• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor Risiko Terjadinya Pre-Eklamsi pada Ibu Hamil yang Dirujuk ke Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Faktor Risiko Terjadinya Pre-Eklamsi pada Ibu Hamil yang Dirujuk ke Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2014"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Preeklamsia

Pre-eklamsia merupakan penyakit dengan tanda-tanda khas tekanan darah

tinggi (hipertensi), pembengkakan jaringan (edema), dan ditemukannya protein dalam

urin (proteimuria) yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi

dalam trimester ke-3 kehamilan, tetapi dapat juga terjadi pada trimester kedua

kehamilan (Rukiyah dan Yulianti, 2010).

Preeklamsi adalah terjadinya peningkatan tekanan darah paling sedikit 140/90

mmHg, proteinuria dengan atau tanpa edema. Edema tidak lagi dimasukkan dalam

kriteria diagnostik, karena edema juga dijumpai pada kehamilan normal. Pengukuran

tekanan darah harus diulang berselang 4 jam. Preeklampsi merupakan penyulit

kehamilan yang akut dan dapat terjadi pada masa kehamilan, persalinan dan masa

nifas. Dari gejala-gejala klinik preeklampsi dapat dibagi menjadi preeklampsi ringan

dan preeklampsi berat (Haryono, 2006).

Preeklamsia merupakan penyakit dengan tanda timbulnya hipertensi disertai

proteinuria dan oedema. Pre-eklamsia pada umumnya terjadi pada primigravida,

kehamilan di usia remaja, kehamilan pada wanita yang berusia diatas 40 tahun,

mengandung lebih dari satu janin, riwayat tekanan darah tinggi yang kronis sebelum

kehamilan, kegemukan, riwayat kencing manis dan riwayat preeklamsia (Yeyeh,

(2)

2.1.1. Epidemiologi Preeklamsia

Frekuensi preeklamsia tiap negara berbeda-beda karena banyak faktor yang

mempengaruhinya yaitu, jumlah primigravida, keadaan sosial ekonomi, perbedaan

kriterium dalam penentuan diagnosis dan lain-lain. Di Indonesia frekuensi kejadian

pre-eklamsia sekitar 3-10%. Pada primigravida frekuensi pre-eklamsia lebih tinggi

bila dibandingkan dengan multigravida, terutama primigravida muda. Diabetes

mellitus, mola hidatidosa, kehamilan ganda, hidrops fetalis, umur lebih dari 35 tahun,

paritas tinggi dan obesitas merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya

pre-eklamsia (Sarwono, 2008).

Peningkatan kejadian preeklampsi pada usia >35 tahun mungkin disebabkan

karena adanya hipertensi kronik yang tidak terdiagnosa. Di samping itu, preeklampsi

juga dipengaruhi oleh paritas (Cunningham, 2003). Surjadi (1999) mendapatkan

angka kejadian dari 30 sampel pasien preeklampsi di RSU Dr. Hasan Sadikin

Bandung paling banyak terjadi pada ibu dengan paritas 1-3 yaitu sebanyak 19 kasus

dan juga paling banyak terjadi pada usia kehamilan diatas 37 minggu yaitu sebanyak

18 kasus. Wanita dengan kehamilan kembar bila dibandingkan dengan kehamilan

tunggal, maka memperlihatkan insiden hipertensi gestasional (13% : 6%) dan

preeklampsi (13% : 5%) yang secara bermakna lebih tinggi. Selain itu, wanita dengan

kehamilan kembar memperlihatkan prognosis neonatus yang lebih buruk daripada

(3)

2.1.2. Etiologi Preeklamsia

Penyebab preeklamsia tidak diketahui secara jelas sehingga disebut sebagai

penyakit teoritis. Banyak teori-teori di kemukakan oleh para ahli yang mencoba

menerangkan penyebabnya. Teori yang dipakai sekarang sebagai penyebab

pre-eklamsia adalah teori “iskemia plasenta”. Namun teori ini belum dapat menerangkan

semua hal yang berhubungan dengan penyakit ini (Manuaba, 2008).

Faktor yang dapat meningkatkan kejadian preeklamsi adalah hamil pertama

kali (primigravida), kejadiannya akan makin tinggi pada adanya penyakit ibu yang

menyertai kehamilan (penyakit ginjal, penyakit tekanan darah tinggi), kehamilan

dengan regangan rahim makin tinggi seperti hamil dengan kebanyakan air ketuban,

kehamilan ganda dan hamil dengan janin besar (Manuaba, 2011).

Adapun teori-teori lain yang dipakai sebagai penyebab preeklampsi tersebut

adalah :

a. Peran Prostasiklin dan Tromboksan

Pada preeklampsi dan eklampsi didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler,

sehingga sekresi vasodilatator prostasiklin oleh sel-sel endotelial plasenta

berkurang, sedangkan pada kehamilan normal, prostasiklin meningkat. Sekresi

tromboksan oleh trombosit bertambah sehingga timbul vasokonstriksi

generalisata dan sekresi aldosteron menurun. Akibat perubahan ini menyebabkan

pengurangan perfusi plasenta sebanyak 50%, hipertensi dan penurunan volume

(4)

b. Peran Faktor Imunologis

Preeklampsi sering terjadi pada kehamilan pertama karena pada kehamilan

pertama terjadi pembentukan blocking antibodies terhadap antigen plasenta tidak

sempurna. Pada preeklampsi terjadi kompleks imun humoral dan aktivasi

komplemen. Hal ini dapat diikuti dengan terjadinya pembentukan proteinuria.

c. Peran Faktor Genetik

Preeklampsi meningkat pada anak dari ibu yang menderita preeklampsi.

d. Iskemik dari uterus

Terjadi karena penurunan aliran darah di uterus.

e. Defisiensi kalsium

Diketahui bahwa kalsium berfungsi membantu mempertahankan vasodilatasi dari

pembuluh darah.

a. Disfungsi dan Aktivasi dari Endotelial

Kerusakan sel endotel vaskuler maternal memiliki peranan penting dalam

patogenesis terjadinya preeklampsi. Fibronektin dilepaskan oleh sel endotel yang

mengalami kerusakan dan meningkat secara signifikan dalam darah wanita hamil

dengan preeklampsi. Kenaikan kadar fibronektin sudah dimulai pada trimester

pertama kehamilan dan kadar fibronektin akan meningkat sesuai dengan kemajuan

(5)

2.1.3. Tanda dan Gejala Preeklamsia

Preeklampsi ringan ditandai dengan gejala meningkatnya tekanan darah yang

mendadak (sebelum hamil tekanan darah normal) ≥140/90 mmHg dan adanya protein

urine (diketahui dari pemeriksaan laboratorium urine) +1/+2 dan terjadi pada usia

kehamilan di atas 20 minggu (Wibisono dan Dewi, 2009).

Tanda dan gejala preeklampsi ringan dalam kehamilan, antara lain edema

(pembengkakan) terutama tampak pada tungkai, muka disebabkan ada penumpukan

cairan yang berlebihan di sela-sela jaringan tubuh, tekanan darah tinggi dan dalam air

seni terdapat zat putih telur (pemeriksaan urine dari laboratorium). Preeklampsi berat

terjadi bila ibu dengan preeklampsi ringan tidak dirawat, ditangani dan diobati

dengan benar. Preeklampsi berat bila tidak ditangani dengan benar akan terjadi

kejang-kejang menjadi eklampsi (Bandiyah, 2009).

Menurut Holmes (2011) gejala-gejala yang terjadi pada penderita

pre-eklamsia yaitu :

a. Sakit kepala

b. Gangguan penglihatan

c. Nyeri epigastrik dan nyeri abdomen

d. Oedema

e. Asimtomatik

Semakin nyata tanda dan gejala, semakin sulit untuk menghambat perburukan

penyakit dan semakin mungkin diperlukan kelahiran segera (Cuningham, 2003).

(6)

aliran darah ke plasenta berkurang. Akibatnya suplai zat makanan yang dibutuhkan

janin berkurang. Makanya, preeklampsi semakin parah atau berlangsung lama bisa

menghambat pertumbuhan janin. Preeklampsi dapat menyebabkan bahaya pada ibu

dan janin. Gejalanya adalah pembengkakan pada beberapa bagian tubuh, terutama

muka dan tangan. Lebih gawat lagi apabila disertai peningkatan tekanan darah secara

tiba-tiba serta kadar protein yang tinggi pada urin (Indiarti, 2009).

Preeklampsi harus segera diatasi, bila tidak akan berlanjut menjadi eklampsi

yang ditandai dengan kejang, bahkan sampai koma, karena dalam darah ibu hamil

yang mengalami preeklampsi ditemukan adanya zat yang bisa menghancurkan sel

endotel yang melapisi pembuluh darah. Kondisi ini sangat berbahaya bagi ibu hamil

dan janin, jika tidak segera ditangani akan terjadi kerusakan menetap pada syaraf,

pembuluh darah atau ginjal ibu. Sementara itu, bayi akan mengalami keterbelakangan

mental sebab kurangnya aliran darah melalui plasenta dan oksigen di otak (Indiarti,

2009).

2.1.4. Perubahan pada Organ-organ

Menurut Mochtar (2011) pada penderita pre-eklamsia adanya perubahan pada

organ-organ penting dalam tubuh, seperti :

a. Otak

Aliran darah dan pemakaian oksigen pada pre-eklamsia tetap dalam batas-batas

normal. Resistensi pembuluh darah meninggi terjadi pula pada pembuluh darah

otak. Edema yang terjadi pada otak dapat menimbulkan kelainan pada serebral dan

(7)

b. Plasenta dan Rahim

Aliran darah menurun ke plasenta dan menyebabkan gangguan plasenta, sehingga

terjadi gangguan pertumbuhan janin dan arena kekurangan oksigen terjadi gawat

janin. Pada pre-eklamsia sering terjadi peningkatan tonus rahim dan kepekaannya

terhadap rangsang, sehingga terjadi partus prematurus.

c. Ginjal

Filtrasi glomerulus berkurang oleh karena aliran ke ginjal menurun. Hal ini

menyebabkan filtrasi natrium melalui glomerulus menurun, sebagai akibatnya

terjadilah retensi garam dan air. Filtrasi glomerulus dapat turun sampai 50% dari

normal sehingga pada keadaan lanjut dapat terjadi oliguria.

d. Paru-paru

Kematian ibu pada pre-eklamsia biasanya disebabkan oleh oedema paru yang

menimbulkan dekompensasi kordis. Bisa pula karena terjadinya aspirasi

pneumonia atau abses paru.

e. Mata

Edema pada retina dan spasme pembuluh darah dapat terjadi pada pre-eklamsia

berat. Gejala lain yang dapat menunjukkkan pre-eklamsia berat yang mengarah

pada pre-eklamsia adalah adanya skotoma, diplopia dan ambliopia. Hal ini

disebabkan oleh adanya perubahan peredaran darah dalam pusat penglihatan di

(8)

f. Keseimbangan Air dan Elektrolit

Perubahan metabolisme air, elektrolit, kristaloid dan protein serum umumnya tidak

dijumpai pada pre-eklmasia ringan. Gula darah, kadar natrium bikarbonat dan pH

darah berada pada batas normal. Pada pre-eklamsia berat kadar gula darah naik,

asam laktat dan asam organik naik, sehingga cadangan alkali akan turun. Keadaan

ini biasanya disebabkan oleh kejang-kejang. Setelah konvulsi selesai zat-zat

organik di oksidasi, dan dilepaskan natrium yang lalu bereaksi dengan karbonik

sehingga terbentuk natrium bikarbonat. Dengan demikian cadangan alkali dapat

pulih normal (Mochtar, 2011).

2.1.5. Klasifikasi Preeklamsia

Menurut (Mochtar, 2011) Pre-eklamsia ringan dan pre-eklamsia berat dengan

tanda dan gejala sebagai berikut :

a. Pre-eklamsia Ringan

Preeklamsia ringan adalah timbulnya hipertensi disertai proteimuria dan edema

setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah kehamilan. Gejala ini

dapat timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu pada penyakit trofoblas.

Penyebab preeklamsia ringan belum diketahui secara jelas, penyakit ini dianggap

sebagai “maladaptation syndrome” akibat vasospasme general dengan segala

akibatnya (Rukiyah dan Yulianti, 2010).

Gejala klinis preeklamia ringan meliputi :

1) Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang diukur pada posisi berbaring

(9)

mmHg atau lebih. Cara pengukuran sekurang-kurangnya pada 2 kali

pemeriksaan dengan jarak periksa 1 jam, sebaiknya 6 jam.

2) Oedema umum, kaki, jari tangan dan muka atau kenaikan berat badan 1 kg

atau lebih perminggu.

3) Proteiuria kwantittif 0,3gr atau lebih per liter, kwalitatif 1+ atau 2+ pada urin

kateter atau midstream.

b. Pre-eklamsia Berat

Preeklamsia berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan

timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria dan edema

pada kehamilan 20 minggu atau lebih (Rukiyah dan Yulianti, 2010).

1) Tekanan darah 160/110mmHg atau lebih.

2) Proteinuria 5gr atau lebih per liter.

3) Oliguria, yaitu jumlah urin kurang dari 500cc per 24 jam.

4) Adanya gangguan serebral, gangguan penglihatan, mual-muntah, dan rasa

nyeri di epigastrium.

5) Terdapat edema paru dan sianosis.

2.1.6. Faktor-faktor yang Memengaruhi Terjadinya Preeklamsia pada Ibu Hamil

Faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya pre-eklamsia pada ibu hamil antara

lain :

1. Paritas

Paritas adalah jumlah janin dengan berat badan lebih dari 500 gram yang

pernah dilahirkan, hidup maupun mati, bila berat badan tidak diketahui, maka dipakai

(10)

Menurut Winson (2008) Paritas adalah klasifikasi wanita berdasarkan

banyaknya mereka melahirkan bayi yang usia gestasinya 24 minggu. Paritas dapat di

klasifikasikan menjadi 3, yaitu :

a. Primipara

Primipara adalah wanita yang telah melahirkan janin yang usia gestasinya lebih

dari 28 minggu, baik lahir hidup maupun lahir mati.

b. Multipara

Multipara adalah ibu yang telah melahirkan lebih dari 1 bayi kurang dari 5.

c. Grandemultipara

Grandemultipara adalah ibu yang memiliki paritas tinggi, telah melahirkan lebih

dari 4 anak.

Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut kematian

maternal. Paritas 1 dan paritas tinggi (diatas 3) mempunyai angka kematian maternal

lebih tinggi. Lebih tinggi paritas lebih tinggi kematian maternal. Resiko pada paritas

1 dapat ditangani dengan asuhan obstetrik lebih baik, sedangkan resiko pada paritas

tinggi dapat dikurangi atau dicegah dengan keluarga berencana. Sebagian kehamilan

pada paritas tinggi adalah tidak direncanakan. Paritas tinggi menyebabkan uterus

terlalu meregang sehingga uterus kehilangan elastisitas (Wiknjosatro, 2007).

Frekuensi pada primigravida lebih tinggi bila dibandingkan dengan

multigravida karena teori imunologik menjelaskan hubungan paritas dengan insiden

pre-eklamsia. Teori tersebut menyebutkan blocking antibodies terhadap antigen

(11)

Teori imunologik menyebutkan karena penurunan Human Leucocite Antigen Protein

G (HLA) yang berperan penting dalam modulasi respon imun sehingga ibu menolak

hasil konsepsi (plasenta) sehingga terjadi intoleransi ibu terhadap plasenta sehingga

terjadi pre-eklamsia (Bahari, 2010).

Menurut Cuningham (2013) pre-eklamsia sering terjadi pada wanita muda dan

nulipara atau primipara, sedangkan wanita yang lebih tua lebih berisiko mengalami

hipertensi kronis yang bertumpang tindih dengan pre-eklamsia. Tingkat paritas telah

menarik perhatian para peneliti dalam hubungan kesehatan ibu dan anak. Dikatakan

umpamanya terdapat kecenderungan kesehatan ibu yang berparitas rendah lebih baik

dari yang berparitas tinggi (Notoadmodjo, 2003).

Menurut Siregar dalam Suswati (2008), Paritas juga dapat mempengaruhi

kehamilan dan persalinan. Paritas ibu yang sehat adalah pada paritas 2-3. Preeklampsi

berat/eklampsi sering terjadi pada kehamilan pertama terutama pada ibu yang berusia

> 35 tahun dan menurun pada kehamilan berikutnya kecuali bila ibu mengalami

kelebihan berat badan, diabetes melitus (DM), kehamilan kembar dan hipertensi

essensial. Insiden preeklampsi berat/eklampsi cenderung meningkat pada nullipara

dimana persalinan pertama biasanya memiliki risiko relatif lebih tinggi dan akan

menurun pada paritas 2 dan 3.

Berdasarkan hasil penelitian Betty dan Yanti (2011) di RSUI Yakssi Sragen

bahwa paritas berhubungan dengan kejadian preeklampsia, ibu primipara berisiko

(12)

2. Usia Ibu

Usia reproduksi yang sehat bagi seorang wanita adalah 20-35 tahun. Pada usia

tersebut bentuk dan fungsi alat reproduksi sudah mencapai tahap yang sempurna

untuk dapat digunakan secara optimal. Usia ibu yang terlalu muda memiliki risiko

yang cukup besar untuk terjadinya preeklampsi berat/eklampsi dalam kehamilan dan

persalinan. Kematian maternal pada wanita hamil dan melahirkan pada usia <20

tahun meningkat 2-5 kali lebih tinggi dibandingkan pada wanita yang berusia 20- 35

tahun (Manuaba, 2011).

Usia reproduksi sehat adalah 20-30 tahun, pada usia kurang dari 20 tahun jika

seorang wanita hamil keadaan reproduksinya masih belum siap menerima kehamilan

dan akan meningkatkan terjadinya keracunan kehamilan dalam bentuk pre-eklampsia.

Sedangkan pada usia lebih dari 35 tahun terjadi perubahan pada jaringan dan alat

kandungan serta jalan lahir tidak lentur lagi. Pada usia ini cenderung didapatkan

penyakit lain dalam tubuh ibu salah satunya hipertensi dan pre-eklampsia

(Widyastuti, 2009).

Menurut Wiknjosastro (2007) usia atau umur pada wanita hamil digolongkan

menjadi 2 yaitu usia tidak berisiko dan usia yang berisiko. Usia yang tidak berisiko

(aman) untuk kehamilan dan persalinan adalah usia 20-35 tahun, sedangkan usia yang

berisiko untuk hamil dan melahirkan adalah < 20 tahun dan > 35 tahun. Pada usia <

20 tahun kematian maternal 2-5 lebih tinggi dari pada kematian maternal pada usia

(13)

Berdasarkan hasil penelitian Betty dan Yanti (2011) di RSUI Yakssi Sragen

bahwa umur ibu berhubungan dengan kejadian preeklampsia, semakin banyak umur

ibu (≥35 tahun) maka semakin besar risiko untuk mengalami preeklampsia. Ibu yang

berumur <35 tahun berisiko preeklampsia sebesar 0,823 kali daripada berjarak

berumur ≥35 tahun.

Berdasarkan hasil penelitian Langelo, dkk (2012) di RSKD Ibu dan Anak Siti

Fatimah Makassar menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara umur ibu

dengan kejadian preeklamsia. Hasil yang sama juga ditunjukkan oleh Utama (2008)

menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara umur ibu melahirkan dengan

kejadian preeklampsia. Risiko kejadian preeklampsia ibu melahirkan dengan umur

<20 tahun dan >35 tahun adalah 3,67 kali lebih besar.

3. Kehamilan Kembar

Kehamilan gemeli atau kehamilan kembar adalah kehamilan dengan dua janin

atau lebih. Frekuensi kehamilan kembar meningkat dengan paritas ibu. Dari 9,8 per

1000 persalinan primipara frekuensi kehamilan kembar meningkat sampai 18,9

(Mochtar, 2011).

Kehamilan multipel merupakan kondisi yang berhubungan dengan terjadinya

pre-eklamsia meskipun tejadi lebih banyak pada primigravida, namun jumlahnya juga

meningkat pada multipara. Secara keseluruhan angka kejadian mencapai 30%

(Carolyn, 2010).

Kehamilan kembar meningkatkan resiko komplikasi dalam kehamilan salah

(14)

dengan skrining pre-eklamsia, observasi tekanan darah, edema, proteinuria,

pengkajian sakit kepala dan perubahan penglihatan (Carolyn, 2010).

Dua persen dari seluruh kehamilan spontan merupakan kehamilan kembar,

dan angka tersebut meningkat pada teknologi reproduksi yang dibantu (Carolyn,

2010). Kehamilan kembar dapat di klasifikasikan menjadi 2, yaitu kembar dizigot dan

kembar monozigot. Kembar dizigot terjadi akibat fertilisasi dua ovum berbeda, yang

secara spontan dilepaskan secara bersamaan pada saat ovulasi, oleh dua spermatozoa.

Sedangkan kembar monozigot terjadi akibat fertilisasi satu ovum oleh satu

spermatozoa yang kemudian membelah menjadi dua struktur yang identik (Holmes,

2011).

4. Hipertensi

Preeklampsi/eklampsi dapat juga dipicu oleh karena adanya beberapa

penyakit sistemik yang diderita ibu sebelum ataupun selama kehamilan. Pada wanita

dengan riwayat hipertensi kronik dapat memperburuk terutama pada kehamilan

bèrikutnya. Hipertensi yang diperberat oleh kehamilan seperti itu dapat disertai

dengan proteinuria atau edema patologis yang disebut superimposed preeklampsi

berat/eklampsi (Cunningham, 2003).

Superimposed preeklampsi berat/eklampsi timbul lebih awal dalam kehamilan

bila dibandingkan dengan preeklampsi berat murni dan cenderung menjadi berat pada

kebanyakan kasus. Hipertensi yang diperberat oleh kehamilan umumnya terjadi pada

multipara yang menderita penyakit vaskuler, termasuk hipertensi essensial yang

(15)

kehamilan atau superimposed preeklampsi berat/eklampsi berkisar antara 15-25%

(Cunningham, 2003).

Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik sebesar 140 mmHg

atau lebih dan tekanan darah diastolik sebesar <90 mmHg, dalam keadaan pasien

tidak mengkonsumsi obat-obatan anti hipertensi dan tidak sedang menderita penyakit

akut (Gupta dan Kasliwal, 2004). Hipertensi merupakan suatu hipertensi yang sangat

luas dan merupakan suatu faktor risiko independen terhadap penyakit kardiovaskuler

pada populasi lansia (Franklin et.al. 2001).

Ada beberapa definisi dan klasifikasi hipertensi sistol-diastolik di diagnosis

bila Tekanan Darah Sistolik (TDS) 140 mmHg dan Tekanan Darah Diastolik (TDD)

90 mmHg. Hipertensi adalah bila TDS 140 mmHg dengan TDD <90 mmHg. Adapun

klasifikasi khusus untuk hipertensi seperti dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 2.1. Klasifikasi Tingkat Tekanan Darah (mmHg)

Kategori Sistolik Diastolik

Optimal Normal Normal-tinggi Hipertensi derajat 1 (ringan)

Hipertensi derajat 2 (sedang) Hipertensi derajat 3 (berat)

< 120

5. Pemeriksaan Antenatal Care (ANC)

Preeklampsi dan eklampsi merupakan komplikasi kehamilan berkelanjutan,

oleh karena itu melalui pemeriksaan kehamilan yang bertujuan untuk mencegah

(16)

dapat mengurangi kejadian kesakitan. Masih rendahnya kesadaran ibu-ibu hamil

untuk memeriksa kandungannya pada sarana kesehatan, sehingga faktor-faktor yang

sesungguhnya dapat dicegah atau komplikasi kehamilan yang dapat diperbaiki serta

tidak segera dapat ditangani. Seringkali mereka datang setelah Preeklampsi dan

eklampsi merupakan komplikasi kehamilan berkelanjutan, oleh karena itu melalui

pemeriksaan kehamilan yang bertujuan untuk mencegah perkembangan preeklampsi

atau setidaknya dapat mendeteksi secara dini preeklampsi dapat mengurangi kejadian

kesakitan. Masih rendahnya kesadaran ibu-ibu hamil untuk memeriksa kandungannya

pada sarana kesehatan, sehingga faktor-faktor yang sesungguhnya dapat dicegah atau

komplikasi kehamilan yang dapat diperbaiki serta tidak segera dapat ditangani.

Seringkali mereka datang setelah keadaannya buruk. Oleh karena itu (Depkes RI,

2008) menganjurkan agar setiap ibu hamil mendapatkan paling sedikit 4 kali

kunjungan selama periode antenatal :

a. Satu kali kunjungan pada trimester pertama (usia kehamilan 14 minggu).

b. Satu kali kunjungan pada trimester kedua (usia kehamilan 14-28 minggu).

c. Dua kali kunjungan pada trimester ketiga (usia kehamilan 28-36 minggu dan

sesudah usia kehamilan 36 minggu).

Penelitian Langelo dkk (2012) di RSKD Ibu dan Anak Siti Fatimah Makassar

bahwa umur, paritas dan pemeriksaan kehamilan (ANC) merupakan faktor risiko

terhadap kejadian preeklampsia sedangkan obesitas dan olahraga bukan merupakan

faktor risiko terhadap kejadian preeklampsia. Pentingnya melakukan pemeriksaan

(17)

sampai melahirkan. Pemeriksaan kehamilan yang teratur pada petugas kesehatan

yang terlatih dan pada fasilitas kesehatan yang baik dapat mendeteksi secara dini

tanda-tanda dan gejala serta faktor risiko gangguan kehamilan dan persalinan

sehingga dapat dilakukan tindakan pencegahan untuk mengurangi komplikasi sedini

mungkin.

6. Budaya

Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki oleh bersama

oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya adalah

suatu pola hidup menyeluruh. Budaya bersifat kompleks, abstrak dan luas.banyak

aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsusr-unsur sosiobudaya ini

tersebar dan meliputi banyak kegiataan sosial manusia ( Koentjaraningrat, 2009)

Budaya merupakan pelaksanaan norma-norma tertentu yang dipelajari dan di

tanggung bersama. Yang termasuk didalamnya adalah pemikiran, penuntun,

keputusan, dan tindakan atau perilaku seseorang. Selain itu nilai budaya adalah

merupakan suatu keinginan individu atau car bertindak yang di pilih atau

pengetahuan terhadap suatu yang dibenarkan sepanjang waktu sehingga

mempengaruhi tindakan atau keputusan (Leiningger, 2005)

Dalam antropologi dikenal konsep kebudayaan dan tradisi yang berkembang

di suatu masyarakat. Kebudayaan yang dimaksud disini mengacu pada kumpulan

pengetahuan yang secara sosial diwariskan dari satu genarasi ke generasi

(18)

menjadi bagian dari suatu budaya yang telah lama dikenal sehingga menjadi adat

istiadat dan kepercayaan yang secara turun temurun (Supardan, 2008)

Pada masyarakat Aceh dikenal dengan aneka ragam upacara tradisional yang

berkembang dikalangan masyarakat Aceh, pada dasarnya dapat dibagi kedalam dua

kategori. Kategori pertama merupakan upacara lintas hidup dan kategori ke dua

merupakan upacara merawut.

Pada masa kehamilan di masyarakat Aceh dikenal dengan upacara masa

kehamilan yang paling meriah biasanya dilakukan pada anak pertama, sedangkan

anak kedua dan seterusnya tingkat kemeriahannya sudah berbeda. Akan tetapi tingkat

kemeriahan ini sangat dipengaruhi oleh tingkat ekonomi dan status sosial seseorang.

selama masa kehamialn dara baro akan mengalami upacara ba boh kayee ( bawa

buah-buahan), tangkai beuneng ( ajimat), peuramin (bawa piknik) dan ba bu (bawa

nasi) (Syamsudin, 1982).

2.1.7. Penatalaksanaan, Penanganan dan Pengobatan Preeklamsia

Pemeriksaan antenatal yang teratur dan bermutu serta teliti, mengenali

tanda-tanda pre-eklamsia sedini mungkin dan diberikan pengobatan yang cukup agar

penyakit tidak menjadi lebih berat, harus selalu waspada terhadap kemungkinan

terjadi pre-eklamsia, berikan penerangan tentang istirahat serta pentingnya mengatur

diit rendah garam juga menjaga kenaikan berat badan yang berlebihan merupakan

pencegahan untuk terjadinya pre-eklamsia (Mochtar, 2011).

Menurut Winkjosastro (2007) Pada dasarnya penanganan pre-eklamsia terdiri

(19)

untuk melahirkan bayi pada saat yang optimal, yaitu sebelum janin mati dalam

kandungan, tetapi sudah cukup matur untuk hidup diluar uterus.

Penatalaksanaan pre-eklamsia merupakan tindakan yang seimbang demi

kepentingan ibu dan kepentingan janin. Apabila pelahiran tidak ditujukan untuk

kesejahteraan janin, tujuan penanganan adalah mempertahankan kondisi ibu sehingga

tercapai maturitas janin (Carolyn, 2010).

Pengobatan pre-eklamsia yang tepat adalah pengakhiran kehamilan karena

tindakan tersebut menghilangkan sebabnya dan mencegah terjadinya eklamsia dengan

bayi yang masih premature penundaan pengakhiran kehamilan mungkin dapat

menyebabkan eklamsia atau kematian janin. Pada janin dengan berta badan rendah

juga kemungkinan hidup pada pre-eklamsia berat lebih baik diluar dari pada di dalam

uterus (Winkjosastro, 2007).

a. Penanganan Preeklamsia Ringan

Penanganan pada penderita pre-eklamsia ringan adalah dengan istirahat yang

cukup, tirah baring, pengkajian protein urine, pengkajian tekanan darah dan

berikan edukasi ketika timbul tanda gejala pemburukan pre-eklmasia (Mochtar,

2011).

Pengobatan dan perawatan pre-eklamsia dengan berobat jalan, pantang garam

dan diberikan obat penenang serta diuretik (meningkatkan produksi urine).

Kontrol setiap minggu, anjurkan segera kembali periksa bila gejalanya makin

(20)

b. Penanganan Preeklamsia Berat

Penderita pre-eklamsia berat harus segera masuk rumah sakit untuk rawat inap

dan dianjurkan tirah baring miring ke satu sisi (kiri). Perawatan yang penting

pada pre-eklamsia berat ialah pengelolaan cairan karena penderita preeklamsia

mepunyai resiko tinggi untuk terjadinya edema paru dan oliguria. Oleh karena

itu, monitoring input cairan (melalui oral atau infus) dan output cairan melalui

urine menjadi sangat penting. Pemberian obat anti kejang MgSO4 (magnesium

sulfat) sampai saat ini tetap menjadi pilihan pertama untuk anti kejang pada

penderita pre-eklamsia. Contohnya obat-obat yang dipakai adalah Diazepam dan

Fenitoin (Benson, 2009).

Menurut Saifuddin (2008) ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan

gejala-gejala pre-eklamsia berat selama perawatan, maka sikap terhadap kehamilan di

bagi menjadi :

1) Konservatif (Ekspektatif)

Berarti kehamilan tetap dipertahankan bersamaan dengan pemberian pengobatan

medikamentosa.

2) Aktif (Aggressive Management)

Berarti kehamilan segera diakhiri/diterminasi bersamaan dengan pengobatan

medikamentosa.

Ketika jelas bahwa kelahiran janin lebih dini paling mungkin terjadi, jika

gestasi kurang dari 24 minggu, steroid biasanya diberikan untuk meningkatkan

(21)

ini diperlukan untuk mengendalikan masalah ibu yang berat. Pada pre-eklamsia berat

kelahiran bayi harus terjadi segera mungkin setelah kondisi ibu stabil. Oksitosin harus

diberikan untuk membantu pelahiran pasenta dan ketuban karena ergometrin dan

sintometrin menyebabkan vasokonstriksi dengan peningkatan tekanan darah yang

signifikan (Holmes, 2011).

2.2.Landasan Teori

Pada saat kehamilan dinding rahim terjadi iskemia rahim dan plasenta yang

dapat menginduksi trofoblas masuk ke sirkulasi darah, sehingga akan meningkatkan

sensitifitas angiotensin, renin, dan aldosteron yang menyebabkan spasme arteriol,

sehingga terjadilah peningkatan tekanan darah yang diikuti timbulnya oedema, dan

proteinuria (merupakan tanda trias preeklampsia).

Ada beberapa faktor yang dapat mendukung timbulnya preeklampsia antara

lain : faktor reproduksi yang terdiri dari usia, paritas, jarak kehamilan, keturunan dan

kehamilan ganda (Bobak, 2005). Faktor status kesehatan yang terdiri dari riwayat

hipertensi, riwayat preeklampsia, riwayat penyakit diabetes militus, status gizi dan

psikologi (Cunningham, 2003). Perilaku sehat diantaranya antenatal care, riwayat

akseptor KB, dan akses layanan kesehatan yaitu jarak tempat pelayanan kesehatan

yang dapat mempengaruhi jangkauan masyarakat untuk melaksanakan pemeriksaan

(22)

2.3. Kerangka Konsep

Berdasarkan rumusan teori tersebut, maka dirumuskan kerangka konsep

penelitian, seperti pada gambar berikut:

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian

Faktor yang memengaruhi : 1. Paritas

2. Usia ibu

3. Kehamilan kembar 4. Hipertensi

5. Antenatal Care (ANC) 6. Budaya

Gambar

Tabel 2.1. Klasifikasi Tingkat Tekanan Darah (mmHg)
Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

The development of risk indicators regarding degradation processes, draws upon data collected and organized in the integrated protocols for the identification of

Capaian Program Meningkatnya Pelayanan Administrasi Perkantoran 14 Jenis Layanan. Masukan Tersedianya Dana

Berdasarkan hasil kajian kasus yang ada maka di ketahui bahwa hasil evaluasi yang ada menentukan tindakan keperawatan berikutnya, setelah di lakukan evaluasi pada hari

Dengan bantuan bahasa pemrograman Java, maka dibuatlah sebuah program dalam bentuk visualisasi yang diharapkan dapat menjadi solusi dan alternatif dalam sistem belajar mengajar.

[r]

Penulisan Ilmiah ini menjelaskan tentang membahas mengenai pemanfaatan CMS dalam pengembangan sebuah situs galeri seni (www.idabagusindra.com), yaitu situs yang berisi informasi

Di dalam pembuatan aplikasi ini disajikan berbagai informasi tentang SPMB, simulasi latihan soal-soal SPMB, disertai waktu pengerjaan untuk dapat berlatih, dan prediksi

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004, dinyatakan bahwa sumber penerimaan Pemerintah daerah dapat dikelompokan menjadi 3 (tiga) jenis penerimaan yaitu (1)