Mikosis didefinisikan sebagai infeksi jamur yang disebabkan organisme
eumycotic yang oportunistik dan patogenik, seperti: Dermatophytes spp., Candida
spp., Aspergillus spp., Feomycetes spp., Cryptococcus, dan beberapa spesies fungi lainnya (Kazemi, 2013). Mikosis terdiri dari mikosis superfisialis, intermedia dan profunda (Goldsmith, et al., 2012). Faktor yang mempengaruhi mikosis adalah udara yang lembab, lingkungan yang padat, sosial ekonomi yang rendah, adanya sumber penularan disekitarnya, obesitas, penyakit sistemik, penggunaan obat antibiotik, steroid, sitostatika yang tidak terkendali (Brooks, et al., 2013).
2.1.1. Dermatofitosis
Jamur golongan dermatofitosis terdiri dari 3 genus yaitu Microsporum,
Trichophyton, dan Epidermophyton. Microsporum menyerang rambut dan kulit.
Trichophyton menyerang rambut, kulit dan kuku. Epidermophyton menyerang kulit dan jarang pada kuku (Brooks, et al., 2013).
Golongan dermatofita bersifat mencerna keratin. Gambaran klinis dermatofita menyebabkan beberapa bentuk klinis yang khas, satu jenis dermatofita menghasilkan klinis yang berbeda tergantung lokasi anatominya (Brooks, et al., 2013).
2.1.1.1. Definisi
2.1.1.2. Epidemiologi:
Dermatofita tergolong jamur contagious, berspora dan memiliki hifa sepanjang sel kulit dan rambut yang mati, merupakan serpihan dari orang yang terinfeksi, membuat infeksi berulang menjadi sering (Brooks, et al., 2013). Infeksi sub - kutaneus yang jarang yang disebabkan jamur ini dapat terjadi pada pasien AIDS (Kazemi, 2013). Dermatofita yang menginfeksi manusia diklasifikasikan berdasarkan habitat mereka antara lain sebagai berikut :
A. Antrophophilic dermatophyta sering dikaitkan dengan manusia dan ditransmisikan baik melalui kontak langsung atau melalui fomit yang terkontaminasi
B. Zoophilic dermatophyta sering dikaitkan dengan hewan-hewan, jamur ini ditransmisikan kepada manusia baik melalui kontak langsung dengan hewan tersebut misalnya hewan peliharaan dan melalui produksi hewan tersebut seperti wol.
C. Geophilic dermatophyta adalah jamur tanah yang ditransmisikan kepada manusia melalui paparan langsung ke tanah atau ke hewan yang berdebu.
2.1.1.3. Etiologi
Dermatofitosis disebabkan oleh jamur golongan dermatofita yang teridiri dari tiga genus, yaitu genus Microsporum, Trichophyton, dan Epidermophyton. Dari 40 spesies dermatofita yang sudah dikenal, hanya 23 spesies yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia dan binatang, yang terdiri dari spesies
Umumnya gejala-gejala klinik yang timbulkan oleh golongan zoofilik dan golongan geofilik pada manusia bersifat akut dan sedang serta lebih mudah sembuh (Goldsmith, et al., 2012).
Dermatofita yang antropofilik terutama menyerang manusia karena memilih manusia sebagai hospes tetapnya. Golongan jamur ini dapat menyebabkan perjalanan penyakit menjadi menahun dan residif karena reaksi penolakan tubuh yang sangat ringan. Contoh jamur yang antropofilik ialah
Microsporum audouiniidan Trichophyton rubrum(Goldsmith, et al., 2012). 1. Trichophyton
a) T. interdigitale
Makroskopis: Koloni seperti kapas berwarna putih kekreman, permukaan menggunduk. Tidak ada pigmen pada potato dextrose agar. Uji urease positif membedakannya dengan T. Rubrum Mikroskopis: Mikrokonidia sangat banyak berkelompok berbentuk bulat, menyerupai sekelompok buah anggur pada cabang-cabang terminalnya dan banyak terdapat hifa yang menyerupai spiral (Goldsmith, et al., 2012).
Gambar 2.1 Gambar 2.2
Mikroskopis Kultur
Trichophyton interdigitale Trichophyton interdigitale
(Dikutip dari: Goldsmith, et al., 2012Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine.8th ed.New York: Mc Graw – Hill.)
b) T. rubrum
berkelompok atau satu – satu sepanjang hifa, berbentuk seperti air mata (Goldsmith, et al., 2012).
Gambar 2.3 Gambar 2.4
Mikroskopis Kultur
Trichophyton rubrum Trichophyton rubrum
(Dikutip dari: Goldsmith, et al., 2012.Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine.8th ed.New York: Mc Graw – Hill.)
c) T. verrucosum
Makroskopis: Kecil dan sedikit timbul, meskipun terkadang rata, berwarna putih kekuning – kuningan. Perlu thiamine dan inositol untuk tumbuh Mikroskopis : Rantai klamidokonidia pada Saboraud Dextrose Agar
(Goldsmith, et al., 2012).
Gambar 2.5 Gambar 2.6
Mikroskopis Kultur
Trichophyton verrucosum Trichophyton verrucosum
d) T. tonsurans
Makroskopis: Pertumbuhan koloni lambat, permukaan datar/ berbenjol benjol. Mempunyai tepi menyerupai bulu. Warna bervariasi cream, abu -abu, kuning, dan merah coklat dengan dasar kuning sampai merah. Mikroskopis : Mikrokonidia banyak sepanjang sisi hifa dan makrokonidia jarang (Goldsmith, et al., 2012).
Gambar 2.7 Gambar 2.8
Mikroskopis Koloni
Trichophyton tonsurans Trichophyton tonsurans
(Dikutip dari: Goldsmith, et al., 2012. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine.8th ed.New York: Mc Graw – Hill.)
e) T. violaceum
Makroskopis: Permukaan menonjol dan menyerupai lilin. Warna violet. Mikroskopis: Makrokonidia/ mikrokonidia jarang. Terlihat hifa irreguler dan klamidokonidia. (Goldsmith, et al., 2012).
.
Gambar 2.9 Gambar 2.10
Mikroskopis Kultur
Trichophyton violaceum Trichophyton violaceum
f) T. schoenleinii
Makroskopis: Berwarna keputihan, bagian tengah berlipat dan lebih tinggi dari pinggir. Pigmen dari tak berwarna ke kekuning - kuningan Mikroskopis : Makrokonidia/ mirokonidia tidak ada. Banyak ditemukan hifa berbentukFavic chandeliers(Goldsmith, et al., 2012).
Gambar 2.11 Gambar 2.12
Mikroskopis Kultur
Trichophyton schoenleinii Trichophyton schoenleini
(Dikutip dari: Goldsmith, et al., 2012. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine.8th ed.New York: Mc Graw – Hill.)
2. Microsporum
a) M. canis
Makroskopis: Permukaan datar berwarna putih hingga kuning terang. Mikroskopis: Makrokonidia banyak dijumpai. Ukurannya besar, ujung rucing, dinding tebal serta kasar dan ada tonjolan-tonjolan kecil pada ujungnya (Goldsmith, et al., 2012).
Gambar 2.13 Gambar 2.14
Mikroskopis Kultur
Microsporum canis Microsporum canis
b) M. gypseum
Makroskopis: Permukaan rata dan berglanuler dan pigment tan hingga
buff.
Mikroskopis: Makrokonidia besar, bentuk bujur telur, dinding tipis dan tanpa knob(Goldsmith, et al., 2012).
Gambar 2.15 Gambar 2.16
Mikroskopis Kultur
Microsporum gypseum Microsporum gypseum
(Dikutip dari: Goldsmith, et al., 2012. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine.8th ed.New York: Mc Graw – Hill.)
3) M. audouinii
Makroskopis: Permukaan datar. Warna koloni abu - abu kuning sampai coklat keputihan, dan dasar koloni merah coklat.
Mikroskopis : klamidokonidia terminal dan hifa pectinate (Goldsmith, et al., 2012).
Gambar 2.17 Gambar 2.18
Mikroskopis Kultur
Microsporum audouinii Micosporum audouinii
3. Epidermophyton
a) E. Floccosum
Makroskopis: Koloni tipis berbulu dengan central fold dan pigment kekuningan dan hijau - keabuan.
Mikroskopis: Makrokonidia berbentuk gada dan berdinding tipis dan ada yang tebal (Goldsmith, et al., 2012).
Gambar 2.19 Gambar 2.20
Mikroskopis Kultur
Epidermophyton floccosum Epidermophyton floccosum
(Dikutip dari: Goldsmith, et al., 2012. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine.8th ed.New York: Mc Graw – Hill.)
2.1.1.4. Patogenesis dan Cara Penularan
Dermatofita mempunyai banyak enzim (keratinoliyik, protease, lipase, dll.) sebagai faktor virulensi untuk melekat dan menginvasi lapisan kulit, kuku, dan rambut dan dermatofita menggunakan keratin sebagai sumber nutrisi. Akibat degradasi keratin dan pelepasan mediator proinflamasi, akan terjadi respon inflamasi pada host.
dan sitokin inflamasi seperti IFN – α, TNFα, IL - 1β, 8, 16, dan 17 yang mengaktifkan sistem imun. Tingkat pertahanan tubuh selanjutnya ialah cell – mediated immunity yang menghasilkan hipersensitivitas tipe delayed terhadap fungi yang menginvasi (Goldsmith, et al., 2012).
Cara penularan jamur dapat secara langsung dan secara tidak langsung. Penularan langsung dapat melalui fomit, epitel, dan rambut – rambut yang mengandung jamur baik dari manusia atau dari binatang, dan tanah. Penularan tak langsung dapat melalui tanaman, kayu yang dihinggapi jamur, barang – barang atau pakaian, debu, atau air (Goldsmith, et al., 2012).
2.1.1.5. Prosedur Diagnostik
Diagnosis klinis infeksi dermatofita dapat dipastikan dengan deteksi mikroskopik dari elemen fungal melalui kultur, atau bukti histologis adanya hifa pada stratum korneum. Evaluasi mikroskopis melalui KOH 10% untuk membuktikan ada atau tidaknya dermatofitosis. KOH 10% mempunyai nilai false negative sebesar 15% (Goldsmith, et al., 2012).
Penentuan spesies dari fungi superfisialis didasarakan pada karakteristik makroskopis, mikroskopis, dan metabolismenya. Media isolasi untuk morfologi makroskopis umumnya digunakan Sabouraud’s dextrose agar (SDA). Kultur diinkubasi pada suhu ruangan selama 4 minggu sebelum dinyatakan tidak ada pertumbuhan (Goldsmith, et al., 2012).
2.1.1.6. Tinea Pedis
Gambar 2.21 Tinea pedis tipe mocassin
(Dikutip dari: Hare, 2013. Fungal Culture. National Health Service. London.)
Gambar 2.22 Tinea pedis tipe vesikulobula (a) dan interdigitalis (a&b)
2.1.2. Infeksi kandida (kandidiasis)
Genus Candida terdiri dari grup yang heterogen lebih dari 200 spesies. Kandidiasis merupakan segala jenis infeksi yang disebabkan oleh spesies dari genus Candida (Goldsmith, et al., 2012).
Beberapa spesies dari genus Candida dapat menyebabkan kandidiasis. Mereka adalah anggota dari flora normal kulit, membran mukosa, dan
gastrointestinal tract. Spesies candida berkoloni pada permukaan mukosa manusia sesaat setelah dia lahir, dan risiko untuk infeksi endogen selalu ada (Goldsmith, et al., 2012).
2.1.2.1. Definisi
Kandidiasis adalah infeksi akut atau kronik yang disebabkan oleh
Candida, umumnya pada kulit dan membran mukosa, tetapi juga bisa menyebabkan infeksi sistemik (Goldsmith, et al., 2012).
2.1.2.2. Epidemiologi
Candida hanya menggunakan hewan dan manusia sebagai host – nya, tetapi Candida juga bisa ditemukan pada lingkungan rumah sakit, seperti pada: ventilasi air conditioner, lantai, respirator, dan pada tenaga medis. Kolonisasi orofaring oleh Candida diobservasi mencapai 50% dari individual yang sehat dan mungkin bisa dideteksi sebesar 40 – 65% pada sample tinja normal. C. albicans
2.1.2.3. Etiologi
Spesies kandida yang paling umum adalah: C. albicans, C. glabrata, C. tropicalis, C. parapsilosis, C. krusei, C.guilliermondii, C. lusitaniae, C. kefyr
(Goldsmith, et al., 2012). 2.1.2.4. Patogenesis
Sekitar 50% - 60% dari infeksi kandida disebabkan oleh C. albicans. C. albicans mempunyai faktor virulensi termasuk molekul adhesi untuk perlekatan, sekresi proteinase [asparty] proteinase (SAP1 – 9) yang menghancurkan selubung sel, dan mampu mengubah diri ke bentuk hifa yang dianggap penting sebagai virulensi. C. albicans. Spesies C. glabrata dan C. albicans ditemukan pada sekitar 70% - 80% pasien dengan kandidiasis yang invasif (Goldsmith, et al., 2012). 2.1.2.5. Prosedur Diagnostik
Pemeriksaan mikroskopis langsung dari spesimen atau isolasi dari kultur dilakukan untuk mengkonfirmasi adanya kandida atau tidak. Pada infeksi kandida superfisialis, diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan mikroskopis kerokan kulit.atau pulasan dari kulit, kuku, atau permukaan mukosa yang ada hifa, pseudohifa, atau sel budding kandida. Pulasan KOH 10%, gram, atau pewarnaan
methylen blue berguna untuk mendeteksi sel fungi. Untuk identifikasi dari C. albicans digunakan agar Sabouraud ditambah antibiotik, dalam 2 – 5 hari akan muncul koloni mukoid keputihan (Goldsmith, et al., 2012).
2.1.2.6. Kandidiasis kutan
C. albicans mempunyai predileksi untuk berkoloni pada lipatan kulit, zona triginosa, di mana lingkungannya lembab dan hangat. Lokasi umum untuk kandida intertrigo adalah genitokrural, glutea, interdigital, dan inframammae. Faktor predisposisinya antara lain obesitas, diabetes melitus, pemakaian pakaian ketat, dan faktor pekerjaan. Erupsi pruritus terlihat sebagai bercak eritem yang lunak dan plak tipis dengan vesikopustul yang kecil. Pustul akan membesar dan pecah, meninggalkan sisik dan bekas kemerahan yang menyebabkan maserasi dan fisura. Infeksi kandidiasis kutan didiagnosa dengan gambaran tipikalnya dan dipastikan dengan pemeriksaan KOH 10%, dan jika perlu, dilakukan kultur (Goldsmith, et al., 2012).
Gambar 2.23 Kandidiasis kutan pada telapak kaki