Lampiran 1
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Daniel Halomoan
Jenis kelamin : Laki - laki
Tempat / tanggal lahir : Bekasi / 11 April 1994
Agama : Kristen Protestan
Warga Negara : Indonesia
Alamat : Jalan Sei Belutu No. 2 Medan E – mail : hutagaoldaniel@gmail.com
Riwayat Pendidikan:
1. TK Xaverius 3 Bandar Lampung (1998 – 2000) 2. SD Xaverius 3 Bandar Lampung (2000 – 2006) 3. SMP Fransiskus 1 Bandar Lampung (2006 – 2007) 4. SMP Immanuel Medan (2007 – 2009)
5. SMA Santo Thomas 1 Medan (2009 – 2012)
Lampiran 2
LEMBAR PENJELASAN KEPADA SUBJEK
Perkenalkan nama saya Daniel Halomoan, mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dengan nomor induk mahasiswa 120100260. Saat ini saya sedang melakukan penelitian untuk melengkapi Karya Tulis Ilmiah yang menjadi kewajiban saya dalam menyelesaikan pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Judul penelitian saya adalah Spektrum Jamur Penyebab Kelainan Kulit Pada Kaki Pelajar di SMAN 15 Medan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan dermatofita yang terdapat pada kaki pelajar.
Oleh karena itu, saya mohon kesediaan saudara untuk ikut serta dalam penelitian ini, yaitu sebagai subjek dalam penelitian saya. Saya akan mengajukan pertanyaan dan melakukan pemeriksaan pada kaki serta kerokan kulit pada kaki. Kerokan pada kulit kaki ini tidak menimbulkan cedera ataupun bahaya pada kaki saudara. Adapun hasil pemeriksaan ini akan di rahasiakan identitasnya. Hasil dari pemeriksaan ini hanya dipergunakan untuk penelitian. Sebagai kompensasi saya akan memberikan cinderamata kepada saudara.
Demikian informasi ini saya sampaikan. Atas partisipasi dan kesedian saudara, saya ucapkan terima kasih. Semoga partisipasi saudara dalam penelitian ini bermanfaat bagi kita semua.
Medan, 2015
Peneliti
Lampiran 3
LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (INFORMED CONSENT)
Setelah mendapat penjelasan, saya yang bertanda tangan dibawah ini : Nama :
Umur : Alamat :
Dengan ini menyatakan secara sukarela SETUJU untuk ikut serta dalam penelitian dan mengikuti berbagai prosedur pemeriksaan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Demikianlah lembar persetujuan setelah penjelasan ini dibuat dengan sebenarnya dalam keadaan sadar tanpa adanya paksaan dari siapa pun.
Medan, 2015
Yang menyetujui
Lampiran 4
DATA RESPONDEN Tanggal pemeriksaan :
Nomor urut penelitian : Identitas
Nama :
Alamat :
No. Telepon :
Tempat/ tanggal lahir : Jenis kelamin :
1. Setiap hari memakai kaos kaki dan sepatu selama
1. < 6 jam ( ) 2. 7 - 8 jam ( ) 3. > 8 jam ( )
2. Keluhan subjektif: 1. Ada ( ) 2. Tidak ada ( )
Jika ada: 1. Gatal ( )
2. Nyeri ( )
3. Gatal dan nyeri ( )
4. Rasa panas ( )
3. Keluhan objektif: 1. Bintil-bintil merah/kecoklatan ( ) 2. Bintil-bintil merah kecoklatan berbentuk
melingkar dengan pinggir yang aktif/meninggi ( )
3. Kulit terkelupas ( )
4. Bercak-bercak kecoklatan ( ) 5. Kulit terkelupas dan basah ( ) 6. Kulit bersisik ( )
4. Riwayat perjalanan keluhan
(keadaan tersebut sudah berlangsung berapa lama) : 1. <1 minggu ( ) 2. 1 – 2 minggu ( ) 3. 3 – 4 minggu ( ) 4. 4 – 5 minggu ( ) 5. >5 minggu ( )
5. Riwayat penyakit keluarga: 1. Ada ( ) 2.Tidak ada ( )
6. Riwayat penyakit terdahulu: 1. Ada ( ) 2. Tidak ada ( )
Jika ada tuliskan: ...
7. Pemeriksaan fisik Status dermatologikus
∑ Lokalisasi pedis dekstra : 1. Dorsum pedis ( ) 2. Plantar pedis ( ) 3. Interdigiti pedis ( ) 4. Sisi medial pedis ( ) 5. Sisi lateral pedis ( ) ∑ Lokalisasi pedis sinistra : 1. Dorsum pedis ( )
2. Plantar pedis ( ) 3. Interdigiti pedis ( ) 4. Sisi medial pedis ( ) 5. Sisi lateral pedis ( )
8. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan KOH 10%: Spora ( )
Hifa ( )
01 7 - 8 jam Tidak ada Ada <1 minggu Tidak ada Tidak ada Spora (-) Hifa (+) Cladosporium sp. Perempuan 16 tahun
Sisi lateral
pedis Kulit terkelupas Tidak ada 02 7 - 8 jam Tidak ada Ada <1 minggu Tidak ada Ada Spora (+) Hifa (+)Aspergillus sp. Perempuan 15 tahun
Sisi lateral
pedis Kulit bersisik Tidak ada
03 <6 jam Ada Ada 1 - 2 minggu Tidak ada Tidak ada Spora (+) Hifa (-) Paecilomyces sp. Laki - laki 16 tahun
Sisi lateral pedis
Bercak - bercak kecoklatan Gatal 04 >8 jam Ada Ada <1 minggu Tidak ada Tidak ada Spora (+) Hifa (-) Fusarium sp. Perempuan 16 tahun
Interdigiti
pedis Kulit bersisik Gatal
05 <6 jam Ada Ada <1 minggu Tidak ada Ada Spora (+) Hifa (-) Bipolaris sp. Perempuan 16 tahun
Sisi lateral
pedis Kulit bersisik Gatal 06 7 - 8 jam Tidak ada Ada 1 - 2 minggu Tidak ada Tidak ada Spora (+) Hifa (+)Bipolaris sp. Laki - laki 16 tahun
Interdigiti
pedis Kulit terkelupas Tidak ada 07 7 - 8 jam Tidak ada Ada <1 minggu Tidak ada Tidak ada Spora (+) Hifa (+)Paecilomyces sp. Perempuan 16 tahun
Interdigiti
pedis Kulit terkelupas Tidak ada 08 7 - 8 jam Ada Ada 3 - 4 minggu Tidak ada Tidak ada Spora (+) Hifa (-) Cladosporium sp. Laki - laki 16 tahun 10 >8 jam Tidak ada Ada 1 - 2 minggu Ada Tidak ada Spora (+) Hifa (+)Aspergillus sp. Perempuan 16 tahun Plantar pedis Kulit bersisik Tidak ada 11 <6 jam Ada Ada 1 - 2 minggu Tidak ada Tidak ada Spora (-) Hifa (+)
pedis Kulit bersisik Tidak ada 13 7 - 8 jam Ada Ada 3 - 4 minggu Tidak ada Tidak ada Spora (+) Hifa (+)Bipolaris sp. Perempuan 16 tahun
Interdigiti
pedis Kulit terkelupas Gatal 14 >8 jam Tidak ada Ada >5 minggu Tidak ada Tidak ada Spora (-) Hifa (-) Candida sp. Perempuan 15 tahun
Interdigiti
pedis Kulit terkelupas Tidak ada
15 7 - 8 jam Tidak ada Ada 1 - 2 minggu Tidak ada Tidak ada Spora (+) Hifa (+)
Trichophyton
mentagrophytes Perempuan 15 tahun
Interdigiti
pedis Kulit terkelupas Tidak ada 16 7 - 8 jam Tidak ada Ada 3 - 4 minggu Tidak ada Tidak ada Spora (-) Hifa (-) Candida sp. Laki - laki 17 tahun
Interdigiti
18 7 - 8 jam Tidak ada Ada 3 - 4 minggu Tidak ada Tidak ada Spora (+) Hifa (-) Aspergillus sp. Laki - laki 16 tahun
Interdigiti
pedis Kulit bersisik Tidak ada
19 7 - 8 jam Ada Ada >5 minggu Tidak ada Tidak ada Spora (+) Hifa (-) Paecilomyces sp. Laki - laki 16 tahun
Interdigiti
pedis Kulit bersisik Tidak ada
22 7 - 8 jam Tidak ada Ada 3 - 4 minggu Tidak ada Tidak ada Spora (-) Hifa (-) Aspergillus sp. Laki - laki 16 tahun
Interdigiti
pedis Kulit terkelupas Tidak ada 23 7 - 8 jam Tidak ada Ada 1 - 2 minggu Tidak ada Tidak ada Spora (-) Hifa (+)
Trichophyton
rubrum Laki - laki 16 tahun
Sisi medial
pedis Kulit bersisik Tidak ada 24 >8 jam Tidak ada Ada <1 minggu Tidak ada Tidak ada Spora (-) Hifa (-)
Tidak ada
pertumbuhan Laki - laki 16 tahun
Interdigiti
pedis Kulit terkelupas Tidak ada 25 7 - 8 jam Tidak ada Ada <1 minggu Tidak ada Tidak ada Spora (-) Hifa (-)
Tidak ada
pertumbuhan Laki - laki 16 tahun
Sisi lateral
pedis Kulit terkelupas Tidak ada
26 7 - 8 jam Ada Ada 3 - 4 minggu Tidak ada Tidak ada Spora (+) Hifa (-)
Trichophyton
mentagrophytes Perempuan 15 tahun
Interdigiti
pedis Kulit terkelupas Gatal 27 7 - 8 jam Ada Ada <1 minggu Tidak ada Tidak ada Spora (+) Hifa (-) Cladosporium sp. Perempuan 17 tahun Plantar pedis Kulit terkelupas Gatal 28 7 - 8 jam Ada Ada >5 minggu Ada Tidak ada Spora (+) Hifa (+)Bipolaris sp. Perempuan 17 tahun
Interdigiti
pedis Kulit terkelupas Gatal
29 7 - 8 jam Tidak ada Ada 4 - 5 minggu Tidak ada Tidak ada Spora (+) Hifa (+)Cladosporium sp. Perempuan 16 tahun
Interdigiti
pedis Kulit terkelupas Tidak ada 30 7 - 8 jam Tidak ada Ada <1 minggu Tidak ada Tidak ada Spora (+) Hifa (-) Cladosporium sp. Laki - laki 16 tahun
Interdigiti pedis
Kulit terkelupas
Lampiran 7
Lama Pemakaian Kaos Kaki dan Sepatu
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid <6 jam 3 10.0 10.0 10.0
7 - 8 jam 23 76.7 76.7 86.7
Valid Ada 11 36.7 36.7 36.7
Tidak ada 19 63.3 63.3 100.0
Total 30 100.0 100.0
Keluhan Objektif
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Ada 30 100.0 100.0 100.0
Riwayat Perjalanan Keluhan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid <1 minggu 9 30.0 30.0 30.0
1 - 2 minggu 9 30.0 30.0 60.0
3 - 4 minggu 8 26.7 26.7 86.7
4 - 5 minggu 1 3.3 3.3 90.0
>5 minggu 3 10.0 10.0 100.0
Total 30 100.0 100.0
Tidak ada 28 93.3 93.3 100.0
Total 30 100.0 100.0
Tidak ada 28 93.3 93.3 100.0
Valid Spora (+) Hifa (+) 9 30.0 30.0 30.0
Valid Cladosporium sp. 6 20.0 20.0 20.0
Fusarium sp. 1 3.3 3.3 23.3
Tidak ada pertumbuhan 2 6.7 6.7 30.0
Trichophyton verrucosum 1 3.3 3.3 33.3
Bipolaris sp. 5 16.7 16.7 50.0
Aspergillus sp. 5 16.7 16.7 66.7
Trichophyton
mentagrophytes 2 6.7 6.7 73.3
Trichophyton rubrum 2 6.7 6.7 80.0
Candida sp. 2 6.7 6.7 86.7
Paecilomyces sp. 3 10.0 10.0 96.7
Trichophyton erinacei 1 3.3 3.3 100.0
Total 30 100.0 100.0
Jenis Kelamin
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Laki - laki 14 46.7 46.7 46.7
Perempuan 16 53.3 53.3 100.0
Total 30 100.0 100.0
Usia
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid 15 tahun 6 20.0 20.0 20.0
16 tahun 20 66.7 66.7 86.7
17 tahun 4 13.3 13.3 100.0
Total 30 100.0 100.0
Lokalisasi Kelainan Kulit Kaki
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Plantar pedis 2 6.7 6.7 6.7
Interdigiti pedis 19 63.3 63.3 70.0
Sisi medial pedis 3 10.0 10.0 80.0
Sisi lateral pedis 6 20.0 20.0 100.0
Total 30 100.0 100.0
Jenis Keluhan Objektif
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Kulit terkelupas 16 53.3 53.3 53.3
Bercak - bercak kecoklatan 2 6.7 6.7 60.0
Kulit terkelupas dan basah 2 6.7 6.7 66.7
Kulit bersisik 10 33.3 33.3 100.0
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Gatal 11 36.7 36.7 36.7
Tidak ada 19 63.3 63.3 100.0
Total 30 100.0 100.0
Data written to C:\Users\user\Desktop\KTI\Lampiran 6.xls. 14 variables and 30 cases written to range: SPSS.
Variable: Sampel Type: String Width: 8
Variable: LamaPemakaianKaosKakidanSepatu Type: String Width: 8 Variable: KeluhanSubjektif Type: String Width: 8
Variable: KeluhanObjektif Type: String Width: 8
Variable: RiwayatPerjalananKeluhan Type: String Width: 8 Variable: RiwayatPenyakitKeluarga Type: String Width: 8 Variable: RiwayatPenyakitTerdahulu Type: String Width: 8 Variable: KOH Type: String Width: 8
Variable: PemeriksaanSpesiesJamur Type: String Width: 8 Variable: JenisKelamin Type: String Width: 8
Variable: Usia Type: String Width: 8
Variable: LokalisasiKelainanKulitKaki Type: String Width: 8 Variable: JenisKeluhanObjektif Type: String Width: 8
Variable: JenisKeluhanSubjektif Type: String Width: 8
DATASET ACTIVATE DataSet1.
Data written to C:\Users\user\Desktop\KTI\Lampiran 6.xls. 14 variables and 30 cases written to range: SPSS.
Variable: Sampel Type: String Width: 6
Variable: LamaPemakaianKaosKakidanSepatu Type: String Width: 30 Variable: KeluhanSubjektif Type: String Width: 16
Variable: KeluhanObjektif Type: String Width: 15
Variable: RiwayatPerjalananKeluhan Type: String Width: 24 Variable: RiwayatPenyakitKeluarga Type: String Width: 23 Variable: RiwayatPenyakitTerdahulu Type: String Width: 24 Variable: KOH Type: String Width: 18
Variable: PemeriksaanSpesiesJamur Type: String Width: 27 Variable: JenisKelamin Type: String Width: 12
Variable: Usia Type: String Width: 8
Variable: LokalisasiKelainanKulitKaki Type: String Width: 27 Variable: JenisKeluhanObjektif Type: String Width: 26
Lampiran 8
No Makroskopis Mikroskopis KOH 10% Spesies
1
Cladosporium sp.
2 Aspergillus sp.
3 Paecilomyces sp.
4 Fusarium sp.
No Makroskopis Mikroskopis KOH 10% Spesies
6
Bipolaris sp.
7 Paecilomyces sp.
8 Trichophyton verrucosum
9 Fusarium sp.
No Makroskopis Mikroskopis KOH 10% Spesies
11
Trichophyton rubrum
12 Trichophyton erinacei
13 Bipolaris sp.
14 Candida sp.
No Makroskopis Mikroskopis KOH 10% Spesies
16
Candida sp.
17 Bipolaris sp.
18 Aspergillus sp.
19 Paecilomyces sp.
No Makroskopis Mikroskopis KOH 10% Spesies
21
Cladosporium sp.
22 Aspergillus sp.
23 Trichophyton Rubrum
24
No Makroskopis Mikroskopis KOH 10% Spesies
26
Trichopython mentagrophytes
27 Cladosporium sp.
28 Bipolaris sp.
29 Cladosporium sp.
36
DAFTAR PUSTAKA
Brooks G.F., Carroll K.C., Butel J.S., Morse S.A., & Mietzner T.A., 2013. Jawetz, Melnick, & Adelberg’s Medical Microbiology. 26th ed. New York: Mc Graw – Hill.
Adams B.B., 2000. Transmission of Cutaneous Infections in Athletes.London: Br J Sports Med. 34 pp:409–415
Dabas, P.S., 2013. An Approach to Etiology, Diagnosis and Management of Different Types of Candidiasis. Journal of Yeast and Fungal Research. 4(6) pp: 63 – 74.
Dawber R.,Bristow I., & Turner W.,2005. Text Atlas of Podiatric Dermatology. London: Martin Dunitz.
Chiacchio D.N., Madeira C.L., Humaire C.R., Silva C.S., Fernandes L.H.G., & Reis A.L., 2014. Superficial mycoses at the Hospital do Servidor Público Municipal de São Paulo between 2005 and 2011. An Bras Dermatol. 89(1) pp: 67-71.
Diven, D., 2008. Fungal. University of Texas Medical Branch. Texas. Available from: http://www.utmb.edu/pedi_ed/CORE/Dermatology/page_55.htm. [Accessed 30 May 2015].
Flores, J., Castillo, V., Franco, F., & Huata, A. (2009). Superficial fungal infections: clinical and epidemiological study in adolescents from marginal districts of Lima and Callao, Peru. The Journal Of Infection In Developing Countries. 3(04) pp: 313-317.
Goldsmith L.A., Katz S.I., Gilchrest B.A., Paller A.S., Leffell D.J., & Wolff K., 2012. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine.8th ed. New York: Mc Graw – Hill.
Hapcioglu, B., 2006. Epidemiology of Superficial Mycosis (Tinea Pedis, Onychomycosis) in Elementary School Children in Istanbul, Turkey. Coll. Antropol. 30 pp: 119–124.
Hare, J., 2013. Fungal Culture. National Health Service. London. Available from: http://pathlabs.rlbuht.nhs.uk/fungal__m.htm. [Accessed 06 June 2015].
Kazemi, A., 2013. An Overview on the Global Frequency of Superficial / Cutaneous Mycoses and Deep Mycoses. Jundishapur J Microbiol. 6(3)
37
Komba & Mgonda, 2010. The Spectrum of Dermatological Disorders Among Primary School Children in Dar Es Salaam. BMC Public Health. 10:765. Levitt O.J., Barrie H., Levitt B.H., Akhavan A., & Yanofsky H., 2010. The
Sensitivity and Specificity of Potassium Hydroxide Smear and Fungal Culture Relative to Clinical Assessment in the Evaluation of Tinea Pedis: A Pooled Analysis. Hindawi Publishing Corporation Dermatology Research and Practice. pp: 1 – 8.7
Malta, P.K.., et al., 2005. Fungal Infection of the Feet in Soccer Players and Non-Athlete Individuals. Rev Iberoam Micol. 22 pp: 34-38.
Nenoff et al., 2014. Mycology – an Update Part 2: Dermatomycoses: Clinical Picture and Diagnostics. JDDG. pp: 750 – 777.
Nikookhah, F., Azamian, A., & Mahzounieh, M., 2007. A Study on Fungal Infection Athlete’s Foot among Soccer Players in the Esfahan City Sport Clubs.Journal of Medicine Sciences. 7 pp: 913 - 915
Oke O.O., Olaniyi O., Olayinka A.O., Akinlolu G.O., & Olumayowa A.O., 2014.
The Prevalence and Pattern of Superficial Fungal Infections among School Children in Ile-Ife, South-Western Nigeria. Hindawi Publishing Corporation. 2014 pp: 1 – 7.
Oyerinde, O., 2014. The Effect of Hygiene on Dermatological Concerns in Homeless Patients. University of Illinois. Chicago.
Papas, P.G., et al., 2009. Clinical Practice Guidelines for the Management
of Candidiasis: 2009 Update by the Infectious Diseases Society of America. CID. 48 pp: 503 – 535.
Pasteur A.R., Ullmann Y., & Berdicevsky I., 2011. The Pathogenesis of Candida Infections in a Human Skin Model: Scanning Electron Microscope Observations. Hindawi Publishing Corporation Dermatology Research and Practice. pp: 1 – 6.
Perea, S., et al., 2000. Prevalence and Risk Factors of Tinea Unguium and Tinea Pedis in the General Population in Spain. Journal Of Clinical Microbiology. 38(9) pp: 3226 – 3230.
38
Simonnet C., Berger F., & Gantier J.C., 2011. Epidemiology of Superficial Fungal Diseases in French Guiana: a Three-Year Retrospective Analysis. Medical Mycology. 49 pp: 608–611.
Stratigos A., Stern R., Gonzales E., 1999. Prevalence of Skin Disease in A Cohort of Shelter – Based Homeless Men. J Am Acad Dermatol. 1994;44 pp: 197 – 202.
Tan, H., 2005. Superficial Fungal Infections Seen at the National SkinCentre, Singapore. Jpn. J. Med. Mycol. 46 pp: 77-80.
18
BAB III
KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep
3.2. Definisi Operasional
3.2.1. Kelainan kulit pada kaki
Kelainan kulit pada kaki adalah keluhan objektif yang terdapat pada daerah
kaki atau sela jari kaki pelajar dengan atau tanpa keluhan subjektif
Cara ukur : Kuesioner dan observasi keluhan objektif
Alat ukur : Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Skala pengukuran : Nominal
3.2.2. Keluhan objektif
Keluhan objektif adalah ruam/lesi yang terlihat pada daerah kaki atau sela
jari kaki pada saat itu dapat berupa bintil-bintil merah atau kecoklatan, bintil-bintil
merah kecoklatan berbentuk melingkar dengan pinggir yang meninggi, kulit
terkelupas, bercak-bercak kecoklatan, kulit terkelupas dan basah, kulit bersisik,
dan lain – lain.
Cara ukur : Kuesioner dan observasi keluhan objektif
Alat ukur : Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Hasil ukur : Ditemukan ruam/lesi
Skala pengukuran : Nominal Kelainan kulit pada kaki
pelajar SMAN 15
19
3.2.3. Keluhan subjektif
Keluhan subjektif adalah keluhan yang dirasakan oleh subjek berupa rasa
gatal, rasa sakit, rasa panas dan lain-lain.
Cara ukur : Kuesioner
Alat ukur : Anamnesis
Hasil ukur : Memiliki keluhan atau tidak
Skala pengukuran : Nominal
3.2.4. Pemeriksaan KOH 10%
Pemeriksaan KOH 10% adalah pemeriksaan yang diambil bahannya dari
kerokan kulit pada kaki yang ada lesi, kerokan kulit tersebut diletakan diatas
object glass kemudian ditetesi dengan larutan KOH 10% kemudian ditutup dengan cover glass. Kemudian siap dibaca dibawah mikroskop untuk melihat ada atau tidaknya spora atau hifa.
Cara ukur : Pemeriksaan mikologi dengan kerokan kulit
Alat ukur : KOH 10%
Hasil ukur : Ditemukan spora atau hifa (KOH 10% positif)
Skala pengukuran : Nominal
3.2.5. Kultur jamur
Kultur jamur adalah pembiakan menanaman bahan klinis pada media
buatan yang terdiri dari medium Sabouraud Dextrose Agar (SDA) yang
ditambahkan antibiotik kloramfenikol atau ditambah pula klorheksimid untuk
melihat spesies dermatofita. Hal ini diperlukan waktu selama 2-3 minggu.
Cara ukur : Pemeriksaan mikologi dengan kerokan kulit
20
Hasil ukur : Ditemukan spesies jamur (kultur positif)
Skala pengukuran : Nominal
3.2.6. Jamur penyebab kelainan pada kulit kaki
Jamur penyebab kelainan pada kulit kaki adalah jamur yang menyerang
jaringan keratin, stratum korneum pada epidermis daerah kaki dan sela jari kaki
yang diperiksa melalui pemeriksaan kerokan kulit dengan KOH 10% serta kultur
jamur.
Cara ukur : Pemeriksaan mikologi dengan kerokan kulit
Alat ukur : Kerokan kulit KOH 10% dan kultur jamur
Hasil ukur : Ditemukan spora atau hifa (KOH positif)
Ditemukan spesies jamur (Kultur positif)
21 BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan rancangan cross sectional. Penelitian ini akan mendeskripsikan bagaimana spektrum jamur penyebab kelainan kulit pada kaki pelajar SMAN 15 Medan. Rancangan cross sectional digunakan untuk mengamati subjek satu kali saja.
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
4.2.1. Lokasi penelitian
Penelitian dilakukan di SMAN 15 Medan. Pemeriksaan kerokan kulit KOH 10% dan kultur dilakukan di laboratorium Mikrobiologi FK USU.
4.2.2. Waktu Penelitian
Dilakukan pada bulan Juli 2015 sampai dengan November 2015.
4.3. Populasi dan Sampel Penelitian
4.3.1. Populasi
Populasi adalah pelajar SMAN 15 Medan
4.3.2. Sampel
Sampel adalah pelajar SMAN 15 yang mempunyai kelainan kulit dan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
4.3.2.1. Kriteria inklusi
Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah:
22
B. Masih aktif dalam kegiatan belajar – mengajar di SMAN 15.
C. Bersedia untuk menjadi subjek penelitian.
4.3.2.2. Kriteria eksklusi
Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah:
A. Tidak dalam keadaan sakit fisik atau kejiwaan.
B. Tidak bersedia untuk menjadi subjek penelitian.
4.4. Cara Pengambilan Sampel
Cara pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling. Pengambilan sampel dilakukan dengan melakukan pertimbangan tertentu, yang didasarkan pada sifat – sifat populasi. Perhitungan jumlah sampel untuk estimasi
proporsi dilakukan dengan rumus (Notoatmodjo, 2006):
n=
= Derajat kemaknaan (biasanya 95% = 1.96)
P = Proporsi suatu kasus terhadap populasi (bila tidak diketahui, ditetapkan 50% = 0.50)
d = derajat penyimpangan terhadap populasi yang diinginkan (presisi), pada penelitian ini diinginkan 18% (0.18)
n=
1.9620.50(1
−
0.50) 0.182n = 29.64
23
4.5. Pengolahan Data
Data dikumpulkan dari hasil anamnesis dan pemeriksaan kepada subjek yang kemudian dilakukan pemeriksaan kerokan kulit dengan KOH 10% dan kultur jamur di laboratorium Mikrobiologi FK USU. Anamnesis dan permeriksaan kepada subjek disajikan dalam bentuk status penelitian. Data disajikan secara deskriptif.
4.6. Analisis Data
24 BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Penelitian
5.1.1. Deskripsi lokasi penelitian
Penelitian dilakukan di SMAN 15 Medan. Penelitian dilaksanakan saat pelajaran Penjaskes di lapangan bola. Pemeriksaan laboratorium yang terdiri dari kerokan kulit dengan KOH 10% untuk menentukan adanya hifa dan/ atau spora pada kerokan kulit, serta kultur jamur dengan Sabouraud Dextrose Agar dan pemeriksaan mikroskopis dari kultur jamur untuk menentukan spesies jamur dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi FK USU.
5.1.2. Distribusi Karakteristik Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 5.1 Karakteristik Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin
Jumlah Persen
Laki – laki 14 46.7
Perempuan 16 53.3
Total 30 100.0
25
5.1.3. Distribusi Karakteristik Subjek Berdasarkan Usia
Tabel 5.2 Karakteristik Subjek Berdasarkan Usia
Jumlah Persen
15 tahun 16 tahun 17 tahun
6 20.0
20 4
66.7 13.3
Total 30 100.0
Berdasarkan tabel 5.2, dari 30 siswa sebanyak 6 orang (20.0%) berusia 15 tahun, 20 orang (66.7%) berusia 16 tahun, dan 4 orang (13.3%) berusia 17 tahun. 5.1.4. Distribusi Lama Pemakaian Kaos Kaki dan Sepatu
Tabel 5.3 Lama Pemakaian Kaos Kaki dan Sepatu
Jumlah Persen
<6 jam 3 10.0
7 - 8 jam 23 76.7
>8 jam 4 13.3
Total 30 100.0
26
5.1.5. Distribusi Keluhan Objektif pada Siswa
Tabel 5.4 Keluhan Objektif pada Siswa
Jumlah Persen
5.1.6. Distribusi Jenis Keluhan Objektif pada Siswa
Tabel 5.5 Jenis Keluhan Objektif pada Siswa
Berdasarkan tabel 5.5, ditemukan bahwa dari 30 siswa, yang memiliki keluhan objektif berupa kulit terkelupas sejumlah 16 orang (53.3%), bercak – bercak kecoklatan sejumlah 2 orang (6.7%), kulit terkelupas dan basah sejumlah 2 orang (6.7%), dan kulit bersisik sejumlah 10 orang (33.3%).
Jumlah Persen
Bintil - bintil merah / kecoklatan
27
5.1.7. Distribusi Lokalisasi Kelainan Kulit Kaki
Tabel 5.6 Lokalisasi Kelainan Kulit Kaki
Jumlah Persen
Dorsum pedis 0 0
Plantar pedis 2 6.7
Interdigiti pedis 19 63.3
Sisi medial pedis Sisi lateral pedis
3 6
10,0 20.0
Total 30 100.0
Berdasarkan tabel 5.6, ditemukan bahwa dari 30 siswa, lokalisasi kelainan kulit terjadi pada plantar pedis 2 orang (6.7%), pada interdigiti pedis 19 orang (63.3%), pada sisi medial pedis 3 orang (10.0%), pada sisi lateral pedis 6 orang (20.0%), dan tidak ada pada dorsum pedis (0%).
5.1.8. Distribusi Keluhan Subjektif pada Siswa
Tabel 5.7 Keluhan Subjektif pada Siswa
Jumlah Persen
Ada 11 36.7
Tidak ada 19 63.3
Total 30 100.0
28
5.1.9. Distribusi Jenis Keluhan Subjektif pada Siswa
Tabel 5.8 Jenis Keluhan Subjektif pada Siswa
Jumlah Persen
Gatal 11 36.7
Nyeri 0 0
Gatal dan nyeri 0 0
Rasa panas 0 0
Tidak ada 19 63.3
Total 30 100.0
Berdasarkan tabel 5.8, diketahui bahwa dari 30 siswa, yang memiliki keluhan subjektif berupa rasa gatal 11 orang (36.7%) dan 19 orang (63.3%) tidak memiliki keluhan subjektif.
5.1.10. Distribusi Riwayat Perjalanan Keluhan Objektif dan / atau Subjektif Tabel 5.9 Riwayat Perjalanan Keluhan Objektif dan / atau Subjektif
Jumlah Persen
<1 minggu 9 30.0
1 - 2 minggu 9 30.0
3 - 4 minggu 8 26.7
4 - 5 minggu 1 3.3
>5 minggu 3 10.0
Total 30 100.0
29
mempunyai riwayat keluhan objektif dan / atau subjektif 3 – 4 minggu, 1 orang (3.3%) mempunyai riwayat keluhan objektif dan / atau subjektif 4 - 5 minggu, 3 orang (10%) mempunyai riwayat keluhan objektif dan / atau subjektif >5 minggu. 5.1.11. Distribusi Pemeriksaan KOH 10%
Tabel 5.10 Pemeriksaan KOH 10%
Jumlah Persen
Spora (+) Hifa (+) 9 30.0
Spora (+) Hifa (-) 13 43.3
Spora (-) Hifa (+) 3 10.0
Spora (-) Hifa (-) 5 16.7
Total 30 100.0
30
5.1.12. Distribusi Spesies Jamur
Tabel 5.11 Spesies Jamur
Jumlah Persen
Tidak ada pertumbuhan 2 6.7
Fusarium sp. 1 3.3
Cladosporium sp. 6 20.0
Trichophyton verrucosum 1 3.3
Bipolaris sp. 5 16.7
Aspergillus sp. 5 16.7
Trichophyton mentagrophytes 2 6.7
Trichophyton rubrum 2 6.7
Candida sp. 2 6.7
Paecilomyces sp. 3 10.0
Trichophyton erinacei 1 3.3
Total 30 100.0
31
5.2. Pembahasan
Penelitian yang dilakukan pada 30 siswa ini mendapati bahwa dari 30 siswa, proporsi terbesar sebanyak 23 orang (76.7%) memakai kaos kaki dan sepatu selama 7 – 8 jam. Menurut Stratigos, et al., paparan yang berkepanjangan terhadap lembab dan higienitas yang buruk pada kaki cenderung menyebabkan infeksi jamur yang patologis (Stratigos, et al., 1999). Sedangkan menurut Nikookhah, et al., tidak ditemukan hubungan yang begitu signifikan antara jam latihan, kualitas bahan kaos kaki dan sepatu, jumlah keringat dan kebiasan mandi terhadap kejadian infeksi jamur, dalam penelitiannya mengenai infeksi jamur pada kaki pemain sepak bola (Nikookhah, et al., 2007). Penggunaan sepatu dan lingkungan yang mudah tergenang air jika hujan diduga menjadi salah satu faktor risiko penyebab infeksi jamur pada kaki siswa SMAN 15 Medan.
Sebanyak 30 siswa SMAN 15 Medan menjadi sampel. Semua sampel (100%) memiliki keluhan objektif, antara lain: kulit terkelupas sejumlah 16 orang (53.3%), bercak – bercak kecoklatan sejumlah 2 orang (6.7%), kulit terkelupas dan basah sejumlah 2 orang (6.7%), dan kulit bersisik sejumlah 10 orang (33.3%), serta 11 orang (36.7%) memiliki keluhan subjektif berupa rasa gatal dan sisanya (63.3%) tidak memiliki keluhan subjektif, Pada penelitian Raditra yang dilakukan terhadap 22 pemain sepakbola mahasiswa FK USU stambuk 2010, sebanyak 2 orang (9.1%) mempunyai keluhan objektif dan tidak ada yang memiliki keluhan subjektif (Raditra, 2013). Pada penelitian Oyerinde yang dilakukan pada tuna wisma dengan higienitas buruk, 20 orang (19.2%) dari 102 orang menyatakan mempunyai keluhan subjektif dan 102 orang mempunyai keluhan objektif berupa bengkak, bintil merah, dan lesi. (Oyerinde, 2014).
32
pemeriksaan KOH 10%, didapati 17 orang (77.3%) struktur jamur positif dan 5 orang (22.7%) tidak ditemukan struktur jamur (Raditra, 2013).
33
Pada penelitian yang dilakukan Flores didapati bahwa dari 1361 remaja yang diperiksa, terdapat 257 remaja yang didiagnosis secara klinis mengalami infeksi mikosis superfisial pada kulit kaki. Pada pemeriksaan laboratorium dengan KOH 10% dan kultur Sabouraud Dextrose Agar, sebanyak 166 remaja dipastikan mengalami infeksi mikosis superfisial pada kulit kaki. Tinea pedis ditemukan pada 62.6% sampel, onikomikosis pada 24% sampel dan pityriasis versicolor pada 10.8% sampel. Dermatofita diisolasi dari 105 sampel dengan T. rubrum ditemukan pada 86 sampel (59.7%), T. mentagrophytespada 14 sampel (9.7%), T. tonsurans pada 4 sampel (2.8%), T. rubrum pada 1 sampel (0.7%), dan T. mentagrophytes pada 1 sampel (0.7%). Malassezia spp. ditemukan dengan pemeriksaan langsung pada 18 orang (12.5%) dan Candida spp. pada 21 orang (1.4%) (Flores, 2009).
34
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian spektrum jamur penyebab kelainan kulit pada kaki
pelajar di SMAN 15 Medan diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Ditemukan jamur penyebab kelainan kulit pada kaki siswa SMAN 15 Medan
berupa: Cladosporium sp. (20.0%), Bipolaris sp. (16.7%), Trichophyton
rubrum (6.7%), Trichophyton mentagrophytes (6.7%), Trichophyton erinacei
(3.3%), Trichophyton verrucosum(3.3%), dan Candida sp.(6.7%).
2. Berdasarkan pemeriksaan KOH 10% di kaki didapati 83.3% positif spora dan/
hifa pada siswa SMAN 15 Medan. Hanya 16.7% pemeriksaan KOH 10%
negatif pada kaki.
3. Berdasarkan keluhan utama pada kaki siswa SMAN 15 Medan yang memiliki
35
6.2. Saran
6.2.1. Bagi Mahasiswa
Bagi mahasiswa khususnya mahasiswa Fakultas Kedokteran diharapkan
untuk mempelajari jenis – jenis jamur penyebab kelainan kulit kaki yang lain.
6.2.2. Bagi Siswa
Bagi siswa agar memahami pentingnya berperilaku bersih dan
menghindari kelembaban agar terhindar dari penyakit yang disebabkan oleh
jamur.
6.2.3. Bagi Peneliti Lain
Peneliti lain diharapkan untuk melanjutkan penelitian ini dengan meneliti
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Mikosis
Mikosis didefinisikan sebagai infeksi jamur yang disebabkan organisme
eumycotic yang oportunistik dan patogenik, seperti: Dermatophytes spp., Candida
spp., Aspergillus spp., Feomycetes spp., Cryptococcus, dan beberapa spesies fungi
lainnya (Kazemi, 2013). Mikosis terdiri dari mikosis superfisialis, intermedia dan
profunda (Goldsmith, et al., 2012). Faktor yang mempengaruhi mikosis adalah
udara yang lembab, lingkungan yang padat, sosial ekonomi yang rendah, adanya
sumber penularan disekitarnya, obesitas, penyakit sistemik, penggunaan obat
antibiotik, steroid, sitostatika yang tidak terkendali (Brooks, et al., 2013).
2.1.1. Dermatofitosis
Jamur golongan dermatofitosis terdiri dari 3 genus yaitu Microsporum,
Trichophyton, dan Epidermophyton. Microsporum menyerang rambut dan kulit.
Trichophyton menyerang rambut, kulit dan kuku. Epidermophyton menyerang
kulit dan jarang pada kuku (Brooks, et al., 2013).
Golongan dermatofita bersifat mencerna keratin. Gambaran klinis
dermatofita menyebabkan beberapa bentuk klinis yang khas, satu jenis
dermatofita menghasilkan klinis yang berbeda tergantung lokasi anatominya
(Brooks, et al., 2013).
2.1.1.1. Definisi
Dermatofitosis adalah infeksi jaringan yang mengandung zat tanduk
(keratin) misalnya stratum korneum pada epidermis, rambut, dan kuku, yang
6
2.1.1.2. Epidemiologi:
Dermatofita tergolong jamur contagious, berspora dan memiliki hifa
sepanjang sel kulit dan rambut yang mati, merupakan serpihan dari orang yang
terinfeksi, membuat infeksi berulang menjadi sering (Brooks, et al., 2013). Infeksi
sub - kutaneus yang jarang yang disebabkan jamur ini dapat terjadi pada pasien
AIDS (Kazemi, 2013). Dermatofita yang menginfeksi manusia diklasifikasikan
berdasarkan habitat mereka antara lain sebagai berikut :
A. Antrophophilic dermatophyta sering dikaitkan dengan manusia dan
ditransmisikan baik melalui kontak langsung atau melalui fomit yang
terkontaminasi
B. Zoophilic dermatophyta sering dikaitkan dengan hewan-hewan, jamur
ini ditransmisikan kepada manusia baik melalui kontak langsung
dengan hewan tersebut misalnya hewan peliharaan dan melalui
produksi hewan tersebut seperti wol.
C. Geophilic dermatophyta adalah jamur tanah yang ditransmisikan
kepada manusia melalui paparan langsung ke tanah atau ke hewan yang
berdebu.
2.1.1.3. Etiologi
Dermatofitosis disebabkan oleh jamur golongan dermatofita yang teridiri
dari tiga genus, yaitu genus Microsporum, Trichophyton, dan Epidermophyton.
Dari 40 spesies dermatofita yang sudah dikenal, hanya 23 spesies yang dapat
menyebabkan penyakit pada manusia dan binatang, yang terdiri dari spesies
Trichophyton, spesies Microsporum dan spesies Epidermophyton. Selain sifat
keratinofilik, setiap spesies dermatofita mempunyai afinitas terhadap hospes
tertentu. Dermatofita yang zoofilik terutama menyerang binatang, dan kadang
-kadang menyerang manusia, misalnya Microsporum canis dan Trichophyton
verrucosum. Dermatofita yang geofilik adalah jamur yang hidup di tanah dan
dapat menimbulkan radang yang moderat pada manusia, misalnya Microsporum
7
Umumnya gejala-gejala klinik yang timbulkan oleh golongan zoofilik dan
golongan geofilik pada manusia bersifat akut dan sedang serta lebih mudah
sembuh (Goldsmith, et al., 2012).
Dermatofita yang antropofilik terutama menyerang manusia karena
memilih manusia sebagai hospes tetapnya. Golongan jamur ini dapat
menyebabkan perjalanan penyakit menjadi menahun dan residif karena reaksi
penolakan tubuh yang sangat ringan. Contoh jamur yang antropofilik ialah
Microsporum audouiniidan Trichophyton rubrum(Goldsmith, et al., 2012).
1. Trichophyton
a) T. interdigitale
Makroskopis: Koloni seperti kapas berwarna putih kekreman, permukaan
menggunduk. Tidak ada pigmen pada potato dextrose agar. Uji urease
positif membedakannya dengan T. Rubrum Mikroskopis: Mikrokonidia
sangat banyak berkelompok berbentuk bulat, menyerupai sekelompok
buah anggur pada cabang-cabang terminalnya dan banyak terdapat hifa
yang menyerupai spiral (Goldsmith, et al., 2012).
Gambar 2.1 Gambar 2.2
Mikroskopis Kultur
Trichophyton interdigitale Trichophyton interdigitale
(Dikutip dari: Goldsmith, et al., 2012Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine.8th ed.New York: Mc Graw – Hill.)
b) T. rubrum
Makroskopis: Mempunyai titik tengah putih dan menggunduk dengan
pinggiran berwarna maroon. Pada potato dextrose agar berwarna merah
8
berkelompok atau satu – satu sepanjang hifa, berbentuk seperti air mata
(Goldsmith, et al., 2012).
Gambar 2.3 Gambar 2.4
Mikroskopis Kultur
Trichophyton rubrum Trichophyton rubrum
(Dikutip dari: Goldsmith, et al., 2012.Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine.8th ed.New York: Mc Graw – Hill.)
c) T. verrucosum
Makroskopis: Kecil dan sedikit timbul, meskipun terkadang rata, berwarna
putih kekuning – kuningan. Perlu thiamine dan inositol untuk tumbuh
Mikroskopis : Rantai klamidokonidia pada Saboraud Dextrose Agar
(Goldsmith, et al., 2012).
Gambar 2.5 Gambar 2.6
Mikroskopis Kultur
Trichophyton verrucosum Trichophyton verrucosum
9
d) T. tonsurans
Makroskopis: Pertumbuhan koloni lambat, permukaan datar/ berbenjol
benjol. Mempunyai tepi menyerupai bulu. Warna bervariasi cream, abu
-abu, kuning, dan merah coklat dengan dasar kuning sampai merah.
Mikroskopis : Mikrokonidia banyak sepanjang sisi hifa dan makrokonidia
jarang (Goldsmith, et al., 2012).
Gambar 2.7 Gambar 2.8
Mikroskopis Koloni
Trichophyton tonsurans Trichophyton tonsurans
(Dikutip dari: Goldsmith, et al., 2012. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine.8th ed.New York: Mc Graw – Hill.)
e) T. violaceum
Makroskopis: Permukaan menonjol dan menyerupai lilin. Warna violet.
Mikroskopis: Makrokonidia/ mikrokonidia jarang. Terlihat hifa irreguler
dan klamidokonidia. (Goldsmith, et al., 2012).
.
Gambar 2.9 Gambar 2.10
Mikroskopis Kultur
Trichophyton violaceum Trichophyton violaceum
10
f) T. schoenleinii
Makroskopis: Berwarna keputihan, bagian tengah berlipat dan lebih
tinggi dari pinggir. Pigmen dari tak berwarna ke kekuning - kuningan
Mikroskopis : Makrokonidia/ mirokonidia tidak ada. Banyak ditemukan
hifa berbentukFavic chandeliers(Goldsmith, et al., 2012).
Gambar 2.11 Gambar 2.12
Mikroskopis Kultur
Trichophyton schoenleinii Trichophyton schoenleini
(Dikutip dari: Goldsmith, et al., 2012. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine.8th ed.New York: Mc Graw – Hill.)
2. Microsporum
a) M. canis
Makroskopis: Permukaan datar berwarna putih hingga kuning terang.
Mikroskopis: Makrokonidia banyak dijumpai. Ukurannya besar, ujung
rucing, dinding tebal serta kasar dan ada tonjolan-tonjolan kecil pada
ujungnya (Goldsmith, et al., 2012).
Gambar 2.13 Gambar 2.14
Mikroskopis Kultur
Microsporum canis Microsporum canis
11
b) M. gypseum
Makroskopis: Permukaan rata dan berglanuler dan pigment tan hingga
buff.
Mikroskopis: Makrokonidia besar, bentuk bujur telur, dinding tipis dan
tanpa knob(Goldsmith, et al., 2012).
Gambar 2.15 Gambar 2.16
Mikroskopis Kultur
Microsporum gypseum Microsporum gypseum
(Dikutip dari: Goldsmith, et al., 2012. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine.8th ed.New York: Mc Graw – Hill.)
3) M. audouinii
Makroskopis: Permukaan datar. Warna koloni abu - abu kuning sampai
coklat keputihan, dan dasar koloni merah coklat.
Mikroskopis : klamidokonidia terminal dan hifa pectinate (Goldsmith, et
al., 2012).
Gambar 2.17 Gambar 2.18
Mikroskopis Kultur
Microsporum audouinii Micosporum audouinii
12
3. Epidermophyton
a) E. Floccosum
Makroskopis: Koloni tipis berbulu dengan central fold dan pigment
kekuningan dan hijau - keabuan.
Mikroskopis: Makrokonidia berbentuk gada dan berdinding tipis dan ada
yang tebal (Goldsmith, et al., 2012).
Gambar 2.19 Gambar 2.20
Mikroskopis Kultur
Epidermophyton floccosum Epidermophyton floccosum
(Dikutip dari: Goldsmith, et al., 2012. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine.8th ed.New York: Mc Graw – Hill.)
2.1.1.4. Patogenesis dan Cara Penularan
Dermatofita mempunyai banyak enzim (keratinoliyik, protease, lipase,
dll.) sebagai faktor virulensi untuk melekat dan menginvasi lapisan kulit, kuku,
dan rambut dan dermatofita menggunakan keratin sebagai sumber nutrisi. Akibat
degradasi keratin dan pelepasan mediator proinflamasi, akan terjadi respon
inflamasi pada host.
Dermatofita menempel pada permukaan keratin dengan arthroconidia.
Setelah beberapa jam, spora mulai bergerminasi untuk mempersiapkan langkah
selanjutnya dalam menginvasi. Elemen fungi yang bergerminasi tersebut
mensekresikan protease, lipase, dan ceramidase tertentu. Dermatofita akan
melawan respon host seperti asam lemak fungistatik, proliferasi epidermal, dan
sekresi mediator inflamasi hingga cell mediated – immunity. Mekanisme
pertahanan tubuh terdepan dalam menghadapi invasi tersebbut adalah keratinosit.
13
dan sitokin inflamasi seperti IFN – α, TNFα, IL - 1β, 8, 16, dan 17 yang
mengaktifkan sistem imun. Tingkat pertahanan tubuh selanjutnya ialah cell –
mediated immunity yang menghasilkan hipersensitivitas tipe delayed terhadap
fungi yang menginvasi (Goldsmith, et al., 2012).
Cara penularan jamur dapat secara langsung dan secara tidak langsung.
Penularan langsung dapat melalui fomit, epitel, dan rambut – rambut yang
mengandung jamur baik dari manusia atau dari binatang, dan tanah. Penularan tak
langsung dapat melalui tanaman, kayu yang dihinggapi jamur, barang – barang
atau pakaian, debu, atau air (Goldsmith, et al., 2012).
2.1.1.5. Prosedur Diagnostik
Diagnosis klinis infeksi dermatofita dapat dipastikan dengan deteksi
mikroskopik dari elemen fungal melalui kultur, atau bukti histologis adanya hifa
pada stratum korneum. Evaluasi mikroskopis melalui KOH 10% untuk
membuktikan ada atau tidaknya dermatofitosis. KOH 10% mempunyai nilai false
negative sebesar 15% (Goldsmith, et al., 2012).
Penentuan spesies dari fungi superfisialis didasarakan pada karakteristik
makroskopis, mikroskopis, dan metabolismenya. Media isolasi untuk morfologi
makroskopis umumnya digunakan Sabouraud’s dextrose agar (SDA). Kultur
diinkubasi pada suhu ruangan selama 4 minggu sebelum dinyatakan tidak ada
pertumbuhan (Goldsmith, et al., 2012).
2.1.1.6. Tinea Pedis
Tinea pedis adalah dermatofitosis pada kaki, kecuali pada bagian dorsal
kaki, karena digolongkan menjadi tinea korporis. Tinea pedis adalah dermtofitosis
yang paling umum. Pengguna sepatu dan kaos kaki yang tertutup mempunyai
peluang tinggi terkena tinea pedis. Penyebab paling sering tinea pedis adalah T.
rubrum, T. interdigitale, dan E. floccosum. Tinea pedis mempunyai 4 macam
gambaran klinis yaitu interdigital, mocassin (hiperkeratotik kronis), vesikulobula,
14
Gambar 2.21 Tinea pedis tipe mocassin
(Dikutip dari: Hare, 2013. Fungal Culture. National Health Service. London.)
Gambar 2.22 Tinea pedis tipe vesikulobula (a) dan interdigitalis (a&b)
15
2.1.2. Infeksi kandida (kandidiasis)
Genus Candida terdiri dari grup yang heterogen lebih dari 200 spesies.
Kandidiasis merupakan segala jenis infeksi yang disebabkan oleh spesies dari
genus Candida (Goldsmith, et al., 2012).
Beberapa spesies dari genus Candida dapat menyebabkan kandidiasis.
Mereka adalah anggota dari flora normal kulit, membran mukosa, dan
gastrointestinal tract. Spesies candida berkoloni pada permukaan mukosa
manusia sesaat setelah dia lahir, dan risiko untuk infeksi endogen selalu ada
(Goldsmith, et al., 2012).
2.1.2.1. Definisi
Kandidiasis adalah infeksi akut atau kronik yang disebabkan oleh
Candida, umumnya pada kulit dan membran mukosa, tetapi juga bisa
menyebabkan infeksi sistemik (Goldsmith, et al., 2012).
2.1.2.2. Epidemiologi
Candida hanya menggunakan hewan dan manusia sebagai host – nya,
tetapi Candida juga bisa ditemukan pada lingkungan rumah sakit, seperti pada:
ventilasi air conditioner, lantai, respirator, dan pada tenaga medis. Kolonisasi
orofaring oleh Candida diobservasi mencapai 50% dari individual yang sehat dan
mungkin bisa dideteksi sebesar 40 – 65% pada sample tinja normal. C. albicans
ada pada mukosa vagina sebagai organisme komensalisme pada 20 – 25% wanita
sehat tanpa simptom dan 30% pada wanita hamil yang tergolong sehat.
Kandidiasis vulvovaginal adalah penyebab kedua terbanyak vaginitis pada
perempuan. Spesies Candida adalah penyebab utama infeksi fungi pada pasien
dengan immunocompromised. Lebih dari 90% orang dengan HIV tanpa terapi
antiretroviral yang sangat aktif menderita kandidiasis orofaring dan 10%
16
2.1.2.3. Etiologi
Spesies kandida yang paling umum adalah: C. albicans, C. glabrata, C.
tropicalis, C. parapsilosis, C. krusei, C.guilliermondii, C. lusitaniae, C. kefyr
(Goldsmith, et al., 2012).
2.1.2.4. Patogenesis
Sekitar 50% - 60% dari infeksi kandida disebabkan oleh C. albicans. C.
albicans mempunyai faktor virulensi termasuk molekul adhesi untuk perlekatan,
sekresi proteinase [asparty] proteinase (SAP1 – 9) yang menghancurkan selubung
sel, dan mampu mengubah diri ke bentuk hifa yang dianggap penting sebagai
virulensi. C. albicans. Spesies C. glabrata dan C. albicans ditemukan pada sekitar
70% - 80% pasien dengan kandidiasis yang invasif (Goldsmith, et al., 2012).
2.1.2.5. Prosedur Diagnostik
Pemeriksaan mikroskopis langsung dari spesimen atau isolasi dari kultur
dilakukan untuk mengkonfirmasi adanya kandida atau tidak. Pada infeksi kandida
superfisialis, diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan mikroskopis kerokan
kulit.atau pulasan dari kulit, kuku, atau permukaan mukosa yang ada hifa,
pseudohifa, atau sel budding kandida. Pulasan KOH 10%, gram, atau pewarnaan
methylen blue berguna untuk mendeteksi sel fungi. Untuk identifikasi dari C.
albicans digunakan agar Sabouraud ditambah antibiotik, dalam 2 – 5 hari akan
muncul koloni mukoid keputihan (Goldsmith, et al., 2012).
2.1.2.6. Kandidiasis kutan
Kandidiasis kutan terjadi umumnya akibat infeksi sekunder kulit dan kuku
pada pasien yang mempunyai faktor predisposisi. Kandidiasis kutan terjadi
sebagai infeksi yang kronik atau sub – akut. Spektrum dari kandidiasis kutan di
antaranya diaper rash, kandidiasis intertrigo, folikulitis kandida, otomikosis, dan
17
C. albicans mempunyai predileksi untuk berkoloni pada lipatan kulit,
zona triginosa, di mana lingkungannya lembab dan hangat. Lokasi umum untuk
kandida intertrigo adalah genitokrural, glutea, interdigital, dan inframammae.
Faktor predisposisinya antara lain obesitas, diabetes melitus, pemakaian pakaian
ketat, dan faktor pekerjaan. Erupsi pruritus terlihat sebagai bercak eritem yang
lunak dan plak tipis dengan vesikopustul yang kecil. Pustul akan membesar dan
pecah, meninggalkan sisik dan bekas kemerahan yang menyebabkan maserasi dan
fisura. Infeksi kandidiasis kutan didiagnosa dengan gambaran tipikalnya dan
dipastikan dengan pemeriksaan KOH 10%, dan jika perlu, dilakukan kultur
(Goldsmith, et al., 2012).
Gambar 2.23 Kandidiasis kutan pada telapak kaki
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Banyak organisme viral, bakterial, dan fungal yang mampu menghasilkan
infeksi primer atau sekunder pada kaki dan kuku jarinya. Infeksi jamur pada kaki
dapat disebabkan jamur dermatofita ataupun golongan non dermatofita, seperti:
Candida yang menyebabkan kandidiasis kutis (Dawber, Bristow, and Turner,
2005).
Dermatofita adalah golongan jamur yang paling umum menyebabkan tinea
pedis. Dermatofita termasuk dalam famili arthrodermataceae. Dermatofita dapat
melekat dan menyerang jaringan yang mengandung keratin (zat tanduk) manusia
dan hewan, seperti: kuku, rambut, dan stratum korneum pada epidermis.
Berdasarkan sifat morfologi makro dan mikro, dermatofita dibagi menjadi 3
genera: Microsporum (M), Trichophyton (T), dan Epidermophyton (E), dari 4
spesies dermatofita yang sudah dikenal, hanya 23 spesies yang dapat
menyebabkan penyakit pada manusia dan binatang, yang terdiri dari spesies
Trichophyton, spesies Microsporumdan spesies Epidermophyton. Yang terbanyak
ditemukan adalah T. rubrum. Dermatofita yang lain adalah E. floccosum, T.
mentagrophytes, M. canis, M. gypseum, T. cocentricum, T. schoenleini dan T.
tonsurans. (Brooks, Carroll, Butel, Morse, Mietzner, 2013; Goldsmith, Katz,
Gilchrest, Paller, Leffell, and Wolff, 2012; Dawber, et al.,2005).
Tinea pedis merupakan dermatofitosis yang paling umum terjadi.
Prevalensi pada pengguna sepatu tertutup terhitung 10%. Insidensi tinea pedis
lebih tinggi lagi dijumpai pada pengguna pemandian umum atau kolam renang
2
Tinea pedis muncul dalam 3 pola, yaitu: tipe moccasin pada telapak kaki,
interdigital, dan vesikuler yang menyebar keluar dari sela – sela jari – jari kaki.
Tinea pedis muncul terutama pada sela-sela jari dan telapak kaki. Tinea pedis
yang tersering dilihat adalah bentuk interdigitalis. Di antara jari IV dan V, terlihat
fisura yang dilingkari sisik halus dan tipis. Kelainan ini dapat meluas ke bawah
jari (subdigital) dan juga ke sela jari yang lain. Oleh karena daerah ini lembab,
maka sering terlihat maserasi dan sering terkelupas. Aspek klinis maserasi berupa
kulit putih dan rapuh. Bila bagian kulit yang mati ini dibersihkan, maka akan
terlihat kulit baru, yang pada umumnya akan diserang oleh bakteri. Bentuk klinis
ini dapat berlangsung bertahun-tahun dengan menimbulkan keluhan, seperti kulit
terkelupas dan pecah – pecah lalu disertai nyeri dan pruritus, atau tanpa keluhan
(Brooks, et al., 2013; Dawber, et al.,2005).
Sedangkan kandidiasis adalah penyakit jamur yang bersifat akut atau sub
akut disebabkan oleh jamur golongan candida, biasanya oleh Candida albicans
dan dapat mengenai mulut, vagina, kulit, dan kuku (Goldsmith, et al., 2012).
Penyakit ini terdapat di seluruh dunia, dapat menyerang semua umur, baik
laki – laki maupun perempuan. Jamur penyebabnya terdapat pada orang sehat
sebagai saprofit. Gambaran klinisnya bermacam – macam sehingga tidak
diketahui data – data penyebarannya (Kazemi, 2013).
C. albicans mempunyai predileksi untuk berkolonisasi pada zona
intertriginosa lipatan kulit yang lembab dan hangat. Faktor predisposisi termasuk
di antaranya: obesitas, diabetes melitus, dan mengenakan pakaian tertutup.Erosio
interdigitalis blastomycetica Untuk kandidiasis pada interdigital tangan atau kaki,
umumnya celah interdigital 3 atau 4, di mana kelembaban sering terjadi
(Goldsmith, et al., 2012).
Pemeriksaan mikologik untuk membantu menegakkan diagnosis terdiri
atas pemeriksaan langsung sediaan basah dan biakan. Pemeriksaan lain, misalnya
3
pemeriksaan mikologik untuk mendapatkan jamur diperlukan bahan klinis, yang
dapat berupa kerokan kulit, rambut, dan kuku (Brooks, et al., 2013).
Kelainan kulit kaki yang disebabkan infeksi jamur banyak terlihat pada
orang yang dalam kehidupan sehari-hari sering memakai sepatu tertutup disertai
perawatan kaki yang buruk, para pekerja dengan kaki yang selalu atau sering
basah, dan orang yang sering berjalan tanpa alas kaki pada lantai yang
terkontaminasi (Springer, 2006).
Penggunaan kaos kaki diwajibkan bagi pelajar di kota Medan. Kaos kaki
dan sepatu yang tidak dapat menyerap keringat dapat meningkatkan risiko infeksi,
khususnya infeksi jamur. Durasi belajar mengajar pada pelajar di Medan, yang
pada umumnya dimulai pada pukul 7 pagi dan selesai pada siang hari atau sore
hari, meningkatkan risiko infeksi jamur akibat keringat yang tidak terserap dengan
baik. Selain dari faktor di atas, dari pengamatan awal di SMAN 15, banyak faktor,
seperti lapangan olahraga dan jalan menuju sekolah yang sering tergenang air,
memungkinkan jamur sebagai penyebab kelainan kulit. Sehubungan hal tersebut,
peneliti ingin meneliti tentang spektrum jamur penyebab kelainan kulit kaki
pelajar di SMAN 15 Medan.
1.2. Rumusan Masalah
Bagaimana spektrum jamur penyebab kelainan kulit pada kaki pelajar
SMAN 15 Medan?
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan umum:
Mengetahui spektrum jamur penyebab kelainan kulit pada kaki pelajar
4
1.3.2. Tujuan khusus:
1.3.2.1. Mengetahui gambaran pemeriksaan kerokan kulit dengan KOH
10% pada kelainan kulit kaki pelajar SMAN 15 Medan.
1.3.2.2. Mengetahui gambaran kultur pada kelainan kulit kaki pelajar
SMAN 15 Medan.
1.3.2.3. Mengetahui keluhan objektif pada kelainan kulit kaki pelajar
SMAN 15 Medan.
1.3.2.4. Mengetahui keluhan subjektif pada kelainan kulit kaki pelajar
SMAN 15 Medan.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk :
1.4.1. Tenaga medis
Dapat memberikan informasi kepada tenaga medis tentang spektrum jamur
penyebab pada pelajar SMAN 15 Medan dengan gejala klinis maupun tanpa
gejala klinis (asimtomatik).
1.4.2. Peneliti
Dapat mengembangkan kemampuan di bidang penelitian serta memperluas
wawasan peneliti mengenai jamur penyebab pada kelainan kulit kaki dan sebagai
data dasar dalam melaksanakan pengembangan penelitian selanjutnya.
1.4.3. Masyarakat
Agar dapat mengetahui tentang pentingnya kesehatan kulit khususnya
daerah kaki yang dihubungkan dengan pemakai kaos kaki dan sepatu sehingga
ii
ABSTRAK
Faktor kelembaban dan higienitas disebabkan oleh penggunaan kaos kaki dan sepatu yang diwajibkan bagi pelajar serta area sekolah dan sekitarnya yang sering tergenang air dapat meningkatkan faktor risko infeksi jamur pada kaki. Hal ini melatarbelakangi penelitian spektrum jamur penyebab kelainan kulit kaki pada pelajar di SMAN 15 Medan.
Penelitian ini melibatkan siswa SMAN 15 Medan yang mempunyai kelainan kulit kaki. Siswa diperiksa untuk menemukan lesi pada kulit kaki. Sampel kerokan kulit untuk pemeriksaan mikrobiologi dan kultur jamur diambil dari lesi kulit kaki.
Penelitian ini melibatkan 30 siswa. Hasil pemeriksaan kerokan kulit kaki dengan KOH 10%, didapati 9 orang (30.0%) spora (+) hifa (+), 13 orang (43.3%) spora (+) hifa (-), 3 orang (10.0%) spora (-) hifa (+), dan 5 orang (16.7%) spora (-) hifa (-). Hasil pemeriksaan kultur secara mikroskopis dan makroskopis didapati
Cladosporium sp. pada 6 orang (20.0%), Aspergillus sp. pada 5 orang (16.7%),
Bipolaris sp. pada 5 orang (16.7%), Paecilomyces sp. pada 3 orang (10.0%),
Candida sp. pada 2 orang (6.7%), Trichophyton rubrum pada 2 orang (6.7%),
Trichophyton mentagrophytespada 2 orang (6.7%), Trichophyton erinaceipada 1
orang (3.3%), Trichophyton verrucosum pada 1 orang (3.3%), dan Fusarium sp.
pada 1 orang (3.3%), dan pada 2 orang (6.7%) tidak ditemukan spesies jamur. Ditemukan jamur penyebab kelainan kulit kaki pada 19 siswa SMAN 15 dengan spesies jamur penyebab kelainan kulit kaki terbanyak adalah
Cladosporium sp. Disarankan agar siswa memahami pentingnya berperilaku bersih dan menghindari kelembaban agar terhindar dari penyakit yang disebabkan oleh jamur.
iii ABSTRACT
Factor of moist and hygienity caused by wearing shoes and socks which is a must for student and also school’s area which is frequently flooded could increase the risk of fungal infection on foot. These factors are the background of the study of spectrum of fungi that cause foot’s skin disorder on students of SMAN 15 Medan.
This study involves the students of SMAN 15 Medan who have foot skin disorder. Student examined to find lesion on their foot. Samples of skin scraping for microbiological examination and fungi culture were obtained from lesion of foot’s skin.
This study involves 30 students of SMAN 15 Medan. The result of foot’s skin disorder examination with KOH 10% found that 9 samples (30.0%) are spore (+) hyphae (+), 13 samples (43.3%) are spore (+) hyphae (-), 3 samples (10.0%) are spore (-) hyphae (+), and 5 samples (16.7%) are spore (-) hyphae (-). The result of culture examination microscopically and macroscopically found Cladosporium sp. on 6 samples (20.0%), Aspergillus sp. on 5 samples (16.7%), Bipolaris sp. on 5 samples (16.7%), Paecilomyces sp. on 3 samples (10.0%), Candida sp. on 2 samples (6.7%), Trichophyton rubrum on 2 samples (6.7%), Trichophyton mentagrophytes on 2 samples (6.7%), Trichophyton erinacei on 1 sample (3.3%), Trichophyton verrucosum on 1 sample (3.3%), and Fusarium sp on 1 sample (3.3%), and fungi are not found on 2 samples (6.7%).
Fungi that cause foot’s skin disorder are found on 19 students of SMAN 15 with majority of fungus is Cladosporium sp.. It is recommended that students understand the importance of hygiene and avoid moist to avoid diseases that inflicted by fungi.
SPEKTRUM JAMUR PENYEBAB KELAINAN KULIT
PADA KAKI PELAJAR DI SMAN 15 MEDAN
Oleh:
DANIEL HALOMOAN
120100260
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
SPEKTRUM JAMUR PENYEBAB KELAINAN KULIT
PADA KAKI PELAJAR DI SMAN 15 MEDAN
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Kelulusan Sarjana Kedokteran
Oleh:
DANIEL HALOMOAN 120100260
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ii
ABSTRAK
Faktor kelembaban dan higienitas disebabkan oleh penggunaan kaos kaki dan sepatu yang diwajibkan bagi pelajar serta area sekolah dan sekitarnya yang sering tergenang air dapat meningkatkan faktor risko infeksi jamur pada kaki. Hal ini melatarbelakangi penelitian spektrum jamur penyebab kelainan kulit kaki pada pelajar di SMAN 15 Medan.
Penelitian ini melibatkan siswa SMAN 15 Medan yang mempunyai kelainan kulit kaki. Siswa diperiksa untuk menemukan lesi pada kulit kaki. Sampel kerokan kulit untuk pemeriksaan mikrobiologi dan kultur jamur diambil dari lesi kulit kaki.
Penelitian ini melibatkan 30 siswa. Hasil pemeriksaan kerokan kulit kaki dengan KOH 10%, didapati 9 orang (30.0%) spora (+) hifa (+), 13 orang (43.3%) spora (+) hifa (-), 3 orang (10.0%) spora (-) hifa (+), dan 5 orang (16.7%) spora (-) hifa (-). Hasil pemeriksaan kultur secara mikroskopis dan makroskopis didapati
Cladosporium sp. pada 6 orang (20.0%), Aspergillus sp. pada 5 orang (16.7%),
Bipolaris sp. pada 5 orang (16.7%), Paecilomyces sp. pada 3 orang (10.0%),
Candida sp. pada 2 orang (6.7%), Trichophyton rubrum pada 2 orang (6.7%),
Trichophyton mentagrophytespada 2 orang (6.7%), Trichophyton erinaceipada 1 orang (3.3%), Trichophyton verrucosum pada 1 orang (3.3%), dan Fusarium sp.
pada 1 orang (3.3%), dan pada 2 orang (6.7%) tidak ditemukan spesies jamur. Ditemukan jamur penyebab kelainan kulit kaki pada 19 siswa SMAN 15 dengan spesies jamur penyebab kelainan kulit kaki terbanyak adalah
Cladosporium sp. Disarankan agar siswa memahami pentingnya berperilaku
bersih dan menghindari kelembaban agar terhindar dari penyakit yang disebabkan oleh jamur.
iii
ABSTRACT
Factor of moist and hygienity caused by wearing shoes and socks which is a must for student and also school’s area which is frequently flooded could increase the risk of fungal infection on foot. These factors are the background of the study of spectrum of fungi that cause foot’s skin disorder on students of SMAN 15 Medan.
This study involves the students of SMAN 15 Medan who have foot skin disorder. Student examined to find lesion on their foot. Samples of skin scraping for microbiological examination and fungi culture were obtained from lesion of foot’s skin.
This study involves 30 students of SMAN 15 Medan. The result of foot’s skin disorder examination with KOH 10% found that 9 samples (30.0%) are spore (+) hyphae (+), 13 samples (43.3%) are spore (+) hyphae (-), 3 samples (10.0%) are spore (-) hyphae (+), and 5 samples (16.7%) are spore (-) hyphae (-). The result of culture examination microscopically and macroscopically found Cladosporium sp. on 6 samples (20.0%), Aspergillus sp. on 5 samples (16.7%), Bipolaris sp. on 5 samples (16.7%), Paecilomyces sp. on 3 samples (10.0%), Candida sp. on 2 samples (6.7%), Trichophyton rubrum on 2 samples (6.7%), Trichophyton mentagrophytes on 2 samples (6.7%), Trichophyton erinacei on 1 sample (3.3%), Trichophyton verrucosum on 1 sample (3.3%), and Fusarium sp on 1 sample (3.3%), and fungi are not found on 2 samples (6.7%).
Fungi that cause foot’s skin disorder are found on 19 students of SMAN 15 with majority of fungus is Cladosporium sp.. It is recommended that students understand the importance of hygiene and avoid moist to avoid diseases that inflicted by fungi.
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan Berkat
dan Karunia - Nya sehingga penyusunan karya tulis ilmiah yang berjudul
”Spektrum Jamur Penyebab Kelainan Kulit pada Kaki Pelajar di SMAN 15
Medan ” dapat selesai tepat pada waktunya.
Penyusunan karya tulis ilmiah ini diajukan sebagai syarat menyelesaikan
pendidikan gelar Sarjana Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara. Dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini penulis banyak mendapat
bimbingan dan petunjuk dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis
mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Prof. dr. Gontar A. Siregar, SpPD - KGEH. Dekan Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
2. Dr. dr. Nelva Kamila Jusuf, Sp.KK (K). Dosen pembimbing yang
dengan penuh kesabaran dan ketekunan memberikan dorongan,
perhatian, bimbingan, pengarahan, serta saran dalam pembuatan karya
tulis ilmiah ini mulai dari awal sampai akhir.
3. Dr. dr. H.R. Yusa Herwanto, M.Ked (ORL-HNS), Sp.THT – KL (K).
Dosen penguji I yang banyak membantu dan memberikan masukan
sehingga karya tulis ilmiah ini dapat terselesaikan.
4. dr. Mustafa Mahmud Amin, M.Ked (KJ), Sp.KJ. Dosen penguji II
yang telah banyak memberikan saran dalam pembuatan Karya Tulis
Ilmiah ini.
5. dr. Sofyan Lubis, DMM dan ibu Rafidah yang banyak membantu
penulis melaksanakan penelitian di laboratorium Mikrobiologi
Fakultas Kedokteran USU.
6. Semua staf, pengajar, dan siswa SMAN 15 Medan yang dengan ramah
v
7. Seluruh staf S – 1 Kedokteran yang telah membantu administrasi
dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.
8. Bapak, ibu, adik, dan abang, atas dukungan dan doa yang selalu
diberikan sehingga karya tulis ilmiah ini selesai pada waktunya.
9. Teman - temanku mahasiswa Kedokteran, atas perhatian dan kerja
samanya. Semoga kita tetap menjalin serta menjaga hubungan di
antara kita semua.
10. Rekan-rekan dan semua pihak yang telah banyak membantu dalam
penelitian.
Penulis menyadari dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini masih belum
sempurna, maka saran dan kritik yang konstruktif sangat penulis harapkan demi
perbaikan karya tulis ilmiah selanjutnya. Akhirnya penulis berharap semoga karya
tulis ilmiah ini bermanfaat.
Medan, Desember 2015