• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Perendaman Terhadap Kadar Akrilamida Dalam Kentang Goreng Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Perendaman Terhadap Kadar Akrilamida Dalam Kentang Goreng Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi"

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PERENDAMAN TERHADAP KADAR AKRILAMIDA DALAM KENTANG GORENG SECARA KROMATOGRAFI

CAIR KINERJA TINGGI

SKRIPSI

OLEH: ZULHAMIDAH

NIM 060804037

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2011

(2)

CAIR KINERJA TINGGI

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH: ZULHAMIDAH

NIM 060804037

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2011

(3)

PENGARUH PERENDAMAN TERHADAP KADAR AKRILAMIDA DALAM KENTANG GORENG SECARA KROMATOGRAFI

CAIR KINERJA TINGGI OLEH :

ZULHAMIDAH NIM 060804037

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Pada Tanggal : Juli 2011

Pembimbing I, Panitia Penguji,

Dra. Salbiah, M.Si., Apt. Prof. Dr. rer. Nat. Effendy De Lux Putra, S.U., Apt. NIP 194810031987012001 NIP 195306191983031001

Pembimbing II, Dra. Salbiah, M.Si., Apt. NIP 194810031987012001

Drs. Fathur Rahman Harun, M.Si., Apt.

NIP 195201041980031002 Drs. Immanuel S. Meliala, M.Si., Apt. NIP 195001261983031002

Drs. Nahitma Ginting, M.Si., Apt. NIP 195406281983031002

Dekan,

Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. NIP: 195311281983031002

(4)

Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Perendaman dengan Air terhadap Kadar Akrilamida dalam Kentang secara Kromatugrafi Cair Kinerja Tinggi ”. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Farmasi dari Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Penemuan senyawa karsinogen dalam makanan berkarbohidrat tinggi yang dimasak pada suhu tinggi (diatas 1200C) yakni akrilamida telah menimbulkan kekhawatiran akan dampak kesehatan yang kemungkinan timbul. Kentang goreng merupakan salah satu makanan yang mengandung akrilamida tinggi, sehingga diperlukan upaya untuk mengurangi kadarnya selama penggorengan berlangsung. Salah faktor yang diduga dapat mengurangi pembentukan akrilamida adalah proses perendaman dengan air sebelum penggorengan. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh perendaman dengan air terhadap kadar akrilamida dalam kentang goreng. Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi masukan bagi masyarakat untuk mengurangi konsumsi kentang goreng sehingga dapat meminimalkan toksisitas akrilamida yang terjadi.

Penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada ibu Dra. Salbiah, M.Si., Apt dan bapak Drs. Fathur Rahman Harun, M.Si., Apt. yang telah banyak memberikan bimbingan dan bantuan yang tak ternilai harganya selama penelitian dan penulisan skripsi ini berlangsung. Ucapan terima kasih juga penulis haturkan kepada bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan fasilitas dan banyak masukan selama masa pendidikan dan penelitian.

Dalam kesempatan ini, penulis juga hendak menyampaikan penghargaan tertinggi kepada kedua orang tua, ayahanda (alm) Abdullah Nasution, Ibunda Saleha Lubis dan kakak-kakak tersayang, juga terima kasih setulusnya kepada teman-teman stambuk Farmasi 2006 serta para asisten Laboratorium Penelitian dan Kimia Farmasi Kuantitatif yang tak dapat disebutkan namanya satu per satu, atas doa, dorongan motivasi dan bantuannya kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Medan, Juli 2011

Penulis, Zulhamidah

(5)

CAIR KINERJA TINGGI

Abstrak

Akrilamida merupakan suatu senyawa toksik yang ditemukan dalam beragam jenis makanan terutama pada kentang goreng. Salah satu upaya pengurangan kadar akrilamida dalam kentang goreng adalah mengurangi kadar gula reduksi dalam kentang dengan perendaman dengan air sebelum digoreng. Oleh karena itu tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh perendaman dengan air terhadap kadar akrilamida dalam kentang goreng.

Untuk mengetahui hal ini, sebelum digoreng potongan kentang disiapkan sebagai kontrol (tanpa perendaman), kemudian direndam 15 menit, 30 menit, 45 menit dan 60 menit dalam air. Kemudian akrilamida yang terbentuk dianalisis dengan metode kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) menggunakan kolom C18

(250 X 4,5 mm), perbandingan fase gerak metanol-larutan asam fosfat 0,1% (5:95), detektor UV pada panjang gelombang 210 nm dan laju alir 1,0 ml/menit. Metode ini memberikan akurasi dengan persen perolehan kembali 94,37% (RSD = 1,0249%), batas deteksi dan batas kuantitasi berturut-turut adalah 0,1157 µg/ml dan 0,3857 µg/ml.

Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa perendaman dengan air berpengaruh terhadap kadar akrilamida dalam kentang goreng, dimana semakin lama wakru perendaman kadar akrilamida yang terbentuk semakin rendah. Kadar akrilamida dalam kentang goreng kontrol (tanpa perendaman), perendaman 15 menit, 30 menit, 45 menit dan 60 menit berturut-turut adalah 6,9308 µg/g, 1,8406 µg/g, 1,5193 µg/g, 0,9300 µg/g dan 0,7591 µg/g sampel.

Kata kunci : Akrilamida, Kentang goreng, Perendaman, KCKT, Validasi

(6)

LIQUID CHROMATOGRAPHY

Abstract

Acrylamide is a toxic substance found in various foods primarily especially in fried potatoes. One of the ways to reduce acrylamide levels in fried potato is lowering levels of reducing sugars by soaking the cut potatoes in water before they are fried. Based on this reason, the goal of research is understanding the influence of soaking in water to acrilamyde levels in fried potatoes.

In order to study this factor, before to frying potato strips prepared as a control (no soaking), then soaked 15 min, 30 min, 45 min dan 60 min in distiiled water.Than acrylamide levels in fried potatoes was analised by reversed phase high performance liquid chromatography (HPLC) using C18 column (250 X 4.5

mm), methanol-0,1% phosphoric acid solution mixture (5:95), UV detector at 210 nm and flow rate of 1,0 ml/minute. This method gives the accuracy with percent recovery 94,37% (RSD 1,0249 %), limit of detection 0,1157 μg/ml and limit of quantitation 0,3857 μg/ml.

Based on this research, it were summarized that soaking in water appears to influence acrilamyde levels in fried potatoes,while longer soaking time, lower amount of acrilamyde will be formed. The levels of acrylamide in fried potatoes the control (no soaking), soaking 15 min, 30 min, 45 min dan 60 min are 6,9308

μg/g, 1,8406 μg/g, 1,5193 μg/g, 0,9300 μg/g, 0,7591 μg/g sample, respectipely.

(7)
(8)

2.5.3 Spesifitas ... 20

3.4.1.5 Pembuatan Larutan Induk Baku Pembanding Akrilamida ... 24

3.4.1.5.1 Pembuatan Larutan Induk Baku Pertama (500 µg/ml) . 24

3.4.1.5.2 Pembuatan Larutan Induk Baku Kedua (10 µg/ml) ... 24

3.4.1.6 Pembuatan Larutan Sampel ... 24

3.4.2 Prosedur Analisis... 25

... 3.4.2.1 Penyiapan Alat KCKT .... 25

3.4.2.2 Penentuan kondisi Kromatografi untuk Mendapatkan Hasil Analisis yang optimum ... 25

3.4.2.3 Analisis Kualitatif ... 26

3.4.2.4 Analisis Kuantitatif ... 26

3.4.2.4.1 Penentuan Linieritas Kurva Kalibrasi Baku Pembanding Akrilamida ... 26

3.4.2.4.2 Penetapan Kadar Akrilamida dalam Sampel ... 27

3.4.2.5 Analisis Data Penetapan Kadar Secara Statistik... 27

3.4.3 Validasi Metode ... 28

3.4.3.1 Akurasi ... 28

3.4.3.2 Presisi ... 29

3.4.3.3 Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi ... 29

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31

4.1 Penentuan Kondisi Kromatografi untuk Mendapatkan Hasil Analisis yang Optimum ... 31

4.2 Penyiapan Larutan Sampel ... 34

4.3 Analisis Kualitatif ... 36

4.4 Analisis Kuantitatif ... 38

4.5 Perolehan Kadar Akrilamida dalam Sampel Kentang Goreng ... 39

(9)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 43

5.1 Kesimpulan ... 43

5.2 Saran ... 43

DAFTAR PUSTAKA ... 44

LAMPIRAN ... 48

DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Kadar Akrilamida dalam Berbagai Jenis Makanan... 7

(10)

Metode Analitik ... 18

Tabel 3. Data Hasil Analisis Akrilamida Baku 10 µg/ml pada Berbagai

Perbandingan Komposisi Fase Gerak ... 33

Tabel 4. Data Hasil Penetapan Kadar Akrilamida dalam Sampel Kentang

Goreng Secara Statistik ... 40

Tabel 5. Data Hasil Pengujian Perolehan Kembali Akrilamida pada Kentang Goreng dengan Penambahan Baku Standar

(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Rumus Bangun Senyawa Akrilamida ... 5

Gambar 2. Instrumen Dasar KCKT ... 15 Gambar 3. Kurva Serapan Baku Akrilamida (konsentrasi 10 µg/ml)

secara Spektrofotometri UV ... 31

Gambar 4. Kromatogram Hasil Penyuntikan Baku Akrilamida dengan Komposisi Fase Gerak Metanol:Larutan Asam Fosfat 0,1% (5:95) ... 34

Gambar 5. Kromatogram Hasil Penyuntikan Sampel Perendaman 30 menit dengan Komposisi Fase Gerak

Metanol:Larutan Asam Fosfat 0,1% (5:95) ... 37

Gambar 6. Kromatogram Hasil Penyuntikan Baku Akrilamida dengan Komposisi Fase Gerak Metanol:Larutan Asam Fosfat 0,1% (5:95) ... 37

Gambar 7. Kromatogram Hasil Spike Sampel Perendaman 30 menit dengan

Komposisi Fase Gerak Metanol:Larutan Asam Fosfat 0,1% (5:95) . 38

Gambar 8. Kurva Kalibrasi Akrilamida Baku ... 39

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Kromatogram Penyuntikan Akrilamida Baku untuk Mencari

Komposisi Fase Gerak yang Optimum untuk Analisis ... 48

Lampiran 2. Kromatogram Hasil Penyuntikan Larutan Akrilamida

Baku pada Pembuatan Kurva Kalibrasi ... 51

Lampiran 3. Perhitungan Persamaan Regresi dari Kurva Kalibrasi Akrilamida Baku yang Diperoleh dengan KCKT pada

Panjang Gelombang 210 nm ... 59

Lampiran 4. Kromatogram Hasil Penyuntikan Larutan Sampel Kontrol ... 61

Lampiran 5. Analisis Data secara Statistik dari Hasil Penyuntikan

Larutan Sampel Kontrol ... 64

Lampiran 6. Kromatogram Hasil Penyuntikan Larutan Sampel

Perendaman 15 menit ... 67

Lampiran 7. Analisis Data secara Statistik dari Hasil Penyuntikan

Larutan Sampel Perendaman 15 menit ... 70

Lampiran 8. Kromatogram Hasil Penyuntikan Larutan Sampel

Perendaman 30 menit ... 72

Lampiran 9. Analisis Data secara Statistik dari Hasil Penyuntikan

Larutan Sampel Perendaman 30 menit ... 75

Lampiran 10. Kromatogram Hasil Penyuntikan Larutan Sampel

Perendaman 45 menit ... 77

Lampiran 11. Analisis Data secara Statistik dari Hasil Penyuntikan

Larutan Sampel Perendaman 45 menit ... 80

Lampiran 12. Kromatogram Hasil Penyuntikan Larutan Sampel

Perendaman 60 menit ... 82

Lampiran 13. Analisis Data secara Statistik dari Hasil Penyuntikan

Larutan Sampel Perendaman 60 menit ... 85

Lampiran 14. Hasil Pengolahan Data Penyuntikan Larutan Sampel

Kentang Goreng Menggunakan KCKT ... 87

Lampiran 15. Contoh Perhitungan untuk Mencari Kadar Akrilamida

(13)

Lampiran 16. Kromatogram Hasil Perolehan Kembali Akrilamida Baku yang Ditambahkan pada Sampel Perendaman 15 menit

(Metode Penambahan Baku) ... 89

Lampiran 17. Data Perolehan Kembali Akrilamida Baku yang Ditambahkan pada Sampel Perendaman 15 menit (Metode Penambahan Baku) 92

Lampiran 18. Contoh Perhitungan Persen Perolehan Kembali ... 93

Lampiran 19. Perhitungan Penetapan Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi ... 94

Lampiran 20. Sertifikat Analisis Akrilamida Baku ... 95

Lampiran 21. Daftar Nilai Dietribusi t... 96

Lampiran 22. Gambar Instrumen KCKT dan Syringe 100µl ... 97

(14)

CAIR KINERJA TINGGI

Abstrak

Akrilamida merupakan suatu senyawa toksik yang ditemukan dalam beragam jenis makanan terutama pada kentang goreng. Salah satu upaya pengurangan kadar akrilamida dalam kentang goreng adalah mengurangi kadar gula reduksi dalam kentang dengan perendaman dengan air sebelum digoreng. Oleh karena itu tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh perendaman dengan air terhadap kadar akrilamida dalam kentang goreng.

Untuk mengetahui hal ini, sebelum digoreng potongan kentang disiapkan sebagai kontrol (tanpa perendaman), kemudian direndam 15 menit, 30 menit, 45 menit dan 60 menit dalam air. Kemudian akrilamida yang terbentuk dianalisis dengan metode kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) menggunakan kolom C18

(250 X 4,5 mm), perbandingan fase gerak metanol-larutan asam fosfat 0,1% (5:95), detektor UV pada panjang gelombang 210 nm dan laju alir 1,0 ml/menit. Metode ini memberikan akurasi dengan persen perolehan kembali 94,37% (RSD = 1,0249%), batas deteksi dan batas kuantitasi berturut-turut adalah 0,1157 µg/ml dan 0,3857 µg/ml.

Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa perendaman dengan air berpengaruh terhadap kadar akrilamida dalam kentang goreng, dimana semakin lama wakru perendaman kadar akrilamida yang terbentuk semakin rendah. Kadar akrilamida dalam kentang goreng kontrol (tanpa perendaman), perendaman 15 menit, 30 menit, 45 menit dan 60 menit berturut-turut adalah 6,9308 µg/g, 1,8406 µg/g, 1,5193 µg/g, 0,9300 µg/g dan 0,7591 µg/g sampel.

Kata kunci : Akrilamida, Kentang goreng, Perendaman, KCKT, Validasi

(15)

LIQUID CHROMATOGRAPHY

Abstract

Acrylamide is a toxic substance found in various foods primarily especially in fried potatoes. One of the ways to reduce acrylamide levels in fried potato is lowering levels of reducing sugars by soaking the cut potatoes in water before they are fried. Based on this reason, the goal of research is understanding the influence of soaking in water to acrilamyde levels in fried potatoes.

In order to study this factor, before to frying potato strips prepared as a control (no soaking), then soaked 15 min, 30 min, 45 min dan 60 min in distiiled water.Than acrylamide levels in fried potatoes was analised by reversed phase high performance liquid chromatography (HPLC) using C18 column (250 X 4.5

mm), methanol-0,1% phosphoric acid solution mixture (5:95), UV detector at 210 nm and flow rate of 1,0 ml/minute. This method gives the accuracy with percent recovery 94,37% (RSD 1,0249 %), limit of detection 0,1157 μg/ml and limit of quantitation 0,3857 μg/ml.

Based on this research, it were summarized that soaking in water appears to influence acrilamyde levels in fried potatoes,while longer soaking time, lower amount of acrilamyde will be formed. The levels of acrylamide in fried potatoes the control (no soaking), soaking 15 min, 30 min, 45 min dan 60 min are 6,9308

μg/g, 1,8406 μg/g, 1,5193 μg/g, 0,9300 μg/g, 0,7591 μg/g sample, respectipely.

(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Akrilamida (sinonim: 2-Propenamida, etilen karboksiamida, akrilik amida,

asam propeonik amida, vinil amida) adalah salah satu bahan organik yang biasa

digunakan manusia dalam kehidupan sehari-hari, untuk memproduksi plastik dan

bahan pewarna. Zat ini juga biasa digunakan untuk menjernihkan air minum

(Anonim, 1994).

Pada tahun 2002, Swedish National Food Administration (Sw NFA) dan

peneliti lainnya dari Universitas Stockholm mengemukakan suatu penemuan

bahwa akrilamida terbentuk dalam beragam jenis makanan yang diolah pada suhu

tinggi (FAO dan WHO, 2002). Akrilamida terdapat dalam makanan kaya

karbohidrat, misalnya roti, dan beberapa produk kentang. Dari hasil penelitian

terhadap beragam jenis makanan kandungan akrilamida yang terbesar terdapat

pada makanan berkarbohidrat tinggi yang dimasak pada suhu diatas 1200C (Friedman, 2003).

Salah satu makanan yang tinggi kandungan karbohidratnya adalah

kentang. Kentang goreng merupakan kelompok makanan yang dikenal

mengandung konsentrasi akrilamida tertinggi (Gökmen dan Senyuva, 2008) dan

bahkan diperkirakan sebagai penyumbang 20% asupan harian akrilamida oleh

masyarakat (Dybing dan Sanner, 2003).

Menurut Pedreschi, dkk (2004) pembentukan akrilamida pada kentang

(17)

akrilamida dalam kentang mentah yaitu dengan perendaman potongan kentang

dalam air sebelum digoreng, hal ini menunjukkan bahwa gula pereduksi dalam

potongan kentang menurun sedikit ketika waktu perendaman dalam air meningkat

sehingga pembentukan akrilamida lebih rendah.

Analisis akrilamida dalam makanan juga dipublikasikan dalam banyak jurnal

penelitian dengan menggunakan berbagai metode seperti kromatografi

gas-spektrometri massa (gas chromatography–mass spectrometry atau GC-MS),

kromatografi cair–spektrometri massa tandem (liquid chromatography–tandem mass

spectrometry atau LC-MS/MS) dan kromatografi cair kinerja tinggi (Liu, 2008).

Diantara metode tersebut, Kromatografi cair kinerja tinggi merupakan metode yang

lebih efesien dan efektif (Harahap, 2006).

Analisis akrilamida dalam kentang goreng dengan metode KCKT

menggunakan kolom C18 (4,6 x 250 mm) dengan fase gerak metanol dan larutan asam

fosfat (10:90), laju alir 1,5 ml/menit dan detektor UV pada panjang gelombang 210

nm telah dilakukan oleh Tanseri (2009) dan fase gerak asetonitril- larutan asam fosfat

(5:95) oleh Harahap (2006). Penggunaan metanol sebagai fase gerak dinilai lebih baik

dikarenakan metanol memiliki banyak keunggulan dibandingkan asetonitril antara

lain harga metanol relatif lebih murah dan toksisitasnya lebih rendah daripada

asetonitril (Kromidas, 2004); metanol juga memberikan selektivitas yang lebih baik

daripada asetonitril (Kromidas, 2006).

Dari uraian di atas menjadi alasan penelitian ini dilakukan yaitu untuk

mengetahui pengaruh perendaman degan air terhadap kadar akrilamida dalam

kentang goreng dengan metode KCKT dengan fase gerak metanol dan larutan asam

(18)

kondisi kromatografi yang dilakukan oleh Tanseri (2009), tetapi dalam penelitian ini

dilakukan juga optimasi perbandingan fase gerak metanol dan larutan asam fosfat

0,1% dengan laju alir 1 ml/menit. Di dalam penelitian ini, kentang goreng akan

disiapkan oleh peneliti sendiri (kentang goreng simulasi) dengan tanpa perendaman

(kontrol) dan perendaman 15, 30, 45 dan 60 menit kemudian digoreng dengan metode

penggorengan rendam. Untuk menguji keabsahan metode yang dikerjakan, maka

pada akhir penelitian ini dilakukan validasi. Parameter validasi yang akan dilakukan

meliputi akurasi (kecermatan), presisi (keseksamaan), batas deteksi dan batas

kuantitasi.

1.2 Perumusan Masalah

1. Apakah perendaman dengan air mempengaruhi kadar akrilamida dalam

kentang goreng?

2. Apakah metode KCKT dengan kolom C18 (4,6 X 250 mm) dengan

perbandingan fase gerak metanol : larutan asam fosfat 0,1% (5:95), laju

alir 1,0 ml/menit dan detektor UV pada panjang gelombang 210 nm dapat

diterapkan dalam penetapan kadar akrilamida pada kentang goreng?

1.3 Hipotesis

1. Perendaman dengan air mengurangi kadar akrilamida dalam kentang

goreng.

2. Metode KCKT dengan kolom C18 (4,6 X 250 mm) dengan perbandingan

(19)

detektor UV pada panjang gelombang 210 nm dapat diterapkan

dalam penetapan kadar akrilamida pada kentang goreng.

1.4Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pengaruh perendaman dengan air terhadap kadar

akrilamida pada kentang goreng.

2. Untuk mengetahui metode KCKT dengan kolom C18 (4,6 X 250 mm),

perbandingan fase gerak metanol : larutan asam fosfat 0,1% (5:95), laju

alir 1,0 ml/menit dan detektor UV pada panjang gelombang 210 nm dapat

(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Akrilamida

2.1.1 Sifat Fisikokimia

Akrilamida (sinonim: 2-propenamida, etilen karboksi amida, akrilik amida,

vinil amida) merupakan senyawa kristalin bening hingga putih dengan bobot molekul

71,09; tidak berbau; larut dalam air, metanol, etanol, dimetil eter dan aseton, serta

tidak larut dalam benzen dan heptan. Akrilamida akan meleleh pada suhu 87,5oC dan mendidih pada suhu 125oC (Ötles, 2004). Akrilamida memiliki rumus molekul C3H5NO dan rumus bangun seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Rumus Bangun Senyawa Akrilamida 2.1.2 Kegunaan Umum

Sejak tahun 1950-an, akrilamida dikenal sebagai senyawa antara dalam

pembuatan poliakrilamida, suatu polimer akrilamida, yang digunakan sebagai

flokulan dan koagulan dalam proses pengolahan air minum dan limbah, pengatur

viskositas pada pemrosesan minyak mentah, bahan pengikat pada pabrik kertas,

produksi perekat, tape serta gel pada kosmetik. Kegunaan yang lainnya yang

cukup penting yakni sebagai pupuk dan grouting agent untuk memperbaiki

(21)

2.1.3 Farmakokinetika

Akrilamida dapat diabsorpsi secara oral, melalui membran mukosa saluran

nafas (inhalasi), dan rute dermal melewati kulit. Berdasarkan data bioavailabilitas

absorbsi akrilamida tercepat diperoleh melalui rute oral, di dalam tubuh

akrilamida didistribusi melalui cairan tubuh dan dimetabolisme oleh enzim

sitokrom P450 lalu dieksresikan melalui urin dan empedu.Waktu paruh eliminasi

akrilamida pada tikus sekitar 2 jam, sedangkan pada manusia belum diketahui

secara jelas waktu eliminasi yang dibutuhkan (FAO dan WHO, 2002).

2.1.4 Toksikologi

Akrilamida merupakan senyawa toksik dalam bentuk monomer sedangkan

poliakrilamida yang merupakan polimernya tidak lagi bersifat toksik. Akrilamida

telah diklasifikasikan sebagai senyawa yang mungkin menyebabkan kanker atau

berpotensi sebagai karsinogen pada manusia (Friedman, 2003).

International Agency for Research on Cancer (IARC) menggolongkan

akrilamida kedalam grup 2A yaitu senyawa yang terbukti menyebabkan kanker

pada hewan percobaan tetapi belum dapat dipastikan dapat menyebabkan kanker

pada manusia. Akrilamida juga diduga sebagai zat yang bersifat mutagenic dan

teratogenik.

Akrilamida dapat menyebabkan tumor pada saraf pusat, kelenjar susu,

kelenjar tiroid, uterus, dengan dosis letal 50-500 mg/kg setiap harinya. Akrilamida

berpotensi menyebabkan neurotoksik yang berakibat kepada sistem saraf pusat

dan perifer, toksisitas akut menyebabkan gangguan emosional, halusinasi,

turunnya tingkat kesadaran, dan hipotensi, sedangkan toksisitas kronik

(22)

2.1.5 Kadar Akrilamida dalam Berbagai Makanan

Menurut Friedman (2003) kandungan akrilamida yang terbesar terdapat pada

makanan berkarbohidrat tinggi yang dimasak pada suhu diatas 1200C, kadar akrilamida pada berbagai jenis makanan dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Kadar Akrilamida Dalam Berbagai Jenis Makanan

2.1.6 Metode Analisis

Ada banyak metode yang dapat digunakan untuk menganalisis kadar

(23)

massa, kromatografi cair–spektrometri massa tandem dan kromatografi cair kinerja

tinggi (Harahap, 2006).

Akrilamida memiliki kelarutan yakni 215 g/L pada suhu 25oC (Stadler dan Goldmann, 2008). Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa akrilamida merupakan

suatu senyawa yang kepolarannya tinggi. Ditinjau dari struktur molekulnya,

akrilamida memiliki ikatan rangkap terkonjugasi, suatu gugus kromofor yang

dapat menyerap sinar UV (Castle, 2006). Hal ini mendasari penggunaan KCKT

fase balik dengan detektor UV untuk analisis akrilamida dalam sampel.

2.2 Proses Perendaman

Perendaman merupakan dengan air merupakan salah satu metode yang

dilakukan untuk meminimalkan komponen pembentuk akrilamida dalam kentang

goreng (Pedreschi, dkk, 2004).

2.3 Proses penggorengan

Penggorengan merupakan metode yang paling tua dikenal umat manusia

dalam menyiapkan makanan. Menggoreng merupakan suatu proses memasak

menggunakan lemak atau minyak sebagai medium penghantar panas. Proses

menggoreng ada 3 jenis yakni penggorengan rendam, penggorengan dangkal dan

pemanggangan (Quaglia dan Bucarelli, 2001).

2.3.1 Mekanisme Terbentuknya Akrilamida dalam Makanan yang Digoreng

Mekanisme pembentukan akrilamida yaitu dengan reaksi Maillard yang

diperkirakan berawal dari interaksi antara senyawa karbonil dengan asam amino

(24)

Schiff, kemudian menglami dekarboksilasi menjadi suatu senyawa yang tidak

stabil, lalu mengalami hidrolisis menjadi 3-aminopropanamida, yang kemudian

bagian aminonya tereliminasi membentuk akrilamida (Mottram, dkk, 2009).

2.4 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

Kromatografi merupakan serangkaian teknik yang digunakan untuk

memisahkan beberapa komponen yang terdapat dalam sampel, didasarkan pada

afinitas relatif masing-masing komponen antara fase diam dan fase gerak (Sadek,

2004).

Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) merupakan sistem pemisahan

dengan kecepatan dan efisiensi yang tinggi karena didukung oleh kemajuan dalam

teknologi kolom, sistem pompa tekanan tinggi serta detektor yang sangat sensitif

dan beragam sehingga mampu menganalisis berbagai analit secara kualitatif

maupun kuantitatif, baik dalam komponen tunggal ataupun campuran (Depkes,

1995).

Kegunaan umum KCKT adalah untuk pemisahan sejumlah senyawa

organik, anorganik, maupun senyawa biologis, analisis ketidakmurnian

(impurities) dan analisis senyawa-senyawa yang tidak mudah menguap

(nonvolatile). KCKT sering digunakan untuk menetapkan kadar senyawa-senyawa

tertentu seperti asam-asam amino, asam-asam nukleat dan protein-protein dalam

cairan fisiologis, menentukan kadar senyawa-senyawa aktif obat dan lain-lain

(Rohman, 2007).

2.4.1 Jenis-jenis KCKT

Berdasarkan mekanisme interaksi antara analit dengan fase diam,

(25)

normal (normal phase chromatography) atau disebut juga kromatografi adsorpsi,

kromatografi fase balik (reversed- phase chromatography), kromatografi penukar

ion (ion-exchange chromatography) dan kromatografi eksklusi ukuran

(size-exclusion chromatography) (Riley, 1995).

Pada KCKT fase terbalik paling sering digunakan fase diam berupa

oktadesilsilan (ODS atau C18) dan fase gerak campuran metanol atau asetonitril

dengan air atau dengan larutan buffer. Untuk solut yang bersifat asam lemah

,peranan pH sangat krusial karena bila pH fase gerak tidak diatur maka solut akan

mengalami ionisasi atau protonisasi. Terbentuknya bagian yang terionisasi ini

menyebabkan ikatannya dengan fase diam menjadi lebih lemah dibanding jika

solut dalam bentuk yang tidak terionisasi akan terelusi lebih cepat (Rohman,

2007).

2.4.2 Cara Kerja KCKT

Secara teori, pemisahan kromatografi yang paling baik akan diperoleh jika

fase diam mempunyai luas permukaan sebesar-besarnya sehingga memastikan

kesetimbangan yang baik antara fase dan bila fase gerak bergerak dengan cepat

sehingga difusi sekecil-kecilnya (Gritter, 1991).

Kromatografi merupakan teknik pemisahan dimana analit atau zat-zat

terlarut terpisah oleh perbedaan kecepatan elusi saat melewati suatu kolom

kromatografi, pemisahan tersebut diatur oleh distribusi analit dalam fase gerak

dan fase diam (Rohman, 2007).

Komponen yang telah terpisah akan dibawa oleh fase gerak menuju

detektor dan sinyal yang terekam oleh detektor disebut sebagai puncak, sedangkan

(26)

kromatogram. Puncak yang diperoleh dalam analisis memiliki dua informasi

penting yakni informasi kualitatif dan kuantitatif (Meyer, 2004).

Untuk mendapatkan hasil analisis yang baik, diperlukan penggabungan

secara tepat dari kondisi operasional seperti jenis kolom, fase gerak, panjang dan

diameter kolom, kecepatan alir fase gerak, suhu kolom dan ukuran sampel

(Rohman, 2007).

2.4.3 Migrasi dan Retensi Solut

Kecepatan migrasi solut melalui fase diam ditentukan oleh perbandingan

distribusinya (D) dan besarnya D ditentukan oleh afinitas relatif solut pada kedua

fase (fase diam dan fase bergerak). Dalam konteks kromatografi, nilai D

didefinisikan sebagai perbandingan konsentrasi solut dalam fase diam (Cs) dan

dalam fase gerak (Cm).

Jadi semakin besar nilai D maka migrasi solut semakin lambat dan

semakin kecil nilai D migrasi solut semakin cepat. Solut akan terelusi menurut

perbandingan distribusinya. Jika perbedaan perbandingan distribusi solut cukup

besar maka campuran-campuran solut akan mudah dan cepat dipisahkan

(Rohman, 2007).

2.4.4 Parameter Penting dalam KCKT 2.4.4.1 Tinggi dan Luas Puncak

Tinggi dan luas puncak berkaitan secara proporsional dengan kadar atau

jumlah analit tertentu yang terdapat dalam sampel (memiliki informasi

kuantitatif). Namun demikian, luas puncak lebih umum digunakan dalam

perhitungan kuantitatif karena lebih akurat/cermat daripada perhitungan

m S

(27)

menggunakan tinggi puncak (Ornaf dan Dong, 2005). Hal ini dikarenakan luas

puncak relatif tidak banyak dipengaruhi oleh kondisi kromatografi, kecuali laju

alir. Sementara itu, tinggi puncak dipengaruhi oleh banyak faktor seperti misalnya

faktor tambat, suhu kolom serta cara injeksi sampel (Miller, 2005). Hal ini akan

menyebabkan tinggi puncak relatif labil selama analisis. Namun demikian tinggi

puncak masih dapat digunakan dalam perhitungan kuantitatif bila puncak analit

simetris (Dyson, 1990).

2.4.4.2 Waktu Tambat

Periode waktu antara penyuntikan sampel dan puncak maksimum yang

terekam oleh detektor disebut sebagai waktu tambat. Waktu tambat dari suatu

komponen yang tidak ditahan oleh fase diam disebut sebagai waktu hampa/void

time (t0). Waktu tambat merupakan fungsi dari laju alir fase gerak dan panjang

kolom. Jika fase gerak mengalir lebih lambat atau kolom semakin panjang, waktu

hampa dan waktu tambat akan semakin besar, dan sebaliknya bila fase gerak

mengalir lebih cepat atau kolom semakin pendek, maka waktu hampa dan waktu

tambat akan semakin kecil (Meyer, 2004).

2.4.4.3 Faktor Kapasitas

Waktu tambat dipengaruhi oleh laju alir, ukuran kolom dan parameter

yang lain. Oleh karena itu, diperlukan suatu ukuran derajat tambatan dari analit

yang lebih independen yakni faktor kapasitas (Ornaf dan Dong, 2005). Dalam

beberapa literatur lain, faktor kapasitas juga disebut sebagai faktor tambat (k).

Idealnya, analit yang sama jika diukur pada dua instrumen berbeda dengan ukuran

(28)

faktor tambat dari analit pada kedua sistem KCKT tersebut secara teoritis adalah

sama (Kazakevich dan LoBrutto, 2007).

Faktor tambat yang disukai berada di antara nilai 1 hingga 10. Jika nilai k

terlalu kecil menunjukkan bahwa analit terlalu cepat melewati kolom sehingga

tidak terjadi interaksi dengan fase diam dan oleh karena itu tidak akan muncul

dalam kromatogram. Sebaliknya, nilai k yang terlalu besar mengindikasikan

waktu analisis akan panjang (Meyer, 2004). Nilai k’ dari analit yang lebih besar

dari 20 akan menjadi masalah dalam analisis KCKT karena waktu analisis yang

terlalu panjang dan sensitifitas yang buruk sebagai akibat dari pelebaran puncak

yang berlebihan (Ornaf dan Dong, 2005).

2.4.4.4 Selektifitas

Proses pemisahan antara dua komponen dalam KCKT hanya

memungkinkan bila kedua komponen memiliki kecepatan yang berbeda dalam

melewati kolom (Ornaf dan Dong, 2005). Kemampuan sistem kromatografi dalam

memisahkan/membedakan analit yang berbeda dikenal sebagai selektifitas (α).

Selektifitas umumnya tergantung pada sifat analit itu sendiri, interaksinya dengan

permukaan fase diam serta jenis fase gerak yang digunakan (Kazakevich dan

LoBrutto, 2007). Selektifitas ditentukan sebagai rasio perbandingan dua factor

kapasitas dari analit yang berbeda. Nilai selektifitas yang didapatkan dalam sistem

KCKT harus lebih besar dari 1 (Ornaf dan Dong, 2005). Selektifitas disebut juga

sebagai faktor pemisahan atau tambatan relatif (Meyer, 2004).

2.4.4.5 Efisiensi Kolom

Salah satu karakteristik sistem kromatografi yang paling penting adalah

efisiensi atau jumlah lempeng teoritis. Ukuran kuantitatif dari efisiensi kolom

(29)

Bilangan lempeng (N) yang tinggi disyaratkan untuk pemisahan yang baik

yang nilainya semakin kecilnya nilai H. Istilah H merupakan tinggi ekivalen

lempeng teoritis atau HETP (high equivalent theoretical plate) yang mana

merupakan panjang kolom yang dibutuhkan untuk menghasilkan satu lempeng

teoritis. Kolom yang baik akan mempunyai bilangan lempeng yang tinggi dan

nilai H yang rendah, untuk mencapai hal ini ada beberapa faktor yang mendukung

yaitu kolom yang dikemas dengan baik, kolom yang lebih panjang, partikel fase

diam yang lebih kecil, viskositas fase gerak yang lebih rendah dan suhu yang

lebih tinggi, molekul-molekul sampel yang lebih kecil, dan pengaruh di luar

kolom yang minimal (Rohman, 2007).

2.4.4.6 Resolusi

Resolusi adalah perbedaan waktu retensi 2 puncak yang saling berdekatan,

dibagi dengan rata-rata lebar puncak, dengan rumus sbb:

Ket:

t = waktu retensi puncak

W = lebar puncak

Nilai Rs mendekati atau lebih dari 1,5 akan memberikan pemisahan yang

baik (Rohman, 2007).

2.4.4.7 Faktor Asimetri

Menurut Rohman (2007), adanya puncak yang asimetris dapat disebabkan

(30)

• Ukuran sampel yang dianalisis terlalu besar. Jika sampel terlalu besar

maka fase gerak tidak mampu membawa solute dengan sempurna

sehingga terjadi pengekoran atau tailing.

• Interaksi yang kuat antara solut dengan fase diam dapat menyebabkan

solut sukar terelusi sehingga dapat menyebabkan terbentuknya puncak

yang mengekor.

• Adanya kontaminan dalam sampel yang dapat muncul terlebih dahulu

sehingga menimbulkan puncak mendahului (fronting)

2.4.5 Instrumen KCKT

Instrument KCKT tersusun atas 6 bagian dasar, yaitu wadah fase gerak

(reservoir), pompa (pump), tempat injeksi sampel (injector), kolom (column),

detektor (detector) dan perekam (recorder). Ilustrasi instrument dasar KCKT dapat

dilihat pada gambar 2 (McMaster, 2007).

Gambar 2 . Instrumen Dasar KCKT (McMaster, 2007). 2.4.5.1 Wadah Fase Gerak

Wadah fase gerak harus bersih dan inert. Wadah pelarut kosong ataupun

labu dapat digunakan sebagai wadah fase gerak dan biasanya dapat menampung

(31)

dilakukan degassing (penghilangan gas) pada fase gerak, sebab adanya gas akan

berkumpul dengan komponen lain terutama pompa dan detektor sehingga akan

mengacaukan analisis (Rohman, 2007).

2.4.5.2 Pompa

Pompa yang cocok digunakan untuk KCKT adalah pompa yang

mempunyai syarat sebagaimana syarat wadah pelarut yakni harus inert terhadap

fase gerak. Bahan yang umum dipakai untuk pompa adalah gelas, baja tahan

karat, Teflon, dan batu nilam. Pompa yang dgunakan sebaiknya mampu

memberikan tekanan sampai 5000 psi dan mampu mengalirkan fase gerak dengan

kecepatan alir 3 ml/menit (Rohman, 2007).

2.4.5.3 Injektor

Ada 3 jenis macam tempat injeksi sampel (injektor), yakni syringe

injector, sampling valve dan automatic injector. Syringe injector merupakan

bentuk injektor yang paling sederhana, terdapat dalam dua jenis antara lain

stopflow injection dan septumless-syringe injector (Snyder dan Kirkland, 1979).

Sampling valve atau manual injector mengandung 6 katup saluran

dilengkapi dengan rotor, sample loop dan saluran jarum suntik (needle port).

Larutan sampel akan disuntikkan dengan jarum suntik ke dalam sampel loop pada

posisi “load” dan larutan sampel yang ada di sample loop kemudian akan

dialirkan ke kolom dengan memutar rotor ke posisi “inject”. Ukuran sample loop

eksternal bervariasi antara 6 µL hingga 2 mL (Dong, 2005). Automatic injector

atau disebut juga autosampler memiliki prinsip yang mirip, hanya saja sistem

(32)

penyuntikan, yakni pullloop injection, push-loop injection dan integral-loop

injection (Meyer, 2004).

2.4.5.4 Kolom

Kolom dapat dibagi menjadi dua kelompok:

a. Kolom analitik: garis tengah-dalam 2-6 mm. Panjang bergantung pada

jenis kemasan, untuk kemasn pelikel biasanya panjang kolom 50-100 cm,

untuk kemasan mikropartikel berpori biasanya 10-30 cm.

b. Kolom preparatif: umumnya bergaris tengah 6 mm atau lebih besar dari

panjang 25-100 cm (Johnson dan Stevenson, 1991).

2.4.5.5 Detektor

Detektor pada KCKT dikelompokkan menjadi 2 golongan yaitu: detektor

universal dan detektor spesifik (Rohman, 2007). Detektor yang paling banyak

digunakan dalam kromatografi cair modern kecepatan tinggi adalah detektor

spektrofotometer UV 254 nm. Bermacam-macam detektor dengan variasi panjang

gelombang UV-Vis sekarang menjadi populer karena mereka dapat digunakan

untuk mendeteksi senyawa-senyawa dalam rentang yang luas. Detektor indeks

refraksi juga secara luas digunakan, terutama dalam kromatografi eksklusi, tetapi

umumnya kurang sensitif dari pada detektor spektrofotometer UV. Detektor

lainnya seperti detektor fluometer, detektor ionisasi nyala, dan detektor

elektrokimia juga telah digunakan (Johnson dan Stevenson, 1991).

2.4.5.6 Perekam

Alat pengumpul data seperti komputer, integrator, rekorder dihubungkan

(33)

detektor lalu mem-plotkannya sebagai suatu kromatogram yang selanjutnya dapat

dievaluasi oleh seorang analis (Brown dan DeAntonis, 1997).

2.6 Validasi Metode

Validasi metoda analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap

parameter tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium, untuk membuktikan

bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya (Harmita,

2004).

Menurut USP Edisi Ketigapuluh, ada 8 karakteristik yang digunakan

dalam validasi metoda yaitu akurasi, presisi, spesifisitas, batas deteksi, batas

kuantitasi, linearitas, rentang, dan ketahanan.

Tabel 2. Delapan Karakteristik Utama yang Digunakan dalam Validasi Metode

Analitik

Karakteristik Pengertian

Akurasi Kedekatan antara nilai hasil uji yang diperoleh lewat metode analitik dengan nilai sebenarnya.

Presisi Ukuran keterulangan metode analitik, termasuk di antaranya kemampuan instrumen dalam memberikan hasil analitik yang reprodusibel.

Spesifisitas Kemampuan untuk mengukur analit yang dituju secara tepat dan spesifik dengan adanya komponen lain dalam matriks sampel seperti ketidakmurnian, produk degradatif dan komponen matriks.

Batas deteksi Konsentrasi analit terendah dalam sampel yang masih dapat dideteksi, meskipun tidak selalu dapat dikuantifikasi. Batas kuantitasi Konsentrasi analit terendah dalam sampel yang dapat

ditentukan dengan presisi dan akurasi yang dapat diterima pada kondisi operasional metode yang digunakan.

Linieritas

Rentang

Kemampuan suatu metode untuk memperoleh hasil uji yang secara langsung proposional dengan konsentrasi analit pada kisaran yang diberikan.

Konsentrasi terendah dan tertinggi yang mana suatu metode analitik menunjukkan akurasi, presisi dan linieritas yang cukup.

(34)

2.6.1 Akurasi

Akurasi/kecermatan dapat ditentukan dengan dua metode, yakni spiked

placebo recovery dan standard addition method. Pada spiked placebo recovery

atau metode simulasi, analit murni ditambahkan (spiked) ke dalam campuran

bahan pembawa sediaan farmasi, lalu campuran tersebut dianalisis dan jumlah

analit hasil analisis dibandingkan dengan jumlah analit teoritis yang diharapkan.

Jika plasebo tidak memungkinkan untuk disiapkan, maka sejumlah analit

yang telah diketahui konsentrasinya dapat ditambahkan langsung ke dalam

sediaan farmasi otentik. Metode ini dinamakan metode standard addition method

atau metode penambahan baku. Jumlah keseluruhan analit kemudian diukur dan

dibandingkan dengan jumlah teoritis, yaitu jumlah analit yang murni berasal dari

sediaan farmasi otentik tersebut, ditambah dengan jumlah analit yg di-spiked ke

dalam sediaan. Akurasi kemudian dinyatakan dalam persen perolehan kembali (%

Recovery).

Persen perolehan kembali ditentukan sebagai rasio antara hasil yang

diperoleh dari analisis dengan hasil sebenarnya yang dihitung secara teoritis. Hal

yang penting untuk diperhatikan adalah metode kuantitasi yang digunakan dalam

penentuan akurasi harus sama dengan metode kuantitasi yang digunakan untuk

menganalisis sampel dalam penelitian (Harmita, 2004; Ermer, 2005).

2.6.2 Presisi

Presisi diekspresikan dengan standar deviasi atau standar deviasi relatif

(RSD) dari serangkaian data. Data untuk menguji presisi seringkali dikumpulkan

sebagai bagian dari kajian-kajian lain yang berkaitan dengan presisi seperti

(35)

untuk tiap-tiap konsentrasi. Pada pengujian dengan KCKT, nilai RSD antara 1-2%

biasanya dipersyaratkan untuk senyawa-senyawa aktif dalam jumlah yang banyak

sedangkan untuk senyawa-senyawa dengan kadar sekelumit RSD berkisar antara

5-15% (Rohman, 2007).

2.6.3 Spesifitas

Penentuan spesifitas metode dapat diperoleh dengan dua jalan. Cara

pertama adalah dengan melakukan optimasi sehingga diperoleh senyawa yang

dituju terpisah secara sempurna dari senyawa-senyawa lain (resolusi senyawa

yang dituju ≥ 2). Cara kedua untuk memperoleh spesifitas adalah dengan

menggunakan detektor selektif terutama untuk senyawa-senyawa yang terelusi

secara bersama-sama sebagai contoh detektor elektrokimia hanya akan

mendeteksi senyawa tertentu, sementara senyawa yang lainnya tidak terdeteksi.

Penggunaan detektor UV pada panjang gelombang yang spesifik juga merupakan

cara yang efektif untuk melakukan pengukuran selektifitas (Rohman, 2007).

2.6.4 Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi

Menurut Rohman (2007), batas deteksi dan batas kuantitasi dapat

ditentukan dengan 2 metode yakni metode non instrumental visual dan metode

perhitungan. Metode non instrumental visual digunakan pada teknik kromatografi

lapis tipis dan metode titrimetri. Metode perhitungan didasarkan pada simpangan

baku residual (Sy/x) dan derajat kemiringan/slope (b) dengan rumus perhitungan

batas deteksi dan batas kuantitasi sbb:

(36)

2.6.5 Linearitas

Lineritas merupakan kemampuan suatu metode untuk memperoleh

hasil-hasil uji yang secara langsung proporsional dengan konsentrasi analit pada kisaran

yang diberikan. Linearitas suatu metode merupakan ukuran seberapa baik kurva

kalibrasi yang menghubungkan antara respon (y) dengan konsentrasi (x).

Linearitas dapat diukur dengan melakukan pengukuran tunggal pada konsentrasi

yang berbeda-beda. Data yang diperoleh selanjutnya diproses dengan metode

kuadrat terkecil, untuk selanjutnya dapat ditentukan nilai kemiringan (slope),

intersep, dan koefisien korelasinya (Rohman, 2007).

2.6.6 Rentang

Rentang atau kisaran suatu metode didefinisikan sebagai konsentrasi

terendah dan tertinggi yang mana suatu metode analisis menunjukkan akurasi,

presisi, dan linearitas yang mencukupi. Kisaran-kisaran konsentrasi yang diuji

tergantung pada jenis metode dan kegunaannya (Rohman, 2007).

2.6.7 Ketahanan

Kekuatan/ketahanan dievaluasi dengan melakukan variasi

parameter-parameter metode seperti persentase pelarut organik, pH, kekuatan ionik, suhu,

dan sebagainya. Suatu praktek yang baik untuk mengevaluasi ketahanan suatu

metode adalah dengan memvariasi parameter-parameter penting dalam suatu

metode secara sistematis lalu mengukur pengaruhnya pada pemisahan (Rohman,

(37)

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang dilakukan di

Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif dan Laboratorium Penelitian Fakultas

Farmasi Universitas Sumatera Utara pada bulan Februari 2011 sampai April 2011.

3.1 Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi seperangkat instrumen

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) lengkap (Shimadzu Prominence

series) dengan injektor (Rheodyne 7225i), kolom Shim-Pack VP-ODS (4,6 x 250

mm) dan detektor UV/Vis (SPD 20 A); syringe 100 μl (SGE); sonifikator

(Branson 1510); pompa vakum (Gast DOA-P604-BN); alat penyaring fase gerak

dan sampel dilengkapi dengan penyaring membran Whatman Cellulose Nitrate

0,45 μm dan PTFE 0,5 μm dengan diameter 47 mm serta Cellulose Nitrate 0,2 μm

dengan diameter 13 mm; neraca analitik (Boeco BBL31); spektrofotometer

UV-Vis (Shimadzu 1800); laboratory shaker (Stuart); hot plate (Fisons); sentrifugator

(Hitachi); alat destilasi serta peralatan gelas yang umumnya digunakan dalam

laboratorium analitik (Gambar alat dapat dilihat pada Lampiran 22 dan 23).

3.2 Bahan

Bahan yang digunakan jika tidak dinyatakan lain merupakan kualitas p.a.

(38)

metanol, akrilamida for synthesis (sertifikat analisis dapat dilihat pada Lampiran

20) dan aquabidest (PT. Ikapharmindo Putramas).

3.3 Sampel

Sampel yang diperiksa dalam penelitian ini merupakan kentang merah

yang berasal dari tanah Karo Brastagi dan diperoleh dari pajak Tanjung Rejo,

Setia Budi, Medan.

3.4 Rancangan Penelitian 3.4.1 Penyiapan Bahan 3.4.1.1 Pembuatan Sampel

Kentang yang telah disiapkan, dicuci bersih dan dikupas kulit luarnya,

kemudian dipotong dengan ukuran yang seragam, dibagi dalam lima bagian,

masing-masing ditimbang 100 gram, satu bagian untuk kontrol (tanpa perendaman) dan

bagian lainnya masing-masing direndam dalam 1L air dengan berbagai variasi

waktu perendaman yakni 15 menit, 30 menit, 45 menit dan 60 menit dan kemudian

digoreng dengan metode penggorengan rendam (deep-fat frying).

3.4.1.2 Pembuatan Larutan Asam Fosfat 0,1%

Larutan asam fosfat 0,1% dibuat dari asam fosfat 85%, diambil 0,12 ml

lalu ditambahkan aquabidest hingga garis tanda pada labu tentukur 100 ml

sehingga diperoleh larutan asam fosfat 0,1%.

3.4.1.3 Pembuatan Pelarut

Pelarut dibuat dari larutan asam fosfat 0,1% dan metanol dengan

(39)

optimasi dengan laju alir 1 ml/menit. Pelarut lalu disaring dengan penyaring

membran Cellulose Nitrate 0,45μm dan diawaudarakan selama ± 20 menit

menggunakan sonifikator.

3.4.1.4 Pembuatan Fase Gerak

Fase gerak terdiri dari larutan asam fosfat 0,1% dan metanol disiapkan

secara terpisah. Sebelum digunakan, larutan asam fosfat 0,1% dan metanol

disaring masing-masing melalui penyaring membran Whatman Cellulose Nitrate

0,45 μm dan PTFE 0,5 μm, kemudian diawaudarakan selama ± 20 menit

menggunakan sonifikator.

3.4.1.5 Pembuatan Larutan Induk Baku Pembanding Akrilamida 3.4.1.5.1 Pembuatan Larutan Induk Baku I (500 µg/ml)

Ditimbang seksama sebanyak 50,0 mg akrilamida baku, dimasukkan ke

dalam labu tentukur 100 ml, dilarutkan dengan sedikit pelarut, kemudian dikocok

dan diencerkan dengan pelarut sampai garis tanda sehingga diperoleh larutan

dengan konsentrasi 500 µg/ml.

3.4.1.5.2 Pembuatan Larutan Induk Baku II (10 µg/ml)

Dipipet 1 ml larutan induk baku I, dimasukkan ke dalam labu tentukur 50

ml, diencerkan dengan pelarut sampai garis tanda lalu dikocok sampai homogen

sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 10 µg/ml.

3.4.1.6 Pembuatan Larutan Sampel

Sampel kentang yang sudah digoreng dihaluskan, ditimbang seksama

sebanyak 10,0 g kemudian ditambahkan 60 ml diklorometan dan 3 ml etanol.

Larutan tersebut lalu dikocok dengan menggunakan alat laboratory shaker pada

(40)

dengan 5 ml diklorometan sebanyak tiga kali. Filtrat selanjutnya ditambahkan 25

ml pelarut dan didestilasi hingga diklorometan habis. Untuk memisahkan minyak

yang ikut terekstraksi, larutan destilat kemudian disentrifugasi selama 60 menit.

Setelah itu, larutan dibekukan dalam freezer lemari pendingin selama 3 jam.

Minyak yang sudah memadat dipisahkan secara fisik dari fase air beku. Fase air

dibiarkan mencair dan dipindahkan kedalam labu tentukur 25 ml, kemudian

ditambahkan dengan pelarut sampai garis tanda. Larutan ini kemudian disebut

sebagai larutan sampel (Tanseri, 2009).

3.4.2 Prosedur Analisis

3.4.2.1 Penyiapan Alat KCKT

Kolom yang digunakan adalah Shim-Pack VP-ODS (4,6 x 250 mm).

KCKT menggunakan detektor UV. Pompa menggunakan mode aliran tetap

dengan low-pressure gradient system untuk memperoleh komposisi fase gerak

yang konstan selama analisis (sistem elusi isokratik).

Setelah alat KCKT dihidupkan, maka pompa dijalankan dan fase gerak

dibiarkan mengalir selama ± 30 menit sampai diperoleh garis alas yang datar

pertanda sistem kromatografi telah stabil.

3.4.2.2 Penentuan Kondisi Kromatografi untuk mendapatkan Hasil Analisis yang Optimum

Panjang gelombang analisis ditentukan dengan membuat spektrum serapan

dari akrilamida baku menggunakan spektrofotometer UV. Kondisi perbandingan

fase gerak yaitu metanol dan larutan asam fosfat 0,1% divariasikan 5:95, 10:90,

15:85, 20:80 dan 25:75 dengan laju alir 1 ml/menit. Kondisi perbandingan fase

(41)

nm dan laju alir 1 ml/menit dipilih sebagai kondisi yang digunakan dalam

penelitian ini. Data hasil optimasi dapat dilihat pada lampiran 1.

3.4.2.3 Analisis Kualitatif

Analisis kualitatif akrilamida dapat dilakukan dengan membandingkan

waktu tambat dari kromatogram pada penyuntikan larutan sampel dengan

kromatogram pada penyuntikan larutan baku pembanding akrilamida pada kondisi

KCKT yang sama. Untuk mempertegas identifikasi ini, sedikit larutan baku

pembanding akrilamida ditambahkan (spiking) ke dalam larutan sampel, lalu

dianalisis kembali dengan KCKT. Puncak dengan waktu tambat yang sama

diamati kembali dan dibandingkan antara kromatogram hasil spiking dengan

kromatogram larutan sampel sebelum spiking. Sampel dinyatakan mengandung

akrilamida jika terjadi peningkatan tinggi dan luas puncak pada kromatogram

hasil spiking dengan waktu tambat yang sama seperti pada kromatogram

penyuntikan larutan baku pembanding.

3.4.2.4 Analisis Kuantitatif

3.4.2.4.1 Penentuan Linieritas Kurva Kalibrasi Baku Pembanding Akrilamida

Larutan induk baku II (10 µg/ml ) dipipet 1 ml; 2 ml; 5 ml; 7,5 ml; dan 9

ml masing-masing dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml, diencerkan dengan

pelarut sampai garis tanda. Lalu dikocok sampai homogen sehingga diperoleh

larutan dengan konsentrasi 0,4 µg/ml ; 0,8 µg/ml; 2 µg/ml; 3 µg/ml; dan 3,6

µg/ml. Masing-masing larutan tersebut disaring melalui penyaring membran

Cellulose Nitrate 0,2 μm dan diawaudarakan selama ± 20 menit. Setelah itu, filtrat

larutan baku pembanding disuntikkan ke dalam sistem KCKT melalui injektor

(42)

puncak dengan konsentrasi, lalu dihitung persamaan regresi dan koefisien

korelasi.

3.4.2.4.2 Penetapan Kadar Akrilamida dalam Sampel

Larutan sampel yang telah disiapkan seperti pada bagian 3.4.1.6. Disaring

melalui penyaring membran Cellulose Nitrate 0,2 μm dan diawaudarakan selama

±20 menit. Kemudian disuntikkan ke dalam sistem KCKT melalui injektor

dengan loop 20 μl, menggunakan sistem elusi isokratik dengan fase gerak larutan

asam fosfat 0,1% dan metanol dimana perbandingan komposisi sesuai dengan

hasil optimasi dan laju alir 1,0 ml/menit. Deteksi menggunakan detektor UV pada

panjang gelombang 210 nm. Direkam kromatogram dan dicatat luas puncak.

Kadar akrilamida yang terdapat dalam larutan sampel (X) dihitung dengan

mensubstitusikan luas puncak ke dalam persamaan regresi yang diperoleh dari

kurva kalibrasi sebagai Y. Hasilnya lalu dikali volume larutan sampel (25 ml),

kemudian dibagi dengan berat penimbangan sampel kentang goreng sehingga

diperoleh kadar akrilamida dengan satuan µg/g sampel.

Rumus perhitungan kadar akrilamida dalam sampel dituliskan sebagai berikut:

3.4.2.5 Analisis Data Penetapan Kadar Secara Statistik

Data perhitungan kadar akrilamida dianalisis secara statistik menggunakan

uji t. Rumus yang digunakan untuk menghitung simpangan baku adalah: )

Kadar xVolumelaru sampel ml

(43)

Untuk mengetahui apakah data diterima atau ditolak digunakan rumus sbb:

Untuk mencari kadar akrilamida sebenarnya dengan tingkat kepercayaan 95%

dengan derajat kebebasan dk = n-1 dan α = 0,05, digunakan rumus :

µ = X ± t(1-1/2α)dk x

SD = standard deviation

n = jumlah perlakuan

3.4.3 Validasi Metode 3.4.3.1 Akurasi

Akurasi ditentukan dengan menggunakan metode penambahan baku (the

method of standard additives), yakni ke dalam sampel kentang goreng

ditambahkan akrilamida baku sebanyak 100% dari kadar akrilamida yang terdapat

dalam sampel, kemudian dianalisis dengan prosedur yang sama seperti pada

sampel. Hasil dinyatakan dalam persen perolehan kembali (% recovery). Persen

(44)

Keterangan :

A = kadar akrilamida dalam sampel setelah penambahan baku

B = kadar akrilamida dalam sampel sebelum penambahan baku

C = kadar akrilamida baku yang ditambahkan

3.4.3.2 Presisi

Uji presisi (keseksamaan) ditentukan dengan parameter RSD (Relatif

Standard Deviasi) dengan rumus:

Keterangan :

RSD = Relative Standard Deviation

SD = standard deviation/simpangan baku

= kadar rerata akrilamida dalam sampel

3.4.3.3 Penentuan Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi

Menurut Harmita (2004), batas deteksi (Limit Of Detection/LOD) dan

batas kuantitasi (Limit Of Quantitation/LOQ) dihitung dari persamaan regresi

kurva kalibrasi baku pembanding. Batas deteksi dan batas kuantitasi dapat

dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

(45)

Keterangan :

Sy/x = Simpangan Baku Residual

LOD = Limit of Detection (Batas Deteksi)

(46)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Perendaman dengan air ternyata mempengaruhi pembentukan akrilamida dalam kentang goreng. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin lama waktu

perendaman kadar akrilamida yang terbentuk semakin rendah.

Metode KCKT dengan kolom C18 (4,6 X 250 mm) dengan perbandingan

fase gerak metanol : asam fosfat 0,1% (5:95), laju alir 1,0 ml/menit, dan detektor

UV pada panjang gelombang 210 nm dapat diterapkan dalam penetapan kadar

akrilamida pada sampel kentang goreng, metode ini dapat diterapkan karena

memberikan uji validasi dengan parameter akurasi dan presisi yang memenuhi

syarat dengan batas deteksi (LOD) sebesar 0,1157 µg/ml dan batas kuantitasi

(LOQ) sebesar 0,3857 µg/ml.

5.2 Saran

Peneliti selanjutnya diharapkan dapat menganalisis faktor lain yang dapat

mempengaruhi penurunan pembentukan akrilamida dalam kentang goreng seperti

(47)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (1994). International Agency for Research on Cancer (IARC)

Summaries & Evaluations (Acrylamide).

Brown, L., Rhead, M.M., dan K.C.C., Bancroft. (1982). Rapid Screening Technique Utilising High-Performance Liquid Chromatography for

Assessing Acrylamide Contamination in Effluents. Analyst 107: 749-754.

Brown, P., dan K. DeAntonis. (1997). High-Performance Liquid Chromatography. Dalam : Settle, F. A., Editor. Handbook of Instrumental

Techniques for Analitical Chemistry. New Jersey: Prentice-Hall, Inc.

Halaman 149-154.

Castle, L. (2006). Analysis for Acrylamide in Foods. Acrylamide and Other

Hazardous Compounds in Heat-Treated Foods. Cambridge. Woodhead

Publishing: 121.

Depkes RI. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Departemen Kesehatan RI. Jakarta: 1002.

Dong, M.W. (2005). HPLC Intrumentation in Pharmaceutical Analysis: Status, Advances and Trends. Dalam: Ahuja, S., dan M.W. Dong, Editors.

Handbook of Pharmaceutical Analysis by HPLC. San Diego: Elsevier, Inc.

Halaman 58.

Dybing, E., dan T. Sanner. (2003). Risk Assessment of Acrylamide in Foods.

Toxicological Sciences 75: 7-15.

Dyson, N. (1990). Chromatographic Integration Methods. 1st Edition. Cambridge: The Royal Society of Chemistry. Halaman 25, 83, 100.

Ermer, J. (2005). Analytical Validation within the Pharmaceutical Environment. Dalam : Ermer, J., dan Miller, J. H. McB., Editors. Method Validation

Pharmaceutical Analysis. Weinheim: Wiley-VCH Verlag GmbH & Co

KGaA. Halaman 3-5, 16.

FAO dan WHO. (2002). Health Implications of Acrylamide in Food: Report of a Joint FAO/WHO Consultation; 2002: Jun 25-27; Geneva, Switzerland. WHO Headquarters. Halaman 12-13.

Friedman, M. (2003). Chemistry, Biochemistry and Safety of Acrylamide

(48)

Gökmen, V., dan H.Z. Senyuva. (2008). Acrylamide in Heated Foods. Bioactive

Compounds in Foods. Editor: Gilbert, J., dan H.Z. Senyuva. Chichester.

Blackwell Publishing: 254, 257-259, 273.

Gritter, R.J, Bobbit, J.M, dan Schwarting, A.E. (1985). Introduction of

Chromatography. Penerjemah Kosasih Padmawinata. Pengantar

Kromatografi. Edisi Ketiga. Penerbit ITB. Bandung: 186-239.

Harahap, Y. (2006). Pembentukan Akrilamida dalam Makanan dan Analisisnya.

Majalah Ilmu Kefarmasian III(3): 107-116.

Harmita. (2004). Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode dan Cara

Perhitungannya. Review Artikel. Majalah Ilmu Kefarmasian. Vol 1(3):

117-135.

Johnson, E.L., dan Stevenson, R. (1991). Basic Liquid Chromatography. Penerjemah Kosasih Padmawinata. Dasar Kromatografi Cair. Penerbit ITB. Bandung: 16, 278-279.

Kazakevich, Y., dan L. LoBrutto. (2007). Introduction. In: Kazakevich, Y., dan LoBrutto, L., Editors. HPLC for Pharmaceutical Scientists. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc. Halaman 18-19, 23.

Kromidas, S. (2004). Practical Problem Solving in HPLC. 2nd Reprint. Weinheim: Wiley-VCH Verlag GmbH & Co KGaA. Halaman 26-27

Kromidas, S. (2006). HPLC Made to Measure A Practical Handbook for

Optimization. Weinheim: Wiley-VCH Verlag GmbH & Co KGaA.

Halaman 19-20.

Liu, P.Y., Zhang, L., dan L. Liu. (2008). Determination of Acrylamide in Potato Chips by High-Performance Liquid Chromatography Coupled to Diode Array Detection. Chemical Journal on Internet 10(2): Halaman. 9

http://www.chemistrymag.org/cji/2008/102009pe.htm [9 April 2008]

Matthaus, B. (2009). Acrylamide Formation During Frying. Dalam: Sahin, S., dan S.G. Sumnu, Editors. Advances in Deep-Fat Frying of Foods. Boca Raton: CRC Press. Halaman 141, 151.

McMaster, M.C. (2007). HPLC A Practical User´s Guide. 2nd Edition. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc. Halaman 106.

Meyer, V.R. (2004). Practical High-Performance Liquid Chromatography. 4nd Edition. St Gallen: John Wiley & Sons, Ltd. Halaman 7-8, 15-16, 20-24, 38, 52-55, 69-70.

(49)

Mottram, D.S., Low, M.Y., dan J.S. Elmore. (2009). The Maillard Reaction and Its Role in The Formation of Acrylamide and Other Potentially Hazardous Compounds in Foods. Dalam: Sahin, S., dan S.G. Sumnu, Editors.

Advances in Deep-Fat Frying of Foods. Boca Raton: CRC Press. Halaman

7-9.

Ornaf, R.M,. dan M.W. Dong (2005). Key Concepts of HPLC in Pharmaceutical Analysis. Dalam: Ahuja, S., dan M.W. Dong, Editors. Handbook of

Pharmaceutical Analysis by HPLC. San Diego: Elsevier, Inc. Halaman

22-29.

Ötles, S. dan Ö., Semith. (2004). Acrylamide in Food. Electronic Journal of Enviromental, Agricultural and Food Chemistry: 723-726.

Pedreschi, F., Kaack, K., and Granby, K. (2004). Reduction of acrylamide formation in fried potato slices. Lebensmittel-Wissenschaft und

Technologie-Food Science and Technolog 37: 679–685.

Quaglia, G.B., dan F.M.Bucarelli. (2001). Effective Process Control in Frying. In: Rossell, J.B., Editor. Frying Improving Quality. Florida. CRC Press. Halaman 236.

Riley, C.M. (1995). Modes of Chromatography. Dalam: Lough, W.J. dan I.W. Wainer, Editors. High Performance Liquid Chromatography Pundamentals Principles and Practice. London: Blackie Academic and

Propessional. Halaman 36.

Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Cetakan Pertama. Yogyakarta.Pustaka Pelajar: 323,378-382,393-397, 465-470.

Sadek, P.C. (2004). Ilustrated Pocked Dictionary of Chromatography. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc. Halaman 3, 35.

Snyder, L.R., dan J.J. Kirkland. (1979). Introduction to Modern Liquid

Chromatography. 2nd Edition. New York: John Wiley & Sons, Inc. Halaman 52.

Stadler, R.H., dan T. Goldmann. (2008). Acrylamide, Chloropropanols and Chloropropanols Esters, Furans. Dalam: Pico, Y., Editor. Food

Contaminants and Residue Analysis. Comprehensive Analytical Chemistry

Vol. 51. Oxford: Elsevier B.V. Halaman 705-706, 710-713.

Tanseri, L. (2009) Pengaruh Suhu Terhadap Kadar Akrilamida Dalam Kentang Goreng Simulasi. Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara: 32

The United States Pharmacopeial Convention. (2006). The United States

(50)
(51)

Lampiran 1. Kromatogram Penyuntikan Akrilamida Baku untuk Mencari

Komposisi Fase Gerak yang Optimum pada Analisis

Komposisi fase gerak metanol : larutan asam fosfat 0,1% (5:95)

(52)

Lampiran 1. (lanjutan)

Komposisi fase gerak metanol : larutan asam fosfat 0,1% (15:85)

(53)

Lampiran 1. (lanjutan)

(54)

Lampiran 2. Kromatogram Hasil Penyuntikan Larutan Akrilamida Baku pada

Pembuatan Kurva Kalibrasi

(55)

Lampiran 2. (lanjutan)

(56)

Lampiran 2. (lanjutan)

(57)

Lampiran 2. (lanjutan)

(58)

Lampiran 2. (lanjutan)

(59)

Lampiran 2. (lanjutan)

(60)

Lampiran 2. (lanjutan)

(61)

Lampiran 2. (lanjutan)

A, B, C, D dan E merupakan kromatogram hasil penyuntikan larutan

akrilamida baku dengan konsentrasi masing-masing 0,4 µg/ml, 0,8 µg/ml, 2

µg/ml, 3 µg/ml dan 3,6 µg/ml. Dengan menggunakan KCKT dengan kolom

Shim-Pack VP-ODS (4,6 X 250 mm), perbandingan fase gerak metanol : larutan asam

fosfat 0,1% (5:95), volume penyuntikan 20 µ l, laju alir 1,0 ml/menit, dan detektor

(62)

Lampiran 3. Perhitungan Persamaan Regresi dari Kurva Kalibrasi Akrilamida

Baku yang diperoleh dengan KCKT pada Panjang Gelombang 210 nm

Data Hasil Penyuntikan Larutan Akrilamida Baku yang Diperoleh dengan KCKT

No. Konsentrasi (µg/ml)

Tabel Konsentrasi (X) vs Luas Area (Y) untuk Akrilamida Baku

a =

2 0,4 36921,0000 14786,4000 0,1600 1363160241

3 0,8 74770,6667 59816,5333 0,6400 5590652599

4 2,0 207062,0000 414124,0000 4,0000 42874671840 5 3,0 309125,6667 927377,0001 9,0000 95558677810

6 3,6 381153,3333 1372152,0000 12,9600 145277863500

(63)

Sehingga diperoleh persamaan garis regeresi Y = 106027,7040X – 5006,4720

Untuk mencari hubungan linier antara konsentrasi (X) dengan luas area (Y) maka

dihitung koefisien korelasi (r) sebagai berikut

(64)
(65)
(66)
(67)

Lampiran 5. Analisis Data secara Statistik dari Hasil Penyuntikan Larutan

Sampel Kontrol (tanpa perendaman)

No Luas Area

Pada interval kepercayaan 95% dengan nilai α/2 = 0,0025,dk = 5 diperoleh

nilai ttabel = 2,57. Data diterima bila –ttabel ≤ thitung ≤ ttabel.

= 4,9894 (ditolak)

(68)

Lampiran 5. (lanjutan)

No Konsentrasi (µg/g)

= 3,4256 (ditolak)

(69)

Lampiran 5. (lanjutan)

Pada interval kepercayaan 95% dengan nilai α/2 = 0,0025,dk = 3 diperoleh

nilai ttabel = 3,18. Data diterima bila –ttabel ≤ thitung ≤ ttabel.

(semua data diterima)

(70)

Lampiran 6. Kromatogram Hasil Penyuntikan Larutan Sampel Perendaman 15

(71)
(72)
(73)

Lampiran 7. Analisis Data secara Statistik dari Hasil Penyuntikan Larutan

Pada interval kepercayaan 95% dengan nilai α/2 = 0,0025,dk = 5 diperoleh

(74)

Lampiran 7. (lanjutan)

No Konsentrasi

(µg/g) (X- ) (X- )2

(semua data diterima)

(75)

Lampiran 8. Kromatogram Hasil Penyuntikan Larutan Sampel Perendaman 30

(76)
(77)
(78)

Lampiran 9. Analisis Data secara Statistik dari Hasil Penyuntikan Larutan

Pada interval kepercayaan 95% dengan nilai α/2 = 0,0025,dk = 5 diperoleh

nilai ttabel = 2,57. Data diterima bila –ttabel ≤ thitung ≤ ttabel.

= -3,4054 (ditolak)

(79)

Lampiran 9. (lanjutan)

No Konsentrasi

(µg/g) (X- ) (X- )2

Pada interval kepercayaan 95% dengan nilai α/2 = 0,0025,dk = 3 diperoleh

nilai ttabel = 3,18. Data diterima bila –ttabel ≤ thitung ≤ ttabel.

(semua data diterima)

(80)

Lampiran 10. Kromatogram Hasil Penyuntikan Larutan Sampel perendaman 45

(81)
(82)
(83)

Lampiran 11. Analisis Data secara Statistik dari Hasil Penyuntikan Larutan

Sampel Perendaman 45 menit

No Luas Area

Pada interval kepercayaan 95% dengan nilai α/2 = 0,0025, dk = 5 diperoleh nilai

ttabel = 2,57. Data diterima bila –ttabel ≤ thitung ≤ ttabel.

= 3,8492 (ditolak)

thitung data 5 = 0,0001x

(84)

Lampiran 11. (lanjutan)

No Konsentrasi

(µg/g) (X- ) (X- )2

Pada interval kepercayaan 95% dengan nilai α/2 = 0,0025,dk = 3 diperoleh

nilai ttabel = 3,18. Data diterima bila –ttabel ≤ thitung ≤ ttabel.

(semua data diterima)

Gambar

Tabel 1. Kadar Akrilamida Dalam Berbagai Jenis Makanan
Gambar 2 . Instrumen Dasar KCKT (McMaster, 2007).
Tabel 2. Delapan Karakteristik Utama yang Digunakan dalam Validasi Metode
Tabel Konsentrasi (X) vs Luas Area (Y) untuk Akrilamida Baku

Referensi

Dokumen terkait

PENETAPAN KADAR AMOKSISILIN DALAM TABLET SECARA KCKT (KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI)..

Lama perendaman ikan gurami baik menggunakan air maupun larutan hasil fermentasi kubis berpengaruh terhadap kadar protein ikan gurami, tetapi penurunan kadar

Pengaruh Interaksi Lama Perendaman dan NaCl terhadap Kadar Air Pada gambar 16 dapat dilihat bahwa semakin lama perendaman maka kadar air akan semakin meningkat. Makin lama

Pengujian kadar akrilamida dengan metode Kromatografi Cair Kinerja tinggi (KCKT) dalam berbagai sediaan roti kering telah dilakukan dimana analisis dilakukan

Kurva serapan larutan standar akrilamid a 10 p p m d ibuat meng- gunakan spektrofotometer UV-VIS antara panjang gelombang 190 nm sampai 300 nm dengan blangko asam fosfat 10%3.

Interaksi lama pengeringan dengan lama perendaman dalam krioprotektan berpengaruh nyata dalam menurunkan kadar air benih.Rataan kadar air benih dari lama

Metode kromatografi cair kinerja tinggi dalam menganalisis akri- lamida dalam keripik kentang memberikan kondisi optimum dengan menggunakan kolom C 18 , 25 cm x 4.6 mm, 5mm,

Pengujian kadar akrilamida dengan metode Kromatografi Cair Kinerja tinggi (KCKT) dalam berbagai sediaan roti kering telah dilakukan dimana analisis dilakukan