• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Ekologi dan Pengaruh Aktivitas Masyarakat Terhadap Ekosistem Mangrove di Kampung Nipah Desa Sei Nagalawan Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Ekologi dan Pengaruh Aktivitas Masyarakat Terhadap Ekosistem Mangrove di Kampung Nipah Desa Sei Nagalawan Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Wilayah Pesisir

Daerah pantai atau pesisir adalah suatu daratan beserta perairannya dimana pada daerah tersebut masih dipengaruhi baik oleh aktivitas darat maupun oleh aktivitas marin. Dengan demikian daerah pantai terdiri dari perairan pantai dan daratan pantai yang saling mempengaruhi. Di beberapa seminar daerah pantai sering disebut pula daerah pesisir atau wilayah pesisir. Pantai adalah daerah di tepi perairan sebatas antara surut terendah dan pasang tertinggi. Daratan pantai adalah daerah di tepi laut yang masih terpengaruh oleh aktivitas marin. Perairan pantai adalah perairan yang masih dipengaruhi aktivitas daratan. Sempadan pantai adalah daerah sepanjang pantai yang diperuntukkan bagi pengamanan dan pelestarian pantai (Pramudiya, 2008).

Hingga saat ini belum ditemukan definisi yang tepat dan baku untuk menggambarkan wilayah pesisir. Namun demikian terdapat kesepakatan umum bahwa wilayah pesisir adalah suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan. Apabila ditinjau dari garis pantai maka wilayah pesisir mempunyai dua macam batas yakni sejajar dengan garis pantai dan tegak lurus garis pantai. Namun demikian batasan tersebut tergantung pula dengan karakteristik lingkungan, sumberdaya yang ada dan sistem negara bersangkutan (Huda, 2008).

(2)

mengalirnya air tawar ke laut, serta yang dipengaruhi oleh kegiatan-kegiatan manusia di daratan. Sedangkan menurut kesepakatan bersama dunia internasional, pantai diartikan sebagai suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan, apabila ditinjau dari garis pantai maka suatu wilayah pesisir memiliki dua macam batas, yaitu batas sejajar garis pantai (longshore), dan batas tegak lurus pantai (crossshore) (Pramudiya, 2008).

Wilayah pesisir merupakan wilayah yang rentan mengalami kerusakan. Dampaknya akan sangat terasa oleh masyarakat yang menghuni wilayah pesisir dimana hal ini akan berpengaruh pada kondisi perekonomian masyarakat yang menggantungkan pada sumber daya pesisir. Salah satu cara yang perlu dilakukan mengajak seluruh pihak termasuk masyarakat untuk bersama-sama menjaga lingkungan pesisir. Langkah pemberdayaan masyarakat guna memunculkan kesadaran perlu diberikan karena akan menjamin terciptanya pengelolaan lingkungan yang lebih efektif dan berkelanjutan. Langkah konservasi pesisir dengan melibatkan masyarakat merupakan kunci keberhasilan pelestarian pesisir yang berkelanjutan yang dapat memberi manfaat ekonomis bagi masyarakat dan pemerintah daerah (Pinto, 2015).

Dalam menentukan batasan daerah pesisir pantai memerlukan banyak pertimbangan dari berbagai aspek. Daerah pantai secara umum meliputi estuari, kepulauan, terumbu karang, rawa pantai, bukit pasir (sand dune) dan lagoon. Menurut Pramudiya (2008), beberapa batasan yang telah diatur atau ada di masyarakat, terkait dengan definisi tersebut di atas diantaranya:

a. Undang-undang lingkungan hidup: sempadan pantai diatur sejauh 100 m dari batas pasang tertinggi.

(3)

c. Keperluan perikanan: perairan pantai adalah perairan yang digunakan untuk penangkapan ikan secara tradisional, kurang lebih 3 mil dari garis pantai.

d. Kepentingan rekayasa/teknik pantai: perairan pantai adalah perairan dengan kedalaman sampai 100 atau 150 m.

e. Batas negara : Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) kurang lebih sejauh 200 mil dari garis pantai ke arah laut.

f. Tebal buffer zone hutan mangrove yang diperlukan adalah = 130 x P, dimana P adalah rentang pasang-surut rata-rata di daerah pantai tersebut.

g. Undang-Undang No. 32 tahun 2004, tentang Otonomi Daerah, Perairan pantai untuk kabupaten/kota sejauh 4 mil garis pantai, sedangkan perairan pantai untuk provinsi sejauh 12 mil dari garis pantai.

(4)

Ekosistem Mangrove

Kata mangrove berasal dari gabungan antara bahasa Portugis mangue dan bahasa Inggris grove. Dalam bahasa Inggris kata mangrove digunakan untuk komunitas tumbuhan yang tumbuh di daerah jangkauan pasang surut dan juga untuk individu-individu spesies tumbuhan yang menyusun komunitas tersebut. Sedangkan dalam bahasa Portugis kata mangrove digunakan untuk menyatakan individu spesies tumbuhan, sedangkan kata mangal untuk menyatakan komunitas tumbuhan tersebut. Sementara itu, pendapat lain menyatakan bahwa kata mangrove berasal dari bahasa Melayu kuno mangi-mangi yang digunakan untuk menerangkan marga Avicennia dan masih digunakan sampai saat ini di Indonesia bagian timur (Sosia, dkk., 2014).

Mangrove merupakan karakteristik dari bentuk tanaman yang hidup di pantai, estuari atau muara sungai dan delta di tempat yang terlindung pada daerah tropis dan sub tropis. Hutan mangrove alami membentuk zonasi tertentu. Jenis mangrove yang berbeda berdasarkan zonasi disebabkan sifat fisiologis mangrove yang berbeda-beda untuk beradaptasi dengan lingkungannya. Keanekaragaman mangrove bukan hanya kemampuan untuk beradaptasi dengan lingkungannya tetapi tidak terlepas juga adanya campur tangan manusia untuk memelihara (Darmadi, dkk., 2012).

(5)

daerah asuhan (nursery ground) dan juga sebagai daerah untuk mencari makan (feeding ground) bagi ikan dan biota laut lainnya, juga berfungsi untuk menahan gelombang laut dan intrusi air laut ke arah darat (Suzana, dkk., 2011).

Ekosistem hutan mangrove Indonesia memiliki biodiversitas yang tinggi di dunia dengan jumlah total kurang dari 89 spesies, yang terdiri atas 35 spesies tanaman, 9 spesies liana, 9 spesies perdu, 29 spesies epifit dan 2 spesies parasit. Vegetasi mangrove yang umum dijumpai di wilayah pesisir Indonesia, antara lain sebagai berikut: Api-api (Avicennia), Nyrih (Xylocarpus), Bakau (Rhizophora), Pedada (Sonneratia), Tanjang (Brugueira), Tengar (Ceriops) dan Buta-buta (Exoecaria) (Suryani, 2006).

Menurut Ningsih (2008), flora mangrove dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori yaitu: 1. Flora mangrove inti, yakni flora mangrove yang mempunyai peran ekologi utama dalam formasi mangrove, yakni Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Kandelia, Sonneratia, Avicennia, Nypa, Xylocarpus, Deris, Acanthus,

Lumnitzera, Scyphiphora, Smythea dan Dolichandrone. 2. Flora mangrove

peripheral (pinggiran), yakni flora mangrove yang secara ekologi berperan dalam formasi mangrove tetapi juga flora tersebut berperan penting dalam formasi hutan lain, yakni: Excoecaria agallocha, Acrostichum aureum, Cerbera manghas, Heritiera littoralis, Hibiscus tiliaceus, dan lain-lain.

Menurut Suryani (2006), komunitas mangrove Indonesia berdasarkan komposisi flora serta struktur penampakan umum hutan. Komunitas mangrove Indonesia tersebut adalah :

1. Komunitas Semak

(6)

Sonneratia caseolaris. Semai Ceriops tagal mampu pula tumbuh pada

komunitas ini namun terdapat pada tempat transisi pasang rendah dan pasang tinggi. Kadang-kadang komunitas ini bercampur dengan tumbuhan non mangrove seperti Pandanus spp, Glochidion littorale, Ficus retusa, Phragmites karka.

2. Komunitas Mangrove Muda

Komunitas ini mempunyai satu lapis tajuk hutan yang seragam tingginya dan tersusun terutama oleh Rhizophora spp. Pada tempat yang terlindung dari hempasan ombak kuat, Rhizophora spp. berperan pula sebagai pionir. Jenis-jenis lain akan berkembang pula seperti kolonisasi Jenis-jenis Avicennia dan Sonneratia pada habitat yang tidak baik untuk pertumbuhan Rhizophora. Salah

satu jenis tersebut adalah Avicennia alba, mampu bertahan terus dan dapat tumbuh hingga mencapai tinggi melampaui tajuk Rhizophora. Pada tingkat perkembangan lebih lanjut, terjadi percampuran antara jenis-jenis Rhizophora dan beberapa jenis mangrove lainnya seperti Bruguiera, Xylocarpus dan di bagian yang jauh dari tepi laut bercampur dengan E. agallocha.

3. Komunitas Mangrove Tua

(7)

4. Komunitas Nipah

Pada komunitas ini tumbuhan nipah (Nypa fructican) tumbuh melimpah dan merupakan jenis utama, bahkan sering pula nipah berkembang menjadi komunitas murni yang luas. Dalam komunitas nipah beberapa jenis pohon mangrove tumbuh tersebar tidak merata seperti Lumnitzera spp., Excoecaria agallocha, Heritiera littoralis, Intsia bijuga, C. manghas.

Keanekaragaman jenis dan pertumbuhan mangrove di antaranya dipengaruhi oleh suplai air tawar dari sungai yang bermuara ke laut serta kesesuaian habitat setiap jenis terhadap iklim dan kondisi geografis pesisir. Keberadaan strata semai sangat mempengaruhi keberlanjutan proses suksesi dan proses dinamika ekologi mangrove ke depannya. Mangrove mampu tumbuh dengan baik pada muara sungai besar atau delta melalui proses sedimentasi sehingga membantu kolonisasi mangrove baru (Mukhlisi, dkk., 2013).

Fungsi dan Manfaat Ekosistem Mangrove

Ekosistem mangrove merupakan sumberdaya alam daerah tropika yang mempunyai manfaat ganda baik aspek ekologi maupun sosial ekonomi. Besarnya peranan ekosistem mangrove bagi kehidupan dapat diketahui dari banyaknya jenis hewan, baik yang hidup di perairan, di atas lahan maupun di tajuk-tajuk pohon mangrove serta ketergantungan manusia terhadap ekosistem mangrove tersebut (Huda, 2008).

(8)

terbawa air sungai ke laut; (5) Sebagai plasma nutfah dan habitat berbagai organisme lain; (6) Feeding ground, nursery ground, spawning ground, berbagai hewan terutama larva ikan dan udang. Fungsi sosial ekonomi mangrove, yaitu: (1) Hasil kayu-kayu bernilai ekonomi seperti untuk kayu bangunan dan tannin; (2) Bahan baku pembuatan kertas; (3) Sarana rekreasi; (4) Tempat pemijahan ikan dan udang.

Menurut Setiawan (2013), fungsi hutan mangrove secara ekologis sebagai tempat mencari makan (feeding ground), tempat memijah (spawning ground), dan tempat berkembang biak (nursery ground) berbagai jenis ikan, udang, kerang dan biota laut lainnya, tempat bersarang berbagai jenis satwa liar terutama burung dan reptil. Bagi beberapa jenis burung, vegetasi mangrove dimanfaatkan sebagai tempat istirahat, tidur bahkan bersarang. Selain itu, mangrove juga bermanfaat bagi beberapa jenis burung migran sebagai lokasi antara (stop over area) dan tempat mencari makan, karena ekosistem mangrove merupakan ekosistem yang kaya sehingga dapat menjamin ketersediaan pakan selama musim migrasi. Vegetasi mangrove juga memiliki kemampuan untuk memelihara kualitas air karena vegetasi ini memiliki kemampuan luar biasa untuk menyerap polutan (logam berat Pb, Cd dan Cu), di Evergaldes negara bagian California Amerika Serikat, mangrove adalah komponen utama dalam menyaring polutan sebelum dilepas ke laut bebas.

(9)

kecil/ rebon). Selanjutnya hewan pemakan detritus menjadi makanan larva ikan, udang dan hewan lainnya. Pada tingkat berikutnya hewan-hewan tersebut menjadi makanan bagi hewan-hewan lainnya yang lebih besar dan begitu seterusnya untuk menghasilkan ikan, udang dan berbagai jenis bahan makanan lainnya yang berguna bagi kepentingan manusia (Huda, 2008).

Mangrove merupakan ekosistem yang sangat produktif. Berbagai produk dari mangrove dapat dihasilkan baik secara langsung maupun tidak langsung, di antaranya kayu bakar, bahan bangunan, keperluan rumah tangga, kertas, kulit, obat-obatan dan perikanan. Melihat beragamnya manfaat mangrove, maka tingkat dan laju perekonomian pedesaan yang berada di kawasan pesisir seringkali sangat bergantung pada habitat mangrove yang ada di sekitarnya. Contohnya, perikanan pantai yang sangat dipengaruhi oleh keberadaan mangrove, merupakan produk yang secara tidak langsung mempengaruhi taraf hidup dan perekonomian desa-desa nelayan. Sejarah pemanfaatan mangrove secara tradisional oleh masyarakat untuk kayu bakar dan bangunan telah berlangsung sejak lama. Bahkan pemanfaatan mangrove untuk tujuan komersial seperti ekspor kayu, kulit (untuk tanin) dan arang juga memiliki sejarah yang panjang (Sosia, dkk., 2014).

(10)

ditingkatkan sedangkan ekosistem mangrove masih tetap terjamin kelestariannya (Huda, 2008).

Strategi pelestarian yang melibatkan masyarakat lokal dipandang lebih efektif dibandingkan dengan pelestarian satu arah yang hanya melibatkan pemerintah. Dengan meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya fungsi pelestarian dalam suatu kawasan, akan dapat memelihara fungsi keseimbangan ekosistem dan fungsi ekonomi kawasan tersebut bagi masyarakat setempat, sehingga dengan adanya keseimbangan ekosistem lingkungan tersebut diharapkan tercapai optimalisasi dan keberlanjutan pengelolaan wilayah tersebut (Erwiantono, 2006).

PenyebabKerusakan Ekosistem Mangrove

Kerusakan ekosistem hutan mangrove adalah perubahan fisik biotik maupun abiotik di dalam ekosistem hutan mangrove menjadi tidak utuh lagi atau rusak yang disebabkan oleh faktor alam dan faktor manusia. Tingkat pemanfaatan hutan mangrove yangdilakukan oleh penduduk pada bagian tumbuhan sangat tinggi yaitu bagian pohon (kayu,buah, biji, dan akar) sebanyak 93,36% dan pemanfaatan biota sebayak 6,64%. Hubungannya dengan kerusakan ekosistem hutan mangrove adalah semakinberkurangnyan spesies pohon mangrove akibat pemanfaatan yang dilakukan oleh penduduk lambat laun semakin habis (Rahman, 2013).

(11)

tetapi, hal tersebut telah berubah dalam dekade terakhir ini seiring dengan adanya pertambahan populasi penduduk, baik karena pertambahan alami maupun perpindahan dari luar. Kegiatan masyarakat yang menyebabkan hilangnya mangrove ini terutama adalah pemanfaatan areal mangrove untuk pembangunan tambak. Reklamasi untuk keperluan budidaya perikanan dan pertanian tampaknya saat ini dianggap sebagai suatu kegiatan pembangunan utama yang berlangsung di areal mangrove. Kegiatan reklamasi tersebut sebenarnya berbiaya tinggi dan acapkali tidak berkelanjutan, serta sering menimbulkan dampak yang kurang baik terhadap lingkungan. Keuntungan yang dihasilkan sebagian besar diraup oleh mereka yang datang dari luar, dan hanya sebagian kecil saja yang dinikmati oleh penduduk setempat, berupa hasil penangkapan ikan dan pengumpulan hasil hutan yang dilaksanakan secara tradisional. Adanya pembangunan budidaya perikanan berkaitan dengan konversi lahan mangrove yang terjadi di Malaysia, baik secara ekonomis maupun secara ekologis (Noor, dkk., 2012).

(12)

Kurangnya kesadaran dan pemahaman masyarakat tentang kebijakan kepesisiran, tingkat pendidikan masyarakat yang rendah, watak masyarakat, serta tekanan biaya hidup menyebabkan masyarakat pesisir sering melakukan perusakan lingkungan pesisir. Hal ini diperkuat bahwa kerusakan pesisir lebih dipengaruhi oleh faktor alam dan manusia. Tingkat pendidikan, persepsi dan pendapatan mempengaruhi kepentingan terhadap pemanfaatan wilayah pesisir. Pengaruh pendapat masyarakat terhadap lingkungan merupakan bagian dari mekanisme yang menghasilkan perilaku yang nyata dari masyarakat itu sendiri dalam menciptakan perubahan dalam lingkungan mereka. Adanya interaksi antara manusia dengan alam juga menyebabkan degradasi eksosistem (Pinto, 2015).

Dampak Kerusakan Ekosistem Mangrove

Besarnya manfaat yang ada pada ekosistem hutan mangrove, memberikan konsekuensi bagi ekosistem hutan mangrove itu sendiri, yaitu dengan semakin tingginya tingkat eksploitasi terhadap lingkungan yang tidak jarang berakhir pada degradasi lingkungan yang cukup parah. Sebagai contoh adalah berkurangnya luasan hutan mangrove dari tahun ke tahun. Hal ini tidak terlepas dari ulah manusia yang kurang paham akan pentingnya kelestarian ekosistem hutan mangrove di kemudian hari. Masyarakat hanya menilai hutan mangrove dari segi ekonominya saja, tanpa memperhatikan manfaat-manfaat fisik dan juga biologi yang ditimbulkan (Suzana, dkk., 2011).

(13)

Tabel 1. Dampak dari Kegiatan Manusia Terhadap Ekosistem Mangrove

Kegiatan Dampak Potensial

Tebang habis Berubahnya komposisi tumbuhan: pohon-pohon mangrove akan digantikan oleh spesies-spesies yang nilai komersialnya rendah dan hutan mangrove yang ditebang habis ini tidak lagi berfungsi sebagai daerah mencari makan (feeding ground) dan daerah pengasuhan (nursery ground) yang optimal bagi bermacam ikan dan udang stadium muda yang komersial penting.

Pengalihan aliran air tawar, misalnya pada pembangunan irigasi

Peningkatan salinitas hutan rawa mangrove menyebabkan dominasi dari spesies-spesies yang lebih toleran terhadap air yang menjadi lebih asin, ikan dan udang dalam stadium larva dan juvenil mungkin tak dapat mentoleransi peningkatan salinitas, karena mereka lebih sensitif terhadap perubahan lingkungan.

Menurunnya tingkat kesuburan hutan mangrove karena pasokan zat-zat hara melalui aliran air tawar berkurang.

Konversi menjadi lahan pertanian, perikanan

Mengancam stok ikan dan udang diperairan, pertanian dan perikanan lepas pantai yang memerlukan hutan rawa mangrove sebagai nursery ground larva dan/ atau stadium muda ikan dan udang.

Pencemaran laut oleh bahan-bahan pencemar yang sebelum hutan mangrove dikonversi dapat diikat oleh substrat hutan mangrove.

Pendangkalan perairan pantai karena pengendapan sedimen yang sebelum hutan mangrove dikonversi mengendap dihutan mangrove.

Intruksi garam melalui saluran-saluran alam yang bertahan keberadaaanya atau melalui saluran-saluran buatan manusia yang bermuara di laut. Erosi garis pantai yang sebelumnya ditumbuhi mangrove.

Pembuangan sampah cair (Sewage)

Penurunan kandungan oksigen terlarut dalam air, bahkan dapat terjadi karena anoksik dalam air sehingga bahan organik yang terdapat dalam sampah cair mengalami dekomposisi anaerobik yang antara lain menghasilkan hidrogen sulfida (H2S) dan amonia (NH3) yang keduanya

merupakan racun bagi organisme hewani dalam air. Bau H2S seperti telur busuk yang dapat

(14)

Tabel 1. Lanjutan

Kegiatan Dampak Potensial

Pembuangan sampah padat

Kemungkinan terlapisnya pnuematofora dengan sampah yang akan mengakibatkan kematian pohon- pohon mangrove.

Perembesan bahan-bahan pencemar dalam sampah padat yang kemudian larut dalam air ke perairan disekitar pembuangan sampah.

Pencemaran minyak

akibat terjadinya tumpahan minyak dalam jumlah besardan ekstrasi mineral

Kematian pohon-pohon mangrove akibat terlapisnya pnuematofora oleh minyak.

Kerusakan total ekosistem hutan mangrove di lokasi penambangan dan ekstaksi mineral yang dapat mengakibatkan musnahnya daerah asuhan (nursery ground) dapat mengakibatkan musnahnya daerah asuhan bagi larva dan bentuk-bentuk juvenil ikan dan udang yang berkomersial penting di lepas pantai, dan dengan demikian mengancam regenerasi ikan dan udang tersebut.

Di daratan sekitar hutan mangrove

Pengendapan sedimen yang berlebihan yang dapat mengakibatkan terlapisnya pnuematofora oleh sedimen yang pada akhirnya dapat mematikan pohon mangrove.

Gambar

Tabel 1. Dampak dari Kegiatan Manusia Terhadap Ekosistem Mangrove
Tabel 1. Lanjutan

Referensi

Dokumen terkait

Badan Pusat Statistik, 2008, Analisis dan Penghitungan Tingkat Kemiskinan,

Hasil penelitian menunjukan bahwa Proses belajar terjadi peningkatan rata – rata skor 45 pada pra siklus menjadi 44 pada siklus 1 atau meningkat 6 atau 9 %

Dari mana anda mendapatkan informasi mengenai tentang adanya Program KPS di tempat anda.. Apakah ada diadakan sosialisasi mengenai Kartu Perlindungan Sosial (KPS) oleh aparat

Aturan yang berupa larangan dan sanksi yang diberlakukan dalam Hukum Adat Sasi di Desa Ohoider Tawun sudah merupakan bagian dari kehidupan masyarakat desa tersebut

Aktivitas siswa dalam pembelajaran pada siklus 1 meningkat pada kemampuan bertanya sebesar 33 % kategori kurang, menjawab pertanyaan 66 % kategori

Hasil menunjukkan bahwa struktur alat tes skrining diskalkulia yang terdiri dari komponen menghitung titik, membandingkan angka, dan memperkirakan angka memiliki

Perilaku merokok yang dipengaruhi oleh konformitas yang terjadi pada remaja putri di lakukan hanya karena perilaku individu didasarkan pada harapan kelompok atau

Kenapa terpuk harus ikut serta dalam pengambilan keputusan di Desa Sukajulu7. Apakah pernah terjadi selisih paham antara terpuk dengan