• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pertanggungjawaban Pidana Pemerkosaan Pelaku Anak Di Bawah Umur Terhadap Korban Anak Di Bawah Umur (studi putusan No. 79 Pid.Sus-anak 2015 PN-Mdn)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pertanggungjawaban Pidana Pemerkosaan Pelaku Anak Di Bawah Umur Terhadap Korban Anak Di Bawah Umur (studi putusan No. 79 Pid.Sus-anak 2015 PN-Mdn)"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK KORBAN TINDAK PIDANA PEMERKOSAAN

A.Dasar Hukum Tentang Tindak Pidana Pemerkosaan Menurut KUHP

Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) merupakan salah satu

konpilasi aturan hukum pidana yang menjadi pedoman pokok dalam menegakan

hukum pidana materil.KUHP sendiri merupakan hukum yang dibuat oleh Belanda

yang merupakan penjajah di negara Indonesia, dan diberlakukan kembali di

Indonesia dengan asas konkordansi.

KUHP, memberikan aturan terkait bentuk-bentuk pelanggaran, kejahatan

maupun bentuk-bentuk sanksi yang diberikan kepada pelaku tindak pidana.

Sehingga, dapat disebutkan KUHP ini merupakan salah satu kitab yang berisikan

mengenai kebijakan hukum pidana, yang bersifat umum, karena dewasa ini

beberapa pasal yang ada dalam KUHP sudah dicabut dan tidak diberlakukan lagi

dengan munculnya undang-undang yang mengatur lebih khusus. Undang-undang

tersebut akan dapat mengenyampingkan beberapa pasal di KUHP ini, dengan asas

lex spesialis derogate legi generalis.

KUHP, yang merupakan kitab undang-undang berisikan kebijakan hukum

pidana ini, dalam hal memberikan aturan mengenai perbuatan-perbuatan pidana,

bertujuan untuk memberikan perlindungan terhadap masyarakat dan memberikan

keadilan kepada setiap pihak.

KUHP mengkategorikan tindak pidana pemerkosaan sebagai kejahatan

terhadap kesusilaan.Dalam hal tindak pidana kesusilaan, termuat berbagai pasal,

(2)

“Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita di luar perkawinan, padahal diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya bahwa umurnya belum 15 tahun atau kalau umurnya tidak jelas, bahwa belum waktunya untuk dikawin, diancam dengan pidana penjara paling lama Sembilan tahun”.

Pasal 288

(1) Barang siapa dalam perkawinan bersetubuh dengan seorang wanita yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya bahwa yang bersangkutan belum waktunya untuk kawin, apabila pebuatan tersebut mengakibatkan luka-luka diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun

(2)Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, dijatuhkan pidana penjara paling lama delapan tahun

(3) Jika mengakibatkan mati, dijatuhkan pidana penjara paling lama dua belas tahun.

Pasal 291

(1) Jika salah satu kejahatan berdasarkan pasal 286, 287, 289, dan 290 mengakibatkan luka-luka berat, dijatuhkan pidana penjara paling lama dua belas tahun;

(2) Jika salah satu kejahatan berdasarkan pasal 285, 2 86, 287, 289 dan 290 mengakibatkan kematisn dijatuhkan pidana penjara paling lama lima belas tahun.

Perlu diketahui bahwa, delik yang mengatur tindak pidana pemerkosaan

ini menurut KUHP merupakan delik aduan. Artinya, pelaku pemerkosaan baru

akan dapat dipidana, apabila adanya aduan dari korban ataupun keluarga korban

terkait terjadinya tindak pidana pemerkosaan tersebut.

Hanya saja, kelemahan yang ada dalam KUHP adalah, tidak diatur

mengenai perbuatan pemerkosaan tersebut dilakukan dengan membujuk atau

dengan tipu muslihat. Karena, perkembangan yang ada di Indonesia ini, tidak

sedikit kasus pemerkosaan tersebut dilakukan karena adanya bujukan, rayuan, tipu

muslihat, yang dilakukan oleh pelaku, karena adanya hubungan yang bebas antara

(3)

KUHP membedakan antara pemerkosaan dan pencabulan. Perbuatan

pemerkosaan tersebut akan terjadi apabila terjadinya penetrasi kelamin antara satu

dengan lainnya. Sedangkan perbuatan cabul belum ada penetrasi.Sehingga, dapat

disimpulkan bahwa perbuatan cabul dan pemerkosaan itu berbeda.

B.Undang-undang No. 23 Tahun 2002 jo Undang-undang No. 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak

Kejahatan adalah masalah manusia dan gejala sosial karena dapat terjadi

dimana dan kapan saja dalam pergaulan hidup.Naik turunnya angka kejahatan

tersebut tergantung pada keadaan masyarakat, keadaan politik ekonomi, budaya

dan sebagainya.Kejahatan dapat dilihat dari berbagai perspektif.Dalam perspektif

sosiologis kejahatan merupakan suatu perbuatan yang melanggar atau tidak sesuai

dengan norma-norma yang ada dalam masyarakat.Selain itu, kejahatan juga

diartikan sebagai suatu perbuatan yang melanggar undang-undang.

Aparat penegak hukum seperti Kepolisian, Kejaksaan, ataupun Lembaga

Peradilan, memiliki kewenangan yang diberikan oleh undang-undang, untuk

melakukan pemberantasan kejahatan, dan untuk melakukan penegakan hukum.

Tujuan utama dari penegak hukum adalah untuk melindungi masyarakat.Akan

tetapi, sering terjadi perbedaan pandangan atau pendapat para aparatur penegak

hukum untuk menegakan hukum dalam suatu kasus.Sehingga, hukum yang

diterapkan mengandung kebenaran yang relative, terkadang bersifat

subjektif.Akibatnya, masyarakat yang menjadi korban.14

Dalam masyarakat yang merupakan suatu organisasi publik, tidak hanya

orang dewasa yang kerap menjadi korban kejahatan.Anak dibawah umur menjadi

14

Ediwarman, Jurnal, “Paradoks Penegakan Hukum Pidana Dalam Perspektif

(4)

sasaran empuk menjadi sasaran kejahatan dari orang yang tidak

bertanggungjawab.Berdasarkan data dari Komis Perlindungan Anak (KPAI), pada

tahun 2015 terdapat sekitar 5.000 kasus kekerasan anak.Menurut data dari KPAI,

angka kejadian yang sebenarnya masih lebih tinggi.Sehingga butuh upaya ekstra

dan strategi yang jitu untuk menekan angka kasus kekerasan pada anak, termasuk

perlibatan masyarakat.15

a. Diskriminasi terhadap anak yang mengakibatkan anak mengalami kerugian, baik materiil maupun moril sehingga menghambat fungsi sosialnya

Anak kerap menjadi korban kejahatan karena anak mudah untuk

dipengaruhi.Anak tersebut juga belum mengetahui bagaimana perbuatan yang

baik dan bagaimana perbuatan yang buruk.Secara teoripun disebutkan bahwa id,

ego dan super ego anak di bawah umur belum stabil.Sehingga, pemerintah,

keluarga dan masyarakat harus melindungi anak dari kejahatan apapun.

Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 jo Undang-undang Nomor 35

Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak, mengatur mengenai

perbuatan-perbuatan jahat yang dilakukan terhadap anak, dan memberikan sanksi pidana

kepada pelaku tindak pidana terhadap anak di bawah umur. Hal tersebut diatur

dalam BAB XII Tentang Ketentuan Pidana dalam Undang-undang Nomor 23

Tahun 2002 jo Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014.

Pasal 77 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Huruf a dan b berbunyi :

Setiap orang yang dengan sengaja melakukan tindakan :

b. Penelantaran terhadap anak yang mengakibatkan anak mengalami sakit atau penderitaan, baik fisik, mental, maupun sosial”

15

Kompas, Berita, “Menteri Yohana : Terus Meningkat. Kekerasan Pada Anak Bak

Fenomena Gunung Es”, 14 Februari 2016.

(5)

Bentuk kejahatan yang tertuang dalam Pasal 77 Undang-undang Nomor 23

Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak adalah perbuatan diskriminasi terhadap

anak dan penelantaran anak. Sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 77

Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002, bahwa perbuatan diskriminasi terhadap

anak dan penelantaran terhadap anak akan mengakibatkan rusaknya moril anak,

akan mengakibatkan penderitaan anak, dan juga akan merusak fungsi sosial bagi

anak. Sebenarnya, Undang-undang Dasar 1945 pun telah memberikan jaminan

atau perlindungan bagi setiap masyarakat termasuk anak, dari perbuatan

diskriminasi, sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 28I ayat (2) Undang-undang

Dasar 1945.Perlindungan yang bersifat diskriminatif tersebut merupakan salah

satu aplikasi perlindungan Hak Asasi Manusia.

Pengertian diskriminasi dalam Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999

Tentang Hak Asasi Mansuia tertuang dalam Pasal 1angka 3, yang menyatakan

diskriminasi adalah setiap pembatasan pelecehan, atau pengucilan yang langsung

ataupun tak langsung didasarkan pada perbedaan manusia atas dasar agama, suku,

ras, etnik. Kelompok, golongan, status, sosial, status ekonomi, jenis kelamin,

bahasa, keyakinan politik, yang berakiba pengurangan, penyimpangan atau

penghapusan pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan HAM dan kebebasan

dasar dalam kehidupan individu maupun kolektif.

Selain itu, Pasal 80 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 juga mengatur

mengenai bentuk kejahatan yang terjadi kepada anak. Pasal 80 ayat (1) berbunyi :

(6)

Dalam Pasal 80 ayat (1) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang

Perlindungan Anak, menyebutkan bentuk kejahatan yang dilakukan adalah

kekerasan, kekejaman, ancaman kekerasan atau penganiayaan terhadap

anak.Sebenarnya KUHP telah mengatur mengenai tindak pidana penganiayaan,

yang tertuang dalam pasal 351 KUHP. Akan tetapi, setelah Undang-undang

Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak berlaku, tindakan kekerasan

atau penganiayaan kepada anak di bawah umur, diancam dengan pidana

sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 80 Undang-undang Nomor 23 Tahun

2002. Karena, Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 bersifat khusus, dan

mengenyampingkan KUHP yang merupakan peraturan perundang-undangan yang

bersifat umum. Hal tersebut sesuai dengan teori hukum yang menyatakan lex

spesialis derogate legi generali.

Selanjutnya, kejahatan terhadap anak dalam Undang-undang Nomor 23

Tahun 2002 Tentang Perlindungan anak tertuang dalam Pasal 81 ayat (1), yang

berbunyi :

Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).

Dan, pada ayat 2 Pasal 81 Undang-undang Perlindungan anak tersebut,

menyatakan bahwa akan diberikan ancaman pidana yang sama, apabila ada

perbuatan yang membujuk, melakukan tipu muslihat, agar melakukan

persetubuhan dengannya. Klausul “melakukan persetubuhan” dapat dikategorikan

(7)

Sekilas pasal tersebut hampir mirip dengan apa yang disebutkan dalam

KUHP pada Pasal 25 yang merupakan kategori kejahatan terhadap kesusilaan.

Hanya saja, Pasal 81 ayat (1) ini menjadi dasar lex spesialis apabila perbuatan

tersebut dilakukan terhadap anak.Jika dilihat, sanksi pidana yang diberikan kepada

pelaku tindak pidana yang memaksa, melakukan kekerasan atau ancaman

kekerasan untuk bersetubuh dengan anak lebih berat dengan aturan yang telah

ditentukan oleh KUHP.Hal tersebut dikarenakan melihat bahwa yang menjadi

korban adalah anak di bawah umur.Dampak yang ditimbulkan dari perbuatan

tersebut terhadap anak di bawah umur lebih besar. Perbuatan tersebut akan

merusak moral dari anak dan merusak masa depan anak tersebut.

Kejahatan dalam kategori kejahatan kesusilaan ini, juga di atur dalam

pasal 82 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002. Pasal 82 Undang-undang Nomor

23 Tahun 2002 berbunyi :

Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).

Perbedaan yang terdapat antara perbuatan yang tertuang dalam Pasal 81

ayat (1) dan Pasal 82 adalah pada modus perbuatannya. Pada Pasal 81 ayat (1),

modus perbuatan yang diancam pidana adalah perbuatan yang mengancam,

melakukan kekerasan untuk bersetubuh dengan anak.Sedangkan Pasal 82

mengatur lebih luas mengenai kejahatan terhadap kesusilaan, yang memasukkan

unsur melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak

(8)

Selain cara yang dilakukan, perbedaan yang dapat dilihat adalah perbuatan

yang dilakukannyaa. Pada Pasal 81 ayat (1), perbuatan yang diancam pidana

adalah persetubuhan dengan anak, yang diartikan sebagai suatu tindakan dengan

memasukan alat kelamin pria (penis) ke dalam alat kelamin wanita

(vagina).Persetubuhan yang dimaksud, dapat dikatakan sebagai tindakan

pemerkosaan dalam arti sempit.Sedangkan Pasal 82 mengatur perbuatan yang

lebih luas, yaitu melakukan perbuatan cabul. Perbuatan cabul menurut R. Soesilo

adalah perbuatan yang melanggar kesusilaan (kesopanan), atau perbuatan yang

keji, dimana semuanya itu dalam lingkungan nafsu birahi kelamin, misalnya

ciuman, meraba anggota kemaluan dan meraba buah dada dan sebagainya.16

16

R. Soesilo, Op.cit. Hal. 212

Kejahatan yang terjadi terhadap anak yang di atur dalam Undang-undang

Nomor 23 Tahun 2002 adalah kejahatan mengenai eksploitasi anak.Pasal yang

mengatur mengenai eksploitasi anak diatur dalam :

Pasal 83 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002, berbunyi :

Setiap orang yang memperdagangkan, menjual, atau menculik anak untuk diri sendiri atau untuk dijual, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).

Pasal 84 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002, berbunyi :

Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh anak untuk pihak lain dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah)

(9)

(1) Setiap orang yang melakukan jual beli organ tubuh dan/atau jaringan tubuh anak dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).

(2) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan pengambilan organ tubuh dan/atau jaringan tubuh anak tanpa memperhatikan kesehatan anak, atau penelitian kesehatan yang menggunakan anak sebagai objek penelitian tanpa seizin orang tua atau tidak mengutamakan kepentingan yang terbaik bagi anak, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

Pasal 88 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002, berbunyi :

Setiap orang yang mengeksploitasi ekonomi atau seksual anak dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

Sebenarnya, mengenai perdagangan manusia ini telah diatur secara

eksplisit oleh Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Perdagangan Orang. Pada Pasal 6 Undang-undang Nomor 21

Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, yang

melarang setiap orang untuk melakukan pengiriman anak ke dalam atau ke luar

negeri dengan cara apapun yang mengakibatkan anak tersebut tereksploitasi. Pasal

1 ayat 7 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Perdagangan Orang mendefinisikan eksploitasi sebagai berikut :

“Eksploitasi adalah tindakan dengan atau tanpa persetujuan korban yang meliputi tetapi tidak terbatas pada pelacuran,kerja atau pelayanan paksa, perbudakan, atau praktik serupa perbudakan, penindasan, pemerasan, pemanfaatan fisik, seksual, organ reproduksi, atau secara melawan hukum memindahkan atau mentranspalasi organ dan/atau jaringan tubuh atau memanfaatkan tenaga atau kemampuan seseorang oleh pihak lain untuk mendapatkan keuntungan baik materil maupun immaterial”.

Jika dilihat Pasal 83, Pasal 84 dan Pasal 85 Undang-undang Nomor 23

(10)

pengeksploitasian anak. Berdasarkan asas hukum lex fosterior derogate legi

priori, tentunya pasal mengenai eksploitasi anak dalam Undang-undang Nomor

23 Tahun 2002 tidak berlaku. Karena Pasal 6 Undang-undang Nomor 21 Tahun

2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, merupakan

undang-undang yang lebih baru. Akan tetapi, Undang-undang Nomor 21 Tahun

2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orangtidak

menyatakan peraturan sebelumnya terkait dinyatakan tidak berlaku atau

tidak.Permasalahan ini menjadi ambiguitas dalam aturan hukum mengenai

kejahatan anak.

Selanjutnya, Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 juga mengatur

kejahatan yang dikategorikan dalam kejahatan terhadap agama.Anak belum

memiliki pemikiran yang matang dan pengetahuan yang cukup.Sehingga, anak

tersebut harus dilindungi dari tipu muslihat yang mengakibatkan anak tersebut

berpindah agamanya.Bentuk kejahatan ini tertuang dalam Pasal 86

Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002.

Ketidak matangan anak juga sering dijadikan alat oleh pihak yang tak

bertanggungjawab. Bentuk kejahatan selanjutnya adalah kejahatan yang

memperalat anak secara melawan hukum dengan cara merekrut anak demi

kepentingan militer, yang tertuang dalam pasal 87 Undang-undang Nomor 23

Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak,

Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak telah

mengalami perubahan, sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 35

(11)

Tentang Perlindungan Anak. Akan tetapi, Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014

tidak menambahkan bentuk-bentuk kejahatan yang belum di atur dalam

Undang-undang Nomor 22 Tahun 2014, dan tidak pula menghapus bentuk-bentuk

kejahatan terhadap anak dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002.

Perbedaannya adalah, Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 mengklasifikasikan

bentuk kejahatan terhadap anak dalam satu BAB Tentang Larangan, yang tertuang

dalam Pasal 76A sampai dengan 76J.

Bentuk kejahatan terhadap anak beserta sanksi tindak pidana yang diatur

dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 jo Undang-undang Nomor 35

Tahun 2014, merupakan salah satu upaya pemerintah dalam memberantas

kejahatan terhadap anak.

Sebagai kaidah atau norma, hukum dapat dirumuskan sebagai himpunan

petunjuk hidup, perintah dan larangan yang mengatur tata tertib dalam suatu

masyarakat.Dari definisi dari hukum tersebut, dapat diartikan bahwa hukum

sebagai kaidah bermaksud mengatur tata tertib masyarakat. Di situlah tampak apa

yang menjadi tanda hukum, yaitu perintah atau larangan yang setiap orang

seharusnya mentaatinya.17

Manusia yang merupakan zoon politicon, dalam bermasyarakat akan selalu

berhubungan dengan satu sama lain. Setiap manusia tersebut akan berjalan dengan Hukum merupakan suatu kaidah, yang mana merupakan suatu wadah

masyarakat untuk mencari keadilan sehingga tercipta suasana kemakmuran di

kalangan masyarakat.

17

(12)

kehendaknya. Dan terkadang, kehendak dari satu orang akan bertentangan dengan

kehendak orang lain. Maka dari itu perlu sebuah peraturan yang menjadi

barometer dalam mengatur perbuatan mana yang dibenarkan dan perbuatan mana

yang tidak dibenarkan, dan disinilah salah satu peran hukum itu.

Dalam hubungan masyarakat yang terjadi, tidak tertutup kemungkinan

orang akan melakukan kejahatan. Dimana kejahatan tersebut akan banyak

merugikan orang lain. sifat premanisme merupakan sifat yang dimiliki oleh

manusia, yang disebabkan oleh berbagai faktor. Premanisme berarti suatu perilaku

menyimpang yang dilakukan oleh suatu kelompok orang-orang yang melanggar

norma-norma sosial dan norma-norma hukum dalam masyarakat.18

Anak menurut Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang

Perlindungan Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas)

tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.Anak merupakan anugerah

tuhan yang maha esa. Apabila ditinjau dari segi kebangsaan, anak merupakan

generasi penerus, yang akan memikul beban dan tanggungjawab yang besar

kedepannya. Kedudukan anak sebagai generasi muda yang akan meneruskan cita-Tak sedikit dari sifat premanisme yang ada dalam masyarakat, yang

menimbulkan korban.Wanita, anak di bawah umur, bakan lelaki dewasapun kerap

menjadi mangsa dari sifat tercela ini.Sehingga, peranan hukum sangat penting

untuk melindungi masyarakat lainnya.Anak merupakan salah satu korban terbesar

dari sifat premanisme ini.Sehingga, perlu suatu upaya untuk melindungi anak dari

sifat premanisme yang dominan dalam dunia kejahatan.

18

(13)

cita bangsa, calon-calon pemimpim bangsa di masa yang akan datang, dan

merupakan sumber harapan dari generasi terdahulu, perlu mendapatkan

kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar,

baik secara jasmani, rohani, dan sosial.19

Perlindungan anak merupakan usaha dan kegiatan seluruh lapisan

masyarakat dalam berbagai kedudukan dan peranan, yang menyadari pentingnya

anak bagi nusa dan bangsa di kemudian hari.Hukum merupakan jaminan bagi

kegiatan perlindungan anak.Arif Gosita mengemukakan, bahwa kepastian hukum

perlu diusahakan demi kelangsungan kegiatan perlindungan anak dan mencegah

penyelewengan yang membawa akibat negative yang tidak diinginkan dalam

pelaksanaan perlindungan anak.20

Pengertian perlindungan anak dapat dirumuskan sebagai berikut :21

1. Suatu perwujudan adanya keadilan dalam suatu masyarakat. keadilan

ini merupakan keadilan sosial, yang merupakan dasar perlindungan

anak.

2. Suatu usaha bersama melindungi anak untuk melaksanakan hak dan

kewajibannya secara manusiawi dan positif.

3. Suatu permasalahan manusia yang merupakan suatu kenyataan sosial.

Menurut proporsi yang sebenarnya, secara dimensional perlindungan

anak beraspek mental, fisik, dan sosial. Hal ini berarti bahwa

19

Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak (Dalam Sistem Peradilan

Pidana Anak di Indonesia), PT. Refika Aditama : Bandung, 2014. Hal. 40

20

Arif Gosita, Masalah Perlindungan Anak, Akademi Pressindo : Jakarta, 1989. Hal.19. Dalam Maidin Gultom, Ibid.

21

Arif Gosita, Jurnal Hukum, “Aspek Hukum Perlindungan Anak dan Konvensi Hak-hak

(14)

pemahaman, pendekatan dan penanganan anak dilakukan secara

integratif, interdisipliner, intersektoral, dan interdepartemental.

4. Suatu hasil interaksi antara pihak-pihak tertentu, akibat adanya suatu

interrelasi antara fenomena yang ada dan saling mempengaruhinya. Jadi

perlu diteliti, dipahami, dan dihayati siapa saja yang terlibat sebagai

komponen pada eksistensi perlindungan anak tersebut. selain itu, perlu

juga diteliti, dipahami dan dihayati gejala mana saja mempengaruhi

adanya perlindungan anak. Perlindungan anak merupakan permasalahan

yang rumit dan sulit penanganannya, sehingga dalam upaya

penanggulangannya harus dilakukan secara bersama-sama.

5. Dapat merupakan suatu tindakan hukum yang dapat mempunyau akibat

hukum yang harus diselesaikan dengan berpedoman dan berdasarkan

hukum. Perlu adanya pengaturan berdasarkan hukum untuk mencegah

dan menindak pelaksanaan perlindungan anak yang menimbulkan

penderitaan mental, fisik, dan sosial pada anak yang bersangkutan.

Perlindungan anak tidak boleh dilakukan secara berlebihan dan

memerhatikan dampaknya terhadap lingkungan maupun diri anak itu

sendiri.Sehingga usaha perlindungan yang dilakukan tidak berakibat

negative.Perlindungan anak dilaksanakan rasional, bertanggungjawab, dan

bermanfaat yang mencerminkan suatu usaha yang efektif dan efisien. Usaha

perlindungan anak tidak boleh mengakibatkan matinya inisiatif, kreativitas, dan

(15)

tak terkendali, sehingga anak tidak memiliki kemampuan dan kemauuan

menggunakan hak-haknya dana melaksanakan kewajibannya.

Perlindungan anak dapat dibedakan dalam 2 (dua) bagian, yaitu:22

1. Perlindungan anak yang bersifat yuridis, yang meliputi perlindungan

dalam bidang hukum publik dan dalam bidang hukum keperdataan.

2. Perlindungan anak yang bersifat non yuridis, yang meliput i

perlindungan dalam bidang sosial, kesehatan, dan bidang pendidikan.

Dalam upaya perlindungan anak, terdapat dua perumusan tentang

perlindungan anak, yaitu :23

1. Segala daya upaya yang dilakukan secara sadar oleh setiap orang

maupun lembaga pemerintah dan swasta yang bertujuan mengusahakan

pengamanan, penguasaan, pemenuhan kesejahteraan fisik, mental dan

sosial anak dan remaja yang sesuai dengan kepentingan dan hak

asasinya.

2. Segala daya upaya bersama yang dilakukan secara sadar oleh

perorangan, keluarga, masyaralat, badan-badan pemerintah dan swasta

untuk pengamanan, pengadaan dan pemenuhan kesejahteraan rohaniah

dan jasmaniah anak berusia 0-21 tahun, tidak dan belum menikah,

sesuai dengan hak asasi dan kepentingannya agar dapat

mengembangkan dirinya seoptimal mungkin.

Dalam rangka upaya perlindungan anak, sebenarnya menjadi kewajiban

bersama antara keluarga, masyarakat, dan negara.Pasal 20 Undang-undang Nomor

22

Ibid. Hal. 41

23

(16)

23 Tahun 2002 menyebutkan “Negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan

orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan

perlindungan anak”.

Dalam mengusahakan perlindungan anak, setiap anggota keluarga,

masyaraka sesuai dengan kemampuan dan dengan berbagai macam usaha dalam

situasi dan kondisi tertentu, tetap menjadi kewajiban dalam melakukan upaya

perlindungan anak, kebahagiaan anak merupakan kebahagian yang melindungi.

Kesejahteraan anak mempunyai pengaruh positif terhadap orang tua,

keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara.perlindungan anak bermanfaat bagi

anak dan orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara.koordinasi kerja

sama kegiatan perlindungan anak perlu dilakukan dalam rangka mencegah ketidak

seimbangan kegiatan perlindungan anak secara keseluruhan.24

1. Negara dan pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab

menghormati dan menjamin hak asasi setiap anak tanpa membedakan

suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya dan bahasa,

status hukum anak, urutan kelahiran anak, dan kondisi fisik dan/atau

mental

Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak,

menjadi salah satu bentuk usaha yuridis yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk

melakukan perlindungan terhadap anak dari kejahatan. Dalam Undang-undang

Nomor 23 Tahun 2002, kewajiban-kewajiban negara sebagai organisasi terbesar

kemasyarakatan terhadap perlindungan anak adalah sebagai berikut :

24

(17)

2. Negara dan pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab

memberikan dukungan sarana dan prasarana dalam

penyelenggaraan perlindungan anak

3. Negara dan pemerintah menjamin perlindungan, pemeliharaan, dan

kesejahteraan anak dengan memperhatikan hak dan kewajiban

orang tua, wali, atau orang lain yang secara hukum bertanggung

jawab terhadap anak.

4. Negara dan pemerintah mengawasi penyelenggaraan perlindungan

anak.

5. Negara dan pemerintah menjamin anak untuk mempergunakan

haknya dalam menyampaikan pendapat sesuai dengan usia dan

tingkat kecerdasan anak

Peranan terpenting dari negara terhadap perlindungan anak adalah dengan

cara memberikan dukungan sarana dan prasarana dalam penyelenggaraan

perlindungan anak. Pemerintah telah membentuk lembaga-lembaga sosial seperti

Balai Pemasyarakatan (BAPAS). Dalam lembaga sosial tersebut, anak yang

merupakan pelaku kejahatan akan diberikan pelatihan atau kerja-kerja sosial, guna

bekal masa depan si anak.

Selain pemerintah, masyarakat juga memiliki kewajiban dalam melindungi

anak dari korban kejahatan.Maasyarakat merupakan organisasi yang selalu

berhubungan antara satu sama lain. Masyarakat juga menjadi dasar pembentukan

kepribadian seseorang.Sikap dan sifat seseorang, selain dipengaruhi oleh

(18)

berada dilingkungan yang baik akan memiliki kepribadian yang baik pula. Selain

itu, Orang yang berada di lingkungan yang kurang baik, akan terkontaminasi

dengan lingkungan tersebut.

Pengaruh masyarakat, telah dijelaskan dalam faktor-faktor kejahatan yang

menyebutkan salah satu penyebab orang menjadi jahat adalah faktor lingkungan

(milliu).Penyebab kejahatan selain terletak pada pelakunya sendiri, juga karena

pengaruh lingkungan pergaulannya di tengah-tengah masyarakat.naik turunnya

kejahatan tergantung pada keadaan masyarakat, pergaulan masyarakat begitu pula

keadaan keluarga.Tumbuhnya seseorang dalam pergaulan kelompok yang

melakukan pelanggaran-pelanggaran hukum, adalah karena individu yang

bersangkutan menyetujui pola perilaku yang melanggar hukum, dibandugn dari

pola perilaku lainnya yang normal.25

Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

menyebutkan masyarakat memiliki peranan yang sangat penting dalam Seharusnya, masyarakat yang baik adalah masyarakat yang dapat

memberikan pengaruh positif terhadap orang lain. Masyarakat bukan hanya

menjadi salah satu faktor anak menjadi jahat.Dalam masyarakat banyak terdapat

kejahatan-kejahatan.Anak, merupakan manusia yang belum memiliki kemampuan

untuk menelaah yang baik dan yang buruk, akan rentan terhadap pengaruh

kejahatan, dan juga rentan menjadi korban kejahatan. Masyarakat yang juga

merupakan organisasi terbesar di suatu negara tersebut, memiliki peranan penting

dalam upaya perlindungan anak.

25

Ninik Widayanti dan Yulius Wastika, Kejahatan Dalam Masyarakat dan

(19)

perlindungan anak.Karena masyarakat adalah sarana pergaulan bagi anak tersebut.

Dalam Pasal 25 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 disebutkan “Kewajiban

dan tanggung jawab masyarakat terhadap perlindungan anak dilaksanakan melalui

kegiatan peran masyarakat dalam penyelenggaraan perlindungan anak”.

Masyarakat yang dimaksud oleh Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002,

tidak hanya masyarakat yang berada di suatu wilayah.Masyarakat yang dimaksud

merupakan masyarakat dalam arti luas.Pasal 72 ayat (2) menjelaskan bahwa

masyarakat yang berperan dalam perlindungan anak adalah orang perseorangan,

lembaga perlindungan anak, lembaga sosial kemasyarakatan, lembaga swadaya

masyarakat, lembaga pendidikan, lembaga keagamaan, badan usaha, dan media

masa.

Peran serta masyarakat dalam perlindungan anak dengan cara sebagai

berikut :26

1. Memberikan informasi melalui sosialisasi dan edukasi mengenai hak

anak dan peraturan perundang-undangan tentang anak

2. Memberikan masukan dalam perumusan kebijakan yang terkait

perlindungan anak

3. Melaporkan kepada pihak berwenang jika terjadi pelanggaran hak anak

4. Berperan aktif dalam proses rehabilitasi dan re-itegrasi sosial bagi anak

5. Melakukan pemantauan, pengawasan dan ikut bertanggungjawab

terhadap penyelenggaraan perlindungan anak

26

Komisi Pengawasan dan Perlindungan Anak, Artikel, “Peran Serta Masyarakat Dalam

Perlindungan Anak”, KPPA Provinsi Kepulauan Riau,

Diakses pada

(20)

6. Menyediakan sarana dan prasarana serta menciptakan suasana kondusif

untuk tumbuh kembang anak

7. Berperan aktif degan menghilangkan pelabelan negative terhadap anak

korban

8. Memberikan ruang kepada anak untuk dapat berpartisipasi dan

menyampaikan pendapat.

Selain masyarakat, peranan terpenting dalam perlindungan anak terdapat

pada orang keluarga dan orang tua. Kewajiban keluarga dan orang tua dalam

melindungi anak, tertuang dalam Pasal 26 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002

Tentang perlindungan anak sebagai berikut :

(1) Orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk : a. Mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak

b. Menumbuhkembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya

c. Mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak.

(2) Dalam hal orang tua tidak ada, atau tidak diketahui keberadaannya, atau karena suatu sebab, tidak dapat melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya, maka kewajiban dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat beralih kepada keluarga, yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Kejahatan yang sering terjadi terhadap anak dibawah umur adalah

pemerkosaan.Anak tidak memiliki kapasitas untuk melakukan perlawanan

terhadap pelaku pemerkosaan terssebut.Sehingga, anak di bawah umur kerap

menjadi sasaran oknum yang tidak bertanggungjawab.

Peranan masyarakat, negara, orang tua dan keluarga sangat diperlukan

dalam kejahatan yang satu ini.Masyarakat, negara, orang tua dan keluarga,

(21)

angka kejahatan terhadap anak, khususnya kejahatan pemerkosaan atau kejahatan

terhadap kesusilaan kian meningkat.

Keluarga, yang merupakan tameng utama untuk melindungi anak dari

korban kejahatan terhadap anak, seharusnya membekali anak tersebut dengan

pendidikan yang cukup, pengetahuan agama yang cukup, dan memberikan

perhatian terhadap anak.

Tidak sedikit kasus pemerkosaan terjadi terhadap anak, dikarenakan

pergaulan anak tersebut terlalu bebas.Globalisasi, menjadi salah satu faktor

pendorong kejahatan kesusilaan tersebut.Orang tua perlu memberikan

pengawasan yang ketat terhadap pergaulan anak.Mengingat, terdapat beberapa

kasus pemerkosaan terjadi terhadap anak di bawah umur, dikarenakan faktor

pergaulan yang terlalu bebas, tanpa ada pengawasan yang ketat dari keluarga dan

orang tua. Anak di bawah umur yang belum memiliki kematangan dalam berfikir,

mempermudah pengaruh-pengaruh negatif akan masuk kedalam otak si anak.

Salah satu contoh kasus adalah kasus pemerkosaan atau Tindak Pidana

Pemerkosaan Pelaku anak di bawah umur terhadap korban anak di bawah umur di

Medan, pada Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor

79/Pid.Sus.Anak/2015/PN.Mdn. Pada kasus tersebut, Pemerkosaan terhadap anak

di bawah umur, dilakukan oleh anak di bawah umur. Diketahui pada putusan

tersebut bahwa perbuatan tersebut terjadi tanpa adanya paksaan dari pihak

manapun, dan terjadi karena hubungan percintaan dari anak tersebut, serta adanya

(22)

Untuk menghindari perbuatan-perbuatan tersebut, disinilah peran orang

tua, keluarga serta masyarakat, untuk melindungi anaknya, bukan hanya dari

kejahatan, melainkan dari dampak negatif globalisasi yang mengakibatkan

timbulnya kejahatan tersebut.Sedangkan peranan dari negara adalah dengan

memberikan fasilitas-fasilitas pendidikan, perlindungan, serta aturan-aturan

normatif yang mengancam perbuatan tersebut sebagai upaya represif

penanggulangan kejahatan. Namun, pemerintah yang hanya mampu memberikan

fasilitas tidak akan optimal dalam melindungi anak dari korban kejahatan tanpa

Referensi

Dokumen terkait

Ebben az esetben a projektek nem egyebek, mint pótcselekvések, csak arra szolgálnak, hogy dokumentálják, hogy történik valami, de nem tényleges eredmények

Terbitnya NIRMANA, Jurnal Ilmiah Jurusan Desain Komunikasi Visual UK Petra, konon memicu beberapa Perguruan Tinggi yang sudah lama dan established yang memiliki Jurusan yang sama

This study showed significant differences in body weight, fat body mass, body mass index (BMI), body water, intake of energy, protein, fat, carbohydrate, and water, hydration

This study improved the antecedents of loyalty such as price sensitivity, shopping values (utilitarian values and hedonic values) and satisfaction in Pasar Dukuh Menanggal

Anatomi adalah struktur tubuh manusia berkembang dari tingkat terendah (atom dan molekul) sampai tingkat yang lebih tinggi dan lebih kompleks untuk

Permata adalah sistem informasi penjualan yang telah dibuat diharapkan dapat diimplementasikan agar dapat membantu pihak perusahaan dalam mengelola data, serta

• Kemudian Imam berkata, "Inilah Injil Yesus Kristus menurut (Lukas / Matius / Markus /Yohanes)” dan umat menjawab “Dimuliakanlah Tuhan”, sambil membuat TANDA SALIB di

Salah satu definisi paling lengkap dan komprehensif tentang korupsi oleh Antonio Argandona, yang mendefinisikan korupsi sebagai "tindakan atau pengaruh dalam