• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kebijakan Hukum Pidana Tentang Euthanasia Khususnya Euthanasia Pasif

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kebijakan Hukum Pidana Tentang Euthanasia Khususnya Euthanasia Pasif"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN EUTHANASIA

1. Pengertian Euthanasia

Setiap makhluk hidup, termasuk manusia akan mengalami siklus kehidupan yang dimulai dari proses pembuahan, kelahiran, kehidupan di dunia dengan berbagai permasalahannya, dan diakhiri dengan kematian. Dari berbagai siklus kehidupan di atas, kematian merupakan salah satu yang masih mengandung misteri yang sangat besar. Proses pembuahan yang rumit mulai dapat dikenali dan dipelajari, bahkan akhir-akhir ini sudah dapat dilakukan proses pembuahan buatan, yang meniru proses alamiah, dan terjadilah inseminasi buatan, yang tidak menimbulkan masalah etika pada dunia hewan, tetapi menjadi sangat kompleks dalam dunia manusia.21

Perkembangan teknologi dan ilmu kedokteran yang begitu pesat akhir-akhir ini, ternyata tidak diikuti dengan perkembangan dalam bidang hukum dan etika. Professor Separovic, seorang pakar hukum kedokteran menyatakan “contemporary developments have posed a whole series of new problem. One could even say: If medicine is in trouble because of too much change, law is

trouble because of too little change”.22

Bagi para dokter, masalah euthanasia merupakan suatu dilema yang menempatkannya pada posisi yang serba sulit. Di satu pihak tekhnologi kedokteran telah sedemikian maju, sehingga mampu mempertahankan hidup

21

Pandangan Islam diakses tanggal 1 April 2012

22

(2)

seseorang, sedangkan disisi lain pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap hak-hak individu juga berkembang tak kalah pesat.23

a. Kematian

Sebelum membahas tentang

euthanasia lebih lanjut ada baiknya terlebih dahulu membahas tentang konsep kematian itu sendiri. Hal itu dikarenakan masalah euthanasia erat kaitannya dengan kematian.

Untuk dapat lebih memahami lebih lagi timbulnya masalah euthanasia,

perlu dipahami mengenai konsep mati. Konsep mati pada waktu dulu adalah apabila jantung dan paru-paru sudah tidak berfungsi lagi atau tidak bekerja lagi orang tersebut sudah dinyatakan mati dan tidak diperlukan pertolongan lagi. Kini keadaan sudah berubah, jika seseorang dalam perawatan yang intensif, dan jantungnya sudah berhenti dengan tekhnologi yang ada jantung tersebut dapat dipacu untuk bekerja lagi.24

23

Ibid hal 180-181

24

Ns.Ta’Adi, Hukum Kesehatan: Pengantar Menuju Keperawatan Profesional, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2009, hal 52

(3)

Untuk melihat permasalahan tentang konsep mati, Kartono Mohammad mengemukakan tentang konsep kematian sebagai berikut:25

1. Mati sebagai berhentinya darah mengalir. Konsep ini bertolak dari kriteria mati berupa berhentinya jantung, organ yang memompa darah mengalir keseluruh tubuh. Dalam Peraturan Pemerintah No 18 tahun 1981 dinyatakan bahwa mati adalah berhentinya fungsi jantung dan paru-paru. Dalam kedokteran, teknologi resusitasi telah memungkinkan jantung dan paru-paru yang semula berhenti adakalanya dapat dipulihkan kembali, sehingga dapat dilihat dari perkembangan teknologi, kriteria mati yang ditetapkan Peraturan Pemerintah No 18 tahun 1981 perlu ditinjau ulang.

2. Mati sebagai terlepasnya nyawa dari tubuh. Pada umumnya banyak yang berasumsi bahwa nyawa terlepas dari tubuh ketika darh berhenti mengalir. Tetapi dikaitkan dengan perkembangan teknologi yang telah dikemukakan diatas, dapatkah nyawa ditarik kembali melalui teknologi resusitasi? Jika beranggapan bahwa sekali nyawa terlepas, tidak mungkin manusia dapat menariknya kembali, maka kriteria berhentinya darah mengalir pada saat nyawa meninggalkan tubuh tidak tepat lagi.

3. Hilangnya kemampuan tubuh secara permanen (irreversible lost ability).

Dalam pengertian ini, fungsi organ-organ tubuh yang semula bekerja terpadu kini berfungsi sendiri tanpa terkendali, karena fungsi pengendali (otak), sudah rusak dan tidak mampu mengendalikan lagi. Pandangan ini memang sudah sangat teknis tetapi belum memastikan bahwa otak telah

25

(4)

mati tetapi hanya mengatakan bahwa otak telah tidak mampu lagi mengendalikan fungsi organ-organ lain secara terpadu. Pandangan ini diwarnai oleh pengalaman dalam teknologi transplantasi organ. Secara teknis medis untuk kepentingan transplantasi, memang pandangan ini memadai. Tetapi, secara moral masih menjadi pertanyaan, jika organ-organ masih berfungsi, meski tidak terpadu lagi, benarkah orang tersebut suda h mati ?

4. Hilangnya kemampuan manusia secara permanen untuk kembali sadar dan melakukan interaksi sosial. Konsep ini dikembangkan dari konsep yang ketiga diatas, tetapi dengan penekanan nilai moral yaitu dengan memeperhatikan fungsi manusia sebagai mahluk sosial. Manusia digambarkan oleh Henry Beecher sebagai ”

…. individu yang memiliki kepribadian, menyadari kehidupannya,

kekhususannya, kemampuannya mengingat, menentukan sikap, dan

mengambil keputusan, mengajukan alasan yang masuk akal, mampu

berbuat, menikmati, mengalami kecemasan, dan sebagainya”.

Keempat konsep yang dikemukakan oleh Kartono Mohammad ini sudah tidak melihat apakah organ-organ lain masih berfungsi atau tidak, tetapi apakah otak masih mampu atau tidak menjalankan fungsi pengendalian, baik secara jasmani maupun sosial. Dalam konsep ini kepentingan transplantasi26 (pemindahan seluruh atau sebagia

26

(5)

dari suatu tempat ke tempat yang lain pada tubuh yang sama) tidak menjadi pertimbangan utama lagi, tetapi juga tidak dilupakan. Pengembangan kriteria mati yang baru didunia kedokteran, secara moral, bukan hanya demi kepentingan transplantasi saja, tetapi juga untuk memastikan kapan alat-alat bantu resusitasi27

Konsep yang paling dekat dengan konsep mati ini adalah konsep yang keempat karena pusat penggerak berbagai fungsi dalam tubuh manusia itu secara anatomis diketahui terletak di batang otak. Bila batang otak sudah mati, dapat diyakini manusia tersebut sudah mati secara fisik dan sosial

(sebuah upaya menyediakan oksigen ke otak, jantung dan organ-organ vital lainnya melalui sebuah tindakan) boleh dihentikan. Oleh karena itu, para pakar kedokteran mencari tanda-tanda baru tentang kematian yang memenuhi kriteria teknis dan kriteria moral.

28

Selain itu ada juga yang berpendapat bahwa kematian dapat dibagi menjadi 2 (dua) fase, yaitu:

29

somatic death (Kematian Somatik) dan biological death (Kematian Biologik). Kematian somatik merupakan fase kematian dimana tidak didapati tanda-tanda kehidupan seperti denyut jantung, gerakan pernafasan, suhu badan yang menurun dan tidak adanya aktifititas listrik otak pada rekaman EEG30

27

Ibid

28

Ibid hal 54

(Electro Enselo Grafi). Dalam waktu 2 (dua) jam, kematian somatik akan diikuti fase kematian biologik yang ditandai dengan kematian sel. Kurun waktu 2 (dua) jam diantaranya dikenal sebagai fase mati suri.

29

Loc.cit

30

(6)

Makin sulit seorang ilmuwan medik menentukan terjadinya kematian pada manusia. Apakah kematian somatik secara lengkap harus terlihat sebagai tanda penentu adanya kematian, atau cukup bila terdapat salah satu dari tanda kematian somatic seperti kematian batang otak saja, berhentinya nafas saja atau berhentinya detak jantung saja sudah dapat dipakai sebagai patokan penentuan kematian manusia. Permasalahan penentuan saat kematian ini sangat penting bagi pengambilan keputusan baik oleh dokter maupun keluarganya dalam kelanjutan pengobatan. Apakah pengobatan dilanjutkan atau dihentikan. Dilanjutkan belum tentu membawa hasil, tetapi yang jelas akan menghabiskan materi, sedangkan bila dihentikan pasti akan membawa ke fase kematian. Penghentian tindakan pengobatan ini merupakan salah satu bentuk dari euthanasia.31

Istilah Euthanasia berasal dari bahasa Yunani, yaitu eu yang artinya baik, dan thanatos yang berarti mati. Dengan demikian secara harafiah euthanasia

berarti kematian yang baik atau kematian yang menyenangkan dan mudah tanpa mengalami penderitaan. Dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah qatlu ar-rahma atau taysir al-maut.

b. Euthanasia

32

Menurut kalangan medis sendiri, euthanasia merupakan tindakan yang diambil kalangan medis ketika tidak adalagi yang bisa dilakukan untuk meningkatkan harapan hidup seseorang (pasien) dan dilakukan berdasarkan

31

Ibid

32

(7)

permintaan atau persetujuan dari pasien tersebut atau orang yang bertanggung jawab atas pasien tersebut.33

Istilah euthanasia dalam Kode Etik Kedokteran mengandung 3 arti yaitu :34

1. Pindah ke alam baka dengan tenang dan aman, tanpa penderitan

2. Ketika hidup berakhir, penderitaan si sakit diringankan dengan memberikan obat penenang, dan

3. Mengakhiri penderitaan dan hidup seseorang yang sakit dengan sengaja atas permintaan pasien sendiri dan keluarganya

Menurut Philo (50-20 SM) euthanasia berarti mati dengan tenang dan baik, sedangkan Seutinius dalam buku Vitaceasarum merumuskan bahwa

euthanasia adalah mati cepat tanpa derita. Menurut Richard Lamerton, euthanasia

pada abad ke 20 ditafsirkan sebagai pembunuhan atas dasar belas kasihan (mercy killing), selain itu juga diartikan sebagai perbuatan membiarkan seseorang mati dengan sendirinya, atau tanpa berbuat apa-apa membiarkan orang mati. Pengertian tersebut tampaknya semata-mata hanya dilihat dari sudut sifat kematian (tanpa kematian) atau dari sudut pandang perbuatan pasif yang berupa membiarkan seseorang mati tanpa usaha mempertahankan kehidupannya.35

Pengertian itu tidak menggambarkan yang sesungguhnya terjadi karena belum menggambarkan kehendak orang yang mau mati tersebut. Padahal

33

Hasil wawancara dengan dr. Kartika br Karo, Salah satu dokter umum di RS. Columbia Asia/RMO,pada hari Rabu, 09 Mei 2012

34

Ratna Suprapti Samil,2001,Etika Kedokteran Indonesia,Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo,Jakarta,hal 22

35

(8)

kehendak tersebut yang penting dan menjadi unsur esensieel (inti). Oleh karena itu sebaiknya euthanasia diartikan sebagai membunuh atas kehendak sendiri36

Atas kehendak sendiri ini merupakan salah satu contoh hak dasar individual dalam pelayanan kesehatan, yaitu hak menentukan nasib sendiri (the right of self determination) seperti yang tertuang dalam Kode Etik Rumah Sakit Indonesia.37

Hak menentukan nasib sendiri adalah hak fundamental manusia. Sekalipun hak tersebut berbeda antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain, namun pada hakekatnya keinginan manusia untuk mengatur kehidupannya sendiri sesuai dengan pandangan pribadinya, mengadakan pilihan-pilihannya sendiri, bahkan merencanakan sendiri pembentukan dan pengambilan keputusan untuk dirinya sendiri merupakan sesuatu yang diakui umum.38

Euthanasia dan bunuh diri pada dasarnya tidak terlalu jauh berbeda, dua-duanya berarti tindakan mengakhiri hidup sendiri akibat putus asa dan kekecewaan yang berlarut-larut. Kasus euthanasia itu sendiri terjadi karena tindakan bunuh diri akibat menderita dan rasa nyeri yang tidak tertahankan lagi dan tidak bisa disembuhkan dan biasanya dibantu oleh orang lain yang biasanya dilakukan oleh dokter. Sementara dalam kasus bunuh diri, lebih banyak disebabkan kekecewaan baik dalam karier, rumah tangga, kesulitan ekonomi dan sebagainya yang pada dasarnya ingin keluar dari derita hidup sehingga merekayasa kematian dirinya sendiri misalnya dengan cara menggantung diri,

36

Adami Chanawi,Op.cit hal 124

37

Freddy Tengker,2007,Hak Pasien,CV.Mandar Maju,Bandung,hal 34

38

(9)

melompat dari tempat yang tinggi, menembak ataupun menusuk diri sendiri, meminum racun dan sebagainya.39

2. Sejarah euthanasia

Sejak zaman dahulu, euthanasia mengundang perdebatan antara pro dan kontra yang seakan tiada habis-habisnya.

Istilah eutanasia pertama kali dipopulerkan oleh Hippokrates dalam manuskripnya yang berjudul sumpah Hippokrates, naskah ini ditulis pada tahun 400-300 SM. Dalam sumpahnya tersebut Hippokrates menyatakan:

“I will follow that system of regimen which, according to my ability and

judgement, I consider for the benefit of my patients, and mischievous. I will give

no deadly medicine to any one if asked, nor suggest any such counsel.”40

Sejak abad ke-19, euthanasia telah memicu timbulnya perdebatan dan pergerakan di wilayah Amerika Utara dan di Eropa Pada tahun 1828 Undang-Undang anti euthanasia mulai diberlakukan di Negara bagian New York, yang pada beberapa tahun kemudian diberlakukan pula oleh beberapa Negara bagian. Setelah masa Perang Saudara, beberapa advokat dan beberapa dokter mendukung dilakukannya euthanasia secara sukarela. Kelompok-kelompok pendukung

(saya tidak akan menyarankan dan atau memberikan obat yang mematikan kepada siapapun meskipun telah dimintakan untuk itu). Dari dokumen tertua tentang

euthanasia di atas, dapat dilihat bahwa, justru anggapan yang dimunculkan oleh Hippocrates adalah penolakan terhadap praktek euthanasia.

39

Adami Chanawi,Loc. cit

4

(10)

euthanasia mulanya terbentuk di Inggris pada tahun 1935 dan di Amerika pada tahun 1938 yang memberikan dukungannya pada pelaksanaan euthanasia agresif, walaupun demikian perjuangan untuk melegalkan euthanasia tidak berhasil di Amerika maupun Inggris.41

Pada tahun 1939, pasukan Nazi Jerman melakukan suatu tindakan kontroversial dalam suatu “program” euthanasia terhadap anak-anak di bawah umur 3 (tiga)tahun yang menderita keterbelakangan mental, cacat tubuh, ataupun gangguan lainnya yang menjadikan hidup mereka tak berguna. Program ini dikenal dengan nama Aksi T4 (“Action T4″) yang kelak diberlakukan juga terhadap anak-anak usia di atas 3 (tiga) tahun dan para jompo ataupun lansia. Pada awalnya hanya difokuskan pada bayi yang baru lahir dan anak-anak yang masih sangat kecil. Para dokter dan ibu rumah tangga diperintahkan untuk mendaftarkan anak-anak dibawah 3 (tiga) tahun kepada pemerintah Jerman. Kemudian, keputusan untuk membiarkan anak tersebut hidup atau tidak diambil oleh tiga ahlis medis tanpa pemeriksaan maupun memperhatikan hasil kesehatan anak tersebut.42

Tiap ahli medis menambah tanda positif (+) dengan pensil merah atau tanda negative (-) dengan pensil biru di setiap lembar kasus para anak-anak tersebut. Tanda positif (+) merah berarti keputusan untuk membunuh anak tersebut, dan tanda negatif (-) biru berarti keputusan untuk membiarkannya hidup. Jika tiga tanda positif (+) merah telah dikeluarkan, maka anak tersebut akan

41

19 Maret 2012

42

(11)

dikirim ke Departemen Khusus Anak di mana mereka akan menerima kematian dengan suntik mati atau dengan cara dibiarkan mati kelaparan. Program Nazi Euthanasia akhirnya berkembang dengan menyertakan anak-anak yang lebih tua yang memiliki cacat juga para orang dewasa. Putusan Hitler pada bulan Oktober 1939, menyatakan “pemberian hak untuk para ahli medis tertentu untuk memberikan euthanasia pada orang-orang yang tidak dapat disembuhkan lagi.” Putusan tersebut disebarkan ke seluruh rumah sakit dan tempat medis lainnya.43

Sejauh ini Indonesia memang belum mengatur secara spesifik mengenai

euthanasia atau suntik mati terhadap pasien yang sudah tidak memiliki kemampuan mengobati penyakitnya sama dengan perbuatan pidana menghilangkan nyawa seseorang. Lembaga Bantuan Hukum Kesehatan menyerukan perlunya peraturan baku mengenai euthanasia. Selanjutnya, dalam

Sebagai hasilnya, pada tanggal 23 Agustus, Hitler menghentikan “Aktion T 4″, yang telah mengambil nyawa ratusan ribu orang. Namun bagaimanapun juga, program Nazi euthanasia secara diam-diam terus berlanjut, tapi bukan dengan menggunakan gas beracun, melainkan dengan menggunakan obat-obat dan dibiarkan kelaparan. Setelah dunia menyaksikan kekejaman Nazi dalam melakukan kejahatan euthanasia, pada era tahun 1940 dan 1950 maka berkuranglah dukungan terhadap eutanasia, terlebih lagi terhadap tindakan

eutanasia yang dilakukan secara tidak sukarela ataupun karena disebabkan oleh cacat genetika.

43

(12)

ketiadaan peraturan baku tersebut pemerintah seharusnya mencarikan jalan keluar bagi pihak-pihak yang mempermasalahkan euthanasia. Euthanasia dalam KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) masih dimasukkan ke dalam tindakan bunuh diri yang dibantu (assisted suicide) dan bisa dianggap sebagai suatu tindakan pidana.44

3. Jenis-Jenis Euthanasia

Euthanasia dibagi dalam beberapa jenis, jika dilihat dari cara dilaksanakannya

euthanasia tersebut dibagi atas :45

1. Euthanasia aktif, yaitu : perbuatan yang dilakukan secara medis melalui intervensi aktif oleh seorang dokter dengan tujuan untuk mengakhiri hidup manusia. Euthanasia aktif ini dibagi 2 yaitu:

a. Euthanasia aktif langsung (direct) adalah dilakukannya tindakan medis secara terarah yang akan mengakhiri hidup pasien atau memperpendek hidup pasien. Jenis euthanasia ini dikenal juga sebagai mercy killing. b. Euthanasia aktif tidak langsung (indirect) adalah saat dimana dokter atau

tenaga kesehatan melakukan tindakan medis untuk meringankan penderitaan pasien, namun terdapat adanya adanya resiko tersebut dapat memperpendek atau mengakhiri hidup pasien.

2. Euthanasia pasif adalah perbuatan menghentikan atau mencabut segala tindakan atau pengobatan yang perlu untuk mempertahankan hidup manusia.

44

April 2012

45

(13)

3. Auto-Euthanasia adalah penolakan dengan tegas oleh pasien untuk memperoleh bantuan atau perawatan medis untuk dirinya sendiri dan dia tahu hal itu dapat memperpendek umurnya.

Jika ditinjau dari sudut permintaan, euthanasia dibagi atas:

1. Euthanasia voluntir atau euthanasia sukarela (atas permintaan pasien) adalah euthanasia yang dilakukan atas permintaan pasien secara sadar dan diminta berulang-ulang.

2. Euthanasia involuntir (tidak atas permintaan pasien) adalah euthanasia

yang dilakukan pada pasien yang (sudah) tidak sadar, dan biasanya keluarga pasien yang meminta.

Selain itu, Dr. J.E Sahetapy SH didalam tulisannya pada majalah Badan Pembinaan Hukum Nasional, membedakan euthanasia dalam tiga jenis yaitu :46 1. Action to permit death to occur

2. Failure to take action to prevent death

3. Positive action to cause death

Dari ketiga perbedaan euthanasia tersebut diatas, dapat dijelaskan bahwa pada jenis euthanasia yang pertama, kematian dapat terjadi karena pasien dengan sungguh-sungguh dan secara cepat mengingimkan untuk mati. Pasien tersebut sadar dan tahu bahwa penyakit yang dideritanya itu tidak dapat disembuhkan walaupun diadakan pengobatan dan perawatan secara baik. Oleh sebab itu pasien tersebut kemudian meminta kepada dokter agar dokter tidak lagi memberikan

46

(14)

pengobatan kepadanya guna penyembuhan terhadap penyakit yang dideritanya itu. Di samping itu pasien memohon untuk tidak melakukan perawatan di Rumah Sakit lagi, namun supaya dibiarkan saja di rumah pasien sendiri. Pasien tersebut merasa bahagia, bahwa ia akan dapat dengan segera meninggal dunia dengan tenang disamping keluarganya. Jadi kematian si pasien itu terjadi seolah-olah merupakan kerja sama antara si pasien dan dokter yang semula merawatnya. Jenis

euthanasia inilah yang biasa disebut sebagai euthanasia dalam arti yang pasif atau

permission.47

Berbeda dengan jenis euthanasia yang pertama, maka pada jenis

euthanasia yang kedua kematian terjadi karena kelalaian atau kegagalan dari seorang dokter dalam mengambil suatu tindakan untuk mencegah adanya kematian.hal ini terjadi bilamana dokter akan mengambil suatu tindakan guna mencegah kematian, akan tetapi dokter tersebut tidak berbuat apa-apa, karena ia tahu bahwa pengobatan yang akan diberikan kepada pasien itu akan sia-sia. Jika dokter tersebut memberikan pengobatan, maka pengobatan tersebut dipandang sebagai suatu tindakan yang tidak berarti, sehingga sudah tidak ada lagi untuk penyembuhan secara normal. Akhirnya pasien dibiarkan begitu saja, sampai ajalnya tiba dengan sendirinya. Pada dasarnya euthanasia jenis yang pertama sama dengan jenis yang kedua. Letak pembedaannya adalah pada tindakan membiarkan pasien meninggal dunia dengan sendirinya tanpa mengadakan pencegahan. Jika pada jenis yang pertama, tindakan membiarkan ini timbul karena adanya persetujuan kedua belah pihak yaitu si pasien dan dokter yang

47

(15)

merawatnya, sedangkan pada jenis yang kedua tindakan itu timbul hanya datang dari salah satu pihak saja, yaitu dari dokter yang merawatnya. 48

Antara euthanasia jenis yang pertama dan yang ketiga ini sama-sama didasarkan atas permintaan atau desakan dari pasien ataupun keluarganya kepada dokter. Hanya saja pada jenis yang ketiga dokter lebih bersifat aktif dalam mengambil tindakan untuk mempercepat proses terjadinya kematian.

Euthanasia pada jenis yang ketiga, merupakan tindakan yang positif dari dokter untuk mempercepat terjadinya kematian. Jadi, berbeda dengan jenis pertama yang bersifat pasif, maka pada jenis yang ketiga ini bersifat aktif atau

causation. Dari tindakan aktif ini, seorang pasien akan segera mati dengan tenang, misalnya dengan memberikan injeksi dengan obat yang menimbulkan kematian, obat penghilang rasa kesadaran dalam dosis tinggi, dan lain-lain.

49

Ada juga pendapat dari“ Commisie” yang membedakan bentuk

euthanasia itu sebagai berikut:50

1. Vrijwillige euthanasia yaitu euthanasia ya ng dilakukan dengan adanya permintaan yang nyata-nyata dan sungguh-sungguh dari pasien

2. Onvrijwillige euthanasia yaitu tidak adanya permintaan yang nyata dan sungguh-sungguh dari si pasien

48

Ibid, hal 74

49

Ibid

50

(16)

3. Passive authanasia yang maksudnya dalam hal itu tidak ada lagi digunakan alat-alat ataupun perbuatan yang memperpanjang hidup pasien

4. Active euthanasia yang maksudnya dalam hal ini menggunakan alat-alat ataupun perbuatan yang memperpendek hidup pasien.

Namun pada umumnya, euthanasia dibagi 3 jenis yaitu :51

1. Euthanasia aktif, yaitu tindakan yang sengaja dilakukan dokter atau tenaga kesehatan lain yang memperpendek hidup si pasien.

2. Auto-Euthanasia, yaitu seorang pasien yang menolak secara tegas dengan sadar untuk menerima perawatan medis dan ia tidak mengetahui bahwa hal itu akan memperpendek atau mengakhiri hidupnya.

3. Euthanasia pasif, yaitu dimana dokter atau tenaga kesehatan lain secara sengaja tidak (lagi) memberikan bantuan medis yang dapat memperpanjang hidup si pasien.

Eutanasia pasif dapat juga dikategorikan sebagai tindakan euthanasia

negatif yang tidak menggunakan alat-alat atau langkah-langkah aktif untuk mengakhiri kehidupan seorang pasien. Eutanasia pasif dilakukan dengan memberhentikan pemberian bantuan medis yang dapat memperpanjang hidup pasien secara sengaja. Beberapa contohnya adalah dengan tidak memberikan bantuan oksigen bagi pasien yang mengalami kesulitan dalam pernapasan, tidak memberikan antibiotika kepada penderita pneumonia berat, meniadakan tindakan operasi yang seharusnya dilakukan guna memperpanjang hidup pasien, ataupun pemberian obat penghilang rasa sakit seperti morfin yang disadari justru akan

51

(17)

mengakibatkan kematian. Tindakan eutanasia pasif seringkali dilakukan secara terselubung oleh kebanyakan rumah sakit. Penyalahgunaan eutanasia pasif bisa dilakukan oleh tenaga medis maupun pihak keluarga yang menghendaki kematian seseorang, misalnya akibat keputusasaan keluarga karena ketidak sanggupan menanggung beban biaya pengobatan. Pada beberapa kasus keluarga pasien yang tidak mungkin membayar biaya pengobatan, akan ada permintaan dari pihak rumah sakit untuk membuat "pernyataan pulang paksa". Meskipun akhirnya meninggal, pasien diharapkan meninggal secara alamiah sebagai upaya defensif medis.52

4. Perkembangan Euthanasia di Berbagai Negara

Sejauh ini, eutanasia telah menjadi perdebatan hangat dan banyak bermunculan kelompok-kelompok yang pro maupun yang kontra terhadap praktek pencabutan nyawa ini. Di beberapa Negara di dunia, eutanasia telah dilegalkan dan diatur dengan prosedur-prosedur khusus misalnya di Negara Belanda, Belgia serta ditoleransi di Negara bagian Oregon di Amerika, dan Swiss, namun di beberapa Negara dinyatakan sebagai kejahatan seperti di India, Jepang dan Indonesia.

a. Euthanasia di Belanda

Legalisasi euthanasia dalam hukum Belanda mendapat liputan luas pers internasional. Diterimanya “Undang-Undang Eutahanasia” dinilai sebagai

52

(18)

revolusi di bidang hukum. Belanda menyatakan bahwa euthanasia dan permintaan bunuh diri tidak dapat dihukum jika tindakan dokter berdasarkan criteria kehati-hatian dan menyangkut permintaan pasien, penderitaan pasien yang tak tertahankan berdasarkan informasi yang diberikan kepada pasien berdasarkan konsultasi dari dokter yang bersangkutan untuk mengakhiri hidup pasien.53

Undang-Undang pemutusan kehidupan euthanasia dan permintaan bunuh diri mulai berlaku 1 april 2012 melegalkan bunuh diri dengan cara euthanasia dan dokter jika dalam kondisi sebagai berikut:54

f. pasien setidaknya berumur 12 tahun ( pasien antara umur 12 tahun sampai 16 tahun memerlukan persetujuan orang tua)

a. penderitaan yang tak tertahankan yang dialamin pasien

b. permintaan pasien untuk melakukan euthanasia harus sukarela dan bertahan dari waktu ke waktu (permintaan tidak dapat diberikan ketika berada dibawah pengaruh orang lain, penyakit psikologis, obat-obatan)

c. pasien harus menyadari kondisi dan pilihan yang diambil sepenuhnya

d. harus ada konsultasi dengan setidaknya satu dokter independen lain yang perlu menginformasikan kondisi tersebut diatas

e. kematian harus dilakukan secara medis yang tepat oleh dokter atau pasien, dalam hal ini dokter harus hadir

53

54

(19)

Undang-undang ini juga mengatur keabsahan pernyataan tertulis akan pasien tentang euthanasia dan dapat digunakan ketika pasien berada dalam keadaan koma atau tidak mampu untuk menyarakan jika mereka melakukan euthanasia.

Banyak pihak yang tidak setuju, baik di Belanda sendiri maupun di dunia internasional. Partai Demokrat Kristen di Jerman malah mempertimbangkan menggugat keabsahan Undang-Undang Belanda ini pada Mahkamah Pengadilan Eropa karena sianggap bertentangan dengan Konvensi Eropa tentang Hak Asasi Manusia. Tetapi dalam demokrasi modern, undang-undang dibentuk oleh institusi-institusi yang demokratis. Dalam hal ini, keabsahan Undang-Undang Belanda ini tidak dapat diragukan. Dalam parlemen, Undang-Undang ini diterima dengan mayoritas 104 suara melawan 40 suara (November 2000). Belanda menjadi Negara pertama di dunia yang melegalkan tindakan euthanasia yaitu hak yang diberikan kepada seorang dokter melakukan pembunuhan berbelas kasihan dengan alasan-alasan apabila pasien menderita secara terus-menerus, sakit yang tak tertahankan, telah berulang kali meminta untuk mati dan pendapat dua

orang medis setuju dengan diagnosa tersebut. Praktik euthanasia di Belanda sudah lama ditolerir, namun praktik seperti ini masih illegal. Undang-Undang

Euthanasia merupakan upaya pertama melegalkan praktik euthanasia.55

Pada tanggal 10 April 2001 Belanda menerbitkan undang-undang yang mengizinkan euthanasia, undang-undang ini dinyatakan efektif berlaku sejak tanggal1 April 2002, yang menjadikan Belanda menjadi Negara pertama di dunia yang melegalisasi praktik euthanasia. Pasien-pasien yang mengalami sakit

55

(20)

bertahun-tahun dan tidak dapat disembuhkan lagi, diberi hak untuk mengakhiri penderitaannya. Tetapi perlu ditekankan, bahwa dalam Kitab Hukum Pidana Belanda secara formal euthanasia dan bunuh diri berbantuan masih dipertahankan sebagai perbuatan kriminal. Sejak akhir tahun 1993, Belanda secara hukum mengatur kewajiban para dokter untuk melapor semua kasus euthanasia dan bunuh diri berbantuan. Instansi kehakiman selalu akan menilai betul tidaknya prosedurnya. Pada tahun 2002,sebuah konvensi yang berusia 30 tahun telah dikodifikasi oleh undang-undang Belanda, dimana seorang dokter yang melakukan euthanasia pada suatu kasus tertentu tidak akan dihukum. Karena itu, praktik euthanasia di Belanda hampir tidak mengalami perubahan, tetapi posisi dokter terhadap hukum lebih jelas dan aman. Sebelumnya dokter sering segan melapor tindakan euthanasia karena merasa ragu bagaimana tanggapan instansi kehakiman. Kini kekhawatiran tersebut tidak ada lagi, karena tindakan euthanasia

sudah menjadi legal.56

b. Euthanasia di Belgia

Parlemen Belgia telah melegalisasi tindakan euthanasia pada akhir September 2002. Para pendukung euthanasia menyatakan bahwa ribuan tindakan

euthanasia setiap tahunnya telah dilakukan sejak di legalisasikannya tindakan

euthanasia di negara ini, namun mereka juga mengkritik sulitnya prosedur pelaksanaan euthanasia ini sehingga timbul suatu kesan adaya upaya untuk menciptakan “birokrasi kematian”. Belgia kini menjadi Negara ketiga yang

56

(21)

melegalisasi euthanasia. Senator Philippe Mahoux, dari partai sosialis yang merupakan salah satu penyusun rancangan undang-undang tersebut menyatakan bahwa seorang pasien yang menderita secara jasmani dan psikologis adalah merupakan orang yang memiliki hak penuh untuk memutuskan kelangsungan hidupnya dan penentuan saat-saat akhir hidupnya.57

c. Euthanasia di Amerika

Eutanasia agresif dinyatakan ilegal di banyak Negara bagian di Amerika. Saat ini satu-satunya Negara bagian di Amerika yang hukumnya secara eksplisit mengizinkan pasien terminal ( pasien yang tidak mungkin lagi disembuhkan) mengakhiri hidupnya adalah Negara bagian Oregon, yang pada tahun 1997 melegalisasikan kemungkinan dilakukannya euthanasia dengan memberlakukan Undang-Undang tentang kematian yang pantas. Tetapi undang-undang ini hanya menyangkut bunuh diri berbantuan, bukan euthanasia. Syarat-syarat yang diwajibkan cukup ketat, dimana pasien terminal berusia 18 tahun ke atas boleh minta bantuan untuk bunuh diri, jika mereka diperkirakan akan meninggal dalam enam bulan dan keinginan ini harus diajukan sampai tiga kali pasien, dimana dua kali secara lisan (dengan tenggang waktu 15 hari di antaranya) dan sekali secara tertulis (dihadiri dua saksi dimana salah satu saksi tidak boleh memiliki hubungan keluarga dengan pasien). Dokter kedua harus mengkonfirmasikan diagnosis penyakit dan prognosis serta memastikan bahwa pasien dalam mengambil keputusan itu tidak berada dalam keadaan gangguan

57

(22)

mental. Hukum juga mengatur secara tegas bahwa keputusan pasien untuk mengakhiri hidupnya tersebut tidak boleh berpengaruh terhadap asuransi yang dimilikinya baik asuransi kesehatan, jiwa maupun kecelakaan ataupun juga simpanan hari tuanya.

Belum jelas apakah undang-undang Oregon ini bisa dipertahankan di masa depan, sebab dalam Senat Amerika Serikat pun ada usaha untuk meniadakan Undang-Undang Negara bagian ini. Mungkin saja nanti nasibnya sama dengan Undang-Undang Northern Territory di Australia. Bulan Februari lalu sebuah studi terbit tentang pelaksanaan Undang-Undang Oregon seama tahun 1999. Sebuah lembaga jajak pendapat terkenal yaitu Poling Gallup (Gallup Poll) menunjukkan bahwa 60% orang Amerika mendukung dilakukannya euthanasia58

d. Euthanasia di Swiss

Di Swiss, obat yang mematikan dapat diberikan baik kepada warga Negara Swiss ataupun orang asing apabila yang bersangkutan memintanya sendiri. Secara umum, pasal 115 dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Swiss yang ditulis pada tahun 1937 dan dipergunakan sejak tahun 1942, yang pada intinya menyatakan bahwa membantu suatu pelaksanaan bunuh diri adalah merupakan suatu perbuatan melawan hukum apabila motivasinya semata untuk kepentingan diri sendiri. Pasal 115 tersebut hanyalah menginterpretasikan suatu izin untuk

58

(23)

melakukan pengelompokan terhadap obat-obatan yang dapat digunakan untuk mengakhiri kehidupan seseorang59

e. Euthanasia di Jepang

Jepang tidak memiliki suatu aturan hukum yang mengatur tentang eutanasia demikian pula Pengadilan Tertinggi Jepang tidak pernah mengatur mengenai euthanasia tersebut. Ada 2 kasus eutanasia yang pernah terjadi di Jepang yaitu d sebagai "euthanasia pasif" dan yang satunya lagi terjadi setelah peristiwa insiden

deuthanasia

aktif”. Keputusan hakim dalam kedua kasus tersebut telah membentuk suatu kerangka hukum dan suatu alasan pembenarsecara aktif dan pasif boleh dilakukan secara legal. Meskipun demikian euthanasia yang dilakukan selain pada kedua kasus tersebut adalah tetap dinyatakan melawan hukum merampas kehidupan pasiennya. Oleh karena keputusan pengadilan ini masih diajukan banding ke tingkat federal maka keputusan tersebut belum mempunyai kekuatan hukum sebagai sebua

59

Euthanasia

meskipun demikian saat ini

(24)

Jepang memiliki suatu kerangka hukum sementara guna melaksanakan eutanasia.60

f. Euthanasia di Indonesia

Berdasarkan hukum di Indonesia maka euthanasia adalah sesuatu perbuatan yang melawan hukum, hal ini dapat dilihat pada peraturan perundang-undangan yang ada yaitu pada Pasal 344 Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang menyatakan bahwa “Barang siapa yang menghilangkan jiwa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang disebutkannya dengan nyata dan dengan

sungguh-sungguh dihukum penjara selama-lamanya 12 tahun”.

Juga demikian halnya nampak pada pengaturan pasal-pasal yang terdapat dalam KUHP seperti:

a. 338 KUHP yang menyatakan: “barangsiapa sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas

tahun”.

b. 340 KUHP yang menyatakan: “barangsiapa sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas

tahun”.

Pasal-pasal tersebut diatas memenuhi unsur-unsur perbuatan pidana yaitu: adanya perbuatan yang dilarang, adanya orang yang melakukan perbuatan yang dilarang tersebut, dan adanya ancaman pidana.61

60

(25)

Tiga pokok permasalahan hukum pidana yang terdapat dalam pasal 344 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tersebut yaitu: pertama adanya perbuatan yang dilarang yaitu menghilangkan nyawa orang lain, kedua adanya orang yang melakukan perbuatan yang dilarang tersebut yaitu dokter ataupun tenaga medis lainnya, ketiga adanya ancaman pidana yaitu pidana penjara paling lama dua belas (12) tahun sudah memenuhi ketiga permasalahan tersebut

61

Referensi

Dokumen terkait

Kecenderungan untuk menafsirkan dogmatika agama (scripture) secara rigit dan literalis seperti dilakukan oleh kaum fundamentalis Protestan itu, ternyata ditemukan

1. Berdasarkan tingkat pengaruh tinggi dan kepentingan tinggi, maka yang terjadi antara pihak PT. M, P2L, Pemerintah Kabupaten, Pemerintah Kecamatan dan Pemerintah

Simulation of wrinkling, and tearing (cracking) was done using the implicit AUTOFORM ver3.1 FE solver that is commonly used for FEM solver. FE simulations had been done

Hal ini disebabkan karena pengeringan menggunakan oven blower memiliki prinsip konveksi dimana perpindahan panas yang disertai dengan zat perantaranya, sedangkan

Pada sistem ini menggunakan Real Time Clock untuk mengatur timer penenggelaman 2 menit, penirisan 1 menit, pengapungan 57 menit.. Serta menggunakan sensor

[r]

Selain itu, siswa SD kelas VI berada pada fase peralihan perkembangan intelektual dari tahap operasional konkrit ke tahap operasional formal; sehingga, kajian terhadap

Perubahan langkah-langkah yang dilakukan oleh peneliti memang berdampak positif dalam proses pembelajaran, dengan merubah langkah-langkah penggunaan media audio