningkatkan produktivitas lebah dalam menghasikan madu juga dapat meningkatkan produksi biji kopi. Produksi madu kopi yang beraroma khas diharapkan dapat menjadi salah satu produk khas dan produk andalan Indonesia.

(31)

Sinkolema didesain dengan tujuan untuk menghasilkan madu kopi murni yang diharapkan menjadi penghasilan utama petani kopi/peternak lebah di Indonesia. Oleh karena sinkolema memiliki karakterstik sebagai berikut: (a) Lebah yang dibudidayakan adalah lebah lokal (Apis cerana) dengan sistem tanpa digembalakan (non-migratory), (b) koloni lebah ditempatkan di areal kebun kopi, (c) pakan utama lebah adalah nektar bunga kopi dan pada saat kopi sedang tidak berbunga kebutuhan pakan lebah dipenuhi oleh tanaman lain seperti kaliandra, kacang-kacangan dan tanaman lain yang menghasilkan nektar, (d) dikembangkan dalam kelompok sehingga diperlukan kelembagaan yang kuat, dan (e) produk utama adalah madu dan kopi organik.

Konsep integrasi merupakan salah satu pola usaha tani yang efisien, produktif dan memiliki tingkat keberlanjutan yang menguntungkan petani peternak. Blesmeijer dan Slaa (2006) dan Byrne dan Fitzpatrick (2009) melaporkan bahwa penerapan integrasi dapat meningkakan produktivitas pertanian.

(32)

Ketersedian pakan yang belum memadai, penguasaan teknologi budidaya dan panen yang rendah, dan kelembagaan yang belum berfungsi dengan baik merupakan faktor penentu dalam usaha peningkatan produksi madu masyarakat. Integrasi usaha peternakan lebah dengan tanaman kopi merupakan salah satu upaya untuk mengatasi masalah yang dihadapi peternak lebah dan petani kopi dalam meningkatkan produksi madu dan kopi.

Banyak keuntungan yang dapat diperoleh petani kopi dari sistem integrasi kopi lebah madu (sinkolema), namun ada beberapa pertanyaan yang perlu dijawab meliputi: (1) Jumlah koloni lebah yang dapat dibudidayakan pada areal kebun kopi, (2) Cara mengatasi kekurangan pakan pada saat kopi sedang tidak berbunga, (3) Besarnya perubahan produktivitas lebah yang dibudidayakan pada kebun kopi, (4) Model yang tepat dalam penerapan integrasi dan lebah yang berkelanjutan. Kajian dan analisis komprehensif terhadap sistem yang ada perlu dilakukan, sehingga dapat dirumuskan sistem/pola integrasi lebah madu dengan kebun kopi yang dapat diaplikasikan pada perkebunan dengan petani yang memiliki lahan yang sempit (smalholder farmers) dan kemampuan mengadopsi teknologi yang sangat terbatas.

Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penerapan sistem integrasi lebah madu dengan kebun kopi (sinkolema) berbasis potensi sumberdaya lokal di Kabupaten Kepahiang untuk meningkatkan produktivitas dan pendapatan peternak lebah.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan alternalif usaha bagi petani kopi untuk meningkatkan efisiensi usaha dan pendapatan melalui pengembangan budidaya lebah madu di areal kebun kopi. Bagi pemerintah daerah, dapat digunakan sebagai dasar penentuan kebijakan dalam penyusunan program pembangunan pertanian/peternakan.

Kerangka Pemikiran

(33)

menunjukan bahwa produktivitas kopi pada tahun 2008 sebesar 0.97 ton/ha (hanya 60% dari produksi optimal). Demikian pula dengan produktivitas lebah madu, hasil identifikasi awal menunjukkan bahwa produksi madu hanya berkisar antara 1-3 kg/koloni/tahun, lebih rendah dari produksi ideal 5-10 kg/koloni/tahun). Ketersediaan pakan merupakan penyebab utama rendahnya produksi madu dan hijrahnya koloni lebah, sementara keterampilan peternak dalam hal pemanenan menjadi penyebab rendahnya kualitas madu yang dihasilkan. Sebagian besar peternak belum pernah dibekali ketrampilan budidaya lebah madu melalui kegiatan pelatihan yang relevan. Selama ini budidaya lebah dilakukan di halaman rumah dengan sumber pakan yang sangat terbatas dan pengetahuan yang kurang memadai.

Lebah yang dibudidayakan adalah spesies A. cerana yang kurang ekonomis bila dibudidayakan secara digembalakan (non-migratory) karena karakter A. cerana agresif dan mudah hijrah. Alasan utama mengembangkan A. cerana karena jenis ini termasuk lebah asli Indonesia yang dapat menghasilkan madu organik dan tergolong jenis lebah yang sangat produktif menghasilkan madu walaupun produksinya tidak seproduktif A. mellifera.

Pengembangan kawasan memerlukan suatu konsep dan perencanaan yang tepat terutama berkaitan dengan potensi produksi, rencana pengembangan, teknologi budidaya dan prosesing yang digunakan termasuk SDM pengelola dan analisis positif terhadap berbagai kendala dalam upaya implementasi dan pemasaran hasil. Faktor-faktor penentu keberhasilan usaha lebah madu dan kebun kopi di Kabupaten Kepahiang meliputi keterampilan petani, manajemen pengelolaan dan teknologi yang diperlukan dalam budidaya lebah, pemanenan serta penanganan hasil sehingga madu yang dihasilkan mendapat pasar yang luas.

(34)

kawasan perkebunan secara optimum, akan mampu menurunkan biaya produksi dan pada gilirannya meningkatkan pendapatkan petani (Gambar 1).

Metode dan pendekatan yang dilakukan adalah melalui beberapa tahapan berbasis input, proses dan luaran sebagaimana yang disajikan pada Gambar 2.

Kopi Lebah

Exixsting

Condition Daya Dukung Sinkolema Produk

Produksi madu Produksi kopi

Perekonomian Peternak/petani

Produksi Nektar

Kapasitas Tampung

Komponen sistem SDM

Teknologi Kelembagaan

Budidaya

Pengelolaan

Analisis Keberlanjutan Kalender bunga

TERNAK LEBAH SIKLUS PEMANFAATAN

SUMBER DAYA LOKAL

1. Nektar 2. Polen

PENYERBUKAN

Tanaman kopi

EFISIENSI USAHATANI DALAM RANGKA PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI Tanaman

Kaliandra

[image:34.595.83.460.84.802.2]
(35)
(36)
(37)

TINJAUAN PUSTAKA

Asal Usul dan Klasifikasi Lebah Madu

Lebah madu adalah salah satu jenis serangga dari sekitar 20000 spesies lebah (Winston 1991). Genus lebah yang sudah umum dibudidayakan dan menghasilkan madu adalah genus Apis (Winston 1991). Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Ruttner (1988) bahwa pada umumnya yang termasuk lebah madu (honeybee) adalah A. mellifera, A. cerana, A. dorsata dan A. florea. Pada saat ini lebah madu yang digolongkan stingless bee (Meliponinae) tidak termasuk genus Apis sudah dibudidayakan dengan tujuan utamanya adalah diambil jasanya sebagai polinator karena kemampuannya dalam melakukan penyerbukan. Sihombing (2005); Tingek et al. (1996); Winston (1991); Crane (1990); Gojmerac (1983) mengklasifikasikan lebah madu sebagai berikut:

Kingdom : Animalia Phylum : Arthropoda Class : Insecta Order : Hymenoptera Suborder : Apocrita Superfamily : Apoidea Family : Apidae Subfamily : Apinae Tribe : Apini Genus : Apis

Species : Apis cerana A. mellifera A. florea A. dorsata

(38)

Apis nigrocincta terdapat pada laporan penelitian Hadisoesilo dan Otis (1996), sedangkan A. nuluensis dilaporkan Tingek et al. (1996).

Sama halnya dengan Ruttner (1988), Winston (1991) mengidentifikasi lima spesies lebah yang sudah dikenal sebagai penghasil madu, yaitu A. mellifera. A. cerana (Indian honey bee) A. dorsata, A. laboriosa (giant honey bees) dan A. florea (dwarf honey bee). Lebah di Indonesia dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu (1) spesies lebah yang sudah dibudidayakan dan (2) spesies lebah belum dibudidayakan. Spesies yang telah dibudidayakan adalah A. cerana dan A. mellifera (Sihombing 2005), A. nigrocincta (Hadisoesilo & Otis 1996), A. nuluensis (Tingek et al. 1996) dan A. koschevnikovi (Hadisoesilo et al. 2008) serta Trigona spp. (Slaa et al. 2006). Lebah madu A. cerana dikatagorikan sebagai lebah lokal yang komersial, sedangkan A. mellifera yang berasal dari Afrika (Winston 1991), dikatagorikan sebagai penghasil madu tertinggi lebah yang dibudidayakan. Secara umum A. cerana mempunyai ukuran kecil sekitar 1.10 cm untuk pekerja (worker), 1.30 cm untuk pejantan (drone) dan 1.50 cm untuk ratu (queen), memiliki sifat mudah hijrah dari sarang (absconding) bila terusik, dan lebih tahan terhadap hama atau predator. Selain itu, lebah ini mampu beradaptasi dengan daerah tropis serta lebih efisien dalam mengumpulkan nektar dari ribuan bunga tanaman yang bertebaran (Crane 1990).

Sihombing (2005) menyatakan bahwa berdasarkan analisis morfometrik, lebah A. cerana dikelompokkan ke dalam empat subspesies, yaitu A. cerana cerana, A. cerana indica, A. cerana japonica, dan A. cerana himalaya. Subspesies A. cerana cerana tersebar di Cina, Afganistan, Pakistan, India bagian utara, dan Vietnam bagian utara. Lebah A. cerana indica terdapat di India Selatan, Indonesia, Filipina, Malaysia, Sri lanka, Banglades, Myanmar, dan Thailand. A. cerana japonica berkembang biak di Jepang, sedangkan A. cerana himalaya berkembangbiak di sekitar pegunungan Himalaya, Nepal. A. cerana indica yang dipelihara di dalam stup baik secara alami maupun buatan manusia digolongkan sebagai lebah lokal Indonesia. Di alam lebah ini membuat sarang dalam rongga-rongga pohon dan celah batu.

(39)

masing-masing untuk pekerja, jantan dan ratu (Pusbahnas 2008). Ciri-ciri fisik lain adalah warna badan bervariasi dari coklat gelap sampai kuning kehitaman. Lebah ini memiliki sifat sabar dan selalu menjaga sarangnya agar tetap bersih (Pusbahnas 2008). Apis mellifera dibudidayakan di seluruh dunia termasuk Indonesia yang sudah dikenal sejak 1972, didatangkan dari Australia oleh Pusat Apiari Pramuka sebagai lebah unggul yang dapat beradaptasi dengan kondisi iklim tropis Indonesia dan mampu berprodukai tinggi yaitu sekitar 30–60 kg per koloni per tahun (Sihombing 2005).

Spesies-spesies lebah madu yang belum dapat dibudidayakan diantaranya A. dorsata, A. laboriosa, A. andreniformis dan A. florea. Apis dorsata hanya berkembang di Asia seperti; India, Filipina, China dan Indonesia. Madu dari spesies ini dikenal sebagai madu alam atau madu hutan. Di Indonesia, spesies lebah madu tersebut hanya terdapat di pulau Jawa, Sumatera, gugusan Kepulauan Sunda Kecil, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur (Sihombing 2005). Apis dorsata membangun sarang dengan sisiran tunggal atau selembar bergantung dicabang pohon dan tebing batuan (Winston 1991). Produksi madu per tahun per koloni mencapai 15 - 25 kg (Sihombing 2005). Apis laboriosa paling mirip dengan A. dorsata yakni merupakan spesies lebah madu berukuran tubuh paling besar dibanding spesies lebah lainnya, sehingga sering disebut lebah paling besar dengan ukuran 17-19 mm dengan karakteristik warna gelap, bulu panjang, sangat agresif dan membuat sarang tunggal. Rambut panjang A. laboriosa merupakan bentuk adaptasi dengan habitatnya di pegunungan Himalaya (Winston 1991)

(40)

Karakteristik Biologi Lebah Madu

Sebagaimana tubuh insekta pada umumnya tediri dari ruas-ruas dan ditumbuhi rambut. Gojmerac (1983) dan Sihombing (2005) menyatakan bahwa tubuh lebah madu terbagi menjadi tiga bagian utama yaitu kepala (caput), dada (thorax) dan perut (abdomen). Bagian kepala berbentuk segitiga dan terdapat mata majemuk (compound eyes) dilengkapi dengan tiga mata tunggal (ocelli) yang berfungsi untuk menbedakan gelap dan terang, antenna yang merupakan alat sensor, otak, “mulut” dan kelenjar. Bagian dada lebah madu terdiri dari tiga ruas, dilengkapi tiga pasang kaki (tungkai) beruas dan berbulu halus serta dua pasang sayap. Pada tungkai belakang lebah pekerja terdapat bagian cekung yang disebut corbicula, berfungsi untuk mengikat dan mengumpulkan tepungsari dan propolis yang selanjutnya dibawa ke sarang (Ruttner 1988 dan Winston 1991). Pada stadium larva, lebah memiliki 10 segmen abdomen, namun pada stadium pupa segmen pertama pindah menjadi bagian thorax segmen ke empat yang dinamai propodeum. Pada lebah ratu dan pekerja enam segmen abdomen terlihat jelas sedang tiga segmen lagi tidak jelas batasnya sehingga kelihatan hanya satu segmen (Sihombing 2005).

Lebah madu adalah insekta sosial yang hidup dalam suatu keluarga besar disebut koloni lebah. Koloni lebah yang terdiri dari satu ekor ratu (queen), 2400 ekor jantan (drones) (Gojmerac 1983) dan 12000 ekor pekerja (worker bees) (Winston 1991). Kecuali ratu, jumlah anggota dalam satu koloni lebah madu tergantung dari spesies, lingkungan terutama ketersediaan pakan dan temperatur. Pada umumnya koloni lebah madu memiliki pekerja dewasa 6000-7000 ekor Winston (1991). Dalam kondisi populasi yang cukup padat, lebah mampu melakukan pekerjaannya secara terencana dan teratur rapi, lebah pekerja mengerjakan seluruh tugas dalam sarang yaitu membuat sarang, membersihkan sarang, menjaga sarang, memberi makan larva juga lebah ratu, dan mengumpulkan nektar serta polen sebagai sumber pakannya (Pusbahnas 2008).

(41)

mendapatkan kedudukan sebagai lebah ratu. Lebah ratu bertugas memimpin dan menjaga keharmonisan lebah dalam satu koloni. Semua lebah dalam satu koloni sangat mentaati lebah ratu, kemanapun lebah ratu pergi, satu koloni lebah akan mengikutinya. Selain memimpin koloni lebah, lebah ratu mempunyai tanggungjawab untuk meneruskan kelangsungan hidup koloni lebah yaitu dengan cara bertelur sepanjang hidupnya. Lebah ratu sanggup bertelur 175000-200000 butir setiap tahunnya dan mampu melakukan perkawinan pada hari ke tiga sampai ke sebelas (paling sering hari ke enam sampai dengan ke sepuluh setelah menetas (emerge) (Winston 1992). Umur lebah ratu lebih panjang dibandingkan dengan lebah pekerja yakni mampu hidup hingga 3-5 tahun sedangkan lebah pekerja hanya hidup sekitar 40 hari (Gojmerac 1983; Winston 1991 dan Pusbahnas 2008). Menurut Sihombing (2005) rahasia lebah ratu berumur lebih karena mengkonsumsi royal jelly sepanjang hidupnya, sedangkan lebah pekerja mengkonsumsi royal jelly hanya selama tiga sampai empat hari pada saat menjadi larva.

Gojmerac (1983) melaporkan bahwa lebah jantan (drone) berukuran lebih besar daripada lebah pekerja dan bersifat tidak agresif. Ciri yang menonjol adalah matanya lebih besar dan memiliki jumlah faset yang lebih banyak dibandingkan mata lebah pekerja dan lebah ratu. Lebah jantan tidak mempunyai pipa penghisap madu dan kantong polen dikakinya karena tidak bertugas mengumpulkan polen atau nektar, tidak memiliki alat penyengat, tugas utamanya adalah hanya mengawini lebah ratu (Gojmerac 1983 dan Sihombing 2005). Lebah jantan mampu mengawini ratu sejak berumur 4-14 hari (tergantung cuaca) dengan terbang pertama dilakukan pada umumnya sore hari dan terbang untuk kawin pertama kali dilakukan pada hari ke 12 selama 30-60 menit (Gojmerac 1983). Selama hidupnya lebah jantan melakukan terbang mencapai 25 kali selama 21 hari dan bila terjadi perkawinan maka lebah jantan akan segera mati (Gojmerac 1983).

(42)

mampu berperan sebagai pengganti ratu untuk menghasilkan telur, namun telur yang dihasilkan haploid sebagai calon lebah jantan (Gojmerac 1983). Bentuk tubuhnya ramping warnanya hitam kecoklatan dan ekornya mempunyai sengat yang lurus dan berduri untuk melindungi sarangnya dan menyerang siapapun yang mengganggu (Pusbahnas 2008). Lebah pekerja mempunyai tanggung jawab pekerjaan yang berbeda-beda sesuai dengan umur lebah pekerja tersebut. Sesaat setelah keluar dari kepompong lebah pekerja langsung mempunyai tanggungjawab untuk membersihkan sarang lebah dari kotoran-kotoran, ketika berumur 3-10 hari lebah pekerja menghasilkan royal jelly yang sangat dibutuhkan larva lebah dan lebah ratu (Pusbahnas 2008). Royal jelly merupakan hasil sekresi mandibular gland dan hypopharyngeal gland yang masing-masing berwarna putih dan bening. Royal jelly dihasilkan lebah muda setelah lebah tersebut mengkomsumsi madu dan bee pollen (Winston 1991). Lebah muda ini kemudian bertugas memberi makan larva dan lebah ratu. Setelah lebah pekerja berusia sekitar tiga minggu, tugas baru di luar sarangnya yaitu mencari nektar yang diolah menjadi madu dan tepungsari bunga yang diolah menjadi bee pollen (Pusbahnas 2008).

Morfometrik diartikan sebagai data ukuran tubuh suatu spesies yang dapat digunakan sebagai alat untuk menentukan pertumbuhan spesies tersebut walaupun tidak berlaku bagi serangga yang mengalami metamorfosa sempurna (Tilde et al. 2000). Pada ternak ruminansia dan monogastrik termasuk unggas, data ukuran tubuh digunakan untuk menentukan pertumbuhan dalam kegiatan tilik ternak. Oleh karena itu mengukur morfometrik sering dilakukan hanya pada ukuran-ukuran tubuh yang berkorelasi erat dengan produk ternak. Lain halnya dengan serangga lebah, morfometrik digunakan juga untuk menentukan subspesies.

(43)

lebah. Secara morfometrrik A. cerana yang dipelihara pada satu pulau tidak menunjukan adanya perbedaan yang nyata ( Tilde et al. 2000 dan Hepburn et al. 2001). Penelitian serupa dilakukan oleh Radloff et al. (2005), Damus dan Otis (1970) menunjukkan hasil yang sama.

Budidaya Lebah Madu

Pada sistem pemeliharaan ternak, umumnya budidaya menjadi aspek penting yang perlu mendapat perhatian. Salah satu faktor penentu adalah pakan yang harus tersedia secara berkesinambungan. Perkembangan koloni lebah dan produksi madu serta kelangsungan hidup anggota koloninya, sangat ditentukan oleh jenis dan ketersediaan pakan yang cukup dan terus menerus. Aspek ini akan menentukan produksi madu, produktivitas lebah dan kualitas produknya.

Pakan Lebah Madu

Pakan lebah adalah nektar dan polen. Nektar berbentuk cairan manis yang dihasilkan oleh bunga tanaman pangan, tanaman kehutanan, tanaman perkebunan, tanaman hortikultura (buah dan sayuran), tanaman hias, rumput dan semak belukar (Pusbahnas 2008). Gojmerac (1983) menyatakan bahwa nektar merupakan senyawa kompleks yang dihasilkan kelenjar nektar yang disebut nectaries. Produksi nektar pada satu hektar tanaman sangat dipengaruhi oleh jenis tanaman, kandungan gula dan lamanya berbunga. Nektar terdapat pada bagian petal, sepal, stamen dan stigma. Nektar mengandung 15-50% larutan gula dengan konsentrasi bervariasi antara satu bunga tanaman dengan bunga tanaman lain (Crane 1990).

(44)

beribu-ribu bunga yang sedang mekar. Lebah menghisap setetes nektar dengan alat hisapnya dan menyimpannya ke dalam kantong madu yang ada di dalam tubuhnya. Di beberapa wilayah beberapa koloni A. mellifera mampu menghasilkan 5 kg madu per koloni per panen, untuk mendapatkan hasil madu sebanyak itu lebah pekerja perlu melakukan pengambilan nektar berpuluh ribu kali terbang (Winston 1991). Seekor lebah harus mondar-mandir mengambil nektar sebanyak 75000 kali, untuk memperoleh sekitar 375 g madu (Pusbahnas 2008). Kemampuan lebah pekerja untuk mengumpulkan nektar tanaman bervariasi dari 25-70 mg per ekor per hari dan ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain kapasitas kantong madu (honey sac) lebah pekerja, jumlah dan konsentrasi gula nektar, keadaan cuaca serta pengalaman lebah pekerja dalam pengumpulan nektar (Gojmerac 1983).

(45)
[image:45.595.82.535.103.768.2]

Tabel 1. Daftar tanaman sumber pakan lebah.

No. Nama Jenis Tanaman Masa Bunga Nektar Polen

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. 43. 44. 45. 46. 47. Aren Lamtoro Puspa Api-api Padi Kelapa Sawit Widara (bidara) Tembakau Jambu Mete Delima Lobi-Lobi Alpukat Nam-Nam Jambu Bol Salak Jagung Jengkol Turi Kacang Panjang Kentang Ketumbar Wortel Krokot Rumput Blambangan Rumput Kembangan Rumput Jampang Pait Rumput Kerbau Incuran Rumput King Putri Malu Lemuran Wedusan Ketapang Akasia Sengon Sonokeling Sonobrit Asam Jawa Mahoni Kaliandra Pelawan Cendana Karet Kapas Mangga Mancang Langsat

Jan – Des Jan – Des Jun – Jul TMT TMT Jan – Des Jan – Des TMT Mar – Jul Jan – Des Feb dan Jul Hujan Jun dan Sep Apr dan Jun Jan – Des TMT Mei – Jun Jun – Agst TMT TMT TMT TMT Jan – Des Jan – Des Jan – Des Jan – Des Jan – Des Jan – Des Jan – Des Jan – Des Apr – Okt Setelah 2 Bln Apr – Mei Jan – Des Jun dan Sept Sept dan Nov Agst dan Okt Apr – Agst TMT TMT Kemarau Feb – Mar Sep – Okt TMT Jun dan Agst Jun dan Agst Jun – Jul

(46)

Sumber :Perum Perhutani dalam Pusbahnas (2008) TMT : tergantung musim tanam

48. 49. 50. 51. 52. 53. 54. 55. 56. 57. 58. 59. 60. 61. 62. 63. 64. 65. 66. 67. 68. 69. 70. 71. 72. 73. 74. 75. 76. 77. 78. 79. 80. 81. 82. 83. 84. 85. 86. 87. 88. 89. 90. Belimbing Rambutan Jambu Air Kacang Gude Petai Cabai Nanas Domba Nanas Sebrang Ubi Jalar Labu Air Oyong Paria Labu Siem Bawang Merah Kumis Kucing Eucalyptus Stoenklaver Randu Tebu Vanili Kelapa Wijen Kopi Kedondong Durian Pepaya Waluh Semangka Kesemek Pisang Belimbing Apel Jeruk Manis Jeruk Besar Lengkeng Leci Anggur Kubis Ketimun Kacang Tanah Kedelai Bunga Matahari Flamboyan Kemarau Okt – Nov Mei dan Okt TMT TMT 3 – 4 kali Mar – Apr Mei – Jun Okt – Nov TMT Kemarau TMT TMT TMT Jan – Nov 3 Thn Bunga TMT Mei – Agst TMT TMT Mar – Des TMT Mei dan Agst Jun dan Agst Jun dan Sept Jan – Des TMT TMT Agst - Sept TMT Jan – Des Mar – Apr Agst & Nov–

Des

Sept dan Nov Jun dan Agst Agst – Sept Jul – Agst TMT TMT TMT TMT Kemarau Feb dan Agst

* * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * - - - - - - - - - - - - - - * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * *

[image:46.595.75.521.83.736.2]
(47)

Kemampuan jelajah lebah dalam mencari pakan sangat dipengaruhi oleh spesies (misalnya A. mellifera mampu menjelajah dalam radius sekitar 1.50 km sedangkan A. cerana kurang dari radius 1 km), ketersediaan sumber pakan, kecepatan dan arah angin serta hambatan (misalnya pohon yang terlalu rapat). Lebah pekerja, dalam satu hari mengunjungi dan menghisap nektar 8 – 100 kuntum bunga yang sedang mekar dengan pulang membawa nekar, polen atau campuran nektar dan polen (Gojmerac 1983).

Jenis tanaman penghasil nektar yang dikumpulkan lebah sangat mempengaruhi bau, rasa dan warna madu. Oleh karena itu, di pasaran kita mengenal madu randu, madu rambutan, madu apel, madu kelapa dan sebagainya. Penamaan itu biasanya tergantung sumber nektar yang dominan dikumpulkan lebah. Koloni lebah yang diletakkan di lokasi pertanaman rambutan akan menghasilkan madu beraroma nektar rambutan, sedangkan koloni lebah di lokasi pertanaman kelapa akan mengasilkan madu beraroma nektar kelapa (Pusbahnas 2008).

Dilihat dari segi kandungan karbohidratnya, komponen utama nektar terdiri dari sukrosa, fruktosa, glukosa, maltosa, melibiosa, rafinosa, dan turunan karbohidrat lainnya (USDA 2007). Zat-zat lain yang juga terdapat namun jumlahnya sangat sedikit yaitu; asam-asam organik, resin, protein, garam dan mineral. Konsentrasi gula nektar bervariasi tergantung dari keadaan iklimnya, jenis tanaman serta faktor lainnya. Polen atau tepung sari diperoleh dari bunga sebagai sel kelamin jantan tumbuhan. Polen dimakan oleh lebah madu terutama sebagai sumber protein, lemak, karbohidrat dan sedikit mineral. Satu koloni lebah madu membutuhkan sekitar 50 kg polen per tahun dan sekitar separuh dari polen tersebut digunakan untuk makanan larva (Pusbahnas 2008).

(48)

berbagi lima, berwarna hijau, mahkota bentuk bintang, putih, benang sari lima, tangkai sari putih, kepala sari hitam panjang putik ± 3 cm, kepala putik coklat, dan putih (Herdiawan et al. 2007). Department of Agriculture and Food Western Australia (2009) melaporkan bahwa kopi adalah penghasil polen dan nektar yang tinggi kadar sukrosanya (28%) sehingga menghasilkan madu yang memiliki kejernihan, bau dan rasa yang khas.

(49)

konservasi, kayu bakar, pakan ternak dan penghasil nektar yang tinggi. Secara alami kaliandra berbunga sepanjang tahun. Karena kemampuan berbunga sepanjang tahun, maka kaliandra cocok untuk dijadikan sebagai penghasil pakan lebah. Kaliandra ditanam untuk dimanfaatkan sebagai sumber nektar yang dihasilkan dari bungannya (Macqueen 1992). Sebagai contoh adalah daerah Sukabumi Jawa Barat yang telah ditanam kaliandra seluas 601 ha mampu menyediakan nektar yang cukup untuk memelihara lebah sebanyak 1800 koloni lebah. Setiap koloni per tahun dihasilkan rata-rata sebanyak 15 kg madu, dan total produksi sebanyak 27000 kg/tahun (Herdiawan et al. 2007).

Produk Lebah Madu

(50)

dipercaya lebih berkhasat untuk menyembuhkan berbagai penyakit, meningkatkan daya tahan tubuh, memperlancar kerja otak, obat tidur, dan memperlancar pencernaan tergantung jenis madu yang dikonsumsi.

Ditinjau dari kandungan nutrisinya, madu mengandung berbagai jenis komponen yang sangat bermanfaat bagi kesehatan manusia. Komponen utama madu terdiri dari karbohidrat, mineral, enzim, vitamin dan air yang secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 2 (USDA 2007). Karbohidrat adalah komponen yang sangat penting dalam menyediakan enerji yang berkualitas terkait dengan sukrosa yang rendah dan fruktosa serta maltosa yang tinggi. Madu secara perlahan di dalam sel, dievaporasikan dan sukrosa diubah menjadi glukosa dan fruktosa oleh kerja enzim invertase dan enzim lainnya yang disekresikan lebah. Disamping itu dalam sel, madu mengalami proses transformasi menjadi lebih stabil, rapat, kental, asam dan mengandung enerji lebih tinggi. Madu juga mengandung protein seperti asam asetat, butirat, eitriat, formiat, glukonat, laktat, malat, piroglutamat, fosfat dan suksinat, sedangkan kandungan abunya berkisar antara 0.02 s/d 1%. Warna madu dipengaruhi oleh kandungan mineralnya terutama potasium, semakin tinggi kandungan potasiumnya maka madu semakin berwarna gelap (Gojmerac 1983).

(51)
[image:51.595.114.508.107.509.2]

Tabel 2. Komposisi nutrisi madu.

Nutrisi Jumlah

Enerji 1272 kJ (304 kcal)

Karbihodrat 82.4 g

- gula 82.12 g

- serat kasar 0.2 g

Lemak 0 g

Protein 0.3 g

Air 17.10 g

Riboflavin (Vit. B2) 0.038 mg (3%)

Niacin (Vit. B3) 0.121 mg (1%)

Pantothenic acid (B5) 0.068 mg (1%)

Vitamin B6 0.024 mg (2%)

Folate (Vit. B9) 2 μg (1%)

Vitamin C 0.5 mg (1%)

Kalsium 6 mg (1%)

Besi 0.42 mg (3%)

Magnesium 2 mg (1%)

Fosfor 4 mg (1%)

Potassium 52 mg (1%)

Sodium 4 mg (0%)

Zinc 0.22 mg (2%)

Sumber: USDA (2007)

(52)

Royalactin sama dengan senyawa yang dibutuhkan untuk perkembangan tubuh dan ovary lalat buah (Drosophila melanogaster) (Kamakura 2010).

Seringkali royal jelly menjadi topik perbincangan hangat dikalangan kaum pria, terutama tentang manfaat dan khasiatnya dalam memelihara dan menjaga kebugaran, serta meningkatkan vitalitas tubuh. Hattori et al. (2007) melaporkan bahwa royal jelly dapat dimanfaatkan sebagai immunomodulatory agent in Graves disease, stimulator pertumbuhan glial cells dan sel syaraf pada otak. Baru-baru ini royal jelly terbukti dapat menurunkan kandungan kolesterol, menyembuhkan luka dan sebagai antibiotik, bahkan mengandung 10-hydroxy-2-decanoic acid (10-HDA) untuk menghambat penyakit tumor. Royal jelly juga menjadi komponen penting dalam berbagai produk kecantikan. Komposisi nutrisi dalam royal jelly tertera pada Tabel 3.

Tabel 3. Komposisi nutrisi dalam royal jelly.

Nutrisi Jumlah

Air 67%

Protein 12.5%

Gula (monosaccharides), 11%

Asam lemak. 5%

Enzim 4.5%

Sumber: USDA (2007)

(53)

Produk-produk Lain Lebah. Disamping madu, royal jelly dan bee pollen, lebah juga menghasilkan propolis (Trigona spp. dan A. mellifera), lilin dan racun yang memiliki nilai tinggi. Propolis adalah bahan perekat bersifat resin yang dikumpulkan lebah pekerja dari kuncup, kulit atau bagian lain dari tumbuhan (Crane 1990). Propolis dalam sarang digunakan oleh lebah pekerja untuk menutup celah-celah, mendempul retakan-retakan, memperkecil dan menutup lubang. Susunan kimia propolis sangat kompleks antara lain mengandung zat aromatik, zat wangi dan mineral. Propolis sudah digunakan dalam berbagai obat jadi dari pabrik farmasi antara lain untuk luka dan tambal gigi (Crane 1990).

Park et al. (2005) menyatakan bahwa propolis telah banyak dipasarkan sebagai obat tradisional yang berkhasiat bagi kesehatan manusia termasuk pembengkakan usus, luka bakar, katarak (cataracts), jantung, radang tenggorokan, alergi dan dapat meningkatkan imunitas. Menurut Walker (2009) melaporkan bahwa propolis berfungsi sebagai antibiotik, anti jamur, antibakteri dan obat luka bakar. Bahkan di Brazil propolis telah digunakan untuk mengatasi penyakit kanker (daSilva et al. 2004)

Lilin lebah atau malam (beeswax), dalam proses pembentukannya disekresikan oleh kelenjar lilin (wax glands) yang terdapat pada bagian bawah dari perut lebah pekerja. Penggunaan malam tidak hanya terbatas pada bidang industri lilin saja, tetapi telah meluas pada industri-industri lainnya seperti industri kosmetika dan industri farmasi. Selain itu malam lebah yang sudah diproses juga dibutuhkan sebagai bahan untuk batik baik tradisional maupun batik modern (Crane 1990).

(54)

kapiler dan penyakit impoten (Crane 1990). Banyak praktek-praktek pengobatan di Indonesia menggunakan sengatan lebah yang dilakukukan praktisi apiteraphy yang khasiatnya telah dirasakan pasien terutama penderita rematik, sakit kepala, tekanan darah tinggi atau rendah, dan impotensi (Pusbahnas 2008).

Potensi Ekonomi

Menurut Erwan (2006) usaha budidaya lebah madu A. cerana yang menjadi salah satu alternalif mata pencaharian dan berkontribusi tinggi pada pendapatan petani, telah lama dikenal dan dilakukan oleh masyarakat pedesaan yang berdomisili di sekitar kawasan hutan dan kawasan pertanian lainnya. Oleh karena itu upaya pengembangan budidaya lebah madu dapat dilaksanakan guna meningkatkan perekonomian masyarakat. Selain madu, usaha perlebahan juga mampu menghasilkan produk-produk lain seperti polen, propolis, sengat lebah dan bibit lebah. Kebijakan pemerintah terhadap peningkatan usaha perlebahan ini terlihat dari berbagai kegiatan seperti dilaporkan (Erwan 2006) antara lain (1) penyusunan rencana umum pembinaan dan pengembangan perlebahan nasional (2) penguatan kelembagaan peternak lebah melalui pembangunan unit percontohan, bantuan sarana produksi perlebahan, temu usaha, penyelenggaraan pelatihan, penyuluhan dan penelitian dan (3) monitoring dan evaluasi. Laporan Departemen Kehutanan (2003) menjelaskan bahwa upaya medorong dan menggerakkan usaha swadaya masyarakat dalam peningkatan pendapatan, pemenuhan gizi dan kesehatan telah dilakukan kegiatan paket bantuan koloni dan peralatan lebah, sedangkan untuk penguatan kelembagaan telah dibentuk Asosiasi Perlebahan Indonesia (API) yang merupakan himpunan masyarakat perlebahan sebagai mitra sejajar pemerintah untuk bersama-sama mengembangkan perlebahan di Indonesia.

(55)

dan untuk meningkatkan pendapatan peternak lebah. Manfaat tidak langsung berkaitan dengan proses pelestarian sumber daya hutan, peningkatan produktivitas tanaman, dan adanya hubungan simbiosis yang saling menguntungkan. Tanaman akan menghasilkan nektar/tepungsari sebagai pakan lebah, sementara lebah madu akan membantu proses penyerbukan tanaman (Blesmeijer & Slaa 2006; Byrne & Fitzpatrick, 2009).

Modal investasi merupakan modal tetap yang diperlukan dalam kegiatan budidaya lebah madu selama beberapa periode pemanenan termasuk penyusutan alat-alat produksi. Di dalam usaha perlebahan A. mellifera, modal investasi terdiri dari : (1) perlengkapan koloni yang terdiri dari koloni lebah, kotak lebah, bingkai sarang (frame), pondasi sarang, pollen trap, dan standar/tiang besi, dan (2) peralatan kerja yang terdiri dari pengungkit, pisau madu, ekstraktor, tong/drum plastik, alat pertukangan, pakaian kerja, dan sarung tangan. Di dalam perhitungan modal investasi tidak dilakukan penyusutan karena peralatan berupa kotak lebah dan bingkai sarang dapat dipergunakan sampai tiga tahun. Dengan demikian pada tahun keempat perlu dilaksanakan pengadaan baru, sedangkan peralatan lain berupa ekstraktor dan peralatan petugas dapat dipakai sampai dengan 10 tahun. Modal kerja adalah biaya variabel yang digunakan dalam budidaya lebah madu untuk setiap periode pemanenan. Modal kerja terdiri atas seluruh biaya operasional yang habis dipergunakan selama satu tahun seperti pakan, stimulan, obat-obatan, sewa lahan dan transportasi.

(56)

per kilogram serta royal jelly Rp. 500000.00. Sama halnya dengan budidaya

lebah A. cerana, tahun pertama masih mengalami kerugian sebesar Rp. 1700000.00. Pada tahun kedua diperoleh keuntungan sebesar Rp. 5050000.00

dan dapat dilakukan penambahan lebah sejumlah 150 koloni. Keuntungan pada tahun ketiga diperoleh sebesar Rp. 7865000.00 dan lebah dapat ditingkatkan menjadi 225 koloni. Nilai tambah usaha budidaya lebah madu dapat ditingkatkan lagi bila peternak dapat memasarkan produknya yang sudah dikemas dalam botol atau sachet, bukan sebagai madu curah (Puhbanas 2008).

Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan (2005) melaporkan bahwa budidaya lebah madu lokal A. cerana telah dilakukan di Indonesia sejak lama. Saat ini kegiatan perlebahan dibina oleh Departemen Kehutanan dan menjadi salah satu program pokok dalam pengembangan hasil hutan bukan kayu. Beberapa kendala dalam pengembangan budidaya lebah A. cerana adalah produksi madunya tergolong rendah, lebah ini juga memiliki kecenderungan hijrah (kabur) dan pecah koloni yang tinggi. Perilaku tersebut menghambat pengembangan budidaya lebah madu A. cerana di Indonesia.

Peluang untuk usaha budidaya lebah madu di Kabupaten Kepahiang Bengkulu masih sangat besar. Hal ini didasari bahwa Kabupaten Kepahiang mempunyai areal hutan alam yang sangat luas, sekitar 400 hektar hutan dengan beraneka jenis tanaman yang berbunga secara bergantian sepanjang tahun. Tanaman tersebut merupakan habitat ideal untuk usaha budidaya lebah madu. Disamping itu terdapat lahan perkebunan seluas 35000 hektar seperti kebun sawit, karet, kopi dan puluhan ribu lahan pertanian hortikultura telah berkembang dengan pesat yang tentunya menjadi pengasil nektar dan polen yang berkualitas sebagai pakan lebah (Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Kepahiang 2009).

Pola Integrasi dan Daya Dukung Tanaman Perkebunan

(57)

Perbedaan tingkahlaku, pola penganbilan pakan dan respon terhadap kompetisi mempengaruhi keberadaan lebah. Berbeda dengan serangga lain (misalnya kupu-kupu dan semut), lebah menjalankan penyerbukan bunga dengan tidak menimbulkan akibat samping yang merugikan tanaman. Oleh karena itu lebah bukan hama tanaman, tapi malah membantu menaikkan produksi. Lebah merupakan serangga yang berperan penting baik secara ekologi (penyerbuk) maupun ekonomis (penghargaan secara financial terhadap jasanya sebagai penyerbuk) (Byrne & Fitzpatrick 2009). Lebah berhasil meningkatkan produksi pertanian dua kali lipat (Slaa et al. 2006). Hampir semua tanaman pertanian atau perkebunan yang tidak melakukan penyerbukan sendiri memerlukan bantuan serangga agar menghasilkan biji/buah. Polinasi adalah proses kompleks dan sangat vital dalam siklus hidup tanaman, terutama bagi terjadinya fertilisasi, pembentukan buah dan biji.

Lebah berperan sebagai polinator yang lebih baik bagi tanaman termasuk perkebunan (Krement et al. 2002; Richards 2001; Heard 1999; Frietas & Paxton 1998) Polinasi merupakan mekanisme transfer polen dari sel kelamin jantan (anther) menuju sel kelamin betina (stigma) pada bunga. Aktivitas lebah sebagai polinator dilakukan secara tidak sengaja pada saat pencarian nektar dan tepung sari sebagai pakan untuk koloninya, dengan bantuan bagian corbicula kaki lebah madu yang penuh rambut tersebut disebut pollen basket (Winston 1991 dan Gojmerac 1983). Lebah memiliki organ khusus yang disebut proboscis yang bentuknya seperti belalai gajah dan berfungsi untuk mengisap cairan nektar pada bunga. Beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam memanfaatkan lebah madu dalam proses penyerbukan tanaman, antara lain jumlah lebah per stup (strength of colony), jumlah stup lebah (number of bee hives), ketersediaan stup yang bisa dimanfaatkan (availability of bee hives) dan saat penempatan stup (timing of the introduction of hives).

(58)

Australia (2009) merekomendasikan untuk meningkatkan proses polinasi tanaman kopi (Coffea arabica, C. canephora, C. liberica ) dapat ditempatkan 100 juta lebah pekerja pada saat musim berbunga. Cara ini mampu meningkatkan produksi kopi hingga 22%. Lebah merupakan serangga penyerbuk bagi tanaman yang paling penting di alam dibandingkan angin, air, dan serangga lainnya, dimana lebah dapat meningkatkan produksi apel sebesar 30-60%, jeruk 300-400%, dan anggur 60-100%. Madu yang dihasilkan oleh lebah yang mendapat pakan nektar kopi (madu kopi) memiliki sukrosa (2.8%), berwarna amber muda (light amber) dan aroma yang khas (Department of Agriculture and Food Western Australia 2009), dan berkhasiat meningkatkan daya tahan tubuh, membuat nyenyak tidur, memperlancar fungsi otak dan dapat menyembuhkan luka bakar (Pusbahnas 2008).

Ada beberapa pendapat tentang pengertian daya dukung, menurut Enger (1983), daya dukung lingkungan adalah jumlah optimum individu suatu spesies yang dapat didukung kebutuhan hidupnya oleh satu kawasan tertentu pada periode perkembangan spesies tersebut secara maksimum. Undang-Undang Nomor 23 tahun 1997 dan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan daya dukung adalah kemampuan lingkungan hidup untuk dapat mendukung peri kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya di dalam suatu ekosistem. Miller (2002) mendefinisikan daya dukung sebagai kemampuan atau daya memberi dukungan terhadap kebutuhan hidup populasi maksimum suatu spesies tertentu pada periode waktu tertentu.

Pembangunan Berkelanjutan

(59)

2011). Oleh karena itu pembangunan berkelanjutan menjadi komitmen bersama negara-negara anggota Persatuan Bangsa-bangsa (PBB) termasuk Indonesia, yang ditargetkan tercapai pada tahun 2015.

(60)

Mersyah (2005); Fauzy dan Suzy (2002) mencantumkan lima dimensi keberlanjutan dalam usaha sapi potong yang meliputi (1) ekologi/lingkungan, (2) ekonomi, (3) teknologi, (4) sosial budaya dan (5) hukum dan kelembagaan. Ridwan (2006) memisahkan dimensi hukum dan kelembagaan secara tersendiri dengan alasan bahwa hukum dan kelembagaan merupakan dimensi yang memiliki karakter yang sangat berbeda. Laporan FAO (1989), menunjukkan bahwa ada empat dimensi keberlanjutan untuk perikanan tangkap yaitu ekonomi, sosial, ekologis dan kelembagaan atau pemerintahan. Diagram keterpaduan antar dimensi yang dibangun oleh Mersyah (2005); Fauzy dan Suzy (2002) disebut sebagai diagram layang layang sama seperti yang diungkapkan oleh FAO, hanya berbeda nama dan jumlah dimensinya (Ridwan, 2006).

(61)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada selama 12 bulan yaitu dari bulan Januari s/d Desember 2010 berlokasi di Kabupaten Kepahiang Propinsi Bengkulu. Jarak antara lokasi sinkolema dan non sikolema sekitar 5 km yang dibatasi oleh perkebunan teh. Pada kawasan kebun kopi yang digunakan untuk penelitian terdapat tanaman lain seperti gamal, pisang, petai cina, pada bagian pinggir terdapat pohon akasia serta dikelilingi kebun teh dan semak belukar (Gambar 3). Kotak lebah ditempatkan secara terpusat di depan rumah tunggu dan tersebar di perkebunan kopi.

Kebun kopi yang dijadikan lokasi penelitian sejumlah empat lokasi yaitu dua lokasi sinkolema dan dua lokasi non-sinkolema. Jumlah koloni madu sebanyak 30 stup yang ditempatkan pada lokasi sinkolema masing-masing 10 stup dan di luar kebun kopi (non-sinkolema) sebanyak 10 stup.

(62)

Tahapan Penelitian

Penelitian ini terdiri dari dua tahap, yang diawali dengan tahap persiapan. Pada tahap ini, dilakukan penelitian pendahuluan untuk memperoleh informasi tentang kondisi awal lokasi penelitian, sosialisasi dengan masyarakat peternak lebah, pemilihan petani dan penanaman kaliandra sebagai pelindung kopi dan mengukur morfometri. Morfometri diukur untuk mengetahui karakteristik ukuran tubuh lebah yang digunakan dalam penelitian terdiri dari panjang dan lebar sayap, panjang dan lebar abdomen serta panjang proboscis. Dua puluh ekor lebah pekerja dari masing-masing koloni diukur morfometrik mengacu pada metode Ruttner (1978) dan Tilde et al. (2000). Panjang sayap diukur dari pangkal sayap sampai titik terjauh ujung sayap. Lebar sayap diukur pada bagian sayap terlebar tegak lurus dengan garis panjang sayap. Lebar abdomen diukur jarak antara sisi kiri dan kanan abdomen terpanjang pada tergite 4. Panjang proboscis diukur mulai pangkal proboscis sampai dengan ujung jarum.

Penelitian selanjutnya adalah tahap pelaksanaan yang terdiri atas tiga tahapan pelaksanaan penelitian, yaitu (1) identifikasi daya dukung dan morfometrik lebah, (2) implementasi dan perumusan model sinkolema, dan (3) analisis keberlanjutan sinkolema. Metode dan prosedur pada setiap tahapan penelitian dijelaskan sebagai berikut:

Identifikasi Daya Dukung

Penelitian daya dukung dilaksanakan untuk menganalisis kemampuan wilayah dalam menyokong pengembangan budidaya lebah. Hasil yang diperoleh pada tahap ini :

1. Karakteristik pembungaan (flowering characteristic) kopi. 2. Produksi nektar, daya dukung kebun kopi dan populasi lebah.

Bahan dan Alat

(63)

kecil/micropipet, (2) alat ukur (meteran gulung), (3) alat timbang analitik, (4), Tabung reaksi mini, dan peralatan tulis.

Parameter yang Didata dan Metode Pengukuran

Karakteristik Pembungaan (Flowering Characteristic). Data karakteristik pembungaan kopi diperoleh melalui pengamatan setiap bulan selama satu tahun. Parameter yang diamati adalah adalah jumlah bunga per pohon pada setiap bulan. Data terkumpul dianalisis untuk penentuan waktu kopi mulai berbunga, puncak produksi, dan mulai terjadi penurunan, sehingga dapat diketahui siklus pembungaan kopi.

Produksi Nektar. Nektar yang dihasilkan tanaman kopi ditentukan melalui metode konversi yaitu mengukur produksi nektar 25 kuntum bunga dari 10 pohon kopi yang dipilih secara acak. Data yang diperoleh dikonversi untuk penghitungan rata-rata produksi nektar per tegakan, sehingga produksi nektar per hektar dapat diprediksi. Nektar dikumpulkan dengan cara pengambilan secara hati hati mahkota bunga sehingga nampak cairan bening dan disedot pakai microspuit atau micropipet. Pengamatan dilakukan tiga kali, pagi (jam 05.00 s/d 07.00), siang (jam 11.00-13.00) dan sore (jam 16.00-18.00) untuk memperoleh rata-rata produksi nektar. Penutupan tangkai bunga yang dipilih dengan kain kasa dilakukan untuk menghindari terjadinya kehilangan nektar oleh serangga (predator) lain, (Husaeni, 1986).

Data yang diperoleh dihitung dengan rumus:

……….(1)

Keterangan,

(64)

Jumlah kuntum bunga per satu tangkai dan jumlah tangkai per pohon bunga dihitung untuk memprediksi jumlah kuntum bunga per pohon kopi (B) dan produksi nektar per tegakan. Rumus yang digunakan adalah:

……… (2)

Keterangan,

Nt = Volume nektar yang diproduksi setiap pohon (ml/pohon/hari). B = Banyaknya kuntum bunga per pohon.

Berdasarkan data volume nektar per tegakan, total produksi nektar dapat diprediksi dengan rumus:

………(3)

Keterangan,

Nk = Volume nektar yang diproduksi per hektar (ml/ha/hari). P = Banyaknya pohon per hektar (pohon/ha).

Daya dukung atau daya tampung adalah hasil perhitungan dari jumlah nektar yang dihasilkan untuk mendukung jumlah koloni atau stup lebah yang bisa dibudidayakan. Jadi daya tampung adalah produksi nektar per hektar kebun kopi dibagi dengan rata-rata kebutuhan koloni lebah terhadap nektar setiap hari. Kebutuhan nektar per hari diperoleh berdasarkan hasil penelitian Husaeni (1986) yang telah melakukan pengamatan dengan menangkap dan menimbang 25 ekor lebah pekerja sebelum dan sesudah menghisap nektar. Selisih bobot yang diperoleh merupakan bobot nektar yang dipanen. Berdasarkan pengamatan Husaeni (1986) dapat diasumsikan bahwa setiap hari, koloni

Gambar

Gambar 1.  Model pendekatan sinkolema.
Tabel 1. Daftar tanaman sumber pakan lebah.
Tabel 1.  Lanjutan
Tabel 2. Komposisi nutrisi madu.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Contoh: Batang kaca yang digosokkan pada kain wol, Muatan negatif akan berpindah dari kaca menuju kain wol.. Gelas kaca menjadi

Einstein menjadi seorang yang ahli dalam pekerjaannya yang terdahulu dan menyesuaikan diri pada situasi yang baru, dan juga dengan transformasi Lorentz seperti

Information systems play an important role helping companies optimize their business processes to achieve corporate objectives and increase competitive advantage in the face

PT. Santosa Agrindo adalah anak perusahaan dari PT. Japfacomfeed Indonesia yang bergerak di agribisnis peternakan sapi potong, penggemukan sapi potong dan pengolahan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) implementasi pendidikan karakter yang terintegrasi dalam mata pelajaran terdiri dari Silabus dan Rencana Pelaksanaan

Secara umum, Leq pada waktu titik pengukuran yaitu kantor Dinas Liingkungan Hidup kota Kayu Agung berada dibawah NAB yang ditetapkan pemerintah sesuai dengan

Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan profil fitokimia dan aktivitas inhibisi terhadap enzim α- glukosidase dari ekstrak metanol daun Cryptocarya

Menurut Peraturan Bank Indonesia 5/8/2003, mengenai ruang lingkup manajemen risiko, terdapat 8 macam risiko, salah satunya yang berperngaruh dengan