BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kanker Rongga Mulut
2.1.1. Definisi Kanker Rongga Mulut
Kanker rongga mulut adalah keganasan yang melibatkan daerah bibir,
ginggiva, anterior lidah, dasar mulut, palatum durum, dan mukosa bukal. Kanker rongga mulut dapat melibatkan lebih dari satu regio dalam rongga mulut (Lyman
et al., 2009).
2.1.2. Epidemiologi Kanker Rongga Mulut
Kanker rongga mulut paling sering terjadi pada laki-laki dibanding dengan perempuan dengan perbandingan 1,5 : 1. Hal ini dikarenakan laki-laki lebih sering terpapar perilaku risiko tinggi kanker rongga mulut. Kemungkinan perkembangan kanker rongga mulut berhubungan dengan periode paparan faktor risiko dan peningkatan usia, ditambah lagi dengan hubungan usia dengan perubahan mutagenic dan epigenetic. Beberapa kondisi juga dapat mempengaruhi kejadian kanker rongga mulut, yaitu Li Fraumei sindrom, Plummer-Vinson sindrom, anemia Fanconi, kemoterapi, kongenital diskeratosis, xeroderma,
pigmentosum, dan diskoid lupus eritematosus (Lemmer dan Feller, 2012).
Five year survival rate pada pasien kanker rongga mulut dilaporkan sekitar 50%, pada laki-laki maupun perempuan. Stadium pasien kanker rongga mulut pada saat pertama kali didiagnosis berperan penting sebagai faktor prognosis. Kanker rongga mulut sering sekali terlambat didiagnosis akibat pasien
terlambat mencari pengobatan, pasien tidak mengerti dan peduli terhadap tanda dan gejala yang muncul, atau pasien menyangkal adanya penyakit tersebut
(Lemmer dan Feller, 2012).
2.1.3. Patogenesis Kanker Rongga Mulut
Sel tumor adalah sel tubuh yang mengalami perubahan (transformasi)
autonom, liar, tidak terkendali, dan terlepas dari koordinasi pertumbuhan normal. Transformasi sel itu terjadi karena mutasi gen yang mengatur pertumbuhan dan diferensiasi sel, yaitu proto-onkogen dan atau suppressor gene (Sukardja, 2000).
1. Proto-onkogen
Proto-onkogen adalah gen normal yang banyak berperan dalam regulasi
proliferasi sel. Mutasi membuatnya menjadi onkogen. Aktivasi proto-onkogen menjadi proto-onkogen biasanya disebabkan oleh mutasi gain of function. Setidaknya terdapat 3 mekanisme perubahan proto-onkogen menjadi onkogen, yakni :
a. Mutasi noktah, menghasilkan protein yang hiperaktif tanpa adanya peningkatan jumlah,
b. Amplifikasi gen, menghasilkan ekspresi berlebih proto-onkogen dan menghasilkan peningkatan jumlah protein tanpa meningkatkan fungsinya, dan
c. Pengaturan ulang kromosom, dua mekanisme pengaturan ulang kromosom yang mengaktifkan proto-onkogen adalah translokasi dan inversi (Rasjidi, 2013).
2. Suppressor gene
Bila proto-onkogen bertugas menyandi protein yang merangsang pertumbuhan tumor, gen supresor tumor bertugas sebagai “rem” proliferasi sel. Sebenarnya istilah ini kurang tepat, mengingat gen ini sebenarnya bukan berfungsi mencegah tumor melainkan mengatur proliferasi sel normal. Namun, oleh karena malfungsi gen ini terkait erat dengan kejadian tumor
dan diidentifikasi pertama kali melalui penelitian terhadap tumor, gen ini kemudian dinamakan gen supresor tumor (Rasjidi, 2013).
Empat tahapan tersebut adalah :
a. Inisiasi, kerusakan genetik yang irreversibel,
b. Promosi, terjadi ekspansi klonal sel yang terinisiasi secara selektif, menghasilkan lebih banyak sel yang berisiko mengalami perubahan genetik dan menjadi ganas,
c. Konversi keganasan, perubahan genetik lebih lanjut mencetuskan
transformasi sel pra-neoplastik menjadi sel berfenotip ganas,
d. Progresi tumor, ekspresi fenotip keganasan yang ditandai dengan ketidakstabilan genom dan pertumbuhan sel yang tidak terkendali (Rasjidi, 2013).
Pada suatu studi dilaporkan bahwa kebiasaan menguyah tembakau menyebabkan perubahan gen pada bcl-2, bax, dan p53. Pada studi tersebut disebutkan bahwa perubahan gen tersebut menjadi dasar terjadinya kanker rongga mulut (Teni et al., 2002). Selain itu, pembentukan ROS akibat dari kebiasaan mengunyah sirih juga dilaporkan menyebabkan terjadinya CYP26A1 dan CYP26B1 polymorphism sehingga mengakibatkan peningkatan risiko terjadinya kanker rongga mulut (Wu et al., 2014 ; Chen et al., 2014).
2.1.4. Faktor Risiko Kanker Rongga Mulut 2.1.4.1. Merokok
Merokok merupakan salah satu kebiasaan yang sangat berkembang dimasyarakat. Kebiasaan merokok saat ini sudah menyebar diberbagai kelompok umur. Beberapa studi yang dilakukan di Indonesia melaporkan bahwa merokok merupakan salah satu faktor risiko terjadinya kanker rongga mulut. Menurut
penelitiaan yang menggunakan sample dari data individu Riset Kesahatan Dasar Indonesia 2007, dilaporkan bahwa perokok mempunyai risiko 1,6 kali menderita
kanker rongga mulut dibanding yang tidak merokok (Loyha et al., 2012 ; Sirait, 2013 ; Amtha et al., 2014)
Perbedaan jenis, jumlah, dan durasi merokok juga ikut berperan dalam peningkatan risiko terjadinya kanker rongga mulut. Semakin besar dan lama durasi merokok maka semakin tinggilah risiko terjadinya kanker rongga mulut (Loyha et al., 2012 ; Amtha et al., 2014)
2.1.4.2. Alkohol
Alkohol merupakan salah satu dari faktor risiko mayor kanker rongga mulut. Dibeberapa penelitian disebutkan bahwa ada hubungan alkohol dengan kejadian kanker rongga mulut. Konsumsi alkohol dilaporkan dapat berisiko 2,1 kali menderita kanker rongga mulut dan terdapat hubungan antara frekuensi mengonsumsi alkohol dengan peningkatan risiko terjadinya kanker rongga mulut (Loyha et al., 2012).
2.1.4.3. Menyirih
Menyirih merupakan kebiasaan yang berkembang dan diterima dimasyarakat. Kebiasaan menyirih merupakan salah satu budaya dikalangan masyarakat Indonesia. Dalam penelitian yang dilakukan di Indonesia dilaporkan bahwa menyirih berisiko 4,19 kali menderita kanker rongga mulut dibanding yang tidak menyirih (Amtha et al., 2014).
Frekuensi, lama, dan komposisi menyirih juga berperan dalam peningkatan kanker rongga mulut. Semakin tinggi frekuensi seseorang menyirih dalam sehari, maka semakin tinggi risiko terjadinya kanker rongga mulut (Loyha
et al., 2012).
Dalam penelitian meta analisis dengan menggunakan 84 artikel yang
2.1.4.4. Infeksi Virus
Salah satu faktor risiko dari kejadian kanker rongga mulut adalah infeksi virus. Virus yang paling sering ditemukan adalah virus HPV. Infeksi virus HPV biasanya menyebabkan kanker di daerah genital seperti penis, serviks, vulva, vagina dan anus. Transmisi dari HPV dapat terjadi melalui kontak kulit-ke-kulit dan juga melalui aktivitas sexual. Peningkatan angka kejadian kanker rongga
mulut yang disebabkan oleh infeksi HPV dipengaruhi oleh meningkatnya aktivitas seks oraldimasyarakat. Dilaporkan bahwa laki-laki lebih sering menderita kanker rongga mulut dengan infeksi HPV dibanding dengan perempuan (American Cancer Society, 2015).
2.1.4.5. Kebersihan Mulut
Menurut penelitian dilaporkan bahwa terdapat hubungan kebersihan mulut dengan kejadian kanker rongga mulut. Pada sebuah penelitian disebutkan bahwa kebersihan mulut yang jelek berisiko 2,3 kali menderita kanker rongga mulut, dalam penelitian tersebut yang dikategorikan kebersihan mulut jelek adalah tidak melakukan gosok gigi dan membersihkan mulut setiap hari (Sirait, 2013).
2.1.4.6. Paparan Sinar UV
Iritasi sinar matahari akibat dari paparan sinar UV dapat menyebabkan kanker bibir pada orang-orang yang bekerja dilapangan dalam waktu yang lama (American Cancer Society, 2015).
2.1.5. Tanda-tanda Kanker Rongga Mulut
Menurut CDC, ada beberapa tanda bahaya yang dapat dicurigai sebagai kanker rongga mulut, yaitu :
1. Adanya ulkus yang nyeri yang tidak dapat sembuh selama 2 minggu
2. Plak putih atau plak kemerahan pada ginggiva, lidah, tonsil, atau mukosa mulut
5. Sulit mengunyah dan menelan 6. Sulit menggerakkan lidah
7. Mati rasa pada daerah lidah dan mulut 8. Perubahan suara
9. Ada bejolan atau massa di leher 10. Berat badan menurun
2.2. Frekuensi Menyirih
2.2.1. Definisi Frekuensi Menyirih
Istilah sirih dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah betel quid atau dalam bahasa lain dikenal dengan istilah pan atau paan. Komposisi sirih umumnya adalah daun sirih, buah pinang, kapur sirih, dan terkadang dicampur dengan tembakau. Selain itu, ada juga yang menambahkan bahan lain sesuai dengan daerah masing-masing. Di Indonesia biasa ditambahkan gambir sebagai bahan tambahan komposisi sirih (IARC, 2004).
Frekuensi menyirih diartikan sebagai intensitas seseorang mengonsumsi sirih dalam satu hari. Dalam sebuah studi yang dilakukan di Guam dilaporkan bahwa terdapat beberapa alasan orang untuk menyirih yaitu, menyukai rasa dari sirih tersebut, menyukai kebiasaan mengunyah sesuatu didalam mulut, faktor sosial, dan adanya efek relaksasi dan energi yang diberikan saat penggunaan sirih yang dianggap dapat membantu dalam membuat keputusan. Alasan-alasan tersebut dapat mempengaruhi tingkat konsumsi sirih dalam sehari (Little et al., 2014).
2.2.2. Komposisi 2.2.2.1. Daun Sirih
chavicol. Dilaporkan juga terdapat vitamin C (1,9 mg/g) dan karoten (80,5 mg/g) dalam daun sirih (IARC, 2004).
Gambar 2.1. Daun Sirih
2.2.2.2. Buah Pinang
Nama latin dari buah pinang adalah Areca catechu. Buah pinang dapat dikonsumsi secara langsung atau dikeringkan terlebih dahulu dengan cara dijemur
atau dipanggang. Pengolahan yang berbeda menghasilkan perbedaan konsentrasi dari kandungan buah pinang tersebut. Kandungan dari buah pinang adalah karbohidrat, lemak, protein, polifenol, alkaloid, dan mineral. Variasi konsentarasi dari zat yang terkandung bisa terjadi tergantung letak geografis penanaman, dan tingkat kematangan buah pinang saat dikonsumsi (IARC, 2004).
Konsentrasi polifenol (flavonol, tannin) sangat tergantung dari lokasi penanaman dan tingkat kematangan buahnya. Kandungan tannin terbanyak terdapat pada buah pinang yang tidak matang dan menurun seiring kematangan buah tersebut (IARC, 2004).
Buah pinang setidaknya mengandung enam jenis alkaloid, yang empat diantaranya adalah arecoline, arecaidine, guvacine, dan guvacoline. Arecoline
merupakan alkaloid utama yang terkandung dalam buah pinang. Konsentrasi
Mineral yang terkandung dalam buah pinang adalah natrium, magnesium, kalsium klorida, vanadium, mangan, tembaga, dan brom. Buah pinang juga mengandung areca-nut-derived nitrosamines yang bersifat karsinogenik (IARC, 2004).
Kandungan dari buah pinang dapat merangsang ekspresi COX-2 dan produksi PGE2 dan PGE2α yang berperan dalam proses terjadinya keganasan pada
rongga mulut (Chang, 2014).
Gambar 2.2. Buah Pinang
2.2.2.3. Kapur Sirih
Kapur sirih atau kalsium hidroksida merupakan salah satu komposisi dari sirih yang berasal dari pemanasan cangkang kerang laut atau karang, hasil debu dari cangkang atau karang laut tersebut ditambahkan air dan dioleskan pada daun sirih (IARC, 2004).
2.2.2.4. Tembakau
Tembakau sering ditambahkan sebagai komposisi sirih. Tembakau mengandung beberapa zat yang bersifat karsinogenik yaitu Tobacco-Spesific
Nitrosamines (TNAs) yang terdiri dari : N-nitrosonornicotine (NNN), 4-(N-methyl-N-nitrosamino)-1-(3-pyridyl)-1-butanone (NNK), dan N-nitrosoanabasine (NAB). Di India tembakau hanya dijemur sebelum dikonsumsi. Jenis tembakau
yang sering digunakan adalah Nicotiana rustica dan Nicotiana tabacum (IARC, 2004).
Gambar 2.4. Tembakau
2.2.3. Cara Pengolahan
Cara pengolahan sirih berbeda-beda setiap daerah, berikut ini cara pengolahan sirih yang biasa digunakan :
1. Hanya menguyah buah pinang saja, tidak dicampur dengan daun sirih, kapur sirih dan tembakau
2. Mengunyah tembakau tanpa buah pinang
3. Mengunyah buah pinang, daun sirih, kapur sirih, dan bahanan tambahan sesuai daerah masing-masing tanpa tembakau
2.2.4. Dampak Merugikan dari Menyirih Terhadap Kanker Rongga Mulut
Bahan-bahan yang digunakan dalam menyirih mengandung banyak zat kimia. Zat kimia tersebut sebagian besar bersifat karsinogenik. Tembakau mengandung beberapa zat Tobacco-Spesific Nitrosamines (TNAs) yang bersifat karsinogenik yaitu, N-nitrosonornicotine (NNN),
4-(N-methyl-N-nitrosamino)-1-(3-pyridyl)-1-butanone (NNK), dan N-nitrosoanabasine (NAB) sedangkan, buah pinang mengandung zat karsinogenik Areca-Nut Nitrosamine yaitu, 3-(methyl-N-nitrosamino) propionitrile (MNPN). Zat-zat ini dapat dideteksi melalui saliva orang yang menyirih. TSNAs mempengaruhi pengaktivan metabolisme sitokrom P450 dan aktivitas enzim-enzim. Selain itu, Tobacco-Spesific Nitrosamines NNN dan NNK dapat memicu terjadinya kesalahan kode DNA yang dapat menyebabkan dimulainya proses tumorgenesis di rongga mulut. Sedangkan
Areca-Nut Nitrosamines MNPN dapat menyebabkan mutasi gen p53 yaitu transisi G – A (Nair et al., 2004).
Pengaruh polifenol yang dihasilkan oleh buah pinang juga dapat memicu terbentuknya tumor pada rongga mulut. Polifenol tersebut dapat mengoksidasi basa DNA, sehingga memicu terjadinya transversi G – T yang dapat memicu terjadinya pembentukan tumor. Selain itu, yang dapat mempengaruhi kanker rongga mulut adalah aktivitas dari ROS. Aktivitas ROS dapat merusak jaringan. ROS tersebut berasal dari kandungan buah pinang dan kapur sirih (Nair
et al., 2004).
Dilaporkan bahwa mengunyah buah pinang dapat menyebabkan trauma lokal dan kerusakan mukosa disebabkan oleh karena sifat abrasinya. Kerusakan
ini jika terus menerus terjadi dapat menyebabkan terganggunya homeostasis kolagen sehingga menyebabkan crosslink dan mempercepat terbentuknya Oral
Dalam buah pinang terkadung arecoline. Salah satu efek dari arecoline
adalah deplesi dari antioksidan glutation dan penurunan aktivitas glutation S-tranferase. Kedua mekanisme ini menyebabkan timbulnya proses karsinogenesis. Deplesi dari glutation dapat menyebabkan terbentuknya lebih banyak oksidatif stres yang menyebabkan kerusakan DNA dan memicu sinyal terjadinya proses karsinogenesis. Glutation S-transferase merupakan enzim yang berfungsi untuk
mendetoksikasi ROS, sehingga penurunan enzim tersebut menyebabkan terjadinya peningkatan ROS (Nair et al., 2004).
Ekstrak buah pinang juga dapat menginduksi terjadinya kerusakan DNA dan merangsang terjadinya diferensiasi pada epitel bukal yang diindikasikan dengan peningkatan ekspresi involucrin. (Chang et al,. 2014).
Aktivitas COX-2, PGE2, dan PGE2α juga berperan dalam patogenesis kanker rongga mulut. PGE2 dan PGE2α berperan dalam proses karsinogenesis dengan mempertahankan proses hiperplasia, angiogenesis, penekanan sistem imun, dan metastasis tumor. Dalam sebuah penelitian dilaporkan bahwa terdapat keterlibatan Src dan Ras dalam ekspresi dan produksi dari COX-2 dan PGE2. Src dan Ras berperan dalam mengatur pelekatan sel,
invasi, proliferasi, dan angiogenesis yang dapat mempengaruhi perkembangan tumor (Chang et al,. 2014).
1. Trauma lokal dan kerusakan yang disebabkan oleh buah pinang/tembakau/kapur sirih 2. Kerusakan DNA oleh ROS/TSNA/ASNA
3. Proliferasi sel 4. Mutasi
Faktor Penyebab :
Buah Pinang,gambir dan kapur sirih: ROS, efek abrasi
Buah Pinang : Stres oksidatif karena deplesi GSH, areocoline, ASNA.
Gambar 2.6. Dampak Merugikan dari Menyirih Terhadap Kanker Rongga Mulut
2.3. Hubungan Frekuensi Menyirih dan Kanker Rongga Mulut
Studi lain juga melaporkan terdapat perbedaan tingkat frekuensi menyirih dengan kejadian kanker rongga mulut. Pada suatu studi dilaporkan bahwa menyirih 1-3 berisiko 2 kali menderita kanker rongga mulut, 4-5 kali berisiko 6 kali mnederita kanker rongga mulut, dan menyirih >5 kali dalam sehari berisiko 11 kali menderita kanker rongga mulut. Hal ini menunjukkan bahwa ada pengaruh peningkatan dosis pemakaian terhadap kejadian kanker rongga mulut (Dikshit &