• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kedudukan Hukum Debitur Dalam Perjanjian Kredit Kepemilikan Rumah Jika Terjadi Wanprestasi (Studi pada PT. Bank Sumut Cabang Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kedudukan Hukum Debitur Dalam Perjanjian Kredit Kepemilikan Rumah Jika Terjadi Wanprestasi (Studi pada PT. Bank Sumut Cabang Medan)"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT

A. Pengertian Kredit dan Perjanjian Kredit

Sehari-hari kata kredit sering diartikan memperoleh barang dengan

membayar cicilan atau angsuran di kemudian hari atau memperoleh pinjaman

uang, yang pembayarannya dilakukan dikemudian hari dengan cicilan atau

angsuran sesuai dengan perjanjian. Artinya kredit dapat berbentuk barang atau

berbentuk uang. Baik kredit berbentuk barang maupun kredit berbentuk uang

dalam hal pembayarannya dengan menggunakan metode angsuran atau cicilan

tertentu.15

Kata kredit berasal dari bahasa latin creditus yang merupakan bentuk past

participle dari kata credere yang berarti to trust atau faith. Kata trust itu sendiri

berarti kepercayaan.16 Dapat dikatakan dalam hubungan ini bahwa kreditur (yang

memberi kredit) dalam hubungan perkreditan dengan debitur (nasabah penerima

kredit) mempunyai kepercayaan bahwa debitur dalam waktu dan dengan syarat-

syarat yang telah disetujui bersama, dan dapat mengembalikan (membayar

kembali) kredit yang bersangkutan.

Black’s Law Dictionary memberikan pengertian kredit, yaitu: “The ability

of a business man to borrow money, or obtain goods on time, inconsequence of

trouble held by the particular lender, as to his solvency and reliability”.17

15

Kasmir, I, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Jakarta, RajaGrafindo Persada, 2014, hlm. 72

16

Munir Fuady, Hukum Perkreditan Kontemporer, Bandung, Citra Aditya BAkti, 1996, Hlm. 5

17

(2)

Kamus Besar Bahasa Indonesia memberikan pengertian kredit, antara lain:

pertama, pinjaman uang dengan pembayaran pengembalian secara menganggur,

dan kedua pinjaman sampai batas jumlah tertentu yang diizinkan oleh bank atau

badan lain. Jadi istilah lain dari kredit adalah “pinjaman (uang) atau “utang”.18

Salvelberg menyatakan bahwa kredit mempunyai arti antara lain: pertama,

sebagai dasar dari setiap perikatan dimana seseorang berhak menuntut sesuatu

dari orang lain; kedua, sebagai jaminan dimana seseorang menyerahkan sesuatu

kepada orang lain dengan tujuan untuk memperoleh kembAminapa yang

diserahkan itu (commodatus, depositus, regulare, pignus).19

Levy merumuskan arti hukum dari kredit sebagai berikut:20 “menyerahkan

secara sukarela sejumlah uang untuk dipergunakan secara bebas oleh penerima

kredit. Penerima kredit berhak mempergunakan pinjaman itu untuk

keuntungannya dengan kewajiban mengembalikan jumlah pinjaman itu

dibelakang hari”.

M. Jaklie mengatakan bahwa kredit adalah suatu ukuran kemampuan dari

seseorang untuk mendapatkan sesuatu yang bernilai ekonomis sebagai ganti dari

janjinya untuk membayar kembAminhutangnya pada tanggal tersebut.

Selanjutnya dikatakan bahwa dapat disimpulkan ada 4 (empat) elemen penting

dari kredit, yaitu:

1. Tidak seperti hibah, transaksi kredit mensyaratkan peminjam dan pemberi

kredit untuk saling tukar menukar sesuatu yang bernilai ekonomis;

hlm. 264

21 18

Gazali, Djoni S dan Rachmadi Usman, Hukum Perbankan, Jakarta, Sinar Grafika, 2010,

19

Mariam Darus Badrulzaman, II, Perjanjian Kredit Bank, Bandung, Alumni, 1989, hlm.

(3)

2. Tidak seperti pembelian secara kontan transaksi kredit mensyaratkan

debitur untuk membayar kewajibannya pada suatu waktu dibelakang hari;

3. Tidak seperti dalam hibah maupun pembelian secara tunai, transaksi kredit

akan terjadi sampai pemberi kredit bersedia mengambil risiko bahwa

pinjamannya mungkin tidak akan dibayar.

4. Sebegitu jauh ia bersedia menanggung risiko, bila pemberi kredit menaruh

kepercayaan terhadap peminjam. Risiko dapat dikurangi dengan meminta

kepada peminjam untuk menjamin pinjaman yang diinginkan, meskipun

sama tidak dapat dicegah semua risiko kredit.21

Rolling G. Thomas menyebutkan bahwa arti kredit sebagai berikut:“In

general sense, credit is a based on confidence in the debtor ability to make a

money payment a some future time”.22

Bahwa kredit didasarkan kepada kepercayaan akan kemampuan debitur

untuk membayar pada masa mendatang. Selain itu juga Tucker menyebutkan

bahwa arti kredit adalah: “The transfer of something valuable to another, whether

money, goods or services in the confidence that will both willing and able, at a

future day, past its equivalent”.23

Selanjutnya Achmad Anwari, memberikan arti kredit sebagai berikut:

“kredit adalah suatu pemberian prestasi oleh satu pihak kepada pihak lain dan

prestasi (jasa) itu akan dikembalikan lagi pada waktu tertentu yang akan datang

disertai suatu kontra prestasi (balas jasa berupa biaya)”.24

21

Ibid, hlm. 22 22

Ibid 23

Hadiwidjaja dan Rivai Wirasasmita, Analisis Kredit, Jakarta, Pionir Jaya, 1990, hlm. 6 24

(4)

Menurut Djuhaendah Hasan, dari beberapa pengertian yang dikemukakan

para sarjana dalam literatur terlihat bahwa kredit merupakan suatu perjanjian yang

objeknya dapat berupa uang atau barang, meskipun titik temu antara semua

pendapat itu akan menuju kepada pengertian peminjaman uang.25

Pasal 1 angka (11) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan,

memberi defenisi kredit sebagai berikut: “kredit adalah penyediaan uang atau

tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau

kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan

pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan

pemberian bunga”.

Dari pengertian kredit tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa

Kemampuan seorang pelaku usaha untuk meminjamkan uang, atau memperoleh

barang-barang secara tepat waktu, sebagai akibat dari argumentasi yang tepat dari

pemberi pinjaman, seperti halnya keandalan dan kemampuan membayarnya.”

B. Jenis-jenis Kredit dan Asas-Asas Pemberian Kredit

1. Jenis-jenis kredit

Terdapat beberapa jenis kredit yang biasa diberikan bank umum dan bank

perkreditan rakyat untuk masyarakat. Jenis kredit yang diberikan oleh bank ini

belum diatur secara jelas dalam Undang-Undang Perbankan. Pengaturan

mengenai jenis-jenis kredit dapat ditemukan pada Surat Edaran Bank Indonesia

Nomor 30/4/KEP/DIR tentang pemberian kredit usaha kecil tanggal 4 April 1997,

adapun jenis-jenis kredit dimaksud yaitu:

25

(5)

a. Kredit investasi

Biasanya digunakan untuk keperluan perluasan usaha atau membangun

proyek (pabrik) baru. Contoh kredit investasi misalnya untuk membangun

pabrik atau membeli mesin-mesin.

b. Kredit modal kerja

Digunakan untuk keperluan meningkatkan produksi dalam operasionalnya.

Contoh kredit modal kerja dibelikan untuk membeli bahan baku,

membayar gaji pegawai atau biaya-biaya lain yang berkaitan dengan

proses produksi perusahaan.

Perkembangan kredit saat ini memang sudah jauh dari bentuk awalnya,

terutama karena berbagai kebutuhan manusia yang semakin beragam. Salah satu

bukti perkembangan kredit tersebut dapat dilihat melalui jenis-jenis kredit yang

dikenal saat ini. Begitu banyaknya jenis kredit memperlihatkan begitu eratnya

eksistensi kredit dengan usaha pemenuhan kebutuhan manusia. Sebenarnya

perkembangan jenis kredit tersebut tidak dapat dipisahkan dari kebijakan

perkreditan yang ditetapkan sesuai dengan tujuan pembangunan.26

Kredit dapat dibedakan menurut kriteria lembaga pemberi dan penerima

kredit yang menyangkut struktur pelaksanaan kredit di Indonesia, maka jenis

kredit terdiri dari:

a. Kredit perbankan kepada masyarakat untuk kegiatan usaha dan atau

konsumsi. Kredit ini diberikan oleh bank pemerintah atau bank swasta

kepada dunia usaha untuk ikut membiayai sebagian kebutuhan

permodalan, dan atau kredit dari bank kepada individu untuk membiayai

pembelian kebutuhan hidup yang berupa barang maupun jasa.

26

(6)

b. Kredit likuiditas, yaitu kredit yang diberikan oleh Bank Sentral kepada

bank-bank yang beroperasi di Indonesia, yang selanjutnya digunakan

sebagai dana untuk membiayai perkreditannya.

c. Kredit langsung, kredit ini diberikan oleh Bank Indonesia kepada lembaga

pemerintah atau semi pemerintah. Misalnya Bank Indonesia memberikan

kredit langsung kepada Bulog dalam rangka pelaksanaan program

pengadaan barang.

Kredit juga dibedakan berdasarkan sudut pendekatan yang dilakukan, yaitu

berdasarkan tujuan kegunaannya, jangka waktu, macam, sektor perekonomian,

agunan, golongan ekonomi, serta penarikan dan pelunasan.

Jenis-jenis kredit berdasarkan tujuan atau kegunaannya, yaitu :

(a) Kredit konsumtif

Kredit yang dipergunakan untuk kebutuhan sendiri bersama dengan

keluarganya, seperti kredit mobil dan rumah yang akan digunakan sendiri

bersama keluarganya. Kredit ini sangat tidak produktif.

(b) Kredit modal kerja atau kredit perdagangan

Kredit yang akan dipergunakan untuk menambah modal usaha debitur. Kredit

ini sangat produktif.

(c) Kredit investasi

Kredit yang dipergunakan untuk investasi produktif, akan tetapi baru akan

menghasilkan dalam jangka waktu yang relatif lama. Kredit ini biasanya

diberikan grace period, misalnya kredit bagi perkebunan kelapa sawit dan lain

sebagainya.27

Macam-macam kredit berdasarkan jangka waktu, yaitu :

(7)

21

1.1.Kredit jangka pendek: yaitu kredit yang memiliki jangka waktu paling lama

satu tahun saja.

1.2.Kredit jangka menengah: ialah kredit yang memiliki jangka waktu antara satu

sampai tiga tahun.

1.3.Kredit jangka panjang: adalah kredit yang memiliki jangka waktu lebih dari

tiga tahun.

Macam-macam kredit berdasarkan jenisnya, yaitu :

a. Kredit aksep merupakan kredit yang diberikan oleh bank yang pada

hakikatnya hanya berupa pinjaman uang, biasanya sebanyak plafond kredit

(L3 atau BMPK)-nya.

b. Kredit penjual merupakan kredit yang diberikan oleh penjual kepada

pembeli, artinya barang telah diterima pembayaran kemudian, contohnya

Usance L/C.

c. Kredit pembeli merupakan pembayaran telah dilakukan kepada penjual,

tetapi barangnya diterima belakangan atau pembelian dengan uang muka,

misalnya red clause L/C.

2. Asas-asas kredit

Prinsip-prinsip pemberian kredit perbankan menurut Pasal 8 ayat (1)

Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang

Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan menentukan dalam memberikan kredit

atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, bank umum wajib mempunyai

keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta

kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi hutangnya atau mengembalikan

(8)

Prinsip-prinsip pemberian kredit lebih lanjut dinyatakan dalam penjelasan

Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang No. 10 Tahun 1998, menentukan bahwa: kredit

atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang diberikan oleh bank

mengandung risiko, sehingga dalam pelaksanaannya bank harus memperhatikan

asas-asas perkreditan atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang sehat.

Untuk mengurangi risiko tersebut, jaminan pemberian kredit atau pembiayaan

berdasarkan prinsip syariah dalam arti keyakinan atas kemampuan dan

kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi kewajibannya sesuai dengan yang

diperjanjikan merupakan faktor penting yang harus diperhatikan oleh bank.Untuk

memperoleh keyakinan tersebut, sebelum memberikan kredit, bank harus

melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan,modal, agunan,

dan prospek usaha dari nasabah debitur.

Pemberian kredit dalam praktek perbankan haruslah didasarkan pada

keyakinan. Dalam melakukan kriteria penilaian kredit bank melakukan analisis 5C

dan 7P. Unsur 5 C’s sebagai dasar dalam pemberian kredit meliputi:

1. Penilaian watak/kepribadian (character)

Suatu keyakinan bahwa, sifat atau watak dari orang-orang yang akan

diberikan kredit benar-benar dapat dipercaya, hal ini tercermin dari latar

belakang si debitur baik yang bersifat latar belakang pekerjaan maupun

bersifat pribadi seperti gaya hidup yang dianutnya, keadaan keluarga,

hobby dan sosial standingnya, yang merupakan ukuran “kemampuan”

membayar.28

2. Penilaian kemampuan (capacity)

28

(9)

23

Bank harus meneliti tentang keahlian calon debitur dalam bidang usahanya

dan kemampuan manajerialnya, bank yakin bahwa usaha yang akan

dibiayainya dikelola oleh orang-orang yang tepat, maka calon debiturya

dalam jangka waktu tertentu mampu melunasi atau mengembalikan

pinjamannya.

3. Penilaian terhadap modal (capital)

Bank harus melakukan analisis terhadap posisi keuangan secara

menyeluruh mengenai masa lalu dan yang akan datang, sehingga dapat\

diketahui kemampuan permodalan calon debitur dalam menunjang

pembiayaan proyek atau usaha calon debitur yang bersangkutan. Dalam

praktek selama ini bank jarang memberikan kredit untuk membiayai

seluruh dana yang diperlukan debitur. Debitur wajib menyediakan modal

sendiri, sedangkan kekurangannya itu dapat dibiayai dengan kredit bank.

Bank fungsinya hanya menyediakan tambahan modal, dan biasanya lebih

sedikit dari pokoknya.29

4. Penilaian terhadap agunan (collateral)

Merupakan jaminan yang diberikan calon nasabah baik yang bersifat fisik

maupun nonfisik. Jaminan hendaknya melebihi jumlah kredit yang

diberikan. Jaminan juga harus diteliti keabsahannya sehingga jika terjadi

suatu masalah maka jaminan yang dititipkan dapat dipergunakan secepat

mungkin.

5. Penilaian terhadap prospek usaha nasabah debitur (condition of economy)

29

(10)

Dalam menilai kredit hendaknya juga dinilai kondisi ekonomi dan politik

sekarang dan dimasa yang akan datang sesuai sektor masing-masing, serta

prospek usaha dari sektor yang ia jalankan. Penilaian prospek bidang

usaha yang dibiayai hendaknya benar-benar memiliki prospek yang baik

sehingga kemungkinan kredit tersebut bermasalah relatif kecil.30

Bank dalam memberikan kredit, selain menerapkan prinsip 5 C’s, juga

hendaknya menerapkan prinsip lainnya yang dinamakan dengan prinsip 7P yang

terdiri atas:

a. Personality

Menilai debitur dari segi kepribadiannya atau tingkah lakunya sehari-hari

maupun dimasa lalunya. Personality juga mencakup sikap, emosi, tingkah

laku, dan tindakan nasabah dalam menghadapi suatu masalah.

b. Party

Mengklasifikasikan nasabah ke dalam klasifikasi atau golongan tertentu

berdasarkan modal, loyalitas serta karakternya. Sehingga nasabah dapat

digolongkan ke golongan tertentu dan akan mendapatkan fasilitas yang

berbeda dari bank.

c. Purpose

Mengetahui tujuan nasabah dalam mengambil kredit, termasuk jenis kredit

yang diinginkan nasabah.Tujuan pengambilan kredit dapat bermacam-macam.

Sebagai contoh untuk modal kerja atau investasi, konsumtif atau produktif dan

lain sebagainya.

d. Prospect

30

(11)

25

Menilai usaha nasabah dimasa yang akan datang menguntungkan atau tidak,

atau dengan kata lain mempunyai prospek atau sebaliknya. Hal ini penting

mengingat jika suatu fasilitas kredit yang dibiayai tanpa mempunyai prospek

bukan hanya bank yang rugi, tetapi juga debitur.

e. Payment

Merupakan ukuran bagaimana cara nasabah mengembalikan kredit yang telah

diambil atau dari sumber mana saja dana untuk pengembalian kredit. Semakin

banyak sumber penghasilan debitur, akan semakin baik. Dengan demikian,

jika salah satu usahanya merugi akan dapat ditutupi oleh sektor lainnya.

f. Profitability

Untuk menganalisis bagaimana kemampuan nasabah dalam mencari laba.

Profitability diukur dari periode ke periode apakah akan tetap sama atau

semakin meningkat, apalagi dengan ditambah kredit yang akan diperolehnya.

g. Protection

Tujuannya adalah bagaimana menjaga agar usaha dan jaminan mendapatkan

perlindungan. Perlindungan dapat berupa jaminan barang atau orang atau

jaminan asuransi.31

Berdasarkan uraian di atas maka dapat diketahui bahwa dalam pemberian

kredit menerapkan beberapa prinsip-prinsip yang terdiri dari prinsip 5C yang

terdiri dari: character, capacity, capital, collateral, condition of economy, dan

prinsip 7P yang terdiri dari: personality, party, purpose, payment, profitability,

protection, prospect. Prinsip-prinsip ini berguna bagi pihak bank dalam

memperhitungkan kemampuan pembayaran kredit oleh debitur.

31

(12)

C.Bentuk Perjanjian Kredit Bank

Perjanjian kredit yang dibuat selama ini berpedoman pada hukum

perikatan yang diatur dalam Buku III KUHPerdata. Perjanjian kredit merupakan

landasan hukum dalam pemberian kredit bagi para pihak karena merupakan suatu

alat bukti tertulis sah yang diperlukan oleh para pihak.32

Menurut hukum, perjanjian kredit dapat dibuat secara lisan atau tertulis

yang penting memenuhi syarat-syarat Pasal 1320 KUHPerdata seperti telah

diuraikan di depan. Namun dari sudut pembuktian perjanjian secara lisan sulit

untuk dijadikan sebagai alat bukti, karena hakekat pembuatan perjanjian adalah

sebagai alat bukti bagi para pihak yang membuatnya. Dalam dunia modern yang

kompleks ini perjanjian lisan tentu sudah tidak dapat disarankan untuk digunakan

meskipun secara teori diperbolehkan karena lisan sulit dijadikan sebagai alat

pembuktian bila terjadi masalah dikemudian hari. Untuk itu setiap transaksi

apapun harus dibuat tertulis yang digunakan sebagai alat bukti. Masyarakat

menyimpan tabungan atau deposito di bank maka akan memperoleh buku

tabungan atau bilyet deposito sebagai alat bukti. Untuk pemberian kredit perlu

dibuat perjanjian sebagai alat bukti.33

Bentuk perjanjian kredit dikaitkan dengan teori kepastian hukum dalam

pemberian kredit sebaiknya dibuat dengan akta autentik. Hal ini dimaksudkan

untuk memberikan jaminan kepastian hokum kepada pihak kreditur apabila terjadi

sesuatu dikemudian hari. Bentuk perjanjian kredit ada yang lisan dan ada yang

32

I Made Adi Dwi Pranatha. Penyelesaian Wanprestasi Dalam Perjanjian Kredit Bank Pada PT. Bank Negara Indonesia (BNI) Kantor Cabang Unit (KCU) Singaraja. Skripsi Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar, 2016, hlm. 30

33

(13)

27

berbentuk tertulis. Perjanjian kredit pada umumnya dibuat dibuat secara tertulis,

karena perjanjian kredit secara tertulis lebih aman dibandingkan dalam bentuk

lisan. Dengan bentuk tertulis para pihak tidak dapat mengingkari apa yang telah

diperjanjikan, dan ini merupakan bukti kuat dan jelas apabila terjadi sesuatu

terhadap kredit yang telah disalurkan atau juga dalam hal terjadi ingkar janji oleh

para pihak.34

Berdasarkan Pasal 1 butir (11) Undang-undang No.10 Tahun 1998 tentang

Perbankan, yang dimaksud kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat

dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-

meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam

untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.

Meskipun pada umumnya perjanjian tidak perlu dibuat secara tertulis (asalkan

kedua belah pihak sepihak, cakap hukum, tentang suatu sebab tertentu, dan suatu

sebab yang halal sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 1320 KUHPerdata yang

membolehkan kesepakatan pada perjanjian dapat dilakukan dalam bentuk lisan

maupun tulisan) namun kiranya kesepakatan pada perjanjian perbankan harus

dibuat dalam sebuah perjanjian tertulis. Ketentuan ini terdapat pada penjelasan

Pasal 8 Undang-Undang Perbankan yang mewajibkan kepada bank pemberi kredit

untuk membuat perjanjian secara tertulis. Keharusan perjanjian perbankan harus

berbentuk tulisan telah ditetapkan dalam pokok-pokok ketentuan perkreditan oleh

Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) Undang- Undang

Perbankan.

34

(14)

Dasar hukum lain yang mengharuskan perjanjian kredit secara tertulis

adalah instruksi Presidium Kabinet No. 15/EK/IN/10/1996 tanggal 10 Oktober

1966. Dalam instruksi tersebut ditegaskan dilarang melakukan pemberian kredit

tanpa adanya perjanjian kredit yang jelas antara bank dengan debitur atau antara

bank sentral dan bank-bank lainnya. Surat Bank Indonesia yang ditujukan kepada

segenap Bank Devisa No. 03/1093/UPK/KPD tanggal 29 Desember 1970,

khususnya butir 4 yang berbunyi untuk pemberian kredit harus dibuat surat

perjanjian kredit.35

Perjanjian yang dibuat secara tertulis dalam praktek perbankan dibedakan

lagi menjadi dua bentuk perjanjian yaitu :36

1. Akta di bawah tangan

Perjanjian kredit yang dibuat di bawah tangan dinamakan akta di

bawah tangan artinya perjanjian yang disiapkan dan dibuat sendiri oleh

bank kemudian ditawarkan kepada debitur untuk disepakati. Untuk

mempermudah dan mempercepat kerja bank, biasanya bank sudah

menyiapkan formulir perjanjian dalam bentuk standar (standaardform)

yang isi, syarat-syarat dan ketentuannya disiapkan terlebih dahulu secara

lengkap. Bentuk perjanjian kredit yang dibuat sendiri oleh bank tersebut

termasuk jenis akta di bawah tangan.37

Saat penandatanganan perjanjian kredit yang mana isinya telah

disiapkan sebelumnya oleh bank kemudian diberikan kepada setiap calon

debitur agar calon debitur dapat mengetahui mengenai syarat-syarat dan

35

Ibid. hlm. 99. 36

Badriyah Harun, Penyelesaian Sengketa Kredit Bermasalah, Yogyakarta, Pustaka Yustisia, 2010, hlm. 24.

37

(15)

29

ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam formulir perjanjian kredit.

Maka mau atau tidak mau calon debitur harus dapat menerima semua

ketentuan dan persyaratan yang telah tercantum dalam formulir perjanjian

kredit.

Apabila calon nasabah debitur tidak berkenan terhadap klausul

yang terdapat di dalamnya, maka tidak terdapat kesempatan untuk

melakukan protes atas klausul yang tidak diperkenankan oleh nasabah

tersebut, karena perjanjian tersebut telah dibakukan oleh lembaga

perbankan yang bersangkutan dan bukan oleh petugas perbankan yang

berhadapan langsung dengan calon nasabah debitur. Sehingga seperti yang

telah disinggung sebelumnya, mau tidak mau, calon nasabah yang hendak

mengajukan kredit , harus menyetujui segala syarat dan ketentuan yang

telah diajukan oleh bank sebagai kreditur.

2. Akta autentik.

Akta autentik adalah surat atau tulisan yang sengaja dibuat dan

ditandantangani, yang memuat peristiwa-peristiwa yang menjadi dasar

suatu hak untuk dijadikan sebagai alat bukti. Berdasarkan Pasal 1868

KUH Perdata, akta autentik berupa akta yang ditentukan oleh undang-

undang, dibuat dan/atau di hadapan pegawai-pegawai umum yang

berkuasa untuk itu, di tempat di mana akta dibuat.

Bentuk perjanjian ini dibuat oleh notaris, Sebenarnya semua syarat

dan ketentuan perjanjian disiapkan oleh bank terlebih dahulu setelah itu

(16)

Intinya yaitu perjanjian pemberian kredit oleh bank kepada nasabahnya

yang dibuat oleh atau dihadapan notaris.

Perjanjian kredit yang berbentuk akta autentik pada umumnya

untuk pemberian kredit dalam jumlah yang besar dengan jangka waktu

menengah atau panjang. Biasanya dikhususkan kepada kredit investasi,

kredit modal kerja, kredit sindikasi (lebih dari satu kreditur), dan lain-lain.

Dalam praktiknya, meskipun akta tersebut dibuat oleh dan/atau di hadapan

notaris, namun segala syarat dan ketentuan yang terdapat dalam akta dibuat oleh

bank, kemudian diberikan kepada notaris ke dalam akta.38

D. Hapusnya Perjanjian Kredit

Undang-Undang Perbankan No. 10 Tahun 1998 tidak memuat ketentuan

mengenai hapusnya perjanjian kredit. Sesuai dengan asas lex specialis derogat lex

generalis maka ketentuan mengenai hapusnya perjanjian kredit menggunakan

ketentuan dalam buku III Bab IV KUHPerdata mengenai hapusnya suatu

perikatan. Pasal 1319 KUHPerdata menetapkan semua perjanjian baik yang

mempunyai nama khusus maupun yang tidak dikenal dengan suatu nama tertentu

tunduk pada peraturan-peraturan umum yang termuat didalam bab ini dan bab

yang lalu. Jadi perjanjian kredit yang merupakan perjanjian yang tidak dikenal di

dalam KUHPerdata, juga harus tunduk pada ketentuan- ketentuan umum yang

termuat di dalam Buku II KUHPerdata.39

Pasal 1381 KUHPerdata memuat ketentuan tentang hapusnya perikatan.

Cara-cara mengenai hapusnya perikatan menurut Pasal 1381 KUHPerdata yaitu

karena pembayaran, penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan

38

Badriyah Harun, Op.Cit.,hlm. 38. 39

(17)

31

atau penitipan, pembaharuan utang perjumpaan uang atau kompensasi,

pencampuran utang, pembebasan utang, musnahnya barang yang terutang,

kebatalan/pembatalan, berlakunya syarat batal, dan lewatnya waktu.40

Berakhirnya atau hapusnya perjanjian diterangkan oleh Pasal 1381

KUHPerdata bahwa hapusnya atau berakhirnya perjanjian disebabkan peristiwa-

peristiwa sebagai berikut:41

1. Karena pembayaran

Pembayaran yang dimaksud pada bagian ini berbeda dari istilah pembayaran

yang yang dpergunakan dalam percakapan sehari-hari, karena dalam

pengertian sehari-hari dilakukan dengan menyerahkan uang sedangkan

menyerahkan barang selain uang tidak disebutkan sebagai pembayaran, tetapi

pada bagian yang dimaksud dengan pembayaran adalah segala bentuk

pemenuhan prestasi.42

Pembayaran adalah kewajiban debitur secara sukarela untuk memenuhi

perjanjian yang telah diadakan. Dengan adanya pembayaran oleh seorang

debitur atau pihak yang berhutang berarti Debitur telah melakukan prestasi

sesuai perjanjian. Dengan dilakukannya pembayaran oleh Debitur maka

perjanjian kredit/hutang menjadi hapus atau berakhir.

2. Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan atau

dalam bahasa Belanda dinamakan consignatie.

40

Erwin Arif Tinawati. Pelaksanaan Batas Kewenangan Penguasaan Atas Barang Jaminan Dalam Lembaga Fiducia. Skripsi Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta. 2007, hlm. 26

41

Sutarno, Op.Cit., hlm, 84-90 42

(18)

Apabila seorang kreditur menolak pembayaran yang dilakukan oleh debitur,

debitur dapat melakukan penawaran pembayaran tunai atas utangnya, dan jika

kreditur masih menolak, debitur dapat menitipkan uang atau barangnya di

pengadilan.43

Prestasi debitur dengan melakukan pembayaran tunai yang diikuti dengan

penitipan dapat mengakhiri atau menghapuskan perjanjian. Guna

menerangkan maksud kalimat ini perlu diberikan contoh, misalnya seorang

debitur bernama X memperoleh pinjaman dari bank 5 juta rupiah dengan

bunga 6% pertahun dan jangka waktu satu tahun. Sebelum jangka waktu

berakhir debitur memiliki uang yang cukup sehingga menawarkan kepada

Kreditur untuk melunasi hutang pokok tersebut sebelum jangka waktu

berakhir. Jika kreditur menyetujui tawaran debitur tersebut maka terjadilah

pembayaran tunai yang mengakhiri perjanjian. Tetapi kalau kreditur menolak

tawaran tersebut, maka debitur dapat melakukan penawaran pembayaran tunai

yang diikuti dengan penitipan di Pengadilan Negeri. Ketentuan pembayaran

tunai yang diikuti penitipan ini prosedurnya diatur dalam Pasal 1404 s/d 1412

KUHPerdata. Tetapi hanya berlaku untuk perjanjian yang prestasinya

“memberi barang-barang bergerak, sedangkan untuk memberi barang tidak

bergerak undang-undang tidak mengatur.

3. Novasi atau pembaruan utang

Novasi merupakan salah satu cara untuk menghapuskan atau mengakhiri suatu

perjanjian. Novasi atau pembaruan utang adalah suatu perjanjian baru yang

menghapuskan perjanjian lama dan pada saat yang sama memunculkan

43

(19)

33

perjanjian baru yang menggantikan perjanjian lama. Pasal 1413 KUHPerdata

menetapkan 3 (tiga) macam cara untuk terjadinya novasi:

a. Novasi subyektif aktif adalah suatu perjanjian yang bertujuan

menggantikan kreditur lama dengan seorang kreditur baru.

b. Novasi subyektif pasif adalah suatu perjanjian yang bertujuan mengganti

debitur lama dengan debitur baru dan membebaskan debitur lama dari

kewajibannya.

c. Novasi objektif suatu perjanjian antara kreditur dengan debitur untuk

memperbaharui atau merubah objek atau isi perjanjian. Pembaruan objek

perjanjian ini terjadi jika kewajiban prestasi tertentu dari debitur diganti

dengan prestasi lain. Misalnya kewajiban menyerahkan suatu barang

diganti dengan menyerahkan uang.

4. Kompensasi atau perjumpaan utang

Kompensasi adalah perjumpaan dua utang, yang berupa benda-benda yang

ditentukan menurut jenis (generische ziken), yang dipunyai oleh dua orang

atau pihak secara timbal balik, dimana masing-masing pihak berkedudukan

baik sebagai kreditur maupun kreditur terhadap orang lain, sampai jumlah

terkecil yang ada di antara kedua utang tersebut.44

Untuk dapat dilakukan perjumpaan utang atau kompensasi Pasal 1427 KUH

Perdata memberikan syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu:

a) Kedua utang harus sama-sama mengenai utang atau barang yang dapat

dihabiskan dari jenis dan kualitas yang sama.

44

(20)

b) Kedua utang seketika dapat ditetapkan besarnya atau jumlahnya dan

seketika dapat ditagih. Kalau yang satu dapat ditagih sekarang sedangkan

utang lainnya baru dapat satu bulan yang akan datang maka kedua utang

itu tidak dapat diperjumpakan.

5. Percampuran utang

Apabila kedudukan kreditur dan debitur berkumpul pada satu orangm utang

tersebut hapus demi hukum. Dengan demikian pencampuran utang tersebut

juga dengan sendirinya menghapuskan tanggungjawab penanggung utang.

Namun sebaliknya, apabila pencampuran utang terjadi pada penanggung

utang, tidak dengan sendirinya menghapuskan utang pokok. Demikian pula

pencampuran utang terhadap salah seorang dari piutang tanggung

menanggung tersebut tidak dengan sendirinya menghapuskan utang kawan-

kawan berutang.45

6. Pembebasan utang

Pembebasan hutang adalah perbuatan hukum yang dilakukan Kreditur dengan

menyatakan secara tegas tidak menuntut lagi pembayaran hutang dari debitur.

Artinya kreditur memberitahukan secara lisan atau tertulis kepada debitur

bahwa kreditur membebaskan kepada debitur untuk tidak membayar lagi

hutangnya. Jadi pembebasan hutang ini dapat dilakukan secara sepihak yang

berupa pernyataan atau pemberitahuan tertulis kepada debitur yang isinya

kreditur membebaskan hutangnya dan debitur menerima pemberitahuan itu

atau membalas surat kreditur yang menyetujui pembebasan hutang tersebut.

7. Musnahnya barang yang terhutang

45

(21)

35

Apabila barang tertentu yang menjadi objek perjanjian musnah, hilang, tidak

dapat lagi diperdagangkan, sehingga barang itu tidak diketahui lagi apakah

barang itu masih ada atau tidak maka perjanjian menjadi hapus asal

musnahnya barang, hilangnya barang bukan kesalahan debitur dan sebelum

debitur lalai menyerahkan barangnya kepada kreditur.

Apabila debitur dibebaskan untuk memenuhi perjanjian yang disebabkan

peristiwa musnahnya atau hilangnya barang, namun jika debitur mempunyai

hak-hak berkaitan dengan barang yang musnah atau hilang, misalnya hak

asuransi atas barang tersebut maka debitur diwajibkan menyerahkan kepada

kreditur.

8. Pembatalan perjanjian

Jika syarat subyektif (sepakat dan cakap) tidak dipenuhi maka perjanjian itu

dapat dibatalkan artinya para pihak dapat menggunakan hak untuk

membatalkan atau tidak menggunakan hak untuk membatalkan. Bila syarat

objektif (objek tertentu dan sebab yang halal) tidak dipenuhi maka perjanjian

itu batal demi hukum artinya perjanjian itu sejak semula dianggap tidak

pernah ada jadi tidak ada perikatan hukum yang dilahirkan. Meskipun syarat-

syarat subyektif dan syarat objektif dalam perjanjian telah dipenuhi, perjanjian

juga dapat dibatalkan oleh salah satu pihak jika salah satu pihak dalam

perjanjian tersebut melakukan wanprestasi (Pasal 1266 KUH Perdata).

9. Berlakunya syarat batal

Hapusnya perjanjian yang diakibatkan oleh berlakunya syarat batal terjadi jika

perjanjian yang dibuat oleh para pihak adalah perjanjian dengan syarat batalm

(22)

yang berarti mengakibatkan hapusnya perjanjian tersebut, karena apabila

syarat terpenuhi pada perjanjian dengan syarat tangguh, maka perjanjiannya

bukan batal melainkan tidak lahir.46

10.Kedaluwarsa

Kedaluwarsa atau lewat waktu juga dapat mengakibatkan hapusnya kontrak

antara para pihak. Hal ini diatur dalam Pasal 1967 KUHPerdata.47 Berakhirnya

perjanjian dapat disebabkan oleh lewatnya waktu (daluarsa) perjanjian.

Berakhirnya perjanjian harus dibedakan dengan perjanjian karena suatu

perjanjian dikatakan berakhir apabila segala sesuatu yang menjadi isi

perjanjian telah dilaksanakan. Semua kesepakatan diantara para pihak menjadi

berakhir setelah apa yang menjadi tujuan diadakannya perjanjian telah tercapai

oleh para pihak.48

Pokok-pokok hukum perikatan, menyebutkan bahwa persetujuan atau

perjanjian dapat hapus karena:

a. Ditentukan dalam persetujuan oleh para pihak, misalnya persetujuan

tersebut berlaku dalam jangka waktu tertentu.

b. Undang-undang menentukan batas berlakunya suatu persetujuan, misalnya

Pasal 1066 ayat (3) KUH Perdata yang menyebutkan bahwa para ahli

waris tertentu untuk tidak melakukan pemecahan harta warisan. Waktu

persetujuan dalam Pasal 1066 ayat (4) KUH Perdata dibatasi hanya selama

5 tahun.

hlm. 30 46

Ahmadi Miru, Op.Cit, hlm 109 47

Ibid, hlm 110 48

(23)

37

c. Para pihak atau undang-undang dapat menentukan bahwa dengan

terjadinya peristiwa tertentu, maka persetujuan tersebut akan hapus,

misalnya jika terjadi salah satu pihak meninggal dunia, maka persetujuan

akan hapus, antara lain:

1) Persetujuan perseroan (Pasal 1646 ayat (4) KUHPerdata).

2) Persetujuan pemberian kuasa (Pasal 1813 KUHPerdata).

3) Persetujuan kerja (Pasal 1603 KUHPerdata).

d. Pernyataan penghentian persetujuan (Opzegging). Penghentian persetujuan

ini dapat dilakukan baik oleh salah satu ataupun kedua belah pihak dan ini

hanya ada pada persetujuan-persetujuan yang bersifat sementara.

e. Persetujuan hapus karena putusan hakim.

f. Tujuan dari persetujuan telah tercapai.

g. Dengan perset ujuan dari para pihak.49

49

Referensi

Dokumen terkait

Bentuk dan Isi Perjanjian Kredit dengan Jaminan Fidusia serta Upaya. Penyelesaian Wanprestasi dan Hambatan yang terjadi di PD

Bentuk dan isi Perjanjian kredit dengan jaminan fidusia di PD BPR BANK BOYOLALI ini merupakan Kredit Berjangka yang bertujuan untuk membiayai wiraswasta ataupun orang yang

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN KREDIT BANK DALAM HUBUNGAN DENGAN PENYELESAIAN HUTANG DEBITUR YANG

tinjauan dalam Pelaksanaan Perjanjian Alih Debitur (Over Credit) Atas Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Pada Bank Tabungan Negara (BTN). Cabang Padang. Jenis dan Sumber Data

menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya yang berjudul “ASPEK HUKUM SUBROGASI DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN JIKA TERJADI

Sumber dana perbankan yang disalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit bukan dana milik bank sendiri tetapi dana yang berasal dari masyarakat, sehingga

Bank Sumut cabang Medan Tembung, apakah masalah yang timbul dalam pelaksanaan perjanjian jual beli rumah dalam proses kredit di PT.. Bank Sumut cabang Medan Tembung,

Pasal 6 akta Perjanjian Kerja Sama menunjukan perlindungan terhadap bank dalam hal penerimaan pembayaran atas wanprestasi debitur maupun developer dimana bank