• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Fragmentasi Lanskap Hutan di DAS Wampu, DAS Besitang, DAS Lepan, Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Fragmentasi Lanskap Hutan di DAS Wampu, DAS Besitang, DAS Lepan, Sumatera Utara"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Ekologi Lanskap

Ekologi lanskap merupakan suatu bagian dari ilmu ekologi yang

mempelajari bagaimana struktur lanskap mempengaruh kelimpahan dan distribusi

organisme. Ekologi lanskap juga didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari

pengaruh pola (pattern) dan proses, dimana pola di sini khususnya mengacu pada

struktur lanskap. Dengan demikian secara lengkap ekologi lanskap dapat

didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana struktur lanskap

mempengaruhi (memproses dan membentuk) kelimpahan dan distribusi

organisme. Definisi lain menyebutkan, ekologi lanskap merupakan sub disiplin

ekologi dan geografi yang khusus mempelajari variasi spasial dalam lanskap yang

mempengaruhi proses-proses ekologi seperti distribusi, aliran energi, materi dan

individu dalam lingkungannya (yang pada gilirannya mungkin mempengaruhi

ditribusi elemen-elemen lanskap itu sendiri) (Forman, 1995).

Heterogenitas merupakan ukuran bagaimana bagian-bagian suatu lanskap

berbeda satu sama lain. Ekologi lanskap melihat pada bagaimana struktur spasial

mempengaruhi kelimpahan organisme pada skala lanskap, serta perilaku dan

fungsi lanskap secara keseluruhan. Hal ini berarti juga mempelajari pola, atau

keteraturan internal lanskap, proses atau operasi kontinu dari fungsi organisme

(Turner, 1989).

Fragmentasi Hutan

Fragmentasi didefinisikan sebagai pemecahan habitat organisme menjadi

fragmen-fragmen (patches) habitat yang membuat organisme kesulitan melakukan

(2)

hutan terjadi jika hutan yang luas dan menyambung terpecah menjadi blok-blok

lebih kecil karena pembangunan jalan, pertanian, urbanisasi atau pembangunan

lain. Fragmentasi menyebabkan berkurangnya fungsi hutan sebagai habitat

berbagai spesies tumbuhan dan satwaliar. Fragmentasi juga mempengaruhi

struktur, temperatur, kelembaban dan pencahayaan yang akan mengganggu satwa

hutan yang adaptasinya telah terbentuk selama ribuan tahun. Fragmentasi

didefinisikan sebagai pemecahan habitat organisme menjadi kantong-kantong

(patches) habitat yang membuat organisme kesulitan melakukan pergerakan dari

kantong habitat yang satu ke yang lainnya. Fragmentasi dapat disebabkan oleh

penghilangan vegetasi pada areal yang luas atau oleh jalan yang memisahkan

habitat bahkan oleh jaringan kabel listrik (Rusak & Dobson, 2007).

Fragmentasi hutan telah memicu terjadinya kerusakan hutan tropis dunia.

Kerusakan hutan menjadi isu global karena pengaruhnya yang signifikan terhadap

perubahan iklim dunia. Kerusakan hutan juga telah menurunkan fungsi hutan

sebagai sumber keanekaragaman hayati dan sumber kehidupan masyarakat.

Pencegahan kerusakan hutan lebih luas akan menurunkan dampak lingkungan

terhadap kehidupan manusia. Penataan kembali ekosistem hutan berpotensi

mengembalikan fungsi ekosistem yang telah rusak. Pengembalian fungsi

ekosistem hutan melalui restorasi mutlak diperlukan sebagai upaya untuk menata

kembali ekosistem yang rusak. Manusia dalam pengembangan budidaya

pertanian, penebangan hutan alam dan konversi lahan telah mengarah ke

terjadinya fragmentasi hutan alam, memperkecil kekompakan luas kekompakan

hutan alam dan meningkatkan keterpisahan suatu patches terhadap kelompok

(3)

komunitas di dalamnya yang sensitif terhadap semakin mengecilnya habitat yang

kompak (Nikolakaki 2004).

Seiring dengan itu, perkembangan teknologi GIS (Geographical

Information Systems) menyediakan berbagai metode analisis untuk pengelolaan

lanskap. Meningkatnya perhatian pada kepunahan keanekaragaman hayati telah

mendorong para pengelola lahan untuk mencari cara terbaik untuk mengelola

lanskap pada berbagai skala spasial dan temporal. Para ahli ekologi satwaliar

menjadi semakin menyadari bahwa variasi habitat dan pengaruhnya pada

proses-proses ekologi dan populasi satwa vertebrata terjadi pada banyak skala spasial

(Wiens, 1989a).

Kerusakan hutan di seluruh dunia merupakan faktor utama perubahan

struktur lanskap. Kedua komponen lanskap dipengaruhi oleh penggundulan hutan.

Komposisi lanskap berubah seiring hutan ditebang dan digantikan oleh tanaman

pertanian atau untuk penggunaan lain. Konfigurasi berubah seiring dengan hutan

yang tersisa terfragmentasi menjadi beberupa fragmen (patch) hutan yang lebih

kecil. Kondisi hutan alam yang tersisa mengalami kerusakan dan terfragmentasi

dalam luasan yang kecil sehingga tidak akan mampu lagi menghasilkan fungsi

yang optimal. Fungsi hutan dapat dikembalikan melalui kegiatan restorasi pada

tapak-tapak hutan yang mengalami kerusakan. Upaya pengembalian fungsi hutan

telah dilakukan untuk mengkonservasi dan mengelola kembali hutan yang telah

terdegradasi namun belum mempertimbangkan fungsi ekosistem lanskap hutan.

Fragmentasi hutan terjadi karena adanya penghilangan bagian besar dari vegetasi

dengan meninggalkan bagian kecil yang terpisah satu dengan yang lainnya.

(4)

Bagian hutan terpisah di lanskap yang didominasi oleh kehidupan manusia

cenderung dibawah satu hektar luasannya (Laurance 2005).

Hal ini berdampak utama pada biodiversitas, meningkatkan isolasi habitat,

spesies tumbuhan dan fauna dalam bahaya, serta merubah dinamika populasi

spesies. Fragmentasi hutan tropis memicu penurunan fungsi-fungsi ekosistem

termasuk fungsi hirdroorologi dan fungsi konservasi biodiversitas. Hutan terpisah

menjadi bagian-bagian hutan yang luasannya kecil dan cenderung meningkat

jumlah patch hutannya. Keterpisahan hutan menghambat aliran material dan

pergerakan hidupan liar di dalamnya, sehingga memicu penurunan biodiversitas.

Pengurangan fragmentasi dan peningkatan konektivitas dapat mencegah

kehilangan keanekaragaman hayati. Pengendalian fragmentasi lanskap hutan

memerlukan strategi pengelolaan lanskap hutan yang tersisa

(Samsuri et al. 2014a).

Tipe penutupan lahan hutan dianalisis menggunakan Fragstat 3.3, untuk

mendapatkan matrik lanskap hutan (McGarigal 1995). Matrik lanskap untuk

menentukan indeks konektivitas lanskap hutan adalah keterhubungan antara patch

hutan (connectan) dan luas serta kekompakan patch hutan (radius of gyration),

sedangkan matrik lanskap yang digunakan untuk menentukan indeks fragmentasi

adalah luas patch, jumlah patch, kepadatan patch, indeks contiguity, dan indeks

proximity (Tabel 2) (McGarigal 1995; Fahrig 2003).

Matrik lanskap yang digunakan dalam menentukan tingkat fragmentasi

lanskap hutan adalah area (AREA), patch density (PD), proximity (PROX), dan

indeks contiguity (CONTIG). Area merupakan luas area patch (m2), dibagi

(5)

100 ha. Indeks contiguity (CONTIG) adalah ukuran spasial keterhubungan patch

hutan secara individu dengan patch hutan lainnya. Semakin tinggi nilai semakin

besar keterhubungannya. Proximity index kecenderungan patch menjadi relatif

terisolasi (misalnya jarak) dari patch lain pada kelas ekologi yang berdekatan atau

serupa.

Fragmentasi adalah proses pemecahan suatu habitat, ekosistem atau tipe

landuse menjadi bidang-bidang lahan yang lebih kecil dan fragmentasi juga

merupakan sebuah hasil dimana proses fragmentasi mengubah atribut-atribut

habitat dan karakteristik suatu lanskap yang ada. Fragmentasi habitat mengubah

konfigurasi spasial suatu kantong habitat (habitat patches) besar dan menciptakan

isolasi atau perenggangan hubungan antara kantong-kantong (patches) habitat asli

karena terselingi oleh mosaik yang luas atau tipe habitat lain yang tidak sesuai

bagi spesies yang ada (Wiens 1990).

Fragmentasi penting mendapat perhatian karena berpengaruh pada

kekayaan spesies dari komunitas, trend populasi beberapa spesies dan

keanekaragaman hayati ekosistem secara keseluruhan (Morrison et al. 1992).

Menurut Wilcove (1987) dalam Morrison et al. (1992) ada empat cara

fragmentasi dapat menyebabkan kepunahan lokal : (1) spesies dapat mulai keluar

dari kantong habitat yang terlindungi; (2) kantong habitat gagal menyediakan

habitat karena pengurangan luas atau hilangnya heterogenitas internal; (3)

fragmentasi menciptakan populasi yang lebih kecil dan terisolasi yang memiliki

resiko lebih besar terhadap bencana, variabilitas demografik, kemunduran genetik

atau disfungsi sosial; (4) fragmentasi dapat mengganggu hubungan ekologis yang

(6)

spesies kunci dan pengaruh merugikan dari lingkungan luar dan efek tepi

(edge effect).

Proses Fragmentasi

Fragmentasi umumnya terjadi melalui hilangnya habitat (habitatloss),

sebaliknya hilangnya habitat dapat dipandang sebagai akibat fragmentasi. Tetapi

fragmentasi dapat disertai hilangnya habitat (berkurangnya jumlah) seiring dengan

pemecahan atau pembagian kantong habitat besar menjadi kantong-kantong

habitat berukuran kecil dan lebih. Jika hilangnya habitat dan fragmentasi

dipandang secara terpisah, maka hilangnya habitat memiliki dampak lebih

signifikan bagi kelangsungan hidup (viability) spesies daripada fragmentasi.

Namun, karena fragmentasi dan hilangnya habitat terjadi bersamaan maka sangat

sulit untuk menentukan mana yang lebih penting bagi perubahan habitat

(Haila 1999).

Fragmentasi bekerja dalam empat cara ketika hilangnya habitat dan

fragmentasi digabung untuk menggambarkan dan mengkategorikan prosesnya

(Franklin et al. 2002; Fahrig 2003) : (1) habitat hilang tanpa fragmentasi; (2)

pengaruh kombinasi hilangnya habitat dan pemecahan habitat menjadi patches

lebih kecil; (3) pemecahan habitat menjadi patch-patch lebih kecil tanpa

kehilangan habitat; dan (4) hilangnya habitat dan pemecahan habitat menjadi

patch-patch lebih kecil serta penurunan kualitas habitat. Fragmentasi habitat

merupakan satu aspek dari tahapan proses yang secara spasial dan temporal

mengubah habitat dan lanskap yang diakibatkan oleh sebab-sebab alami maupun

antropogenik. Tetapi, perubahan habitat tidak dapat dihindari karena tidak ada

(7)

Ekosistem Daerah Aliran Sungai

Keberadaan DAS (Daerah Aliran Sungai) sangat penting untuk terus

dipantau keadaannya dengan maksud untuk menjaga keberlangsungan kawasan

tersebut sebagai daerah penyangga bagi debit sungai yang melaluinya.

Sumberdaya alam berupa lahan bersifat terbatas dan cenderung akan mengalami

penurunan. Karena sifatnya yang langka dan terbatas ini, maka pemerintah, pihak

swasta maupun masyarakat perorangan sebagai stakeholder, akan mengalami

kendala dalam mengambil keputusan tentang pemanfaatan lahan secara optimal.

Pengambilan keputusan dalam pemanfaatan penggunaan lahan di DAS harus

dilakukan secara teliti dan hati-hati berdasarkan data yang akurat dan teknik yang

tepat agar pola penggunaan lahan yang dilakukan bersifat optimal dan efisien

(Sulistiyono, 2008).

Daerah Aliran Sungai bagian hulu didasarkan pada fungsi konservasi yang

dikelola untuk mempertahankan kondisi lingkungan DAS agar tidak terdegradasi,

yang antara lain dapat diindikasikan dari kondisi tutupan vegetasi lahan DAS,

kualitas air, kemampuan menyimpan air (debit), dan curah hujan. DAS bagian

hilir didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola untuk dapat

memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi, yang diindikasikan

melalui kuantitas dan kualitas air, kemampuan menyalurkan air, ketinggian curah

hujan, dan terkait untuk kebutuhan pertanian, air bersih, serta pengelolaan air

limbah. Daerah aliran sungai bagian tengah didasarkan pada fungsi pemanfaatan

air sungai yang dikelola untuk dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial

dan ekonomi, yang antara lain dapat diindikasikan dari kuantitas air, kualitas air,

(8)

prasarana pengairan seperti pengelolaan sungai, waduk, dan danau

(Effendi, 2008).

Teknologi Penginderaan Jarak Jauh dan Sistem Informasi Geografis

Penginderaan jarak jauh merupakan ilmu dan seni untuk memperoleh

informasi suatu objek, daerah atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh

dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan objek, daerah atau fenomena

yang dikaji (Lillesand dan Kiefer, 1990).

Tujuan penginderaan jauh ialah untuk mengumpulkan data sumber daya

alam dan lingkungan. Informasi tentang objek disampaikan pengamat melalui

energi elektromagnetik yang merupakan pembawa informasi dan sebagai

penghubung komunikasi. Oleh karena itu menganggap bahwa data penginderaan

jauh pada dasaranya merupakan informasi intensitas panjang gelombang yang

perlu diberikan kodenya sebelum informasi tersebut dapat dipahami secara penuh

(Wolf, 1993).

Penginderaan jauh dapat digunakan untuk analisis perhitungan beberapa

sifat fisik antara lain arah lereng dan kemiringan lereng dari peta Shuttle Radar

Topography Mission (SRTM) atau dari interpolasi kontur menjadi peta Digital

Elevation Model (DEM). Dengan data DEM juga dapat dianalisis topografi di

suatu DAS dan kelas kemiringan lereng masing-masing satuan lahan.

Karakteristik kondisi fisik suatu lahan DAS didominasi oleh faktor topografi di

suatu wilayah dan kelas kemiringan lereng. Dimana DAS yang didominasi

kemiringan lereng yang curam dan topografi perbukitan atau pegunungan maka

(9)

kemiringan lereng, topografi dan ketinggian tempat suatu wilayah dapat dihitung

atau dianalisis dengan penginderaan jauh (Harjadi et al, 2007).

Sistem Informasi Geografis merupakan suatu sistem yang berorientasi

operasi berkaitan dengan pengumpulan, penyimpanan, dan manipulasi data yang

bereferensi geografis secara konvesional. Operasi ini melibatkan (a) perangkat

komputer (perangkat keras dan perangkat lunak) yang mampu menangani data

mencakup (input), (b) manajemen data (penyimpanan dan pemanggilan data), (c)

manipulasi dan analisis, (d) pengembangan produk dan pencetakan

(Aronoff, 1989).

Sistem informasi geografis mempunyai kemampuan analisis terhadap data

spasial untuk keperluan manipulasi maupun permodelan. Fungsi analisis ini

dijalankan memakai data spasial dan data atribut. Sistem ini menjawab berbagai

pertanyaan yang dikembangkan dari data yang ada menjadi suatu persoalan yang

relevan. Data spasial dan sistem informasi geografis hanya merupakan model

penyajian yang merefleksikan berbagai aspek realitas dunia nyata, sedangkan

untuk meningkatkan peran data dalam pengambilan keputusan mengenai

kenyataan tersebut, suatu model harus ditampilkan untuk menggambarkan obyek

–obyek termasuk manyajikan hubungan antar obyek (Arifin et al, 2006).

Teknologi yang digunakan dalam sistem informasi geografis memperluas

penggunaan peta, model-model kartografi dan statistik spasial dengan

memberikan kemampuan analisis, tidak hanya tersedia untuk pengembangan

model medan kompleks dan pengujian masalah bentang lahan serta masalah

(10)

pembuatan peta tematik kota dan memberikan revisi peta-peta tersebut

(Howard, 1996).

Sistem Satelit Landsat

Satelit Landsat merupakan salah satu satelit sumberdaya bumi yang

dikembangkan NASA dan Departemen dalam Negeri Amerika Serikat. Satelit ini

terbagi dalam dua generasi yakni generasi pertama dan generasi kedua. Generasi

pertama adalah satelit Landsat 1 sampai 3. Satelit generasi kedua adalah satelit

membawa dua jenis sensor yaitu sensor MMS dan sensor Thematic Mapper (TM).

Kelebihan sensor TM (Tabel 1) adalah menggunakan tujuh saluran, enam saluran

terutama dititik beratkan untuk studi vegetasi dan satu saluran untuk studi geologi

dengan 7 band di dalamnya.Citra pengindraan jauh ini sangat bermanfaat untuk

pemetaan tutupan lahan karena selain mempemudah pengklasifikasian lahan juga

mempermudah dalam suatu lahan atau areal tertentu.

Tepatnya tanggal 11 Februari 2013, NASA melakukan peluncuran satelit

Landsat Data continuity Missioan (LDCM). Satelit ini mulai menyediakan produk

citra open acces sejak tanggal 30 Mei 2013, menandai perkembangan baru dunia

antariksa. NASA lalu menyerahkan satelit LDCM kepada USGS tersebut. Satelit

ini kemudian dikenal sebagai Landsat 8. Pengelolaan arsip data citra masih

ditangani oleh Earth Resources Observation and Science (EROS) Center.

Sebenarnya Landsat 8 lebih cocok sebagai satelit dengan misi melanjutkan

landsat 7 daripada disebut sebagai satelit baru dengan spesifikasi yang baru pula.

Ini terlihat dari karakteristiknya yang mirip dengan Landsat 7, baik resolusinya

(spasial, temporal, spectral), metode korelasi, ketinggian terbang maupun

(11)

menjadi titik penyempurnaan dari landsat 7 seperti jumlah band, rentang spectrum

gelombang elektromagnetik terendah yang dapat ditangkap sensor serta nilai bit

(rentang nilai digital number) dari tiap piksel citra. Satelit Landsat 8 memiliki

sensor Onboard Operational Land Imager (OLI) dan Thermel Infrared Sensor

(TIRS) dengan jumlah kanal sebanyak 11 buah. Diantara kanal-kanal tersebut, 9

kanal (band 1- 9) berada pada OLI dan 2 lainnya (band 10 dan 11) pada TIRS.

Sebagian besar kanal memiliki spesifikasi mirip dengan landsat 7 (Campell,2013)

Tabel 1. Saluran Citra Landsat TM ( Lillesand dan Kiefer, 1979)

Saluran

Kisaran

Gelombang (µm) Kegunaan Utama

1

0,45 – 0,52

Penetrasi tubuh air, analisis penggunaan lahan, tanah, dan vegetasi. Pembedaan vegetasi dan lahan.

2 0,52 – 0,60

Pengamatan puncak pantulan vegetasi pada saluran hijau yang terletak diantara dua saluran penyerapan. Pengamatan ini dimaksudkan untuk membedakan jenis vegetasi dan untuk membedakan tanaman sehat terhadap tanaman yang tidak sehat

3 0,63 – 0,69

Saluran terpenting untuk membedakan jenis vegetasi. Saluran ini terletak pada salah satu daerah penyerapan klorofil

4 0,76 – 0,90

Saluran yang peka terhadap biomasa vegetasi. Juga untuk identifikasi jenis tanaman. Memudahkan pembedaan tanah dan tanaman serta lahan dan air.

5 1,55 – 1,75

Saluran penting untuk pembedaan jenis tanaman, kandungan air pada tanaman, kondisi kelembapan tanah.

6 2,08 – 2,35

Untuk membedakan formasi batuan dan untuk pemetaan hidrotermal.

7 10,40 – 12,50

Klasifikasi vegetasi, analisis gangguan vegetasi. Pembedaan kelembapan tanah, dan keperluan lain yang berhubungan dengan gejala termal.

8 Pankromatik

Gambar

Tabel 1. Saluran Citra Landsat TM ( Lillesand dan Kiefer, 1979)

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan pada hasil temuan penelitian yang telah diuraikan dalam bab IV, dapat disimpulkan secara umum penelitian ini yaitu: penggunaan metode demonstrasi dapat

Bagian produksi akan membuat bukti barang keluar kepada bagian PIPC untuk mengambil bahan baku.. Setelah barang selesai diproduksi, maka bagian Marketing

penerapan punishment selain mengikuti peraturan di pondok juga dengan menghafal surat-surat pendek, menambah jam belajar malam dan juga hukuman fisik yang mendidik,

dengan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). 2) Bahwa Bank Permata bertanggung jawab atas akibat hukum dalam perjanjian. jual beli piutang dan akta cessie antara Silver

Low dan Lamb Jr dalam Albari & Anindyo Pramudito,(2005:198), Obyek yang digunakan dalam penelitian adalah adalah produk Acer “Projector”, dengan meneliti segi brand extension,

Penelitian ini bertujuan mengetahui pengelolaan arsip dinamis dokumen pemberitahuan impor barang (PIB) pada kegiatan kepabeanan untuk keberhasilan dwelling time di Kantor

pylori pada pasien dispepsia dengan metode non invasif HpSA (uji antigen feses) dapat dievaluasi menunjukkan hasil negatif dari 26 sampel feses pasien dan invasif

Media yang akan dirancang akan berbentuk seperangkat media, yang terdiri atas: buku cerita bergambar, buku instruksi origami, kertas origami, stiker serta kertas