• Tidak ada hasil yang ditemukan

Subtitusi Dedak Padi Dengan Limbah Restoran Terhadap Limbah Fisik dan Kimia Ransum Ayam Broiler

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Subtitusi Dedak Padi Dengan Limbah Restoran Terhadap Limbah Fisik dan Kimia Ransum Ayam Broiler"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

SUBTITUSI DEDAK PADI DENGAN LIMBAH RESTORAN

TERHADAP SIFAT FISIK DAN KIMIA

RANSUM AYAM BROILER

SKRIPSI

ALBERTUS RANDY SOEWARNO

PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

(2)

RINGKASAN

ALBERTUS RANDY SOEWARNO. D24103045. 2007. Subtitusi Dedak Padi dengan Limbah Restoran terhadap Sifat Fisik dan Kimia Ransum Ayam Broiler.

Skripsi. Program Studi Ilmu Nutrisi dan Makanan ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Dr. Ir. Nahrowi, MSc

Pembimbing anggota : Ir. Abdul Djamil Hasjmy, MS

Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh subtitusi dedak padi dengan limbah restoran dalam ransum terhadap sifat fisik dan kimia ransum yang meliputi berat jenis, kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan tumpukan, sudut tumpukan, pH dan kelarutan total.

Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah restoran dan dedak padi masing-masing sebanyak 3 kg serta 3 macam pakan perlakuan yang terdiri dari; Perlakuan pertama (P1) adalah ransum dengan dedak 13 %, perlakuan kedua (P2) adalah ransum dengan komposisi dedak 6,2 % dan limbah restoran 6,2 % dan perlakuan ketiga (P3) adalah ransum dengan limbah restoran 12 %. Masing-masing perlakuan tersebut mempunyai 4 ulangan. Data dari Rancangan Acak Lengkap diolah dengan analisis ragam (ANOVA) menggunakan program SAS. Nilai rataan kemudian dibandingkan dengan uji beda nyata terkecil.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap semua sifat fisik dan kimia yang diamati. Nilai rataan berat jenis (kg/m3) dari urutan tertinggi sampai terendah sebagai berikut: Ransum P3 sebesar 1,41 kg/m3; Ransum P2 sebesar 1,37 kg/m3 dan Ransum P1 sebesar 1,33 kg/m3. Nilai sudut tumpukan dari urutan tertinggi sampai terendah adalah: Ransum P3 sebesar 35,00, Ransum P2 sebesar 34,000 dan Ransum P1 sebesar 32,830. Pada nilai derajat keasaman (pH), nilai pH dari urutan tertinggi ke terendah sebagai berikut: Ransum P1 sebesar 6,22, Ransum P2 sebesar 5,98 diikuti Ransum P3 sebesar 5,70. Sedangkan pada nilai kelarutan total, urutan kelarutan dari nilai tertinggi sampai terendah adalah: Ransum P1 = 68,68%, Ransum P2 = 66,69% dan Ransum P3 = 62,30%. Sifat kimia pakan berhubungan erat dengan konversi ransum. Hubungan antar sifat kimia pakan yang menunjukkan korelasi terbaik adalah hubungan antara konversi ransum dengan nilai pH dan kelarutan ransum, mengikuti persamaan Y = 3,875 – 0,99 X (r = 0,93) untuk hubungan antara konversi ransum dengan pH ransum dan Y = 3,27 – 0,044 X (r = 0,95) untuk hubungan antara konversi ransum dengan nilai kelarutan total ransum.

Dapat disimpulkan bahwa dilihat dari sifat fisik dan kimia ransum, subtitusi dedak padi dengan limbah restoran tidak dapat dilakukan karena dapat menurunkan kualitas ransum. Terdapat korelasi negatif antara konversi ransum dengan nilai pH dan kelarutan total ransum. Hal ini menunjukkan bahwa dengan menurunnya nilai pH dan kelarutan ransum menyebabkan nilai konversi meningkat dan menjadi tidak efisien.

(3)

ABSTRACT

Subtitution of Rice Bran with Restaurant Waste to The Characteristric of Physical and Chemical Properties Broiler’s Diet.

A. R. Soewarno, N. Ramli, and A. D. Hasjmy B.

The objective of this experiment was to study the effect of rice bran substitution with restaurant waste to the physical properties (specific gravity, bulk density, compacted bulk density, and angle of respose) and the chemical properties (pH and total solubility) of broiler’s diet. Three diet treatments, restaurant waste, and rice bran were collected 3 kg each of them for this experiment.

This experiment was divided into 3 treatments and 4 replication. The treatments were ;1) diet contained 13 % rice bran, without restaurant waste (P1), 2) diet contained 6,2 % rice bran and 6,2 % restaurant waste (P2), 3) diet without rice bran, but contained 12 % restaurant waste (P3). Data from Completely Randomized Design were statistically analyzed with analysis of variance (ANOVA), then the mean value were compared by using least significant different. This analysis using the SAS programs.

The results showed that the treatments significantly (P<0,01) affected all of the characteristic of physical and chemical properties broiler’s diet. The specific gravity average value of feed from the highest to the lowest as follow: P3 feed =1,41 kg/m3; P2 feed = 1,37 kg/m3 and P1 feed = 1,33 kg/m3. The angle of response from the highest to the lowest as follow: P3 feed = 35,00, P2 feed = 34,000 dan P1 feed = 32,830. In acidity, the value from the highest to the lowest as follow: P1 feed = 6,22, P2 feed = 5,98 followed by P3 feed = 5,70. While total solubility of feed from the highest to the lowest were: P1 feed = 68,68%, P2 feed = 66,69% and P3 feed = 62,30%. There is correlation between feed conversion with pH value, with equation Y = 3,875 – 0,99 X (r = 0,93) and between feed conversion with total solubility value, with equation Y = 3,27 – 0,044 X (r = 0,95).

From the physical and chemical feed characteristic, it is concluded that substitution of rice bran to the restaurant waste can’t applicated because it could decreased the quality of feed. There is negative correlation between feed conversion with pH and total solubility value. This is showed that the degradation of pH and total solubility value made the feed conversion became unefficient.

(4)

SUBTITUSI DEDAK PADI DENGAN LIMBAH RESTORAN

TERHADAP SIFAT FISIK DAN KIMIA

RANSUM AYAM BROILER

ALBERTUS RANDY SOEWARNO D24103045

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

(5)

SUBTITUSI DEDAK PADI DENGAN LIMBAH RESTORAN

TERHADAP SIFAT FISIK DAN KIMIA

RANSUM AYAM BROILER

Oleh :

ALBERTUS RANDY SOEWARNO D24103045

Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 14 Maret 2007

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

Dr. Ir. Nahrowi, MSc. Ir. Abdul Djamil Hasjmy, MS. NIP. 131 625 429 NIP. 130 516 996

Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 17 Oktober 1985 di Klaten, Jawa Tengah. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Karhita Soewarno dan ibu Maria Fatima.

Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1997 di SD Kanisius Sidowayah Klaten, pendidikan menengah pertama di SLTP N 2 Klaten diselesaikan pada tahun 2000 dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2003 di SMUN 1 Klaten.

Penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2003.

(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan YME atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi yang berjudul “Subtitusi Dedak Padi dengan Limbah Restoran terhadap Sifat Fisik dan Kimia Ransum Ayam Broiler.” ini ditulis berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis mulai bulan Juni hingga Agustus 2006 di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan.

Dedak Padi merupakan salah satu bahan yang digunakan dalam ransum ayam broiler, namun ketersediaannya bersifat musiman, mudah teroksidasi, terdapat zat anti nutrisi inhibitor tripsin dan asam fitat. Dikarenakan ketersediannya yang terbatas, terlebih ada pihak yang menggunakan kesempatan ini dengan memalsukan dedak padi tersebut diantaranya dengan penambahan sekam. Oleh karena itu diperlukan suatu bahan yang dapat digunakan untuk menggantikannya. Limbah restoran merupakan bahan yang dapat diujicobakan sebagai bahan pakan ternak unggas yang tidak bersaing dengan manusia, murah, mudah didapat dan dibuat.

Skripsi ini ditulis untuk mengetahui kualitas ransum yang diberi limbah restoran, baik secara fisik maupun secara kimia. Diharapkan skripsi ini dapat bermanfaat baik untuk kalangan akademis sebagai sumber rujukan dan juga kalangan industri pakan ayam yang ingin menggunakan limbah restoran sebagai bahan pakan alternatif pengganti dedak padi. Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, namun diharapkan skripsi ini dapat bermanfaat.

Bogor, Februari 2007

(8)

DAFTAR ISI

Kerapatan Pemadatan Tumpukan ... 7

Sudut Tumpukan ... 7

(9)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Penelitian ... 16

Sifat Fisik ... 19

Berat Jenis ... 19

Kerapatan Tumpukan ... 20

Kerapatan Pemadatan Tumpukan ... 22

Sudut Tumpukan. ... 23

Sifat Kimia ... 25

Derajat Keasaman (pH) ... 25

Kelarutan ... 27

Hubungan antara Sifat Kimia Pakan dengan Konversi ... 28

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 30

Saran ... 30

UCAPAN TERIMA KASIH ... 31

DAFTAR PUSTAKA ... 32

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman 1. Kandungan Kimia Limbah Restoran ... ... 4 2. Komposisi Ransum Penelitian ... ... ... 11 3. Rataan Berat Jenis, Kerapatan, Kerapatan Pemadatan, Sudut

Tumpukan, pH dan Kelarutan Limbah Restoran dan Dedak Padi ... 18

4. Rataan Berat Jenis, Kerapatan, Kerapatan Pemadatan, Sudut Tumpuk-

(11)

SUBTITUSI DEDAK PADI DENGAN LIMBAH RESTORAN

TERHADAP SIFAT FISIK DAN KIMIA

RANSUM AYAM BROILER

SKRIPSI

ALBERTUS RANDY SOEWARNO

PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

(12)

RINGKASAN

ALBERTUS RANDY SOEWARNO. D24103045. 2007. Subtitusi Dedak Padi dengan Limbah Restoran terhadap Sifat Fisik dan Kimia Ransum Ayam Broiler.

Skripsi. Program Studi Ilmu Nutrisi dan Makanan ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Dr. Ir. Nahrowi, MSc

Pembimbing anggota : Ir. Abdul Djamil Hasjmy, MS

Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh subtitusi dedak padi dengan limbah restoran dalam ransum terhadap sifat fisik dan kimia ransum yang meliputi berat jenis, kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan tumpukan, sudut tumpukan, pH dan kelarutan total.

Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah restoran dan dedak padi masing-masing sebanyak 3 kg serta 3 macam pakan perlakuan yang terdiri dari; Perlakuan pertama (P1) adalah ransum dengan dedak 13 %, perlakuan kedua (P2) adalah ransum dengan komposisi dedak 6,2 % dan limbah restoran 6,2 % dan perlakuan ketiga (P3) adalah ransum dengan limbah restoran 12 %. Masing-masing perlakuan tersebut mempunyai 4 ulangan. Data dari Rancangan Acak Lengkap diolah dengan analisis ragam (ANOVA) menggunakan program SAS. Nilai rataan kemudian dibandingkan dengan uji beda nyata terkecil.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap semua sifat fisik dan kimia yang diamati. Nilai rataan berat jenis (kg/m3) dari urutan tertinggi sampai terendah sebagai berikut: Ransum P3 sebesar 1,41 kg/m3; Ransum P2 sebesar 1,37 kg/m3 dan Ransum P1 sebesar 1,33 kg/m3. Nilai sudut tumpukan dari urutan tertinggi sampai terendah adalah: Ransum P3 sebesar 35,00, Ransum P2 sebesar 34,000 dan Ransum P1 sebesar 32,830. Pada nilai derajat keasaman (pH), nilai pH dari urutan tertinggi ke terendah sebagai berikut: Ransum P1 sebesar 6,22, Ransum P2 sebesar 5,98 diikuti Ransum P3 sebesar 5,70. Sedangkan pada nilai kelarutan total, urutan kelarutan dari nilai tertinggi sampai terendah adalah: Ransum P1 = 68,68%, Ransum P2 = 66,69% dan Ransum P3 = 62,30%. Sifat kimia pakan berhubungan erat dengan konversi ransum. Hubungan antar sifat kimia pakan yang menunjukkan korelasi terbaik adalah hubungan antara konversi ransum dengan nilai pH dan kelarutan ransum, mengikuti persamaan Y = 3,875 – 0,99 X (r = 0,93) untuk hubungan antara konversi ransum dengan pH ransum dan Y = 3,27 – 0,044 X (r = 0,95) untuk hubungan antara konversi ransum dengan nilai kelarutan total ransum.

Dapat disimpulkan bahwa dilihat dari sifat fisik dan kimia ransum, subtitusi dedak padi dengan limbah restoran tidak dapat dilakukan karena dapat menurunkan kualitas ransum. Terdapat korelasi negatif antara konversi ransum dengan nilai pH dan kelarutan total ransum. Hal ini menunjukkan bahwa dengan menurunnya nilai pH dan kelarutan ransum menyebabkan nilai konversi meningkat dan menjadi tidak efisien.

(13)

ABSTRACT

Subtitution of Rice Bran with Restaurant Waste to The Characteristric of Physical and Chemical Properties Broiler’s Diet.

A. R. Soewarno, N. Ramli, and A. D. Hasjmy B.

The objective of this experiment was to study the effect of rice bran substitution with restaurant waste to the physical properties (specific gravity, bulk density, compacted bulk density, and angle of respose) and the chemical properties (pH and total solubility) of broiler’s diet. Three diet treatments, restaurant waste, and rice bran were collected 3 kg each of them for this experiment.

This experiment was divided into 3 treatments and 4 replication. The treatments were ;1) diet contained 13 % rice bran, without restaurant waste (P1), 2) diet contained 6,2 % rice bran and 6,2 % restaurant waste (P2), 3) diet without rice bran, but contained 12 % restaurant waste (P3). Data from Completely Randomized Design were statistically analyzed with analysis of variance (ANOVA), then the mean value were compared by using least significant different. This analysis using the SAS programs.

The results showed that the treatments significantly (P<0,01) affected all of the characteristic of physical and chemical properties broiler’s diet. The specific gravity average value of feed from the highest to the lowest as follow: P3 feed =1,41 kg/m3; P2 feed = 1,37 kg/m3 and P1 feed = 1,33 kg/m3. The angle of response from the highest to the lowest as follow: P3 feed = 35,00, P2 feed = 34,000 dan P1 feed = 32,830. In acidity, the value from the highest to the lowest as follow: P1 feed = 6,22, P2 feed = 5,98 followed by P3 feed = 5,70. While total solubility of feed from the highest to the lowest were: P1 feed = 68,68%, P2 feed = 66,69% and P3 feed = 62,30%. There is correlation between feed conversion with pH value, with equation Y = 3,875 – 0,99 X (r = 0,93) and between feed conversion with total solubility value, with equation Y = 3,27 – 0,044 X (r = 0,95).

From the physical and chemical feed characteristic, it is concluded that substitution of rice bran to the restaurant waste can’t applicated because it could decreased the quality of feed. There is negative correlation between feed conversion with pH and total solubility value. This is showed that the degradation of pH and total solubility value made the feed conversion became unefficient.

(14)

SUBTITUSI DEDAK PADI DENGAN LIMBAH RESTORAN

TERHADAP SIFAT FISIK DAN KIMIA

RANSUM AYAM BROILER

ALBERTUS RANDY SOEWARNO D24103045

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

(15)

SUBTITUSI DEDAK PADI DENGAN LIMBAH RESTORAN

TERHADAP SIFAT FISIK DAN KIMIA

RANSUM AYAM BROILER

Oleh :

ALBERTUS RANDY SOEWARNO D24103045

Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 14 Maret 2007

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

Dr. Ir. Nahrowi, MSc. Ir. Abdul Djamil Hasjmy, MS. NIP. 131 625 429 NIP. 130 516 996

Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

(16)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 17 Oktober 1985 di Klaten, Jawa Tengah. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Karhita Soewarno dan ibu Maria Fatima.

Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1997 di SD Kanisius Sidowayah Klaten, pendidikan menengah pertama di SLTP N 2 Klaten diselesaikan pada tahun 2000 dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2003 di SMUN 1 Klaten.

Penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2003.

(17)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan YME atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi yang berjudul “Subtitusi Dedak Padi dengan Limbah Restoran terhadap Sifat Fisik dan Kimia Ransum Ayam Broiler.” ini ditulis berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis mulai bulan Juni hingga Agustus 2006 di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan.

Dedak Padi merupakan salah satu bahan yang digunakan dalam ransum ayam broiler, namun ketersediaannya bersifat musiman, mudah teroksidasi, terdapat zat anti nutrisi inhibitor tripsin dan asam fitat. Dikarenakan ketersediannya yang terbatas, terlebih ada pihak yang menggunakan kesempatan ini dengan memalsukan dedak padi tersebut diantaranya dengan penambahan sekam. Oleh karena itu diperlukan suatu bahan yang dapat digunakan untuk menggantikannya. Limbah restoran merupakan bahan yang dapat diujicobakan sebagai bahan pakan ternak unggas yang tidak bersaing dengan manusia, murah, mudah didapat dan dibuat.

Skripsi ini ditulis untuk mengetahui kualitas ransum yang diberi limbah restoran, baik secara fisik maupun secara kimia. Diharapkan skripsi ini dapat bermanfaat baik untuk kalangan akademis sebagai sumber rujukan dan juga kalangan industri pakan ayam yang ingin menggunakan limbah restoran sebagai bahan pakan alternatif pengganti dedak padi. Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, namun diharapkan skripsi ini dapat bermanfaat.

Bogor, Februari 2007

(18)

DAFTAR ISI

Kerapatan Pemadatan Tumpukan ... 7

Sudut Tumpukan ... 7

(19)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Penelitian ... 16

Sifat Fisik ... 19

Berat Jenis ... 19

Kerapatan Tumpukan ... 20

Kerapatan Pemadatan Tumpukan ... 22

Sudut Tumpukan. ... 23

Sifat Kimia ... 25

Derajat Keasaman (pH) ... 25

Kelarutan ... 27

Hubungan antara Sifat Kimia Pakan dengan Konversi ... 28

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 30

Saran ... 30

UCAPAN TERIMA KASIH ... 31

DAFTAR PUSTAKA ... 32

(20)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman 1. Kandungan Kimia Limbah Restoran ... ... 4 2. Komposisi Ransum Penelitian ... ... ... 11 3. Rataan Berat Jenis, Kerapatan, Kerapatan Pemadatan, Sudut

Tumpukan, pH dan Kelarutan Limbah Restoran dan Dedak Padi ... 18

4. Rataan Berat Jenis, Kerapatan, Kerapatan Pemadatan, Sudut Tumpuk-

(21)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Alat Pengolah Limbah dengan Sistem Environmental Recycling

System(ERS)... 12

2. Metode Pengukuran Sudut Tumpukan Bahan Pakan ... 14

3. Bentuk FisikDedak Padi, Limbah Restoran, Ransum Perlakuan P1, P2 dan P3... 17

4. Rataan Nilai Berat Jenis ... 19

5. Rataan Nilai Kerapatan Tumpukan ... 21

6. Rataan Nilai Kerapatan Pemadatan Tumpukan ……… 22

7. Rataan Nilai Sudut Tumpukan ……….. 24

8. Rataan Nilai Derajat Keasaman (pH) ………. 26

(22)

DAFTAR LAMPIRAN

(23)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Keberhasilan suatu peternakan dapat dinilai dari rendahnya biaya produksi dan besarnya keuntungan yang diperoleh dari hasil penjualan ayam. Keberhasilan tersebut dapat diperoleh dengan adanya bibit yang unggul, manajemen peternakan yang baik, dan juga ketersediaan pakan yang berkualitas. Faktor pakan harus diperhatikan karena merupakan biaya terbesar dalam usaha peternakan. Sebagian besar bahan baku pakan yang digunakan oleh peternak saat ini masih diimpor dan harganya relatif mahal. Penekanan biaya pakan tanpa harus mengurangi produksi yang optimum dapat dilakukan dengan mencari sumber-sumber bahan baku pakan yang dalam penggunaannya tidak bersaing dengan kebutuhan manusia dan dapat memberikan nilai gizi yang tinggi dalam ransum. Selain itu ketersediaan bahan pakan harus dalam jumlah yang banyak, berkesinambungan, harga yang murah, dan mudah diperoleh peternak.

Dedak padi merupakan salah satu bahan yang sering digunakan dalam ransum, yang diperoleh dari hasil penggilingan beras. Menurut BPS (2004), produksi padi di Indonesia adalah sekitar 50 juta ton/tahun dan menghasilkan dedak padi sekitar 5 juta ton/tahun. Dedak padi tidak bersaing dengan kebutuhan manusia dan mengandung gizi yang cukup, namun ketersediaannya berkurang ketika musim paceklik dan musim kemarau tiba. Dedak padi memiliki beberapa kendala, diantaranya adalah tingginya kadar lemak yaitu sekitar 6-10%, sehingga dedak mudah mengalami ketengikan (Amrullah, 2004). Selain itu tingginya kandungan zat anti nutrisi berupa asam pitat akan mengganggu ketersediaan fosfor dalam ransum. Kendala yang lainnya adalah kasus pemalsuan terhadap dedak padi, dimana dedak padi dicampur dengan sekam sehingga dapat menurunkan kualitas kecernaan dedak padi pada ternak. Dari permasalahan-permasalahan tersebut, maka perlu dicari bahan pakan alternatif untuk mengurangi ataupun menggantikan dedak padi.

(24)

2 limbah restoran ini dapat mengurangi efek pencemaran lingkungan sekaligus dapat meningkatkan nilai guna dari limbah itu sendiri. Penggunaan limbah restoran (didapat dari warung tegal di sekitar Jakarta) pada ternak ayam telah dilakukan oleh Yanis et al.

(2000), yang bekerjasama dengan IP2TP (Instalansi Penelitian dan Pengkajian teknologi Pertanian Jakarta). Dari hasil pengujian tersebut didapat bahwa limbah restoran mengandung kadar air 10%, protein kasar 10,89%, kalsium 0,08%, phospor 0,39%, serat kasar 9,13%, lemak 9,70% dan energi metabolis sebesar 1780 Kkal/kg.

Perumusan Masalah

Untuk mengetahui kualitas bahan pakan, dalam hal ini adalah perbandingan antara limbah restoran dan dedak padi maka dilakukan uji fisik, analisa kimia dan pengamatan biologi. Uji fisik pakan akan sangat penting dilakukan untuk mengetahui efisiensi suatu proses penanganan, pengolahan dan penyimpanan. Analisis kimia umumnya dilakukan dengan analisis proksimat dan analisis Van Soest. Kedua analisa ini hanya dapat mengetahui mengetahui komposisi zat makanan yang terkandung dalam bahan pakan, tapi tidak dapat mengetahui nilai manfaat bagi ternak. Sebaliknya untuk mengetahui nilai manfaat bagi ternak maka dilakukan uji biologi. Uji biologi biasanya menggunakan uji kecernaaan terhadap ternak secara langsung. (in vivo) atau secara tidak langsung (in vitro). Kelemahan dari pengujian secara biologi adalah memerlukan waktu untuk mendapatkan data hasil.

Dari ketiga uji tersebut, perlu dicari metode alternatif yang murah, cepat dan hasilnya dapat menggambarkan karakteristik dan kualitas dedak padi dan limbah restoran. Uji yang dilakukan antara lain, uji fisik meliputi Berat jenis, kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan tumpukan, sudut tumpukan, sedang uji kimia meliputi pH dan kelarutan total. Uji-uji tersebut dilakukan untuk mengetahui kualitas dan karakteristik limbah restoran dan dedak padi secara cepat (rapid test), sehingga dapat dilihat apakah limbah restoran dapat mensubtitusi dedak padi dalam formulasi ransum.

Tujuan

(25)

3

TINJAUAN PUSTAKA

Dedak Padi

Dedak padi merupakan hasil ikutan dari penggilingan padi yang diperoleh setelah beras dipisahkan dari kulit gabah. Sekitar 5-9% dari hasil penggilingan padi berupa dedak padi (Houston, 1972). Menurut Hartadi et al. (1986) dedak padi mengandung energi metabolis 2980 kkal/kg, protein kasar 12,9%, serat kasar 11,4%, calsium 0,1% dan fosfor 1,3%. Dedak padi merupakan sumber energi bagi pertumbuhan unggas yang dapat memberikan harapan untuk dipergunakan sebagai sumber pakan utama setelah jagung pada ayam broiler. Dalam penggunaannya untuk pakan dedak padi memiliki beberapa kendala diantaranya adalah tingginya dari lemak sekitar 6-10%, sehingga dedak mudah mengalami ketengikan oksidatif. Winarno (1992) menyatakan bahwa ketengikan oksidatif disebabkan oleh auto oksidasi radikal asam lemak tidak jenuh dalam lemak. Auto oksidasi dimulai dengan pembentukan radikal-radikal bebas, lalu radikal ini dengan oksigen membentuk peroksida aktif yang dapat membentuk hidroperoksida yang bersifat sangat tidak stabil dan mudah pecah menjadi senyawa dengan rantai karbon yang lebih pendek (asam lemak, aldehida, keton) yang bersifat volatil dan menimbulkan bau tengik pada lemak. Selain itu dedak padi memiliki zat anti nutrisi inhibitor tripsin dan asam fitat (Amrullah, 2004). Tingginya kandungan zat asam pitat dapat mengganggu ketersediaan fosfor dalam ransum. Kendala yang lainnya adalah kasus pemalsuan terhadap dedak padi, dimana dedak padi dicampur dengan sekam (kulit gabah) sehingga dapat menurunkan kualitas dari dedak padi.

Limbah Restoran

Limbah pada dasarnya berarti suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari suatu sumber hasil aktivitas manusia, maupun proses-proses alam dan tidak atau belum mempunyai nilai ekonomi, bahkan dapat dikatakan mempunyai nilai ekonomi negatif (Murtadho dan Sa’id, 1988).

(26)

4 Penelitian tentang limbah restoran sebelumnya telah dilakukan oleh Yanis et al. (2000). Metodenya, limbah restoran yang sudah kering, digiling dan dicampur dengan pakan campuran. Pencampuran limbah restoran dengan pakan pakan campuran dilakukan dengan perbandingan 25%:75%, 50%:50%, dan 75%:25%. Komposisi pakan campuran terdiri atas 33 % jagung, 33 % dedak, 33 % pakan komersial (broiler finisher), ditambah dengan 0,20 % Starbio, 1% vitamin dan mineral. Hasil dari penelitian tersebut menunjukan bahwa pemberian limbah restoran sampai dengan 75 % ke dalam campuran ransum ayam buras tidak menunjukan pengaruh yang negatif sedangkan penggunaan limbah restoran dalam pakan ayam buras antara 50% sampai dengan 75% dapat menekan biaya produksi 23,42 % sampai dengan 35,13%. Komposisi kimia limbah restoran disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan Kimia Limbah Restoran

Nama Komponen Komposisi

Sumber : Laboratorium Teknologi Pakan (2006)

Sifat Fisik dan Kimia Pakan

Sifat fisik dan kimia pakan dapat mencakup aspek yang sangat luas. Akan tetapi informasi mengenai hal ini masih terbatas. Karakteristik fisik dan kimia pakan dapat mencakup beberapa aspek, diantaranya ukuran, tekstur, warna,penampakan, pH serta kandungan prokasimat bahan.

(27)

5 industri pakan tidak hanya membutuhkan informasi tentang komposisi kimia bahan dan nutrisi saja tetapi juga meliputi sifat fisik dan kimia sehingga kerugian selama pengelolaan pakan dapat dihindari. Herrman (2001) sifat fisik seperti warna, tekstur, bau, dan penampakan visual dari suatu bahan dapat menentukan apakah bahan tersebut diterima atau ditolak dalam proses pemeriksaan kualitas. Menurut Fasina dan Sokhansanj (1993) , bahwa faktor-faktor seperti ruang penyimpanan, bongkar muat, tekanan penyimpanan pada silo tergantung pada sifat fisik pakan seperti kerapatan tumpukan dan sudut tumpukan.

Menurut Sutardi (1997) keberhasilan pengembangan teknologi pakan seperti pengadukan ransum, laju aliran pakan dalam organ pencernaan, proses absorbsi dan deteksi kandungan protein semuanya terkait erat dengan pengetahuan tentang sifat fisik pakan. Pathak (1997) mengatakan uji kualitas bahan pakan dapat dilakukan dengan beberapa teknik pemeriksaan dan pengujian yaitu uji fisik, organoleptik, analisis kimia dan pengamatan mikroskopis.

Sifat fisik dan kimia lebih mudah diukur dan dikenali dibandingkan dengan sifat mikrobiologik dan fisiologik. Beberapa sifat fisik dan kimia dapat diukur dengan alat-alat sederhana, bahkan ada beberapa sifat yang dapat diamati secara organoleptik atau pengindaraan. Beberapa sifat itu mempunyai korelasi langsung atau tidak langsung dengan sifat-sifat lain (Soekarto, 1990). Menurut Wiranatakusumah et al. (1994), bahwa sifat-sifat fisik dari produk perkebunan dipengaruhi oleh : (1) keadaan alam komoditi, (2) varietas, (3) kedewasaan saat dipanen, (4) kematangan, (5) ukuran, (6) faktor-faktor penanaman, (7) kondisi penyimpanan, dan (8) temperatur.

Beberapa sifat fisik penting untuk diketahui adalah : berat jenis, sudut tumpukan, kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan tumpukan, daya ambang, dan faktor higroskopis (King dan Wohlbier, (1977) dalam Gautama 1997).

Berat Jenis (Specific Gravity)

(28)

6 berat jenis merupakan faktor penentu dari kerapatan tumpukan, daya ambang, bersama dengan ukuran partikel bertanggung jawab terhadap homogenitas penyebaran partikel dan stabilitasnya dalam suatu campuran pakan, serta menentukan tingkat ketelitian dalam proses penakaran secara otomatis yang telah umum digunakan oleh pabrik pakan.

Berat jenis yang tinggi juga mencerminkan bahwa bahan pakan tersebut akan lebih cepat mengalami proses kecernaan dalam saluran pencernaan. Hal ini disebabkan karena bahan dengan berat jenis tinggi memiliki berat molekul yang tinggi pula, dimana semakin tinggi berat molekul maka laju alir dalam saluran pencernaan semakin cepat. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Hooper dan Welch (1985) bahwa berat jenis pakan yang tinggi mempercepat retensi pakan dalam rumen sapi dan meningkatkan asupan bahan kering.

Kerapatan Tumpukan (Bulk Density)

Kerapatan tumpukan adalah perbandingan antara berat bahan dengan voume ruang yang ditempatinya, satuannya adalah kg/m3 (Khalila, 1999). Kerapatan tumpukan berpengaruh terhadap daya campur dan ketelitian penakaran secara otomatis, sebagaimana halnya berat jenis. Sifat ini juga memegang peranan penting dalam memperhitungkan volume ruang yang dibutuhkan suatu bahan dengan berat jenis tertentu seperti pada pengisian alat pencampur, elevator dan silo (Kolatac, 1996). Data tentang berat jenis masih sering digunakan meskipun ketepatannya rendah.

Menurut Chung dan Lee (1995), kerapatan tumpukan lebih penting dari pada berat jenis bahan dalam pengeringan dan penyimpanan secara praktis. Menurut Ruttloff (1981) dalam Khalil (1998), pencampuran bahan pakan dengan ukuran partikel sama tetapi terdapat perbedaan besar dalam kerapatan tumpukan (perbedaan > 500 kg/m3) akan sulit dicampur dan campuran seperti ini akan mudah terpisah kembali. Bahan dengan kerapatan rendah (< 450 kg/m3) membutuhkan waktu jatuh atau waktu mengalir lebih lama dan dapat ditimbang lebih teliti dengan alat penakar otomatis baik volumetric maupun gravimetris, sedangkan bahan dengan kerapatan tumpukan tinggi (>1000 kg/m3) bersifat sebaliknya.

(29)

7 dan penyimpanan bahan sehingga produsen lebih memilih bahan atau komoditi dengan nilai kerapatan tumpukan yang tinggi apabila melakukan pengangkutan jarak jauh.

Kerapatan Pemadatan Tumpukan (Compacted Bulk Density)

Kerapatan pemadatan tumpukan merupakan perbandingan antara berat bahan terhadap volume ruang setelah melalui proses pemadatan yang satuannya adalah kg/m3. Kapasits silo, container dan kemasan tergantung pada kerapatan tumpukan dan kerapatan pemadatan tumpukan. Perbedaan cara pemadatan akan berpengaruh pada nilai kerapatan pemadatan tumpukannya. Menurut Hoffmann (1997) tingkat pemadatan (compressibility) serta denstas bahan sangat menentukan kapasitas dan akurasi pengisian tempat penyimpanan seperti silo, kontainer dan kemasan. Perry and Hilton (1973) menyatakan, kapasitas per unit waktu dari peralatan yang dapat menyebabkan benda bergerak dalam pemrosesan harus diketahui secara pasti kapasitas seperti kilogram per jamnya, sehingga kita dapat mengetahui kapasitas produksi.

Sudut Tumpukan (Angle of Reponse)

Sudut tumpukan merupakan sudut yang terbentuk jika bahan dicurahkan pada bidang datar melalui sebuah corong. Sudut tumpukan menunjukan kriteria pada bidang datar memlului sebuah corong. Sudut tumpukan menunjukan kriteria kebebasan bergerak partikel dari suatu tumpukan bahan. Geldart et al. (1990) menyatakan bahwa pengukuran sudut tumpukan merupakan metode yang cepat dan produktif untuk menentukan laju aliran bahan. Setiap bahan mempunyai daya alir tertentu (Schulze, 1996). Menurut Williams (1991), dan Ruttloff (1981) dalam Khalil (1999b), laju aliran bahan akan sangat mempengaruhi proses penanganan dan distribusi, antara lain :

1. Menentukan kecepatan dan keefisienan pada proses pengisian silo vertikal, pemindahan bahan menuju unit penimbangan atau pencampuran.

(30)

8 3. Sudut tumpukan berpengaruh pada proses penakaran. Bahan yang mempunyai

sudut tumpukan kecil lebih mudah dan lebih akurat ditakar, baik secara volumetrik maupun gravimetris.

Menurut Soesarsono (1988), sifat fisik ini perlu diketahui, misalnya untuk mendesain corong pemasukan (hopper) ataupun corong pengeluaran, misal pada silo atau pada mesin pengolah. Kesalahan desain corong karena kurang pengetahuan tentang sudut tumpukan komoditas dapat mengakibatkan kemacetan karena corong tersumbat oleh komoditas yang tidak lewat dengan lancar. Metode pengukuran sudut tumpukan yang terbaik haruslah meniru kondisi bahan dalam peralatan selama kegiatan prossesing

serta selalu menjaga kekonsistenan selama pengukuran (Johanson, 1994).

Kelarutan

Menurut Vogel (1978) kelarutan adalah jumlah zat yang dapat dilarutkan dalam pelarutnya, dimana kelarutan tergantung pada suhu, tekanan, konsentrasi bahan-bahan lain dalam larutan dan komposisi kelarutannya. Selain itu kelarutan juga tergantung pada sifat dan konsentrasi zat-zat lain, terutama ion-ion dalam campuran tersebut. Muchtadi et al (1993) menyatakan bahwa pelarut adalah suatu subtansi pada fase yang sama (padatan, cairan dan gas) sebagai bagian yang menyusun larutan. Pelarut yang baik adalah air, lebih lanjut dijelaskan bahwa air melarutkan atau mendispersi sebagai zat berdasarkan dua sifat kutub yang dimilikinya.

Beberapa zat yang tidak mengandung, tetapi termasuk senyawa polar, seperti gula, alkohol, aldehida larut dalam air. Kelarutannya dalam air disebabkan oleh adanya gugus hidroksil (gula dan alkohol) dan gugus O2 karbonil (aldehida dan keton) yang

cenderung membentuk ikatan hidrogen dengan air (Voet et al., 1999). Air juga melarutkan berbagai senyawa organik yang mempunyai gugus karboksil atau asam amino yang cenderung berionisasi oleh interaksinya dengan air (Muchtadi et al., 1993).

(31)

9

Derajat Keasaman (pH)

Derajat keasaman merupakan suatu gambaran yang dapat memperlihatkan konsentrasi ion hidrogen pada suatu medium atau pelarut. Menurut Gaman dan Sherrington (1990), adanya gugus amino dan karboksil bebas pada ujung-ujung rantai molekul protein menyebabkan protein memiliki banyak muatan (polielektrolit) dan bersifat amfoter dapat bereaksi dengan asam ataupun basa. Tiap-tiap molekul protein memiliki daya reaksi yang berbeda-beda dengan asam maupun basa, hal ini tergantung pada jumlah dan letak gugus amino dan karboksil dalam molekul protein tersebut.

(32)

10

METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor yang berjalan dari Maret sampai Mei 2006.

Materi Bahan Pakan

Penelitian ini menggunakan limbah restoran, dedak padi, dan ransum yang tersusun atas jagung kuning, bungkil kedelai, tepung ikan, tepung daging, limbah restoran, dedak padi, CPO (crude palm oil) dan premiks.

Peralatan

Alat yang digunakan adalah timbangan analitik, pH meter, oven, mistar, segitiga siku-siku, corong plastik, gelas ukur 100 ml dan 1000 ml, gelas piala, kertas karton, kantong plastik, pengaduk, sendok teh dan sendok makan

Rancangan Rancangan Perlakuan

Ransum ayam broiler ini dibuat berdasarkan formulasi dan dicampur di PT. Indofeed. Ransum ayam broiler ini disusun berdasarkan NRC (1994) dengan kandungan energi metabolis 3200 Kkal/kg dan protein kasar 23 %. Susunan dan kandungan zat makanan ransum penelitian disajikan pada Tabel 2.

Ransum yang digunakan tersebut menggunakan bahan baku jagung kuning, bungkil kedelai, tepung ikan, tepung daging, limbah restoran, dedak padi, CPO (crude palm oil) dan premiks.

(33)

11 Tabel 2. Komposisi Ransum Penelitian (0-6 Minggu)

Bahan Makanan Ransum Perlakuan (%)

P1 P2 P3

Kandungan zat makanan berdasarkan perhitungan NRC (1994) : Energi Metabolis (kkal/kg) 3200 3200 3200

Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan 4 ulangan. Model matematika yang digunakan adalah sebagai berikut:

Yij = μ + αi + εij

Keterangan :

Yij = Respon percobaan dari perlakuan ke-i ulangan ke-j μ = Rataan umum

αi = Pengaruh perlakuan ke-i

εij = Eror perlakuan ke-i ulangan ke-j

(34)

12

Peubah yang Diamati

Peubah yang diamati dalam penelitian ini meliputi :

- Pengukuran sifat fisik, antara lain kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan tumpukan, sudut tumpukan dan berat jenis.

- Pengukuran sifat kimia, antara lain pH dan Kelarutan.

Prosedur Persiapan Bahan

Sampel masing-masing bahan, yaitu dedak padi, limbah restoran, ransum P1, ransum P2 serta ransum P3 diambil secara acak sebanyak 3 kg untuk pengukuran.

Pembuatan Limbah Restoran

Limbah restoran dalam penelitian ini diperoleh dari Hotel SahidJakarta. Proses pembuatan limbah restoran dimulai dengan pengumpulan limbah restoran kemudian disortir dari benda asing seperti plastik, tusuk gigi, gelas, tali rafia dan lainnya. Limbah hasil sortiran lalu dimasukan ke dalam alat pengolah limbah ERS (Enviromental Recycling System) yang berfungsi sebagai mixer, expander dan grinder selama 2 jam dengan suhu sekitar 70-80oC dan tekanan 2 atm. Setelah mengalami proses-proses tersebut diperoleh tepung limbah restoran. Alat ERS disajikan pada Gambar 1.

(35)

13

Pengukuran Sifat Fisik Bahan (Khalil, 1999) Berat Jenis

Berat jenis diukur dengan menggunakan prinsip hukum Archimedes, yaitu dengan melihat perubahan volume aquades pada gelas ukur (100 ml) setelah memasukkan bahan-bahan yang massanya telah diketahui ke dalam gelas ukur tersebut, kemudian dilakukan pengadukan untuk mempercepat jalannya udara antar partikel ransum selama pengukuran. Perubahan volume aquades merupakan volume bahan sesungguhnya. Berat jenis dihitung dengan rumus :

Bobot Bahan (gram) BJ =

Perubahan Volume aquades (ml)

Kerapatan Tumpukan

Kerapatan tumpukkan dihitung dengan mencurahkan bahan dengan bobot tertentu ke dalam gelas ukur (100ml). Metode pemasukan bahan ke dalam gelas ukur sama setiap pengamatan, baik cara maupun ketinggian pencurahan. Pencurahan ransum dibantu corong plastik dan sendok teh, guna meminimumkan penyusutan volume curah akibat pengaruh daya berat ransum itu sendiri saat dicurahkan dan menghindari terjadinya guncangan pada gelas ukur. Kerapatan tumpukan dihitung dengan rumus : Berat bahan (gram)

KT =

Volume ruang yang ditempati (ml)

Kerapatan Pemadatan Tumpukan

Kerapatan pemadatan tumpukan ditentukan dengan cara yang sama dengan penentuan kerapatan tumpukan, tetapi volume bahan dibaca setelah dilakukan proses pemadatan dengan cara menggoyang-goyangkan gelas ukur sampai volume tidak berubah lagi. Besarnya nilai kerapatan tumpukan sangat tergantung pada intensitas proses pemadatan, sedangkan volume yang dibaca merupakan volume terkecil yang diperoleh selama penggetaran . sebaiknya pemadatan dilakukan dalam waktu tidak lebih dari 10 menit. Kerapatan pemadatan tumpukan dihitung dengan rumus :

Berat bahan (gram) KPT =

(36)

14

Sudut Tumpukan

Pengukuran sudut tumpukan dilakukan. dengan cara menjatuhkan atau mencurahkan bahan pada ketinggian 15 cm melalui corong yang sama pada bidang datar dengan menggunakan kertas karton manila warna putih yang telah diberi tanda untuk mengukur diameter, dilakukan dalam ruang.

Diameter tumpukan maksimal dua kali tinggi jatuhnya bahan. Sedangkan untuk mengukur tinggi dilakukan dengan bantuan mistar dan segitiga siku-siku. Volume bahan yang digunakan sebesar 100 ml. Sudut tumpukan bahan ditentukan dengan mengukur diameter dasar (d) dan tinggi tumpukan (t). Gambar 2. menunjukan skema pengukuran sudut tumpukan.

15 cm

t

d

Gambar 2. Metode Pengukuran Sudut Tumpukan Bahan Pakan

Untuk menghitung besarnya nilai sudut tumpukan dihitung dengan rumus sebagai berikut:

(37)

15

Pengukuran Sifat Kimia

Derajat keasaman (pH) (Apriyantono et al., 2000)

Sampel bahan dilarutkan ke dalam aquades dengan perbandingan 1 : 10, homogenkan dan biarkan ± 20 menit, lalu diukur pHnya.

Kelarutan (Stefanon et al., 1996)

Sampel bahan sebanyak 0,25 gram ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik dan dimasukkan ke dalam gelas piala, lalu ditambah aquades sebanyak 25 ml. Larutan tersebut diaduk selama 15 menit, kemudian diletakan ke dalam shaker water bath dengan suhu 370C dan kecepatan 60 rpm selama 20 jam. Setelah 20 jam, larutan tersebut disaring dengan kertas saring. Endapan hasil penyaringan tersebut disimpan dalam oven 1050 C selama 24 jam, lalu ditimbang berat akhirnya.

Berat awal bahan – Berat setelah dioven Kelarutan = x 100%

(38)

16

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

Uji kualitas pakan dapat dilakukan dengan beberapa metode yaitu secara fisik, biologi dan kimiawi. Ukuran, bentuk, struktur, tekstur, warna, bau, sifat-sifat optik dan penampakan merupakan beberapa contoh uji secara fisik. Bahan pakan asal nabati seperti dedak padi merupakan bahan-bahan pakan yang sering digunakan dalam industri pakan di Indonesia, sedangkan limbah restoran merupakan bahan baku alternatif yang baru dicoba, sehingga perlu dilakukan uji kualitas.

Limbah restoran diperoleh dari Hotel Sahid Jaya, Bekasi, sedangkan dedak padi dan proses pembuatan ransum P1, P2 dan P3 didapat dan diproses di PT. Indofeed Bogor. Ketiga ransum yang digunakan dalam penelitian ini dapat dibedakan secara fisik meliputi pengamatan warna, bentuk dan bau.

Tekstur

Limbah restoran mempunyai tekstur lebih kasar karena bahan tersebut terdiri dari campuran tulang dan bahan-bahan sisa lainnya. Tekstur dedak padi yang halus menunjukkan bahwa dedak padi tersebut memiliki kualitas baik karena tidak dicampur dengan sekam. Dari perbedaan tekstur tersebut, terlihat bahwa pakan yang mengandung limbah restoran memiliki tekstur yang lebih kasar dibanding pakan kontrol yang tidak mengandung limbah restoran. Secara umum tekstur limbah restoran, dedak padi dan pakan-pakan perlakuan menunjukkan tekstur yang baik dan tidak mununjukkan adanya jamur yang melekat dan menyebar pada bahan.

Bau

Palatabilitas pakan adalah fungsi antara bau dengan rasa pakan sehingga berhubungan dengan nafsu makan pada ternak. Bau juga merupakan salah satu indikator rusak atau tidaknya bahan-bahan pakan tersebut. American Feed Industry Association menyatakan bahwa bau pakan yang baik adalah segar dan tidak gosong. Selain itu sensori ternak terhadap bau akan meningkatkan tingkat konsumsi pakan (van Heugten, 1999). Pakan dan bahan pakan yang telah rusak biasanya berbau tengik dan tidak layak digunakan sebagai makanan tenak.

(39)

17 pengganti dedak padi ransum P2 memiliki tingkat konsumsi paling tinggi dibanding ransum kontrol dan ransum P3 (Gunadi, 2006).

Warna

Sifat warna merupakan faktor pertama yang dapat terlihat jelas pada pengamatan. Warna pada pakan perlakuan P2 dan P3 lebih gelap dibandingkan warna yang terdapat pada pakan kontrol P1 yang lebih terang. Hal ini terjadi karena limbah restoran memiliki warna coklat tua, sedangkan dedak padi warnanya coklat muda. Proses pembuatan limbah restoran yang menggunakan suhu 70-800C menyebabkan warnanya menjadi coklat gelap. Menurut Mark dan Whitney (2001) warna pakan yang baik adalah yang berwarna lebih cerah, warna tersebut juga dapat mengindikasikan bahwa asam amino mudah dicerna.

(40)

18 Data rataan, berat jenis, kerapatan, kerapatan pemadatan, sudut tumpukan, pH dan kelarutan antara limbah restoran dan dedak padi terlihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Rataan, Berat Jenis, Kerapatan, Kerapatan Pemadatan, Sudut Tumpukan, pH dan Kelarutan Limbah Restoran dan Dedak Padi

Peubah Limbah Restoran Dedak Padi

Untuk data tentang pengaruh pemberian tepung limbah restoran terhadap berat jenis, kerapatan, kerapatan pemadatan, sudut tumpukan, pH dan kelarutan ransum perlakuan disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Rataan, Berat Jenis, Kerapatan, Kerapatan Pemadatan, Sudut Tumpukan, pH dan Kelarutan Ransum P1, P2 dan P3.

Peubah Perlakuan

Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01).

(41)

19 untuk nilai pH dan kelarutan, ransum perlakuan cenderung lebih kecil jika dibanding dengan nilai pH dan kelarutan ransum kontrol.

Sifat Fisik Berat Jenis

Berat jenis merupakan perbandingan antara berat bahan terhadap volumenya dengan satuan kg/m3.

Berat jenis merupakan faktor penting dalam berbagai proses pengolahan, penanganan dan penyimpanan (Nurcahaya, 1999). Berat jenis bersama ukuran partikel mempengaruhi homogenitas dari penyebaran pakan dan stabilitasnya dalam suatu campuran pakan.

Gambar 4. Rataan Nilai Berat Jenis

(42)

20 Nilai berat jenis yang tinggi dapat menunjukan nilai kerapatan tumpukan dan kerapatan pemadatan yang tinggi pula. Hal ini memperlihatkan bahwa pakan yang mengandung limbah restoran membutuhkan volume ruang yang kecil untuk penyimpanan dibanding pakan yang mengandung dedak padi. Berat jenis akan menentukan tingkat ketelitian dalam proses penakaran secara otomatis pada pabrik pakan, seperti dalam proses pengemasan dan pengeluaran dari dalam silo untuk dicampur atau digiling (Khalil, 1999a). Selain itu pencampuran limbah restoran dalam ransum akan lebih mudah dan stabil.

Berat jenis yang tinggi juga mencerminkan bahwa bahan pakan tersebut akan lebih cepat mengalami proses kecernaan dalam saluran pencernaan. Hal ini disebabkan karena bahan dengan berat jenis tinggi memiliki berat molekul yang tinggi pula, dimana semakin tinggi berat molekul maka laju alir dalam saluran pencernaan semakin cepat. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Hooper dan Welch (1985) bahwa berat jenis pakan yang tinggi mempercepat retensi pakan dalam rumen sapi dan meningkatkan asupan bahan kering.

Pada unggas, diduga berat jenis yang tinggi dapat mempercepat kecepatan pencernaan. Hal ini disebabkan ransum dengan berat jenis lebih besar akan lebih cepat turun dari mulut-tembolok-gizzard sampai ke usus. Sebaliknya ransum dengan berat jenis lebih rendah akan lambat dicerna karena sifatnya voluminous sehingga akan lebih memakan waktu dalam proses pencernaan dari mulut sampai ke usus. Hal ini disebabkan karena sifat voluminous berhubungan dengan kandungan serat yang tinggi. Serat inilah yang menyebabkan laju alir pakan menjadi lambat (George, 2004).

Kerapatan Tumpukan

(43)

21

Gambar 5. Rataan Nilai Kerapatan Tumpukan

Nilai kerapatan tumpukan dapat dilihat pada Gambar 5. Ransum yang mengandung limbah restoran memiliki kerapatan tumpukan nyata lebih besar (p<0,01) dibanding ransum yang mengandung dedak padi Tingginya nilai kerapatan tumpukan yang dimiliki oleh ransum P3 (519,58±0,90 kg/m3) disebabkan karena limbah restoran memiliki nilai kerapatan tumpukan yang tinggi pula (401,88±4,99 kg/m3). Ada beberapa faktor yang menyebabkan nilai kerapatan tumpukan ransum perlakuan lebih tinggi dibanding nilai kerapatan tumpukan ransum kontrol (504,58±4,34 kg/m3). Salah satunya adalah pengaruh kadar air, kadar air pada limbah restoran dan ransum yang mengandung limbah restoran lebih tinggi dibanding kadar air dari dedak padi dan ransum kontrol. Penyerapan kadar air yang tinggi akan menyebabkan peningkatan sifat kohesif, atau gaya tarik menarik antar partikel semakin besar, sehingga semakin tinggi kadar air maka akan semakin tinggi pula kerapatan tumpukannya (Wirakartakusumah et al, 1994).

(44)

22 Terlihat bahwa limbah restoran dan ransum yang mengandung limbah restoran membutuhkan ruangan yang lebih sedikit dalam menyimpan per ton bahan maupun pakan dalam bentuk curah dibandingkan dengan dedak padi dan ransum kontrol sehingga lebih efisien dalam pemanfaatan ruang. Hal ini sesuai dengan Syarief dan Irawaty (1988) yang menyatakan bahwa nilai rataan kerapatan tumpukan yang semakin tinggi, maka dapat mengurangi volume ruang penyimpanan.

Dengan nilai kerapatan tumpukan yang tinggi maka limbah restoran juga lebih efisien dalam proses pengangkutan jarak jauh. A/S Niro (2005) juga menyatakan bahwa bahan atau komoditi yang memiliki nillai kerapatan tumpukan tinggi dapat mengemat biaya pengeluaran untuk pengemasan dan penyimpanan bahan, sehingga produsen lebih memilih bahan atau komoditi dengan nilai kerapatan tumpukan tinggi apabila melakukan pengangkutan dengan jarak jauh.

Kerapatan Pemadatan Tumpukan

Kerapatan pemadatan tumpukan (Compacted bulk density) adalah perbandingan antara masa dengan volume yang ditempati bahan setelah melalui proses pemadatan seperti penggoyangan dengan satuan kg/m3 (Khalil, 1999a). Nilai kerapatan pemadatan tumpukan pada ransum perlakuan dapat dilihat pada gambar 6. dibawah ini.

877.97

Gambar 6. Rataan Nilai Kerapatan Pemadatan Tumpukan

(45)

23 adanya proses pemadatan maka partikel-partikel dipaksa untuk mengisi celah-celah yang kosong antar partikel yang ukurannya lebih besar (Peleg and Bagley, 1983). Maka dalam hal ini ukuran partikel sangat berpengaruh terhadap besar kecilnya kerapatan pemadatan tumpukan bahan. Semakin besar ukuran partikel, maka semakin besar kerapatan pemadatannya. Ukuran partikel limbah restoran yang lebih besar (3 mm) dibandingkan dengan dedak padi yang partikelnya berbentuk tepung, sehingga menyebabkan kerapatan pemadatan tumpukan dari ransum P3 dan P2 lebih besar dibanding ransum kontrol (P1).

Kapasitas silo, kontainer dan kemasan seperti karung terletak antara kerapatan tumpukan dan kerapatan pemadatan tumpukan (Khalil, 1999b). Sehingga dengan mengetahui berapa nilai kerapatan pemadatan tumpukan maka akan dapat mempermudah memodelkan luasan suatu silo, kontainer maupun kemasan agar lebih ekonomis dan efisien. Dari perhitungan kerapatan pemadatan terlihat bahwa ransum yang mengandung limbah restoran lebih efisien dalam ruang penyimpanan dibanding ransum kontrol karena membutuhkan ruang yang lebih kecil dalam menyimpan 1 ton bahan. Kebutuhan ruangan penyimpanan per ton dari ransum P1, P2 dan P3 adalah 1,15, 1,13 dan 1,09 m3. Perry and Chilton (1973) menyatakan bahwa kapasitas per unit waktu dari peralatan yang dapat menyebabkan benda bergerak dalam pemrosesan harus diketahui secara pasti kapasitas seperti kilogram per jamnya, sehingga kita bisa mengetahui kapasitas produksinya.

Nilai kerapatan pemadatan tumpukan yang besar menunjukkan bahwa wadah dengan satuan tertentu dapat ditempati oleh partikel bahan lebih banyak sehingga proses pengemasan pakan akan lebih efisien. Dari pengamatan yang dilakukan terlihat bahwa ransum yang mengandung limbah restoran memiliki tingkat efisiensi pengemasan pakan yang lebih baik dibanding dengan ransum kontrol.

Sudut Tumpukan

(46)

24 terbentuk semakin kecil. Pergerakan partikel yang ideal ditunjukkan oleh ransum dengan sudut tumpukan 200-500 (Ruttloff, 1981 dalam Khalil 1999b). Selain itu sudut tumpukan merupakan metode cepat pengukuran laju aliran/daya luncur suatu bahan (Carr, 1976). Sudut tumpukan penting pada saat pemindahan bahan dari satu tempat ke tempat lain. Karena sudut tumpukan ini berpengaruh terhadap kapasitas belt conveyor

dan alat-alat pemindah lainnya.

Menurut Fasina dan Sokhansanj (1993), bahan yang mudah mengalir bebas memiliki kisaran sudut tumpukan 200-300, bahan mudah mengalr bebas memiliki sudut tumpukan 300-380, bahan dengan kisaran nilai sudut tumpukan 380-450 mempunyai laju alir medium dan bahan dengan kisaran nilai sudut tumpukan 450-550 merupkan bahan yang sulit mengalir. Semakin tinggi sudut tumpukan menunjukkan bahwa bahan tersebut memiliki tingkat kebebasan bergerak yang rendah. Artinya bahan tersebut akan mempunyai laju alir yang lebih lambat sehingga akan menyumbat dalam pengisian silo. Selain itu sudut tumpukan juga mempengaruhi besarnya kemiringan lantai untuk pengosongan silo. Nilai sudut tumpukan yang tinggi menyebabkan bahan menjadi sulit mengalir, karena itu proses penggoyangan didalam silo diperlukan membuat mekanisme proses produksi di dalam industri tidak efisien. Hal ini menjadi kendala didalam penanganan bahan baku karena proses pengolahan akan lebih sulit dan lama. Data nilai rataan sudut tumpukan dari ransum perlakuan P1, P2 dan P3 ditampilkan pada Gambar 7.

(47)

25 Gambar 7. menunjukkan bahwa sudut tumpukan terkecil adalah pada ransum yang mengandung dedak padi 13%, yaitu sebesar 32,83±0,82, sedangkan ransum yang mengandung limbah restoran 12% mempunyai sudut tumpukan yang paling besar (35,01±0,14). Dari data tersebut terlihat bahwa ransum perlakuan dan ransum kontrol berada pada kategori bahan mudah mengalir bebas dengan nilai sudut tumpukan 300 -380.

Erin et.al.,(2006) menyatakan bahwa semakin tinggi sudut tumpukan maka laju aliran bahan menjadi lebih lambat karena tingkat kebebasan bergeraknya menjadi rendah. Dari pengamatan terlihat bahwa sudut tumpukan yang dimiliki ransum P3 paling tinggi dibanding sudut tumpukan ransum P2 dan P1. Hal ini menunjukkan bahwa ransum P3 membutuhkan waktu yang lebih lama dalam proses pengisian maupun pengosongan silo karena laju alirnya lebih lambat, sedangkan pakan P1 bersifat sebaliknya, dimana sudut tumpukan yang dimilikinya paling rendah sehingga laju alirnya paling besar dibanding pakan P3 dan P2 sehingga dalam proses penanganan silo ransum P1 akan membutuhkan waktu yang lebih cepat.

Sifat Kimia Derajat Keasaman (pH)

Derajat keasaman (pH) merupakan nilai yang menunjukkan suatu bahan bersifat asam (<7), basa (>7), atau netral (=7). Derajat keasaman pakan akan mempengaruhi pH saluran pencernaan yang akan meningkat seiiring dengan meningkatnya pH pakan (Ange et al., 2000).

(48)

26

Gambar 8. Rataan Nilai pH

Menurut Sudarmadji et al (1989) protein mudah sekali mengalami perubahan, baik fisik maupun biologis. Perubahan ini salah satunya disebabkan meningkatnya tingkat keasaman suatu bahan pakan. Keasaman yang tinggi dari suatu bahan pakan dapat menyebabkan kondisi penyerapan protein menjadi terganggu. Ditambahkan oleh Makkink (2001) akibat dari pH yang tinggi dari bahan pakan menyebabkan penyerapan protein menjadi tidak normal.

Konsumsi pakan yang bersifat asam akan berpengaruh terhadap pencernaan dan tingkat konsumsi (Farnworth, 2000). Diketahui pH dalam saluran pencernaan ayam adalah asam. Derajad keasaman (pH) dari tembolok, proventriculus dan gizzard ayam berturut-turut sebesar 4,5, 4,4 dan 2,6 (Miller, 2003). Pakan bersifat asam akan menyebabkan produksi sekresi asam yang berlebihan di dalam saluran pencernaan sehingga mengganggu pencernaan dan menurunkan tingkat konsumsi. Heres et.al.

(2004) menyatakan bahwa pengasaman pakan menggunakan asam organik, asam laktat dan asam asetat akan menurunkan tingkat konsumsi ayam broiler. Hal yang serupa juga dikemukakan oleh Andrys et al, (2003), penambahan asam phosforic dan asam citric sebanyak 1,5% pada formulasi ransum menyebabkan pH pada tembolok dan gizzard ayam broiler turun menjadi dibawah 3. Hal tersebut berefek pada konsumsi pakan yang lebih rendah dibanding kontrol.

(49)

27 1906,03 dan 1503,95gram. Hal ini disebabkan karena pH ransum P3 bersifat paling asam (pH=5,7) dibanding pH ransum P1 (6,22) dan pH ransum P2 (5,98).

Kelarutan Total

Kelarutan total ransum kontrol sangat nyata (p<0,01) lebih tinggi dibanding ransum P2 dan P3. Rataan kelarutan total ransum kontrol sebesar 68,68%, sedang kelarutan total untuk P2 dan P3 masing-masing sebesar 66,69% dan 62,35%. dari data ini terlihat bahwa penambahan limbah restoran dalam campuran ransum menurunkan kelarutan total ransum. Hal ini disebabkan kelarutan total dedak lebih tinggi (50,45%) dibandingkan dengan kelarutan total limbah restoran yang hanya 43,68%.

68.68

Gambar 9. Rataan Nilai Kelarutan Total

Kelarutan total merupakan uji in vitro yang menggambarkan kecernaan bahan tersebut dalam ternak. Semakin tinggi kelarutan suatu bahan menunjukkan bahan tersebut mudah dicerna (Williams, 2004). Dari hasil yang diperoleh terlihat bahwa ransum yang mengandung limbah restoran memiliki nilai kelarutan yang lebih rendah dibanding ransum kontrol, sehingga lebih mudah dicerna.

(50)

28 memiliki nilai efisiensi yang lebih rendah (71,25% dan 75%) dibanding nilai efisiensi penggunaan energi ransum kontrol (79%). Hal ini membuktikan bahwa ransum P2 dan P3 lebih sulit dicerna dibanding ransum kontrol.

Menurut Suardi (2002), kelarutan dalam air dipengaruhi oleh jenis karbohidrat penyusunnya. Semakin tinggi kandungan polisakarida, khususnya polisakarida bukan pati dari bahan pakan, maka semakin rendah kelarutannya dalam air dan sebaliknya, karena polisakarida bukan pati sulit mengalami hidrolisis dalam air.

Jika melihat kandungan BETN limbah restoran sebesar 59,12% yang lebih tinggi dibanding BETN dedak padi yang hanya 50,22%, maka seharusnya kelarutan limbah restoran lebih tinggi dari pada kelarutan dedak padi. Namun pada penelitian ini hal yang terjadi justru sebaliknya, dimana kelarutan limbah restoran lebih rendah dibandingkan dedak padi. Rendahnya kelarutan limbah restoran disebabkan karena bahan penyusun limbah banyak yang merupakan sampah yang sulit larut (sisa-sisa daging, tulang, nasi dan sayuran), sehingga secara tidak langsung menurunkan kelarutan dari limbah restoran. Kelarutan ini berkaitan erat dengan kecernaan. Dengan rendahnya kelarutan, maka bahan tersebut sulit dicerna dalam pencernaan hewan.

Hubungan Sifat Kimia Pakan dengan Konversi Ransum

Hubungan antara sifat kimia dalam kaitanya dengan konversi ransum pada ayam dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Hubungan Sifat Kimia dengan Konversi Ransum.

Tipe hubungan Persamaan r

pH dengan konversi Y = 3,875 – 0,99 X 0,93 kelarutan dengan konversi Y = 3,27 – 0,044 X 0,95

(51)

29 Hubungan antara pH dengan konversi ransum sangat nyata mengikuti persamaan Y = 3,875 – 0,99 X (r = 0,93) dan berkorelasi negatif, artinya nilai konversi akan naik dengan menurunnya pH pakan. Nilai konversi ransum perlakuan P1, P2 dan P3 berturut-turut adalah 2,14, 2,32 dan 2,44 (Gunadi, 2006). Untuk pH dari ransum P1, P2 dan P3 berturut-turut adalah 6,22, 5,98 dan 5,7. Terlihat bahwa semakin pH turun maka konversi akan meningkat. Dari data tersebut terlihat bahwa penggunaan limbah restoran pada campuran ransum menghasilkan konversi yang tidak efisien. Salah satu faktor penyebab ketidakefisienan konversi ransum ini adalah karena dengan semakin asam suatu ransum maka penyerapan protein dari ransum itu akan menjadi terganggu.

(52)

30

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan keseluruhan yang dilakukan limbah restoran belum dapat mensubtitusi dedak padi dalam campuran ransum. Penggunaan limbah restoran cenderung menurunkan kualitas ransum. Hal ini disebabkan karena limbah restoran mempunyai nilai sudut tumpukan yang lebih tinggi, kelarutan yang rendah serta pH yang lebih asam dibanding dedak padi.

Saran

(53)

31

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan kasih-Nya selama penulisan skripsi ini hingga selesai.

Pada Kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan yang mendalam kepada :

1. Bapak Dr. Ir. Nahrowi, MSc. Selaku dosen pembimbing utama dan Bapak Ir. Abdul Djamil Hasjmy, MS. Selaku dosen pembimbing anggota yang telah meberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

2. Ibu Ir. Dwi Margi Suci, MS. selaku dosen penguji seminar, Ibu Ir. Niken Ulupi, MS. dan Ibu Dr. Ir. Yuli Retnani, MS. selaku dosen penguji sidang yang telah

memberikan asukan dalam perbaikan skripsi ini. 3. Ibu Ir. Dwi Margi Suci, MS sebagai dosen pembimbing akademik yang selalu

memberikan motivasi dan nasehat selama ini.

4. Bapak Haryadi dan Bapak Iman dari Hotel Sahid dan Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) yang telah mempercayakan dan mendanai proyek penelitian ini.

5. Seluruh dosen dan staf di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan yang telah memberi bantuan dan bekal pengetahuan selama penulis menyelesaikan studi di IPB.

6. Seluruh staf Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan (Pak Sofyan, Bu Eneh, Bu Welly, Pak Upik, Mas Dadang, Mas Supri, Mbak Risma) atas bantuannya selama penulis melakukan penelitian di laboratorium.

7. Papa, Mama, Felix dan Gio yang telah memberikan doa dan semangat selama ini serta Listyawati atas bantuan dan dorongannya selama ini.

8. Rekan-rekan sepenelitian Igun, Ratih, Supra, Ria, Risma (INMT 39), dan teman-teman INMT 40 atas kerjasamanya selama penulis menyelesaian penelitian. Akhir kata semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak-pihak yang membutuhkan.

(54)

32

DAFTAR PUSTAKA

Amrullah, I. K. 2004. Nutrisi Ayam Broiler. Cet. ke-2. Lembaga Satu Gunung Budi, Bogor.

Andrys, R., D. K. Lecker, and E. M. Arecek. 2003. the Effect of changed values of feed in isophosphoric diets on chicken broiler performance. Czech J. Anim. Sci., 48, 2003 (5): 197–206.

Ange, K.D., J.H. eisemann., R.A. Argenzio., G.W. almond and A.T. Blikslager. 2000. Effects of feed physical form and buffering solutes on water disappearance and proximal stomach pH in swine. J. animal. Sci. 78 :2344-2352.

Apriyantono, A., D. Fardi, Ni Luh P, Sedarnawati dan S. Budiyanto. 2000. Analisis Pangan. PAU Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

A/S,Niro.2005.BulkDensity.http://www.Niro.com/ndk.website/niro/cms/doc.nsf/web/D

oc/nd/kw_5y_8fg_9/library [1 Juli 2006]

Ballo, V. J. 1997. Studi metabolisme energi dan protein pada ayam kampung dan hasil persilangannya dengan ayam ras pedaging pada periode pertumbuhan . Tesis. Fakultas Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Bingfan, Z and Craig N. Coon. 1997. The Relationship of Calcium Intake, Source, Size, Solubility In Vitro and In Vivo, and Gizzard Limestone Retention in Laying Hens. Poultry Science 76:1702–1706.

Biro Pusat Statistik. 2004. Buku Statistik Indonesia. Jakarta.

Carr, R.L. 1976. Powder and granule properties and mechanics. In : Marchelo, J.M. and Gomezplata (Eds). Gas-solid Handling in The Processing Industries: Marcel Dekker Inc, New York.

Chung, D. S and Chong He-Lee. 1995. Grain physical and thermal properties related to drying and aeration. ACIAR Proceeding No. 71. Australian Center for International Agricultural Research. Australia.

Erin Carney, Crystal Groesbeck, Robert Goodband, Mike Tokach, Jim Nelssen and Steve Dritz. 2006. Impact of Nursery Diet Ingredients On Feed Flow. Kansas State University. Kansas

Fasina, O. O. and S. Sokhansanj. 1993. Effect on moisture content on bulk handling properties and alfafa pellets. Canadian Agric. Engine. 35 (4) : 269-273.

Farnworth, E. 2000. The acidity of food. Medical Food News. April 2000 No. 101.

(55)

33 Gautama, P. 1997. Perubahan fisik pakan lokal sumber energi, hijauan dan mineral pada

kandungan air yang berbeda, Proposal Penelitian. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Geldart, D., M. F. Mallet dan Rolfe, N. 1990. Assesing the flow ability of fowders using sngle of response. Artikel. Power, Handling and Prossesing, 2 (4) : 341-345.

George Charbonneau. Controlling E. coli in weaned pig. London Swine Conference – Building Blocks for the Future 1-2 April 2004

Gunadi, S. 2006. Kinerja Produksi Ayam Broiler Yang Diberi Limbah Restoran Sebagai Pengganti Dedak Padi. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Hartadi, H.. Soedomo dan A.D Tilman. 1986. Tabel Komposisi Pakan untuk Indonesia. Gajah Mada Univerrsity Press. Yogyakarta.

Heres L, Engel B, Urlings HA, Wagenaar JA, van Knapen F. 2004. Effect of acidified feed on susceptibility of broiler chickens to intestinal infection by Campylobacter and Salmonella. J.Vet Microbiol. 2004 Apr 19;99(3-4):259-267

Herrman. 2001. Sampling: procedures for feed. KansasState University Research and Extension, MF-2036.Manhattan.

Hoffmann, A. 1997. The flow properties of industrial powders. E-mail InformationHoffmann@chem.rug.nl.http.//chte26.chem.rug.nl/subjects/disphase/fl owprop.html. [15 Januari 2007]

Hooper, A. P., and J. G. Welch. 1985. Effects of particle size and forage composition on functional specific gravity. J. Dairy Sci. 68:1181–1188

Houston, R. 1972. Chemistry and Technology American Association of Cereal Chemists, Inc. Vol. IV, St. Paul Minnesota.

Johanson. J.R. 1994. The realities of bulk solid properties testing. Bulk Solid Handling vol 14 no. 1: 129-132. USA. [15 Januari 2007]

Khalil. 1999a. Pengaruh kandungan air dan ukuran partikel terhadap sifat fisik bahan lokal: kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan tumpukan dan berat jenis. Media Peternakan, 22 (1): 1-11.

Khalil. 1999b. Pengaruh kandungan air dan ukuran partikel terhadap sifat fisik bahan lokal: sudut tumpukan , daya ambang, dan faktor higroskopis. Media Peternakan, 22 (1):33-42.

(56)

34 Kolatac R. P. 1996. understanding particulate solids. Reviced by Joseph L. Horst.

Email:jhorst@nauticom.net.http://www.nauticom.net/www/jhorst/paper1.html. [15 Januari 2007]

Lacy, M. P.,dan L. R. Vest. 2004. improving feed conversion in broiler ; a guide for growers. http://www.agricoat.nedfeedconversion.htm. [13 Juni 2006]

Makkink, C. 2001. Acid binding capacity feedstuffs. Feed International 22 (10): 24-27.

Mark, H., Whitney, M. S. 2001. Distillers Dried Grains with Solubles in Swine Diets. University of Minnesota.

Miller B.F. 2003. Acidified Poultry Diets and Their implication for the use of Poultry Industry Pg 193-194 Animal Feeds Biological Additives, University of Sydney. Muchtadi, D., N. S. Palupi dan M. Astawan. 1993. Metabolisme Zat Gizi, Sumber,

Fungsi dan Kebutuhan Bagi Tubuh Manusia. 2nd Ed. P.T. Penebar Swadaya, Jakarta.

Murtadho, D. dan E. G. Sa’id. 1988. Penanganan dan Pemanfaatan Limbah Padat. P.T. Mediyatama Sarana Perkasa, Jakarta.

National Research Council. 1994. Nutrient Requirements of Poultry. 9th Revised Edition. National Academic Press, Washington, DC.

Nurcahaya, D.A.E. 1999. Karakteristik Fisik Bungkil Inti Sawit. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Nurcahaya. 2004. Uji derajat keasaman (pH), kelarutan, kerapatan tumpukan, dan sudut tumpukan untuk mengetahui kualitas bahan pakan sumber protein. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Pathak, N. 1997. Textbook of Feed Processing Technology. Vicas Publishing House PVY Ltd., New Delhi.

Peleg, M and E.B. Bagley. 1983. Physical Properties of Food. Avi Publishing Company, Inc, Wesport, Connecticus USA.

Perry, R. H., and C. H. Chilton. 1973 Chemical Engineer’s Handbook. 5th Ed. McGraw-Hill Book Company., New York.

Ratih, P.H. 2006. Energi metabolis dan efisiensi penggunaan energi ransum ayam broiler yang mengandung limbah restoran sebagai pengganti dedak padi. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Schulze, D. 1996. Fundamentals of bulk solid mechanics. http.//members.aol.com/schulze.die/fre.html. [15 Januari 2007]

(57)

35 Soesarsono. 1988. Teknologi Penyimpanan Komoditas Petanian. Fakultas Teknologi

Pangan. IPB. Bogor.

Sofyan, L. A., L. Aboenawan, E. B. Laconi, A. Jamil, Nahrowi, M. Ridla, A. Darobin. 2000. Diktat Pengetahuan Bahan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan IPB. Bogor.

Steel, R.G.D. dan J.H. Torrie. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistika. Terjemahan: M. Syah. P.T. Gramedia, Jakarta.

Stefanon, B., a. N. Pell, and P. Schofield. 1996. Effect of maturity on digestion kinetics of water soluble and water insoluble fractions of alfafa and brome hay. J. Animal. Sci. 74 :1104-1115.

Suardi, K. 2002. Sifat kimia dan kandungan energi metabolis ransom ayam broiler berbahan baku gaplek yang mendapat perlakuan cairan rumen. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Sutardi, T. 1997. Peluang dan Tantangan Pengembangan Ilmu - Ilmu Nutrisi ternak. Makalah Orasi Ilmiah sebagai Guru Besar tetap Ilmu Nutrisi Ternak pada fakultas Peternakan. IPB. Disampaikan pada Tanggal 4 Januari 1997. Bogor.

Syarief, R. dan Irawati. 1988. Pengetahuan Bahan untuk Indsutri Pertanian. MSP. Jakarta

van Heugten, E. 1999. Effects of flavor supplementation to diets of weanling pigs on growth performance and feed wastage. J. Anim. Sci. 77(Suppl. 1): 186

Voet, D., J. G. Voet and C. W. Pratt. 1999. Fundamental of Biochemistry. John Wiley and Sons, Inc. New York.

Vogel. 1978. Textbook of Macro and Semimicro Qualitatif Inorganic Analysis. Longman Group Limited. London.

Wirakartakusumah, A. N. 1994. Sifat Fisik Pangan. Pusat Antar Universitas. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Williams, J.C. Branum, T.D. Rogers, G.E. Carstens, F.M. Byers and A.J. Denvir. 2004. In-situ Carbohydrate Availability with Ammonia and Ozone Processing. Texas A&M University, Animal Nutrition and Growth Section, College Station, Texas, 77843.

Winarno, F. G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Cet. Ke-6. P.T. Gramedia, Jakarta.

(58)

36

Gambar

Tabel 1. Kandungan Kimia Limbah Restoran
Tabel 2. Komposisi Ransum Penelitian (0-6 Minggu)
Gambar 1. Alat ERS
Gambar 2. Metode Pengukuran Sudut Tumpukan Bahan Pakan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Perangkat lunak yang digunakan dalam pembuatan modul ini adalah Javascript sebagai bahasa pemrograman, MySQL sebagai basis data, dan Macromedia Flash 8 sebagai pembuatan unsur

Penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintahah atau LAKIP ini dimaksudkan untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan/kegagalan pelaksanaan Visi dan Misi

Dalam penulisan ilmiah ini penulis akan mencoba menjelaskan cara pembuatan Website SMA Korpri Karawang Dengan Menggunakan AURACMS. Dengan memanfaatkan fasilitas internet

In this study we concluded that THA and acetabuloplasty gives best treatment for osteoarthritis patient with acetabular defects , regarding the ability of weight-bearing,

Uji hipotesa secara parsial yang mempunyai nilai p &lt;0,05 hanya ada tiga variabel bebas yaitu faktor sosial, konsekuensi jangka panjang dan kondisi- kondisi yang mendukung,

Reading is the most important skill that has to be mastered for Senior High School students. Reading becomes basic skill in teaching and learning

Puji syukur peneliti panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi

Terkait dengan hal tersebut, maka salah satu upaya dari P3M adalah dengan melaksanakan sebuah Program Penguatan Budaya Pengabdian dalam bentuk penugasan semi-kompetisi