BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Proses pembangunan ekonomi suatu negara sangat bergantung pada
kegiatan ekonomi yang dijalankannya. Salah satu motor penggerak perekonomian
yaitu Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Pentingnya UMKM di dalam
suatu perekonomian dapat diukur dengan pertumbuhan nilai output dan nilai
tambah serta peningkatan produktivitas.
Dari perspektif dunia, diakui bahwa usaha mikro, kecil dan menengah
(UMKM) memainkan suatu peran yang sangat vital di dalam pembangunan dan
pertumbuhan ekonomi, tidak hanya di negara-negara sedang berkembang, tetapi
juga di negara-negara maju. Di negara maju, UMKM sangat penting tidak hanya
karena kelompok usaha tersebut menyerap paling banyak tenaga kerja
dibandingkan dengan usaha besar, seperti halnya di negara sedang berkembang,
tetapi juga di banyak negara kontribusinya terhadap pembentukan atau
pertumbuhan domestik bruto (PDB) paling besar dibandingkan kontribusi dari
usaha besar (Tambunan, 2009).
Di tengah krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada tahun 1997,
UMKM menjadi penyelamat bagi rakyat Indonesia. Banyak UMKM bisa bertahan
pada saat itu sehingga kelompok usaha ini dianggap sebagai
perusahaan-perusahaan yang memiliki fungsi sebagai basis bagi perkembangan usaha yang
lebih besar. Sehingga sejak saat itu, perhatian kepada kelompok UMKM
krisis yang melanda saat itu termasuk di dalamnya industri rumah tangga yang
ada.
Selain itu, melihat kenyataan bahwa sebagian besar dari jumlah UMKM
di Indonesia terdapat di pedesaan, kelompok usaha tersebut sangat diharapkan
sebagai motor utama penggerak pembangunan dan pertumbuhan ekonomi
pedesaan, yang berarti juga mengurangi kesenjangan pembangunan antara
perkotaan dan pedesaan. UMKM di pedesaan bisa berperan sebagai pendorong
diversifikasi kegiatan ekonomi di luar sektor pertanian dan ini sangat penting
karena kapasitas penyerapan tenaga kerja dari sektor pertanian di banyak wilayah
di tanah air semakin mengecil karena banyak hal, termasuk luas lahan pertanian
yang semakin sempit. Jika UMKM nonpertanian di pedesaan bisa tumbuh pesat,
tidak hanya dalam arti jumlah unit usaha bertambah, tetapi juga produktivitas
usaha meningkat maka migrasi penduduk dari pedesaan ke perkotaan bisa
berkurang secara siginifikan (Tambunan, 2009).
Beberapa alasan yang memperkuat argumen untuk mendukung upaya
pemulihan ekonomi melalui penguatan usaha kecil, pertama, banyak usaha
kecil-mikro terbukti lebih tahan banting dalam menghadapi krisis ketimbang banyak
usaha besar. Kedua, unit usaha kecil lebih mampu menjadi sarana pemerataan
kesejahteraan rakyat. Ketiga, di dalam kondisi krisis saat ini usaha dan investasi
yang masih berjalan dengan baik adalah investasi pada usaha-usaha berskala kecil
(Widyaningrum dkk, 2003).
Berdasarkan alasan diatas sehingga tidak heran jika pemerintah di hampir
semua negara sedang berkembang termasuk Indonesia sudah sejak lama
mendukung perkembangan dan pertumbuhan UMKM. Lembaga-lembaga
internasional seperti Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia (ADB), dan
Organisasi Dunia untuk Industri dan Pembangunan (the United Nation Industry
and Development Organisation/UNIDO) juga bekerja sama dalam upaya-upaya
pengembangan UMKM di negara sedang berkembang termasuk didalamnya
pembangunan terhadap industri skala kecil.
Di Indonesia, perhatian terhadap pembangunan industri skala kecil (ISK)
sebenarnya sudah mulai diperlihatkan pemerintah sejak Pelita III yang lalu. Hal
tersebut tercerminkan dari banyaknya program-program pembinaan industri skala
kecil yang dilakukan pemerintah sejak itu. Diantaranya yang sangat dikenal
adalah KIK (Kredit Investasi Kecil) dan KMKP (Kredit Modal Kerja Permanen)
pada masa dekade 1970-an dan 1980-an(Tambunan, 1999). Saat ini, kredit
UMKM yang dikeluarkan pemerintah berupa KUR (Kredit Usaha Rakyat) yang
berasal dari kredit perbankan.
Namun, sampai saat ini perkembangan UMKM masih sangat
memprihatinkan. Sebagian besar UMKM di Indonesia adalah kelompok industri
rumah tangga. Sektor industri rumah tangga mengalami perkembangan yang sulit.
Hal ini dipicu dengan masih minimnya aspek klasikal seperti sumber daya
manusia atau SDM, permodalan, akses terhadap lembaga keuangan, teknologi,
manajemen, pemasaran dan informasi. Namun, ada empat (4) faktor umum yang
mempengaruhi kegagalan usaha kecil, pertama, manajerial yang tidak kompeten.
Kedua, kurang mendapat perhatian. Ketiga, sistem kontrol yang lemah. Keempat,
kurangnya modal. Modal yang dimiliki oleh pengusaha kecil sering kali tidak
kapasitas produksi atau penggantian mesin-mesin tua). Selain itu juga,
kekurangmampuan pengusaha kecil untuk menentukan pola manajemen yang
sesuai dengan kebutuhan dan tahap perkembangan usahanya, sehingga
pengelolaan usaha menjadi terbatas (Hubeis, 2009).
Sehingga untuk mengetahui seberapa besar modal yang dibutuhkan
UMKM terutama pada sektor indutri rumah tangga dalam menentukan pola
pembiayaannya dan untuk mengetahui pola manajemen yang dilakukan
pengusaha selama ini maka perlu dilakukan penelitian tentang “Analisis Kebutuhan Modal bagi Pembiayaan UMKM pada Sektor Industri Rumah Tangga di Kota Medan”.
1.2 Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka
beberapa masalah dapat dirumusakan sebagai dasar kajian dalam penelitian dan
sebagai cara untuk mengambil keputusan diakhir penulisan skripsi. Adapun
perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Berapa besarnya modal yang dibutuhkan pengusaha pada sektor industri
rumah tangga di Kota Medan?
2. Bagaimana pola pengelolaan usaha dari segi aspek manajerial UMKM
pada sektor industri rumah tangga di Kota Medan?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian a. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui modal yang dibutuhkan pengusaha pada sektor
2. Untuk mengetahui pola pengelolaan usaha dari segi aspek manajerial
UMKM pada sektor industri rumah tangga di Kota Medan.
b. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Sebagai bahan masukan dan menambah pengetahuan bagi penulis dan
pembaca khususnya yang berkaitan dengan kebutuhan modal
pengusaha sektor industri rumah tangga.
2. Sebagai referensi bagi penulis lainnya yang ingin melakukan penelitian
selanjutnya berkenaan dengan kebutuhan modal pengusaha sektor
industri rumah tangga.
3. Diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi pemerintah, dalam hal