1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Abses leher dalam adalah terkumpulnya nanah (pus) di dalam ruang potensial diantara fasia leher dalam akibat penjalaran berbagai sumber infeksi, seperti gigi, mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga dan leher tergantung ruang mana yang terlibat.Secara anatomi daerah potensial leher dalam merupakan daerah yang sangat komplek. Pengetahuan anatomi fasia dan ruang-ruang potensial leher secara baik, serta penyebab abses leher dalam secara mutlak diperlukan untuk memperkirakan perjalanan penyebaran infeksi dan penatalaksanaan yang ade kuat(Fachruddin D, 2007).
Gejala dan tanda klinis abses leher dalam tergantung ruang leher dalam yang terinfeksi dan secara umum sama dengan gejala infeksi pada umumnya yaitu, demam, nyeri, pembengkakan, dan gangguan fungsi. Nyeri tenggorokan dan demam yang disertai dengan terbatasnya gerakan membuka mulut dan leher, harus dicurigai kemungkinan disebabkan oleh abses leher dalam. Abses leher dalam dapat menjadi suatu komplikasi yang serius yang mengakibatkan obstruksi jalan napas,kelumpuhan saraf kranial, mediastinitis, dan kompresi hingga ruptur arteri karotis interna yang berakhir pada kematian (Fachruddin D,2007). Gejala klinis dari abses leher dalam pada 147 kasus didapatkan: bengkak pada leher 87%, trismus 53%, disfagia 45%, dan odinofagia 29,3%. Berdasarkan ruang yang dikenai akan menimbulkan gejala spesifik yang sesuai dengan ruang potensial yang terlibat (Abshirini H et al.,2010).
Etiologi infeksi di daerah leher dapat beraneka ragam. Infeksi tonsil (45%), infeksi gigi (43%),dan penyalahgunaan narkoba suntikan (12%) adalah penyebab paling sering abses leher dalam (Parhiscar A, HarEl G,2001).Kuman penyebab abses leher dalam biasanya terdiri dari campuran kumanaerob, anaerob maupun fakultatif anaerob. Kebanyakan kuman
2
penyebab adalah golongan Streptococcus, Staphylococcus, kuman anaerob Bacterioides atau kuman campuran(Fachruddin D,2007). Asmar dikutip Murray et al,mendapatkan kultur dari abses retrofaring 90 % mengandung kuman aerob,dan 50 % pasien ditemukan kuman anaerob (Baba Y et al.,2009).
Abses leher dalam dapat berupa abses peritonsil, abses retrofaring, abses parafaring, abses submandibula, dan angina Ludovici (Ludwig’s angina). Di departemen THT-KL Rumah Sakit dr. M. Djamil Padang selama
1 tahun terakhir (Oktober 2009 sampai September 2010) didapatkan abses leher dalam sebanyak 33 orang, abses peritonsil 11 (32%) kasus, abses submandibula 9 (26%) kasus, abses parafaring 6 (18%) kasus, abses retrofaring 4 (12%) kasus, abses mastikator 3(9%) kasus, abses pretrakeal 1 (3%) kasus.
Infeksi kepala dan leher yang mengancam jiwa ini sudah jarang terjadi sejak diperkenalkannya antibiotik dan angka kematiannya menjadi lebih rendah. Disamping itu, higiene mulut yang meningkat juga berperan dalam hal ini. Sebelum era antibiotik, 70% infeksi leher dalam berasal dari penyebaran infeksi di faring dan tonsil ke parafaring. Saat ini infeksi leher dalam lebih banyak berasal dari tonsil pada anak, dan infeksi gigi pada orang dewasa (Paparella: Volume III: Head and Neck, 1991).
Pemberian antibiotik diperlukan untuk terapi yang adekuat, disamping melakukan drainase abses secara optimal walaupun tidak ada angka estimasi yang diperoleh terhadap kejadian abses leher dalam, namun diperkirakan kejadian abses leher dalam menurun secara bermakna sejak pemakaian antibiotik (Murray A.D.MD, Marcincuk M.C.MD,2010). Pemeriksaan kultur kuman dan ujikepekaan antibiotik terhadap kuman sangat diperlukan untuk mendapatkan antibiotik yang efektif terhadap pasien. Namun, hal ini memerlukan waktu yang cukup lama, sehingga diperlukan pemberian antibiotik secara empiris.Berbagai kepustakaan melaporkan pemberian terapi antibiotik spektrum luas secara kombinasi. Kombinasi yang diberikan pun bervariasi (M.Rusli,2012).
3
Meluasnya penggunaan antibiotik tidak hanya menurunkan angkakejadian infeksi yang mengancam jiwa, tetapi juga mengubah gambaranklinis penyakit ini. Hal ini ditambah juga dengan semakin meningkatnya jumlah pasien dengan status immunosupresi berat, menjadi tantangan bagi para dokter untuk memahami gambaran klinis penyakit ini yang dapat memicu terjadinya komplikasi yang mengancam jiwa (Gadre AK,Gadre KC,2006;Fachruddin D,2007;Schreiner C et al.,2012).
Berdasarkan uraian di atas dan mengingat belum adanya data yang saya jumpai tentang gambaran kasus abses leher dalam di RSUP H. Adam Malik Medan. Oleh karena itu, penulis membuat karya tulis ilmiah dengan judul “Gambaran Kasus Abses Leher Dalam di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2012-2014”.
1.2Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dari karya tulis ilmiah ini adalah :
“Bagaimana gambaran kasus abses leher dalam di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan Tahun 2012-2014”.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
1. Mengetahui gambaran kasus abses leher dalam di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan Tahun 2012-2014.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui distribusi proporsi penderita abses leher dalam berdasarkan jenis-jenis abses leher dalam.
2. Mengetahui distribusi proporsi penderitaabses leher dalam menurut sosiodemografi antara lain : umur dan jenis kelamin. 3. Mengetahui distribusi proporsi penderita abses leher dalam
berdasarkan keluhan utama.dan tambahan.
4
4. Mengetahui distribusi proporsi penderita abses leher dalam berdasarkan riwayat penyakit
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat untuk : 1.4.1 Bagi Peneliti
1. Meningkatkan pengetahuan tentang gambaran kasus abses leher dalam di RSUP Haji Adam Malik Medan.
1.4.2 Bagi RSUP Haji Adam Malik
1. Menambah dasar ilmiah tentang gambaran kasus abses leher dalam di di RSUP Haji Adam Malik Medan.
2. Sebagai referensi terbaru dalam upaya pencegahan kejadian abses leher di RSUP Haji Adam Malik Medan.