• Tidak ada hasil yang ditemukan

Spektrum Jamur Penyebab Kelainan Kulit pada Kaki Pelajar di SMAN 15 Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Spektrum Jamur Penyebab Kelainan Kulit pada Kaki Pelajar di SMAN 15 Medan"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

Lampiran 1

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Daniel Halomoan

Jenis kelamin : Laki - laki

Tempat / tanggal lahir : Bekasi / 11 April 1994

Agama : Kristen Protestan

Warga Negara : Indonesia

Alamat : Jalan Sei Belutu No. 2 Medan E – mail : hutagaoldaniel@gmail.com

Riwayat Pendidikan:

1. TK Xaverius 3 Bandar Lampung (1998 – 2000) 2. SD Xaverius 3 Bandar Lampung (2000 – 2006) 3. SMP Fransiskus 1 Bandar Lampung (2006 – 2007) 4. SMP Immanuel Medan (2007 – 2009)

5. SMA Santo Thomas 1 Medan (2009 – 2012)

(2)

Lampiran 2

LEMBAR PENJELASAN KEPADA SUBJEK

Perkenalkan nama saya Daniel Halomoan, mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dengan nomor induk mahasiswa 120100260. Saat ini saya sedang melakukan penelitian untuk melengkapi Karya Tulis Ilmiah yang menjadi kewajiban saya dalam menyelesaikan pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Judul penelitian saya adalah Spektrum Jamur Penyebab Kelainan Kulit Pada Kaki Pelajar di SMAN 15 Medan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan dermatofita yang terdapat pada kaki pelajar.

Oleh karena itu, saya mohon kesediaan saudara untuk ikut serta dalam penelitian ini, yaitu sebagai subjek dalam penelitian saya. Saya akan mengajukan pertanyaan dan melakukan pemeriksaan pada kaki serta kerokan kulit pada kaki. Kerokan pada kulit kaki ini tidak menimbulkan cedera ataupun bahaya pada kaki saudara. Adapun hasil pemeriksaan ini akan di rahasiakan identitasnya. Hasil dari pemeriksaan ini hanya dipergunakan untuk penelitian. Sebagai kompensasi saya akan memberikan cinderamata kepada saudara.

Demikian informasi ini saya sampaikan. Atas partisipasi dan kesedian saudara, saya ucapkan terima kasih. Semoga partisipasi saudara dalam penelitian ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, 2015

Peneliti

(3)

Lampiran 3

LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (INFORMED CONSENT)

Setelah mendapat penjelasan, saya yang bertanda tangan dibawah ini : Nama :

Umur : Alamat :

Dengan ini menyatakan secara sukarela SETUJU untuk ikut serta dalam penelitian dan mengikuti berbagai prosedur pemeriksaan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Demikianlah lembar persetujuan setelah penjelasan ini dibuat dengan sebenarnya dalam keadaan sadar tanpa adanya paksaan dari siapa pun.

Medan, 2015

Yang menyetujui

(4)

Lampiran 4

DATA RESPONDEN Tanggal pemeriksaan :

Nomor urut penelitian : Identitas

Nama :

Alamat :

No. Telepon :

Tempat/ tanggal lahir : Jenis kelamin :

1. Setiap hari memakai kaos kaki dan sepatu selama

1. < 6 jam ( ) 2. 7 - 8 jam ( ) 3. > 8 jam ( )

2. Keluhan subjektif: 1. Ada ( ) 2. Tidak ada ( )

Jika ada: 1. Gatal ( )

2. Nyeri ( )

3. Gatal dan nyeri ( )

4. Rasa panas ( )

(5)

3. Keluhan objektif: 1. Bintil-bintil merah/kecoklatan ( ) 2. Bintil-bintil merah kecoklatan berbentuk

melingkar dengan pinggir yang aktif/meninggi ( )

3. Kulit terkelupas ( )

4. Bercak-bercak kecoklatan ( ) 5. Kulit terkelupas dan basah ( ) 6. Kulit bersisik ( )

4. Riwayat perjalanan keluhan

(keadaan tersebut sudah berlangsung berapa lama) : 1. <1 minggu ( ) 2. 1 – 2 minggu ( ) 3. 3 – 4 minggu ( ) 4. 4 – 5 minggu ( ) 5. >5 minggu ( )

5. Riwayat penyakit keluarga: 1. Ada ( ) 2.Tidak ada ( )

(6)

6. Riwayat penyakit terdahulu: 1. Ada ( ) 2. Tidak ada ( )

Jika ada tuliskan: ...

7. Pemeriksaan fisik Status dermatologikus

∑ Lokalisasi pedis dekstra : 1. Dorsum pedis ( ) 2. Plantar pedis ( ) 3. Interdigiti pedis ( ) 4. Sisi medial pedis ( ) 5. Sisi lateral pedis ( ) ∑ Lokalisasi pedis sinistra : 1. Dorsum pedis ( )

2. Plantar pedis ( ) 3. Interdigiti pedis ( ) 4. Sisi medial pedis ( ) 5. Sisi lateral pedis ( )

8. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan KOH 10%: Spora ( )

Hifa ( )

(7)
(8)
(9)
(10)
(11)

01 7 - 8 jam Tidak ada Ada <1 minggu Tidak ada Tidak ada Spora (-) Hifa (+) Cladosporium sp. Perempuan 16 tahun

Sisi lateral

pedis Kulit terkelupas Tidak ada 02 7 - 8 jam Tidak ada Ada <1 minggu Tidak ada Ada Spora (+) Hifa (+)Aspergillus sp. Perempuan 15 tahun

Sisi lateral

pedis Kulit bersisik Tidak ada

03 <6 jam Ada Ada 1 - 2 minggu Tidak ada Tidak ada Spora (+) Hifa (-) Paecilomyces sp. Laki - laki 16 tahun

Sisi lateral pedis

Bercak - bercak kecoklatan Gatal 04 >8 jam Ada Ada <1 minggu Tidak ada Tidak ada Spora (+) Hifa (-) Fusarium sp. Perempuan 16 tahun

Interdigiti

pedis Kulit bersisik Gatal

05 <6 jam Ada Ada <1 minggu Tidak ada Ada Spora (+) Hifa (-) Bipolaris sp. Perempuan 16 tahun

Sisi lateral

pedis Kulit bersisik Gatal 06 7 - 8 jam Tidak ada Ada 1 - 2 minggu Tidak ada Tidak ada Spora (+) Hifa (+)Bipolaris sp. Laki - laki 16 tahun

Interdigiti

pedis Kulit terkelupas Tidak ada 07 7 - 8 jam Tidak ada Ada <1 minggu Tidak ada Tidak ada Spora (+) Hifa (+)Paecilomyces sp. Perempuan 16 tahun

Interdigiti

pedis Kulit terkelupas Tidak ada 08 7 - 8 jam Ada Ada 3 - 4 minggu Tidak ada Tidak ada Spora (+) Hifa (-) Cladosporium sp. Laki - laki 16 tahun 10 >8 jam Tidak ada Ada 1 - 2 minggu Ada Tidak ada Spora (+) Hifa (+)Aspergillus sp. Perempuan 16 tahun Plantar pedis Kulit bersisik Tidak ada 11 <6 jam Ada Ada 1 - 2 minggu Tidak ada Tidak ada Spora (-) Hifa (+)

pedis Kulit bersisik Tidak ada 13 7 - 8 jam Ada Ada 3 - 4 minggu Tidak ada Tidak ada Spora (+) Hifa (+)Bipolaris sp. Perempuan 16 tahun

Interdigiti

pedis Kulit terkelupas Gatal 14 >8 jam Tidak ada Ada >5 minggu Tidak ada Tidak ada Spora (-) Hifa (-) Candida sp. Perempuan 15 tahun

Interdigiti

pedis Kulit terkelupas Tidak ada

15 7 - 8 jam Tidak ada Ada 1 - 2 minggu Tidak ada Tidak ada Spora (+) Hifa (+)

Trichophyton

mentagrophytes Perempuan 15 tahun

Interdigiti

pedis Kulit terkelupas Tidak ada 16 7 - 8 jam Tidak ada Ada 3 - 4 minggu Tidak ada Tidak ada Spora (-) Hifa (-) Candida sp. Laki - laki 17 tahun

Interdigiti

(12)

18 7 - 8 jam Tidak ada Ada 3 - 4 minggu Tidak ada Tidak ada Spora (+) Hifa (-) Aspergillus sp. Laki - laki 16 tahun

Interdigiti

pedis Kulit bersisik Tidak ada

19 7 - 8 jam Ada Ada >5 minggu Tidak ada Tidak ada Spora (+) Hifa (-) Paecilomyces sp. Laki - laki 16 tahun

Interdigiti

pedis Kulit bersisik Tidak ada

22 7 - 8 jam Tidak ada Ada 3 - 4 minggu Tidak ada Tidak ada Spora (-) Hifa (-) Aspergillus sp. Laki - laki 16 tahun

Interdigiti

pedis Kulit terkelupas Tidak ada 23 7 - 8 jam Tidak ada Ada 1 - 2 minggu Tidak ada Tidak ada Spora (-) Hifa (+)

Trichophyton

rubrum Laki - laki 16 tahun

Sisi medial

pedis Kulit bersisik Tidak ada 24 >8 jam Tidak ada Ada <1 minggu Tidak ada Tidak ada Spora (-) Hifa (-)

Tidak ada

pertumbuhan Laki - laki 16 tahun

Interdigiti

pedis Kulit terkelupas Tidak ada 25 7 - 8 jam Tidak ada Ada <1 minggu Tidak ada Tidak ada Spora (-) Hifa (-)

Tidak ada

pertumbuhan Laki - laki 16 tahun

Sisi lateral

pedis Kulit terkelupas Tidak ada

26 7 - 8 jam Ada Ada 3 - 4 minggu Tidak ada Tidak ada Spora (+) Hifa (-)

Trichophyton

mentagrophytes Perempuan 15 tahun

Interdigiti

pedis Kulit terkelupas Gatal 27 7 - 8 jam Ada Ada <1 minggu Tidak ada Tidak ada Spora (+) Hifa (-) Cladosporium sp. Perempuan 17 tahun Plantar pedis Kulit terkelupas Gatal 28 7 - 8 jam Ada Ada >5 minggu Ada Tidak ada Spora (+) Hifa (+)Bipolaris sp. Perempuan 17 tahun

Interdigiti

pedis Kulit terkelupas Gatal

29 7 - 8 jam Tidak ada Ada 4 - 5 minggu Tidak ada Tidak ada Spora (+) Hifa (+)Cladosporium sp. Perempuan 16 tahun

Interdigiti

pedis Kulit terkelupas Tidak ada 30 7 - 8 jam Tidak ada Ada <1 minggu Tidak ada Tidak ada Spora (+) Hifa (-) Cladosporium sp. Laki - laki 16 tahun

Interdigiti pedis

Kulit terkelupas

(13)

Lampiran 7

Lama Pemakaian Kaos Kaki dan Sepatu

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid <6 jam 3 10.0 10.0 10.0

7 - 8 jam 23 76.7 76.7 86.7

Valid Ada 11 36.7 36.7 36.7

Tidak ada 19 63.3 63.3 100.0

Total 30 100.0 100.0

Keluhan Objektif

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Ada 30 100.0 100.0 100.0

Riwayat Perjalanan Keluhan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid <1 minggu 9 30.0 30.0 30.0

1 - 2 minggu 9 30.0 30.0 60.0

3 - 4 minggu 8 26.7 26.7 86.7

4 - 5 minggu 1 3.3 3.3 90.0

>5 minggu 3 10.0 10.0 100.0

Total 30 100.0 100.0

Tidak ada 28 93.3 93.3 100.0

Total 30 100.0 100.0

Tidak ada 28 93.3 93.3 100.0

(14)

Valid Spora (+) Hifa (+) 9 30.0 30.0 30.0

Valid Cladosporium sp. 6 20.0 20.0 20.0

Fusarium sp. 1 3.3 3.3 23.3

Tidak ada pertumbuhan 2 6.7 6.7 30.0

Trichophyton verrucosum 1 3.3 3.3 33.3

Bipolaris sp. 5 16.7 16.7 50.0

Aspergillus sp. 5 16.7 16.7 66.7

Trichophyton

mentagrophytes 2 6.7 6.7 73.3

Trichophyton rubrum 2 6.7 6.7 80.0

Candida sp. 2 6.7 6.7 86.7

Paecilomyces sp. 3 10.0 10.0 96.7

Trichophyton erinacei 1 3.3 3.3 100.0

Total 30 100.0 100.0

Jenis Kelamin

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Laki - laki 14 46.7 46.7 46.7

Perempuan 16 53.3 53.3 100.0

Total 30 100.0 100.0

Usia

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 15 tahun 6 20.0 20.0 20.0

16 tahun 20 66.7 66.7 86.7

17 tahun 4 13.3 13.3 100.0

Total 30 100.0 100.0

Lokalisasi Kelainan Kulit Kaki

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Plantar pedis 2 6.7 6.7 6.7

Interdigiti pedis 19 63.3 63.3 70.0

Sisi medial pedis 3 10.0 10.0 80.0

Sisi lateral pedis 6 20.0 20.0 100.0

Total 30 100.0 100.0

Jenis Keluhan Objektif

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Kulit terkelupas 16 53.3 53.3 53.3

Bercak - bercak kecoklatan 2 6.7 6.7 60.0

Kulit terkelupas dan basah 2 6.7 6.7 66.7

Kulit bersisik 10 33.3 33.3 100.0

(15)

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Gatal 11 36.7 36.7 36.7

Tidak ada 19 63.3 63.3 100.0

Total 30 100.0 100.0

Data written to C:\Users\user\Desktop\KTI\Lampiran 6.xls. 14 variables and 30 cases written to range: SPSS.

Variable: Sampel Type: String Width: 8

Variable: LamaPemakaianKaosKakidanSepatu Type: String Width: 8 Variable: KeluhanSubjektif Type: String Width: 8

Variable: KeluhanObjektif Type: String Width: 8

Variable: RiwayatPerjalananKeluhan Type: String Width: 8 Variable: RiwayatPenyakitKeluarga Type: String Width: 8 Variable: RiwayatPenyakitTerdahulu Type: String Width: 8 Variable: KOH Type: String Width: 8

Variable: PemeriksaanSpesiesJamur Type: String Width: 8 Variable: JenisKelamin Type: String Width: 8

Variable: Usia Type: String Width: 8

Variable: LokalisasiKelainanKulitKaki Type: String Width: 8 Variable: JenisKeluhanObjektif Type: String Width: 8

Variable: JenisKeluhanSubjektif Type: String Width: 8

DATASET ACTIVATE DataSet1.

Data written to C:\Users\user\Desktop\KTI\Lampiran 6.xls. 14 variables and 30 cases written to range: SPSS.

Variable: Sampel Type: String Width: 6

Variable: LamaPemakaianKaosKakidanSepatu Type: String Width: 30 Variable: KeluhanSubjektif Type: String Width: 16

Variable: KeluhanObjektif Type: String Width: 15

Variable: RiwayatPerjalananKeluhan Type: String Width: 24 Variable: RiwayatPenyakitKeluarga Type: String Width: 23 Variable: RiwayatPenyakitTerdahulu Type: String Width: 24 Variable: KOH Type: String Width: 18

Variable: PemeriksaanSpesiesJamur Type: String Width: 27 Variable: JenisKelamin Type: String Width: 12

Variable: Usia Type: String Width: 8

Variable: LokalisasiKelainanKulitKaki Type: String Width: 27 Variable: JenisKeluhanObjektif Type: String Width: 26

(16)

Lampiran 8

No Makroskopis Mikroskopis KOH 10% Spesies

1

Cladosporium sp.

2 Aspergillus sp.

3 Paecilomyces sp.

4 Fusarium sp.

(17)

No Makroskopis Mikroskopis KOH 10% Spesies

6

Bipolaris sp.

7 Paecilomyces sp.

8 Trichophyton verrucosum

9 Fusarium sp.

(18)

No Makroskopis Mikroskopis KOH 10% Spesies

11

Trichophyton rubrum

12 Trichophyton erinacei

13 Bipolaris sp.

14 Candida sp.

(19)

No Makroskopis Mikroskopis KOH 10% Spesies

16

Candida sp.

17 Bipolaris sp.

18 Aspergillus sp.

19 Paecilomyces sp.

(20)

No Makroskopis Mikroskopis KOH 10% Spesies

21

Cladosporium sp.

22 Aspergillus sp.

23 Trichophyton Rubrum

24

(21)

No Makroskopis Mikroskopis KOH 10% Spesies

26

Trichopython mentagrophytes

27 Cladosporium sp.

28 Bipolaris sp.

29 Cladosporium sp.

(22)

36

DAFTAR PUSTAKA

Brooks G.F., Carroll K.C., Butel J.S., Morse S.A., & Mietzner T.A., 2013. Jawetz, Melnick, & Adelberg’s Medical Microbiology. 26th ed. New York: Mc Graw – Hill.

Adams B.B., 2000. Transmission of Cutaneous Infections in Athletes.London: Br J Sports Med. 34 pp:409–415

Dabas, P.S., 2013. An Approach to Etiology, Diagnosis and Management of Different Types of Candidiasis. Journal of Yeast and Fungal Research. 4(6) pp: 63 – 74.

Dawber R.,Bristow I., & Turner W.,2005. Text Atlas of Podiatric Dermatology. London: Martin Dunitz.

Chiacchio D.N., Madeira C.L., Humaire C.R., Silva C.S., Fernandes L.H.G., & Reis A.L., 2014. Superficial mycoses at the Hospital do Servidor Público Municipal de São Paulo between 2005 and 2011. An Bras Dermatol. 89(1) pp: 67-71.

Diven, D., 2008. Fungal. University of Texas Medical Branch. Texas. Available from: http://www.utmb.edu/pedi_ed/CORE/Dermatology/page_55.htm. [Accessed 30 May 2015].

Flores, J., Castillo, V., Franco, F., & Huata, A. (2009). Superficial fungal infections: clinical and epidemiological study in adolescents from marginal districts of Lima and Callao, Peru. The Journal Of Infection In Developing Countries. 3(04) pp: 313-317.

Goldsmith L.A., Katz S.I., Gilchrest B.A., Paller A.S., Leffell D.J., & Wolff K., 2012. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine.8th ed. New York: Mc Graw – Hill.

Hapcioglu, B., 2006. Epidemiology of Superficial Mycosis (Tinea Pedis, Onychomycosis) in Elementary School Children in Istanbul, Turkey. Coll. Antropol. 30 pp: 119–124.

Hare, J., 2013. Fungal Culture. National Health Service. London. Available from: http://pathlabs.rlbuht.nhs.uk/fungal__m.htm. [Accessed 06 June 2015].

Kazemi, A., 2013. An Overview on the Global Frequency of Superficial / Cutaneous Mycoses and Deep Mycoses. Jundishapur J Microbiol. 6(3)

(23)

37

Komba & Mgonda, 2010. The Spectrum of Dermatological Disorders Among Primary School Children in Dar Es Salaam. BMC Public Health. 10:765. Levitt O.J., Barrie H., Levitt B.H., Akhavan A., & Yanofsky H., 2010. The

Sensitivity and Specificity of Potassium Hydroxide Smear and Fungal Culture Relative to Clinical Assessment in the Evaluation of Tinea Pedis: A Pooled Analysis. Hindawi Publishing Corporation Dermatology Research and Practice. pp: 1 – 8.7

Malta, P.K.., et al., 2005. Fungal Infection of the Feet in Soccer Players and Non-Athlete Individuals. Rev Iberoam Micol. 22 pp: 34-38.

Nenoff et al., 2014. Mycology – an Update Part 2: Dermatomycoses: Clinical Picture and Diagnostics. JDDG. pp: 750 – 777.

Nikookhah, F., Azamian, A., & Mahzounieh, M., 2007. A Study on Fungal Infection Athlete’s Foot among Soccer Players in the Esfahan City Sport Clubs.Journal of Medicine Sciences. 7 pp: 913 - 915

Oke O.O., Olaniyi O., Olayinka A.O., Akinlolu G.O., & Olumayowa A.O., 2014.

The Prevalence and Pattern of Superficial Fungal Infections among School Children in Ile-Ife, South-Western Nigeria. Hindawi Publishing Corporation. 2014 pp: 1 – 7.

Oyerinde, O., 2014. The Effect of Hygiene on Dermatological Concerns in Homeless Patients. University of Illinois. Chicago.

Papas, P.G., et al., 2009. Clinical Practice Guidelines for the Management

of Candidiasis: 2009 Update by the Infectious Diseases Society of America. CID. 48 pp: 503 – 535.

Pasteur A.R., Ullmann Y., & Berdicevsky I., 2011. The Pathogenesis of Candida Infections in a Human Skin Model: Scanning Electron Microscope Observations. Hindawi Publishing Corporation Dermatology Research and Practice. pp: 1 – 6.

Perea, S., et al., 2000. Prevalence and Risk Factors of Tinea Unguium and Tinea Pedis in the General Population in Spain. Journal Of Clinical Microbiology. 38(9) pp: 3226 – 3230.

(24)

38

Simonnet C., Berger F., & Gantier J.C., 2011. Epidemiology of Superficial Fungal Diseases in French Guiana: a Three-Year Retrospective Analysis. Medical Mycology. 49 pp: 608–611.

Stratigos A., Stern R., Gonzales E., 1999. Prevalence of Skin Disease in A Cohort of Shelter – Based Homeless Men. J Am Acad Dermatol. 1994;44 pp: 197 – 202.

Tan, H., 2005. Superficial Fungal Infections Seen at the National SkinCentre, Singapore. Jpn. J. Med. Mycol. 46 pp: 77-80.

(25)

18

BAB III

KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep

3.2. Definisi Operasional

3.2.1. Kelainan kulit pada kaki

Kelainan kulit pada kaki adalah keluhan objektif yang terdapat pada daerah

kaki atau sela jari kaki pelajar dengan atau tanpa keluhan subjektif

Cara ukur : Kuesioner dan observasi keluhan objektif

Alat ukur : Anamnesis dan pemeriksaan fisik

Skala pengukuran : Nominal

3.2.2. Keluhan objektif

Keluhan objektif adalah ruam/lesi yang terlihat pada daerah kaki atau sela

jari kaki pada saat itu dapat berupa bintil-bintil merah atau kecoklatan, bintil-bintil

merah kecoklatan berbentuk melingkar dengan pinggir yang meninggi, kulit

terkelupas, bercak-bercak kecoklatan, kulit terkelupas dan basah, kulit bersisik,

dan lain – lain.

Cara ukur : Kuesioner dan observasi keluhan objektif

Alat ukur : Anamnesis dan pemeriksaan fisik

Hasil ukur : Ditemukan ruam/lesi

Skala pengukuran : Nominal Kelainan kulit pada kaki

pelajar SMAN 15

(26)

19

3.2.3. Keluhan subjektif

Keluhan subjektif adalah keluhan yang dirasakan oleh subjek berupa rasa

gatal, rasa sakit, rasa panas dan lain-lain.

Cara ukur : Kuesioner

Alat ukur : Anamnesis

Hasil ukur : Memiliki keluhan atau tidak

Skala pengukuran : Nominal

3.2.4. Pemeriksaan KOH 10%

Pemeriksaan KOH 10% adalah pemeriksaan yang diambil bahannya dari

kerokan kulit pada kaki yang ada lesi, kerokan kulit tersebut diletakan diatas

object glass kemudian ditetesi dengan larutan KOH 10% kemudian ditutup dengan cover glass. Kemudian siap dibaca dibawah mikroskop untuk melihat ada atau tidaknya spora atau hifa.

Cara ukur : Pemeriksaan mikologi dengan kerokan kulit

Alat ukur : KOH 10%

Hasil ukur : Ditemukan spora atau hifa (KOH 10% positif)

Skala pengukuran : Nominal

3.2.5. Kultur jamur

Kultur jamur adalah pembiakan menanaman bahan klinis pada media

buatan yang terdiri dari medium Sabouraud Dextrose Agar (SDA) yang

ditambahkan antibiotik kloramfenikol atau ditambah pula klorheksimid untuk

melihat spesies dermatofita. Hal ini diperlukan waktu selama 2-3 minggu.

Cara ukur : Pemeriksaan mikologi dengan kerokan kulit

(27)

20

Hasil ukur : Ditemukan spesies jamur (kultur positif)

Skala pengukuran : Nominal

3.2.6. Jamur penyebab kelainan pada kulit kaki

Jamur penyebab kelainan pada kulit kaki adalah jamur yang menyerang

jaringan keratin, stratum korneum pada epidermis daerah kaki dan sela jari kaki

yang diperiksa melalui pemeriksaan kerokan kulit dengan KOH 10% serta kultur

jamur.

Cara ukur : Pemeriksaan mikologi dengan kerokan kulit

Alat ukur : Kerokan kulit KOH 10% dan kultur jamur

Hasil ukur : Ditemukan spora atau hifa (KOH positif)

Ditemukan spesies jamur (Kultur positif)

(28)

21 BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan rancangan cross sectional. Penelitian ini akan mendeskripsikan bagaimana spektrum jamur penyebab kelainan kulit pada kaki pelajar SMAN 15 Medan. Rancangan cross sectional digunakan untuk mengamati subjek satu kali saja.

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

4.2.1. Lokasi penelitian

Penelitian dilakukan di SMAN 15 Medan. Pemeriksaan kerokan kulit KOH 10% dan kultur dilakukan di laboratorium Mikrobiologi FK USU.

4.2.2. Waktu Penelitian

Dilakukan pada bulan Juli 2015 sampai dengan November 2015.

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian

4.3.1. Populasi

Populasi adalah pelajar SMAN 15 Medan

4.3.2. Sampel

Sampel adalah pelajar SMAN 15 yang mempunyai kelainan kulit dan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

4.3.2.1. Kriteria inklusi

Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah:

(29)

22

B. Masih aktif dalam kegiatan belajar – mengajar di SMAN 15.

C. Bersedia untuk menjadi subjek penelitian.

4.3.2.2. Kriteria eksklusi

Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah:

A. Tidak dalam keadaan sakit fisik atau kejiwaan.

B. Tidak bersedia untuk menjadi subjek penelitian.

4.4. Cara Pengambilan Sampel

Cara pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling. Pengambilan sampel dilakukan dengan melakukan pertimbangan tertentu, yang didasarkan pada sifat – sifat populasi. Perhitungan jumlah sampel untuk estimasi

proporsi dilakukan dengan rumus (Notoatmodjo, 2006):

n=

= Derajat kemaknaan (biasanya 95% = 1.96)

P = Proporsi suatu kasus terhadap populasi (bila tidak diketahui, ditetapkan 50% = 0.50)

d = derajat penyimpangan terhadap populasi yang diinginkan (presisi), pada penelitian ini diinginkan 18% (0.18)

n=

1.9620.50(1

0.50) 0.182

n = 29.64

(30)

23

4.5. Pengolahan Data

Data dikumpulkan dari hasil anamnesis dan pemeriksaan kepada subjek yang kemudian dilakukan pemeriksaan kerokan kulit dengan KOH 10% dan kultur jamur di laboratorium Mikrobiologi FK USU. Anamnesis dan permeriksaan kepada subjek disajikan dalam bentuk status penelitian. Data disajikan secara deskriptif.

4.6. Analisis Data

(31)

24 BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi lokasi penelitian

Penelitian dilakukan di SMAN 15 Medan. Penelitian dilaksanakan saat pelajaran Penjaskes di lapangan bola. Pemeriksaan laboratorium yang terdiri dari kerokan kulit dengan KOH 10% untuk menentukan adanya hifa dan/ atau spora pada kerokan kulit, serta kultur jamur dengan Sabouraud Dextrose Agar dan pemeriksaan mikroskopis dari kultur jamur untuk menentukan spesies jamur dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi FK USU.

5.1.2. Distribusi Karakteristik Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin

Tabel 5.1 Karakteristik Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin

Jumlah Persen

Laki – laki 14 46.7

Perempuan 16 53.3

Total 30 100.0

(32)

25

5.1.3. Distribusi Karakteristik Subjek Berdasarkan Usia

Tabel 5.2 Karakteristik Subjek Berdasarkan Usia

Jumlah Persen

15 tahun 16 tahun 17 tahun

6 20.0

20 4

66.7 13.3

Total 30 100.0

Berdasarkan tabel 5.2, dari 30 siswa sebanyak 6 orang (20.0%) berusia 15 tahun, 20 orang (66.7%) berusia 16 tahun, dan 4 orang (13.3%) berusia 17 tahun. 5.1.4. Distribusi Lama Pemakaian Kaos Kaki dan Sepatu

Tabel 5.3 Lama Pemakaian Kaos Kaki dan Sepatu

Jumlah Persen

<6 jam 3 10.0

7 - 8 jam 23 76.7

>8 jam 4 13.3

Total 30 100.0

(33)

26

5.1.5. Distribusi Keluhan Objektif pada Siswa

Tabel 5.4 Keluhan Objektif pada Siswa

Jumlah Persen

5.1.6. Distribusi Jenis Keluhan Objektif pada Siswa

Tabel 5.5 Jenis Keluhan Objektif pada Siswa

Berdasarkan tabel 5.5, ditemukan bahwa dari 30 siswa, yang memiliki keluhan objektif berupa kulit terkelupas sejumlah 16 orang (53.3%), bercak – bercak kecoklatan sejumlah 2 orang (6.7%), kulit terkelupas dan basah sejumlah 2 orang (6.7%), dan kulit bersisik sejumlah 10 orang (33.3%).

Jumlah Persen

Bintil - bintil merah / kecoklatan

(34)

27

5.1.7. Distribusi Lokalisasi Kelainan Kulit Kaki

Tabel 5.6 Lokalisasi Kelainan Kulit Kaki

Jumlah Persen

Dorsum pedis 0 0

Plantar pedis 2 6.7

Interdigiti pedis 19 63.3

Sisi medial pedis Sisi lateral pedis

3 6

10,0 20.0

Total 30 100.0

Berdasarkan tabel 5.6, ditemukan bahwa dari 30 siswa, lokalisasi kelainan kulit terjadi pada plantar pedis 2 orang (6.7%), pada interdigiti pedis 19 orang (63.3%), pada sisi medial pedis 3 orang (10.0%), pada sisi lateral pedis 6 orang (20.0%), dan tidak ada pada dorsum pedis (0%).

5.1.8. Distribusi Keluhan Subjektif pada Siswa

Tabel 5.7 Keluhan Subjektif pada Siswa

Jumlah Persen

Ada 11 36.7

Tidak ada 19 63.3

Total 30 100.0

(35)

28

5.1.9. Distribusi Jenis Keluhan Subjektif pada Siswa

Tabel 5.8 Jenis Keluhan Subjektif pada Siswa

Jumlah Persen

Gatal 11 36.7

Nyeri 0 0

Gatal dan nyeri 0 0

Rasa panas 0 0

Tidak ada 19 63.3

Total 30 100.0

Berdasarkan tabel 5.8, diketahui bahwa dari 30 siswa, yang memiliki keluhan subjektif berupa rasa gatal 11 orang (36.7%) dan 19 orang (63.3%) tidak memiliki keluhan subjektif.

5.1.10. Distribusi Riwayat Perjalanan Keluhan Objektif dan / atau Subjektif Tabel 5.9 Riwayat Perjalanan Keluhan Objektif dan / atau Subjektif

Jumlah Persen

<1 minggu 9 30.0

1 - 2 minggu 9 30.0

3 - 4 minggu 8 26.7

4 - 5 minggu 1 3.3

>5 minggu 3 10.0

Total 30 100.0

(36)

29

mempunyai riwayat keluhan objektif dan / atau subjektif 3 – 4 minggu, 1 orang (3.3%) mempunyai riwayat keluhan objektif dan / atau subjektif 4 - 5 minggu, 3 orang (10%) mempunyai riwayat keluhan objektif dan / atau subjektif >5 minggu. 5.1.11. Distribusi Pemeriksaan KOH 10%

Tabel 5.10 Pemeriksaan KOH 10%

Jumlah Persen

Spora (+) Hifa (+) 9 30.0

Spora (+) Hifa (-) 13 43.3

Spora (-) Hifa (+) 3 10.0

Spora (-) Hifa (-) 5 16.7

Total 30 100.0

(37)

30

5.1.12. Distribusi Spesies Jamur

Tabel 5.11 Spesies Jamur

Jumlah Persen

Tidak ada pertumbuhan 2 6.7

Fusarium sp. 1 3.3

Cladosporium sp. 6 20.0

Trichophyton verrucosum 1 3.3

Bipolaris sp. 5 16.7

Aspergillus sp. 5 16.7

Trichophyton mentagrophytes 2 6.7

Trichophyton rubrum 2 6.7

Candida sp. 2 6.7

Paecilomyces sp. 3 10.0

Trichophyton erinacei 1 3.3

Total 30 100.0

(38)

31

5.2. Pembahasan

Penelitian yang dilakukan pada 30 siswa ini mendapati bahwa dari 30 siswa, proporsi terbesar sebanyak 23 orang (76.7%) memakai kaos kaki dan sepatu selama 7 – 8 jam. Menurut Stratigos, et al., paparan yang berkepanjangan terhadap lembab dan higienitas yang buruk pada kaki cenderung menyebabkan infeksi jamur yang patologis (Stratigos, et al., 1999). Sedangkan menurut Nikookhah, et al., tidak ditemukan hubungan yang begitu signifikan antara jam latihan, kualitas bahan kaos kaki dan sepatu, jumlah keringat dan kebiasan mandi terhadap kejadian infeksi jamur, dalam penelitiannya mengenai infeksi jamur pada kaki pemain sepak bola (Nikookhah, et al., 2007). Penggunaan sepatu dan lingkungan yang mudah tergenang air jika hujan diduga menjadi salah satu faktor risiko penyebab infeksi jamur pada kaki siswa SMAN 15 Medan.

Sebanyak 30 siswa SMAN 15 Medan menjadi sampel. Semua sampel (100%) memiliki keluhan objektif, antara lain: kulit terkelupas sejumlah 16 orang (53.3%), bercak – bercak kecoklatan sejumlah 2 orang (6.7%), kulit terkelupas dan basah sejumlah 2 orang (6.7%), dan kulit bersisik sejumlah 10 orang (33.3%), serta 11 orang (36.7%) memiliki keluhan subjektif berupa rasa gatal dan sisanya (63.3%) tidak memiliki keluhan subjektif, Pada penelitian Raditra yang dilakukan terhadap 22 pemain sepakbola mahasiswa FK USU stambuk 2010, sebanyak 2 orang (9.1%) mempunyai keluhan objektif dan tidak ada yang memiliki keluhan subjektif (Raditra, 2013). Pada penelitian Oyerinde yang dilakukan pada tuna wisma dengan higienitas buruk, 20 orang (19.2%) dari 102 orang menyatakan mempunyai keluhan subjektif dan 102 orang mempunyai keluhan objektif berupa bengkak, bintil merah, dan lesi. (Oyerinde, 2014).

(39)

32

pemeriksaan KOH 10%, didapati 17 orang (77.3%) struktur jamur positif dan 5 orang (22.7%) tidak ditemukan struktur jamur (Raditra, 2013).

(40)

33

Pada penelitian yang dilakukan Flores didapati bahwa dari 1361 remaja yang diperiksa, terdapat 257 remaja yang didiagnosis secara klinis mengalami infeksi mikosis superfisial pada kulit kaki. Pada pemeriksaan laboratorium dengan KOH 10% dan kultur Sabouraud Dextrose Agar, sebanyak 166 remaja dipastikan mengalami infeksi mikosis superfisial pada kulit kaki. Tinea pedis ditemukan pada 62.6% sampel, onikomikosis pada 24% sampel dan pityriasis versicolor pada 10.8% sampel. Dermatofita diisolasi dari 105 sampel dengan T. rubrum ditemukan pada 86 sampel (59.7%), T. mentagrophytespada 14 sampel (9.7%), T. tonsurans pada 4 sampel (2.8%), T. rubrum pada 1 sampel (0.7%), dan T. mentagrophytes pada 1 sampel (0.7%). Malassezia spp. ditemukan dengan pemeriksaan langsung pada 18 orang (12.5%) dan Candida spp. pada 21 orang (1.4%) (Flores, 2009).

(41)

34

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian spektrum jamur penyebab kelainan kulit pada kaki

pelajar di SMAN 15 Medan diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Ditemukan jamur penyebab kelainan kulit pada kaki siswa SMAN 15 Medan

berupa: Cladosporium sp. (20.0%), Bipolaris sp. (16.7%), Trichophyton

rubrum (6.7%), Trichophyton mentagrophytes (6.7%), Trichophyton erinacei

(3.3%), Trichophyton verrucosum(3.3%), dan Candida sp.(6.7%).

2. Berdasarkan pemeriksaan KOH 10% di kaki didapati 83.3% positif spora dan/

hifa pada siswa SMAN 15 Medan. Hanya 16.7% pemeriksaan KOH 10%

negatif pada kaki.

3. Berdasarkan keluhan utama pada kaki siswa SMAN 15 Medan yang memiliki

(42)

35

6.2. Saran

6.2.1. Bagi Mahasiswa

Bagi mahasiswa khususnya mahasiswa Fakultas Kedokteran diharapkan

untuk mempelajari jenis – jenis jamur penyebab kelainan kulit kaki yang lain.

6.2.2. Bagi Siswa

Bagi siswa agar memahami pentingnya berperilaku bersih dan

menghindari kelembaban agar terhindar dari penyakit yang disebabkan oleh

jamur.

6.2.3. Bagi Peneliti Lain

Peneliti lain diharapkan untuk melanjutkan penelitian ini dengan meneliti

(43)

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Mikosis

Mikosis didefinisikan sebagai infeksi jamur yang disebabkan organisme

eumycotic yang oportunistik dan patogenik, seperti: Dermatophytes spp., Candida

spp., Aspergillus spp., Feomycetes spp., Cryptococcus, dan beberapa spesies fungi

lainnya (Kazemi, 2013). Mikosis terdiri dari mikosis superfisialis, intermedia dan

profunda (Goldsmith, et al., 2012). Faktor yang mempengaruhi mikosis adalah

udara yang lembab, lingkungan yang padat, sosial ekonomi yang rendah, adanya

sumber penularan disekitarnya, obesitas, penyakit sistemik, penggunaan obat

antibiotik, steroid, sitostatika yang tidak terkendali (Brooks, et al., 2013).

2.1.1. Dermatofitosis

Jamur golongan dermatofitosis terdiri dari 3 genus yaitu Microsporum,

Trichophyton, dan Epidermophyton. Microsporum menyerang rambut dan kulit.

Trichophyton menyerang rambut, kulit dan kuku. Epidermophyton menyerang

kulit dan jarang pada kuku (Brooks, et al., 2013).

Golongan dermatofita bersifat mencerna keratin. Gambaran klinis

dermatofita menyebabkan beberapa bentuk klinis yang khas, satu jenis

dermatofita menghasilkan klinis yang berbeda tergantung lokasi anatominya

(Brooks, et al., 2013).

2.1.1.1. Definisi

Dermatofitosis adalah infeksi jaringan yang mengandung zat tanduk

(keratin) misalnya stratum korneum pada epidermis, rambut, dan kuku, yang

(44)

6

2.1.1.2. Epidemiologi:

Dermatofita tergolong jamur contagious, berspora dan memiliki hifa

sepanjang sel kulit dan rambut yang mati, merupakan serpihan dari orang yang

terinfeksi, membuat infeksi berulang menjadi sering (Brooks, et al., 2013). Infeksi

sub - kutaneus yang jarang yang disebabkan jamur ini dapat terjadi pada pasien

AIDS (Kazemi, 2013). Dermatofita yang menginfeksi manusia diklasifikasikan

berdasarkan habitat mereka antara lain sebagai berikut :

A. Antrophophilic dermatophyta sering dikaitkan dengan manusia dan

ditransmisikan baik melalui kontak langsung atau melalui fomit yang

terkontaminasi

B. Zoophilic dermatophyta sering dikaitkan dengan hewan-hewan, jamur

ini ditransmisikan kepada manusia baik melalui kontak langsung

dengan hewan tersebut misalnya hewan peliharaan dan melalui

produksi hewan tersebut seperti wol.

C. Geophilic dermatophyta adalah jamur tanah yang ditransmisikan

kepada manusia melalui paparan langsung ke tanah atau ke hewan yang

berdebu.

2.1.1.3. Etiologi

Dermatofitosis disebabkan oleh jamur golongan dermatofita yang teridiri

dari tiga genus, yaitu genus Microsporum, Trichophyton, dan Epidermophyton.

Dari 40 spesies dermatofita yang sudah dikenal, hanya 23 spesies yang dapat

menyebabkan penyakit pada manusia dan binatang, yang terdiri dari spesies

Trichophyton, spesies Microsporum dan spesies Epidermophyton. Selain sifat

keratinofilik, setiap spesies dermatofita mempunyai afinitas terhadap hospes

tertentu. Dermatofita yang zoofilik terutama menyerang binatang, dan kadang

-kadang menyerang manusia, misalnya Microsporum canis dan Trichophyton

verrucosum. Dermatofita yang geofilik adalah jamur yang hidup di tanah dan

dapat menimbulkan radang yang moderat pada manusia, misalnya Microsporum

(45)

7

Umumnya gejala-gejala klinik yang timbulkan oleh golongan zoofilik dan

golongan geofilik pada manusia bersifat akut dan sedang serta lebih mudah

sembuh (Goldsmith, et al., 2012).

Dermatofita yang antropofilik terutama menyerang manusia karena

memilih manusia sebagai hospes tetapnya. Golongan jamur ini dapat

menyebabkan perjalanan penyakit menjadi menahun dan residif karena reaksi

penolakan tubuh yang sangat ringan. Contoh jamur yang antropofilik ialah

Microsporum audouiniidan Trichophyton rubrum(Goldsmith, et al., 2012).

1. Trichophyton

a) T. interdigitale

Makroskopis: Koloni seperti kapas berwarna putih kekreman, permukaan

menggunduk. Tidak ada pigmen pada potato dextrose agar. Uji urease

positif membedakannya dengan T. Rubrum Mikroskopis: Mikrokonidia

sangat banyak berkelompok berbentuk bulat, menyerupai sekelompok

buah anggur pada cabang-cabang terminalnya dan banyak terdapat hifa

yang menyerupai spiral (Goldsmith, et al., 2012).

Gambar 2.1 Gambar 2.2

Mikroskopis Kultur

Trichophyton interdigitale Trichophyton interdigitale

(Dikutip dari: Goldsmith, et al., 2012Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine.8th ed.New York: Mc Graw – Hill.)

b) T. rubrum

Makroskopis: Mempunyai titik tengah putih dan menggunduk dengan

pinggiran berwarna maroon. Pada potato dextrose agar berwarna merah

(46)

8

berkelompok atau satu – satu sepanjang hifa, berbentuk seperti air mata

(Goldsmith, et al., 2012).

Gambar 2.3 Gambar 2.4

Mikroskopis Kultur

Trichophyton rubrum Trichophyton rubrum

(Dikutip dari: Goldsmith, et al., 2012.Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine.8th ed.New York: Mc Graw – Hill.)

c) T. verrucosum

Makroskopis: Kecil dan sedikit timbul, meskipun terkadang rata, berwarna

putih kekuning – kuningan. Perlu thiamine dan inositol untuk tumbuh

Mikroskopis : Rantai klamidokonidia pada Saboraud Dextrose Agar

(Goldsmith, et al., 2012).

Gambar 2.5 Gambar 2.6

Mikroskopis Kultur

Trichophyton verrucosum Trichophyton verrucosum

(47)

9

d) T. tonsurans

Makroskopis: Pertumbuhan koloni lambat, permukaan datar/ berbenjol

benjol. Mempunyai tepi menyerupai bulu. Warna bervariasi cream, abu

-abu, kuning, dan merah coklat dengan dasar kuning sampai merah.

Mikroskopis : Mikrokonidia banyak sepanjang sisi hifa dan makrokonidia

jarang (Goldsmith, et al., 2012).

Gambar 2.7 Gambar 2.8

Mikroskopis Koloni

Trichophyton tonsurans Trichophyton tonsurans

(Dikutip dari: Goldsmith, et al., 2012. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine.8th ed.New York: Mc Graw – Hill.)

e) T. violaceum

Makroskopis: Permukaan menonjol dan menyerupai lilin. Warna violet.

Mikroskopis: Makrokonidia/ mikrokonidia jarang. Terlihat hifa irreguler

dan klamidokonidia. (Goldsmith, et al., 2012).

.

Gambar 2.9 Gambar 2.10

Mikroskopis Kultur

Trichophyton violaceum Trichophyton violaceum

(48)

10

f) T. schoenleinii

Makroskopis: Berwarna keputihan, bagian tengah berlipat dan lebih

tinggi dari pinggir. Pigmen dari tak berwarna ke kekuning - kuningan

Mikroskopis : Makrokonidia/ mirokonidia tidak ada. Banyak ditemukan

hifa berbentukFavic chandeliers(Goldsmith, et al., 2012).

Gambar 2.11 Gambar 2.12

Mikroskopis Kultur

Trichophyton schoenleinii Trichophyton schoenleini

(Dikutip dari: Goldsmith, et al., 2012. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine.8th ed.New York: Mc Graw – Hill.)

2. Microsporum

a) M. canis

Makroskopis: Permukaan datar berwarna putih hingga kuning terang.

Mikroskopis: Makrokonidia banyak dijumpai. Ukurannya besar, ujung

rucing, dinding tebal serta kasar dan ada tonjolan-tonjolan kecil pada

ujungnya (Goldsmith, et al., 2012).

Gambar 2.13 Gambar 2.14

Mikroskopis Kultur

Microsporum canis Microsporum canis

(49)

11

b) M. gypseum

Makroskopis: Permukaan rata dan berglanuler dan pigment tan hingga

buff.

Mikroskopis: Makrokonidia besar, bentuk bujur telur, dinding tipis dan

tanpa knob(Goldsmith, et al., 2012).

Gambar 2.15 Gambar 2.16

Mikroskopis Kultur

Microsporum gypseum Microsporum gypseum

(Dikutip dari: Goldsmith, et al., 2012. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine.8th ed.New York: Mc Graw – Hill.)

3) M. audouinii

Makroskopis: Permukaan datar. Warna koloni abu - abu kuning sampai

coklat keputihan, dan dasar koloni merah coklat.

Mikroskopis : klamidokonidia terminal dan hifa pectinate (Goldsmith, et

al., 2012).

Gambar 2.17 Gambar 2.18

Mikroskopis Kultur

Microsporum audouinii Micosporum audouinii

(50)

12

3. Epidermophyton

a) E. Floccosum

Makroskopis: Koloni tipis berbulu dengan central fold dan pigment

kekuningan dan hijau - keabuan.

Mikroskopis: Makrokonidia berbentuk gada dan berdinding tipis dan ada

yang tebal (Goldsmith, et al., 2012).

Gambar 2.19 Gambar 2.20

Mikroskopis Kultur

Epidermophyton floccosum Epidermophyton floccosum

(Dikutip dari: Goldsmith, et al., 2012. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine.8th ed.New York: Mc Graw – Hill.)

2.1.1.4. Patogenesis dan Cara Penularan

Dermatofita mempunyai banyak enzim (keratinoliyik, protease, lipase,

dll.) sebagai faktor virulensi untuk melekat dan menginvasi lapisan kulit, kuku,

dan rambut dan dermatofita menggunakan keratin sebagai sumber nutrisi. Akibat

degradasi keratin dan pelepasan mediator proinflamasi, akan terjadi respon

inflamasi pada host.

Dermatofita menempel pada permukaan keratin dengan arthroconidia.

Setelah beberapa jam, spora mulai bergerminasi untuk mempersiapkan langkah

selanjutnya dalam menginvasi. Elemen fungi yang bergerminasi tersebut

mensekresikan protease, lipase, dan ceramidase tertentu. Dermatofita akan

melawan respon host seperti asam lemak fungistatik, proliferasi epidermal, dan

sekresi mediator inflamasi hingga cell mediated – immunity. Mekanisme

pertahanan tubuh terdepan dalam menghadapi invasi tersebbut adalah keratinosit.

(51)

13

dan sitokin inflamasi seperti IFN – α, TNFα, IL - 1β, 8, 16, dan 17 yang

mengaktifkan sistem imun. Tingkat pertahanan tubuh selanjutnya ialah cell –

mediated immunity yang menghasilkan hipersensitivitas tipe delayed terhadap

fungi yang menginvasi (Goldsmith, et al., 2012).

Cara penularan jamur dapat secara langsung dan secara tidak langsung.

Penularan langsung dapat melalui fomit, epitel, dan rambut – rambut yang

mengandung jamur baik dari manusia atau dari binatang, dan tanah. Penularan tak

langsung dapat melalui tanaman, kayu yang dihinggapi jamur, barang – barang

atau pakaian, debu, atau air (Goldsmith, et al., 2012).

2.1.1.5. Prosedur Diagnostik

Diagnosis klinis infeksi dermatofita dapat dipastikan dengan deteksi

mikroskopik dari elemen fungal melalui kultur, atau bukti histologis adanya hifa

pada stratum korneum. Evaluasi mikroskopis melalui KOH 10% untuk

membuktikan ada atau tidaknya dermatofitosis. KOH 10% mempunyai nilai false

negative sebesar 15% (Goldsmith, et al., 2012).

Penentuan spesies dari fungi superfisialis didasarakan pada karakteristik

makroskopis, mikroskopis, dan metabolismenya. Media isolasi untuk morfologi

makroskopis umumnya digunakan Sabouraud’s dextrose agar (SDA). Kultur

diinkubasi pada suhu ruangan selama 4 minggu sebelum dinyatakan tidak ada

pertumbuhan (Goldsmith, et al., 2012).

2.1.1.6. Tinea Pedis

Tinea pedis adalah dermatofitosis pada kaki, kecuali pada bagian dorsal

kaki, karena digolongkan menjadi tinea korporis. Tinea pedis adalah dermtofitosis

yang paling umum. Pengguna sepatu dan kaos kaki yang tertutup mempunyai

peluang tinggi terkena tinea pedis. Penyebab paling sering tinea pedis adalah T.

rubrum, T. interdigitale, dan E. floccosum. Tinea pedis mempunyai 4 macam

gambaran klinis yaitu interdigital, mocassin (hiperkeratotik kronis), vesikulobula,

(52)

14

Gambar 2.21 Tinea pedis tipe mocassin

(Dikutip dari: Hare, 2013. Fungal Culture. National Health Service. London.)

Gambar 2.22 Tinea pedis tipe vesikulobula (a) dan interdigitalis (a&b)

(53)

15

2.1.2. Infeksi kandida (kandidiasis)

Genus Candida terdiri dari grup yang heterogen lebih dari 200 spesies.

Kandidiasis merupakan segala jenis infeksi yang disebabkan oleh spesies dari

genus Candida (Goldsmith, et al., 2012).

Beberapa spesies dari genus Candida dapat menyebabkan kandidiasis.

Mereka adalah anggota dari flora normal kulit, membran mukosa, dan

gastrointestinal tract. Spesies candida berkoloni pada permukaan mukosa

manusia sesaat setelah dia lahir, dan risiko untuk infeksi endogen selalu ada

(Goldsmith, et al., 2012).

2.1.2.1. Definisi

Kandidiasis adalah infeksi akut atau kronik yang disebabkan oleh

Candida, umumnya pada kulit dan membran mukosa, tetapi juga bisa

menyebabkan infeksi sistemik (Goldsmith, et al., 2012).

2.1.2.2. Epidemiologi

Candida hanya menggunakan hewan dan manusia sebagai host – nya,

tetapi Candida juga bisa ditemukan pada lingkungan rumah sakit, seperti pada:

ventilasi air conditioner, lantai, respirator, dan pada tenaga medis. Kolonisasi

orofaring oleh Candida diobservasi mencapai 50% dari individual yang sehat dan

mungkin bisa dideteksi sebesar 40 – 65% pada sample tinja normal. C. albicans

ada pada mukosa vagina sebagai organisme komensalisme pada 20 – 25% wanita

sehat tanpa simptom dan 30% pada wanita hamil yang tergolong sehat.

Kandidiasis vulvovaginal adalah penyebab kedua terbanyak vaginitis pada

perempuan. Spesies Candida adalah penyebab utama infeksi fungi pada pasien

dengan immunocompromised. Lebih dari 90% orang dengan HIV tanpa terapi

antiretroviral yang sangat aktif menderita kandidiasis orofaring dan 10%

(54)

16

2.1.2.3. Etiologi

Spesies kandida yang paling umum adalah: C. albicans, C. glabrata, C.

tropicalis, C. parapsilosis, C. krusei, C.guilliermondii, C. lusitaniae, C. kefyr

(Goldsmith, et al., 2012).

2.1.2.4. Patogenesis

Sekitar 50% - 60% dari infeksi kandida disebabkan oleh C. albicans. C.

albicans mempunyai faktor virulensi termasuk molekul adhesi untuk perlekatan,

sekresi proteinase [asparty] proteinase (SAP1 – 9) yang menghancurkan selubung

sel, dan mampu mengubah diri ke bentuk hifa yang dianggap penting sebagai

virulensi. C. albicans. Spesies C. glabrata dan C. albicans ditemukan pada sekitar

70% - 80% pasien dengan kandidiasis yang invasif (Goldsmith, et al., 2012).

2.1.2.5. Prosedur Diagnostik

Pemeriksaan mikroskopis langsung dari spesimen atau isolasi dari kultur

dilakukan untuk mengkonfirmasi adanya kandida atau tidak. Pada infeksi kandida

superfisialis, diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan mikroskopis kerokan

kulit.atau pulasan dari kulit, kuku, atau permukaan mukosa yang ada hifa,

pseudohifa, atau sel budding kandida. Pulasan KOH 10%, gram, atau pewarnaan

methylen blue berguna untuk mendeteksi sel fungi. Untuk identifikasi dari C.

albicans digunakan agar Sabouraud ditambah antibiotik, dalam 2 – 5 hari akan

muncul koloni mukoid keputihan (Goldsmith, et al., 2012).

2.1.2.6. Kandidiasis kutan

Kandidiasis kutan terjadi umumnya akibat infeksi sekunder kulit dan kuku

pada pasien yang mempunyai faktor predisposisi. Kandidiasis kutan terjadi

sebagai infeksi yang kronik atau sub – akut. Spektrum dari kandidiasis kutan di

antaranya diaper rash, kandidiasis intertrigo, folikulitis kandida, otomikosis, dan

(55)

17

C. albicans mempunyai predileksi untuk berkoloni pada lipatan kulit,

zona triginosa, di mana lingkungannya lembab dan hangat. Lokasi umum untuk

kandida intertrigo adalah genitokrural, glutea, interdigital, dan inframammae.

Faktor predisposisinya antara lain obesitas, diabetes melitus, pemakaian pakaian

ketat, dan faktor pekerjaan. Erupsi pruritus terlihat sebagai bercak eritem yang

lunak dan plak tipis dengan vesikopustul yang kecil. Pustul akan membesar dan

pecah, meninggalkan sisik dan bekas kemerahan yang menyebabkan maserasi dan

fisura. Infeksi kandidiasis kutan didiagnosa dengan gambaran tipikalnya dan

dipastikan dengan pemeriksaan KOH 10%, dan jika perlu, dilakukan kultur

(Goldsmith, et al., 2012).

Gambar 2.23 Kandidiasis kutan pada telapak kaki

(56)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Banyak organisme viral, bakterial, dan fungal yang mampu menghasilkan

infeksi primer atau sekunder pada kaki dan kuku jarinya. Infeksi jamur pada kaki

dapat disebabkan jamur dermatofita ataupun golongan non dermatofita, seperti:

Candida yang menyebabkan kandidiasis kutis (Dawber, Bristow, and Turner,

2005).

Dermatofita adalah golongan jamur yang paling umum menyebabkan tinea

pedis. Dermatofita termasuk dalam famili arthrodermataceae. Dermatofita dapat

melekat dan menyerang jaringan yang mengandung keratin (zat tanduk) manusia

dan hewan, seperti: kuku, rambut, dan stratum korneum pada epidermis.

Berdasarkan sifat morfologi makro dan mikro, dermatofita dibagi menjadi 3

genera: Microsporum (M), Trichophyton (T), dan Epidermophyton (E), dari 4

spesies dermatofita yang sudah dikenal, hanya 23 spesies yang dapat

menyebabkan penyakit pada manusia dan binatang, yang terdiri dari spesies

Trichophyton, spesies Microsporumdan spesies Epidermophyton. Yang terbanyak

ditemukan adalah T. rubrum. Dermatofita yang lain adalah E. floccosum, T.

mentagrophytes, M. canis, M. gypseum, T. cocentricum, T. schoenleini dan T.

tonsurans. (Brooks, Carroll, Butel, Morse, Mietzner, 2013; Goldsmith, Katz,

Gilchrest, Paller, Leffell, and Wolff, 2012; Dawber, et al.,2005).

Tinea pedis merupakan dermatofitosis yang paling umum terjadi.

Prevalensi pada pengguna sepatu tertutup terhitung 10%. Insidensi tinea pedis

lebih tinggi lagi dijumpai pada pengguna pemandian umum atau kolam renang

(57)

2

Tinea pedis muncul dalam 3 pola, yaitu: tipe moccasin pada telapak kaki,

interdigital, dan vesikuler yang menyebar keluar dari sela – sela jari – jari kaki.

Tinea pedis muncul terutama pada sela-sela jari dan telapak kaki. Tinea pedis

yang tersering dilihat adalah bentuk interdigitalis. Di antara jari IV dan V, terlihat

fisura yang dilingkari sisik halus dan tipis. Kelainan ini dapat meluas ke bawah

jari (subdigital) dan juga ke sela jari yang lain. Oleh karena daerah ini lembab,

maka sering terlihat maserasi dan sering terkelupas. Aspek klinis maserasi berupa

kulit putih dan rapuh. Bila bagian kulit yang mati ini dibersihkan, maka akan

terlihat kulit baru, yang pada umumnya akan diserang oleh bakteri. Bentuk klinis

ini dapat berlangsung bertahun-tahun dengan menimbulkan keluhan, seperti kulit

terkelupas dan pecah – pecah lalu disertai nyeri dan pruritus, atau tanpa keluhan

(Brooks, et al., 2013; Dawber, et al.,2005).

Sedangkan kandidiasis adalah penyakit jamur yang bersifat akut atau sub

akut disebabkan oleh jamur golongan candida, biasanya oleh Candida albicans

dan dapat mengenai mulut, vagina, kulit, dan kuku (Goldsmith, et al., 2012).

Penyakit ini terdapat di seluruh dunia, dapat menyerang semua umur, baik

laki – laki maupun perempuan. Jamur penyebabnya terdapat pada orang sehat

sebagai saprofit. Gambaran klinisnya bermacam – macam sehingga tidak

diketahui data – data penyebarannya (Kazemi, 2013).

C. albicans mempunyai predileksi untuk berkolonisasi pada zona

intertriginosa lipatan kulit yang lembab dan hangat. Faktor predisposisi termasuk

di antaranya: obesitas, diabetes melitus, dan mengenakan pakaian tertutup.Erosio

interdigitalis blastomycetica Untuk kandidiasis pada interdigital tangan atau kaki,

umumnya celah interdigital 3 atau 4, di mana kelembaban sering terjadi

(Goldsmith, et al., 2012).

Pemeriksaan mikologik untuk membantu menegakkan diagnosis terdiri

atas pemeriksaan langsung sediaan basah dan biakan. Pemeriksaan lain, misalnya

(58)

3

pemeriksaan mikologik untuk mendapatkan jamur diperlukan bahan klinis, yang

dapat berupa kerokan kulit, rambut, dan kuku (Brooks, et al., 2013).

Kelainan kulit kaki yang disebabkan infeksi jamur banyak terlihat pada

orang yang dalam kehidupan sehari-hari sering memakai sepatu tertutup disertai

perawatan kaki yang buruk, para pekerja dengan kaki yang selalu atau sering

basah, dan orang yang sering berjalan tanpa alas kaki pada lantai yang

terkontaminasi (Springer, 2006).

Penggunaan kaos kaki diwajibkan bagi pelajar di kota Medan. Kaos kaki

dan sepatu yang tidak dapat menyerap keringat dapat meningkatkan risiko infeksi,

khususnya infeksi jamur. Durasi belajar mengajar pada pelajar di Medan, yang

pada umumnya dimulai pada pukul 7 pagi dan selesai pada siang hari atau sore

hari, meningkatkan risiko infeksi jamur akibat keringat yang tidak terserap dengan

baik. Selain dari faktor di atas, dari pengamatan awal di SMAN 15, banyak faktor,

seperti lapangan olahraga dan jalan menuju sekolah yang sering tergenang air,

memungkinkan jamur sebagai penyebab kelainan kulit. Sehubungan hal tersebut,

peneliti ingin meneliti tentang spektrum jamur penyebab kelainan kulit kaki

pelajar di SMAN 15 Medan.

1.2. Rumusan Masalah

Bagaimana spektrum jamur penyebab kelainan kulit pada kaki pelajar

SMAN 15 Medan?

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan umum:

Mengetahui spektrum jamur penyebab kelainan kulit pada kaki pelajar

(59)

4

1.3.2. Tujuan khusus:

1.3.2.1. Mengetahui gambaran pemeriksaan kerokan kulit dengan KOH

10% pada kelainan kulit kaki pelajar SMAN 15 Medan.

1.3.2.2. Mengetahui gambaran kultur pada kelainan kulit kaki pelajar

SMAN 15 Medan.

1.3.2.3. Mengetahui keluhan objektif pada kelainan kulit kaki pelajar

SMAN 15 Medan.

1.3.2.4. Mengetahui keluhan subjektif pada kelainan kulit kaki pelajar

SMAN 15 Medan.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk :

1.4.1. Tenaga medis

Dapat memberikan informasi kepada tenaga medis tentang spektrum jamur

penyebab pada pelajar SMAN 15 Medan dengan gejala klinis maupun tanpa

gejala klinis (asimtomatik).

1.4.2. Peneliti

Dapat mengembangkan kemampuan di bidang penelitian serta memperluas

wawasan peneliti mengenai jamur penyebab pada kelainan kulit kaki dan sebagai

data dasar dalam melaksanakan pengembangan penelitian selanjutnya.

1.4.3. Masyarakat

Agar dapat mengetahui tentang pentingnya kesehatan kulit khususnya

daerah kaki yang dihubungkan dengan pemakai kaos kaki dan sepatu sehingga

(60)

ii

ABSTRAK

Faktor kelembaban dan higienitas disebabkan oleh penggunaan kaos kaki dan sepatu yang diwajibkan bagi pelajar serta area sekolah dan sekitarnya yang sering tergenang air dapat meningkatkan faktor risko infeksi jamur pada kaki. Hal ini melatarbelakangi penelitian spektrum jamur penyebab kelainan kulit kaki pada pelajar di SMAN 15 Medan.

Penelitian ini melibatkan siswa SMAN 15 Medan yang mempunyai kelainan kulit kaki. Siswa diperiksa untuk menemukan lesi pada kulit kaki. Sampel kerokan kulit untuk pemeriksaan mikrobiologi dan kultur jamur diambil dari lesi kulit kaki.

Penelitian ini melibatkan 30 siswa. Hasil pemeriksaan kerokan kulit kaki dengan KOH 10%, didapati 9 orang (30.0%) spora (+) hifa (+), 13 orang (43.3%) spora (+) hifa (-), 3 orang (10.0%) spora (-) hifa (+), dan 5 orang (16.7%) spora (-) hifa (-). Hasil pemeriksaan kultur secara mikroskopis dan makroskopis didapati

Cladosporium sp. pada 6 orang (20.0%), Aspergillus sp. pada 5 orang (16.7%),

Bipolaris sp. pada 5 orang (16.7%), Paecilomyces sp. pada 3 orang (10.0%),

Candida sp. pada 2 orang (6.7%), Trichophyton rubrum pada 2 orang (6.7%),

Trichophyton mentagrophytespada 2 orang (6.7%), Trichophyton erinaceipada 1

orang (3.3%), Trichophyton verrucosum pada 1 orang (3.3%), dan Fusarium sp.

pada 1 orang (3.3%), dan pada 2 orang (6.7%) tidak ditemukan spesies jamur. Ditemukan jamur penyebab kelainan kulit kaki pada 19 siswa SMAN 15 dengan spesies jamur penyebab kelainan kulit kaki terbanyak adalah

Cladosporium sp. Disarankan agar siswa memahami pentingnya berperilaku bersih dan menghindari kelembaban agar terhindar dari penyakit yang disebabkan oleh jamur.

(61)

iii ABSTRACT

Factor of moist and hygienity caused by wearing shoes and socks which is a must for student and also school’s area which is frequently flooded could increase the risk of fungal infection on foot. These factors are the background of the study of spectrum of fungi that cause foot’s skin disorder on students of SMAN 15 Medan.

This study involves the students of SMAN 15 Medan who have foot skin disorder. Student examined to find lesion on their foot. Samples of skin scraping for microbiological examination and fungi culture were obtained from lesion of foot’s skin.

This study involves 30 students of SMAN 15 Medan. The result of foot’s skin disorder examination with KOH 10% found that 9 samples (30.0%) are spore (+) hyphae (+), 13 samples (43.3%) are spore (+) hyphae (-), 3 samples (10.0%) are spore (-) hyphae (+), and 5 samples (16.7%) are spore (-) hyphae (-). The result of culture examination microscopically and macroscopically found Cladosporium sp. on 6 samples (20.0%), Aspergillus sp. on 5 samples (16.7%), Bipolaris sp. on 5 samples (16.7%), Paecilomyces sp. on 3 samples (10.0%), Candida sp. on 2 samples (6.7%), Trichophyton rubrum on 2 samples (6.7%), Trichophyton mentagrophytes on 2 samples (6.7%), Trichophyton erinacei on 1 sample (3.3%), Trichophyton verrucosum on 1 sample (3.3%), and Fusarium sp on 1 sample (3.3%), and fungi are not found on 2 samples (6.7%).

Fungi that cause foot’s skin disorder are found on 19 students of SMAN 15 with majority of fungus is Cladosporium sp.. It is recommended that students understand the importance of hygiene and avoid moist to avoid diseases that inflicted by fungi.

(62)

SPEKTRUM JAMUR PENYEBAB KELAINAN KULIT

PADA KAKI PELAJAR DI SMAN 15 MEDAN

Oleh:

DANIEL HALOMOAN

120100260

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(63)

SPEKTRUM JAMUR PENYEBAB KELAINAN KULIT

PADA KAKI PELAJAR DI SMAN 15 MEDAN

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Kelulusan Sarjana Kedokteran

Oleh:

DANIEL HALOMOAN 120100260

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(64)
(65)

ii

ABSTRAK

Faktor kelembaban dan higienitas disebabkan oleh penggunaan kaos kaki dan sepatu yang diwajibkan bagi pelajar serta area sekolah dan sekitarnya yang sering tergenang air dapat meningkatkan faktor risko infeksi jamur pada kaki. Hal ini melatarbelakangi penelitian spektrum jamur penyebab kelainan kulit kaki pada pelajar di SMAN 15 Medan.

Penelitian ini melibatkan siswa SMAN 15 Medan yang mempunyai kelainan kulit kaki. Siswa diperiksa untuk menemukan lesi pada kulit kaki. Sampel kerokan kulit untuk pemeriksaan mikrobiologi dan kultur jamur diambil dari lesi kulit kaki.

Penelitian ini melibatkan 30 siswa. Hasil pemeriksaan kerokan kulit kaki dengan KOH 10%, didapati 9 orang (30.0%) spora (+) hifa (+), 13 orang (43.3%) spora (+) hifa (-), 3 orang (10.0%) spora (-) hifa (+), dan 5 orang (16.7%) spora (-) hifa (-). Hasil pemeriksaan kultur secara mikroskopis dan makroskopis didapati

Cladosporium sp. pada 6 orang (20.0%), Aspergillus sp. pada 5 orang (16.7%),

Bipolaris sp. pada 5 orang (16.7%), Paecilomyces sp. pada 3 orang (10.0%),

Candida sp. pada 2 orang (6.7%), Trichophyton rubrum pada 2 orang (6.7%),

Trichophyton mentagrophytespada 2 orang (6.7%), Trichophyton erinaceipada 1 orang (3.3%), Trichophyton verrucosum pada 1 orang (3.3%), dan Fusarium sp.

pada 1 orang (3.3%), dan pada 2 orang (6.7%) tidak ditemukan spesies jamur. Ditemukan jamur penyebab kelainan kulit kaki pada 19 siswa SMAN 15 dengan spesies jamur penyebab kelainan kulit kaki terbanyak adalah

Cladosporium sp. Disarankan agar siswa memahami pentingnya berperilaku

bersih dan menghindari kelembaban agar terhindar dari penyakit yang disebabkan oleh jamur.

(66)

iii

ABSTRACT

Factor of moist and hygienity caused by wearing shoes and socks which is a must for student and also school’s area which is frequently flooded could increase the risk of fungal infection on foot. These factors are the background of the study of spectrum of fungi that cause foot’s skin disorder on students of SMAN 15 Medan.

This study involves the students of SMAN 15 Medan who have foot skin disorder. Student examined to find lesion on their foot. Samples of skin scraping for microbiological examination and fungi culture were obtained from lesion of foot’s skin.

This study involves 30 students of SMAN 15 Medan. The result of foot’s skin disorder examination with KOH 10% found that 9 samples (30.0%) are spore (+) hyphae (+), 13 samples (43.3%) are spore (+) hyphae (-), 3 samples (10.0%) are spore (-) hyphae (+), and 5 samples (16.7%) are spore (-) hyphae (-). The result of culture examination microscopically and macroscopically found Cladosporium sp. on 6 samples (20.0%), Aspergillus sp. on 5 samples (16.7%), Bipolaris sp. on 5 samples (16.7%), Paecilomyces sp. on 3 samples (10.0%), Candida sp. on 2 samples (6.7%), Trichophyton rubrum on 2 samples (6.7%), Trichophyton mentagrophytes on 2 samples (6.7%), Trichophyton erinacei on 1 sample (3.3%), Trichophyton verrucosum on 1 sample (3.3%), and Fusarium sp on 1 sample (3.3%), and fungi are not found on 2 samples (6.7%).

Fungi that cause foot’s skin disorder are found on 19 students of SMAN 15 with majority of fungus is Cladosporium sp.. It is recommended that students understand the importance of hygiene and avoid moist to avoid diseases that inflicted by fungi.

(67)

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan Berkat

dan Karunia - Nya sehingga penyusunan karya tulis ilmiah yang berjudul

”Spektrum Jamur Penyebab Kelainan Kulit pada Kaki Pelajar di SMAN 15

Medan ” dapat selesai tepat pada waktunya.

Penyusunan karya tulis ilmiah ini diajukan sebagai syarat menyelesaikan

pendidikan gelar Sarjana Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera

Utara. Dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini penulis banyak mendapat

bimbingan dan petunjuk dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis

mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Prof. dr. Gontar A. Siregar, SpPD - KGEH. Dekan Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. dr. Nelva Kamila Jusuf, Sp.KK (K). Dosen pembimbing yang

dengan penuh kesabaran dan ketekunan memberikan dorongan,

perhatian, bimbingan, pengarahan, serta saran dalam pembuatan karya

tulis ilmiah ini mulai dari awal sampai akhir.

3. Dr. dr. H.R. Yusa Herwanto, M.Ked (ORL-HNS), Sp.THT – KL (K).

Dosen penguji I yang banyak membantu dan memberikan masukan

sehingga karya tulis ilmiah ini dapat terselesaikan.

4. dr. Mustafa Mahmud Amin, M.Ked (KJ), Sp.KJ. Dosen penguji II

yang telah banyak memberikan saran dalam pembuatan Karya Tulis

Ilmiah ini.

5. dr. Sofyan Lubis, DMM dan ibu Rafidah yang banyak membantu

penulis melaksanakan penelitian di laboratorium Mikrobiologi

Fakultas Kedokteran USU.

6. Semua staf, pengajar, dan siswa SMAN 15 Medan yang dengan ramah

(68)

v

7. Seluruh staf S – 1 Kedokteran yang telah membantu administrasi

dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.

8. Bapak, ibu, adik, dan abang, atas dukungan dan doa yang selalu

diberikan sehingga karya tulis ilmiah ini selesai pada waktunya.

9. Teman - temanku mahasiswa Kedokteran, atas perhatian dan kerja

samanya. Semoga kita tetap menjalin serta menjaga hubungan di

antara kita semua.

10. Rekan-rekan dan semua pihak yang telah banyak membantu dalam

penelitian.

Penulis menyadari dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini masih belum

sempurna, maka saran dan kritik yang konstruktif sangat penulis harapkan demi

perbaikan karya tulis ilmiah selanjutnya. Akhirnya penulis berharap semoga karya

tulis ilmiah ini bermanfaat.

Medan, Desember 2015

Gambar

Tabel 5.1 Karakteristik Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 5.3 Lama Pemakaian Kaos Kaki dan Sepatu
Tabel 5.4 Keluhan Objektif pada Siswa
Tabel 5.6 Lokalisasi Kelainan Kulit Kaki
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil Pengukuran yang diperoleh adanya kelainan kulit kaki pada pekerja cuci mobil berdasarkan umur, tingkat pendidikan, lama kontak, masa bekerja, dan penggunaan

Penggunaan alas kaki tertutup dapat didampingi dengan menggunakan kaus kaki yang tepat untuk mencegah tumbuhnya jamur kulit superfisialis.. Penggunaan alas kaki tertutup

Penyakit kulit akibat kerja dapat ditemui pada pekerja cuci mobil di Kelurahan Medan Binjai, Karena pada pekerja cuci mobil pasti akan bersentuhan langsung dengan

Penyakit kulit akibat kerja dapat ditemui pada pekerja cuci mobil di Kelurahan Medan Binjai, Karena pada pekerja cuci mobil pasti akan bersentuhan langsung dengan

Sifilis II adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Treponema pallidum sangat kronis dan dengan gambaran klinis dapat berupa kelainan kulit di. telapak

Hubungan Hygiene Perorangan dan Pemakaian Alat Pelindung Diri Dengan Keluhan Gangguan Kulit Pada kerja Pengupas udang di Kelurahan Pekan Labuhan Kecamatan Medan

Saya telah mendapatkan penjelasan dengan baik mengenai tujuan dan manfaat penelitian yang berjudul “ Gambaran Penderita Kelainan Kulit Kaki Terhadap Pekerja Cuci

a) Lokasi penelitian: Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. b) Tempat pemeriksaan kultur untuk identifikasi jamur dilakukan di.. Laboratorium Mikrobiologi FK USU