• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Atas Ruang Terbuka Hijau Dalam Hubungannya Dengan Penataan Ruang Di Kota Batam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tinjauan Atas Ruang Terbuka Hijau Dalam Hubungannya Dengan Penataan Ruang Di Kota Batam"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU

2.1Kajian Kebijakan Tentang Ruang Terbuka Hijau 2.1.1 Pengertian Ruang Terbuka Hijau

Pada dasarnya semua aktifitas manusia tidak terlepas dari ruang terbuka hijau, baik itu

anak-anak hingga lanjut usia. Sebagaimana kita ketahui, bahwa ruang terbuka hijau itu sangat

penting salah satunya untuk berinteraksi social manusia.Namun, keberadaan ruang terbuka hijau

yang baik sulit ditemukan.

Berdasarkan UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, menyatakan bahwa

Ruang Terbuka Hijau (RTH) merupakan tempat tumbuh tanaman baik disengaja atau tidak pada

area berbentuk memanjang atau mengelompok. Ruang terbuka hijau kota merupakan bagian dari

ruang terbuka (open spaces) suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan dan vegetasi.11

1. Suatu lapang yang ditumbuhi berbagai tetumbuhan, pada berbagai strata, mulai dari penutup

tanah, semak, perdu dan pohon (tanaman tinggi berkayu);

Pengertian Ruang Terbuka Hijau (RTH) menurut Purnomo Hadi, adalah:

2. Sebentang lahan terbuka tanpa bangunan yang mempunyai ukuran, bentuk dan batas

geografis tertentu dengan status penguasaan apapun, yang didalamnya terdapat tetumbuhan

hijau berkayu dan tahunan (perennial woody plants), dengan pepohonan sebagai tumbuhan penciri utama dan tumbuhan lainnya (perdu, semak, rerumputan dan tumbuhan penutup tanah

11

(2)

lainnya), sebagai tumbuhan pelengkap, serta benda-benda lain yang juga sebagai pelengkap

dan penunjang fungsi Ruang terbuka hijau yang bersangkutan.”12

Dalam Pasal 1 Butir 2 Permendagri RTHKP, ruang terbuka hijau kawasan perkotaan

yang selanjutnya disingkat RTHKP adalah bagian dari ruang terbuka suatu kawasan perkotaan

yang diisi oleh tumbuhan dan tanaman guna mendukung manfaat ekologi, social, budaya,

ekonomi dan estetika.

RTH Kota dapat didefinisikan sebagai bagian dari ruang-ruang terbuka (open spaces) suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman dan vegetasi (endemic, introduksi)

guna mendukung manfaat langsung dan/atau tidak langsung yang dihasilkan oleh RTH dalam

kota tersebut yaitu keamanan, kenyamanan, kesehjahteraan dan keindahan wilayah perkotaan

tersebut.13

Keberadaan RTH sangat berperan dalam memperbaiki kualitas hidup masyarakat.Jika

dipandang dari fungsinya, maka ruang terbuka hijau dapat dimanfaatkan sebagai ruang publik

atau ruang tempat berinteraksi manusia, ruang public berkembang sejalan dengan kebutuhan

manusia dalam melakukan kegiatan bersama baik berkaitan dengan sosial, ekonomi, dan

budaya.14

Berdasarkan penjelasan Pasal 29 Ayat (1) UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan

Ruang, bahwa ruang terbuka hijau publik merupakan ruang terbuka hijau yang dimiliki dan

dikelola oleh pemerintah daerah kota yang digunakan untuk kepetingan masyarakat secara

umum. Ruang terbuka hijau publik meliputi taman kota, taman pemakaman umum dan jalur

12

Purnomo Hadi, 1995 13

Makalah Lokakarya Pengembangan Sistem Ruang Terbuka Hijau di Perkotaan oleh Institut Pertanian Bogor 14

(3)

hijau sepanjang jalan, sungai dan pantai. Sedangkan, ruang terbuka hijau privat meliputi kebun

atau halaman rumah/ gedung milik masyarkat/swasta yang ditanami tumbuhan.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2007 tentang Ruang Terbuka Hijau

Kawasan Perkotaan, mengartikan ruang terbuka hijau dalam pengelompokan ruang terbuka hijau

perkotaan sebagai bagian dari ruang terbuka suatu kawasan perkotaan yang diisi oleh tumbuhan

dan tanaman guna mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya, ekonomi, dan estetika.

Berbagai referensi menunjukkan bahwa RTH (green open space/green space) merupakan lahan-lahan alami yang ada di wilayahperkotaan. Bentuk RTH yang berupa fasilitas

umum/publik, sebagaitempat beraktivitas, adalah taman kabupaten, taman pemakaman, lapangan

olahraga, hutan kota, dan lain-lain yang memerlukan area lahan/peruntukan lahan hijau secara

definitif.

Jadi, ruang terbuka hijau merupakan suatu lahan/kawasan yang mengandung unsur dan

struktur alami yang dapat menjalankan proses-proses ekologis, seperti pengendali pencemaran

udara, ameliorasi iklim, pengendali tata air, dan sebagainya.Unsur alami inilah yang menjadi ciri

ruang terbuka hijau di wilayah perkotaan, baik unsur alami berupa tumbuh-tumbuhan atau

vegetasi, badan air, maupun unsur alami lainnya.

Lebih lanjut Nirwono Joga dan Iwan Ismaun dalam bukunya RTH 30%! Resolusi (Kota)

Hijau mengemukakan bahwa Penataan Ruang Terbuka Hijau (RTH), diartikan sebagai kawasan

yang mempunyai unsure dan struktur alami yang harus diintegrasikan dalam rencana Tata Ruang

Kabupaten, Tata Ruang Wilayah, dan Rencana Tata Ruang Regionalsebagai satu kesatuan

(4)

dan kesatuan terpadu yang membentuk infrastruktur hijau (green infrastructure) atau infrastruktur ekologis (ecological infrastructure).15

2.1.2Dasar Hukum Ruang Terbuka Hijau

Berdasarkan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Bumi di Rio de Janeiro, Brazil (1992) dan

dipertegas lagi pada KTT Johannesburg, Afrika Selatan 10 tahun kemudian (2002, Rio + 10),

disepakati bersama bahwa sebuah kota idealnya memiliki luas Ruang Terbuka Hijau (RTH)

minimal 30% dari total luas kota. Tentu saja ‘angka’ ini bukan merupakan patokan mati.

Penetapan luas ruang terbuka hijau kota harus berdasar pula pada studi eksistensi sumber daya

alam dan manusia penghuninya. Penetapan besaran luas ruang terbuka hijau ini bisa juga disebut

sebagai bagian dari pengembangan ruang terbuka hijau kota.

Berdasarkan UUPR pengaturan tentang Ruang Terbuka Hijau (RTH) ditegaskan dalam

Pasal 29 berikut ini :

1. Ruang terbuka hijau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf a terdiri dari ruang terbuka

hijau publik dan ruang terbuka hijau privat.

2. Proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari luas

wilayah kota.

3. Proporsi ruang terbuka hijau publik pada wilayah kota paling sedikit 20% (dua puluh persen)

dari luas wilayah kota.

Ditegaskan pula dalam penjelasan Pasal 29 :

Ayat (1)

Ruang terbuka hijau publik merupakan ruang terbuka hijau yang dimiliki dan dikelola

15

(5)

oleh pemerintah daerah kota yang digunakan untuk kepentingan masyarakat secara

umum. Yang termasuk ruang terbuka hijau publik, antara lain, adalah taman kota, taman

pemakaman umum, dan jalur hijau sepanjang jalan, sungai, dan pantai. Yang termasuk

ruang terbuka hijau privat, antara lain, adalah kebun atau halaman rumah/gedung milik

masyarakat/swasta yang ditanami tumbuhan.

Ayat (2)

Proporsi 30% (tiga puluh persen) merupakan ukuran minimal untuk menjamin

keseimbangan ekosistem kota, baik keseimbangan sistem hidrologi dan sistem

mikroklimat, maupun sistem ekologis lain, yang selanjutnya akan meningkatkan

ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat, serta sekaligus dapat

meningkatkan nilai estetika kota. Untuk lebih meningkatkan fungsi dan proporsi ruang

terbuka hijau di kota, pemerintah, masyarakat, dan swasta didorong untuk menanam

tumbuhan di atas bangunan gedung miliknya.

Ayat (3)

Proporsi ruang terbuka hijau publik seluas minimal 20% (dua puluh persen) yang

disediakan oleh pemerintah daerah kota dimaksudkan agar proporsi ruang terbuka hijau

minimal dapat lebih dijamin pencapaiannya sehingga memungkinkan pemanfaatannya

secara luas oleh masyarakat.

Ketentuan tentang Ruang Terbuka Hijau Publik dan distribusinya ditegaskan dalam Pasal

30 berikut ini.“Distribusi ruang terbuka hijau publik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat

(1) dan ayat (3) disesuaikan dengan sebaran penduduk dan hierarki pelayanan dengan

memperhatikan rencana struktur dan pola ruang”.

(6)

ditegaskan dalam Pasal 31 berikut ini.”Ketentuan lebih lanjut mengenai penyediaan dan

pemanfaatan ruang terbuka hijau dan ruang terbuka nonhijau sebagaimana dimaksud dalam Pasal

28 huruf a dan huruf b diatur dengan peraturan Menteri”.

Di bawah ini akan dipaparkan beberapa peraturan perundang-undangan yang berkaitan

dengan penyelenggaraan Ruang Terbuka Hijau, yaitu:

1. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, khususnya Pasal 28 H Ayat

(1) tentang Hak seseorang atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.

2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria

(UUPA)

3. Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (UUPR)

4. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH).

5. Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sebagaimana telah diubah

dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah

Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-undang

Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menjadi Undang-undang.

6. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban, serta

Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang.

7. Peraturan Menteri Dalam Negri Nomor 1 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka

Hijau Kawasan Perkotaan (Permendagri RTHKP)

8. Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2002 Tentang Hutan Kota

9. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan

Penyelenggaraan Pemerintah Daerah.

(7)

11.Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 Tentang Pengelolaan Kawasan Lindung.

12.Peraturan Menteri Dalam Negri Nomor 2 Tahun 1987 tentang Pedoman Penyusunan

Rencana Kota.

13.Peraturan Menteri Dalam Negri Nomor 4 Tahun 1996 tentang Pedoman Perubahan

Pemanfaatan Lahan Perkotaan.

14.Keputusan Menteri Dalam Negri Nomor 147 Tahun 2004 tentang Pedoman Koordinasi

Penataan Ruang Daerah.

15.Permen Menteri Pekerjaan Umum Nomor 5 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyediaan dan

Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan (Permen PU)

2.1.3Tujuan, Fungsi dan Manfaat Ruang Terbuka Hijau 2.1.3.1Tujuan Ruang Terbuka Hijau

Tujuan pembangunan Ruang Terbuka Hijau pada prinsipnya adalah untuk menjaga

keseimbangan ekosistem di wilayah kota.

Lebih lanjut berdasarkan Pasal 2 Permendagri RTHKP, tujuan penataan RTHKP adalah:.

a. Mewujudkan keseimbangan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan di perkotaan.

b. Menjaga Keserasian dan keseimbangan ekosistem lingkungan perkotaan

c. Meningkatkan kualitas lingkungan perkotaan yang sehat, indah, bersih dan nyaman.16

2.1.3.2Fungsi Ruang Terbuka Hijau

16

(8)

Secara umum, RTH dibangun secara merata di perkotaan untuk memenuhi fungsi dari

berbagai segi sebagai berikut:

a. Segi sosial, ekonomi dan budaya, bahwa Ruang terbuka hijau merupakan tempat rekreasi,

pendidikan, dan interaksi sosial masyarakat.

b. Segi Fisik, bahwa RTH berfungsi sebagai pengatur iklim, penyerapan air tanah, produsen

oksigen, peneduh, penghalang angin, habitat satwa.

c. Segi ekosistem perkotaan, RTH merupakan bagian dari usaha pangan, produsen oksigen,

tanaman berbunga dan lain –lain.

d. Segi estetis, bahwa RTH berperan untuk meningkatkan nilai keindahan dan kenyamanan

kota. Dapat menciptakan keseizmbangan dan keserasian antara berbagai bangunan, taman

kota, jalur hijau jalan, jalur biru kali dan bantaran kereta api.17

Selain itu, ada penjelasan mengenai Fungsi ruang terbuka hijau yang lebih spesifik, yaitu:

a. Fungsi Utama (Intrinsik), yaitu Fungsi Ekologis:

1. Memberi Jaminan Pengadaan RTH menjadi bagian dari sistem sirkulasi udara

(paru-paru kota);

2. Pengatur iklim mikro agar sistem sirkulasi udara dan air secara alami dapat berlangsung

lancar;

3. Sebagai peneduh;

4. Produsen Oksigen;

5. Penyerap air hujan;

6. Penyedia habitat satwa;

7. Penyerap polutan media udara, air dan tanah, serta;

17

(9)

8. Penahan angin.

b. Fungsi Tambahan (Ekstrinsik), yaitu:

1. Fungsi sosial dan budaya:

1) Menggambarkan ekspresi budaya lokal;

2) Merupakan media komunikasi warga kota;

3) Tempat rekreasi; wadah dan objek pendidikan, penelitian dan pelatihan dalam

mempelajari alam.

2. Fungsi Ekonomi:

1) Sumber produk yang bisa dijual, seperti tanaman bunga, buah, daun dan sayur

mayur.

2) Bisa menjadi bagian dari usaha pertanian, perkebunan, kehutanan, dan lain-lain.

3. Fungsi Estetika:

1) Meningkatkan kenyamanan, memperindan lingkungan kota baik dari skala mikro:

halaman rumah, lingkungan pemukiman, maupun makro: lansekap kota secara

keseluruhan;

2) Menstimulasi kreatifitas dan produkitifitas warga kota;

3) Pembentuk faktor keindahan arsitektural;

4) Menciptakan suasana serasi antara area terbangun dan tidak terbangun.

2.1.3.3Manfaat Ruang Terbuka Hijau

Manfaat RTH kota secara langsung dan tidak langsung sebagian besar dihasilkan dari

(10)

berbagai faktor. Berlangsungnya fungsi ekologis alami dalam lingkungan perkotaan secara

seimbang dan lestari akan membentuk kota yang sehat dan manusiawi. Taman tempat peletakan

tanaman sebagai penghasil oksigen (O2) terbesar dan penyerap karbon dioksida (CO2) dan zat

pencemar udara lain, khusus di siang hari, merupakan pembersih udara yang sangat efektif

melalui mekanisme penyerapan (absorbsi) dan penyerapan (adsorbsi) dalam proses fisiologis,

yang terjadi terutama pada daun, dan permukaan tumbuhan (batang, bunga, dan buah).

Dengan adanya ruang terbuka hijau sebagai ‘paru-paru’ kota, maka dengan sendirinya

akan terbentuk iklim yang sejuk dan nyaman. Kenyamanan ini ditentukan oleh adanya saling

keterkaitan antara faktor-faktor suhu udara, kelembaban udara, cahaya, dan pergerakan

angin.Ruang terbuka hijau membantu sirkulasi udara. Pada siang hari dengan adanya ruang

terbuka hijau, maka secara alami udara panas akan terdorong ke atas, dan sebaliknya pada

malam hari, udara dingin akan turun di bawah tajuk pepohonan. Pohon, adalah pelindung yang

paling tepat dari terik sinar matahari, di samping sebagai penahan angin kencang, peredam

kebisingan dan bencana alam lain, termasuk erosi tanah.Bila terjadi tiupan angin kencang di

‘atas’ kota tanpa tanaman, maka polusi udara akan menyebar lebih luas dan kadarnya pun

semakin meningkat.

Namun demikian, cara penanaman tetumbuhan yang terlalu rapat pun, menyebabkan

daya perlindungannya menjadi kurang efektif. Angin berputar di ’belakang’ kelompok tanaman,

sehingga dapat meningkatkan polusi di wilayah ini.Penanaman sekelompok tumbuhan dengan

berbagai karakteristik fisik, di mana perletakkan dan ketinggiannya pun bervariasi, merupakan

faktor perlindungan yang lebih efektif.

Ruang terbuka hijau sebagai pemelihara akan kelangsungan persediaan air tanah.

(11)

sekitarnya, serta berfungsi sebagai filter biologis limbah cair maupun sampah organik. Salah satu

referensi menyebutkan, bahwa untuk setiap 100.000 penduduk yang menghasilkan sekitar 4,5

juta liter limbah per hari, diperlukan ruang terbuka hijau seluas 522 hektar.

Ruang terbuka hijau sebagai penjamin terjadinya keseimbangan alami, secara ekologis

dapat menampung kebutuhan hidup manusia itu sendiri, termasuk sebagai habitat alami flora,

fauna dan mikroba yang diperlukan dalam siklus hidup manusia.

Ruang terbuka hijau sebagai pembentuk faktor keindahan arsitektural.Tanaman

mempunyai daya tarik bagi mahluk hidup, melalui bunga, buah maupun bentuk fisik tegakan

pepohonannya secara menyeluruh. Kelompok tetumbuhan yang ada di antara struktur

bangunan-kota, apabila diamati akan membentuk perspektif dan efek visual yang indah dan teduh

menyegarkan (khususnya di kota beriklim tropis).

Ruang terbuka hijau sebagai wadah dan obyek pendidikan, penelitian, dan pelatihan

dalam mempelajari alam. Keanekaragaman hayati flora dan fauna dalam ruang tebruka hijau

kota, menyumbangkan apresiasi warga kota terhadap lingkungan alam, melalui pendidikan

lingkungan yang bisa dibaca dari tanda-tanda atau keterangan (signature) bertuliskan nama yang ditempelkan pada masing-masing tanaman yang dapat dilihat sehari-hari, serta informasi lain

terkait. Dengan demikian, pengelolaan ruang terbuka hijau kota akan lebih dimengerti

kepentingannya (apresiatif) sehingga tertib. Ruang terbuka hijau sekaligus merupakan fasilitas

rekreasi yang lokasinya merata di seluruh bagian kota, dan amat penting bagi perkembangan

kejiwaan penduduknya.

Ruang terbuka hijau sebagai jalur pembatas yang memisahkan antara suatu lokasi

kegiatan, misal antara zona permukiman dengan lingkungan sekitar atau di ’luar’nya.Ruang

(12)

Dalam Rencana Induk Tata Ruang Kota, pengembangan daerah yang belum terbangun

bisa dimanfaatkan untuk sementara sebagai ruang terbuka hijau (lahan cadangan) dengan tetap

dilandasi kesadaran, bahwa lahan cadangan ini suatu saat akan dikembangkan sesuai kebutuhan

yang juga terus berkembang. Manfaat eksistensi ruang terbuka hijau secara langsung membentuk

keindahan dan kenyamanan, maka bila ditinjau dari segi-segi sosial-politik dan ekonomi, dapat

berfungsi penting bagi perkembangan pariwisata yang pada saatnya juga akan kembali

berpengaruh terhadap kesehatan perkembangan sosial, politik dan ekonomi suatu hubungan

antara wilayah perdesaan dan perkotaan tertentu.

Dengan diberlakukannya Undang-undang No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang

serta adanya kebijakan-kebijakan Pemerintah Daerah Kota Batam mengenai pengendalian

lingkungan hidup maka kesadaran hukum masyarakat mengenai masalah lingkungan diharapkan

mulai tumbuh. Hal ini dimaksudkan agar kesadaran hukum masyarakat mengenai arti penting

kelestarian lingkungan dan penataan ruang yang baik mampu mempengaruhi perilaku mereka

menjadi motivasi kuat yang dapat melahirkan tindakan yang nyata dalam usaha pemanfaatan

ruang yang baik dan meningkatkan kualitas lingkungan hidup.

Manusia pada prinsipnya memerlukan lingkungan yang sehat di dalam menjalankan

aktivitas sehari-hari di dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan demikian segala kegiatan

yang terjadi di masyarakat akan selalu memperhatikan aspek lingkungan hidup atau kehidupan

yang berwawasan lingkungan. Sehingga semua kegiatan yang berdampak pada berkurangnya

kualitas lingkungan pada umumnya harus dikendalikan. Dalam hal ini Pemerintah Kota Batam

tentunya telah menyusun berbagai kebijakan lain yang berhubungan dengan pengelolaan

lingkungan hidup khususnya penanganan penataan ruang yang diakibatkan oleh

(13)

digalakkan di Kota Batam, dapat berdampak pada menurunnya kualitas lingkungan hidup.

Meskipun Pemerintah Kota Batam telah mengeluarkan kebijakan tentang Pengelolaan

dan Pengendalian Lingkungan Hidup, akan tetapi berkurangnya fungsi ruang terbuka hijau yang

terus berlangsung dapat menurunkan kualitas lingkungan hidup.

2.1.4Konsep Ruang Terbuka Hijau Perkotaan

Secara umum ruang terbuka publik (open spaces) di perkotaan terdiri dari ruang terbuka hijau dan ruang terbuka nonhijau.Ruang Terbuka Hijau (RTH) perkotaan adalah bagian dari

ruang-ruang terbuka (open spaces) suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman dan vegetasi (endemik maupun introduksi) guna mendukung manfaat ekologis, sosial-budaya

dan arsitektural yang dapat memberikan manfaat ekonomi (kesejahteraan) bagi masyarakatnya.

Sementara itu ruang terbuka non-hijau dapat berupa ruang terbuka yang diperkeras (paved) maupun ruang terbuka biru (RTB) yang berupa permukaan sungai, danau, maupun areal-areal

yang diperuntukkan khusus sebagai area genangan atau retensi (retention basin).

Secara fisik ruang terbuka hijau dapat dibedakan menjadi ruang terbuka hijau alami yang

berupa habitat liar alami, kawasan lindung dan taman-taman nasional, maupun ruang terbuka

hijau non-alami atau binaan yang seperti taman, lapangan olah raga, dan kebun bunga.

Multifungsi penting ruang terbuka hijau ini sangat lebar spektrumnya, yaitu dari aspek fungsi

ekologis, sosial/budaya, arsitektural, dan ekonomi. Secara ekologis ruang terbuka dapat

meningkatkan kualitas air tanah, mencegah banjir, mengurangi polusi udara, dan menurunkan

suhu kota tropis yang panas terik. Bentuk-bentuk ruang terbuka hijau perkotaan yang berfungsi

ekologis antara lain seperti sabuk hijau kota, taman hutan kota, taman botani, jalur sempadan

sungai dan lain-lain.

(14)

ruang interaksi sosial, sarana rekreasi, dan sebagai tetenger (landmark) kota yang berbudaya. Bentuk ruang terbuka hijau yang berfungsi sosial-budaya antara lain taman-taman kota, lapangan

olah raga, kebun raya, tempat pemakaman umum (TPU), dan sebagainya.

Secara arsitektural ruang terbuka hijau dapat meningkatkan nilai keindahan dan

kenyamanan kota melalui keberadaan taman-taman kota, kebun-kebun bunga, dan jalur-jalur

hijau di jalan-jalan kota. Sementara itu ruang terbuka hijau juga dapat memiliki fungsi ekonomi,

baik secara langsung seperti pengusahaan lahan-lahan kosong menjadi lahan pertanian/

perkebunan (urban agriculture) dan pengembangan sarana wisata hijau perkotaan yang dapat mendatangkan wisatawan.

Sementara itu secara struktur, bentuk dan susunan ruang terbuka hijau dapat merupakan

konfigurasi ekologis dan konfigurasi planologis.Ruang terbuka hijau dengan konfigurasi

ekologis merupakan ruang terbuka hijau yang berbasis bentang alam seperti, kawasan lindung,

perbukitan, sempadan sungai, sempadan danau, pesisir dsb. Ruang Terbuka Hijau dengan

konfigurasi planologis dapat berupa ruang-ruang yang dibentuk mengikuti pola struktur kota

seperti ruang terbuka hijau perumahan, ruang terbuka hijau kelurahan, ruang terbuka hijau

kecamatan, ruang terbuka hijau kota maupun taman-taman regional/ nasional. Sedangkan dari

segi kepemilikan ruang terbuka hijau dapat berupa ruang terbuka hijau publik yang dimiliki oleh

umum dan terbuka bagi masyarakat luas, atau ruang terbuka hijau privat (pribadi) yang berupa

taman-taman yang berada pada lahan-lahan pribadi.

2.1.5 Jenis Ruang Terbuka Hijau

Jenis-jenis Ruang Terbuka Hijau berdasarkan fungsi dan aktifitas terdapa dalam table

(15)

No Jenis RTH Fungsi Aktifitas

3. Taman Rekreasi − Sarana rekreasi tanpa

dibatasi oleh bangunan

− Area interaksi sosial

− Area bermain dan

− Kehidupan satwa liar

8. Hutan Lindung − Mencegah Banjir

− Menjaga Kualitas Air

− Kesuburan Tanah

− Kawasan dijaga ketat

9. Bentang Alam − Pengaman Kawasan

lindung perkotaan,

pengendali air

− Tempat rekreasi, tempat

(16)

10. Cagar Alam − Kawasan Penelitian

12. Kebun Binatang − Tempat rekreasi

− Sebagai area penelitian

− Atraksi hewan pelihara

− Rekreasi

− Area Upacara − Kegiatan Upacara

16. Parkir Terbuka − Sirkulasi Kota − Parkir

17. Lahan Pertanian

Perkotaan

− Sebagai area pangan − Penanaman

− Pengolahan

− Distribusi Pangan

18. Jalur Tegangan

Tinggi

− Jalur Pengaman

tegangan tinggi

− Penghijauan

19. Sempadan − Area Penyerapan

− Area Penghijauan

− Area Perlidungan dari

bencana

− Penghijauan

20. Jalur Pengaman

Jalan

− Pengaman ruang

disamping lalu lintas

− Pedestrian

21. Jalur Hijau − Budidaya Tanaman − Penghijauan

22. Daerah

Penyangga

− Peredam Kebisingan

− Melindungi area sekitar

apabila terjadi bencana

(17)

23. Taman Atap − Atap bangunan

− Peneduh

− Mengurangi kebisingan

− Penghijauan

− Taman di atap bangunan

(Sumber: Peraturan Menteri Nomor 1 Tahun 2007)

2.2Tinjauan Umum Tentang Penataan Ruang i. Pengertian

Berbicara dalam konteks tata ruang (TR) dan penataan ruang (PR), “ruang” dapat

dipahami sebagai wadah, konsep, dan pengertian dengan penekanan tertentu. Ruang sebagai

wadah, yang juga dikenal dengan ruimte (Belanda), space (Inggris), raum(Jerman), dan spatium

(Latin) mula-mula diartikan sebagai bidang datar (planum-planologi) yang dalam perkembangannya kemudian mempunyai diensi tiga dan berarti tempat tinggal (dwelling house) yang harus ditta sebaik-baiknya demi kebahagiaan, kesejateraan, dan kelestarian umat manusia.

Ruang sebagai pengertian (conseptio) terdiri dari tiga unsur: bumi, air, dan udara, mempunyai tiga dimensi.

Ruang menurut Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang pasal 1

angka 1 ialah “Wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di

dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia makhluk lain hidup, melakukan

kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya”

Selanjutnya disebutkan dalam pasal 1 angka 5 undang – undang Nomor 26 Tahun 2007

bahwa “penataan ruang ialah suatu proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan

pengendalian tata ruang” Hasan Purbo mendefinisikan tata ruang sebagai suatu wujud struktural

manfaat dan fungsi ruang yang terjadi karena proses-proses sosial, ekonomi, teknologi, politis,

administratif (termaksud perubahan secara berencana) dan alamiah, dalam pengertian tersebut

(18)

mengemukakan bahwa sebagian lingkungan sosial dan lingkungan fisik dapat diartikan sebagai

tata ruang.

Tata ruang selalu berkaitan dengan lahan, tempat, wilayah, dan waktu.Ia merupakan

sarana dalam pemanfaatan sumber daya secara optimal sebagai arahan kebijakan.

Tata ruang dalam penekanan “tata” diharapkan dapat mengembangkan fungsi yang telah

diamanatkan dalam pasal 2 ayat 2 UUPA antara lain : (1) mengatur penyelenggaraan peruntukan,

penggunaan, persedian, dan pemeliharaan ruang yang terkandung di dalamnya; (2) menentukan

dan mengatur hubungan hukum antara orang dan ruang; dan (3) menentukan dan megatur

hubungan hukum antara orang-orang mengenai perbuatan hukum menyangkut ruang. Adapun

penataan ruang dengan tekanan pada “ruang” diharapkan dapat mengembangkan fungsi pasal 2

ayat 3, dan 4 UUPA yaitu : (1) Fungsi pembagian peruntukan dan penggunaan SDA; dan (2)

fungsi pengelolaan (hak menguasai, pengelolaan, dan pemberian perizinan).

ii. Dasar Hukum Tata Ruang

Konsep dasar hukum penataan ruang tertuang dalam pembukaan UUD 1945 alenia

keempat yang berbunyi “kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara

Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan

untuk memajukan kesejateraan umum....” ketentuan ini menegaskan “kewajiban negara” dan

“tugas pemerintah” untuk melindungi segenap sumber-sumber insani Indonesia dalam

lingkungan hidup Indonesia, yakni segenap bangsa Indonesia sebagai “komponen manusia” dan

seluruh tumpah darah indonesia sebagai komponon sumber daya alam hayati sebagai “komponen

fisik” dalam lingkungan hidup Indonesia. Tujuannya adalah untuk kebahagiaan seluruh rakyat

(19)

Selanjutnya pemikiran dasar tersebut dirumuskan dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945

amandemen ke empat berbunyi “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya

dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Ketentuan

tersebut memberikan “hak penguasaan kepada negara atas seluruh sumber daya alam Indonesia,

dan memberikan kewajiban kepada Negara untuk menggunakan sebesar-besarnya bagi

kemakmuran rakyat”.Kalimat tersebut mengandung makna, negara mempunyai kewenangan

untuk melakukan pengelolaan, mengambil dan memanfaatkan sumber daya alam guna

terlaksananya kesejahteraan yang dikehendaki. Diundangkannya ketentuan mengenai lingkungan

hidup pada tahun 1982 merupakan awal dari diadakannya kebijakan penataan ruang, dikarenakan

dalam ketentuan UU Nomor 4 Tahun 1982 terkandung amanat mengenai pengaturan dan

peruntukan bagi SDA dan SDB Indonesia dalam peraturan perndang – undangan. Artinya

mengamanatkan supaya diadakannya penataan ruang guna mewujudkan keserasian dan

keseimbangan, inilah yang merupakan dasar dan sumber hukum secara langsung bagi penataan

ruang wilayah yang pertama bagi Indonesia.

Pada 13 Oktober 1992 diundangkanlah Undang – Undang No. 24 Tahun 1992 tentang

penataan ruang, yang juga merupakan UU penataan ruang pertama bagi Indoenesia. Kemudian

Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional,

sebagai tindak lanjut dari diberlakukannya UU penataan ruang. Semakin kompleksnya

kebutuhan terhadap pengaturan penataan ruang mengakibatkan terbentuknya UU penataan ruang

baru, yakni Undang–Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, sejalan dengan hal

tersebut juga membuat diundangkannya Peraturan Pemerintah terbaru tentang Rencana Tata

(20)

pedoman penataan ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota yang berlaku (1997-2008)

menjadi (2008-2028).

Mengingat “ruang” merupakan bagian penting dari Lingkungan Hidup maka

perlindungan dan pengelolaan lingkungan keberhasilannya juga ditentukan oleh pelaksanaan

Penataan Ruang.Pasal 19 UUPPLH dengan tegas dengan menyebutkan tata ruang sebagai salah

satu instrumen yuridis dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang pada intinya

untuk mencegah pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup guna menjaga kelestarian fungsi

lingkungan hidup dan kemaslahatan masyarakat.

Hal “persamaan asas” menurut Undang – Undang penataan ruang maupun Undang –

Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup mempunyai 3 (tiga) asas utama yakni

: Asas Keserasian dan keseimbangan, Asas Keberlanjutan dan kelestarian, Asas Keadilan.

Adapun dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 sebagai sumber hukum dalam

penyelenggaraan penataan ruang menyebutkan tujuan penataan ruang ialah untuk mewujudkan

ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan

Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional dengan : a. Terwujudnya kehormatan antra

lingkungan alam dan lingkungan buatan; b.terwujudnya keterpaduan dalam pengguanaan sumber

daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan c. terwujudnya perlindungan

fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang.

iii. Perencanaan Tata Ruang

Suatu tata ruang yang baik dapat dihasilkan dari kegiatan menata ruang yang baik disebut

penataan ruang. Dalam pengertian ini , penataan ruang terdiri dari tiga kegiatan utama yaitu

(21)

Perencanaan tata ruang merupakan kegiatan merumuskan dan menetapkan manfaat ruang

dan kaitannya atau hubungan antara berbagai manfaat ruang, berdasarkan kegiatan-kegiatan yang

perlu dan dapat dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan manusia di masa yang akan datang.

Tingkat manfaat ruang ini juga akan sangat bergantung kepada pemanfaatan sumber daya alam

yang tersedia atau dapat disediakan secara optimal. Dengan demikian perencanaan tata ruang

akan menghasilkan rencana- rencana tata ruang untuk memberikan gambaran tentang ruang

mana untuk kegiatan apa dan kapan.

Dalam Penjelasan umum UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang disebutkan

bahwa perencanaan tata ruang adalah suatu proses menentukan struktur ruang dan pola ruang

yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang. Perencanaan tata ruang,

pemanfaatan ruang, dan pengendalian tata ruang merupakan merupakan wujud pelaksanaan

penataan ruang sebagai upaya pencapaian tujuan penataan ruang.

Tata Ruang merupakan salah satu Instrumen pencegahan dan atau pencemaran

lingkungan hidup yang diatur dalam Pasal 4 UUPPLH, oleh sebabnya dalam menyusun

rancangan tata ruang perlu untuk memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan

hidup, yang didasarkan pada Kajian Lingkungan Hidup Strategis, demi menjaga kelestarian

fungsi lingkungan hidup dan kemaslahatan masyarakat.

Perencanaan tata ruang dilakukan untuk menghasilkan rencana umum tata ruang dan

rencana rinci tata ruang.Rencana umum tata ruang disusun berdasarkan pendekatan wilayah

adminstratif dengan muatan substansi mencakup rencana struktur ruang.Rencana struktur ruang

meliputi rencana sistem pusat pemukiman dan rencana sistem jaringan prasarana, sementara

(22)

Dengan pendekatan wilayah administrasi, penataan ruang seluruh wilayah NKRI terdiri

atas wilayah nasional, provinsi, kabupaten, dan kota.Ketentuan perencanaan tata ruang wilayah

sesuai wilayah administrasinya juga diatur dalam UU penataan ruang, yang memuat tujuan,

kebijakan, dan strategi penataan ruang pada di masing-masing wilayah yang selanjutnya dapat

Referensi

Dokumen terkait

The system consists of the member-level primary, secondary, and tertiary manufacturing processes databases, which are viable for various materials, production

Dari sisi pengeluaran, pada Triwulan II-2017, pertumbuhan tertinggi terjadi pada komponen konsumsi LNPRT yang tumbuh sebesar 7,41 persen, kemudian diikuti oleh

[r]

Hasil dari simulasi fenomena fisis dari rangkaian yang telah disederhanakan menggunakan Multisim berdasarkan tabel kebenaran dapat dilihat pada Gambar 22,

Narasumber lainnya terkait pemberitaan Kemenristek antara lain Kepala Pemberitaan Kemenristek Munawir Razak terkait isu Kerjasama Iptek RI dan Belarusia dan Staf Ahli Menteri

Akan tetapi, yang menjadi persoalan dalam ritual setiap tarekat yang ada adalah bahwa hampir mayoritas ritual tarekat mencitrakan Tuhan dalam bentuk atau citra laki-laki dan

Didapatkan perbedaan statistik yang bermakna rerata tekanan darah sistolik ataupun diastolik pada keempat kuartil kadar kolesterol total (nilai p = 0,001 untuk

Penelitian studi kasus ini menggunakan desain penelitian deskriptif bertujuan untuk melakukan penerapan intervensi manajemen halusinasi terhadap tingkat agitasi pada