• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Fungsi, Tekstual, Dan Musikal Senandung Jolo Pada Masyarakat Jambi Di Kelurahan Tanjung, Kecamatan Kumpeh, Kabupaten Muaro Jambi Chapter III V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Fungsi, Tekstual, Dan Musikal Senandung Jolo Pada Masyarakat Jambi Di Kelurahan Tanjung, Kecamatan Kumpeh, Kabupaten Muaro Jambi Chapter III V"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

ASAL-USUL DAN FUNGSI

SENANDUNG JOLO

3.1 Asal-usul dan Perkembangan Senandung jolo

Asal-usul kata senandung jolo memiliki gambaran yang kabur dikarenakan penulis melihat banyak sekali pendapat dari berbagai sumber selama penelitian. Namun kata senandung disini merupakan kata bahasa Indonesia yang baku dimana kata ini tidak hanya menjadi monopoli daerah Jambi saja. Melihat kecenderungan orang-orang tua di Kelurahan Tanjung menyebutkan senandung jolo berasal dari kata “senandung” dan “jolo”. Kata senandung berarti lagu atau nyanyian, sedangkan jolo berarti jala. Bagaimana hubungan pengertian senandung jolo tersebut perlu diteliti lebih lanjut. Namun melalui wawancara dengan M. Zuhdi dapat dikatakan bahwa senandung jolo berarti pantun sindiran yang disampaikan lewat senandung atau nyanyian.

Asal-usul senandung jolo yang pasti belum diketahui karena penyebaran dan pewarisan kesenian ini disampaikan secara lisan yakni disebarkan melalui tutur kata dari mulut ke mulut melalui satu generasi ke generasi berikutnya sehingga tidak dapat dipastikan bagaimana senandung jolo muncul pada masyarakat Jambi di Kelurahan Tanjung.

Pada awalnya senandung jolo dimulai dari kebiasaan muda-mudi masyarakat yang melantunkannya untuk seseorang yang disukainya dalam bentuk bersenandung melalui pantun, di samping itu juga digunakan pada saat santai di pondok tengah sawah. Pada dasarnya senandung jolo dinyanyikan sebagai sarana pelepas lelah dan penghibur hati. Dalam hal ini, senandung jolo tidak menggunakan alat musik.

Kemudian muncul alat musik gambang kayu yang dimainkan sambil bersenandung. Alat musik ini terbuat dari kayu marelang. Munculnya alat musik ini berdasarkan cerita masyarakat setempat dimana ada orang tua terdahulu yang sedang berada di ladang hendak melempar monyet yang mengganggu kemudian melemparnya dengan kayu. Ketika kayu tersebut dipukul ternyata menghasilkan suara yang enak untuk didengar. 5

Sumber : Dokumentasi Pribadi

Kemudian alat musik inilah dipakai sebagai pengiring saat bersenandung. Hal itulah yang menjadi asal usul adanya alat musik gambang kayu.

Pada tahun 1980 muncul kelompok musik senandung jolo yang dimana anggota kelompok musik ini adalah masyarakat di Kelurahan Tanjung. Kelompok musik ini adalah Sanggar Seni Mengorak Silo.

(2)

Kelompok musik ini menjadi pelopor dan satu-satunya sanggar yang mempertahankan kesenian ini. Kelompok musik ini dibentuk untuk melestarikan dan meneruskan kesenian ini kepada generasi muda dengan harapan kesenian senandung jolo ini tidak hilang.

Seiring kebutuhan dan perkembangannya, senandung jolo berkembang menjadi seni pertunjukan. Dalam konteks pertunjukan, pada tahun 2000-an terjadi penambahan penggunaan alat musik dalam mengiringi senandung jolo. Selain gambang kayu, digunakan alat musik gong, dan gendang.

a. Gambang

Gambang merupakan alat musik yang terbuat dari kayu marelang dan menggunakan dua pemukul yang terbuat dari kayu.. Jenis kayu ini tetap dipertahankan karena kayu marelang menghasilkan suara yang nyaring, ringan, dan tahan lama. Alat musik ini memiliki panjang sekitar 35-49cm dengan ketebalan sekitar 3,4-4 cm dengan lebar sekitar 7-8 cm. 6

Gambar 3.2 : Gambang dan pemukul

Sumber : Dokumentasi pribadi 26 Desember 2016

Gambar 3.3 : Posisi memainkan gambang

Kayu ini disusun di antara kedua belah kaki pada posisi menjulurkan kaki ke arah depan sambil bersenandung. Gambang ini biasanya dimainkan dengan menggunakan 4 buah bilah kayu atau hanya dengan 1 (satu) buah bilah kayu saja atau yang disebut dengan gambang peningkah (memiliki fungsi sebagai pemberi isian pada bagian-bagian yang kosong).

dengan menggunakan satu bilah kayu

Sumber : Dokumentasi pribadi 26 Desember 2016

6

(3)

Gambar 3.4 : posisi memainkan gambang dengan 4 bilah kayu

Sumber : Dokumentasi pribadi 26 Desember 2016

b. Gong

Alat musik ini digunakan dalam konteks pertunjukan yang terbuat dari perunggu dan campuran besi kuningan. Gong ini memiliki diameter 35-40 cm. Alat musik ini digantungkan di kayu dan dimainkan dengan cara dipukul dengan penabuh gong.

Gambar 3.5 : Gong

Sumber : Dokumentasi pribadi 26 Desember 2016

c. Gendang kayu

Merupakan alat musik bermuka satu ( single headed drum). Pada umumnya karakteristik bunyi gendang tradisional melayu Jambi, lebih cenderung pada bunyi mati seperti bunyi: duk dan tak bukan dung atau tang.

Gambar 3.6: Posisi memainkan gendang kayu

Sumber : Dokumentasi pribadi 26 Desember 2016

(4)

malam hari dalam persiapan pernikahan keesokan harinya terakhir kali dilaksanakan dua bulan yang lalu. Hal itu dikarenakan munculnya hiburan organ tunggal yang membuat masyarakat memilih hiburan ini. Walaupun ini tergantung dari selera pihak keluarga yang menyelenggarakan pesta pernikahan.

3.2 Fungsi Senandung jolo pada Masyarakat Jambi di Kelurahan Tanjung

Kesenian senandung jolo digunakan oleh masyarakat di Kelurahan Tanjung dalam kegiatan sehari-hari masyarakat seperti pada saat menunggu di tengah sawah dan di perahu sehabis memasang alat tangkap ikan di sungai, juga digunakan dalam upacara adat pernikahan, pesta panen, khitanan, dan senandung jolo juga dilaksanakan pada peringatan hari kemerdekaan. Menurut wawancara dengan M. Zuhdi, senandung jolo dapat dinyanyikan dimana saja dan kapan saja kecuali disaat ibadah seperti sedang salat atau pengajian. Hal ini dikarenakan fungsi kesenian ini pada dasarnya adalah sebagai hiburan dan tidak sesuai dengan kegiatan ibadah yang memerlukan kekhusyukan dalam pelaksanaannya.

Gambar 3.7 : Senandung jolo dinyanyikan di tengah sawah

sambil memainkan alat musik gambang

Sumber : Dokumentasi pribadi 13 Mei 2017)

Mengacu pada teori yang dikemukan oleh Allan P. Merriam, ada sepuluh fungsi musik yaitu : 1) fungsi pengungkapan emosional, 2) fungsi pengungkapan estetika, 3) fungsi hiburan, 4) fungsi komunikasi, 5) fungsi perlambangan, 6) fungsi reaksi jasmani, 7) fungsi yang berkaitan dengan norma sosial, 8) fungsi pengesahan lembaga sosial, 9) fungsi kesinambungan kebudayaan, 10) fungsi pengintegrasian masyarakat. Dalam penelitian ini, penulis melihat ada empat fungsi senandung jolo, yaitu fungsi pengungkapan emosional, fungsi hiburan, fungsi yang berkaitan dengan norma masyarakat, fungsi pengintegrasian masyarakat.

3.2.1 Senandung jolo Sebagai Pengungkapan Emosional

Senandung jolo dijadikan suatu media untuk mengungkapkan perasaan atau emosi si penyenandung. Hal ini dapat dilihat dari lirik yang disampaikan dimana dapat kita lihat apakah si penyenandung sedang merasa gundah, senang bahkan sedih. Tidak hanya hanya itu, senandung jolo juga berisi rayuan atau pujian kepada orang lain. Melalui lirik senandung jolo, si penyenandung dapat menyampaikan ketertarikannya kepada lawan seseorang dengan kata-kata kiasan sehingga yang mendengar bisa mengetahui bahwa yang bersenandung tersebut tertarik kepadanya. Berikut adalah contoh pantunnya :

(5)

Maksud dari pantun diatas adalah si penyenandung mengungkapkan ketertarikannya kepada seseorang yang sedang memakai baju berwarna hijau dan dengan sopan meminta izin untuk bertanya apakah dia sudah memiliki pasangan. Oleh karena itu, senandung jolo dapat dijadikan sarana pengungkapan emosional.

3.2.2 Senandung jolo Sebagai Hiburan

Dalam masyarakat di Kelurahan Tanjung, kesenian ini digunakan sebelum pesta pernikahan diadakan, pesta panen yang dimana fungsinya adalah sebagai hiburan. Contohnya pada malam hari dimana senandung jolo dipertunjukkan untuk menghibur ibu-ibu yang sedang memasak untuk acara pernikahan keesokan harinya. Hal ini dapat menjadi penghibur para pekerja yang memasak untuk mengobati rasa lelah mereka dalam persiapan pesta pernikahan. Pertunjukan senandung jolo ini bukan suatu keharusan dalam setiap upacara perkawinan masyarakat Melayu di Kelurahan Tanjung. Hal ini tergantung dari permintaan penyelenggara.

3.2.3 Senandung jolo yang Berkaitan dengan Norma Masyarakat

Selain untuk menghibur masyarakat, senandung jolo juga berfungsi untuk menyampaikan pesan dan didikan yang berkenaan dengan norma-norma yang berlaku di dalam masyarakat. Di dalam senandung jolo kerap berisikan gambaran bagaimana kita harus bersikap, berpikir dalam kehidupan kita sehari-hari. Pantun yang berkaitan dengan norma masyarakat :

Menyisa jala dianak tanggo Menjala anak ikan tenggiri Dak usah koto besilang kato Fikirkan badan nasib sendiri

Buluh diraut menjadi luko Luko dipasang jangan dibangkit Kato-kato yang jangan diobah Kalo diobah jadi penyakit

Pantun diatas berisikan nasihat bagaimana seharusnya cara masyarakat berpendapat atau berpendapat dalam suatu musyawarah, apabila menyampaikan suatu pendapat harus tepat dan dilakukan. Maka disini senandung jolo berfungsi sebagai media untuk menyampaikan pesan-pesan moral dalam kehidupan masyarakat.

3.2.4 Senandung jolo Sebagai Pengintegrasian Masyarakat

(6)

BAB IV

ANALISIS TEKSTUAL DAN MUSIKAL

SENANDUNG JOLO

DI KELURAHAN

TANJUNG

Senandung jolo merupakan kesenian yang berkembang di Kelurahan Tanjung, Kecamatan Kumpeh, Kabupaten Muaro Jambi. Kesenian ini termasuk ke dalam jenis folklor. Sebelum menjawab pokok permasalahan, penulis akan terlebih dahulu mendeskripsikan tentang folklor.

Kata folklor berasal dari kata Inggris yaitu folklore yang terdiri dari dua kata dasar yaitu folk dan lore. Menurut Alan Dundes, folk adalah sekelompok orang yang memiliki ciri-ciri pengenal fisik, sosial, dan kebudayaan, sehingga dapat dibedakan dari kelompok-kelompok lainnya. Ciri-ciri pengenal itu antara lain dapat berwujud : warna kulit yang sama, bentuk rambut yang sama, mata pencaharian yang sama, bahasa yang sama, taraf pendidikan yang sama, dan agama yang sama. Namun yang lebih penting adalah bahwa mereka telah memiliki suatu tradisi, yakni kebudayaan yang telah mereka warisi turun-temurun yang dapat mereka akui sebagai milik bersamanya. Di samping itu, yang paling penting adalah bahwa mereka sadar akan identitas kelompok mereka sendiri (Dudes, 1965:2; 1977:17-35; 1978:7). Sedangkan lore adalah sebagian kebudayaannya, yang diwariskan secara turun- temurun secara lisan atau melalui suatu contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat. Folklore secara keseluruhan adalah sebagian kebudayaan suatu kolektif, yang tersebar dan diwariskan turun-menurun, diantara kolektif macam apa saja, secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat (Danandjaja, 1991:2-3).

Ciri-ciri utama folklor pada umumnya adalah sebagai berikut :

1. Penyebaran dan pewarisannya dilakukan secara lisan yakni disebarkan melalui tutur kata dari mulut ke mulut kepada generasi berikutnya.

2. Folklor bersifat tradisional, yakni disebarkan dalam bentuk relaitf tetap atau dalam bentuk strandar dan dalam waktu yang cukup lama.

3. Folklor ada dalam versi yang berbeda. Hal ini diakibatkan oleh cara penyebarannya secara lisan sehingga oleh proses lupa diri manusia (interpolation) menyebabkan perubahan.

4. Folklor bersifat anonim, yaitu nama penciptanya sudah tidak diketahui lagi. 5. Folklor biasanya mempunyai bentuk berumus dan berpola.

6. Folklor mempunyai kegunaan dalam kehidupan masyarakatnya.

7. Folklor bersifat pralogis, yaitu mempunyai logika sendiri yang tidak sesuai dengan logika umum. 8. Folklor menjadi milik bersama dari kolektif tertentu.

9. Folklor pada umumnya bersifat polos dan lugu, sehingga kelihatannya kasar dan terlalu spontan. Hal ini dikarenakan folklor merupakan proyeksi emosi manusia yang paling jujur manifestasinya..

Menurut Jan Harold Brunvand, folklor digolongkan menjadi tiga kelompok besar yaitu: folklor lisan, folklor sebagian lisan, dan folklor bukan lisan.

1) Folklor lisan

(7)

(b) ungkapan tradisional seperti peribahasa, pepatah, dan pemeo. (c) pertanyaan tradisional seperti teka-teki.

(d) puisi rakyat seperti pantun, gurindam, dan syair. (e) cerita prosa rakyat seperti mite, legenda, dan dongeng. (f) nyanyian rakyat

2) Folklor sebagian lisan

Folklor yang bentuknya merupakan campuran unsur lisan dan unsur bukan lisan. Contohnya adalah kepercayaan rakyat, permainan rakyat, tari rakyat, adat-istiadat, upacara, pesta rakyat.

3) Folklor buka n lisan

Folklore yang bentuknya bukan lisan, walaupun cara pembuatannya diajarkan secara lisan. Folklor bukan lisan ini dibagi lagi menjadi dua subkelompok yaitu yang material dan yang bukan material. Bentuk folklor yang tergolong yang material adalah arsitektur rakyat, kerajinan tangan rakyat, dan obat-obat tradisional. Sedangkan yang termasuk yang bukan material adalah gerak isyarat tradisional, bunyi isyarat untuk komunikasi rakyat (kentongan yang menjadi tanda bahaya di Jawa atau bunyi gendang untuk mengirim berita seperti yang dilakukan di Afrika), dan musik rakyat.

Berdasarkan keterangan diatas, senandung jolo termasuk ke dalam folklor lisan karena menggunakan pantun sebagai teks.

Pantun pada mulanya adalah senandung atau pusi rakyat yang dinyanyikan (Fang, 1993 : 14). Pantun lahir sebagai akibat kesenangan orang-orang Melayu memakai kata-kata yang sebunyi atau sugestif. Untuk mengungkapkan atau menyampaikan sesuatu, orang Melayu biasanya mengungkapkan dalam bentuk ungkapan pantun. Misalnya seorang pemuda ingin berkenalan dengan seorang gadis, pemuda Melayu biasanya menggunakan sebait pantun (Chaniago, 1997 : 57).

4.1 Analisis Tekstual Senandung jolo

4.1.1 Isi Teks

Dalam tulisan ini, penulis akan menyajikan teks senandung jolo yang dinyanyikan secara berbalas pantun pada acara hiburan untuk pesta pernikahan. Karena bahasa yang digunakan menggunakan bahasa Melayu dialek kumpeh, penulis juga akan menyajikannya dalam bahasa Indonesia.

Penyaji : Maryam dan Alfian Tanggal rec : 26 Desember 2016

(1) Pengucapan teks asli oleh Alfian : Di nandung nandunglah sayang

Kalu tuan naik perahu Janganlah lupolah dek Kalu tuan naik perahu oi

Janganlah lupolah dek membawa jalo

(8)

Kalulah tuan kini dek o dek ingatlah tau Ai nandung di sayang

Ikolah dio ikolah dio itu basolah sayang e senandunglah jolo

Terjemahan :

Di nandung nandung lah sayang Kalau tuan naik perahu

Janganlah lupalah dek Kalau tuan naik perahu oi

Janganlah lupalah dek membawa jalo

Kalaulah tuan nian kini dek o dek ingatlah tau Ai nandung di sayang

Inilah dia inilah dia itu bahasalah sayang e senandunglah jolo Kalaulah tuan kini dek o dek ingatlah tau

Ai nandung di sayang

Inilah dia inilah dia itu bahasalah sayang e senandunglah jolo

(2) Pengucapan teks asli oleh Maryam: Di nandung awak pula yuk

Bukan awak mandang pondok awak mandang dek gelegar kasonyo Bukanlah awak dek oi mandang elok

Oi idak sayang

Awak lah mandang tu basolah tuan e budilah bahasonyo Bukanlah awak dek oi memandang elok

Oi aningkan nian yuk

Awak memandang tu basolah tuan e budilah bahasonyo

Terjemahan :

Di nandung saya pula yuk

Bukan saya memandang pondok saya memandang gelegar kasaunya Bukanlah saya dek oi mandang elok

Oi idak sayang

Sayalah memandang tu bahasalah tuan e budilah bahasanya Bukanlah saya dek oi memandang rupa

Oi bilangkan nian yuk

Saya memandang itu bahasalah tuan e budilah bahasanya

(3) Pengucapan teks asli oleh Alfian : Di nandung nandunglah sayang

Dari mano mau kemano Darilah Jepun lah dek

Dari mano mau kemano dek oi dari lah Jepun lah yuk ke bandar cino Janganlah marah nian kini dek o lah dek abang betanyo

Ai nandung di sayang

Bajulah kuning bajulah kuning tu baso lah sayang e siapolah namonyo Janganlah marah nian kini dek o dek abang batanyo

ai merbah lilin

bajulah kuning bajulah kuning tu baso lah sayang e siapo lah namonyo

Terjemahan :

Di nandung nandunglah sayang Dari mana mau kemana

(9)

Dai mana mau kemana dek oi darilah Jepunlah yuk ke bandar cina Janganlah marah nian kini dek o lah dek abang bertanya

Ai nandung di sayang

Bajulah kuning bajulah kuning itu bahasa sayang e siapalah namanya Janganlah marah nian kini dek o dek abang bertanya

Ai merbah lilin

bajulah kuning bajulah kuning tu bahasanya lah sayang e siapa lah namanya

(4) Pengucapan teks asli oleh Maryam : Di nandung awak pula yuk

Kalu ado sumur di ladang

Boleh idak dek menumpang mandi

Kalu ado sumur di ladang dek bolehkah idak sayang Kalulah ado dek sumur di ladang

Aning kan nian yuk

Taonlah depan iko lagilah tuan bajumpolah nyo Kalulah ado dek o dek umurlah panjang

Aningkan nian yuk

Taonlah depan itu basolah tuan batemulah nyo

Terjemahan :

Di nandung saya pula yuk Kalau ada sumur di ladang

Boleh tidak dek menumpang mandi

Kalau ada sumur di ladang dek bolehkah tidak sayang Kalaulah ada dek

Bilangkan nian yuk

Tahunlah depan ini lagilah tuan berjumpanya Kalaulah ada dek o dek umurlah panjang Bilangkan nian yuk

Tahun depan itu bahasalah tuan bertemu nya

Teks yang dinyanyikan diatas adalah bentuk pengolahan dari pantun sebagai berikut : Kalu tuan naik perahu

Jangan lupo membawa jalo Kalu tuan ingatlah tau Inilah dio senandung jolo

Bukan awak mandang pondok Awak mandang gelegar kasonyo Bukan awak mandang elok Awak mandang budi bahasonyo

Dari mano mau kemano Dari jepun ke bandar cino Jangan marah abang batanyo Yang baju kuning siapo namonyo

(10)

Taunlah depan betemu lagi

Tabel 4.1 : Analisis Struktur Teks Senandung jolo Bait Pantun Baris Sajak Silabel

Kalu tuan naik perahu Janganlah lupolah dek Kalu tuan naik perahu oi Janganlah lupolah dek membawa jalo

Kalulah tuan nian kini dek o dek ingatlah tau Ai nandung di sayang Ikolah dio ikolah dio itu baso lah sayang e senandunglah jolo Kalulah tuan kini dek o dek ingatlah tau

Ai nandung di sayang Ikolah dio ikolah dio itu basolah sayang e Awak lah mandang tu basolah tuan e budilah bahasonyo

(11)

Awak Darilah Jepun lah dek Dari mano mau kemano dek oi dari lah Jepun lah yuk ke bandar cino Janganlah marah nian kini dek o lah dek abang betanyo

Ai nandung di sayang Bajulah kuning bajulah kuning tu baso lah sayang e siapolah kuning tu baso lah sayang e siapo lah namonyo

Kalulah ado dek sumur di ladang

(12)

Melihat bait pantun pertama, kata sampiran satu diulang dua kali, sampiran dua diulang dua kali, isi satu diulang dua kali, isi dua diulang dua kali, dan kalimat sisipan diulang sebanyak tiga kali. Penyenandung cenderung mengulangi pantun mengikuti ulangan-ulangan melodi.

Bait pantun kedua, baris sampiran satu dan dua diulang sebanyak dua kali, baris isi satu dan dua diulang sebanyak dua kali.

Bait pantun ketiga, penyenandung menggunakan kalimat “di nandung lah sayang”, “ai nandung di sayang”, “ai merbah lilin” untuk mengisi melodi, lalu baris sampiran hanya disampaikan satu kali, sedangkan baris sampiran isi satu dan dua diulang masing-masing dua kali.

Bait pantun keempat, baris sampiran dan isi diulang sebanyak dua kali. Kemudian menggunakan kalimat “di nandung awak pula yuk”, “aningkan nian yuk” untuk mengisi melodi.

4.1.2 Bentuk Teks

Dalam bab ini, penulis akan menganalisis teks atau syair yang digunakan dalam musik vokal senandung jolo. Bahasa yang digunakan mempunyai persamaan dengan bahasa sehari-hari yang dipergunakan oleh masyarakat Melayu Jambi dialek7

Garapan teks dalam senandung jolo lebih diutamakan daripada garapan melodinya. Hal ini dapat dilihat dari teks yang berubah-ubah sedangkan melodinya sama atau hampir bersamaan. Dengan demikian, dapat disimpulkan musik senandung jolo dapat dikategorikan sebagai musik logogenik

Kumpeh di Kelurahan Tanjung.

8

Senandung jolo memiliki ciri-ciri pantun yang dikemukakan oleh Harun Mat Piah. Teks yang disajikan terdiri dari dua bagian utama yaitu sampiran dan isi. Sampiran dalam teks senandung jolo menggunakan kata-kata

. Senandung jolo menggunakan pantun empat baris sebagai teks yang terdiri dari dua baris sampiran dan dua baris isi.

Menurut Harun Mat Piah yang dikutip oleh Takari (1998: 572), pantun adalah sejenis puisi yang pada umumnya terdiri dari : empat baris dalam satu rangkap, empat perkataan sebaris, mempunyai rima akhir a-b-a-b, dengan sedikit variasi dan kekecualian. Tiap-tiap rangkap terbagi ke dalam dua unit : pembayang (sampiran) dan maksud (isi). Secara umum hubungan antara sampiran dan isi hanyalah hubungan dalam hal bunyi, tapi pada pantun-pantun tertentu sering juga didapati selain hubungan bunyi, juga mempunyai hubungan makna. Sehingga setiap rangkap melengkapi satu ide.

7

Menurut Poerwadarminta (1984:249), dialek adalah logat; bahasa yang dipakai di suatu tempat atau daerah yang agak berbeda dengan bahasa yang umum.

8

(13)

kiasan atau perumpaan, sedangkan isi teks disampaikan dengan menggunakan kata-kata ungkapan yang memiliki makna.

Senandung jolo memiliki gaya repetisi dalam pantun yaitu perulangan-perulangan bunyi, suku kata atau bagian kalimat yang dianggap penting untuk memberikan tekanan pada sebuah konteks yang sesuai.

Pantun dalam senandung jolo juga dipadatkan sesuai dengan kebutuhan melodi musik yang dimasuki. Hal ini jugalah yang membuat pantun disisipi dengan kata-kata yang dimana jumlah kata yang digunakan dalam penyajian senandung jolo tidak sama karena hal itu tergantung pada penggarapan teks seorang penyaji. Contoh yang ditemukan dalam isi teks senandung jolo seperti: ai, oi, o, e, sayang, dek, tuan, dan yuk.

Jumlah kata yang digunakan dalam satu baris tidak mutlak terdiri dari empat kata atau menurut ketentuan pantun pada umumnya. Sifatnya lebih fleksibel, hal ini karena pantun disampaikan secara melodis bukan dengan cara berpantun. Hal ini juga lah yang membuat senandung jolo disampaikan secara melismatik. Melismatik adalah gaya untuk menjelaskan suku kata yang dinyanyikan dengan beberapa nada. Dalam senandung jolo terdapat berbagai suku kata yang dinyanyikan dengan beberapa nada.

Teks yang digunakan dalam senandung jolo berubah-ubah sesuai dengan penggunaan senandung jolo, apakah dinyanyikan pada saat di sawah, di rumah, dan bahkan pada upacara tertentu. Selain itu, karena teks merupakan ekspresi rasa dari penyenandung hal ini juga mempengaruhi isi teks yang berubah-ubah.

4.1.3 Makna Teks

Teks diatas berisi rayuan dan juga nasihat yang dapat kita lihat apabila makna dari setiap teks dikaji. Setiap teks dimulai dengan “di nandung nandung lah sayang” dan “di nandung awak pula yuk”. Teks “di nandung nandung lah sayang” dinyanyikan oleh penyenandung yang mengawali nyanyian. Kata “nandung” berasal dari kata dasar senandung yang berarti nyanyian. Kata ini digunakan untuk menandai bahwa yang mereka sedang bersenandung. Sedangkan teks “di nandung awak pula yuk” dinyanyikan di setiap awal penyenandung kedua memulai nyanyian. Teks ini memiiki arti dalam bahasa Indonesia adalah di nandung saya pula yuk. Hal ini menandakan bahwa gilirannya untuk bersenandung setelah penyenandung pertama.

Berikut ini penulis akan menguraikan makna teks senandung jolo pada pantun bagian pertama yaitu :

Tabel 4.2 : Makna Teks Bait Pertama :

Baris Pantun Kata yang

digunakan

Arti kata dalam bahasa Indonesia

Satu (Sampiran)

Kalu tuan naik perahu Kalu Kalau Tuan Tuan

(14)

ikan yang berupa jaring bulat dimana

penggunaannya dengan cara ditebarkan atau

dicampakkan ke air) Tiga (Isi) Kalu tuan ingatlah tau Kalu Kalau

Tuan Tuan Ingatlah Ingatlah

Tau Tau

Empat (Isi)

Ikolah dio senandung jolo

Ikolah Inilah

Dio Dia

Senandung Mengacu pada judul kesenian ini

Jolo

Pada pantun bait pertama ini, dua baris sampiran dan dua baris isi ditemukan adanya hubungan dalam hal persamaan bunyi, dan tidak mempunyai hubungan makna. Hubungan bunyi tersebut terwujud dalam bentuk persajakan dengan struktur A-B-A-B dan perulangan bunyi dengan gaya repetisi (perulangan yang terjadi pada bunyi, suku kata, kata, frasa, dan bagian kalimat) dan gaya asonansi (perulangan pada vokal yang sama).

Kalu tuan naik perah(u) Jangan lup(o) membawa jal(o) Kalu tuan ingatlah ta(u) Ikolah di(o) senandung jol(o)

Pada bagian sampiran pantun, ditemui adanya hubungan antara sampiran baris pertama dan kedua. Bagian sampiran satu, kata “tuan” mengacu kepada orang lain yang pada saat itu mendengar saat senandung jolo ini dinyanyikan. Kata “naik perahu” disini merupakan ikon dari kata kerja menjala. Kegiatan menjala ikan dipresentasikan dengan kata “naik perahu” karena pada dasarnya masyarakat di Kelurahan Tanjung menjala ikan dengan menaikki perahu. Perahu yang dimaksud oleh masyarakat di Kelurahan Tanjung adalah perahu kecil yang digunakan dengan cara didayung. Sehingga pada baris sampiran kedua, “jangan lupo membawa jalo” berkaitan dengan baris pertama untuk tidak lupa membawa jala (alat untuk menangkap ikan yang berupa jaring bulat dimana penggunaannya dengan cara ditebarkan atau dicampakkan ke air) pada saat hendak menjala atau mencari ikan.

Pada baris isi “kalu tuan ingatlah tau, ikolah dio senandung jolo” bermakna menjelaskan atau memperkenalkan kepada orang yang mendengar nyanyian yang didengar pada saat itu adalah kesenian senandung jolo. Pantun ini biasanya terletak pada bagian awal sebagai pantun pembuka.

Dari pantun ini, disampaikan secara tersirat bahwa dalam kehidupan masyarakatnya dijumpai adanya kegiatan menjala atau mencari ikan.

Tabel 4.3 : Makna Teks Bait Kedua

(15)

digunakan Indonesia

Mandang Memandang Pondok Pondok (Bangunan

sementara yang didirikan di sawah)

Gelegar Baris kayu di bawah pondok yang berfungsi sebagai alas lantai

Kasonyo Kasaunya ( kayu sebagai pondasi untuk meletakkan atap pada pondok)

Tiga (Isi) Bukan awak mandang elok

Bukan Bukan

Awak Saya

Mandang Memandang

Elok Rupa atau wajah yang cantik, baik

(16)

Selain hubungan makna, antara baris isi dan sampiran ditemukan adanya hubungan dalam hal persamaan bunyi. Hubungan bunyi tersebut terwujud dalam bentuk persajakan dengan struktur A-B-A-B dan perulangan bunyi dengan gaya repetisi (perulangan yang terjadi pada bunyi, suku kata, kata, frasa, dan bagian kalimat) dan gaya aliterasi (perulangan pada konsonan yang sama).

Bukan awak mandang pondo(k) Awak mandang gelegar kaso(nyo) Bukan awak mandang elo(k) Awak mandang budi bahaso(nyo)

Tabel 4.4 : Makna Teks Bait Ketiga

Baris Pantun Kata yang

digunakan

Arti kata dalam bahasa Indonesia

Dari Jepun ke Bandar Cino Tiga (Isi) Jangan marah abang

batanyo

Yang baju kuning siapo namonyo

Yang Yang

Baju Baju

Kuning (Warna) kuning Siapo Siapa

(17)

Pada pantun bait ketiga ini, dua baris sampiran dan dua baris isi ditemukan adanya hubungan dalam hal persamaan bunyi, dan tidak mempunyai hubungan makna. Hubungan bunyi tersebut terwujud dalam bentuk persajakan dengan struktur A-A-A-A dengan perulangan bunyi gaya asonansi (perulangan pada vokal yang sama).

Dari mano mau keman(o) Dari jepun ke bandar cin(o) Jangan marah abang batany(o) Yang baju kuning siapo namony(o)

Pada baris sampiran pertama, “dari mano mau kemano” merupakan sebuah pertanyaan yang berarti “dari mana mau kemana” yang kemudian dijawab pada baris sampiran kedua “dari jepun ke bandar cino”. Jepun ini sendiri memiliki arti Negara Jepang. Bandar adalah tempat atau pusat yang ramai penduduknya dan terdapat banyak urusan dan perniagaan dijalankan, dalam hal ini disebut pusat kota. Sedangkan Cino adalah Negara Cina.

Pada baris isi, memiliki persamaan dengan baris sampiran yaitu merupakan pantun yang berisi pertanyaan. Baris isi pertama “jangan marah abang batanyo” mengandung arti bahwa abang (pihak laki-laki) yang bersenandung ini membujuk pihak kedua yang sedang berbalas pantun (wanita) untuk tidak marah dengan pertanyaan yang akan disampaikan. Dimana pertanyaannya terdapat pada baris isi kedua “yang baju kuning siapo namonyo” yang berarti yang baju kuning siapa namanya. Pantun ini merupakan rayuan oleh penyenandung pertama, dimana pada pengucapan asli nyanyian ini menggunakan kata merbah lilin. Merbah lilin adalah jenis burung yang tubuhnya memiliki warna dominan kuning. Mengacu pada teori semiotika menurut Peirce, objek terdiri dari simbol (tanda yang muncul dari kesepakatan), ikon (tanda yang muncul dari perwakilan fisik) dan indeks (tanda yang muncul dari hubungan sebab-akibat), pengunaan kata merbah lilin ini merupakan ikon yang mempunyai kemiripan dengan penanda (seseorang wanita yang sedang dirayu dan memakai baju kuning).

Seperti yang dikemukakan oleh Merriam (1964: 187) bahwa “One of the most obvious sources for the understanding of human behaviour in connection with music is the song text. Texts, of course, are language behaviour rather than music sound”. Melalui teks nyanyian masyarakatnya, kita dapat memahami tingkah laku masyarakat itu sendiri. Hal ini dapat penulis lihat dari makna bait ketiga di atas, penulis melihat bahwa masyarakat Melayu di Kelurahan Tanjung menjunjung tinggi sopan santun dan kelemahlembut seperti yang ditemukan pada teks “jangan marah abang batanyo/jangan marah abang bertanya”. Penyenandung seolah meminta izin terlebih dahulu untuk bertanya agar tidak menimbulkan kemarahan atas pertanyaan siapa namanya ke pihak wanita.

Tabel 4.5 : Makna Teks Bait Keempat

Baris Pantun Kata yang

digunakan

(18)

Mandi Mandi Tiga (Isi) Kalu ado umur panjang Kalu Kalau

Ado Ada

Umur Umur

Panjang Panjang Empat

(Isi)

Taunlah depan betemu lagi

Taunlah Tahunlah Depan Depan Betemu Bertemu Lagi Lagi

Pantun yang digunakan pada bait keempat merupakan pantun umum yang biasa digunakan dan menjadi pantun penutup. Dua baris sampiran dan dua baris isi ditemukan adanya hubungan dalam hal persamaan bunyi, dan tidak mempunyai hubungan makna. Hubungan bunyi tersebut terwujud dalam bentuk persajakan dengan struktur A-B-A-B dan perulangan bunyi dengan gaya repetisi (perulangan yang terjadi pada bunyi, suku kata, kata, frasa, dan bagian kalimat), gaya asonansi (perulangan pada vokal yang sama), dan gaya aliterasi (perulangan pada konsonan yang sama).

Kalu ado su(mur) di ladan(g) Boleh idak menumpang mand(i) Kalu ado u(mur) panjan(g) Taunlah depan betemu lag(i)

Pantun ini berisi harapan agar dilain waktu diberikan umur panjang sehingga pihak yang bersenandung dan pendengar kesenian ini dapat bertemu kembali. Kata “taunlah depan” ini tidak diartikan bahwa hanya tahun tepan kita bertemu kembali. Kata ini digunakan sebagai tanda harapan ada kesempatan dilain waktu untuk bertemu kembali.

4.2 Transkripsi dan Analisis Musikal Senandung jolo

4.2.1 Teknik Transkripsi

Dalam bab ini, penulis akan menganalisis musik dari senandung jolo. Penulis melakukan metode transkripsi yang berarti proses penotasian bunyi, mereduksi bunyi ke dalam simbol visual.

Pada tahap awal, proses transkripsi diawali dengan perekaman langsung senandung jol yang dinyanyikan oleh informan menggunakan kamera digital dengan spesifikasi Canon EOS 500D dan Xiaomi Yi Camera. Informan menyanyikan senandung jolo dengan teks yang biasanya dinyanyikan untuk menghibur hati saat sedang berada di sawah. Senandung jolo dinyanyikan dengan alat musik gambang, gong, dan gendang kayu.

(19)

memindahkan semua melodi dalam bentuk tulisan tangan ke bentuk komputerisasi dengan menggunakan aplikasi Sibelius.

4.2.2 Simbol dalam Notasi

Dalam transkripsi menggunakan notasi barat, ada beberapa simbol yang digunakan yaitu :

1. = Merupakan garis paranada yang memiliki lima buah garis paranada dan empat buah spasi dengan tanda kunci G.

2.

= Simbol yang menyatakan freemeter

3. = Merupakan birama dengan 4/4 dalam kunci G

4. = Merupakan satu buah not ¼ bernilai 1 ketuk

5. = Merupakan dua buah not 1/8 yang digabung menjadi 1 ketuk

6. = Merupakan tanda diam 1/8 dan not 1/8 yang digabung menjadi 1 ketuk 7. = Merupakan 4 buah not 1/6 yang digabung menjadi seperempat ketuk 8. = Merupakan 3 buah not 1/32 dan 1 not 1/8 yang digabung menjadi 1 ketuk

9. = Merupakan tanda pugar (natural) yang berfungi untuk mengembalikan atau menaturalkan nada yang dinaikkan atau diturunkan ½ dari nada sebelumnya

10. = Merupakan tanda istirahat ¼ yang bernilai 1 ketuk

Simbol-simbol di atas adalah simbol yang digunakan dalam lampiran partitur yang perlu diketahui oleh pembaca untuk mengetahui makna-maknanya.

4.2.3 Analisis Musikal

Dalam menganalisis struktur musik senandung jolo, penulis mengacu pada teori weighted scale yang dikemukakan oleh William P. Malm. Menurut teori ini, ada hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mendeskripsikan melodi, yaitu : (1) tangga nada, (2) wilayah nada, (3) nada dasar, (4) jumlah interval, (5) jumlah nada, (6) pola kadensa, (7) kontur, dan (8) formula melodi.

4.2.3.1Tangga Nada (Scale)

Dalam mendeskripsikan tangga nada, penulis mengurutkan nada-nada yang terdapat dalam senandung jolo dari nada terendah hingga nada tertinggi. Penulis memperoleh 9 nada dengan nada terendah adalah D dan nada tertinggi adalah D pada oktaf berikutnya.

(20)

1 1/2 1 1 1/2 1 1

Dengan demikian, senandung jolo dalam tulisan ini menggunakan tangga nada D minor.

4.2.3.2Nada Dasar (Pitch Center)

Nada dasar sering disebut Pitch Center atau pusat tonalitas suatu tangga nada atau modus. Menurut Bruno Nettl dalam bukunya yang berjudul Theory and Method in Ethnomusicology (1984:164), dalam menentukan tonalitas sebuah lagu ada tujuh kriteria yang harus diperhatikan :

1. Patokan yang paling umum adalah melihat nada mana yang paling sering dipakai, dan mana yang paling jarang dipakai dalam sebuah komposisi musik.

2. Kadang-kadang nada yang harga ritmisnya besar dianggap sebagai nada dasar, walaupun jarang dipakai dalam keseluruhan komposisi musik tersebut.

3. Nada yang dipakai pada awal atau akhir komposisi maupun pada bahagian tengah komposisi musik dianggap mempunyai fungsi penting dalam menentukan tonalitas komposisi musik tersebut.

4. Nada yang berada pada posisi paling rendah atau posisi tengah dianggap penting.

5. Interval-interval yang terdapat di antara nada, kadang-kadang dapat dipakai sebagai patokan. Umpamanya kalau ada satu nada dalam tangga nada pada sebuah komposisi musik yang digunakan bersama oktafnya. 6. Adanya tekanan ritmis pada sebuah nada juga dapat dipakai sebagai patokan tonalitas.

7. Harus diingat bahwa barangkali terdapat gaya-gaya musik yang mempunyai sistem tonalitas yang tidak dapat dideskripsikan dengan keenam patokan di atas. Untuk mendeskripsikan sistem tonalitas seperti itu, cara terbaik adalah berdasar kepada pengalaman akrab dengan gaya musik tersebut (terjemahan Marc Perlman 1990).

Dari hasil transkripsi dan mengacu pada kriteria yang dikemukan di atas, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Nada yang paling sering dipakai adalah A.

2. Nada yang harga ritmisnya paling besar adalah D.

3. Nada yang dipakai pada bagian awal dan akhir lagu adalah D. 4. Nada paling rendah adalah D.

5. Nada yang dalam tangga nada pada sebuah komposisi musik yang digunakan bersama oktafnya adalah D. 6. Adanya tekanan ritmis pada nada A.

7. Pengenalan penulis dengan memperhatikan tangga nada dan mendengarkan rekaman hasil penelitian adalah F.

Dengan demikian, nada dasar dari senandung jolo dalam tulisan ini adalah F.

4.2.3.3Wilayah Nada (Range)

(21)

1 Oktaf 1.200 cent

4.2.3.4Jumlah Nada

Jumlah nada adalah banyaknya nada yang digunakan dalam suatu nyanyian. Banyaknya jumlah nada dapat dilihat dari garis paranada berikut ini :

Dari gambaran diatas, nada D dengan jumlah 58 buah nada, E dengan jumlah 96 buah nada, F dengan jumlah 155 buah nada, G dengan jumlah 71 buah nada, A dengan 193 buah nada, Bb dengan jumlah 10 buah nada, B dengan jumlah 12 buah nada, C dengan jumlah 33 buah nada. Dengan demikian, nada Bb paling sedikit digunakan yaitu 10 buah nada, dan nada A yang paling banyak digunakan.

4.2.3.5Jumlah Interval

Interval adalah jarak antara satu nada dengan nada lain yang dipergunakan di dalam sebuah komposisi musik. Dalam bagian ini penulis akan mendeskripsikan banyaknnya interval yang dipakai dalam nyanyian. Selengkapnya dapat dilihat sebagai berikut :

Tabel 4.6 : Jumlah Interval Interval Posisi Jumlah Total

1P 153 153

2M 79 185

106

2m 82 181

99

3M 4 8

4

Dari tabel diatas, interval 2M paling banyak muncul dengan jumlah interval 185 dan interval 3M paling sedikit muncul yaitu sebanyak 8 interval.

4.2.3.6Pola Kadensa

3min 30 40

10

4P - 11

(22)

Kadensa adalah suatu rangkaian harmoni atau melodi sebagai penutup pada akhir melodi atau di tengah kalimat, sehingga bisa menutup sempurna melodi tersebut atau setengah menutup (sementara) melodi tersebut. Dalam senandung jolo, penulis memilih melodi akhir sebagai pola kadensa, yaitu :

4.2.3.7Formula Melodi (Melodic Formulas)

Formula melodi terdiri dari bentuk, frasa, dan motif. Bentuk melodi adalah gabungan dari beberapa frasa yang terjalin menjadi satu pola melodi. Frasa melodi adalah bagian-bagian kecil dari melodi. Dan motif adalah ide melodi sebagai dasar pembentukkan melodi.

William P. Malm mengemukakan bahwa ada beberapa istilah dalam menganalisis bentuk, yaitu:

1. Repetitive yaitu bentuk nyanyian yang diulang-ulang.

2. Ireratif yaitu bentuk nyanyian yang memakai formula melodi yang kecil dengan kecenderungan pengulangan-pengulangan di dalam keseluruhan nyanyian.

3. Stropic yaitu bentuk nyanyian yang diulang tetapi menggunakan teks nyanyian yang baru atau berbeda.

4. Reverting yaitu bentuk yang apabila dalam nyanyian terjadi pengulangan pada frasa pertama setelah terjadi penyimpangan-penyimpangan melodi.

5. Progresive yaitu bentuk nyanyian yang terus berubah dengan menggunakan materi melodi yang selalu baru.

Berdasarkan bentuk melodi yang dikemukakan oleh William P. Malm, penulis menyimpulkan bahwa bentuk melodi senandung jolo adalah stropic yang menggunakan teks nyanyian yang berbeda dengan bentuk nyanyian yang diulang.

Senandung jolo memiliki 1 bentuk melodi “A” dengan 3 bagian frasa melodi yang diulang. Frasa tersebut adalah sebagai berikut :

(23)

Frasa A2 :

Frasa A3 :

Struktur bentuk keseluruhan dari senandung jolo dapat dilihat sebagai berikut :

A (a1- a2- a2- a3- a2- a3- a2- a3- a3- a3- a2- a3- a3-a1- a2- a2- a3- a2- 3- a1- a2- a2- a3- a2- a3)

Frasa A1 diulang sebanyak 3 kali, frasa A2 diulang sebanyak 11 kali, dan frasa A3 diulang sebanyak 11 kali.

4.2.3.8Kontur (Countour)

Kontur adalah garis melodi dalam sebuah lagu. Malm (dalam Irawan 1997: 85) membedakan beberapa jenis kontur, yaitu:

1. Ascending yaitu garis melodi yang bergerak dengan bentuk naik dari nada yang lebih rendah ke nada yang lebih tinggi.

2. Descending yaitu garis melodi yang bergerak dengan bentuk turun dari nada yang lebih tinggi ke nada yang lebih rendah.

3. Pendulous yaitu garis melodi yang bentuk gerakannya melengkung dar nada yang lebih tinggi ke nada yang lebih rendah, kemudian kembali lagi ke nada yang lebih tinggi atau sebaliknya.

4. Conjuct yaitu garis melodi yang sifatnya bergerak melangkah dari satu nada ke nada yang lain baik naik maupun turun.

5. Terraced yaitu garis melodi yang bergerak berjenjang baik dari nada yang lebih tinggi ke nada yang lebih rendah atau dimulai dari nada yang lebih rendah ke nada yang lebih tinggi.

6. Disjuct yaitu garis melodi yang bergerak melompat dari satu nada ke nada yang lainnya, dan biasanya intervalnya di atas sekonde baik mayor maupun minor.

7. Static yaitu garis melodi yang bentuknya tetap yang jaraknya mempunyai batas-batasan. Dari jenis-jenis kontur di atas, senandung jolo memiliki kontur sebagai berikut :

Tabel 4.7: Jenis Kontur

Jenis Kontur

Contoh Garis Paranada

(24)

4.3.4.9 Analisis Ritem

Nyanyian senandung jolo yang penulis telah dideskripsikan menggunakan alat musik tambahan yaitu : gambang, gambang peningkah, gendang kayu, dan gong. Penulis menggunakan pendekatan dengan melihat tempo, pola ritem, motif, dan meter.

1. Tempo M.M : 117 (Pada bagian musik instrumen) 2. Durasi Lagu : 9’ 37”

3. Meter : freemeter (Pada bagian vokal) 4/4 (Pada bagian musik)

Pola ritem gambang peningkah :

M

Motif ritem : Motif A pada birama pertama dari gambar di atas.

Motif B pada birama ketiga dari gambar di atas :

Pola ritem gendang kayu :

Motif ritem : Motif ritem A pada birama ke dua dari gambar di atas :

Motif ritem B pada birama ketiga dari gambar di atas :

Pola ritem gong : Descending

Pendulous

(25)
(26)
(27)
(28)
(29)
(30)
(31)
(32)
(33)
(34)
(35)
(36)
(37)
(38)
(39)
(40)
(41)
(42)
(43)
(44)

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Setelah diuraikan secara terperinci dari bab satu sampai empat, maka penulis akan menyimpulkan dan memberikan saran terhadap penelitian ini pada Bab V. Adapun kesimpulan yang akan penulis buat mengenai Senandung jolo ini adalah sebagai berikut :

(45)

Selain itu sesuai dengan tiga pokok permasalahan yang ditetapkan pada Bab I skripsi ini, yaitu tentang fungsi, struktur dan makna teks, serta struktur musikal, maka pada kesimpulan ini diuraikan secara umum, bagaimana fungsi, struktur dan makna teks, dan struktur musikal.

(1) Senandung jolo memiliki empat fungsi yang mengacu pada teori Allan P. Merriam, yaitu fungsi pengungkapan emosional, fungsi hiburan, fungsi yang berkaitan dengan norma masyarakat, dan fungsi pengintegrasian masyarakat.

(2) Senandung jolo pada umumnya disajikan dengan gaya repetitif dengan mengutamakan teks daripada melodi (strofic-logogenic). Teks nya merupakan pantun yang terdiri dari dua baris sampiran dan dua baris isi. Makna teksnya berisi rayuan dan juga nasihat dalam bertutur kata dan sopan santun.

(3) Struktur musikal senandung jolo :

a) Tangga nada yang digunakan D minor. b) Nada dasarnya adalah F.

c) Wilayah nadanya 1 oktaf dari D ke D’.

d) Jumlah nada yang paling banyakan digunakan adalah A (193 buah nada), dan nada yang paling sedikit digunakan adalah Bb (10 buah nada).

e) Interval yang paling banyak muncul adalah interval 2M. f) Pola kadensa yang digunakan ada dua rangkaian melodi.

g) Formula melodi nya yaitu stropic yang menggunakan teks nyanyian yang berbeda dengan bentuk nyanyian yang diulang.

h) Terdapat empat jenis kontur, yaitu : ascending, descending, pendulous, dan static.

5.2 Saran

Kesenian senandung jolo di Kelurahan Tanjung ini diharapkan dapat diteruskan oleh generasi muda sehingga menjadi kader-kader baru dalam melestarikan kesenian ini karena senandung jolo biasanya hanya dinyanyikan oleh orang tua yang mengerti cara menyanyikannya dengan baik. Dan apabila tidak ada generasi baru yang mampu menyanyikannya, kesenian ini dapat hilang dan hanya menjadi catatan sejarah saja.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penelitian ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan untuk peneliti selanjutnya dapat menggali lebih dalam lagi mengenai seni tradisi lisan ini. Sehingga nantinya kita juga dapat mengetahui hal-hal yang ternyata belum penulis dapati dan yang ternyata didapati oleh peneliti selanjutnya. Sehingga kita dapat berbagi pengetahuan tentang kebudayaan Masyarakat Jambi.

Semoga tulisan ini dapat memberikan kontribusi yang positif terhadap apresiasi budaya dan pengetahuan terhadap ilmu pengetahuan secara umum dan bidang etnomusikologi secara khusus. Dan semoga dengan adanya tulisan ini dapat menambah wawasan kita sebagai para etnomusikolog demikian juga untuk semua para pembaca.

LAMPIRAN 1

(46)
(47)
(48)
(49)
(50)

Gambar

Gambar 3.1: Lokasi Sanggar Seni Mengorak Silo
Gambar 3.2 : Gambang dan pemukul
Gambar 3.4 : posisi memainkan gambang dengan 4 bilah kayu
Gambar 3.7 : Senandung jolo dinyanyikan di tengah sawah
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil menunjukkan bahwa peranan modal sosial dalam usahatani jagung hibrida di Desa Monggo Kecamatan Madapangga Kabupaten Bima Nusa Tenggara Barat terdiri dari

Kegiatan periklanan ditujukan untuk memperoleh reaksi atau respon terhadap perilaku konsumen yang dituju, sehingga harus dapat meningkatkan jumlah pendapatan melalui

Sebagaimana telah dikemukaan bahwa komunikasi insani atau human communication baik yang non antarpribadi maupun yang antarpribadi semuanya mengenai pengendalian lingkungan guna

Maklumat ini hanyalah berkait dengan bahan yang khas dinamakan dan tidak sah bila diguna untuknya bila bahan lain diguna bersama atau dalam mana-mana proses, melainkan jika

Variabel respon yang akan diteliti adalah kekerasan dari baja karbon rendah hasil dan menggunakan 3 variabel bebas (faktor) yaitu suhu austenisasi, waktu penahanan,

Untuk menilai likuiditas perusahaan terdapat beberapa rasio yang dapat digunakan sebagai alat untuk menganalisis dan menilai posisi likuiditas perusahaan yang paling

Dengan pendekatan kualitatif dalam penelitian ini, maka peneliti akan mencari dan mendiskripsikan implementasi Culturally Responsive Teaching pada mata pelajaran

Ayat ini disebutkan bahwa orang yang akan mem- peroleh keberuntungan adalah orang yang pandai ber- syukur dengan penuh kerendahan hati akan nikmat-nik- mat Allah yang