• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Reward Dan Punishment Terhadap Kinerja Karyawan Pada Pt. Perkebunan Nusantara III (PERSERO) Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Reward Dan Punishment Terhadap Kinerja Karyawan Pada Pt. Perkebunan Nusantara III (PERSERO) Medan"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KERANGKA TEORI

2.1. Teori Motivasi

Teori motivasi adalah suatu pandangan tentang cara atau sistem pemberian motivasi, yang sampai

batas-batas tertentu bersifat normative, dalam arti di dalamnya terdapat prinsip-prinsip, norma-norma

yang dapat dipergunakan sebagai pedoman dalam memberikan motivasi kepada orang atau kelompok

tertentu (Wursanto, 1988: 137). Ada berbagai macam teori motivasi, yaitu:

1. Teori Kepuasan

Teori kepuasan disebut juga teori kebutuhan. Teori ini dibagi menjadi:

a. Teori Motivasi Klasik (Frederick W. Taylor)

Konsepsi dasar teori motivasi klasik adalah bahwa seseorang akan bersedia bekerja dengan

baik bila orang berkeyakinan akan memperoleh imbalan yang ada kaitannya langsung

dengan kerjanya. Konsep ini berarti bahwa seseorang akan menurun semangatnya dalam

kerja apabila imbalan yang berbentuk natura maupun uang itu (sesuai dengan perjanjian)

tidak segera diberikan/ditunda (Soeprihanto, 1987:34).

b. Teori Abraham Maslow

Menurut Wursanto (1988:137), teori Abraham Maslow disebut juga teori pemenuhan

kebutuhan (satisfaction of needs theory). Teori Maslow menitikberatkan

kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan oleh para pegawai untuk mencapai kepuasan, dan

dorongan-dorongan yang menyebabkan para pegawai itu berperilaku tertentu. Maslow menggolongkan

kebutuhan-kebutuhan manusia menjadi lima tingkat kebutuhan. Kelima jenjang kebutuhan

tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Kebutuhan-kebutuhan fisiologis (physiological needs) atau kebutuhan-kebutuhan untuk

mempertahankan hidup terdiri dari tiga macam kebutuhan pokok, yaitu sandang, pangan,

(2)

2) Kebutuhan akan rasa aman (safety needs) berwujud kebutuhan akan keamanan jiwa, di

tempat kerja maupun di luar jam kerja, dan di mana pun manusia itu berada serta

kebutuhan akan keamanan harta.

3) Kebutuhan sosial (social needs) dapat digolongkan menjadi tiga macam, yakni:

a) Kebutuhan akan rasa diakui atau diterima oleh orang lain oleh kelompok tempat manusia itu berada (sense of belonging)

b) Kebutuhan akan pencapaian prestasi (sense of achievement)

c) Kebutuhan akan perasaan ikut serta (sense of participation)

4) Kebutuhan akan prestise (esteem needs) berhubungan dengan soal status. Semakin tinggi

kedudukan seseorang dalam jenjang oganisasi semakin tinggi pula status dan prestisenya.

Prestise dan status dimanifestasikan dalam banyak hal, misalnya: kamar kerja sendiri

lengkap dengan perabot ruang kerja, kursi berlengan, dan lain sebagainya.

5) Kebutuhan akan kemampuan kerja yang lebih tinggi (self actualization) tampak dalam

keinginan untuk mengembangkan kemampuan mental dan kemampuan kerja melalui on

the job training, pendidikan akademis dan lain sebagainya.

c. Teori Frederick Herzberg

Menurut Wursanto (1988:139), teori Frederick Herzberg disebut juga teori pemeliharaan

motivasi (motivation maintenance theory). Menurut teori ini ada dua faktor yang

mempengaruhi kerja para pegawai, yaitu faktor yang memberi kepuasan kerja (satisfier) dan

faktor yang tidak memberi kepuasan kerja (dissatisfier). Faktor yang memberi kepuasan

kerja (satisfier) antara lain achievement (penghargaan oleh sesama), recoginition

(pengakuan), responsibility (tanggung jawab), dan advancement (kemajuan). Faktor yang

mempengaruhi ketidakpuasan para pegawai terdiri dari company policy and administration

(administrasi dan kebijaksanaan perusahaan), supervision technics (teknik supervisi), job

security (keamanan kerja), dan status. Secara singkat dapat dikatakan bahwa menurut teori

Herzberg, gaji besar bukan satu-satunya faktor yang dapat memberikan perangsang kerja

kepada para pegawai, tetapi faktor yang memberi kepuasan kerjalah yang justru dapat

(3)

d. McClelland’s Achievement Motivation Theory oleh David McClelland

Menurut Wursanto (1988:139), menurut teori ini ada tiga macam kebutuhan yang

diperhatikan apabila pimpinan akan memotivasi para pegawai. Tiga macam kebutuhan itu

ialah kebutuhan akan kekuasaan (needs for power), kebutuhan akan kerja sama (needs for

affiliation), dan kebutuhan akan penghargaan (needs for achievement).

Menurut Hasibuan (2000:161), teori motivasi prestasi McClelland berpendapat bahwa

karyawan mempunyai cadangan energi potensial. Bagaimana energi ini dilepaskan dan

digunakan tergantung pada kekuatan dorongan motivasi seseorang dan situasi serta peluang

yang tersedia. Energi akan dimanfaatkan oleh karyawan karena didorong oleh:

1) Kekuatan motif dan kebutuhan dasar yang terlibat.

2) Harapan keberhasilannya.

3) Nilai insentif yang terlekat pada tujuan.

e. Aldefer’s Existence, Relatedness and Growth (ERG) Theory oleh Aldefer

Menurut Hasibuan di dalam Ketaren (2010:98) teori ini dikemukakan oleh Clayton Alderfer

yang merupakan penyempurnaan dari teori kebutuhan A. H. Maslow. Alderfer

mengemukakan bahwa ada 3 kelompok kebutuhan yang utama, yaitu:

1) Kebutuhan akan Keberadaan (Existence Needs)

Berhubungan dengan kebutuhan dasar termasuk didalamnya Physiological Needs dan

Safety Needs dari Maslow.

2) Kebutuhan akan Afiliasi (Relatedness Needs)

Menekankan akan pentingnya hubungan antar individu dan juga masyarakat.

3) Kebutuhan akan Kemajuan (Growth Needs)

Adalah keinginan intrinsik dalam diri seseorang untuk maju atau meningkatkan

kemampuan pribadinya.

f. Teori Motivasi Human Relation

Menurut Hasibuan di dalam Ketaren (2010:98), teori ini mengutamakan hubungan

seseorang dengan lingkungannya. Menurut teori ini, seseorang akan berprestasi baik, jika ia

(4)

aktif pimpinan organisasi dalam memelihara hubungan dan kontak-kontak pribadi dengan

bawahannya yang dapat membangkitkan gairah kerja. Teori ini menganjurkan bila dalam

memotivasi bawahan memerlukan kata-kata, hendaknya kata-kata itu mengandung

kebijakan, sehingga dapat menimbulkan rasa dihargai dan sikap optimis.

g. Teori X dan Teori Y oleh Douglas Mc Gregor

Menurut Hasibuan (2000:159), teori ini didasarkan pada asumsi bahwa manusia secara jelas

dan tegas dapat dibedakan atas manusia penganut teori X (Teori Tradisional) dan manusia

penganut teori Y (Teori Demokratik). Teori X yaitu:

1) Rata-rata karyawan malas dan tidak suka bekerja.

2) Umumnya karyawan tidak berambisi mencapai prestasi yang optimal dan selalu

menghindarkan tanggung jawabnya dengan cara mengkambinghitamkan orang lain.

3) Karyawan lebih suka dibimbing, diperintah, dan diawasi dalam melaksanakan

pekerjaannya.

4) Karyawan lebih mementingkan diri sendiri dan tidak memperdulikan tujuan organisasi.

Menurut teori ini, untuk memotivasi karyawan harus dilakukan dengan cara

pengawasan yang ketat, dipaksa dan diarahkan supaya mereka mau bekerja

sungguh-sungguh. Jenis motivasi yang diterapkan adalah cenderung kepada motivasi negatif yakni

dengan menerapkan hukuman yang tegas. Sedangkan, teori Y, yaitu:

1) Rata-rata karyawan rajin dan menganggap seseungguhnya bekerja, sama wajarnya

dengan bermain-main dan beristirahat. Pekerjaan ini tidak perlu dihindari dan

dipaksakan, bahkan banyak karyawan tidak betah dan merasa kesal jika tidak bekerja.

2) Lazimnya karyawan dapat memikul tanggung jawab dan berambisi untuk maju dengan

mencapai prestasi kerja yang optimal.

3) Karyawan selalu berusaha mencapai sasaran organisasi dan mengembangkan dirinya

untuk mencapai sasaran itu. Organisasi seharusnya memungkinkan karyawan

mewujudkan potensinya sendiri dengan memberikan sumbangan pada tercapainya

(5)

Menurut teori Y ini untuk memotivasi karyawan hendaknya dilakukan dengan cara

peningkatan prestasi karyawan, kerja sama, dan keterikatan pada keputusan.

2. Teori Motivasi Proses

Menurut Hasibuan (2000:163), teori motivasi proses pada dasarnya berusaha menjawab

pertanyaan bagaimana menguatkan, mengarahkan, memelihara, dan menghentikan perilaku

individu bekerja sesuai dengan keinginan pimpinan. Teori ini merupakan proses sebab dan

akibat dan bagaimana seseorang bekerja serta hasil apa yang akan diperolehnya. Karena ego

manusia yang selalu menginginkan hasil yang baik-baik saja daya penggerak yang memotivasi

semangat kerja seseorang terkandung dari harapan yang akan diperolehnya pada masa depan.

Yang termasuk ke dalam teori motivasi proses adalah:

1) Teori harapan (expectancy theory)

Teori harapan ini dikemukakan oleh Victor Vroom, yang mendasarkan teorinya pada 3

konsep penting, yaitu:

a. Harapan (expectancy), adalah suatu kesempatan yang diberikan terjadi karena perilaku.

Harapan mempunyai nilai yang berkisar dari nol yang menunjukkan tidak ada

kemungkinan bahwa suatu hasil akan muncul sesudah perilaku atau tindakan perilaku

atau tindakan tertentu, sampai angka positif satu yang menunjukkan kepastian bahwa

hasil tertentu akan mengikuti suatu tindakan atau perilaku. Harapan dinyatakan dalam

probabilitas.

b. Nilai (valence), adalah akibat dari perilaku tertentu mempunyai nilai/martabat tertentu

(daya atau nilai memotivasi) bagi setiap individu tertentu.

c. Pertautan (instrumentality), adalah persepsi dari individu bahwa hasil tingkat pertama

akan dihubungkan dengan hasil tingkat kedua.

3. Teori Keadilan (Equity Theory)

Keadilan merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat kerja seseorang. Jadi atasan

harus bertindak adil terhadap semua bawahannya. Penilaian dan pengakuan mengenai perilaku

(6)

Jika dasar keadilan diterapkan dengan baik oleh atasan, gairah kerja bawahan cenderung

meningkat.

4. Teori Pengukuhan (Reinforcement Theory)

Teori ini didasarkan atas hubungan sebab dan akibat dari perilaku dengan pemberian

kompensasi. Teori pengukuhan terdiri dari 2 jenis, yaitu:

1. Pengukuhan positif (positive reinforcement) yaitu bertambahnya frekuensi perilaku yang

terjadi apabila penukuh positif diterapkan secara bersyarat.

2. Pengukuhan negative (negative reinforcement) yaitu bertambahnya frekuensi perilaku yang

terjadi apabila pengukuh negative dihilangkan secara bersyarat.

2.2. Reward (Penghargaan)

2.2.1. Pengertian Reward

Reward adalah sesuatu yang diharapkan untuk diperoleh (Sule dan Saefullah, 2006:248).

Sumber daya manusia yang tidak terpelihara dan merasa tidak memperoleh ganjaran atau imbalan

yang wajar dan adil mudah sekali tergoda dengan keadaan diluar organisasi dan melarikan diri dari

organisasi semula. Ada suatu masa dimana terdapat satu situasi langka pada sejenis tenaga kerja,

mereka dengan mudah dibajak oleh organisasi lain seperti pembajakan para pimpinan (Zainun,

2001:46).

Oleh karena itu, program penghargaan penting bagi organisasi karena mencerminkan upaya

organisasi untuk mempertahankan sumber daya manusia sebagai komponen utama, dan merupakan

komponen biaya yang paling penting. Di samping pertimbangan tersebut, penghargaan juga

merupakan salah satu aspek yang berarti bagi pegawai, karena bagi individu/pegawai besarnya

penghargaan mencerminkan ukuran nilai karya mereka diantara para pegawai itu sendiri, keluarga dan

masyarakat. Bila penghargaan diberikan secara benar, pegawai akan termotivasi dan lebih terpusatkan

untuk mencapai sasaran-sasaran organisasi (Sulistiyani dan Rosidah, 2003:206).

Sistem pengganjaran yang paling banyak dibicarakan orang adalah mengenai gaji atau upah.

(7)

orang yang bersangkutan. Ada anggapan bahwa gaji yang besar dapat memelihara orang untuk

menjadi betah dan seolah-olah merupakan kekuatan pendorong yang paling kuat bagi orang itu untuk

meningkatkan prestasi kerjanya (Zainun, 2001:46).

2.2.2. Jenis-Jenis Reward

Zainun (2001:47) mengatakan, selain ganjaran yang bersifat finansiil berupa gaji, upah,

tunjangan-tunjangan, ganjaran itu dapat pula bersifat materiil dan immaterial, yaitu:

1. Ganjaran yang bersifat materiil antara lain, berupa bantuan sosial, pengobatan, fasilitas perumahan, kendaraan, pendidikan, dan sebagainya.

2. Ganjaran yang bersifat immaterial sangat bervariasi jenis, sifat, dan besar kecilnya. Kekuasaan, kewenangan, kesempatan, dan sarana yang melekat pada jabatan, berbeda

menurut golongan dan tingkat kedudukan.

Ivancevich, Konopaske, dan Matteson (2006:228) menyatakan bahwa penghargaan terbagi ke

dalam dua kategori luas, yaitu ekstrinsik dan intrinsik.

1. Penghargaan ekstrinsik

Penghargaan ekstrinsik didefinisikan sebagai penghargaan yang diatur sendiri oleh seseorang.

a. Penghargaan finansial: gaji dan upah

Uang merupakan penghargaan ekstrinsik yang utama. Penelitian menunjukkan bahwa suatu

sistem pembayaran yang benar-benar terbuka di mana tidak terdapat rahasia mengenai

berapa banyak yang dibayarkan kepada karyawan, berjalan baik dalam organisasi di mana

kinerja karyawan dapat diukur secara objektif, dan terdapat interpedensi yang rendah antar

karyawan.

b. Penghargaan finansial: tunjangan karyawan

Tunjangan finansial utama karyawan di kebanyakan organisasi adalah rencana pensiun, dan,

untuk kebanyakan karyawan, kesempatan untuk berpartisipasi dalam rencana pensiun

merupakan penghargaan yang bernilai. Tunjangan karyawan, seperti dana pensiun,

(8)

berhubungan dengan kinerja karyawan, akan tetapi didasarkan pada senioritas atau catatan

kehadiran.

c. Penghargaan interpersonal

Pimpinan memiliki sejumlah kekuasaan untuk mendistribusikan penghargaan interpersonal,

seperti status dan pengakuan. Dengan memberi individu pekerjaan yang bergengsi,

pimpinan dapat berusaha meningkatkan atau menghilangkan status yang dimiliki seseorang.

Akan tetapi, jika rekan kerja tidak meyakini kemampuan seseorang dalam suatu pekerjaan

tertentu, tidak mungkin status tersebut bisa ditingkatkan. Pimpinan dan rekan kerja

sama-sama memainkan peran dalam memberikan status pekerjaan.

d. Promosi

Bagi banyak karyawan, promosi tidak sering terjadi; beberapa karyawan tidak pernah

mengalaminya selama karier mereka. Pimpinan menjadikan penghargaan promosi sebagai

usaha untuk menempatkan orang yang tepat pada pekerjaan yang tepat. kriteria yang sering

kali digunakan untuk meraih keputusan promosi adalah senioritas. Kinerja, jika diukur

dengan akurat, sering kali memberikan pertimbangan yang siginifikan dalam alokasi

penghargaan promosi.

2. Penghargaan intrinsik

a. Penyelesaian

Kemampuan memulai dan menyelesaikan suatu pekerjaan atau proyek merupakan hal yang

penting bagi sebagian orang. Beberapa orang memiliki kebutuhan untuk menyelesaikan

tugas, dan efek dari menyelesaikan tugas bagi seseorang merupakan suatu bentuk

penghargaan pada dirinya sendiri. Kesempatan yang memungkinkan orang seperti ini

menyelesaikan tugasnya dapat memiliki efek motivasi yang kuat.

b. Pencapaian

Pencapaian merupakan penghargaan yang muncul dalam diri sendiri, yang diperoleh ketika

seseorang meraih suatu tujuan yang menantang. Dalam program penetapan tujuan, telah

diusulkan bahwa sasaran yang sulit menghasilkan tingkat kinerja individu yang lebih tinggi

(9)

individual harus dipertimbangkan sebelum mencapai kesimpulan mengenai pentingnya

penghargaan pencapaian.

c. Otonomi

Sebagian orang menginginkan pekerjaan yang memberikan hak untuk mengambil keputusan

dan bekerja tanpa diawasi dengan ketat. Perasaan otonomi dapat dihasilkan dari kebebasan

melakukan apa yang dianggap terbaik oleh karyawan dalam situasi tertentu. Pada pekerjaan

yang sangat terstruktur dan terkendali oleh manajemen, sulit untuk menciptakan tugas yang

mengarah pada otonomi.

d. Pertumbuhan pribadi

Pertumbuhan pribadi dari setiap orang merupakan pengalaman yang unik. Seseorang yang

mengalami pertumbuhan semacam itu bisa merasakan perkembangan dirinya dan bisa

melihat bagaimana kemampuannya dikembangkan. Dengan mengembangkan kemampuan,

seseorang mampu untuk memaksimalkan atau setidaknya memuaskan potensi keterampilan.

Robbins (2002:276) menyatakan:

1. Penghargaan intrinsik

a. Membuat keputusan partisipatif

b. Memiliki tanggung jawab yang lebih banyak

c. Kesempatan untuk mengembangkan diri

d. Kebebasan kerja dan kebebasan memilih yang lebih besar

e. Pekerjaan yang lebih menarik

f. Perbedaan yang beragam

2. Penghargaan ekstrinsik

a. Kompensasi langsung

1) Gaji pokok upah dasar

2) Premi lembur dan cuti

3) Bonus kinerja

(10)

5) Pilihan pembelian saham

b. Kompensasi tidak langsung

1) Program proteksi

2) Pembayaran untuk waktu tidak bekerja

3) Pelayanan dan penghasilan tambahan

c. Penghargaan nonfinansial

1) Perlengkapan alat kantor yang dibutuhkan

2) Tempat parkir yang disediakan

3) Jabatan yang menarik

4) Jam makan siang yang dipilih

5) Penugasan kerja yang dipilih

6) Sekretaris pribadi

2.2.3. Faktor Penentu Reward

Robbins (2002:272) menyatakan ada beberapa faktor penentu penghargaan, yaitu.

1) Kinerja

Kinerja merupakan ukuran dari sebuah hasil. Selama penghargaan diletakkan atas dasar-dasar

faktor yang secara langsung berhubungan dengan pekerjaan yang dilakukan dengan baik, maka

kita menggunakan kinerja sebagai sebuah faktor yang menentukan.

2) Usaha

Penghargaan terhadap suatu usaha merupakan contoh klasik cara pemberian penghargaan,

bukan sekedar akhir dari usaha. Di dalam organisasi yang secara umum memiliki kinerja yang

rendah, penghargaan atas sebuah usaha hanyalah semata-mata sebagai kriteria pembeda

penghargaan. Usaha dapat dihitung lebih dari kinerja actual bila ada keyakinan bahwa

orang-orang yang mencoba seharusnya diberikan dukungan.

3) Senioritas

Senioritas, hak kerja, dan masa jabatan mendominasi kebanyakan sistem kepegawaian publik di

(11)

perusahaan-perusahaan tetapi rentang waktu pekerjaan masih merupakan faktor utama dalam

menentukan alokasi penghargaan.

4) Keterampilan yang dimiliki

Praktik lain yang lazim didalam suatu organisasi adalah mengalokasikan penghargaan yang

didasarkan pada keterampilan dari para pekerja. Tanpa mempertimbangkan apakah

keterampilan itu terpakai, setiap individu yang memiliki tingkat keterampilan yang tinggi akan

diberi penghargaan yang memuaskan.

5) Komitmen pekerjaan

Komitmen pekerjaan dapat dijadikan sebagai kriteria pemberian penghargaan. Pekerjaan yang

sukar dilakukan atau yang tidak diharapkan karena tekanan atau kondisi pekerjaan yang tidak

mengenakkan, mungkin harus diberi reward yang lebih tinggi dengan tujuan untuk memikat

pekerja agar melakukan pekerjaan tersebut.

2.2.4. Mengatur Reward

Ivancevich, Konopaske, dan Matteson (2006:231) menyatakan bahwa pimpinan dihadapkan

dengan keputusan bagaimana mengatur penghargaan, yaitu : (1) reinforcement positif, (2) modeling

dan imitasi sosial, dan (3) ekspektansi.

1) Reinforcement positif

Dalam mengatur program reinforcement positif, penekanan terletak pada perilaku yang

diinginkan yang menghasilkan kinerja pekerjaan alih-alih kinerja itu sendiri. Pondasi dasar

dalam mengatur penghargaan melalui reinforcement positif adalah hubungan antara perilaku

dan konsekuensinya. Reinforcement positif dapat menjadi sebuah metode yang berguna dalam

membentuk perilaku yang diinginkan, pertimbangan lain yang berkenaan dengan jenis jadwal

penghargaan yang digunakan juga penting. Singkatnya, manajemen seharusnya mengeksplorasi

konsekuensi yang mungkin dari berbagai jenis jadwal penghargaan untuk individu. Penting

untuk mengetahui bagaimana karyawan merespons jadwal yang berkesinambungan, berinterval

(12)

2) Modeling dan imitasi social

Hanya terdapat sedikit keraguan bahwa banyak keterampilan dan perilaku manusia diperoleh

dengan mengamati atau meniru orang lain. Pembelajaran melalui observasi memungkinkan

seseorang untuk menduplikasi suatu respons, tapi apakah respons tersebut benar-benar ditiru

bergantung pada apakah orang yang menjadi model tersebut dihargai atau dihukum karena

perilaku terkait. Dalam menggunakan modeling untuk mengatur penghargaan, manajer harus

menentukan siapa yang merespons pendekatan ini. Selain itu, memilih model yang sesuai juga

merupakan langkah yang penting.

3) Teori ekspektansi

Dari perspektif administrasi penghargaan, pendekatan ekspektansi, tidak seperti kedua metode

pengaturan penghargaan yang lain, memerlukan tindakan manajerial. Pimpinan harus

menentukan jenis penghargaan yang diinginkan oleh karyawan dan melakukan hal apapun yang

mungkin untuk mendistribusikan penghargaan tersebut. Jika tidak, pimpinan harus menciptakan

kondisi sehingga apa yang tersedia dapat diterapkan sebagai penghargaan. Dalam beberapa

situasi, tidaklah mungkin untuk menyediakan penghargaan yang dianggap berharga dan

disukai. Oleh karena itu, pimpinan sering kali harus meningkatkan rasa keinginan akan bentuk

penghargaan yang lain.

2.2.5. Tujuan Reward

Ivancevich, Konopaske dan Matteson (2006:226) menyatakan bahwa tujuan utama dari

program penghargaan adalah:

1) Menarik orang yang memiliki kualifikasi untuk bergabung dengan organisasi.

2) Mempertahankan karyawan agar terus datang untuk bekerja

(13)

2.2.6. Model Penghargaan Individu

Ivancevich, Konopaske dan Matteson (2006:227) menyatakan bahwa terdapat beberapa

pertimbangan penting yang dapat digunakan pimpinan untuk mengembangkan dan mendistribusikan

penghargaan, yaitu:

1) Penghargaan yang tersedia harus cukup untuk memuaskan kebutuhan dasar manusia.

2) Individu cenderung membandingkan penghargaannya dengan penghargaan orang lain. Jika ia

mempersepsikan ketidakadilan, ketidakpuasan akan muncul. Setiap orang tetap membuat

perbandingan, sebanyak apapun penghargaan yang telah ia terima.

3) Proses ini akan meminimalkan persepsi bias dalam sistem penghargaan.

4) Pimpinan yang mendistribusikan penghargaan harus mengenali perbedaan individu. Jika

perbedaan individu kurang dipertimbangkan, proses penghargaan akan selalu kurang efektif

daripada yang diinginkan.

2.3.Punishment (Hukuman)

2.3.1. Pengertian Punishment

Punishment (hukuman), yaitu diterapkannya konsekuensi-konsekuensi negative yang

cenderung mengurangi kemungkinan diulanginya perilaku yang bersangkutan dalam kerangka yang

serupa. Contohnya, seorang pimpinan memotong upah kerja karyawannya apabila karyawan tersebut

datang terlambat di tempat kerja (Ketaren, 2010:110).

Winardi (2004:245) mengatakan, definisi umum tentang pemberian hukuman adalah

melakukan sesuatu yang dianggap tidak menyenangkan bagi pihak tertentu. Pertama-tama dapat

dikatakan bahwa seorang pemberi hukuman merupakan sebuah kejadian aversif, yang mengikuti

suatu perilaku tertentu, dan ia mengurangi frekuensi perilaku tersebut. Istilah “aversif” berarti tidak

menyenangkan, dan pengendalian aversif berarti penerapan kejadian-kejadian yang tidak

(14)

Pada organisasi-organisasi, berbagai macam tipe kejadian-kejadian aversif digunakan orang

sebagai alat pemberian hukuman (punisher). Konsekuensi-konsekuensi material misalnya mencakup

kejadian-kejadian seperti:

1. Penurunan dalam upah atau gaji, PHK tanpa mendapatkan uang pesangon.

2. Penurunan pangkat dalam klasifikasi jabatan, atau transfer pekerjaan karena kegagalan melaksanakan tugas-tugas dengan baik pada masa lampau.

Hukuman tertinggi pada organisasi-organisasi adalah PHK, dipecatnya karyawan yang

bersangkutan, karena ia tidak dapat melaksanakan tugas-tugasnya sesuai dengan syarat-syarat yang

digariskan. Tindakan aversif antar perorangan cenderung lebih banyak digunakan sehari-hari. Sebagai

contoh, pemberian hukuman yang bersifat antarpribadi, dapat misalnya disebut teguran secara lisan

yang dilakukan seorang pimpinan terhadap seorang karyawannya karena perilaku karyawan tersebut

tidak sesuai dengan apa yang telah digariskan oleh organisasi yang bersangkutan (Winardi,

2004:246).

2.3.2. Tipe Pemberian Hukuman

Menurut Winardi (2004:246) ada dua macam tipe pemberian hukuman, yaitu:

1. Tipe pertama berupa penyajian suatu kejadian aversif setelah terjadi suatu perilaku yang tidak dikehendaki.

2. Tipe kedua mencakup ditiadakannnya suatu kejadian yang menyenangkan setelah suatu perilaku yang tidak diinginkan terjadi.

Kedua macam tipe pemberian hukuman menimbulkan efek berupa menyusutnya frekuensi

perilaku target.

Pada dasarnya dapat dikatakan bahwa pemberian hukuman merupakan sebuah teknik

pengendalian aversif, yang memanaje perilaku para karyawan, melalui penerapan kejadian-kejadian

yang timbul setelah perilaku tertentu yang tidak dikehendaki terjadi. Pemberian hukuman

(15)

2.3.3. Perilaku Buruk Yang Terpilih

Tabel 2.1 Contoh dari perilaku yang buruk ditempat kerja

Pembakaran Berbohong

Memeras Informasi yang salah

Suap Pelanggaran privasi

Menggertak Balas dendam

Menipu Sabotase

Diskriminasi Pelecehan seksual

Ketidakjujuran Penganiayaan

Spionase Pencurian

Kecurangan/penipuan Ancaman

Tidak beradab Menyebar gossip dan fitnah

Intimidasi Menyimpan informasi (menutupi)

Reaksi negative

Sumber: Ivancevich, Konopaske dan Matteson (2006:259)

Ivancevich, Konopaske dan Matteson (2006:263) menyatakan bahwa, daftar perilaku buruk

karyawan yang potensial dapat menjadi daftar yang panjang. Beberapa perilaku buruk yang disajikan

dalam gambar diatas dimasukkan dalam pembahasan berikut.

1) Pelecehan seksual

Pelecehan seksual merupakan bentuk agresi dan perilaku yang tidak etis. Perilaku buruk ini

mengambil bentuk godaan seksual yang tidak diinginkan, permintaan untuk pelayanan seksual,

dan tindakan fisik atau verbal lain yang bersifat seksual. Pelecehan seksual muncul karena

perbedaan kekuasaan, nafsu, dan untuk beberapa alasan yang tidak sepenuhnya dipahami. Hal

ini bukan saja merupakan perilaku buruk tapi juga illegal.

2) Agresi

Agresi di tempat kerja adalah usaha dari seorang individu yang menimbulkan bahaya terhadap

(16)

yang bekerja dalam organisasi itu sendiri. Usaha untuk membahayakan ini dilakukan dengan

sengaja dan mengakibatkan cedera psikologis dan juga cedera fisik.

3) Bullying

Bullying didefinisikan sebagai tindakan berulang, yang tidak diinginkan, yang diarahkan

kepada rekan kerja yang lain, dimana hal tersebut dilakukan dengan sengaja maupun secara

tidak sadar – jelas menyebabkan rasa malu dan tertekan, dan menciptakan lingkungan kerja

yang tidak menyenangkan.

4) Ketidaksopanan

Ketidaksopanan tempat kerja berhubungan dengan tindak tanduk kasar, tidak sopan, atau

merendahkan orang lain. Ini merupakan ujung bawah dari kontinum penganiayaan.

Ketidaksopanan bukan kejahatan atau kekerasan, tapi hal tersebut menunjukkan kurangnya rasa

hormat terhadap orang lain. Ketidaksopanan tampak semakin sering terjadi di dalam dan di luar

tempat kerja. Hal ini disayangkan karena penting bagi individu, yang berinteraksi dan bekerja

sama, untuk bertindak dengan cara yang beradab.

5) Penipuan

Penipuan didefinisikan sebagai tindakan yang disengaja untuk mengalihkan atau

menyalahartikan informasi yang menyebabkan orang lain atau kelompok yang menyerahkan

sesuatu yang berharga. Banyak pimpinan dan nonpimpinan yang dituduh melakukan penipuan.

6) Penyalahgunaan obat di tempat kerja

Survey terhadap pekerja penuh waktu yang melaporkan penggunaan obat terlarang menyatakan

bahwa mereka biasanya telah memiliki tiga atau lebih pekerjaan sebelumnya, sering kali tidak

hadir ke tempat kerja dan sebagia akibatnya dengan sukarela meninggalkan perusahaan atau

diberhentikan oleh perusahaan.

7) Cyberslacking

Internet telah menyediakan fitur teknologi yang memungkinkan banyak karyawan untuk

bersantai dalam pekerjaan harian mereka. Penggunaan internet untuk kepentingan pribadi

merupakan suatu bentuk dari bermalas-malasan secara virtual atau “cyberslacking”. Perilaku ini

(17)

berkaitan dengan organisasi. Cyberslacking pribadi juga dapat membebani jaringan komputer

organisasi. Karyawan yang mengakses situs pornografi di kantor juga memberikan kontribusi

pada perilaku pelecehan seksual.

Tabel 2.2 Di mana cyberslacker berselancar ?

Bidang internet Jumlah waktu (%)

Berita umum 29,1%

Investasi 22,5%

Pornografi 9,7%

Travel 8,2%

Hiburan 6,6%

Olah raga 6,1%

Belanja 3,5%

Lainnya 143%

Sumber: Ivancevich, Konopaske dan Matteson (2006:271)

Gambar diatas menunjukkan bagaimana cyberslacker menggunakan waktu mereka berselancar

di internet. Kemampuan menghilangkan semua cyberslacking tidaklah mungkin. Akan tetapi,

dengan memiliki aturan, mengkomunikasikannya, dan memberlakukannya akan mengurangi

jenis perilaku buruk semacam ini.

8) Sabotase

Suatu bentuk perilaku buruk yang mengeluarkan banyak biaya adalah sabotase, yang

berhubungan dengan merusak atau menghancurkan peralatan, tempat kerja atau data rekan

kerja atau organisasi. Sabotase merupakan suatu bentuk kejahatan yang ekstrem. Hal tersebut

dideskripsikan sebagai perilaku buruk yang memasukkan sedikit unsure balas dendam. Orang

yang berusaha melakukan sabotase berusaha untuk mengganggu, menghancurkan atau

membubarkan organisasi

9) Pencurian

Pencurian didefinisikan sebagai pengambilan, konsumsi, atau transfer uang atau barang tanpa

(18)

bukan terbatas pada properti berwujud. Data, informasi, dan kekayaan intelektual, dapat dicuri

pula. Pencurian oleh karyawan merupakan persoalan serius yang perlu diatasi pimpinan.

10) Privasi

Privasi ditempat kerja merupakan hal penting yang dihadapi pimpinan dan karyawan.

Perspektif manajerial mengenai privasi dapat termasuk pengujian obat terlarang, penggeledahan

komputer, pengintaian dengan menggunakan rekaman kaset atau video, dan memonitor

perilaku di luar jam kerja. Kemunculan dan pertumbuhan internet telah menciptakan persoalan

mengenai bagaimana teknologi di tempat kerja dapat mengaburkan batas antara perilaku

pribadi dan perilaku profesional. Survey menyatakan bahwa mayoritas perusahaan

menggunakan beberapa bentuk pengawasan dan/atau pengintaian elektronik untuk menelusuri

aktifitas karyawan.

2.3.4. Segi-Segi Potensial Pemberian Hukuman

Winardi (2004:247) mengatakan, salah satu argumen yang dikemukakan terhadap pemberian

hukuman adalah bahwa timbulnya kemungkinan berupa dampak sampingan yang tidak dikehendaki.

Sekalipun perilaku target karyawan yang tidak dikehendaki dapat ditiadakan, dampak sekunder yang

mungkin timbul karena penghukuman tersebut, akan menimbulkan problem lebih besar dibandingkan

dengan perilaku orisinal yang tidak dikehendaki itu. Sebagai contoh misalnya dapat dikemukakan

bahwa seorang pekerja yang dimarahi oleh atasannya karena ia terlampau lama kembali setelah

istirahat makan siang, mungkin akan menunjukkan reaksi berupa sikap marah terhadap sang pimpinan

dan terhadap organisasi di mana ia bekerja.

Perlu diingatkan bahwa penghukuman kerap kali hanya berarti ditekannya perilaku karyawan

yang tidak dikehendaki tersebut untuk jangka pendek, dan hal itu bukanlah berarti bahwa perilaku

tersebut ditiadakan sama sekali. Hal itu berarti bahwa penghukuman terus-menerus perlu dilakukan

dalam jangka waktu lama, agar perilaku yang tidak diinginkan tersebut dapat ditekan secara

terus-menerus pula. Di samping itu, perlu juga diingat bahwa penghukuman dapat menyebabkan terjadinya

upaya masa yang akan datang untuk menghindari atau melepaskan diri dari situasi penghukuman

(19)

Dipandang dari sudut pandangan keorganisasian, hal tersebut (reaksi itu) mungkin kurang

menguntungkan, karena seorang karyawan tertentu mungkin menghindari situasi pekerjaan tertentu,

yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaannya yang normal. Problem lain yang

berhubungan dengan penghukuman, adalah potensinya untuk menekan inisiatif dan keluwesan

karyawan. Kita sering kali mendengar ungkapan seorang karyawan yang dimarahi, bahwa “kini akan

saya lakukan hanya apa yang diperintahkan, tidak lebih dari itu”. Salah satu alasan mengapa banyak

pimpinan cenderung memanfaatkan penghukuman sebagai sebuah teknik behavioral, adalah bahwa

perilaku pemberian hukuman sering kali menyebabkan timbulnya hasil-hasil cepat dalam jangka

pendek (Winardi, 2004:248).

Di dalam organisasi-organisasi, bentuk manajemen aversif yang paling umum terlihat adalah

teguran-teguran secara lisan, yang bertujuan untuk mengurangi atau menghentikan suatu perilaku

target karyawan yang tidak dikehendaki (Winardi, 2004:248).

2.4.Kinerja

2.4.1. Pengertian Kinerja

Sulistiyani (2003:223) mengatakan kinerja seseorang merupakan kombinasi dari kemampuan,

usaha dan kesempatan yang dapat dinilai dari hasil kerjanya. Mangkunegara (2000:67) mengatakan

kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh

seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan

kepadanya. Rivai (2004:309) mengatakan kinerja merupakan perilaku yang nyata yang ditampilkan

setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam

perusahaan.

Pengelolaan kinerja atau manajemen kinerja adalah suatu proses yang dirancang untuk

meningkatkan kinerja organisasi, kelompok dan individu yang digerakkan oleh pimpinan. Pada

intinya manajemen kinerja adalah suatu proses yang dijalani bersama oleh para pimpinan dan individu

serta kelompok yang mereka kelola. Proses ini lebih didasarkan pada prinsip manajemen berdasarkan

(20)

kinerja didasarkan pada kesepakatan tentang sasaran, persyaratan pengetahuan, keahlian, dan

kompetensi serta rencana kerja dan pengembangan (Nasution, 2010:141).

Mengginson dalam Mangkunegara (2009:9) mengatakan penilaian prestasi kerja (performance

appraisal) adalah suatu proses yang digunakan pimpinan untuk mennetukan apakah seorang

karyawan melakukan pekerjaannya sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya. Selanjutnya Sikula

dalam Mangkunegara (2009:10) mengatakan penilaian pegawai merupakan evaluasi yang sistematis

dari pekerjaan pegawai dan potensi yang dapat dikembangkan. Penilaian dalam proses penafsiran atau

penentuan nilai, kualitas atau status dari beberapa obyek orang ataupun sesuatu (barang).

2.4.2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pencapaian Kinerja

Simamora dalam Mangkunegara (2009:14), kinerja dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu:

a. Faktor individual yang terdiri dari:

1) Kemampuan dan keahlian

2) Latar belakang

3) Demografi

b. Faktor psikologis yang terdiri dari:

1) Perseps

2) Attitude (tingkah laku)

3) Personality (kepribadian)

4) Pembelajaran

5) Motivasi

c. Faktor organisasi yang terdiri dari:

1) Sumber daya

2) Kepemimpininan

3) Penghargaan

4) Struktur

(21)

2.4.3. Aspek-Aspek Standar Kinerja

Umar dalam Mangkunegara (2009:18) membagi aspek-aspek kinerja sebagai berikut.

a. Mutu pekerjaan,

b. Kejujuran karyawan,

c. Inisiatif,

d. Kehadiran,

e. Sikap,

f. Kerjasama,

g. Keandalan,

h. Pengetahuan tentang pekerjaan,

i. Tanggung jawab, dan

j. Pemanfaatan waktu kerja.

2.4.4. Langkah-Langkah Peningkatan Kinerja

Mangkunegara (2009:22) menyatakan dalam rangka peningkatan kinerja, paling tidak

terdapat tujuh langkah yang dapat dilakukan sebagai berikut:

1) Mengetahui kekurangan dalam kinerja.

Dapat dilakukan melalui tiga cara yaitu:

a. Mengidentifikasi masalah melalui data dan informasi yang dikumpulkan terus-menerus

mengenai fungsi-fungsi bisnis.

b. Mengidentifikasi masalah melalui karyawan.

c. Memperhatikan masalah yang ada.

2) Mengenai kekurangan dan tingkat keseriusan.

Untuk memperbaiki keadaan tersebut, diperlukan beberapa informasi, antara lain:

a. Mengidentifikasikan masalah setepat mungkin.

(22)

a) Harga yang harus dibayar bila tidak ada kegiatan.

b) Harga yang harus dibayar bila ada campur tangan dan penghematan yang diperoleh

apabila ada penutupan kekurangan kinerja.

3) Mengidentifikasikan hal-hal yang mungkin menjadi penyebab kekurangan, baik yang

berhubungan dengan sistem maupun yang berhubungan dengan pegawai itu sendiri.

4) Mengembangkan rencana tindakan untuk menanggulangi penyebab kekurangan tersebut.

5) Melakukan rencana tindakan tersebut.

6) Melakukan evaluasi apakah masalah tersebut sudah teratasi atau belum.

7) Mulai dari awal, apabila perlu.

2.4.5. Karakter-Karakter Individu Dengan Kinerja Tinggi

Berdasarkan hasil penelitian McClelland tentang pencapaiann kinerja, dapat disimpulkan

bahwa individu-individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi untuk mencapai kinerja dapat

dibedakan dengan yang lainnya dalam 4 (empat) ciri seperti yang disadur oleh Pace dalam

Mangkunegara (2009:28) sebagai berikut:

a. Individu yang senang bekerja dan menghadapi tantangan yang moderat.

b. Individu yang memperoleh sedikit kepuasan jika pekerjaannya sangat mudah dan jika terlalu

sulit cenderung kecewa.

c. Individu yang senang memperoleh umpan balik yang konkret mengenai keberhasilan

pekerjaannya.

d. Individu yang cenderung tidak menyenangi tugas tersebut jika tidak mencapai prestasi sesuai

dengan yang diinginkan.

e. Individu yang lebih senang bertanggung jawab secara personal atas tugas yang dikerjakan.

f. Individu yang puas dengan hasil bila pekerjaan dilakukan sendiri.

g. Individu yang kurang istirahat, cenderung inovatif dan banyak bepergian.

h. Individu yang selalu mencari kemungkinan pekerjaan yang lebih menantang, meninggalkan

(23)

2.5.Pengaruh Reward dan Punishment Terhadap Kinerja Karyawan

Reward merupakan penghargaan atau ganjaran yang diberikan pimpinan kepada karyawannya

yang berprestasi. Sedangkan punishment merupakan sanksi atau hukuman yang diberikan pimpinan

kepada karyawannya yang melanggar peraturan perusahaan. Kinerja merupakan perilaku nyata yang

ditampilkan karyawan. Reward dan punishment bisa dikatakan merupakan beberapa hal yang dapat

memotivasi karyawan untuk menghasilkan kinerja yang lebih baik. Pimpinan harus mampu

menerapkan reward dan punishment yang seimbang kepada karyawannya.

Gambar

Tabel 2.1 Contoh dari perilaku yang buruk ditempat kerja
Tabel 2.2 Di mana cyberslacker berselancar ? Jumlah waktu (%)

Referensi

Dokumen terkait

Pelaksanaan Pekerjaan : 4 (empat) bulan kalender sejak diterbitkannya Surat Perintah Mulai Pekerjaan (SPMK). Demikian, atas perhatiannya diucapkan

Based on these problems it is necessary to do a study for design an application template pattern and motif embroidery karawo with previously identified patterns and motifs

Hasil Koreksi Aritmatik terhadap Harga Penawaran Perusahaan yang dievaluasi

Sehubungan dengan pelaksanaan Evaluasi Penawaran dari perusahaan yang saudara pimpin,. maka dengan ini kami mengundang saudara dalam Kegiatan Klarifikasi Berkas

[r]

• “The regional strategic framework for human health workforce development on epidemiology” in alignment with “the regional strategic framework for veterinary. epidemiology

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai konsentrasi pestisida golongan karbamat dengan jenis karbofuran dan metomil di perairan Pantai Mlonggo, Kabupaten

Nomor surat dan kode surat yang dibatasi garis miring ditulis rapat tanpa spasi dan tidak diakhiri tanda titik atau..