• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Fungsi Dan Struktur Ritme Repertoar Gendang Mengkerboi Dalam Upacara Ncayur Ntua Masyarakat Pakpak Di Desa Natam Jehe, Kecamatan Kerajann , Kabupaten Pakpak Bharat Chapter III V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Fungsi Dan Struktur Ritme Repertoar Gendang Mengkerboi Dalam Upacara Ncayur Ntua Masyarakat Pakpak Di Desa Natam Jehe, Kecamatan Kerajann , Kabupaten Pakpak Bharat Chapter III V"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

50

BAB III

GENDANG MENGKERBOI DALAM UPACARA ADAT

KERJA NJAHAT NCAYUR NTUA

3.1 Kerja Njahat Ncayur Ntua pada Suku Pakpak

Kehidupan terdiri dari dua kutub pertentangan, antara ―hidup‖ dan ―mati,‖1

yang menjadi paham dasar manusia sejak masa purba sebagai bentuk dualisme keberadaan hidup hingga masa kini (Sumardjo, 2002:107). Kematian merupakan akhir dari perjalanan hidup manusia. Maka kematian pada dasarnya adalah hal yang biasa, yang semestinya tidak perlu ditakuti, karena cepat atau lambat akan menjemput kehidupan dari masing-masing manusia. Namun, wajar bila kematian bukan menjadi keinginan utama manusia. Berbagai usaha akan selalu ditempuh manusia untuk menghindari kematian, paling tidak memperlambat kematian itu datang. Idealnya kematian itu datang pada usia yang sudah sangat tua.

Pada umumnya di Provinsi Sumatera Utara, jika seseorang meninggal dunia sebelum dan sesudah jenazah dikebumikan biasanya keluarga akan melaksankan kegiatan-kegiatan adat menurut etniknya masing masing. Di dalam kebudayaan masyarakat Pakpak, Karo, Toba, Simalungun, dan Mandailing Angkola, jika seseorang meninggal dalam usia tua karena secara manusiawi tanggung jawab di dalam keluarga sudah selesai, maka akan dirayakan secara meriah. Demikian juga

(2)

dengan suku Pakpak selalu melaksanakan upacara atau kegiatan adat sebelum dan sesudah jenazah seseorang dikebumikan, sesuai dengan adat yang berlaku.

Kerja njahat bagi masyarakat Pakpak berarti upacara adat yang bersifat duka cita, pada umumnya bersifat upacara kematian, meskipun didalam kerja

njahat ada juga upacara lainnya seperti menghubungkan manusia dengan dunia

roh. Pada hakekatnya semua kematian dalam masyarakat Pakpak disertai dengan upacara adat. Jenis dan bentuk upacaranya ditentukan oleh kategori jenis kematiannya.

Dalam konsep etnosains etnik Pakpak, terdapat lima jenis kematian, yang dilihat dari sisi usia dan kualitas yang meninggal saat hidup di dunia. Kelima jenis kematian itu adalah sebagai berikut.

(1) Mate bura-bura koning jika yang meninggal dunia berusia satu hingga lima tahun,

(2) Mate bura-bura cipako jika yang meninggal dunia berusia enam sampai lima belas tahun,

(3) Males bulung buluh jika yang meninngal dunia dana meninggalkan anak yang masih kecil,

(4) Males bulung sampula yang meninggal dunia sudah termasuk berusia tua tetapi keturunannya belum semua berkeluarga, dan

(3)

52

Mate ncayur ttua bagi masyarakat Pakpak juga disebut palit omban. Palit berarti membuat coretan atau tanda dengan kapur sirih dan omban berarti sepotong kayu yang digunakan untuk mengorek lobang atau kubur. Terkhusus upacara ncayur tua atau yang disebut juga males bulung sibernae pada masyarakat Pakpak adalah upacara yang paling tinggi tingkatannya karena pada upacara ini disarankan memotong kerbau atau lembu yang nantinya akan dijadikan sulang. Proses pemotongan inilah yang disebut mengkerboi.

Dahulunya pelaksanaan upacara kerja njahat ncayur ntua pada masyarakat Pakpak bisa samapai tujuh hari lamanya, itu desebabkan karena hanya orang yang tergolong kaya yang sanggup untuk melaksanakan upacara tersebut. Pada saat sekarang pelaksanaan upacara kerja njahat ncayur ntua paling lama dilakukan empat hari.

3.2 Tahapan Upacara Adat Kerja Njahat Ncayur Ntua

Menurut teori Koentjaraningrat mengenai upacara,ada beberapa hal yang harus diperhatikan di dalam sebuah upacara, yaitu: (1) peralatan dan benda upacara, (2) lokasi upacara, (3) pelaku upacara, (4) jalannya upacara, dan (5) pemimpin upacara. Kelima aspek ini dalam kaitannya dengan upacara kematian di dalam kebudayaan masyarakat Pakpak.

(4)

3.2.1 Tenggo Raja

Jika seseorang meninggal dunia dan tergolong mate ncayur ntua pada masyarakat Pakpak, sudah sepatutnya dilakukan upacara adat. Pertama sekali keluarga melakukan diskusi terutama keturunan almarhum (almarhumah) termasuk juga saudara dari almarhum, dapat juga di diskusikan dengan istri yang meninggal apabila yang meninggal laki-laki, dan suami yang meninggal dunia apabila yang meninggal perempuan. Apabila pihak keluarga sudah membuat rencana tentang bagaimana proses adat yang harus dilaksanakan sebelum jenazah dikebumikan maka setelah itu ditetapkanlah waktu untuk tenggo raja, yang jika diartikan ke bahasa Indonesia yaitu memanggil raja-raja. Pada tahapan ini yang harus hadir adalah pihak-pihak berikut.

(1) Dengan sibeltek, yaitu keturunan kandung atau saudara kandung yang meninggal dunia apabila yang meninggal laki-laki, jika yang meninggal adalah perempuan, dengan sibeltek disini tetap pada saudara dari suami yang meninggal dunia,

(2) Sinina, yaitu saudara yang semarga dengan keluarga yang berkabung,

(3) Berru takal peggu yaitu saudara perempuan yeng tertua dari ayah yang meninggal dunia (bibi),

(4) Berru ekur beggu yaitu saudara perempuan yang paling kecil dari ayah yang meninggal dunia,

(5) Puang benna pihak keluarga yang memberi istri sebagai ibu dari yang meninggal dunia,

(5)

54

(7) Dengan kuta yaitu masyarakat yang berdomisili sama dengan almarhum, (8) Raja kuta yaitu pihak yang mewakili marga sebagai tuan tanah suatu desa

atau kampung,

(9) Pengetuai kuta adalah para orang-orang tua, dan

(10) Partua ibale, partua ibages dekket simatah daging, yaitu kaum bapak dan kaum ibu serta pemuda/pemudi2.

Hasil dari wawancara penulis dengan Bapak Hendri Solin sebagai perkata-kata/persinabul3 pada saat upacara yang menjadi kesukuten mbellent4 dalam upacara ini adalah Marga Solin, karena yang meninggal adalah Alm. Drs. Tigor Solin (pejabat Bapati Pakpak Bharat tahun 2003-2005) maka yang menjadi berru takal peggu adalah marga Padang, berru ekur peggu adalah marga Berutu, uang benna adalah marga Limbong, dan puang pengamaki adalah marga Simanullang.

Jika semua pihak yang tersebut di atas sudah hadir, di sinalah saat dimana sukut menyampaikan maksud dan tujuan mereka sesuai kemampuan keluarga kepada orang yang hadir di dalam tenggo raja, seperti rencana sukut untuk turut mengundang pergotci untuk membunyikan koling-koling tasak5 dalam upacara tersebut sebagai pengganti tangisan kepada segenap keluarga yang ditinggalkan

2Hasil wawancara dengan A.Pandapotan Solin pada tanggal 22 Oktober 2015 di Desa Natam Jehe, Kecamatan Kerajaan, Pakpak Bharat.

3

Persinabul adalah orang menjadi protokol atau yang mengkomandoi sebuah acara adat. Syarat-syarat untuk menjadi persinabul tentu saja harus memahami adat Pakpak, pandai berpidato dalam bahasa Pakpak, dan memiliki jiwa kepemimpinan menurut ukuran kebudayaan Pakpak. Persinabul ini dalam realitas sosial sangat dihargai dan dihargai oleh masyarakatnya. Ia juga dipandang sebagai peemimpin adat, ersama tokoh-tokoh adat lainnya.

4

Sukut adalah pihak yang menyelenggarakan sebuah kegiatan pesta adat. Mereka adalah tuan rumah dalam sebuah kegiatan pesta adat. Di dalam beberapa kebudayaan masyarakat di Sumatera Utara, pihak penyelenggara pesta ini disebut pula suhut dalam budaya Batak Toba dan Mandailing Angkola. Etnik Karo menyebutnya sukut juga.

5

(6)

dan sukut juga menyampaikan rencana mereka untuk melaksanakan upacara adat mengkerboi untuk menjalankan hutang adat yaitu sebagai sulang nantinya dalam upacara. Sesuai dengan hasil musyawarah juga, karena yang meninggal dunia beragama Kristen Protestan, maka upacara secara keaagamaan juga secara Kristen Protestan.

Puang6 pada musyawaraah ini berperan sebagai pengambil keputusan atas apapun rencana-rencana yang ada dalam musyawarah sesuai kemampuan ekonomi Sukut. Pelaksanaan musyawarah ini biasanya dilakukan pada malam hari.

3.2.2 Memasukken Bangke mi Rumah-Rumahna

Memasukken bangke mi rumah-rumahna yang berarti memasukkan jenazah

ke dalam peti matinya. Seseorang yang meninggal dunia dalam usia tua pada masyarakat Pakpak, maka keesokan harinya setelah tenggo raja, jenazahnya akan dimasukkan ke dalam peti mati apabila beragama Kristen. Tahap ini harus dilakukan pada pagi hari pada saat matahari terbit.

Bagi masyarakat Pakpak ini berarti agar semua keluarga yang ditinggalkan mendapat kemudahan rezeki. Menantu perempuan yang paling tua mewakili semua menantu meletakkan blagen mbentar7 kedalam peti mati sambil meminta maaf atas semua kesalahan-kesalahan mereka sewaktu mertua mereka masih hidup dan setelah itu Uang benna juga membentangkan tikarnya disusul oleh

6Pihak pemberi istri, dalam struktur sosial di dalam masyarakat Pakpak, beserta berru dan dengan sibeltek.

(7)

56

puang pengamaki. Jenazah tidak dapat dimasukkan apabila puang benna belum hadir dan meletakkan tikarnya kedalam peti.

Gambar 3.1

Memasukkan Jenazah ke Dalam Peti (Dokumentasi Surung Solin, 2015)

3.2.3 Mengapul Pergenderrang (Sipalu Koling-koling Tasak)

Mengapul pergenderrang bagi masyarakat Pakpak berarti mengundang pemusik Pakpak yang nantinya akan mengiri seluruh kegiatan adat yang berlangsung. Sukut akan mengutus beberapa orang untuk mengundang

pergenderrang8 dengan membawa tembakau dan sirih. Sore harinya

pergenderrang sampai ketempat dimana upacara adat akan berlangsung dengan

membawa seperangkat genderrang silima dan gung sada rabaan sesuai dengan

8

(8)

adat istiadat Pakpak yaitu genderrang yang dipakai apabila upacara yang akan dilaksanakan adalah upacara adat kerja njahat.

Gambar 3.2 Genderang Sisibah (Dokumentasi Surung Solin, 2015)

Keterangan: lingkaran merah pada setiap gendang adalah gendang yang diambil untuk

(9)

58 a

b

c

d Gambar 3.3 Gung Sada Rabaan

(10)

Genderrang silima pada masyarakat Pakpak adalah bagaian dari genderrang sisibah tetapi yang dipakai hanya lima buah gendang saja yaitu Raja Gumruhguh, Raja Menak-enak, Raja Mengampu, Raja Dumerendeng, Raja

Kumerincing. Bagi pergenderrang sendiri apabila mendapat undangan untuk mengiringi upacara kematian mereka menyebutnya Mengendasi atau Merkata silima. Dahulunya genderang yang dibawa pergenderrang akan dilumuri darah ayam ini diyakini jika pergenderrang memainkan genderrangnya suaranya akan semakin terdengar nyaring dan dan semakin enak untuk menari. Setelah itu

pergenderrang akan melakukan pengregamenken yaitu menyelaraskan

genderrangnya sesuai dengan ketentuan nada yang ada pada suku Pakpak.

Gambar 3.4 Pergenderrang

(11)

60

Persiapan pergenderrang ini dilakukan sembari sukut menyiapkan makanan untuk mereka, setelah makanan selesai dipersiapkan sukut akan memanggil mereka untuk makan sebelum mereka melakukan tugasanya dalam upacara nantinya. Makanan akan diserahkan kepada benna kayu9dan selanjutnya benna kayu akan membagikan kepada personil lainnya. Setelah makan pergenderrang akan beristirahat sembari sukut juga mempersiapkan acara yang akan dimulai yaitu acara tatak tikan ibages sapo yaitu acara tarian yang dilakukan masih di dalam rumah duka sebelum keesokan harinya akan dilanjutkan lagi di halaman rumah duka.

Malam harinya ketika upacara adat akan segera dimulai disini secara langsung sukut meminta dan memohon kepada pergenderrang untuk ikut senasib sepenanggungan dalam acara ini dan juga meminta arahan dan petunjuk tujuannya agar semua acara lancar dan juga terlebih dahulu sukut meminta maaf apabila ada kekurangan-kekurangan dalam pelayanan sukut kepada pergender-rang sambil menyerahkan sirih.

9

(12)

Gambar 3.5

Pihak Sukut Memnyerahkan Sirih kepada Pergenderrang (Dokumentasi Surung Solin, 2015)

Sirih yang diserahkan sukut ini disebut gatap persintabin oleh pergenderrang yang artinya sirih ini sebagai simbol bagi mereka untuk permisi dan meminta kekuatan kepada leluhur suku Pakpak yang memulai musik dan tari bagi masyarakat Pakpak. Kemudian setelah itu genderang akan dimainkan sebagai tanda dimulainya acara tatak.

(13)

62

3.2.4 Tatak Ipas Ulan Kerja Njahat Ncayur Ntua

Tatak bagi masyarakat Pakpak adalah tari dalam pengertian luas. Tatak ipas ulan kerja njahat ncayur ntua berarti menari pada saat upacara ncyur ntua berlangsung. Hal ini sejalan dengan deskripsi Merriam (1964), bahwa upacara yang berkaitan dengan doa kepada Tuhan berkaitan dengan mekanisme lainnya, dalam hal ini adalah menari. Bagi masyrakat Pakpak menari dalam suasana duka bukan berarti keluarga yang ditinggalkan tidak bersedih hati, tetapi tarianlah sebagai pengganti tangisan mereka. Tarian yang dimaksud di sini bukan berarti tarian yang kita ketahui pada umumnya yang bersifat pertunjukan namun merupakan gerakan-gerakan tarian dasar suku Pakpak yang biasanya dipakai dalam setiap upacara adat apapun, misalnya seperti gerakan menerser, mersembah, menuyuk, dan lain sebagainya yang bersifat umum pada masyarakat Pakpak.

Ada dua tahap tatak yang harus dilakukan dalam upacara kerja njahat ncayur ntua yaitu Tatak Tikan Ibages Sapo dan Tatak Tikan Ikasean. Makna dan deskripsi kedua tatak ini adalah sebagai berikut.

3.2.4.1 Tatak Tikan Ibages Sapo

(14)

acara puncak upacara, karena kurang lebih semua rangkaian acara tatak ini akan dilakukan lagi keesokan harinya di halaman rumah duka. Acara tatak ini yang terlebih daluhu dilakukan oleh uang benna, apabila buang benna belum memulai tariannya untuk selanjutnya barang siapaun tidak boleh melakukannya. Adapun rangkaian acara tatak pada malam hari ini yaitu:

1. Tatak Uang Benna yang disambut oleh berru takal peggu dari sukut, 2. Tatak Puang Pengamaki yang disambutoleh berru ekur peggu, 3. Tatak Benna Niari,

4. Tatak Puang Penumpak,

5. Tatak Sukut,

6. Tatak Dengan Sibeltek,

7. Tatak Perlebbuh-lebbuh,10

8. Tatak Dengan Sibeltek Marga,

9. Tatak Sipemerre,11

10Perlebbuh artinya pihak yang semarga (yang ditarik secara garis kekerabatan patrilineal) dengan sukut (tuan rumah penyelenggara upacara) yang kampung halaman mereka sama dari satu tempat.

11Pemerre adalah pihak yang sama dengan sukut,dimana istri mereka juga bermarga yang sama, yang dikawini berdasarkan klen eksogamus (kawin di luar marga sendiri).

12Kempu artinya adalah cucu, yaitu generasi yang ketiga, dalam sistem kekerabatan masyarakat Pakpak dalam konteks daliken sitelu.

(15)

64 15.Tatak Pulung-pulungen,15

16.Tatak Pergemgem,16

17. Tatak perkebbas17

Gambar 3.6

Berru Takal Peggu Menyambut Kedatangan Uang benna

(Dokumentasi Surung Solin, 2015)

Sesampainya uang benna ke dalam rumah duka, di sini juga berru takal peggu dari sukut akan menyerahkan oles tatakenken. Oles bagi masyarakat Pakpak berarti sehelai kain yang ditenun berbentuk selendang sedangkan

15Pulung-pulungen adalah kegiatan-kegiatan kelompok yang diikuti sukut, misalanya arisan-arisan atau serikat tolong menolog.

16Pergemgem biasanya disebut juga pemerintah setempat, bisa saja terdiri dari kepala desa, sekretaris desa, ketua LKMD, ketua RT, ketia RW, dan lain-lainnya.

17

(16)

tatakenken adalah yang ditarikan. Oles tatakenken yang diserahkan bagi masyarakat Pakpak berarti simbol pemberitahuan bahwa jumlah anggota keluarga sudah berkurang oleh kematian.

Gambar 3.7

Berru Takal Peggu Menyerahkan Oles Tatakenken kepada Uang benna

(Dokumentasi Surung Solin, 2015)

(17)

66

3.2.5 Tatak Tikan Ikasean

Tatak Tikan Ikasean berarti acara tatak di halaman rumah duka. Acara tatak ini dilaksanakan pagi hari setelah acara tatak pada malam hari sebelumnya. Sebelum melaksanakan acara tatak dihalam rumah duka, terlebih dahulu sukut mengadakan acara keluarga seperti permohonan maaf terakhir keluarga kepada almarhum mengingat kesalahan-kesalahan yang dilakukakan keluarga terlebih anak-anak almarhum (almarhumah) semasa hidupnya.

Gambar 3.8

Acara Keluarga Sebelum Jenazah Dibawa ke Halaman Rumah (Dokumentasi Surung Solin, 2015)

(18)

Gambar 3.9

Jenazah Dibawa ke Halaman Rumah Duka (Dokumentasi Surung Solin, 2015)

3.2.5.1Mengkerboi

Sebelum acara Tatak Tiakan Iaksean dilanjutkan, selanjutnya adalah acara mengkerboi. Mengkerboi bagi masyarakat Pakpak yaitu acara penyembelihan kerbau yang dibawa oleh kula-kula atau puang yaitu uang benna dan puang

pengamaki untuk dijadikan persulangen. Perlengkapan dalam upara adat

mengkerboi adalah sebagai berikut.

1. Belagen mbentar dari puang (puangbenna dan puang pengamaki), 2. Oles dari berru takal peggu,

3. Sarkea,

4. Bulung silinjuhang,

5. Jabi-jabi,

(19)

68 7. Rih ntua,

8. Sanggar, dan 9. Sangka sapilit.

Gambar 3.10

Era-era, Kujur Sarke, dan Jeretten (Dokumentasi Surung Solin, 2015)

Adapun tahapan yanag harus dilakukan pada acara ini yaitu sebagai berikut.

a) Memasekken Jeretten

(20)

diiringi Genderang Sisangkar oleh pergenderrang. Sebelum menancapkan tiang ieretten terlebih dahulu mereka mengelilingi lubang di mana jeretten akan ditancapkan sebanyak tujuh kali.

Gambar 3.11

Berrru Takal Peggu Memegang Era-era Berru Ekur Peggu Memegang Kujur Sarkea

(21)

70 Gambar 3.12

Kedatangan Puang Membawa Jeretten dan Disambut olek Berru (Dokumentasi Surung Solin, 2015)

b) Mangiring Gajah

Sebutan gajah dalam hal ini bukan berarti gajah yang sebenarnya yang kita ketahui, bagi masyarakat Pakpak gajah merupakan sebutan simbolik untuk hewan yang berkaki empat dan berukuran besar untuk disembelih pada upacara-upacara adat yaitu kerbau atau lembu pada umumnya. Kerbau akan digiring puang lalu disambut lagi oleh berru takal peggu menuju tiang jeretten yang sudah ditancapkan dan diiringi oleh gendang Mangiring Gajah oleh pergenderrang. Setelah kerbau sampai ke tempat dimana jeretten ditancapkan, lalu kerbau diikat di jeretten untuk selanjutnya akan dipantem18.

(22)

Gambar 3.13 Kerbau Diikat di Jeretten (Dokumentasi Surung Solin, 2015)

c) Gajah Mangiring

(23)

72

Kemudian Puang Benna menaburkan page tumpar ( padi ) di sekeliling jerretten untuk diambil oleh seluruh keluarga.

Gambar 3.14

(24)

Gambar 3.15

Puang Benna Menaburkan Padi

(Dokumentasi Surung Solin, 2015)

Setelah seluruh keluarga selesai memungut padi yang ditaburkan oleh Uang benna, maka kerbau yang telah ditombak dibawa oleh perkebbas untuk disembelih dan dipotong bagian-bagian tertentu dari tubuh kerbau tersebut untuk dijadikan sulang. Selanjutnya pihak berru takal peggu mengambil tikar uang benna yang diikat pada jeretten, begitu juga dengan berru ekur peggu mengambil tikar puang pengamaki. Ini adalah tahap terakhir dalam acara Mengkerboi pada masyarakat Pakpak.

(25)

74

dengan lancar. Setelah sukut selesai tumatak, maka dilanjutkan dengan acara tatak yang lainnya seperti:

1. Tatak Dengan Sibeltek,

2. Tatak Dengan Sibeltek Marga,

3. Tatak Berru,

4. Tatak Berru Takal Peggu, dan

5. Tatak Berru Ekur Peggu.

Upacara adat kerja njahat maupun kerja mbaik bagi masyarakat Pakpak secara umum adalah tempat dimana pihak-pihak yang terlibat dalam upacara memyelesaikan atau membayar hutang-hutang adat, seperti misalnya kula-kula membawa ayam dan kembal/blagen mbentar balasannya dari sukut adalah oles atau kain sarung dan uang, dengan kata lain setiap orang yang menghadiri suatau upacara adat tentunya pasti membawa hutang sesuai dengan kedudukannya pada upacara tersebut. Pada tahapan acara adat di halaman rumah duka ini, semua pihak yang melaksanakan tataknya tentunya sambil membawa hutang adat sesuai dengan kedudukan.

3.2.6 Peberkatken Bangke mi Pendebaen

Peberkatken bangke mi pendebaen artinya memberangkatkan jenazah

(26)

mengambil oles tersebut juga mengucapkan kata-kata perpisahan seraya berdoa kepada Tuhan supaya keluarga yang ditinggalkan diberi kekuatan dan rezeki di kemudian hari.

Selanjutnya adalah acara pergenderrang yaitu meyampaikan kata perpisahan juga kata penghiburan kepada keluarga yang ditinggalkan, karna ini adalah puncak upacara adat yang telah dilaksanakan di sini pergenderang juga menyampaikan permintaan maaf kepada seluruh hadirin yang ada terlebih kepada sukut apabila ada keksalahan-kesalahan pergenderrang selama upacara berlangsung. Pergenderrang pun memainkan genderang sisangkar laus, semua keluarga mengelilingi jenazah sebanyak tujuh kali dan pada hitungan ketujuh genderang berhenti dan para pergenderrang akan menangkepken genderang (membalikkan genderang dengan posisi membran genderang menjadi kebawah)

Sebelum upacara secara keagamaan dilaksanakan untuk penguburan, disini sukut akan memaparkan secara singkat riwayat hidup anggota keluarga mereka yang meninggal dunia dan sukut juga megucapkan rasa terima kasih sebesar-besarnya kepada seluruh hadirin yang datang juga meminta maaf atas kekurangan-kekurangan yang ada selama upacara berlangsung. Apabila semasa hidupnya almarum (almarhumah) ada hutang piutang, maka keluarga akan siap untuk menyelesaikannaya.

(27)

76

masih ada jenis hutang yang harus dibayar pihak sukut kepada pihak puang yang disebut dengan lemba.

Lemba adalah hutang adat kepada paman (puhun) atau keturunannya setelah seseorang meninggal dunia. Lemba menunjukkan bahwa adanya ikatan darah antara pihak sukut dengan puang melalui perkawinan. Seseorang yang tidak membayar lemba maka diyakini bisa terkena hukuman gaib yang disebut dengan idendeni lemba. Kelompok kerabat yang menerima lemba antara laki-laki dan perempuan berbeda. Bila laki-laki yang meninggal, maka yang berhak menerima lemba adalah saudara laki-laki ibu atau anak laki-laki ibu. Bila perempuan yang meninggal yang berhak menerima lemba adalah si ayah atau saudara laki-lakinya atau anak dari saudara laki-lakinya. Jenis lemba yang harus dibayarkan oleh keluarga yang meninggal dapat berupa emas, tanah, kebun, sawah atau sejumlah uang. Jenisnya itentukan setelah melakukan musyawarah antara kerabat dari kedua belah pihak. Keadaan keluarga yang mampu secara ekonomi, maka biasanya hutang adat ini disertai dengan pemberian emas.

(28)

kerabat puang yang menerima lemba, maka lemba juga dibedakan ke dalam 2 jenis yaitu: 1. Lemba nggelluh maksudnya bila hubungan harmonis antara kedua belah pihak kerabat dan ada kemungkinan besar akan saling kawin antara kedua kerabat. 2. Lemba mate maksudnya bila hubungan yang terjadi selama ini tidak harmonis dan kecil kemungkinan untuk saling kawin antara kedua belah pihak. Pemberian lemba dilakukan pada saat kelompok puang datang ke rumah keluarga orang yang meninggal tersebut dengan membawa makanan pada hari yang telah disepakati (1 sampai 4 hari setelah pemakaman). Kegiatan ini disebut dengan upacara mengari-ari tendi.

Maksud pemberian makanan ini adalah karena pada saat kematian pihak keluarga menjadi sedih dan takut (terari tendi) disebabkan karena kematian dari salah satu anggota keluarga tersebut maka pihak puang perlu melindunginya dengan memberi makan untuk memulihkan seperti kondisi semula. Biasanya makanan ini dilengkapi dengan lauk hewan berkaki empat (babi) dan hewan berkaki dua (ayam) serta dilengkapi juga dengan sambal cina matah (sambal mentah) yang bermakna menjera-jerai artinya supaya tidak ada lagi anggota keluarga yang meninggal. Pada saat pemberian lemba, maka hutang lemba tersebut diletakkan di atas kembal (sumpit) yang berisi beras yang diletakkan di atas pinggan (piring kaca kecil) dilengkapi dengan uang, sarung atau sesuai dengan yang disepakati. Lemba tersebut diberikan kepada salah satu yang mewakili dari pihak puang dan menjungjung di atas kepalanya sambil berkata ― en mo tuhu enggo kujalo lemba, asa merkiteken en asa njuah-njuah kita karina,

(29)

78

panjang umur, dan apa yang kita cita-citakan dapat tercapai‖sambil

menghamburkan beras yang dijunjung tersebut. Prinsip adat dalam pembayaran adat lemba disebut dengan istilah ulang telpus bulung yang artinya pihak penerima tidak boleh rugi secara ekonomi.

Pada saat mengari-ari tendi, maka pihak sukut (tuan rumah) biasanya akan memberi beberapa jenis barang peninggalan orang yang meninggal tersebut, anatara lain:

a. Manoh-manoh, adalah barang peninggalan orang yang meninggal tersebut seperti sawah, kebun, perhiasan dan hewan ternak seperti babi atau kambing. b. Bau-bau, adalah berupa pakaian bekas dari orang yang meninggal tersebut. c. Penabar-nabari, adalah ucapan terimakasih kepada pihak kula-kula yang sudah

dianggap ikut mengobati, diberikan berupa pinggan (pinggan pasu) namun dapat juga diganti dengan uang.

d. Ribak-ribak sarkea adalah beerupa makanan orang yang meninggal tersebut. e. Upah mertatah adalah upah pengasuh orang yang meninggal tersebut ketika

masih kecil.

(30)

Tabel 3.1

Proses Upacara Adat Kerja Njahat Ncayur Ntua

No. Tahapan Pelaku upacara Peralatan (Benda) Upacara

Jenazah Tatak Gendang Keterangan

I Tenggo Raja (1) Dengan sibeltek, yaitu keturunan kandung atau yeng tertua dari ayah yang meninggal dunia (bibi), (4) Berru ekur beggu yaitu saudara perempuan yang

(31)

80

dimasukkan ke dalam peti mati apabila beragama Kristen. Tahap ini harus dilakukan pada pagi hari pada saat matahari terbit. Berarti agar semua keluarga yang ditinggalkan mendapat kemudahan rezeki. Menantu perempuan yang paling tua mewakili semua menantu meletakkan blagen mbentar ke dalam peti mati sambil meminta maaf atas semua kesalahan-kesalahan mereka sewaktu mertua mereka masih hidup dan setelah itu Uang benna juga

(32)

hadir dan meletakkan tikarnya

(33)

82 dalam setiap upacara adat apapun, misalnya seperti gerakan

menerser, mersembah, menuyuk, dan lain sebagainya yang bersifat umum pada masyarakat Pakpak. Ada dua tahap tatak yang harus dilakukan dalam upacara kerja njahat ncayur ntua yaitu Tatak Tikan Ibages Sapo dan Tatak Tikan Ikasean.

(34)

2. Tatak Tikan

(35)

84

(36)
(37)

86 sampai ke tempat dimana jeretten ditancapkan, lalu kerbau diikat di jeretten untuk selanjutnya akan dipantem.

Gajah mangiring adalah proses

(38)

14.Tatak Cibal kepada acara tatak, namun acara tatak tikan ikasean yang terlebih dahulu tumatak (menari) adalah sukut, berbeda dengan Tatak Tikan Ibagas Sapo pada malam hari sebelumnya dimana acara tatak dimulai oleh uang benna. Tatak sukut di sini menyimbolkan penghormatan kepada roh-roh

(39)

88

di halaman rumah duka ini, semua pihak yang melaksanakan kata lain tahapan ini adalah proses penguburan jenazah. Tahapan ini dilakukan setelah semua acara tatak selesai. Kewajiaban berru takal peggu dan berru ekur peggu di sini adalah meletakkan oles di atas peti jenazah sambil mengucapkan kaka-kata perpisahan, oles ini disebut dengan oles sintaken. Kemudian puang benna dan puang pengamaki mengambil oles tersebut juga mengucapkan kata-kata perpisahan seraya berdoa kepada Tuhan supaya keluarga yang ditinggalkan diberi kekuatan dan rezeki di kemudian hari. Selanjutnya adalah acara pergenderrang yaitu

meyampaikan kata perpisahan juga kata penghiburan kepada keluarga yang ditinggalkan, karna ini adalah puncak upacara adat yang telah dilaksanakan di sini pergenderang juga

(40)
(41)

90

BAB IV

GUNA DAN FUNGSI GENDANGMENGKERBOI

PADA UPACARA NCAYUR NTUA DALAM BUDAYA PAKPAK

4.1 Pengantar

Dalam bab ini kajian akan berfokus pada masalah guna dan fungsi Gendang Mengkerboi pada upacara cawir ntua dalam budaya Pakpak, terutama yang dapat dilihat dan ditafsir dari penelitian di Dese Natam Jehe, Kecamatan Kerajaan, kabupaten Pakpak Bharat. Adapun kajian terhadap penggunaan dan fungsi Gendang Mengkerboi ini adalah berdasarkan kepada teori fungsionalisme yang ditawarkan Radcliffe-Brown dan Merriam, seperti telah diuraikan pada Bab I. Penggunaan dan fungsi musik di dalam masyarakat merupakan dua hal yang dibedakan di dalam disiplin etnnomusikologi. Namun keduanya biasanya diulas dalam rubric teori fungsionalisme, berdasarkan sejarah perkembangan ilmu pengetahuan. Hal ini sesuai pendapat Merriam (1964) yang membedakan antara penggunaan dan fungsi.

Bila ditinjau dari penggunanya maka Gendang Mengkerboi adalah berguna untuk berikut ini.

(1) Untuk mengiringi upacara adat kerja njahat ncayur ntua.

(2) Gendang Mengkerboi ini juga memiliki kegunaan sebagai memeriahkan jalannya upacara, dan

(42)

Adapun fungsi Gendang Mengkerboi ini, berdasarkan teori fungsi yang ditawarkan oleh Merriam adalah sebagai berikut.

(i) Untuk mengabsahkan upacara adat ritual kerja njahat ncayur ntua;

(ii) Sebagai sarana integrasi sosial terutama kerabat-kerabat dalam konteks dali-ken sitelu yang terdiri dari: dengan sibeltek (sinina), kula-kula, dan anak berru, juga masyarakat luas dalam upacara ncayur ntua ini;

(iii) Sebagai ekspresi emosi gembira, yang merupakan bahagian dari emosi kegembiraan karena jenazah mati dalam status sangat terhormat yaitu ncayur ntua, dan juga sekaligus sebagai ekspresi emosi sedih karena mereka yang hidup terutama keluarga yang ditinggalkan akan berpisah dengan almarhum (almarhumah);

(iv) Sebagai sarana doa kepada Tuhan, agar yang meninggal diterima di sisi Tu-han dengan sebaik-baiknya.

(v) Sebagai sarana hiburan, bagi semua yang terlibat di dalam upacara kematian ini, baik pihak sukut, sulang silima, pargotci, dan masyarakat yang hadir dalam aktivitas ini.

(vi) Sebagai salah satu upaya masyarakat pendukungnya untuk memelihara kebudayaan tradisional Pakpak dalam konteks perubahan zaman.

4.2 Pengertian Penggunaan dan Fungsi

(43)

92

kebudayaan, terjadi karena mula-mula manusia ingin memuaskan keinginan nalurinya terhadap keindahan. Ilmu pengetahuan juga timbul karena keinginan naluri manusia untuk tahu. Namun banyak pula aktivitas kebudayaan yang terjadi karena kombinasi dari beberapa macam human need itu. Dengan pemahaman ini seorang peneliti bisa menganalisis dan menerangkan banyak masalah dalam kehidupan masyarakat dan kebudayaan manusia.1

Sesuai dengan pendapat Malinowski, Gendang Mengkerboi dapat bertahan di dalam kebudayaan Pakpak karena diperlukan untuk memuaskan suatu rangkaian keinginan naluri masyarakat pendukungnya yang cinta dan merasa memiliki kebudayaan Pakpak, yang perlu dilestarikan oleh mereka. Bentuk-bentuk pemuasan itu dapat berupa tingkatan nilai kesadaran kultural.

Radcliffe-Brown mengemukakan bahwa fungsi sangat berkait erat dengan struktur sosial masyarakat. Bahwa struktur sosial itu hidup terus, sedangkan individu-individu dapat berganti setiap masa. Dengan demikian, Radcliffe-Brown yang melihat fungsi ini dari sudut sumbangannya dalam suatu masyarakat, mengemukakan bahwa fungsi adalah sumbangan satu bagian aktivitas kepada keseluruhan aktivitas di dalam sistem sosial masyarakatnya. Tujuan fungsi adalah untuk mencapai tingkat harmoni atau konsistensi internal.

Sesuai dengan pandangan Radcliffe-Brown, Gendang Mengkerboi merupakan bahagian dari struktur sosial masyarakat Pakpak. Gendang Mengkerboi merupakan salah satu bahagian aktivitas yang bisa menyumbang kepada

(44)

keseluruhan aktivitas, yang pada akhirnya akan berfungsi bagi kelangsungan kehidupan budaya masyarakat pengamalnya, dalam hal ini masyarakat Pakpak. Fungsinya lebih jauh adalah untuk mencapai tingkat harmoni dan konsistensi internal. Pencapaian kondisi itu, dilatarbelakangi oleh berbagai kondisi sosial dan budaya.

Masih berdasar dari teori fungsi, yang kemudian mencoba menerapkannya dalam etnomusikologi, lebih lanjut secara tegas Merriam membedakan pengertian fungsi ini dalam dua istilah, yaitu penggunaan dan fungsi. Menurut Merriam, membedakan pengertian penggunaan dan fungsi adalah sangat penting. Para pakar etnomusikologi pada masa lampau tidak begitu teliti terhadap perbedaan kedua istilah yang sangat penting ini. Jika kita berbicara tentang penggunaan musik, maka kita menunjuk kepada kebiasaan (the ways) musik yang dipergunakan dalam masyarakat, sebagai praktik yang biasa dilakukan, atau sebagai bahagian dari pelaksanaan adat istiadat, baik ditinjau dari aktivitas itu sendiri maupun kaitannya dengan aktivitas-aktivitas yang lain (1964:210). Lebih jauh Merriam menjelaskan perbedaan pengertian antara penggunaan dan fungsi sebagai berikut.

(45)

94

Dari kutipan di atas terlihat bahwa Merriam membedakan pengertian penggunaan dan fungsi musik berdasarkan kepada tahap dan pengaruhnya dalam sebuah masyarakat. Musik dipergunakan dalam situasi tertentu dan menjadi bagian dari situasi tersebut. Penggunaan bisa atau tidak bisa menjadi fungsi yang lebih dalam. Dia memberikan contoh, jika seseorang menggunakan nyanyian (lagu) yang ditujukan untuk kekasihnya, maka fungsi musik seperti itu bisa dianalisis sebagai perwujudan dari kontinuitas dan kesinambungan keturunan manusia yaitu untuk memenuhi kehendak biologis bercinta, menikah, dan berumah tangga dan pada akhirnya menjaga kesinambungan keturunan manusia. Jika seseorang mengguna-kan musik untuk mendekatmengguna-kan diri kepada Tuhan, maka memengguna-kanisme tersebut berhubungan dengan mekanisme lain, seperti menari, berdoa, mengorganisasikan ritual, dan kegiatan-kegiatan upacara.

Istilah ―penggunaan‖ menunjukkan situasi musik yang dipakai dalam

kegiatan manusia; sedangkan ―fungsi‖ berkaitan dengan alasan mengapa si pemakai melakukan, dan terutama tujuan-tujuan yang lebih jauh dari sekedar apa yang dapat dilayaninya. Dengan demikian, sesuai dengan Merriam, penggunaan lebih berkaitan dengan sisi praktikal, sedangkan fungsi lebih berkaitan dengan sisi integrasi dan konsistensi internal budaya.

4.3 Penggunaan Gendang Mengkerboi

(46)

4.3.1 Untuk Mengiringi Upacara Adat Kerja Njahat Ncayur Ntua

Gendang Mengkerboi sebagai repertoar yang terdiri dari tiga gendang (dalam pengertian lagu), terdiri dari: Gendang Gajah Mangiring, Gendang

Mangiring Gajah, dan Gendang Raja. Menurut pengamatan dan pengalaman

penulis adalah selalu digunakan dalam upacara kerja njahat ncayur ntua, di samping kerja njahat yang lain.

Dengan keberadaan Gendang Mengkerboi yang seperti ini, maka penggunannya di dalam upacara ncayur ntua, adalah untuk mengiringi salah satu aktivitas dari serangkaian aktivitas upacara ini. Kata mengiringi dalam hal ini bermaksud adalah menjadi salah satu bahagian yang tidak terpisahkan dari upacara. Kalau tidak ada Gendang Mengkerbaoi dalam upacara tersebut, maka tidak akan lengkaplah suasana dan keberadaan upacara secara keseluruhannya.

(47)

96

4.3.2 Memeriahkan Jalannya Upacara

Selanjutnya, dalam hubungannya Gendang Mengkerboi dengan upacara kerja njahat ncayur ntua ini, maka guna musik ini adalah untuk memeriahkan jalannya upacara, terutama upacara mengkerboi, salah satu dari sekian rangkaian dalam upacara ncayur ntua. Kata memeriahkan di dalam konteks ini adalah merujuk kepada jenis kematian ncayur ntua, yaitu setiap orang yang terlibat dalam konsep budaya Pakpak adalah bergembira walaupun sekaligus adalah bersedih juga.

(48)

4.3.3 Sarana Memberitahu Penyembelihan Hewan untuk Sulang

Guna lainnya Gendang Mengkerboi dalam upacara adat kerja njahat ncayur ntua di dalam kebudayaan masyarakat Pakpak adalah untuk memberitahu semua orang yang hadir di dalam upacara tersebut, bahwa akan segera dilaksanakan penyembelihan hewan (terutama kerbau, sesuai dengan judul repertoarnya). Guna memberitahu ini sangatlah penting dalam konteks komunikasi secara budaya.

Dalam prosesnya tiga repertoar digunakan di dalam konteks menyembelih kerbau ini, yaitu Gendang Raja Mengiring, Gendang Mangiring Gajah, dan Gendang Raja. Ketiga gendang tersebut penuh dengan makna-makna komunikasi yang memberitahukan dan mengajak partisipasi semua yang hadir dalam rangka menyelembelih hewan untuk sulang.

Sulang ini sendiri memiliki fungsi untuk memperkuat integrasi sosial di antara kerabat dan juga masyarakat secara luas. Secara adat telah ditentukan siapa memperoleh daging (sulang) bahagian yang mana. Jadi di dalamnya juga terdapat nilai dan kearifan lokal, berupa menjaga keutuhan klen, kegiatan yang memiliki nilai meningkatkan gizi melalui kuliner, serta sifat selalu ingin berbagi dan tidak egosentris.

(49)

98

bangga diri dan sombong, sebaliknya adalah untuk merendah hati sesuai dengan tuntutan dalam norma-norma adat Pakpak.

4.4 Fungsi

4.4.1 Untuk Mengabsahkan Upacara Adat Kerja Njahat Ncayur Ntua

Salah satu fungsi repertoar Gendang Mengkerboi (Gendang Gajah

Mangiring, Gendang Mangiring Gajah, dan Gendang Raja) adalah untuk

mengbsahkan upacara adat kerja njahat ncayur ntua secara umum, dan secara khusus adalah mengabsahkan subupacara mengkerboi di dalam keseluruhan rangkaian upacara tersebut. Menurut penulis, jika gendang ini tidak dipertunjukkan dalam upacara tersebut, maka menurut pendapat para informan tidak sahlah upacara dimaksud.

Selanjutnya menurut pendapat para informan, baik itu pemuka adat, budayawan, dan pergotci, tidak pernah dijumpai di dalam upacara adat kerja njahat ncayur ntua, yang tidak disertai dengan pertunjukan gendang dan tatak sesuai dengan perannya masing-masing. Sebuah upacara ncayur ntua akan sah secara budaya dan adat, apabila disertai dengan penggunaan gendang. Jadi pemungsian gendang terhadap jalannya upacara ncayur ntua ini adalah hal yang wajib. Upacara ncayur ntua tidak akan dapat dilaksanakan tanpa adanya gendang dalam konsep kebudayaan Pakpak.

(50)

Mengkerboi adalah mengabsahkan upacara penyembelihan hewan kerbau (mengkerboi), dalam konteks rangkaian upacara adat kerja njahat ncayur ntua.

4.4.2 Sebagai Sarana Integrasi Sosial

Fungsi lainnya dari Gendang Mengkerboi dalam konteks upacara adat kerja njahat ncayur ntua di dalam kehidupan masyarakat Pakpak adalah sebagai sarana integrasi sosial. Seperti diketahui bahwa orang Pakpak secara kekerabatan berdasar kepada konsep daliken sitelu dan sulang silima, yang berdasar kepada garis keturunan dari pihak ayah (patrilineal). Konsep tersebut berdasarkan kepada hubungan darah dan perkawinan. Kemudian perkawinan di dalam kebudayaan Pakpak adalah berdasar kepada klen eksogamus (eksogami), artinya seseorang dilarang kawin dengan orang satu marga atau satu induk marga secara patrilineal. Ia diarahkan untuk kawin dengan orang di luar marganya.

Seperti telah diuraikan sebelumnya orang-orang Pakpak ini membagi kelompok kerabatnya ke dalam daliken sitelu, yaitu: (a) dengan sibeltek atau sinina, yaitu saudara satu marga, baik itu dalam satu keluarga inti maupun keluarga luas (batih); (b) kula-kula, yakni pihak keluarga luas pemberi istri kepada pihak kita, yang keberadaannya sangat dihormati secara adat; dan (c) anak berru (situaan, siditengah, dan siampun-ampun), yaitu pihak keluarga luas yang menerima istri dari pihak kita.

(51)

100

menuju kepada bagaimana integrasi sosial harus diutamakan di atas kepentingan setiap individu dan kelompok di dalam sistem kekerabatan tersebut. Bahkan karena pentingnya integrasi sosial dalam kekerabatan ini, tatak yang dipersembahkan juga mengikutkan semua unsur kerabat ini. Di antara tatak tersebut adalah sebagai berikut ini.

1. Tatak Puang Benna yang disambut oleh TatakBerru Takal Peggu dari sukut, 2. Tatak Puang Pengamaki yang disambut oleh TatakBerru Ekur Peggu, 3.Tatak Benna Niari,

4.Tatak Puang Penumpak,

5.Tatak Sukut,

6.Tatak Dengan Sibeltek, 7.Tatak Perlebbuh-lebbuh, 8.Tatak Dengan Sibeltek Marga, 9.Tatak Sipemerre,

10.Tatak Sinina, 11.Tatak Berru, 12.Tatak Kempu, 13.Tatak Sukut Nitalun, 14.Tatak Cibal Baleng, 15.Tatak Pulung-pulungen, 16.Tatak Pergemgem, 17.Tatak Perkebbas

(52)

dalam Gendang Mengkerboi (termasuk tatak) di dalam rangkaian upacara kerja njahat ncayur ntua adalah pentingnya mewujudkan integrasi sosial di kalangan kerabat dan juga masyarakat luas. Jadi nilai-nilai persatuan dan kesatuan ini sangat penting dilakukan bagi setiap orang Pakpak di manapun dan kapanpun ia berada dan bersosialisasi. Integrasi sosial ini akan menumbuhkan keadaan budaya dan sosiologis damai, tenteram, saling percaya, saling membantu dan menolong, dan peka terhadap kondisi sosial. Demikian yang diajarkan melalui norma-norma adat Pakpak, terutama yang dapat dikaji dari Gendang Mengkerboi ini.

4.4.3 Sebagai Ekspresi Emosi Gembira dan Sekaligus Sedih

Kemudian salah satu fungsi Gendang Mengkerboi di dalam rangkaian upacara adat kerja njahat ncayur ntua di dalam masyarakat Pakpak adalah sebagai ekspresi emosi gembira dan sedih sekligus. Ini merupakan salah satu keunikan atau keeksotikan budaya Pakpak.

Khusus di dalam kematian ncayur ntua, masyarakat Pakpak pada umumnya memandang kematian tersebut sebagai kematian yang sempurna, kematian yang ideal, dan menjadi cita-cita setiap orang. Kondisi kematian ncayur ntua adalah seorang jenazah itu semasa hidupnya bekeluarga, memiliki anak, cucu (atau juga cicit), yang keturunannya telah berhasil secara sosioekonomis atau juga sosiopolitis, dan anak-anaknya semua telah berkeluarga. Kondisi kematian seperti inilah yang dipandang sebagai kematian sempurna di dalam kebudayaan masyarakat Pakpak.

(53)

102

Repertoar Gendang Mengkerboi juga adalah ekspresi dari emosi gembira para kerabat dari sang jenazah. Hal ini tergambar dari ekspresi wajah mereka yang gembira, bersemangat, dan penuh energi ketika melakukan tatak. Mereka bangga secara sosial atas pencapaian kematian ncayur ntua salah seorang kerabatnya yang dipanggil Tuhan Yang Maha Kuasa. Demikian pula Gendang Mengkerboi aalah sebagai sarana bergembira ketika pihak sukut dan kerabat luasnya memotong hewan kerbau untuk menjadi sulang, yang memiliki niali-nilai integrasi dan prestise sosial baik di kalangan mereka sendiri atau masyarakat luas.

(54)

4.4.4 Sebagai Sarana Doa kepada Tuhan

Fungsi lainnya dari Gendang Mengkerboi dalam konteks rangakaian upacara kerja njahat ncayur ntua dalam budaya Pakpak adalah sebagai sarana doa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, agar yang meninggal diterima di sisi Tuhan dengan keadaan yang baik. Kemudian diberikan tempat yang baik yaitu surga, diterima segala amal baiknya semasa hidup di dunia, dan diampunkan Tuhan segala dosa-dosanya selama hidup di dunia.

(55)

104

4.4.5 Sebagai Sarana Hiburan

Fungsi lainnya dari Gendang mengkerboi dalam konteks rangkaian upacara adat kerja njahat ncayur ntua di dalam kebudayaan masyarajat Pakpak adalah sebagai sarana hiburan. Fungsi hiburan ini berlaku kepada semua yang hadir di dalam upacara kematian tersebut baik pihak sukut, sulang silima, pargotci, dan masyarakat yang hadir dalam aktivitas ini.

Hiburan yang dimaksud di sini bukanlah hiburan yang sifatnya keduniawian (sekuler) tetapi lebih bersifat hiburan cultural, baik untuk kelompok, pribadi, religi, adat, dan lainnya. Hiburan tersebut semakin kental suasananya ketika mereka mengekspresikan kegembiraan karena salah satu orang, yaiotu kerabat atau sahabat mereka dipanggil Tuhan dalam kematian ideal ncayur ntua.

Sebagai sarana hiburan, maka mereka yang melakukan upacara ini terhibur dengan melihat dan mempersaksikan pertunjukan gendang, yang terdiri dari genderrang silima dan gung sada rabaan. Aspek ritmis, melodis, gerak jasmani, menjadi hiburan bagi semua mereka yang terlibat dalam upacara ncayur ntua ini.

(56)

4.4.6 Sebagai Upaya Memelihara Budaya

Dalam perspektif yang lebih luas lagi, pertunjukan Gendang Mengkerboi dalam serangkaian upacara adat kerja njahat ncayur ntua di dalam kebudayaan masyarakat Pakpak ini berfungsi sebagai upaya memelihara budaya Pakpak. Artinya orang-orang Pakpak sangat mencintai kebudayannya, dalam hal ini mencakup: upacara adat, gendang, tatak, bahasa, peralatan upacara, dan lain-lainnya.

Secara umum, sampai sekarang ini, masyarakat Pakpak menurut penulis sangat mencintai kebudayaan mereka dalam konteks perubahan zaman. Bagaimanapun masyarakat adat Pakpak berusaha mengekalkan kebudayaan mereka sebagai sumber mengisi kehidupan yang diamanatkan Tuhan kepada mereka. Mereka menyadari bahwa dalam konteks globalisasi yang terjadi sekarang ini, kebudayaan yang tidak kuat akan tergerus oleh budaya global. Untuk itu diperlukan usaha-usaha mempertahankan kebudayaan etnik, sebagai jatidiri mereka. Salah satu sarana mempertahankan dan memelihara kebudayaan Pakpak itu adalah pada Gendang Mengkerboi, termasuk juga upacara adat kerja njahatncayur ntua dengan berbagai pernik subupacaranya yang sangat eksotik dan penuh dengan nilai dan kearifan lokal.

(57)

106

(58)

BAB V

TRANSKRIPSI DAN ANALISIS STRUKTUR RITME

REPERTOAR GENDANG MENGKERBOI

5.1 Transkripsi Gendang Mengkerboi

Untuk menganalisis bagaimana bentuk dari musik, tentu yang harus dilakukan adalah melakukan transkripsi. Transkripsi dilakukan untuk mengubah bunyi yang didengar menjadi simbol-simbol yang dapat dibaca, artinya transmisi dari dimensi pendengaran ke dimensi penglihatan.

Gendang Mengkerboi dalam upacara adat kerja njahatncayur ntua tentunya dimainkan di dalam ansambel genderang silima, karena sesuai dengan adat istiadat masyarakat Pakpak. Secara budaya, jika upacara adat yang dilaksanakan adalah upacara yang bersifat duka cita maka yang dipakpai adalah genderang silima. Terkhusus ensambel genderang silima pada upacara kerja njahat, semua reportoar bermain dengan pola ritme, salah satunya adalah gendang mengkerboi.

Berikut ini adalah transkripsi dari repertoar Gendang Mengkerboi dimana di dalamnya terdapat tiga gendang yang masing-masing berjudul: (a) Genderang Raja, (b) Gajah Mangiring, dan(c) Magiring Gajah.

5.1.1 Transkripsi Genderang Raja

(59)
(60)
(61)
(62)

Keterangan Transkripsi dan Konteks Pertunjukan

1. Gendang Si Raja Gumruhguh

Dimainkan dengan dengan pola ritme dasar seperti yang ada dalam transkripsi, tetapi dalam penyajiannya sering mengalami improvisasi pola ritme oleh pemainnya.

2. Gendang Si Raja Menjujuri

Si Raja Dumerendeng atau Si Raja Menjujuri dengan pola ritme menjujuri atau mendonggil-donggili (mengangungkan, mentakbiri, menghantarkan).

3. Gendang Si Raja menak-enak

Si Raja Menak-enak dengan pola ritmis benna kayu sebagai pembawa ritmis melodis (menenangkan atau menentramkan).

4. Gendang siraja pengampu

Si Raja Pengampu dengan pola ritmis menganak-anaki atau tabil sondat (menghalang-halangi)

5. Gung Sada Rabaan

a. Pong-pong

Gung pong-pong sebagai pembawa tempo atau ritme konstan.

b. Poi dan puldep

Dimainkan bersamaan membentuk sebuah pola ritme melodik konstan.

c. Panggora

(63)

112

5.1.2 Transkripsi Gendang Gajah Mangiring

(64)
(65)
(66)

Keterangan Transkripsi dan Konteks Pertunjukan

a. Gendang Si Raja gumruhguh

Dimainkan dengan dengan pola ritme dasar seperti yang ada dalam transkripsi tetapi dalam penyajiannya sering juga mengalami improvisasi pola ritme oleh pemainnya.

b. Gendang Si Raja Menjujuri

Si Raja Dumerendeng atau Si Raja Menjujuri dengan pola ritme menjujuri atau mendonggil-donggili (mengangungkan, mentakbiri, menghantarkan).

c. Gendang Si Raja menak-enak

(67)

116

Gendang yang dipukul adalah gendang ke III dan ke IV pada ensambel genderang silima dipukul secara bergantian dari gendang ke III dan kemudian gendang ke IV.

d. Gendang siraja pengampu

Si Raja Pengampu dengan pola ritmis menganak-anaki atau tabil sondat (menghalang-halangi)

e. Gung Sada Rabaan

Gung sada rabaan pada repertoar ini teknik permainannya sama dengan reportoar genderang raja.

5.1.3 Transkripsi Gendang Mangiring Gajah

(68)
(69)
(70)
(71)

120

Keterangan Transkripsi dan Konteks Pertunjukan:

a. Gendang Si Raja gumruhguh

Dimainkan dengan dengan pola ritme dasar seperti yang ada dalam transkripsi tetapi dalam penyajiannya sering juga mengalami improvisasi pola ritme oleh pemainnya.

b. Gendang Si Raja Menjujuri

Si Raja Dumerendeng atau Si Raja Menjujuri dengan pola ritme menjujuri atau mendonggil-donggili (mengangungkan, mentakbiri, menghantarkan).

c. Gendang Si Raja menak-enak

(72)

III dan ke IV pada ensambel genderang silima dipukul secara bergantian sama seperti pada reportoar gajah mangiring, tetapi perbedaannya pada reportoar mangiring gajah adalah yang dipukul terlbih dahulu adalah kebalikannya yaitu dari gendang ke IV dan kemudian gendang ke III.

d. Gendang siraja pengampu

Si Raja Pengampu dengan pola ritmis menganak-anaki atau tabil sondat (menghalang-halangi)

e. Gung Sada Rabaan

Gung sada rabaan pada repertoar ini teknik permainannya juga sama dengan reportoar genderang raja dan Gajah mangiring hanya terjadi perubahan terhadap tempo yang menjadi lambat.

Berikut ini adalah transkripsi ritme Gendang Mangiring Gajah dan Gendang Gajah Mangiring

(73)

122

perbedaannya dengan baris pertama dimana gendang yang pertama dipukul adalah gendang ke IV dan kemudian gendang ke III pada ansambel gendang silima.

Ketiga repertoar Gendang Megkerboi ini selanjutnya seperti sudah diurai di dalam Baba I skripsi ini, dianalisis menggunakan teori analisis waktu dalam music yang ditawarkan Malm. Analisis itu mencakup: (1) meter, (2) pulsa dasar, dan (3) unit-unit pembentuk birama. Berikut analisis tersebut.

5.2 Analisis Meter

Meter atau birama adalah unit-unit ketukan yang telah mengandung aksentuasi-aksentuasi kuat dan lemah yang dijadikan dasar perulangan di dalam pertunjukan music yang terikat dengan meter. Misalnya meter dua, tiga, empat, enam, tujuh, dan seterusnya. Meter ini di dalam tanda bira bisa ditulis seperti contoh 2/2; 2/4; ¾; 6/8; 7/8; 11/8, dan lain-lainnya. Jika music disajikan tanpa terikat kepada meter maka music seperti ini selalu diistilahkan secara etnomusikologis, free meter (meter bebas).

Ketiga gendang pada repertoar Gendang Mengkerboi, yaitu Gendang Raja, gendang Mangiring Gajah, dan Gendang Gajah Mangiring, adalah menggunakan meter empat. Artinya dalam setiap birama terdapat empat ketukan dasar, yaitu dimulai dengan ketukan pertama dengan intensitas kuat, baru disertai dengan ketukan kedua, ketiga, dan keempat dengan intensitas yang lebih lirih. Adapun meter empat ini, di dalam transkripsi ditandai dengan tanda birama 4/4.

(74)
(75)
(76)
(77)

126

5.3 Analisis Taktus (Pulsa Dasar)

Taktus atau pulsa dasar adalah unit kecil yang menjadi dasar bergeraknya waktu di dalam music. Misalnya taktus music Metronom Maelzel (M.M.) 60 berarti di dalam satu menit terdapat taktus sebanyak 60 artinya taktus music tersebut adalah satu detik dalam satu ketukan dasar. Kelipatannya adalah M.M. 120, yang artinya dalam setiap menit terjadi 120 kali ketukan dasar (pulsa), atau dalam satu detik terdapat dua ketukan dasar, dalam setengah detik terjadi satu ketukan dasar. Ketiga repertoar Gendang Mengkerboi ini, menggunakan taktus yang

bervariasi, ada yang relatif lambat dan ada pula yang relative cepat. Ketiganya menggunakan pulsa dasar seperti berikut ini.

1. Gendang Raja menggunakan pulsa dasar 200 ketukan dasar per menit; artinya dalam tempo yang cepat; atau akuratnya secara kuantitatif satu ketukan dasar adalah menggunakan waktu 60/200 x 1 = 0,30 detik. Ini dapat diperoleh melalui rumus satu menit dibagi dengan pulsa dasar yang digunakan oleh komposisi musik yang terikat meter dikali satu.

2. Gendang Gajah Mangiring menggunakan pulsa dasar (taktus) 120 per menit; artinya dalam tempo yang sedang; atau akuratnya secara kuantitatif satu ketukan dasar membutuhkan waktu 60/120 x 1 = 0,5 detik.

(78)
(79)
(80)

Dari ketiga analisis taktus atau pulsa dasar di atas, maka dapat dikatakan bahwa rata-rata setiap taktus yang dibutuhkan di dalam Gendang mengkerboi adalah (0,3 + 0,5 + 0,5): 3

= 0,43 detik setiap taktus

(81)

130

5.4 Analisis Unsur-unsur Pembentuk Waktu

Unsur-unsur pembentuk waktu dalam musik di antaranya adalah: (a) durasi not yang digunakan, (b) garapan not setiap taktus, (c) tanda istirahat yang digunakan, dan lainnya. Untuk masing-masing gendang dalam repertoar Gendang mengkerboi ini durasi not yang digunakan dapat dianalisis sebagai berikut.

(1) Gendang Raja, keseluruhannya menggunakan not-not berikut.

Not ½ atau not 1 ketuk

Not ¼ atau not ½ ketuk

Not 1/8 atau not ¼ ketuk

(2) Gendang Gajah Mengiring, keseluruhannya menggunakan not-not berikut.

Not ½ atau not 1 ketuk

Not ¼ atau not ½ ketuk

(82)

(3) Gendang Mangiring Gajah, keseluruhannya menggunakan not-not berikut : (4)

Not ½ atau not 1 ketuk

\

Not ¼ atau not ½ ketuk

Not 1/8 atau not ¼ ketuk

(83)

132

Selanjutnya garapan not setiap taktus dapat dilihat dari analisis notasi berikut ini :

A. Garapan not setiap taktus pada repertoar Genderrang Raja.

(84)

C. Garapan not setiap taktus pada repertoar Mangiring Gajah.

(85)

134

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penjelasan- penjelasan yang telah dijabarkan pada bab-bab sebelumnya maka pada bab ini disimpulkan mengenai hasil penelitian. Kesimpulan ini adalah untuk menjawab pokok permasalahan, yaitu yang pertama adalah mengenai jalannya upacara ncayur ntua, kemudian yang kedua adalah fungsi repertoar Gendang Mengkerboi (Gendang Raja, Gendang Gajah Mangiring, dan

Gendang Mangiring Gajah) dalam upacara Mengkerboi pada keseluruhan

rangkaian upacara adat kerja njahat ncayur ntua; dan ketiga adalah bagaimana struktur ritme Gendang Mengkerboi tersebut.

(86)

(B) Yang kedua, pengguna dan fungsi Gendang Mengkerboi dalam konteks upacara adat ncayur ntua dalam budaya masyarakat Pakpak adalah sebagai berikut. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa dari sudut penggunaannya gendang ini adalah: (i) untuk mengiringi upacara adat kerja njahat ncayur ntua; (ii) memeriahkan jalannya upacara; dan (iii) sarana memberitahu penyembelihan kerbau (atau hewan lain). Fungsi Gendang Mengkerboi dalam upacara ncayur ntua adalah: (1) mengabsahkan upacara; (2) sarana integrasi sosial; (3) ekspresi emosi gembira dan sekaligus sedih; (4) sarana doa kepada Tuhan; (5) sarana hiburan; (6) upaya memelihara kebudayaan tradisional Pakpak.

(C) Dari kajian struktur ritme yang penulis kaji diperoleh hasil-hasil sebagai berikut: (1) meter yang digunakan adalah meter empat; (2) taktusnya adalah berkisar antara 120 hingga 200 ketukan dasar per menit; (3) unsur-unsur pembentuk waktunya adalah memakai jenis-jenis ritme tunggal, dupel, kuadrupel, dan tanda-tanda istirahat yang dikomposisikan sedemikian rupa.

(87)

136

identitas kebudayaan yang wajib dipedomani dan dihayati, bagaikan nadi dan nafas dalam kehidupan ini.

5.2 Saran

Penelitian ini adalah yang pertama membahas tentang Gendang mengkerboi pada masyarakat Pakpak dalam bentuk skripsi, tentunya penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan-kekurangan dalam tulisan ini. Untuk itu penulis berharap bagi siapapun peneliti selanjutnya untuk lebih menyempurnakan tulisan ini.

Gambar

Gambar 3.1  Memasukkan Jenazah ke Dalam Peti
Gambar 3.2 Genderang Sisibah
Pergenderrang Gambar 3.4           (Dokumentasi Surung Solin, 2015)
Gambar 3.5  Memnyerahkan Sirih kepada
+7

Referensi

Dokumen terkait

c. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a dan b, perlu menetapkan Keputusan Bupati Bnatul tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan daerah Kabupaten

Angka Melek Huruf digunakan untuk mengetahui atau mengukur keberhasilan program-program pemberantasan buta huruf terutama di daerah pedesaan. Selain itu AMH juga

[r]

bahwa berdasarkan pertimangan sebagaimana dimaksud huruf a dan b, perlu menetapkan Keputusan Bupati Bantul tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten

Dengan diumumkannya PEMENANG kepada peserta lelang diberikan kesempatan untuk mengajukan sanggahan, apabila masih terdapat kesalahan di dalam penetapan pemenang

Sesuai dengan agenda yang sudah ditetapkan oleh pemerintah yaitu evaluasi formatif sampai tahun belajar 2015-2016 dan evaluasi sumatif pada tahun belajar 2016

[r]

7 Therefore, hydroxyapatite (HA) powder from white barramundi fish scales could be considered as bone graft alternative materials in bone defect regeneration as supported by