• Tidak ada hasil yang ditemukan

MIKOLOGI KEROKAN KULIT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MIKOLOGI KEROKAN KULIT"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN MIKOLOGI

PEMBUATAN PREPARAT LANGSUNG DARI KEROKAN

KULIT, PEMBUATAN KULTUR JAMUR DAN PEMBUATAN

PREPARAT LANGSUNG DARI KULTUR JAMUR

OLEH :

KELOMPOK IV GENAP

PUTU RINA WIDHIASIH (002)

KOMANG OKTARINA PUTRI (004)

LUH DEVI KARTIKA (006)

A.A. LIDYA NIRMALA DEWI (008) I DW AYU RIANITA PUTRI (010)

POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR

JURUSAN ANALIS KESEHATAN

(2)

PEMBUATAN PREPARAT LANGSUNG DARI KEROKAN KULIT, PEMBUATAN KULTUR JAMUR DAN PEMBUATAN PREPARAT

LANGSUNG DARI KULTUR JAMUR

I.TUJUAN

a. Tujuan Umum :

1. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami teknik pembuatan sediaan langsung (direct preparat) dari kerokan kulit.

2. Mahasiswa dapat mengetahui metode kultur jamur

3. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami cara pengamatan preparat langsung kultur jamur

b. Tujuan Khusus :

1. Mahasiswa dapat membuat sediaan langsung (direct preparat) dari sampel kerokan kulit dan dapat melakukan pemeriksaan ada tidaknya jamur pada sampel kerokan kulit

2. Mahasiswa dapat melakukan kultur jamur

3. Mahasiswa dapat melakukan pembuatan sediaan langsung dari kultur jamur

4. Mahasiswa dapat melakukan identifikasi morfologi makroskopis kultur jamur sampel kerokan kulit

5. Mahasiswa dapat melakukan identifikasi morfologi mikroskopis kultur jamur sampel kerokan kulit

II. METODE

1. Metode yang digunakan untuk pembuatan preparat dari kerokan kulit adalah pembuatan sediaan langsung dengan larutan KOH 10%

2. Metode yang digunakan untuk kultur jamur dalam praktikum ini adalah kultur aerob, dengan inokulasi pada suhu ruang ± 7 hari.

(3)

3. Metode yang digunakan untuk pembuatan preparat dari kultur jamur adalah preparat langsung dengan pewarnaan LCB (Lactofenol Cotton Blue)

III. PRINSIP

1. Larutan KOH 10 % akan melisiskan kulit sehingga bila mengandung jamur dibawah mikroskop akan terlihat hifa dan atau spora.

2. Bahan pemeriksaan diambil dengan ose dan dipindahkan atau digoreskan pada permukaan media PDA lalu diinkubasi.

3. Jamur yang diinokulasikan pada media PDA diamati makroskopis-nya, kemudian dibuat sediaan pada objek glass yang telah berisi larutan LCB. Kemudian sediaan dapat diamati menggunakan mikroskop dengan perbesaran lensa objektif 10x dan dilanjutkan dengan perbesaran lensa objektif 40x.

IV. DASAR TEORI

Di dalam dunia mikrobia, jamur termasuk divisio Mycota (fungi). Mycota berasal dari kata mykes (bahasa Yunani), disebut juga fungi (bahasa Latin). Ada beberapa istilah yang dikenal untuk menyebut jamur, (a) mushroom yaitu jamur yang dapat menghasilkan badan buah besar, termasuk jamur yang dapat dimakan, (b) mold yaitu jamur yang berbentuk seperti benang-benang, dan (c) khamir yaitu jamur bersel satu.

Jamur merupakan jasad eukariot, yang berbentuk benang atau sel tunggal, multiseluler atau uniseluler. Sel-sel jamur tidak berklorofil, dinding sel tersusun dari khitin, dan belum ada diferensiasi jaringan. Jamur bersifat khemoorganoheterotrof karena memperoleh energi dari oksidasi senyawa organik. Jamur memerlukan oksigen untuk hidupnya (bersifat aerobik).

Klasifikasi jamur

Ada beberapa klasis jamur, yaitu Acrasiomycetes (Jamur lendir selular),

Myxomycetes (Jamur lendir sejati), Phycomycetes (Jamur tingkat rendah), dan Eumycetes (Jamur tingkat tinggi). Eumycetes terdiri atas 3 klasis yaitu Ascomycetes, Basidiomycetes, dan Deuteromycetes (Fungi imperfecti).

(4)

1. Acrasiomycetes

Jamur ini merupakan kelompok jamur lendir selular, yang hidup bebas di dalam tanah, biasanya diisolasi dari tanah humus. Bentuk vegetatifnya berupa sel berinti satu yang amoeboid, seperti protozoa uniselular atau merupakan amoeba haploid, dan disebut juga pseudoplasmodium. Ciri-ciri sel jamur ini adalah dapat bergerak diatas media padat (pseudopodia), makan dengan cara fagositosis, misalnya dengan memakan bakteri. Sifatnya yang mirip fungi adalah adanya stadium badan buah, dan terbentuknya spora. Struktur spora seperti bentuk kista dari amoeba. Perkembangbiakan jamur ini dimulai dari berkecambahnya spora, kemudian sel memperbanyak diri membentuk pseudoplasmodium, selanjutnya sel-sel beragregasi dan akan membentuk badan buah, akhirnya terbentuk sporokarp yang menghasilkan spora kembali. Contoh jamur ini adalah Dictyostelium mucoroides dan D. discoideum.

2. Myxomycetes

Jamur ini merupakan jamur lendir sejati. Jamur ini dapat ditemukan pada kayu terombak, guguran daun, kulit kayu, dan kayu. Bentuk vegetatifnya disebut plasmodium. Plasmodium merupakan masa sitoplasma berinti banyak dan tidak dibatasi oleh dinding sel yang kuat. Sel-selnya mempunyai gerakan amoeboid diatas substrat. Cara makan dengan fagositosis. Apabila plasmodium merayap ke tempat yang kering, akan terbentuk badan buah. Badan buah menghasilkan spora berinti satu yang diselubungi dinding sel. Spora berasal dari inti-inti plasmodium. Struktur pada semua stadium sama, yaitu seperti sel soenositik dengan adanya aliran sitoplasma. Perkembangbiakan jamur ini dimulai dari sel vegetatif haploid hasil perkecambahan spora. Sel tersebut setelah menggandakan diri akan mengadakan plasmogami dan kariogami yang menghasilkan sel diploid. Sel diploid yang berkembang menjadi plasmodium yang selnya multinukleat tetapi uniselular, selanjutnya membentuk badan buah yang berbentuk sporangium. Sporangium tersebut menghasilkan spora haploid. Contoh jamur ini adalah Lycogala epidendron, Cribraria rufa , dan Fuligo septica.

(5)

Jamur ini termasuk jamur benang yang mempunyai hifa tidak bersepta, sel vegetatif multinukleat, atau disebut thalus soenositik. Secara vegetatif dapat memperbanyak diri dengan potongan-potongan hifa, dan menghasilkan spora aseksual dalam sporangium (sporangiospora). Perkembangbiakan secara generatif dengan membentuk spora seksual. Berdasarkan cara terbentuknya spora dibagi menjadi 2 macam, (a) Oospora, hasil peleburan antara gamet-gamet yang tidak sama besarnya, dan (b) Zygospora, hasil peleburan gamet-gamet yang sama besarnya. Berdasarkan tipe sporanya maka jamur ini juga dapat dikelompokkan dalam Oomycetes dan Zygomycetes.

Contoh jamur yang termasuk klas Oomycetes adalah Saprolegnia sp. (jamur air). dan jamur patogen seperti Phytophthora infestans (penyebab penyakit potato blight), Plasmopora viticola (penyebab penyakit embun tepung pada tanaman). Jamur yang termasuk Zygomycetes ada 3 order, yaitu Mucorales, Entomophthorales, dan Zoopagales. Jamur yang penting dari kelompok Mucorales adalah Mucor sp. dan Rhizopus sp. Rhizopus nigricans adalah jamur roti, R. oryzae, R. olygosporus, dan R. stolonifer adalah jamur yang biasa digunakan pada fermentasi tempe.

4. Ascomycetes

Ciri jamur ini mempunyai hifa bersepta, dan dapat membentuk konidiofor. Secara vegetatif dapat berkembang biak dengan potongan hifa, dan pada beberapa jenis dapat menghasilkan konidia secara aseksual. Fase konidi jamur ini disebut juga fase imperfect. Fungi yang hanya dalam bentuk fase imperfect disebut fungi imperfecti (Deuteromycetes). Secara generatif dapat membentuk badan buah yang disebut askokarp, yang di dalamnya terdapat askus (kantong) yang menghasilkan askospora. Askospora merupakan hasil kariogami dan meiosis.

Contoh jamur ini yang penting adalah genus Aspergillus dan Penicillium. Jamur ini umumnya dapat menghasilkan pigmen hitam, coklat, merah, dan hijau. Pigmen tersebut dapat digunakan untuk mengidentifikasi jenis-jenis jamur tersebut. Jamur ini umumnya dapat merombak bahan organik seperti kayu, buah, kulit, dan sisa-sisa tanaman. Spesies seperti P. roqueforti dan P. camemberti dapat digunakan untuk flavour (aroma). Penicillium notatum dan Penicillium chrysogenum untuk

(6)

produksi antibiotik penisilin. Jamur Aspergillus niger untuk fermentasi asam sitrat, Aspergillus oryzae dan Aspergillus wentii untuk fermentasi kecap.

5. Basiodiomycetes

Ciri khusus jamur ini yaitu mempunyai basidium yang berbentuk seperti gada, tidak bersekat, dan mengandung 4 basidiospora di ujungnya. Pada jamur tertentu mempunyai hymenium atau lapisan-lapisan dalam badan buah. Hymenium terdapat pada mushroom, maka disebut juga Hymenomycetes.

Hymenium terdiri dari basidia, hifa steril, parafisa, dan cysts. Basidia berasal dari hifa dikariotik, sel ujungnya membesar, inti ikut membesar, 2 inti melebur menghasilkan 1 inti diploid, kemudian membelah reduksi menjadi 4 inti haploid yang menjadi inti basidiospora. Tipe kelamin basidiospora terdiri atas 2 negatif dan 2 positif. Akumulasi basidiospora dapat dilihat dari warnanya, yaitu seperti tepung halus berwarna coklat, hitam, ungu, kuning, dan sebagainya. Contoh jamur ini adalah Pleurotus sp (Jamur Tiram), Cyantus sp., dan khamir Sporobolomyces sp.

6. Deuteromycetes (Fungi Imperfecti)

Semua jamur yang tidak mempunyai bentuk (fase) seksual dimasukkan ke dalam kelas Deuteromycetes. Jamur ini merupakan bentuk konidial dari klas Ascomycetes, dengan askus tidak bertutup atau hilang karena evolusi. Jamur ini juga tidak lengkap secara seksual, atau disebut paraseksual. Proses plasmogami, kariogami dan meiosis ada tetapi tidak terjadi pada lokasi tertentu dari badan vegetatif, atau tidak terjadi pada fase perkembangan tertentu. Miseliumnya bersifat homokariotik. Contoh jamur ini adalah beberapa spesies Aspergillus, Penicillium, dan Monilia (Sumarsih. 2003).

Identifikasi Jamur

Identifikasi jamur dilakukan dengan mengamati ciri dan karakter morfologi baik secara makroskopis maupun secara mikroskopis dari koloni jamur yang ditumbuhkan di atas PDA pada temperatur ruang. Secara makroskopis karakter yang diamati meliputi; warna dan permukaan koloni (granular, seperti tepung, menggunung, licin), tekstur, zonasi, daerah tumbuh, garis-garis radial dan konsentris,

(7)

warna balik koloni {reverse color), dan tetes eksudat {exudate drops). Pengamatan secara mikroskopis dilakukan dengan bantuan mikroskop Olympus CX21 (Olympus, Japan) yang meliputi ada tidaknya septa pada hifa, pigmentasi hifa, clamp

connection, bentuk dan ornamentasi spora (vegetatif dan generatif), bentuk dan

ornamentasi tangkai spora (Jamal, Yuliasri)

Morfologi jamur dapat dilihat secara makroskopis dan mikroskopis. Secara makroskopis jamur dapat dilihat dari morfologi koloni berupa warna, tekstur, bentuk, garis, radial, garis konsentris dan ada tidaknya eksudat.

a. Warna, warna yang perlu diperhatikan adalah warna permukaan koloni dan warna sebalik koloni (reserse side). Warna koloni bervariasi (putih, abu-abu, hijau muda, hijau kekuningan, dll) sesuai dengan warna sel, spora dan konidianya.

b. Tekstur, tekstur koloni yang dilihat merupakan acrial hipha (hifa udang)  Absent

Koloni dengan miselium tenggelam dan permukaan agak halus  Cattony

Koloni dengan hifa arial yang panjang dan padat serta menyerupai kapas  Wooly

Koloni dengan anyaman hifa atau kumpulan hifa hampir panjang, dan anyamannya mirip kain wool

 Velvety

Koloni dengan hifa arial yang pendek dan menyerupai kain beludru  Downy

Koloni dengan hifa halus, pendek, dan tegak secara keseluruhan sering transparan

 Glaborous atau waxy

Koloni dengan permukaan halus, karena tidak ada hifa arial. Biasnya kolonikhamir memiliki bentuk glaborous dan waxy

(8)

Koloni rata dan terlihat banyak konidia yang terbantuk, koloni granular tampak lebih kasar permukaannya, sementara itu koloni powdery permukaan kelihatan seperti tepung.

c. Bentuk  Rugose

Koloni yang memiliki alur-alur yang ketinggiannya tidak beraturan dan tampak merupakan garis radial dari reverse side

 Umbonate

Koloni yang memiliki penonjolan seperti sebuah kancing pada bagian tengah koloni. Seringkali koloni ini juga memiliki alur-alur garis radial  Verrugasa

Koloni yang memiliki penampakan kusut dan keriput. Biasanya koloni tidak memiliki hifa arial.

d. Tetesan eksudat, pada beberapa koloni fungi sering terlihat adanya tetesan eksudat yang merupakan titik-titik cairan yang terlihat pada permukaan koloni. Biasanya eksudat ini merupakan hasil metabolit sekunder dari fungi

e. Garis radial dan lingkaran konsentris, merupakan garis yang terlihat seperti jari-jari koloni, sedangkan lingkaran konsentris merupakan lingkaran-lingkaran yang terbentuk dalam suatu kolonik. Garis radial dan lingkaran konsentris seringkali lebih jelas terlihat pada reverse side (Jamal, Yuliasri)

Media PDA

Media PDA merupakan media yang digunakan untuk budidaya jamur. Potato

Dextrose Agar (PDA) adalah medium umum untuk pertumbuhan ragi dan jamur yang

dapat dilengkapi dengan asam atau antibiotik untuk menghambat pertumbuhan bakteri (Sagar, Aryal.2015).

PDA juga berguna untuk menjaga kultur dermatophyta tertentu. Antibiotik atau asam tertentu seperti Kloramfenikol, asam tartarat dan Chlortetracycline dapat

(9)

ditambahkan sebagai agen selektif. Potato Dextrose Agar dengan TA (Asam tartarat) direkomendasikan untuk pemeriksaan mikroba dari produk makanan dan susu.

Potato Dextrose Agar dengan Kloramfenikol direkomendasikan untuk budidaya

selektif jamur dari sampel campuran (Nisha, Rijal. 2015).

Potato Dextrose Agar terdiri dari dehidrasi Infusion kentang dan Dextrose

yang berfungsi mendorong pertumbuhan jamur. Agar ditambahkan sebagai agen pemadat. Kloramfenikol bertindak sebagai agen selektif untuk menghambat pertumbuhan bakteri yang berlebihan dari mikroorganisme dari spesimen campuran bersaing, sementara memungkinkan isolasi selektif jamur (Nisha, Rijal. 2015).

Pewarnaan Jamur

Pewarnaan dengan media LCB (Lactofenol Cotton Blue) dilakukan saat membuat sediaan dari kultur jamur. LCB merupakan metode yang paling banyak digunakan pewarnaan dan mengamati jamur karena kesederhanaan penggunaannya. LCB memiliki tiga komponen, yaitu fenol, yang akan membunuh setiap organisme hidup; asam laktat yang mempertahankan struktur jamur, dan cotton blue yang akan mewarnai kitin dalam dinding sel jamur (Leck, Astrid. 1999).

V. ALAT DAN BAHAN

Alat - Cawan petri - Scalpel - Objek glass - Cover glass - Ose - Lampu Bunsen - Mikroskop - Pinset - Inkubator - Bahan - Alcohol 70% - Kapas - KOH 10% - NaCl 10%

(10)

- NaOH 10% - Kertas buram - Media PDA

- Sampel kerokan kulit

- LCB

VI. CARA KERJA

A. Pembuatan Media PDA (Potato Dextrose Agar)

1. Semua APD digunakan dengan baik, benar, dan lengkap. 2. Disiapkan semua alat dan bahan yang akan digunakan.

3. Dipastikan semua alat dan bahan dalam keadaan siap digunakan.

4. Ditimbang serbuk media PDA (Potato Dextrose Agar) sesuai volume yang dibuat.

Rumus : V1 = W1 V2 W2

Keterangan : V1 = Volume yang tertera pada etiket/kemasan media (ml) W1 = Berat media yang tertera pada kemasan media (gram) V2 = Volume media yang akan dibuat (ml)

W2 = Berat media yang akan ditimbang (gram)

 Pembuatan media PDA saat praktikum :

1000 = 39 ; X = 140 x 39 maka, X = 5,46 gram 140 X 1000

Jadi, berat media PDA yang ditimbang adalah 5,46 gram.

5. Dipindahkan serbuk media PDA (Potato Dextrose Agar) ke beaker glass 6. Ditambahkan aquadest sebanyak 140 ml kemudian larutan dipindahkan ke

Erlenmeyer. Dihomogenkan larutan dengan bantuan pemanasan dan pengadukan.

7. Pelarutan tidak boleh sampai mendidih (pelarutan harus sempurna sehingga tidak ada kristal yang bersisa).

(11)

8. Dicek pH larutan sesuai petunjuk media (pH = 5,6 ± 0,2) pada suhu 250C. 9. Diperhatikan pengecekan suhu larutan saat pengecekan pH media.

10. Ditambah NaOH 0,01 N jika pH larutan media asam dan ditambahkan HCl 0,01 N jika pH larutan media basa.

11. Disterilisasi ± 1210C (1 atm) selama ± 15 menit

12. Dikeluarkan larutan dari autoclave, saat suhu sudah rendah (200C) dan tekanan telah turun (dilihat indikator autoclave).

13. Dibiarkan larutan hingga suhu ± 500C lalu ditambahkan antibiotik chorampenicol 500 mg (sebelumnya antibiotik chorampenicol 500 mg telah dilarutkan dengan 10 ml aquadest, dan tiap 100 ml PDA=1 ml suspensi chorampenicol).

14. Dihomogenkan larutan yang telah ditambahkan antibiotik chorampenicol (dapat dibantu dengan pemanasan, suhu ≤ 700C). Dituang ke petridisk steril yang telah disediakan.

15. Dibiarkan media pada petridisk membeku dengan sempurna.

16. Dilakukan uji kualitas media serta uji kontrol positif dan negatif pada media yang dibuat.

17. Disimpan pada suhu 4-80C untuk menyimpan media.

B. Pembuatan Larutan KOH 20% 1. Disiapkan alat dan bahan.

2. Ditimbang serbuk KOH dengan menggunakan neraca analitik sebanyak 10 gram.

(12)

3. Serbuk KOH dilarutkan dengan 50 ml aquadest. 4. Larutan KOH 20% siap digunakan.

C. Pembuatan Reagen LCB 1. Disiapkan alat dan bahan.

2. Dari konsentrasi LCB 100% dibuat reagen volume 50 ml dengan konsentrasi 20%.

3. Dipipet 10 ml reagen LCB 100% kemudian ditambahkan 40 ml aquadest, kemudian dihomogenkan.

4. Reagen LCB 20% siap digunakan.

D. Teknik Pengambilan Sampel Kerokan Kulit 1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.

2. Bagian kulit yang akan dikerok, diusap beberapa kali dengan kapas alkohol.

3. Bagian kulit yang dikerok sebaiknya di bagian pinggir lesi yang aktif dan tertutup dengan sisik.

4. Perlahan-lahan dikerok bagian tersebut dengan menggunakan scalpel. 5. Kerokan kulit ditampung di dalam sebuah cawan petri, siap dipakai untuk

bahan pemeriksaan.

E. Teknik Membuat Sediaan Langsung dari Sampel Kerokan Kulit 1. Larutan KOH 20% diteteskan pada objek glass.

(13)

2. Ujung ose dibasahi dengan larutan KOH 20% kemudian ditempelkan pada kerokan kulit, sehingga kerokan tersebut menempel pada jarum ose. 3. Kerokan kulit diletakkan pada tetesan larutan KOH 20% kemudian ditutup

dengan kaca penutup.

4. Dilewatkan beberapa kali di atas nyala api dan dibiarkan selama ± 10 menit.

5. Diperiksa di bawah mikroskop dengan kondensor rendah, mula-mula objektif perbesaran 10x untuk mencari lapang pandang kemudian dengan pembesaran lensa objektif 40x untuk mencari adanya hifa dan spora. F. Teknik Pembuatan Biakan/Kultur dari Sampel Kerokan Kulit

1. Sampel kerokan kulit diambil secukupnya dengan menggunakan ose atau pinset yang dilakukan secara aseptis yaitu dengan bantuan api spiritus. 2. Sampel diletakkan ditengah-tengah media PDA yang telah disiapkan. 3. Sampel agak ditekan sedikit ke arah media PDA, agar sampel melekat di

media (perhatikan agar sampel dan media tidak rusak).

4. Media PDA ditutup kembali dan dibungkus dengan kertas buram dan diinkubasi pada suhu ruang (35°C) selama ± 7 hari.

5. Diamati pertumbuhan koloni pada media PDA setiap hari selama ± 7 hari.

G. Pembuatan Sediaan Langsung (Direct Preparat) Dari Kultur Jamur Kerokan Kulit

1. Disiapkan alat dan bahan.

2. Diamati makroskopis jamur yang tumbuh pada media PDA.

3. Objek glass dan cover glass didesinfeksi menggunakan alkohol 70%. 4. Objek glass yang telah didesinfeksi dibiarkan hingga kering.

(14)

6. Koloni jamur diambil pada biakan murni dengan jarum ose dan diaduk perlahan pada objek glass.

7. Selanjutnya ditutup dengan cover glass dan didiamkan selama 20 menit. 8. Sediaan diamati dengan mikroskop dengan pembesaran objektif 10x dan

40x.

9. Hasil pengamatan dilaporkan.

VII. HASIL PENGAMATAN

1. Kerokan Kulit Kepala (Kelompok 2 Ganjil) a. Pengamatan makroskopis

Depan Belakang

 Warna permukaan : Abu-abu dengan tepi putih  Reverse side : coklat

 Tekstur : Beludru (Velvety)  Topografi : Verugose  Terdapat garis radial  Eksudat :

(15)

2. Kerokan Kulit Lengan (Kelompok 3 Genap) a. Pengamatan Makroskopis

Depan Belakang

 Warna permukaan : Abu-abu dengan tepi putih  Reverse side : coklat

 Tekstur : Beludru (Velvety)  Topografi : Verugose  Terdapat garis radial  Eksudat :

-b. Pengamatan Mikroskopis

(16)

(spora diduga Penicillium)

(Sporangium)

(17)

(Spora)

3. Kerokan Kuku (Kelompok 1 Ganjil) A. Pengamatan langsung sampel kerokan kuku

(18)

No Pengamatan Keterangan

1 Warna Kuning

2 Tektur Kasar

o Mikroskopis (dengan KOH)

No Gambar Keterangan

1

Tidak ditemukan spora/hifa

B. Kultur kerokan kuku

(19)

1

Pertumbuhan hari ke-3

2

Pertumbuhan hari ke-4

3

(20)

4

Pertumbuhan hari ke-6

5

Pertumbuhan hari ke-7

C. Pengamatan Kultur Kerokan Kuku a. Pengamatan Makroskopis

(21)

 Warna permukaan : putih tengah kuning  Reverse side : coklat

 Tekstur : cottony  Topografi : Rugase  Terdapat garis radial  Eksudat :

-b. Pengamatan Mikroskopis (dengan LCB)

No Gambar Keterangan 1 Aseptat Hifa 2 Miselium 3 Miselium

(22)

4. Kerokan Punggung (Kelompok 3 Ganjil)

Gambar sampel dan tahapan pertumbuhan jamur setelah dikultur :

A. Pengamatan langsung sampel kerokan kulit punggung dengan KOH

Sampel Kerokan kulit

punggung. Proses pertumbuhan jamur selama 7 hari setelah dikultur.

(23)

B. Pengamatan kultur sampel kerokan kulit punggung a. Pengamatan Makroskopis Kultur

Depan Belakang

 Warna : Hitam (atas), Kuning kecoklatan (bawah)  Tekstur : Powdery

 Topografi : Rugase

 Garis : Radial

 Tetesan eksudat : (-)

b. Pengamatan Mikroskopis dengan LCB

(24)

Keterangan :

Merupakan bentuk hifa areal A Spora B Sporangiospore C Sporangium D Sporangiophore Diduga : Rhizopus Keterangan :

Merupakan bentuk Hifa A Spora

B Hifa aseptat (tak bersekat)

Keterangan :

Ditemukan bentuk Spora

Keterangan :

Ditemukan bentuk hifa

D B C A B A

(25)

5. Kerokan Kulit Kepala Dan Kerokan Kulit Lengan (Kel. 1 dan 2 Genap) Sampel Kerokan Kulit Tangan dan Kerokan Kulit Kepala

a. Pengamatan makroskopis

Depan Belakang

Kode “A” merupakan sampel kerokan kulit tangan, namun setelah diinkubasi dan dilakukan pengamatan selama 7 hari tidak terdapat pertumbuhan jamur.

Kode “B” merupakan sampel kerokan kulit kepala, namun setelah diinkubasi dan dilakukan pengamatan selama 7 hari tidak terdapat pertumbuhan jamur.

6. Kerokan Kulit Lengan(Kel. 4 Genap)

A

(26)

setelah diinkubasi dan dilakukan pengamatan selama 7 hari tidak terdapat pertumbuhan jamur.

7. Kerokan Kulit Punggung (Kel. 4 Ganjil)

Gambar sampel dan tahapan pertumbuhan jamur setelah dikultur :

a. Pengamatan Makroskopis

Kultur jamur kerokan kulit lengan kelompok

genap

Sampel Kerokan kulit

(27)

 Warna : Hitam (atas), Kuning kecoklatan (bawah)  Tekstur : Powdery

 Topografi : Rugase  Garis : Radial  Tetesan eksudat : (-)

(28)
(29)

VIII. PEMBAHASAN

Jamur merupakan jasad eukariot, yang berbentuk benang atau sel tunggal, multiseluler atau uniseluler. Identifikasi jamur endofit didasarkan pada karakter morfologi jamur menurut panduan Ellis (1971), Domsch et al. (1980), Sutton (1980), Webster (1980), dan Barnett and Hunter (1998). Identifikasi jamur dilakukan dengan mengamati ciri dan karakter morfologi baik secara makroskopis maupun secara mikroskopis dari koloni jamur yang ditumbuhkan di atas PDA pada temperatur ruang.

(30)

Secara makroskopis karakter yang diamati meliputi; warna dan permukaan koloni (granular, seperti tepung, menggunung, licin), tekstur, zonasi, daerah tumbuh, garis-garis radial dan konsentris, warna balik koloni {reverse color), dan tetes eksudat {exudate drops). Pengamatan secara mikroskopis dilakukan dengan bantuan mikroskop Olympus CX21 (Olympus, Japan) yang meliputi ada tidaknya septa pada hifa, pigmentasi hifa, clamp connection, bentuk dan ornamentasi spora (vegetatif dan generatif), bentuk dan ornamentasi tangkai spora.

Morfologi jamur dapat dilihat secara makroskopis dan mikroskopis. Secara makroskopis jamur dapat dilihat dari morfologi koloni berupa warna, tekstur, bentuk, garis, radial, garis konsentris dan ada tidaknya eksudat.

f. Warna, warna yang perlu diperhatikan adalah warna permukaan koloni dan warna sebalik koloni (reserse side). Warna koloni bervariasi (putih, abu-abu, hijau muda, hijau kekuningan, dll) sesuai dengan warna sel, spora dan konidianya.

g. Tekstur, tekstur koloni yang dilihat merupakan acrial hipha (hifa udang)  Absent

Koloni dengan miselium tenggelam dan permukaan agak halus  Cattony

Koloni dengan hifa arial yang panjang dan padat serta menyerupai kapas  Wooly

Koloni dengan anyaman hifa atau kumpulan hifa hampir panjang, dan anyamannya mirip kain wool

 Velvety

Koloni dengan hifa arial yang pendek dan menyerupai kain beludru  Downy

Koloni dengan hifa halus, pendek, dan tegak secara keseluruhan sering transparan

(31)

Koloni dengan permukaan halus, karena tidak ada hifa arial. Biasnya kolonikhamir memiliki bentuk glaborous dan waxy

 Granular atau powdery

Koloni rata dan terlihat banyak konidia yang terbantuk, koloni granular tampak lebih kasar permukaannya, sementara itu koloni powdery permukaan kelihatan seperti tepung.

h. Bentuk  Rugose

Koloni yang memiliki alur-alur yang ketinggiannya tidak beraturan dan tampak merupakan garis radial dari reverse side

 Umbonate

Koloni yang memiliki penonjolan seperti sebuah kancing pada bagian tengah koloni. Seringkali koloni ini juga memiliki alur-alur garis radial  Verrugasa

Koloni yang memiliki penampakan kusut dan keriput. Biasanya koloni tidak memiliki hifa arial.

i. Tetesan eksudat, pada beberapa koloni fungi sering terlihat adanya tetesan eksudat yang merupakan titik-titik cairan yang terlihat pada permukaan koloni. Biasanya eksudat ini merupakan hasil metabolit sekunder dari fungi

j. Garis radial dan lingkaran konsentris, merupakan garis yang terlihat seperti jari-jari koloni, sedangkan lingkaran konsentris merupakan lingkaran-lingkaran yang terbentuk dalam suatu kolonik. Garis radial dan lingkaran konsentris seringkali lebih jelas terlihat pada reverse side.

Fungi dapat berkembangbiak baik secara seksual maupun aseksual. Perkembangbiakan secara seksual terjadi ketika hifa dengan tipe perkawinan (mating type) yang berbeda bersentuhan, kemudian melebur menjadi zigot. Hifa fungi tidak dapat dibedakan secara visual maupun morfologis menjadi jantan maupun betina, hanya dapat dibedakan menjadi tipe perkawinan berdasarkan struktur genetiknya. Perkembangbiakan secara seksual terjadi dengan cara membelah diri atau terbelahnya

(32)

hifa atau dengan menyebarnya spora haploid. (Schooley, 1997). Identifikasi jamur secara mikroskopis dapat dilihat dari morfologi hifa, morfologi miselium dan jenis sporanya.

Ada tiga macam morfologi hifa yaitu :

1. Aseptat atau senosit. Hifa ini tidak mempunyai dinding sekat atau septum 2. Septa dengan sel-sel uninukleat. Sekat membagi hifa menjadi ruang-ruang atau sel-sel berisi nukleus tunggal. Pada setiap septum terdapat pori ditengah-tengah yang memungkinkan perpindahan nukleaus dan sitoplasma dari satu ruang ke ruang yang lain

3. Septa dengan sel-sel multinukleat. Septum membagi hifa menjadi sel-sel dengan lebih dari satu nukleus dalam setiap ruang.

Kebanyakan struktur jamur berukuran besar terbentuk dari anyaman atau agregat hifa. Pada tahap-tahap tertentu dari siklus hidup kebanyakan jamur, miselium akan terorganisir membentuk anyaman-anyaman yang longgar ataupun padat yang dapat dibedakan dari hifa biasa, sebagai berikut :

1. Prosenkim

Anyaman hifa yang agak kendor, tersusun secara paralel, tiap-tiap hifa masih jelas dan mudah dilepaskan dan merupakan suatu bentuk memanjang

2. Pseudoparenkim

Anyaman hifa yang lebih padat, tiap-tiap hifa sudah hilang sifat individunya dan tidak dapat dipisahkan dan bentuknya agak oval

3. Rizomorf

Anyaman hifa yang sangat padat merupakan unit yang terorganisir dan titik tumbuhnya mirip dengan titik tmbuh ujung akar

4. Sklerotium

Anyaman hifa yang keras, padat dan merupakan bentuk istirahat yang tahan terhadap kondisi yang tidak menguntungkan

(33)

Suatu struktur padat yang merupakan massa dari hifa yang terbentuk seperti bantalan. (Darnetty, 2006)

Secara aseksual jamur melakukan perkembangbiakan dengan cara pembelahan yaitu dengan cara membagi diri untuk membentuk dua sel anak yang serupa, penguncupan yaitu dengan cara sela anak yang tumbuh dari penonjolan kecil pada sel inangnya atau pembentukan spora. Spora aseksual ini berfungsi untuk menyebarkan atau pembentukan spora baru yang digunakan untuk memperbanyak spesiesnya melalui perantara air atau angin. Ada beberapa macam spora aseksual, diantaranya :

a. Konidiospora

Merupakan konidiom yang terbntuk diunjung ada disisi hifa. Ada yang berukuran kecil, bersel satu yang disebut mikrokondium, sebaliknya konidium yang berukuran besar dan bersel banyak disebut makrokordium b. Sporangiospora

Merupakan spora bersel satu yang terbentuk dalam kantung yang disebut sporangium, pada ujung hifa khusus. Ada dua macam sporangiospora yang tidak bergerak (nonmotil) disebut aplanospora dan sporangiospora yang dapat bergerak karena mempunyai flagella yang disebut zoospora. c. Oidium/atrospora

Spora bersel tunggal yang terbntuk karena terputusnya sel-sel hifa yang somatik

d. Blastospora

Tunas/kuncup pada sel-sel khamir

Penyakit yang disebabkan oleh infestasi jamur bersama-sama disebut sebagai mikosis. Penyakit ini kemudian diklasifikasikan ke dalam kelompok yang berbeda tergantung pada sifat dari jaringan yang terlibat dan cara masuk ke dalam host. Kelompok-kelompok adalah sebagai berikut:

(34)

Ini adalah penyakit yang disebabkan oleh jamur yang tumbuh hanya pada permukaan kulit dan rambut, yaitu infeksi hanya terbatas pada lapisan terluar kulit, kuku dan rambut. Ini adalah yang paling merusak dari semua infeksi jamur, karena mereka gagal untuk menembus tubuh dari penderita dan hanya mempengaruhi sel-sel di permukaan. Beberapa contoh mikosis superfisial dan agen jamur menyebabkan mereka adalah sebagai berikut:

Hitam piedra – Piedraia hortae

Putih piedra atau tinea blanca – Trichosporon sp. Pityriasis versicolor atau panu – Malassezia furfur Tinea nigra – Hortaea wernecki

Mikosis superfisial adalah penyakit jamur yang meginfeksi lapisan permukaan kulit, yaitu stratum korneum, rambut dan kuku. Mikosis superfisial terbagi menjadi 2 kelompok :

(1) jamur bukan golongan dermatofita, yaitu pitiaris versikolor, otomikosis, piedra hitam, piedra putih, onikomikosis dan tinea nigra palmaris, dan

(2) jamur golongan dermatofita.  

Adapun contoh dari mikosis superfisial, antara lain : 

1) Panu adalah salah satu contoh dari mikosis profundal. Penyakit yang disebut juga Pitiriasis versikolor ini merupakan mikosis yang disebabkan oleh infeksi jamur bukan dermatofita genus Malassezia sp.. Penyakit ini ditemukan di seluruh dunia (kosmopolit), terutama di dareh beriklim panas termasuk Indonesia.

2) Otomikosis adalah penyakit jamur yang terjadi pada liang telinga yang disebabkan oleh jamur bukan dermatofita genus Aspergillus, Penicillium, Mucor, Rhizophus dan Candida. Tersebar di seluruh dunia, terutama di daerah panas dan lembab.   

3) Piedra adalah infeksi jamur pada rambut, benjolan berwarna hitam atau putih kekuningan. Piedra ada 2 macam, yaitu Piedra hitam dan Piedra putih. Piedra hitam disebabkan oleh infeksi jamur Piedraia hortae. Banyak ditemukan di daerah beriklim tropis, termasuk Indonesia. Sedangkan Piedra putih disebabkan

(35)

oleh jamur Trichosporon beigelii. Banyak ditemukan di daerah beriklim dingin, belum pernah ditemukan di Indonesia.   

4) Onikomikosis adalah mikosis yang terjadi pada kuku. Penyakit ini disebabkan oleh berbagai macam jamur, terutama Candida sp. dan dermatofita lain. Penyakit ini tersebar di seluruh dunia termasuk di Indonesia.   

5) Plantaris adalah mikosis yang terjadi pada stratum korneum telapak tangan dan kaki dengan bercak-bercak berwarna tengguli hitam, kadang bersisik. Penyakit dengan nama lain Tinea Nigra Palmaris ini, disebabkan oleh jamur Cladosporium wernecki atau Cladosporium mansoni. Penyakit ini banyak ditemukan di Amerika Selatan dan Tengah, di Eropa dan Asia sangat jarang ditemukan.

6) Kurap adalah mikosis yang terjadi pada permukaan kulit. Penyakit yang termasuk kelompok dermatofitosis (mitosis superfisial oleh jamur dermatofita) ini disebabkan oleh infeksi jamur golongan dermatofita, seperti Trychophyton, Microsporum dan Epidermophyton. Penyakit ini banyak ditemukan di Indonesia. 7) Tinea kapitis adalah dermatofitosis yang terjadi pada kulit kepala. Penyakit ini disebabkan oleh jamur golongan dermatofita terutama Trichophyton rubrum, T. mentagrophytes dan Microsporum gypseum. Penyakit ini sering terjadi pada anak-anak yang dapat ditularkan dari binatang peliharaan misalnya kucing dan anjing. Tapi juga dapat menginfeksi orang dewasa.

8) Tinea korporis adalah dermatofitosis yang terjadi pada kulit wajah berminyak, tubuh dan tungkai. Penyakit ini disebabkan oleh Trichophyton, Microsporum, dan E. floccosum. Penyakit ini banyak terdapat di daerah beriklim tropis terutama di Indonesia.

9) Tinea Imbrikata adalah dermatofitosis yang terjadi pada kulit badan kecuali kepala, telapak tangan dan kaki, berupa sisik kasar konsentris. Disebabkan oleh jamur Trichophyton concentricum. Penyakit ini ditemukan di daerah tropis dan endemis di beberapa daerah di Indonesia (Jawa, Kalimantan, Irian Jaya dan lain-lain).

10) Tinea favosa adalah dermatofitosis yang terjadi di kulit kepala namun juga dapat menyebar ke rambut dan kuku menimbulkan bau yang khas yang disebut mousy

(36)

odor. Disebabkan oleh jamur T. schoenleini, kadang-kadang T. violaceum dan M. gypseum. Penyakit ini ditemukan di Polandia, Rusia, Mesir, Balkan dan negeri-negeri sekitar Laut Tengah.   

11) Tinea kruris adalah dermatofitosis yang mengenai paha atas bagian tengah, daerah inguinal (daerah lipat paha), pubis, perineum (antara anus dan kemaluan) dan daerah perianal (dekat lubang anus). Disebabkan oleh jamur dari spesies Trichophyton, Microsporum dan E. Floccosum. Penyakit ini banyak ditemukan di daerah tropis dan dingin, banyak pula di temukan di Indonesia.   

12) Tinea pedis adalah dermatofitosis yang menginfeksi telapak kaki dan sela jari kaki. Penyakit ini biasa disebut dengan kutu air. Penyakit ini disebabkan oleh jamur T. rubrum dan T. mentagrophytes. Tersebar luas di daerah tropis dan lainnya, terutama Indonesia.   

13) Tinea barbae adalah dermatofitosis yang menyebabkan terjadinya peradangan pada rambut. Penyakit ini disebabkan oleh jamur zoofilik, seperti T. verrucosum. Penyakit ini belum pernah ditemukan di Indonesia.  

14) Tinea unguium adalah dermatofitosis yang membuat kuku menjadi rapuh dan terkikis. Disebabkan oleh jamur genus Trichophyton dan Microsporum. Penyakit ini terdapat di seluruh dunia

b. Mikosis subkutan

Ini adalah infeksi yang mempengaruhi dermis dan jaringan bawah kulit lainnya dari penderita. Infeksi ini umumnya terjadi ketika patogen menembus dermis selama atau setelah trauma kulit. Lesi kemudian menyebar secara lokal tanpa penetrasi lebih dalam. Namun, beberapa jamur dapat menyebabkan mikosis dalam, terutama pada pasien dengan kelainan yang mendasari parah. Sebuah contoh umum adalah mikosis subkutan Sporotrichosis, disebabkan oleh Sporothrix schenckii. Chromomycosis, phaeohyphomycosis, chromoblastomycosis, lobomycosis, rhinosporidiosis dan mycetomas merupakan contoh lain dari mikosis subkutan.

(37)

Mycoses Cutaneous adalah infeksi yang memperpanjang lebih dalam lapisan epidermis serta rambut invasif dan penyakit kuku. Jamur yang bertanggung jawab untuk menyebabkan infeksi ini dikenal sebagai dermatofit. Infeksi ini dapat menyebabkan banyak rasa sakit dan ketidaknyamanan sebagai organisme ini menembus jauh ke dalam kulit. Kurap atau tinea, adalah contoh umum dari mikosis kulit. Beberapa contoh lain dari mikosis kulit yang menyebabkan jamur termasuk Microsporum, Epidermophyton dan trikofiton.

d. Mikosis Sistemik

Mikosis sistemik diyakini yang paling berbahaya dari semua infeksi jamur. Hal ini terutama karena mereka menyerang organ internal dengan langsung masuk melalui paru-paru, saluran pencernaan atau infus. Ini dapat disebabkan oleh dua kelompok jamur, jamur patogen primer atau jamur oportunistik. Contoh penyakit jamur milik kelompok pertama meliputi blastomycosis, histoplasmosis, paracoccidioidomycosis dan coccidiomycosis. Jamur oportunistik umumnya mempengaruhi orang-orang dengan sistem kekebalan yang lemah atau dengan beberapa cacat metabolisme yang serius. Penyakit yang termasuk dalam kategori ini adalah kriptokokosis, kandidiasis, dan aspergillosis.

1) Nocardiosis

Merupakan mikosisi yang menyerang jaringan subkutan, yakni terjadi pembengkakan jaringan yang terkena dan terjadinya lubang-lubang yang mengeluarkan nanah dan jamurnya berupa granula. Penyebabnya adalah Nocardia asteroides.

2) Candidiasis

Merupakan mikosis yang menyerang kulit, kuku atau organ tubuh seperti jantung dan paru-paru, selaput lendir dan juga vagina. Infeksi ini terjadi karena faktor predisposisi, misalnya diabetes, AIDS, daerah kulit yang lembab dan obesitas. Penyebabnya adalah Candida albicans.

(38)

Merupakan mikosis yang ditandai dengan adanya jaringan granulomatous, bernanah disertai dengan terjadinya abses dan fistula. Penyebabnya adalah Actinomyces bovis.

4) Maduromycosis(Madurafoot)

Merupakan mikosis pada kaki yang ditandai dengan terjadinya massa granulomatous yang biasanya meluas ke jaringan lunak dan tulang kaki. Gejalanya dimulai dengan adanya lesi pada tapak kaki bagian belakang, timbul massa granulomatous dan abses yang kemudian terjadi sinus-sinus yang mengeluarkan nanah dan granula. Penyebabnya adalah Allescheris boydii, Cephalosporium falciforme, Madurella mycetomi, dan Madurella grisea.

5) Coccidioidomycosis

Merupakan mikosis yang mengenai paru-paru yang disebabkan oleh Coccidioides immitis. Gejalnya mirip dengan pneumonia yang lain, berupa batuk dengan atau tanpa sputum yang biasanya disertai dengan pleuritis.

6) Sporotrichosis

Merupakan mikosis yang bersifat granulomatous menimbulkan terjadinya benjolan gumma, ulcus dan abses yang biasanya mengenai juga kulit dan kelenjar lympha superfisial. Penyebabnya adalah Sporotrichum schenckii. Gejala awalnya berupa benjolan (nodul) di bawah kulit kemudian membesar, merah, meradang, mengalami nekrosis kemudian terbentuk ulcus. Nodul yang sama terjadi sepanjang jaringan lympha.

7) Blastomycosis

Merupakan mikosis yang menyerang kulit, paru-paru, viscera, tulang dan sistem saraf. Penyebabnya adalah Blastomyces dermatitidis dan Blastomyces brasieliensis. Blastomycosis kulit gejalanya brupa papula atau pustula yang berkembang menjadi ulcus kronis dengan jaringan granulasi pada alasnya. Kulit yang sering terkena adalah wajah, leher, lengan dan kaki. Bila menyerang organ dalam, gejalanya mirip tuberculosis.

Mikosis sistemik/profunda ialah penyakit jamur yang mengenai alat dalam. Penyakit ini dapat terjadi karena jamur langsung masuk ke alat dalam (misalnya

(39)

paru), melalui luka, atau menyebar dari permukaan kulit atau alat dalam lain. Jamur yang berhasil masuk bisa tetap berada di tempat (misetoma) atau menyebabkan penyakit sistemik (misalnya, histoplasmosis). Mikosis sistemik terdiri atas beberapa penyakit yang disebabkan oleh jamur dengan gejala klinis tertentu di bawah kulit misalnya traktus intestinalis, traktus respiratorius, traktusurogenital, susunan kardiovaskular, susunan saraf sentral, otot, tulang, dan kadang kulit.

Untuk menegakkan diagnosis selain dari gejala – gejala khas setiap jamur, diagnosis suatu penyakit jamur harus dibantu dengan pemeriksaan laboratorium yaitu:

1. Pemeriksaan langsung

Untuk melihat apakah adanya infeksi jamur perlu dibuat preparat langsung dari kerokan kulit, rambut, atau kuku. Sediaan ditetesi dengan larutan KOH 10% 10 – 40 % dengan maksud melarutkan keratin kulit atau kuku sehingga akan tinggal kelompok hifa. Sesudah 15 menit atau sesudah dipanasi di atas api kecil, jangan sampai menguap kemudian di lihat di bawah mikroskop (Siregar, 2002).

2. Pembiakan atau kultur

Pembiakan dilakukan dalam media agar sabaroud pada suhu kamar (25 – 300C), kemudian dalam 1 minggu dilihat dan dinilai apakah ada perubahan atau

pertumbuhan. Hal – hal yang perlu diperhatikan : bentuk koloni, warna koloni, jenis koloni (Siregar, 2002).

3. Reaksi imunologis

Dengan menyuntikkan secara intrakutan semacam antigen yang dibuat dari koloni jamur, reaksi ( + ) berarti infeksi oleh jamur (+), misalnya : 1) Reaksi histoplasmin

Antigen yang dibuat dari pembiakan histoplasma. Kalau (+) berarti infeksi histoplasma (+).

2) Reaksi trikofitin

Antigen yang dibuat dari pembiakan schenkii. Kalau (+) berarti ada infeksi Trikopiton

(40)

Antigen dibuat dari koloni Sporotricium schenkii. Kalau (+) berarti infeksi oleh spesies Sporotrikum(Siregar, 2002).

4. Biopsi atau pemeriksaan histopatologi

Khusus dilakukan untuk pemeriksaan penyakit jamur golongan mikosis dalam. Dengan pewarnaan khusus dari suatu jaringan biopsy, dapat dicari elemen jamur dalam jaringan tersebut. Pewarnaan khusus seperti pewarnaan Gram, HE, dan PAS dapat mewarnai elemen jamur dalam jaringan sehingga tampak jelas. Selain itu, pemeriksaan histopatologi sangat penting untuk melihat reaksi jaringan akibat infeksi jamur (Siregar, 2002).

5. Pemeriksaan dengan sinar wood

Sinar Wood adalah sinar ultraviolet yang setelah melewati suatu “jaringan wood“, sinar yang tadinya polikromatis menjadi monokromatis dengan panjang gelombang 3600 A. Sinar ini tidak dapat dilihat. Bila sinar ini diarahkan ke kulit atau rambut yang mengalami infeksi oleh jamur – jamur tertentu, sinar ini akan berubah menjadi warna yang kehijau – hijauan atau flouresensi. Apabila pemeriksaan dengan cara ini memberi flouresensi, pemeriksaan sinar wood disebut positif, dan apabila tidak ada flouresensi disebut negative. Jamur – jamur yang memberikaan flouresensi adalah Microsporum lanosum, Microsporum audouinii, Microsporum canis, dan Malssezia furtur (penyebab tinea versikolor) (Siregar, 2002).

Pada praktikum kali ini dilakukan 2 jenis diagnosis saja selain dari gejala-gejala khas penyakit jamur tersebut juga dilakukan pemeriksaan langsung dengan membuat preparat menggunakan KOH 10% selanjutnya dikultur pada media PDA diinkubasi selama 7 hari kemudian diamati kembali dengan LCB. Sebelum melakukan identifikasi secara makroskopis dan mikroskopis, mula-mula dibuat media PDA (Potato Dextrose Agar) terlebih dahulu. Media PDA merupakan media yang digunakan untuk budidaya jamur. Potato Dextrose Agar (PDA) adalah medium umum untuk pertumbuhan ragi dan jamur yang dapat dilengkapi dengan asam atau antibiotik untuk menghambat pertumbuhan bakteri (Sagar, Aryal.2015).

(41)

PDA juga berguna untuk menjaga kulturdermatophyta tertentu. Antibiotik atau asam tertentu seperti Kloramfenikol, asam tartarat dan Chlortetracycline dapat ditambahkan sebagai agen selektif. Potato Dextrose Agar dengan TA (Asam tartarat) direkomendasikan untuk pemeriksaan mikroba dari produk makanan dan susu.

Potato Dextrose Agar dengan Kloramfenikol direkomendasikan untuk budidaya

selektif jamur dari sampel campuran (Nisha, Rijal. 2015).

Potato Dextrose Agar terdiri dari dehidrasi Infusion kentang dan Dextrose

yang berfungsi mendorong pertumbuhan jamur. Agar ditambahkan sebagai agen pemadat. Kloramfenikol bertindak sebagai agen selektif untuk menghambat pertumbuhan bakteri yang berlebihan dari mikroorganisme dari spesimen campuran bersaing, sementara memungkinkan isolasi selektif jamur (Nisha, Rijal. 2015).

Media PDA dibuat dengan melarutkan 5,26 gram media PDA ke dalam 140 mL aquadest, kemudian dihomogenkan dengan bantuan pemanasan dan pengadukan. Pelarutan tidak boleh sampai mendidih karena dapat merusak komponen penyusun media tersebut. Kemudian diukur pH media yang dibuat tersebut. Apabila pH yang didapatkan bersifat asam, maka ke dalam media ditambah NaOH 0,01 N, dan apabila media bersifa basa, ditambahkan HCl 0,01 N. Kemudian media disterilisasi pada suhu 1210C selama 15 menit dan dituang ke dalam petidisk steril. Kemudian ditambahkan

kloramfenikol ke dalam media tersebut sebanyak 1,4 mL.Media yang sudah jadi kemudian dituang ke dalam petridisk steril dan siap digunakan.

Selanjutnya, dilakukan persiapan sampel. Sampel yang digunakan saat praktikum yaitu sampel kerokan punggung, sampel kerokan kuku, sampel kerokan kepala dan sampel kerokan lengan. Sampel diambil dengan cara pilih bagian tubuh yang memiliki ciri-ciri berjamur seperti adanya lesi berwarna putih dengan tepi yang aktif, kemudian dilakukan desinfeksi dengan menggunakan alKOH 10%ol 70% pada bagian tubuh yang akan dikerok dan tunggu hingga kering, Hal ini berfungsi untuk membersihkan kotoran-kotoran yang menempel pada bagian kulit tersebut sehingga mempermudah dalam pengamatan hifa maupun spora jamur nantinya, selanjutnya kerok bagian tubuh tersebut dengan menggunakan skapel. Bagian kulit yang akan dikerok sebaiknya bagian pinggir lesi yang aktif dan tertutup dengan sisik. Hal ini

(42)

dikarenakan pada bagian tersebut lebih mudah untuk dikerok sehingga sampel kerokan kulit yang diinginkan dapat segera diperoleh kemudian hasil kerokan ditampung pada kertas lalu dibungkus hingga rapat. Diamati dibawah mikroskop dengan penambahan 2-3 tetes KOH 10% kemudian tutup dengan cover glass, pembesaran awal yang digunakan adalah pembesaran 10 kali. Hal ini bertujuan untuk mencari lapang pandang pengamatan. Setelah didapatkan lapang pandangnya selanjutnya dilanjutkan dengan pengamatan pembesaran 40 kali. Larutan KOH 10% ini berfungsi untuk melisiskan bagian keratin kulit yang ada dalam sampel dan yang tersisa adalah hyfa atau spora dari jamur (fungi) saja sehingga memudahkan dalam proses pengamatan dibawah mikroskop.

Setelah dilakukan pemeriksaan secara langsung, sampel ditanam pada media PDA dengan cara sampel kerokan diambil dengan ose yang telah dicelupkan kedalam larutan KOH 10% kemudian ditanam dengan menempelkan ose pada media PDA. Media yang telah ditanami sampel kemudian diinkubasi dalam suhu ruangselama 7 hari kemudian diamati secara makroskopis dan mikroskopis. Jamur yang telah tumbuh pada media PDA tersebut merupakan kultur primer.

Secara makroskopis jamur dapat dilihat dari morfologi koloni berupa warna, tekstur, bentuk, garis, radial, garis konsentris dan ada tidaknya eksudat. Sedangkan pada pemeriksaan mikroskopis, dibutuhkan larutan LCB (Lactate Cotton Blue). LCB merupakan metode yang paling banyak digunakan pewarnaan dan mengamati jamur karena kesederhanaan penggunaannya. LCB memiliki tiga komponen, yaitu fenol, yang akan membunuh setiap organisme hidup; asam laktat yang mempertahankan struktur jamur, dan cotton blue yang akan mewarnai kitin dalam dinding sel jamur (Leck, Astrid. 1999).

Pewarnaan dengan LCB sangat mudah dilakukan, mula-mula disiapkan objek glass kemudian difiksasi objek glass tersebut di atas api bunsen. Tujuan dari fiksasi ini adalah untuk menghilangkan lemak atau kotoran yang berada dalam objek glass sehingga tidak mengganggu pengamatan. Selanjutnya diambil ±2 tetes LCB dan diletakkan pada bagian tengah objek glass. Menggunakan ose, diambil isolat jamur di bagian tepi media PDA, kemudian ditambahkan ke dalam objek glass yang telah

(43)

berisi LCB tersebut, dihomogenkan preparat secara perlahan agar tidak merusak komponen jamur tersebut kemudian ditutup dengan cover glass. Preparat kemudian diinkubasi selama ±20 menit agar LCB tersebut meresap secara optimal ke dalam struktur jamur sehingga warna dinding sel nya pun terwarnai secara optimal. Hindari terbentuknya gelembung karena bisa mempersulit proses pengamatan. Pengamatan kemudian dilakukan di bawah mikroskop dengan perbesaran lensa objektif 10x dan 40x.

a. Jamur Sampel Kerokan Kulit Tangan

Pada pemeriksaan sediaan langsung dari sampel kerokan kulit tangan tidak ditemukan spora maupun hifa. Pengamatan makroskopis pada jamur kerokan kulit tangan pada media PDA kelompok 1 genap, setelah diinkubasi dan dilakukan pengamatan selama 7 hari tidak terdapat pertumbuhan jamur, tampak depan media hanya terdapat titik hitam bekas dari sampel kerokan tangan, sedangkan tampak belakang media tidak terdapat apapun. Hasil ini didapatkan karena sampel kerokan tangan yang diambil kurang representatif, selain itu pada pemeriksaan sediaan langsung juga tidak ditemukan hifa maupun spora jamur.

b. Jamur Sampel Kerokan Kulit Kepala

Pada pemeriksaan sediaan langsung dari sampel kerokan kulit kepala tidak ditemukan hifa maupun spora jamur baik pada kelompok 2 genap dan kelompok 2 ganjil Pengamatan makroskopis pada jamur kerokan kulit kepala pada media PDA kelompok 2 genap dan kelompok 2 ganjil, setelah diinkubasi dan dilakukan pengamatan selama 7 hari terdapat pertumbuhan jamur pada kelompok 2 ganjil sementara kelompok 2 genap tidak terdapat pertumbuhan jamur. Hasil pada kelompok 2 ganjil secara makroskopis didapatkan koloni tampak depan dengan warna putih abu-abu dan tampak belakang koloni berwarna kuning kecokelatan, selain itu koloni ini juga memiliki bentuk rugase dan tekstur velvety, tanpa titik eksudat. pada pengamatn secara mikroskopis didapatkan jamur dengan ciri-ciri pola cabang konidiofor yang dinamakan Monoverticillate(pola B). Monoverticillate memiliki sebuah whorl terminal phialides dan pada beberapa spesies, sel terminal dari conidiophore adalah sedikit bengkak atau vesiculate (Visagie, C.M. 2014).Pada jamur

(44)

tersebut juga ditemukan memiliki septa di bagian stipe. Septa adalah sekat pada hifa yang membagi hifa menjadi ruang-ruang. Septa memiliki pori untuk pergerakan sitoplasma(Tim Praktikum Mikologi. 2016). Pada hifa tersebut juga ditemukan adanya nukleus (inti sel). Sehingga diduga jamur ini adalah penicillium. Jamur

Penicillium sp. merupakan salah satu jamur yang paling umum ditemukan di beragam

habitat, dari tanah ke vegetasi udara, lingkungan dalam ruangan dan berbagai produk makanan. Fungsi utamanya di alam adalah dekomposisi bahan organik, di mana spesies menyebabkan busuk dahsyat sebagai pra- dan pasca panen patogen pada tanaman pangan serta menghasilkan beragam berbagai mikotoksin (Visagie, C.M. 2014).

(Pola cabang konidiofor pada Peniciullium sp.)

Sampel kerokan kulit kepala ini diambil dari ketombe. Sedangkan pada kelompok 2 genap tidak didapatkan pertumbuhan jamur, hal ini dikarenakan sampel kerokan kulit kepala yang diambil kurang representatif..

c. Jamur Sampel Kerokan Kuku

Pada pemeriksaan sediaan langsung sampel kerokan kuku tidak ditemukan hifa maupun spora. Pengamatan makroskopis pada jamur kerokan kuku pada media PDA kelompok 1 ganjil, setelah diinkubasi dan dilakukan pengamatan selama 7 hari terdapat pertumbuhan jamur, pada inkubasi hari ke 3-5 terdapat koloni berbentuk bulat dengan hifa putih dan tekstur cottony, pada inkubasi hari ke 6-7 didapatkan koloni meluas membentuk lingkaran yang lebih besar dengan warna Putih dan Kuning, tekstur cottony, topografi rugase, garis radial dan tidak terdapat titik eksudat.

(45)

Dari cirri-ciri jamur secara makroskopis tersebut diduga adalah jamur Trichophyton Mentagrophytes. Trichophyton mentagrophytes adalah merupakan tenunan lilin, berwarna putih sampai putih kekuningan yang agak terang atau berwarna violet merah. Kadang bahkan berwarna pucat kekuningan dan coklat. Koloninya seperti putih hingga krem dengan permukaan seperti tumpukan kapas pada PDA (tidak berpigmen). Gambaran mikroskopis yaitu mikrokonidia yang bergerombolan, bentuk cerutu yang jarang, terkadang hifa berbentuk spiral. Karakter dari jamur merupakan jamur filamentous yang menyerang kulit yang menggunakan keratin sebagai nutrisinya. Keratin merupakan protein utama dalam kulit, rambut dan kuku (Universitas Sumatra Utara, 2007). Pada pengamatan secara mikroskopis didapatkan Hasil ini didapatkan hifa aseptat dan misellium. Sampel ini diambil dari kerokan kuku kaki yang berwarna kuning, keras, dan rapuh.

d. Jamur Sampel Kerokan Kulit Punggung

Pada pemeriksaan sediaan langsung pada sampel kerokan kulit punggung pada ditemukan hifa pada sampel kelompok 3 ganjil dan kelompok 4 ganjil. Pengamatan makroskopis pada jamur kerokan kulit punggung pada media PDA kelompok 3 ganjil dan kelompok 4 ganjil, setelah diinkubasi dan dilakukan pengamatan selama 7 hari terdapat pertumbuhan jamur pada kedua kelompok. Hasil pada kelompok 3 ganjil secara makroskopis didapatkan koloni tampak depan dengan warna hitam, sedangkan tampak belakang berwarna kuning kecoklatan, selain itu koloni ini memiliki tekstur powder (tepung), topografi rugose, garis radial, dan tidak terdapat titik eksudat. Pada pengamatan secara mikroskopis didapatkan bentuk hifa aerial dengan spora, sporangiospore, sporangium, Sporangiophore yang diduga jamur Rhizopus. Selain itu juga ditemukan spora dan hifa aseptat dan septet. Sampel ini diambil dari punggung yang memiliki ciri-ciri bercak berwarna putih dengan tepi yang aktif.

Pengamatan kelompok 4 pada sediaan langsung ditemukan adanya hifa. Setelah ditumbuhkan pada media PDA didapatka hasil pada pemeriksaan secara makroskopis didapatkan koloni yang hampir memenuhi seluruh media dengan warna tampak depan hitam dan tampak belakang berwarna kuning kecoklatan yang

(46)

memiliki tekstur powdery, topografi rugase, garis radial tanpa tetesan eksudat. Pada hasil pemeriksaan mikroskopis didapatkan spora, hifa dan didapatkan hifa yang bagian dalamnya terdapat oidiospora, selain itu juga didapatkan sporaiospora. Sampel yang diambil dari sampel punggung yang memiliki cirri-ciri sama seperti kelompok 3 ganjil.

e. Jamur Sampel Kerokan Kulit Lengan

Pada pemeriksaan sediaan langsung tidak ditemukan hifa maupun spora jamur baik pada kelompok 3 genap dan kelompok 4 genap. Pengamatan makroskopis pada jamur kerokan kulit lengan pada media PDA kelompok 3 genap dan kelompok 4 genap, setelah diinkubasi dan dilakukan pengamatan selama 7 hari terdapat pertumbuhan jamur pada kelompok 3 genap sementara kelompok 4 genap tidak terdapat pertumbuhan jamur. Hasil pada kelompok 3 genap secara makroskopis didapatkan koloni tampak depan dengan warna hijau dengan pinggiran putih dan tampak belakang koloni berwarna kuning kecokelatan, selain itu koloni ini juga memiliki topografi verrugase (koloni yang memiliki penampakan kusut dan keriput) dan tekstur velvety, tanpa titik eksudat. pada pengamatn secara mikroskopis didapatkan jamur dengan ciri-ciri pola cabang konidiofor yang dinamakan Monoverticillate(pola B). Monoverticillate memiliki sebuah whorl terminal phialides dan pada beberapa spesies, sel terminal dari conidiophore adalah sedikit bengkak atau vesiculate (Visagie, C.M. 2014).Pada jamur tersebut juga ditemukan memiliki septa di bagian stipe. Septa adalah sekat pada hifa yang membagi hifa menjadi ruang-ruang. Septa memiliki pori untuk pergerakan sitoplasma(Tim Praktikum Mikologi. 2016). Pada hifa tersebut juga ditemukan adanya nukleus (inti sel). Sehingga diduga jamur ini adalah penicillium. Jamur Penicillium sp. merupakan salah satu jamur yang paling umum ditemukan di beragam habitat, dari tanah ke vegetasi udara, lingkungan dalam ruangan dan berbagai produk makanan. Fungsi utamanya di alam adalah dekomposisi bahan organik, di mana spesies menyebabkan busuk dahsyat sebagai pra- dan pasca panen patogen pada tanaman pangan serta menghasilkan beragam berbagai mikotoksin (Visagie, C.M. 2014). Sedangkan pada kelompok 4 genap tidak

(47)

didapatkan pertumbuhan jamur, hal ini dikarenakan sampel kerokan kulit lengan yang diambil kurang representatif.

Adapun hal-hal yang dapat mempengaruhi pemeriksaan kali ini adalah:

1. Bagian kulit yang dijadikan sampel harus memiliki ciri-ciri terinfeksi jamur agar hasil yang didapatkan valid.

2. Larutan KOH 10% yang digunakan dipastikan tanggal kadaluarsanya. 3. Alat yang digunakan baik itu objek dan cover glass yang digunakan

sebaiknya yang baru dan bersih agar hasil yang diperoleh lebih maksimal. 4. Pada proses fiksasi sampel di atas api, diperhatikan jangan sampai

menguap karena dapat merusak struktur hifa atau spora jamur yang ada pada sampel.

IX. SIMPULAN

Pada praktikum kali ini dilakukan 2 jenis diagnosis saja selain dari gejala-gejala khas penyakit jamur tersebut juga dilakukan pemeriksaan langsung dengan membuat preparat menggunakan KOH 10% 10% selanjutnya dikultur pada media PDA diinkubasi selama 7 hari kemudian diamati kembali dengan LCB. Sampel yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu sampel kerokan kulit tangan, kerokan kulit kerokan kulit kepala, kerokan kulit lengan, kerokan kulit punggung dan kerokan kuku kaki. Pada pemeriksaan sediaan langsung hanya ditemukan hifa pada sampel kerokan kulit punggung. Selanjutnya dilakukan pembiakan pada media kultur, pada sampel kerokan kulit tangan sementara pada sampel kerokan kulit punggung, kerokan kuku namun pada sampel kerokan kulit kepala dan kerokan kulit lengan terdapat pertumbuhan jamur dan adapula yang tidak tumbuh. Pada pengamatan secara makroskopis ditemukan koloni dengan warna tampak depan putih abu-abu, hitam, putih, kuning, hijau dengan pinggiran putih dan warna tampak belakang kuning kecoklatan. Topografi yang ditemukan yaitu rugose dan verugose. Tekstur yang ditemukan yaitu velvety, cottony dan powdry, terdapat garis radial dan tidak terdapat

(48)

tetesan eksudat. Pengamatan secara mikroskopis ditemukan spora, hifa aseptat, hifa septat, misellium, jamur yang diduga Rhizopus, jamur Penicillium dan jamur sporaiospora.

DAFTAR PUSTAKA

Jamal, Yuliasri. Diversitas Dan Profil Metabolit Sekunder Jamur Endofit Yang

Diisolasi Dari Tumbuhan Gambir (Uncaria Gambler) Serta Aktivitas Biologisnya Sebagai Antibakteri1 [Diversity and Secondary Metabolites Profiles of Endophytic Fungi Isolated from Gambir {Uncaria gambier) Plants and Their Biological Activities as Antibacteria. [online]. Tersedia:

http://e-journal.biologi.lipi.go.id/index.php/berita_biologi/article/download/2023/1902. [Diakses: 2 November 2016; 17.34 WITA]

Jawetz, dkk.2012.Mikrobiologi Kedokteran.Jakarta: EGC

Jirna. 2011. Ruang Lingkup Jamur (P1).pptx. Denpasar: Politeknik Kesehatan Denpasar.

Leck, Astrid. 1999). Preparation of Lactophenol Cotton Blue Slide Mounts. [online]. Tersedia: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1706009/. [Diakses: 2 November 2016; 17.24 WITA]

Nisha, Rijal. 2015. Potato Dextrose Agar (PDA): principle, composition and colony

characteristics. [online]. Tersedia:

https://microbeonline.com/potato-dextrose-agar-pda-principle-composition-colony-characteristics/. [Diakses: 2 November 2016; 16.27 WITA].

Sagar, Aryal.2015. Potato Dextrose Agar (PDA)- Principle, Uses, Composition,

(49)

http://www.microbiologyinfo.com/potato-dextrose-agar-pda-principle-uses-composition-procedure-and-colony-characteristics/. [Diakses: 1 November 2016; 16.12 WITA]

Sumarsih. 2003. Diktat Kuliah Mikrobiologi Dasar. [online] tersedia: https://sumarsih07.files.wordpress.com/2007/12/buku-ajar-mikrobiologi.pdf [Diakses: 10 Oktober 2016 ; 17:36]

Tim Praktikum Mikologi. 2016. Mikology. Denpasar: Politeknik Kesehatan Denpasar.

Universitas Sumatra Utara. 2007. Bab II Tinjauan Pustaka. [online]. Tersedia : http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/46536/4/Chapter%20II.pdf. [Diakses : 1 November 2016; 16.44 WITA]

Visagie, C.M. 2014). Identification and nomenclature of the genus Penicillium. [online]. Tersedia: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4261876/. [Diakses : 1 November 2016; 16.31 WITA].

(50)

Gambar

Gambar sampel dan tahapan pertumbuhan jamur setelah dikultur :
Gambar sampel dan tahapan pertumbuhan jamur setelah dikultur :

Referensi

Dokumen terkait

Tabel 1 Berat total tubuh buah jamur merang (gram) pada panen ke-1, panen ke- 2, dan panen ke- 3 dengan perlakuan media campuran kulit singkong dan jerami padi yang

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa mutu fifik sediaan masker gel berbahan aktif ekstrak kulit jeruk manis dengan konsentrasi gelling agent 2%

Terdapat perbedaan bermakna secara statistik kadar kolesterol HDL antar kelompok perlakuan dan dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi dosis sediaan basah kulit buah naga merah

5 Dalam penelitian ini formulasi sediaan hand sanitizer dengan menggunakan konsentrasi ekstrak kulit buah lemon mengacu pada penelitian Zawawy (2015) yaitu sebesar 2%

2) Menurut The British Pharmaceutical Codex lotion adalah sediaan cair digunakan untuk aplikasi ke kulit digunakan untuk irigasi aural, hidung, mata, mulut, atau

Hasil penelitian pada tabel 3 dan 4 serta gambar 2 dan 3 di atas menunjukkan bahwa sediaan gel ekstrak kulit batang turi ( Sesbaniae cortex ) menunjukkan diameter zona hambat

Apabila dibandingkan dengan persentase kemampuan sediaan pembanding yaitu gliserin 2% dalam mengurangi penguapan air dari kulit, maka yang mendekati dengan kemampuan

Tujuan penelitian ini menghitung angka lempeng total sediaan pembersih gigi tiruan dengan bahan aktif minyak atsiri kulit batang kayu manis 2% setelah penyimpanan selama 1 minggu,