• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Yuridis Perbanyakan Potret Tanp

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Tinjauan Yuridis Perbanyakan Potret Tanp"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

UNIVERSITAS INDONESIA

TINJAUAN YURIDIS PERBANYAKAN POTRET TANPA SEIZIN

PIHAK YANG DIPOTRET

KANINA CAKRESWARA

NIP 1306341184

FAKULTAS HUKUM

(2)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Hingga pada saat era digital ini, masyarakat masih belum mengetahui dengan baik bahwa pada sebuah karya potret terdapat unsur-unsur perlindungan hak cipta yang tidak hanya melindungi fotografer sebagai pemegang hak cipta namun juga melindungi objek potret itu sendiri.

Potret merupakan salah satu seni fotografi yang menampilkan objek manusia baik secara individual maupun kelompok, yang menonjolkan unsur kepribadian objek foto tersebut. Sebuah foto potret akan menampilkan orang dalam bentuk seluruh badan, atau separuh badan (pinggang ke kepala), atau close up yaitu wajah dan bahu saja atau bahkan kepala saja.1 Pada foto potret, background bisa dimunculkan dan dapat pula tidak dimunculkan.2 Dengan demikian maka dapat diketahui bahwa sebuah potret merupakan salah satu karya cipta yang berbentuk foto namun karya cipta potret ini sendiri mempunyai ciri-ciri yang lebih khusus dimana di dalam sebuah potret, objek yang terdapat di dalamnya merupakan seorang manusia. Sedangkan pada karya foto yang lain objek foto yang diambil dapat berupa benda-benda lain selain manusia seperti bangunan, kendaraan, pemandangan alam, dan lain-lain. Oleh karena itu dapat diketahui bahwa dalam sebuah potret terdapat pihak-pihak terkait pembuatan potret tersebut. Pihak-pihak tersebut yaitu:

1. Pihak yang dipotret atau objek potret, dalam hal ini adalah seorang individu manusia

2. Pihak yang melakukan pemotretan, dalam hal ini mungkin saja pihak yang sudah professional di bidangnya ataupun masih amatir

Foto potret merupakan cabang fotografi, disamping foto human interest, landscape, dan

still life. Potret atau portrait berasal dari bahasa Latin potrahere, yang berarti “mengekspresikan ke luar”. Esensi potret adalah menangkap karakter asli yang sejujur-jujurnya dari objek secara kuat. Ekspresi yang mengemuka di dalam potret adalah sesuatu yang mengalir dari objek, kemudian ditangkap kamera. Potret memang sering dikaitkan dengan pemotretan wajah orang secara close up, setengah badan, atau tiga per empat badan seperti pas foto KTP. Ciri khusunya

1 Teknik Foto Potret,

2 The Royal Photographic Society, “About Portrait Photography,”

(3)

potret tidak hanya menampilkan ciri fisik objek secara datar, kaku atau kadang berekspresi tegang. Selain menampilkan ciri fisik, potret juga harus menampilkan ekspresi wajah.3

Potret bisa menampilkan berbagai objek. Objek potret yang ditampilkan dapat berupa pria atau wanita renta, selebriti atau tokoh ternama, pemuda ganteng, gadis ayu, anak-anak lucu dan orang orang biasa dari berbagai lapisan masyarakat. Sedangkan bila dilihat dari pengambilan sebuah karya cipta potret, terdapat dua jenis potret yaitu:

1. Potret yang dibuat atas sepengetahuan objek yang dipotret

2. Potret yang dibuat atau diambil tanpa sepengetahuan objek yang dipotret

Terkait dengan dua jenis foto tersebut diatas, maka timbul permasalahan ketika sebuah potret yang telah menjadi sebuah karya cipta seseorang akan dilakukan pengumuman dan/atau perbanyakannya. Tingginya tingkat kemajuan teknologi saat ini, khususnya dalam teknologi fotografi yang pada saat ini berada dalam rezim digital sangat memudahkan pencipta, dalam hal ini fotografer profesional maupun amatir untuk melakukan perbanyakan dan pengumuman atas ciptaannya. Dengan menggunakan teknologi digital, pemotret tidak perlu mencetak hasil karyanya terlebih dahulu dengan biaya besar untuk mempublikasikan foto tersebut. Akibat dari hal ini ialah publikasi sebuah foto, dalam hal ini potret, menjadi sangat mudah terutama melalui media internet.

Pada saat ini kita banyak menjumpai karya cipta fotografi, khususnya potret dimana-mana serta dalam medium yang beragam. Kita dapat menemui karya cipta potret antara lain di koran, majalah, flyer atau selebaran, papan iklan atau billboard, serta di berbagai halaman di internet. Akan tetapi banyaknya potret-potret yang disebarkan terkadang tidak memperhatikan adanya unsur-unsur perlindungan hak cipta di dalamnya. Unsur perlindungan yang dimaksud adalah unsur kepentingan yang wajar yang terdapat dalam Pasal 20 Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Unsur kepentingan yang wajar yang dimaksud dibagi menjadi dua macam yaitu:

1. Unsur kepentingan yang berkaitan dengan hak moral, dalam hal ini unsur privasi dan unsur penghinaan

2. Unsur kepentingan yang berkaitan dengan komersialisasi, dalam hal ini ialah hak ekonomi atau royalti

Belum adanya pemahaman yang baik mengenai adanya unsur hak cipta dalam potret menimbulkan maraknya pelanggaran hak cipta terkait potret baik di dalam dan luar negeri, baik dilakukan sebelum era digital dan setelah era digital. Selanjutnya meskipun telah ada

3 Atok Sugiarto, Memotret Anak-Anak: Buku Pegang Fotografi Manual/Digital, (Jakarta:

(4)

pemahaman mengenai hak cipta dalam sebuah potret, hal ini tidak dibarengi dengan pemahaman bahwa hak yang terkandung dalam sebuah potret ada dua yaitu hak cipta yang dimiliki oleh pencipta foto dan hak yang dimiliki oleh orang yang difoto.

Kasus yang terjadi pun beragam mulai dari kasus potret selebriti yang terkait dengan hak privasi pihak yang dipotret sampai dengan pelanggaran hak materiil atau ekonomi pihak yang dipotret. Pada kasus potret selebriti yang terkait dengan hak privasi pihak yang dipotret, terkadang terdapat penyebaran potret selebriti yang sedang berada di tempat-tempat privasi seperti di tempat ganti baju dan tempat-tempat privasi lainnya seperti pada kasus Kate Middleton yang difoto pada saat sedang berlibur di Prancis.4 Selain penyebaran foto selebriti yang melanggar privasi, terdapat juga penyebaran foto yang merugikan nama baik pihak yang dipotret seperti penyebaran potret artis Zaskia Mecca yang sedang merokok. Hal ini membuat image Zaskia yang merupakan ikon artis muda berjilbab dan alim menjadi rusak dan tercemar.5 Dengan kata lain unsur kepentingan berupa hak immaterial terkait hak privasi yang dimiliki Zaskia Mecca telah dilanggar. Atas dasar itulah pihak artis yang merasa dengan adanya penyebaran potret-potret atas dirinya menyebabkan kepentingannya dilanggar, dapat mengajukan gugatan ke pengadilan dengan dasar perlindungan atas cipta.

Selain kasus-kasus penyebaran foto yang terkait masalah pelanggaran hak cipta terutama dalam hal privasi yang terdapat dalam unsur kepentingan pihak yang dipotret, ada pula kasus potret yang terkait dengan pelanggaran hak cipta berupa hak materiil atau ekonomi yang terdapat dalam unsur kepentingan pihak yang dipotret. Adapun kasus terkait hal ini yaitu kasus potret mantan pramugari Sriwijaya Air, Ferorica, yang menuntut PT Sriwijaya Airlines agar membayarkan royalti atas penyebaran potret-potret dirinya untuk tujuan promosi maskapai penerbangan Sriwijaya Air.6 Penuntutan atas pembayaran royalti muncul akibat adanya potret-potret penuntut yang disebarkan dalam media promosi seperti standing banner, frequent flyer,

time table, kalender, serta majalah penerbangan Sriwijaya Air Inflight magazine, dan majalah Inflight Shop. Potret-potret Ferorica tersebut diambil pada sesi pemotretan ketika penuntut masih

4 Jawa Pos National Network, “Penyebar Foto Topless Kate Middleton Diselidiki,”

http://berita.plasa.msn.com/internasional/jpnn/penyebar-foto-topless-kate-middleton-diselidiki, diunduh pada 10 Oktober 2013 pukul 16.00

5 Fajar Anugrah, “Zaskia Mecca: Aku Khilaf,”

http://hot.detik.com/read/2008/07/15/075356/971910/230/zaskia-mecca-aku-khilaf, diunduh pada 14 Desember 2013 pukul 14.00

6 Mon, “Hati-Hati Bidikan Kamera Langgar Hak Cipta,”

(5)

bekerja di maskapai Sriwijaya Air. Adapun kasus lain yaitu pada saat foto-foto Ratna Sari Dewi dimunculkan dalam majalah What’s On tanpa persetujuan dari yang bersangkutan.7 Dari kasus-kasus diatas dapat diketahui bahwa sengketa terkait perbanyakan potret tanpa izin pihak yang dipotret terjadi ketika ada perselisihan antara fotografer sebagai pemegang hak cipta dan pihak yang difoto atau objek foto.

Maraknya kasus pelanggaran hak cipta atas karya potret tersebut diatas melatarbelakangi penulis untuk menyusun karya berjudul “Tinjauan Yuridis Perbanyakan Potret Tanpa Seizin Pihak yang Dipotret” ini.

1.2. Pokok Permasalahan

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka pokok permasalahan yang akan dibahas dalam tulisan ini yang berjudul Tinjauan Yuridis Perbanyakan Potret Tanpa Seizin Pihak yang Dipotret adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana hubungan antara hak cipta atas potret dan orang yang dipotret menurut Undang-Undang Hak Cipta?

2. Perbuatan apa yang dapat dikategorikan sebagai publikasi foto tanpa izin pencipta ditinjau dari Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian dari penelitian yang berjudul Tinjauan Yuridis Perbanyakan Potret Tanpa Seizin Pihak yang Dipotret ini yaitu:

1. Memberikan gambaran kepada seluruh masyarakat terutama pihak yang dipotret mengenai konsep perlindungan yang terbentuk dari adanya hubungan antara hak cipta atas potret dengan pihak yang dipotret

2. Memberikan deskripsi mengenai apa saja perbuatan yang melanggar hak cipta terkait perbanyakan potret tanpa izin dari pihak yang dipotret.

1.4. Telaah Pustaka

Penelitian ini menggunakan beberapa literatur. Literatur tersebut antara lain sebagai berikut:

a. Judul Buku : Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar Pengarang : Tim Lindsey, dkk.

Kota Terbit : Bandung Penerbit : PT Alumni Tahun Terbit : 2011 Halaman : 402

7 Muninggar Sri Saraswati, “Magazine Chief Editor Jailed for Copyright Violation,”

(6)

Buku karya Prof. Tim Lindsey, dkk. ini membahas tentang berbagai macam jenis hak kekayaan intelektual. Topik-topik yang dibahas dalam buku ini antara lain tinjauan singkat tentang hak kekayaan intelektual, Indonesia dan pengaturan internasional hak kekayaan intelektual, hak kekayaan intelektual dan negara-negara berkembang, hak cipta, merek, perlindungan hak kekayaan intelektual di jaringan internet, paten dan rekayasa genetika, perkembangan undang-undang paten Indonesia (1989-2002), desain industry, desain tata letak sirkuit terpadu dan perlindungan varietas tanaman, informasi rahasia dan rahasia dagang, perlindungan pengetahuan tradisional, hukum anti monopoli dan hak kekayaan intelektual, penegakan hak kekayaan intelektual di Indonesia, serta lisensi dan waralaba.

b. Judul Buku : Hukum Hak Cipta Pengarang : Eddy Damian Kota Terbit : Bandung Penerbit : PT Alumni Tahun Terbit : 2005 Halaman : 428

Eddy Damian dalam bukunya yang berjudul Hukum Hak Cipta ini membahas mengenai beberapa aspek dalam hukum hak cipta baik di dalam maupun luar negeri. Topik-topik yang dibahas antara lain norma-norma pengaturan internasional hak cipta, prinsip-prinsip dasar dan pokok-pokok persoalan hak cipta serta sejarah pengaturannya sebelum dan sesudah Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta, serta pembaharuan dan penegakan hukum hak cipta menurut Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta.

c. Judul Buku : Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual Pengarang : H. OK. Saidin

Kota Terbit : Jakarta

Penerbit : PT Raja Grafindo Persada Tahun Terbit : 2013

Halaman : 644

(7)

1.5. Kerangka Konseptual

Suatu definisi operasional diperlukan untuk menghindarkan perbedaan penafsiran antara istilah-istilah yang sering digunakan dalam skripsi ini. Berikut ini adalah definisi operasional dari istilah-istilah tersebut:

1. Potret adalah gambar dari wajah orang yang digambarkan, baik bersama bagian tubuh lainnya ataupun tidak, yang diciptakan dengan cara dan alat apa pun.8 2. Fotografi adalah proses penghasilan gambar dengan cahaya pada film atau

permukaan yang dipekakan.9 Atau berasal dari istilah photo = cahaya dan graphy = rekaman. Sebagai istilah umum, fotografi berarti metode atau proses untuk menghasilkan gambar atau foto dari suatu objek dengan merekam pantulan cahaya yang mengenai objek tersebut pada media yang peka cahaya melakui sebuah alat yang biasa disebut sebagai kamera.

3. Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.10

4. Pencipta: seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya melahirkan suatu Ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang dituangkan ke dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi.11

5. Ciptaan: hasil setiap karya Pencipta yang menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni, atau sastra.12

6. Pemegang Hak Cipta: Pencipta sebagai Pemilik Hak Cipta, atau pihak yang menerima hak tersebut dari Pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak.13

7. Pengumuman: pembacaan, penyiaran, pameran, penjualan, pengedaran, atau penyebaran suatu Ciptaan dengan menggunakan alat apa pun, termasuk media

8 Pasal 1 butir 7 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta

9 Pusat Bahasa Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cet. 3, (Jakarta: Balai

Pustaka, 2002), hal 321.

10 Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta

11 Pasal 1 butir 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta

12 Pasal 1 butir 3 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta

(8)

internet, atau melakukan dengan cara apa pun sehingga suatu Ciptaan dapat dibaca, didengar, atau dilihat orang lain.14

8. Perbanyakan: penambahan jumlah sesuatu Ciptaan, baik secara keseluruhan maupun bagian yang sangat substansial dengan menggunakan bahan-bahan yang sama ataupun tidak sama, termasuk mengalihwujudkan secara permanen atau temporer.15

1.6. Metode Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian yang berbentuk yuridis-normatif, di mana penelitian ini mengacu pada norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan. Peraturan perundang-undangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Menurut Ronald Dworkin sebagaimana dikutip Bismar Nasution, penelitian normatif ini disebut juga dengan penelitian doktrinal (doctrinal research), yaitu suatu penelitian yang menganalisis baik hukum sebagai law as it written in the book, maupun sebagai

law as it decided by judge through judicial process.16

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kepustakaan yang ditujukan untuk mengumpulkan dan melengkapi bahan yang dapat memperkaya sumber penelitian. Data yang dikumpulkan berupa data sekunder, yaitu data yang telah dalam keadaan siap pakai, bentuk dan isinya telah disusun penulis terdahulu dan dapat diperoleh tanpa terikat waktu dan tempat.17 Data sekunder yang akan digunakan berupa bahan pustaka hukum, yang terdiri dari:

1. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum berupa norma dasar, peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan dan norma hukum yang ada.18 Dalam penelitian ini, bahan hukum primer yang digunakan adalah Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.

2. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan informasi atau hal-hal yang berkaitan dengan isi sumber primer serta implementasinya19. Bahan hukum sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah buku-buku yang membahas

14 Pasal 1 butir 5 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta

15 Pasal 1 butir 6 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta

16 Bismar Nasution, Metode Penelitian Hukum Normatif dan Perbandingan Hukum dan Hasil Penulisan pada Majalah Akreditasi, (Medan: Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2002), hal 2.

17 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan

Singkat,cet. 6 (Jakarta: PT. RajaGrafindo, 2001), hal 37. 18 Ibid., hal 30.

(9)

tentang mengenai hak kekayaan intelektual pada umumnya dan hak cipta pada khususnya.

3. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder.20 Dalam penelitian ini, bahan hukum tersier yang digunakan adalah berbagai kamus Bahasa Indonesia dan kamus Bahasa Inggris.

Mengingat penelitian ini memusatkan perhatian pada data sekunder, maka alat pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah studi dokumen, yaitu mempelajari sumber-sumber tertulis yang ada. Cara yang dapat digunakan dalam melakukan studi dokumen terkait dengan penelitian ini adalah dengan menganalisa dokumen dengan cara mengindentifikasi secara sistematik maksud dari dokumen tersebut.21

1.7. Sistematika Penulisan

Penulisan ini akan disusun sebagai suatu karya ilmiah yang direncanakan terbagi dalam 4 bab, yaitu:

Bab 1 Pendahuluan yang berisi tentang latar belakang permasalahan yang membuat penulis tertarik untuk mengangkat masalah tersebut menjadi sebuah karya tulis. Pendahuluan tersebut terdiri dari latar belakang, pokok permasalahan, tujuan penelitian, sistematika penulisan, metode penelitian, kegunaan teoritis dan praktis, dan kerangka operasional.

Bab 2 Tinjauan Teoritis Terhadap Potret berisi tentang uraian mengenai fotografi pada umumnya dan potret pada khusunya. Pada bab ini dibahas mengenai definisi fotografi, sejarah fotografi, jenis-jenis fotografi, definisi potret, peran pihak yang dipotret, peran pemotret, tinjauan umum terhadap hak kekayaan intelektual, sejarah pengaturan hak kekayaan intelektual di Indonesia, definisi hak cipta, hak-hak yang terkandung dalam hak cipta, perlidungan hak cipta terhadap potret.

Bab 3 berisi tentang kasus-kasus terkait dan analisa dari masing-masing kasus tersebut. Adapun kasus-kasus yang digunakan adalah kasus penyebarluasan foto mantan pramugari Sriwijaya Air oleh PT Sriwijaya Air, kasus foto topless Kate Middleton, serta Kasus Foto Ratna Sari Dewi di Majalah What’s On.

Bab 4 berisi kesimpulan dan saran yang diperoleh dari penelitian mengenai perbanyakan potret tanpa persetujuan pihak yang dipotret.

20 Ibid.

(10)

BAB II

TINJAUAN TEORITIS TERHADAP POTRET

2.1. Fotografi

2.1.1. Definisi Fotografi

Secara etimologis, fotografi (photography) berasal dari dua kata yaitu photo yang berarti cahaya dan graph yang berarti tulisan atau lukisan. Berdasarkan definisi dari kamus Merriam-Webster versi online, fotografi adalah “the art or process of producing images by the action of radiant energy and especially light on a sensitive surface (as film or an optical sensor)”.22 Pengertian ini dalam bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai suatu seni atau proses menghasilkan gambar melalui energi radias dan terutama cahaya pada permukaan yang sensitif (misalnya film atau sensor optik). John M. Echols dan Hassan Shadily mendefinisikan photograph sebagai foto atau gambar.23 Selanjutnya Douglas Arthur Spencer mengartikan fotografi sebagai “the art, science, and practice of creating durable images by recording light or other electromagnetic radiation, either chemically by means of a light-sensitive material such as photographic film, or electronically by means of an image sensor”24 yang dalam bahasa Indonesia berarti seni, ilmu pengetahuan, dan praktek menciptakan gambar tahan lama dengan merekam cahaya atau radiasi elektromagnetik lainnya, baik secara kimiawi melalui bahan yang sensitif pada cahaya seperti film foto, ataupun elektronis melalui sensor gambar.

Dalam seni rupa, fotografi adalah proses melukis atau menulis dengan menggunakan media cahaya. Sebagai istilah umum, fotografi berarti proses atau metode untuk menghasilkan gambar atau foto dari suatu objek dengan merekam pantulan cahaya yang mengenai objek tersebut pada media yang peka cahaya. Alat yang paling populer untuk menangkap cahaya ini adalah kamera.

Prinsip fotografi adalah memfokuskan cahaya dengan bantuan pembiasan sehingga mampu membakar medium penangkapan cahaya. Secara filosofis, fotografi juga mempunyai banyak defenisi maupun pengertian, entah dipandang secara objektif maupun subjektif.25 Gambar positif (fotografi) dibuat di atas kertas peka cahaya.Film

22 Merriam-Webster, “Photography,”

http://www.merriam-webster.com/dictionary/photography, diunduh pada 3 Januari 2013.

23 John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: PT

Gramedia, 2005), hal. 428.

24 Douglas Arthur Spencer, The Focal Dictionary of Photographic Technologies, (New

Jersey: Prentice Hall, 1973), hal 454.

25 Rangga Aditiawan dan Ferren Bianca, Belajar Fotografi Untuk Hobi Dan Bisnis,

(11)

yang telah dicuci tadi dipasang di atasnya kemudian disinari. Bagian negatif yang terang akan meneruskan sinar dan menyebabkan hitam di kertas sesuai dengan bayangan bendanya.

Pada dasarnya tujuan dan hakekat fotografi adalah komunikasi. Suatu karya fotografi dapat disebut memiliki nilai komunikasi ketika dalam penampilan subjeknya digunakan sebagai medium penyampaian pesan atau merupakan ide yang terekspresikan kepada pemirsanya sehingga terjalin suatu kontak pemahaman makna. Dalam hal ini karya foto tersebut juga dapat dikatakan sebagai medium yang memiliki nilai guna fungsional dan sekaligus sebagai instrumen karena dijadikan alat dalam proses komunikasi penyampaian pesan/ide si pencipta karya foto.26

Karya fotografi di samping kediriannya yang mandiri juga dimanfaatkan untuk memenuhi suatu fungsi tertentu. Apabila sebuah karya fotografi yang dirancang dengan konsep tertentu dengan memilih objek serta diproses dan dihadirkan bagi kepentingan si pemotret sebagai luapan ekspresi artistik dirinya, maka karya tersebut bisa menjadi sebuah karya fotografi ekspresi. Karya fotografi yang diciptakannya lebih merupakan karya seni murni fotografi (fine art photography) karena bentuk penampilannya yang menitikberatkan pada nilai ekspresi-estetis seni itu sendiri. Karya fotografi juga dapat dimaknakan memiliki nilai sosial karena difungsikan sebagai medium yang melengkapi suatu kegunaan tertentu dalam bentuk pengesahan jati diri seseorang dalam suatu pranata kemasyarakatan.27

2.1.2. Sejarah Fotografi

Fotografi yang kita kenal sekarang ini memiliki sejarah perjalanan yang sangat panjang. Dalam buku The History of Photography karya Alma Davenport, disebutkan bahwa pada abad ke-5 sebelum Masehi, seorang pria bernama Mo Ti sudah mengamati sebuah gejala. Apabila pada dinding ruangan yang gelap terdapat lubang, maka di bagian dalam ruang itu akan terefleksikan pemandangan di luar ruang secara terbalik lewat lubang tadi. Kemudian pada abad ke-12 sebelum Masehi, bermula dari keheranan seorang pedagang Arab bernama Ibn Al-Haitham menemukan fenomena yang sama pada tenda miliknya yang bolong. Ia menyaksikan gambar unta terbalik di dalam kemahnya

26 Soeprapto Soedjono, Pot-Pourri Fotografi, (Jakarta: Universitas Trisakti, 2007), hal

13.

(12)

melalui sebuah lubang kecil.28 Ia menulis bahwa citra dapat dibentuk dari cahaya yang melewati sebuah lubang kecil. Penemuan tersebut juga ditulis dan dikembangkan oleh seorang pelukis terkenal Leonardo da Vinci, melalui ciptaannya yang dinamakan camera obsura. Seandainya tulisan Da Vinci dipublikasi, kemungkinan ia akan dianggap sebagai penemu prinsip kerja kamera. Pada tahun 1558, Battista Delta Porta dianggap sebagai penemu prinsip kerja kamera melalui buku Camera Obscura yang dipublikasikannya. Kemungkinan karyanya tersebut didasari pada penemuan-penemuan Da Vinci. Pelukis di zaman itu menggunakan camera obscura untuk membuat siluet dari model-modelnya karena film belum dikenal manusia pada masa itu.

Pada awal abad ke-17, ilmuwan Italia Angelo Sala menemukan bahwa bila serbuk perak nitrat dikenai cahaya, warnanya akan berubah menjadi hitam. Bahwa pada saat itu, dengan komponen kimia tersebut ia telah berhasil merekam gambar-gambar yang tak bertahan lama. Masalah yang belum bisa ia atasi ialah menghentikan proses kimia setelah gambar-gambar terekam agar permanen.29

Selanjutnya pada tahun 1727, Johann Heinrich Schuize, seorang professor farmasi dari Jerman juga menemukan hal yang sama pada percobaan yang tak berhubungan dengan fotografi. Ia memastikan bahwa komponen perak nitrat menjadi hitam karena cahaya dan bukan oleh panas. Sekitar tahun 1800, Thomas Wedgwood, seorang Inggris, bereksperimen untuk merekam gambar positif dari citra yang telah melalui lensa pada camera obscura (sekarang ini disebut dengan kamera) tetapi hasilnya sangat mengecewakan. Akhirnya ia berkonsentrasi sebagaimana juga Schuize membuat gambar-gambar negatif (sekarang dikenal dengan fotogram) pada kulit atau kertas putih yang telah diberi komponen perak dan menggunakan cahaya matahari sebagai penyinaran.30

Pada tahun 1824, setelah melalui berbagai proses penyempurnaan, akhirnya litograph Perancis bernama Joseph Nicephore Niepce berhasil membuat gambar permanen pertama yang dapat disebut foto (tidak menggunakan kamera) melalui proses yang disebut heliogravure, proses kerjanya mirip lithograph dengan menggunakan sejenis aspal yang disebut bitumen of Judea sebagai bahan kimia dasar selanjutnya dicobanya

28 Arbain Rambey, “Sejarah Fotografi, Sejarah Teknologi,”

http://kamera-digital.com/artikel, Artikel (Kompas), 12 Desember 2003 29 Ibid.

30 Mark Osterman dan Grant B. Romer, “History and Evolution of Photography,”

(13)

menggunakan kamera. Pada masa itu lazimnya camera obscura hanya berlubang kecil dan hasilnya tidak memuaskan.

Bulan Agustus 1827, setelah saling menyurati beberapa waktu sebelumnya, Niepce berjumpa dengan Louis Daguerre. Mereka merencanakan kerja sama untuk menghasilkan foto melalui penggunaan kamera. Tahun 1829, Niepce secara resmi bekerjasama dengan Daguerre tetapi Niepce meninggal dunia pada tahun 1833. Pada 7 Januari 1839, dengan bantuan seorang ilmuan untuk memaparkan secara ilmiah, Daguerre mengumumkan hasil penelitiannya selama ini kepada Akademi Ilmu Pengetahuan Perancis. Hasil kerjanya yang berupa foto-foto permanen itu disebut Daguerretype, yang berarti tak dapat diperbanyak/reprint/repro. Saat itu Daguerre telah memiliki foto studio komersial dan daguerreotype tertua yang masih ada hingga kini diciptakannya pada tahun 1837.

Pada 25 Januari 1839, William Henry Fox Talbot, seorang ilmuwan Inggris, memaparkan hasil penemuannya berupa hasil proses fotografi modern kepada Institut Kerajaan Inggris. Berbeda dengan Daguerre, ia menemukan sistem negatif-positif (bahan dasar dari perak nitrat diatas kertas) walaupun telah menggunakan kamera, sistem itu masih sederhana seperti apa yang dikenal dengan contact print yaitu cetak foto yang dibuat tanpa pembesaran, pengecilan, dan dapat diperbanyak.

Selanjutnya pada bulan Juni 1840, Talbot memperkenalkan Calotype, perbaikan dari sistem sebelumnya, juga menghasilkan negatif diatas kertas. Bulan Oktober 1847, Abel Niepce de St. Victor, keponakan Niepce, memperkenalkan penggunaan kaca sebagai base negatif menggantikan kertas. Kemudian pada Januari 1850, seorang ahli kimia Inggris bernama Robert Bingham, memperkenalkan penggunaan collodion sebagai emulsi foto, yang saat itu cukup populer dengan sebutan wet plate photography.

Setelah berbagai perkembangan dan penyempurnaan, penggunaan roll film mulai dikenal. Pada Juni 1888, George Eastman dari Amerika menciptakan revolusi fotografi dunia. Ia menjual produk baru dengan merek Kodak berupa sebuah kamera box kecil dan ringan yang telah berisi roll film (dengan bahan kimia perak bromida) untuk 100 exposure. Bila seluruh film digunakan, kamera berisi film dikirim ke perusahaan Eastman untuk diproses. Setelah itu kamera dikirimkan kembali dan telah berisi roll film yang baru. Berbeda dengan kamera masa itu yang besar dan kurang praktis, produk Kodak tersebut memungkinkan siapa saja dapat memotret dengan leluasa.31

(14)

Salah seorang pembuat kamera yang sangat terkenal adalah Ernest Leitz dari Wetzlar Jerman. Ia menciptakan kamera berukuran 135 mm pertama pada tahun 1920 dan tetap bertahan hingga saat ini. Selanjutnya, dengan berkembangnya teknologi arus lemah di era 1970-an, kamera yang semula full mechanic berangsur menjadi full electronic, mulai dari penghitungan pencahayaan hingga penggulungan film berlangsung secara elektronik. Segala sesuatu menjadi lebih cepat, lebih mudah, dan lebih pasti mutu hasilnya. Hingga kini, fotografi tetap mengalami perkembangan dan berevolusi menjadi film-film digital yang mutakhir tanpa menggunakan roll film. Teknologi digital kemudian berkembang dengan sangat cepat, melahap semua segmen teknologi yang ada dalam kehidupan manusia modern termasuk bidang fotografi.

Secara revolusioner, bahan pekat cahaya yang semula berupa unsur-unsur kimia dalam bentuk film itu kini peranannya diambilalih oleh sel-sel pekat cahaya. Sel-sel pekat cahaya ini meneruskan citra digital yang dihasilkan oleh permukannya kedalam sebuah memori penyimpanan digital. Memori tersebut setiap diinginkan akan menampilkan image/gambar yang disimpannya melalui sebuah layar monitor yang terdapat pada setiap kamera digital. Kamera digital menggunakan sensor elektronik untuk merekam gambar sebagai data biner/binary dan disimpan serta disunting menggunakan komputer.32 Kamera digital juga menggunakan sensor yang dikenal sebagai CCD (Charge Coupled Device) atau CMOS (Complementary Metal Oxyde Semiconductor) yang mengatur sensitivitas pencahayaan/mengkonversi cahaya menjadi elektron-elektron sehingga menjadi gambar digital.33

Kamera digital dan hasilnya yang instant perlahan-lahan menggeser kehadiran film dan lab-lab tradisional. Sebagai gantinya, saat ini bermunculan lab-lab digital yang lebih canggih dan ramaha lingkungan karena bebas bahan kimia.34

2.1.3. Jenis-Jenis Fotografi

Fotografi merupakan bidang yang sangat luas karena hampir setiap aspek kehidupan tidak lepas dari fotografi. Jenis-jenis dari fotografi diantaranya sebagai berikut:35

a) Journalism Photography

32 Eri Jauhari, “Kamera Digital Semakin Jamak”,

http://erijauhari.multiply.com/journal/item/79, diunduh pada 28 Desember 2013 pukul 23.00 33 Tom Ang, Digital Photographer’s Handbook, (London: Dorling Kindersley Limited,

2004), hal 19.

(15)

Journalism photography atau fotografi jurnalisme merupakan spesialisasi khusus untuk mencari dan menampilkan foto-foto yang bernilai berita. Pada fotografi jurnalisme juga dikenal freelance photographer, dimana fotografer tersebut mendapat penghasilan dengan menjual karya fotonya ke media massa. Freelance photographer juga mencakup papparazzi.

b) Wedding Photography

Wedding photography merupakan spesialisasi dari fotografi yang mengkhususkan diri pada mengabadikan momen-momen pernikahan. Spesialisasi ini sangat diminati masyarakat dari berbagai kalangan untuk mengabadikan momen pernikahannya.

c) Architectular Photography

Architectular photography merupakan spesialisasi di bidang pemotretan bangunan, baik eksterior, interior maupun detailnya. Kebutuhan akan fotografer di bidang architectular photography meningkat seiring dengan maraknya bisnis properti sekarang.

d) Scientific Photography

Scientific photography merupakan spesialisasi photografi untuk keperluan ilmiah. Mencakup fotografi dengan perlengkapan khusus yang berkaitan dengan keperluan ilmiah tersebut. Scientific photography diperlukan misalnya pada penelitian mikrobiologi yang membutuhkan fotografi mikroskopik untuk memotret jasad renik yang terlihat melalui mikroskop.

e) Aerial Photography

Aerial photography merupakan spesialisasi pemotretan udara. Banyak digunakan untuk survey, pemetaan, penggunaan tata ruang maupun pertanian. Disini juga mampu memperlihatkan keindahan serta luasnya area.

f) Astro Photography

Astro photography merupakan spesialisi khusus memotret benda-benda luar angkasa atau yang berhubungan dengan astronomi. Fotografi ini memerlukan perlengkapan khusus untuk dapat memotret benda-benda astronomi. Biasanya untuk melakukan pekerjaan ini menggunakan adapter

35 Adit Kus, “Ragam Jenis Fotografi yang Perlu Diketahui oleh Pemula”,

(16)

dari kamera ke teleskop sehingga dapat mengambil gambar luar angkasa dengan kamera.

g) Modeling Photography,

Modeling photography merupakan spesialisasi memotret objek manusia yang menjadi model. Biasanya modeling photography digunakan untuk keperluan majalah atau iklan. Selain itu juga modeling photography juga ada yang dilakukan khusus untuk memotret model-model yang sedang bergaya diatas catwalk.

h) Commercial Photography

Commercial photography atau fotografi komersil banyak diperlukan untuk kepentingan periklanan. Commercial photography merupakan pemotretan khusus untuk mengkomunikasikan informasi produk agar orang yang membeli produk tersebut tertarik untuk mencoba atau membeli.

i) Industrial Photography

Industrial photography merupakan spesialisasi lanjutan dari fotografi komersil yang mengkhususkan diri pada pemotretan industri. Salah satu tujuannya adalah untuk membuat profil perusahaan dan dapat juga digunakan sebagai media publikasi dan pengiklanan suatu perusahaan.

j) Food Photography

Food photography atau fotografi makanan merupakan spesialisasi lanjutan dari fotografi komersial. Food photography biasanya juga digunakan untuk iklan atau kepentingan display majalah dan buku masak-memasak. k) Fashion Photography,

Fashion photography masih lanjutan dari spesialisasi fotografi komersial.

Fashion photography berkonsentrasi pada bagaimana agar pakaian yang di tampilkan dapat sebaik mungkin sesuai dengan konsep desainer busana tersebut. Fashion photography banyak digunakan untuk pembuatan katalog, brosur atau majalah.

l) Glamour Photography

Glamour photography bermula dari dunia Hollywood pada tahun 1930-an yang berusaha untuk memotret agar objek terlihat lebih cantik dari aslinya.

m) Landscape Photography

(17)

n) Macro Photography

Macro photography merupakan fotografi close-up atau jarak dekat. Foto yang objek utama pada macro photography adalah benda-benda yang kecil misalnya serangga, bunga, dan lain-lain.

o) Panning Photography,

Panning photography merupakan fotografi yang objek utamanya adalah benda bergerak. Benda-benda bergerask tersebut misalnya motor berjalan, mobil berjalan, dan lain-lain.

p) Night Shot Photography

Night shot photography merupakan jenis fotografi yang mengambil foto pada malam hari. Pada night shot photography diperlukan adanya tripod supaya gambar yang terambil tidak bergoyangkarena menggunakan speed

sangat rendah.

q) Street Photography,

Street photography merupakan jenis fotografi dokumenter yang menampilkan objek foto dalam situasi terang didalam tempat-tempat umum, seperti jalan, taman, pantai, mall, konvensi politik dan pengaturan lainnya.

r) Chrono Photography

Chrono photography merupakan jenis fotografi yang menangkap gerakan dari waktu ke waktu melalui serangkaian gambar diam, yang biasanya digabungkan menjadi satu foto untuk analisis selanjutnya.

s) Fine Art Photography

Fine art photography merupakan jenis fotografi yang melakukan pemotretan untuk memenuhi visi kreatif para seniman.

t) Forensic photography,

Forensic photography atau fotografi forensic merupakan seni menghasilkan reproduksi yang akurat dari TKP atau lokasi kecelakaan untuk kepentingan pengadilan atau untuk membantu dalam penyelidikan dan juga merupakan bagian dari proses pengumpulan bukti.

2.2. Potret

2.2.1. Definisi Potret

(18)

menunjukkan wajah, yang diciptakan oleh misalnya seorang pelukis atau fotografer. Selanjutnya seni membuat potret atau portraiture didefinisikan oleh Encyclopedia Americana sebagai “the art of representating the likeness and character of an individual by means of a recognizable image”.36 Definisi ini dapat diartikan dalam bahasa Indonesia sebagai seni merepresentasikan kemiripan dan karakter dari seorang individu melalui gambar yang dapat dikenali.

Potret pada dasarnya telah ditemukan sejak zaman dahulu dan merupakan hal yang lazim dikenal oleh masyarakat, bahkan potret tertua telah ada sejak 27.000 tahun yang lalu.37 Potret dapat dibuat dengan hampir semua media seperti batu, kayu, tanah liat, besi, air, minya, cat, kanvas, gips, perkamen, kapur berwarna, dan lewat fotografi. Masyarakat zaman dahulu membuat potret sebagai penghargaan terhadap pemimpin-pemimpin mereka, karenanya dapat ditemukan potret dalam bentuk patung-patung tokoh terkenal yang berperan dalam kehidupan bermasyarakat. Selain patung, potret-potret tokoh masyarakat juga dapat ditemukan dalam bentuk lukisan. Berdasarkan potret-potret yang ada dari zaman dahulu dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya sebuah potret dapat dihasilkan dengan berbagai macam cara dan menggunakan media yang bermacam-macam pula. Melalui potret dapat ditunjukkan kesamaan wajah dan karakter dari seorang individu dengan merepresentasikan wajah, sebagai bagian paling berkarakter dari seseorang.38

Definisi dari Encyclopedia Americana ini sejalan dengan definisi potret berdasarkan Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta yang mendefinisikan potret sebagai gambar dari wajah orang yang digambarkan, baik bersama bagian tubuh lainnya ataupun tidak, yang diciptakan dengan cara dan alat apa pun.39 Berdasarkan definisi pada Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta dapat pula diketahui bahwa potret dapat diciptakan dengan cara dan medium apa pun. Cara untuk menghasilkan karya potret antara lain dapat dilakukan dengan:40

36 Americana Corporation, Encyclopedia Americana: International Edition Volume 22,

(New York: Americana Corporation, 1965), hal 428.

37 Jonathan Jones, “Archaeologists Have Discovered What They Believe to be a 27,000-year-old Drawing of a Face,”

http://www.theguardian.com/artanddesign/2006/jun/06/art, diunduh pada 3 Januari 2014 pukul 23.00.

38 Americana Corporation, loc. cit.

39 Pasal 1 Undang-Undang Hak Cipta

(19)

1) Digambar, yaitu penciptaan dilakukan dengan menggambar objek potret dengan menggunakan alat apapun seperti pensil atau cat lukis.

2) Dipahat, yaitu penciptaan dilakukan dengan membuat sebuah patung wajah seorang individu (objek potret) dengan menggunakan media benda yang bisa dipahat seperti batu, besi, kayu, lilin, kaca, dan sebagainya. 3) Difoto, yaitu penciptaan dilakukan dengan memfoto objek foto.

Dengan adanya tiga cara pembuatan potret seperti yang telah dituliskan diatas, maka perlu dijelaskan terlebih dahulu bahwa dalam penelitian ini penulis akan meninjau perlindungan hak cipta atas karya potret yang dihasilkan lewat fotografi. Dalam fotografi, aliran potret merupakan salah satu aliran yang banyak digemari mengingat banyaknya kegunaan potret. Pada umumnya, potret dihasilkan untuk keperluan keadaan-keadaan khusus tertentu seperti pernikahan atau acara-acara sekolah. Potret juga dapat dibuat dengan berbagai macam alasan, mulai dari penggunaan web pribadi sampai untuk kepentingan bisnis.41

Seperti yang telah diketahui di atas, objek foto potret adalah manusia. Hal ini berarti dalam membuat sebuah foto potret terdapat dua pihak yang berperan. Pihak-pihak tersebut adalah pihak yang memotret atau pemotret dan pihak yang dipotret atau objek pemotretan.

2.2.2. Peran Pemotret

Pemotret dalam fotografi sering juga disebut dengan fotografer. Dalam pembuatan karya potret, seorang pemotret mempunyai peran sebagai seorang pencipta. Pencipta yaitu seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya melahirkan suatu ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang dituangkan ke dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi.42

Dalam hal pembuatan potret, seorang pemotret harus dapat memperlihatkan pada pihak lain bahwa hasil karyanya dapat menunjukkan kesamaan dan karakter pribadi dari orang yang menjadi objek pemotretan. Karya tersebut dapat dituangkan dalam sebuah karya potret dengan memanfaatkan pencahayaan, latar belakang, serta momen-momen tertentu yang hanya dapat ditemukan pada saat-saat tertentu. Pemanfaatan hal-hal tersebut tidak dapat dilaksanakan tanpa adanya kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan,

41 Michael R. Peres, The Focal Encyclopedia of Photography: Digital Imaging, Theory

(20)

keterampilan, atau keahlian dari sang fotografer. Agar dapat menerjemahkan dan menampilkan suasana hati atau perasaan objek sehingga karakter aslinya terpancar, pemotret harus rajin berlatih dengan serius dan tidak kenal menyerah.43

Terhadap latar belakang objek yang dipotret, seorang pemotret harus melakukan hal-hal sebagai berikut:44

1) Menyederhanakan latar belakang

Dalam situasi ketika pemotret harus memasukkan latar belakang, ia harus membuatnya sesederhana mungkin. Latar belakang yang berantakan akan membingungkan dan mengalihkan perhatian, pengamat terhadap fokus utama. Untuk menyederhanakan latar belakang, cahaya di latar belakang harus lebih terang daripada cahaya yang mengenai objek foto.

2) Memotret latar belakang penting

Latar belakang tidak harus selalu dibuang atau disederhanakan. Pengaturan yang menampilkan karakter dan kepribadian objek akan memperkuat tampilan gambar. Pemotret dalam memotret objek harus mendapatkan ekspresi alami dari objek foto.

2.2.3. Peran Pihak yang Dipotret

Dapat diketahui bahwa objek yang terdapat dalam sebuah potret adalah wajah dari suatu individu. Dalam fotografi, manusia adalah objek yang seringkali menarik untuk diabadikan, oleh karena itu fotografer harus dapat menangkap karakter dan kepribadian orang yang dipotret. Dengan demikian, dapat diketahui bahwa objek manusia sebagai objek pemotretan merupakan objek yang memiliki karakteristik yang berbeda dengan objek pemotretan lainnya.45

Selain itu dalam potret yang menggunakan objek manusia, terdapat pula mata manusia. Ungkapan mata adalah jendela jiwa terdengar klise, namun mata sangat berguna dalam memotret manusia. Tatapan dari manusia objek foto memfokuskan perhatian fotografer dan menjadi sesuatu yang penting untuk difoto.46 Pada karya cipta potret, seseorang yang menjadi objek potret sangat penting karena manusia dapat menampilkan ekspresi dan karakter wajah tersendiri yang tidak dapat ditemukan pada objek lainnya.

43 Atok Sugiarto, Paparazzi: Memahami Fotografi Kewartawanan, (Jakarta: Gramedia

Pustaka Utama, 2005), hal 31.

44 Young Jin, 40 Teknik Fotografi Digital + CD, (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2005),

hal 93.

45 Ibid., hal 89.

(21)

Ekspresi, karakter, serta kepribadian yang ada dalam tubuh manusia itulah yang membuat karya potret berbeda dengan karya fotografi lainnya.

2.3. Hak Cipta dan Potret

2.3.1. Tinjauan Umum Terhadap Hak Kekayaan Intelektual

Untuk memahami hak cipta terhadap potret sebagai suatu ciptaan, terlebih dahulu harus diketahui definisi dan ruang lingkup hak kekayaan intelektual pada umumnya, dan hak cipta pada khususnya. WIPO (World Intellectual Property Organization), sebuah lembaga internasional di bawah PBB yang menangani masalah Hak Kekayaan Intelektual mendefinisikan HKI sebagai kreasi yang dihasilkan dari pikiran manusia yang meliputi: invensi, karya sastra, simbol, nama, citra dan desain yang digunakan di dalam perdagangan.47 Definisi yang lebih umum dikemukakan oleh United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) – International Center for Trade and Sustainable Development (ICTSD) sebagaimana dikutip oleh Tomi Suryo Utomo yaitu hasil-hasil usaha manusia kreatif yang dilindungi oleh hukum.48

Rachmadi Usman mendefinisikan hak kekayaan intelektual sebagai hak atas kepemilikan terhadap karya-karya yang timbul atau lahir karena adanya kemampuan intelektualitas manusia dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.49 Selanjutnya Direktoral Jenderal Hak Kekayaan Intelektual di dalam buku panduan Hak Kekayaan Intelektual menjelaskan bahwa Hak Kekayaan Intelektual atau yang disingkat “HKI” atau akronim “HaKI”, adalah padanan kata yang biasa digunakan untuk Intellectual Property Rights (IPR), yakni hak yang timbul bagi hasil olah pikir otak yang menghasilkan suatu produk atau proses yang berguna untuk manusia. Pada intinya Hak Kekayaan Intelektual adalah hak untuk menikmati secara ekonomis hasil dari suatu kreatifitas intelektual. Objek yang diatur dalam Hak Kekayaan Intelektual adalah karya-karya yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia.50

47 World Intellectual Property Organization, “What Is Intellectual Property?”,

http://www.wipo.int/about-ip/en/, diunduh pada 3 Januari 2014.

48 Tomi Suryo Utomo, Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di Era Global: Sebuah Kajian

Kontemporer, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), hal 1.

49 Rachmadi Usman, Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual: Perlindungan dan

Dimensi Hukumnya di Indonesia, (Bandung: Alumni, 2003), hal 2.

50 Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, Buku Panduan Hak Kekayaan

(22)

Hak Kekayaan Intelektual secara umum dapat digolongkan ke dalam dua kategori utama, yaitu:51

1) Hak cipta atau copyright

2) Hak atas kekayaan industri, yang terdiri dari: a) Hak paten

b) Hak merek

c) Hak produk industri

d) Penanggulangan praktek persaingan curang e) Desain tata letak sirkuit terpadu

f) Rahasia dagang

2.3.2. Sejarah Pengaturan Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia

Secara historis, peraturan perundang-undangan di bidang Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia telah ada sejak tahun 1840-an. Pemerintah Kolonial Belanda memperkenalkan undang-undang pertama mengenai perlindungan Hak Kekayaan Intelektual pada tahun 1844. Selanjutnya, Pemerintah Belanda mengundangkan Undang-Undang Merek (1885), Undang-Undang-Undang-Undang Paten (1910), dan Undang-Undang-Undang-Undang Hak Cipta (1912). Indonesia yang pada waktu itu masih bernama Netherlands East-Indies telah menjadi anggota Paris Convention for the Protection of Industrial Property sejak tahun 1888 dan anggota Berne Convention for the Protection of Literary and Aristic Works

sejak tahun 1914. Pada jaman pendudukan Jepang yaitu tahun 1942-1945, semua peraturan perundang-undangan di bidang Hak Kekayaan Intelektual tersebut tetap berlaku.52

Pada tanggal 17 Agustus 1945 bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya. Sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan peralihan Undang-Undang Dasar 1945, seluruh peraturan perundang-undangan peninggalan kolonial Belanda tetap berlaku selama tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945. Undang-Undang Hak Cipta dan Undang-Undang peningggalan Belanda tetap berlaku, namun tidak demikian halnya dengan Undang-Undang Paten yang dianggap bertentangan dengan pemerintah Indonesia. Sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Paten peninggalan Belanda, permohonan paten dapat diajukan di kantor paten yang berada di

51 Sentosa Sembiring, Hak Kekayaan Intelektual Dalam Berbagai Peraturan

Perundang-undangan, (Bandung: CV Yrama Widya, 2002), hal 14.

52 Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, “Sekilas Sejarah Perkembangan

Sistem Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di Indonesia,”

(23)

Batavia (sekarang Jakarta), namun pemeriksaan atas permohonan paten tersebut harus dilakukan di Octrooiraad yang berada di Belanda.53

Pada tahun 1953 Menteri Kehakiman RI mengeluarkan pengumuman yang merupakan perangkat peraturan nasional pertama yang mengatur tentang paten, yaitu Pengumuman Menteri Kehakiman No. J.S. 5/41/4, yang mengatur tentang pengajuan semetara permintaan paten dalam negeri, dan Pengumuman Menteri Kehakiman No. J.G. 1/2/17 yang mengatur tentang pengajuan sementara permintaan paten luar negeri.

Pada tanggal 11 Oktober 1961 pemerintah RI mengundangkan Undang-Undang No. 21 tahun 1961 tentang Merek Perusahaan dan Merek Perniagaan (Undang-Undang Merek Tahun 1961) untuk menggantikan Undang-Undang Merek kolonial Belanda. Undang-Undang Merek 1961 yang merupakan undang-undang Indonesia pertama di bidang HKI mulai berlaku tanggal 11 November 1961. Penetapan Undang-Undang Merek 1961 dimaksudkan untuk melindungi masyarakat dari barang-barang tiruan/bajakan.

Pada tanggal 10 Mei 1979 Indonesia meratifikasi Konvensi Paris Paris Convention for the Protection of Industrial Property (Stockholm Revision 1967)

berdasarkan Keputusan Presiden No. 24 Tahun 1979. Partisipasi Indonesia dalam Konvensi Paris saat itu belum penuh karena Indonesia membuat pengecualian (reservasi) terhadap sejumlah ketentuan,yaitu Pasal 1 s.d. 12, dan Pasal 28 ayat (1).

Pada tanggal 12 April 1982 Pemerintah mengesahkan Undang-Undang No. 6 tahun 1982 tentang Hak Cipta (Undang-Undang Hak Cipta 1982) untuk menggantikan Undang-Undang Hak Cipta peninggalan Belanda. Pengesahan Undang-Undang Hak Cipta 1982 dimaksudkan untuk mendorong dan melindungi penciptaan, penyebarluasan hasil kebudayaan di bidang karya ilmu, seni dan sastra serta mempercepat pertumbuhan kecerdasan kehidupan bangsa.54

Tahun 1986 dapat disebut sebagai awal era modern sistem Hak Kekayaan Intelektual di tanah air. Pada tanggal 23 Juli 1986 Presiden RI membentuk sebuah tim khusus di bidang Hak Kekayaan Intelektual melalui Keputusan No. 34/1986 (Tim ini lebih dikenal dengan sebutan Tim Keppres 34). Tugas utama Tim Keppres 34 adalah mencangkup penyusunan kebijakan nasional di bidang Hak Kekayaan Intelektual, perancangan peraturan perundang-undangan di bidang Hak Kekayaan Intelektual dan

53 Ibid.

(24)

sosialisasi sistem Hak Kekayaan Intelektual di kalangan instansi pemerintah terkait, aparat penegak hukum dan masyarakat luas. Tim Keppres 34 selanjutnya membuat sejumlah terobosan-terobosan, antara lain dengan mengambil inisiatif baru dalam menangani perdebatan nasional tentang perlunya sistem paten di tanah air. Setelah Tim Keppres 34 merevisi kembali Racangan Undang-Undang Paten yang telah diselesaikan pada tahun 1982, akhirnya pada tahun 1989 Pemerintah mengesahkan Undang-Undang Paten.

Pada tanggal 19 September 1987 Pemerintah RI mengesahkan Undang-Undang No. 7 tahun 1987 sebagai perubahan atas Undang-Undang No. 12 tahun 1982 tentang Hak Cipta. Dalam penjelasan Undang-Undang No. 7 tahun 1987 secara jelas dinyatakan bahwa perubahan atas Undang-Undang No. 12 tahun 1982 dilakukan karena semakin meningkatnya pelanggaran hak cipta yang dapat membahayakan kehidupan sosial dan menghancurkan kreativitas masyarakat.55

Menyusuli pengesahan Undang-Undang No. 7 tahun 1987 Pemerintah Indonesia menandatangani sejumlah kesepakatan bilateral di bidang hak cipta sebagai pelaksanaan dari Undang-Undang tersebut. Pada tahun 1988 berdasarkan Keputusan Presiden No. 32 di tetapkan pembentukan Direktorat Jendral Hak Cipta, Paten dan Merek (DJ HCPM). Hal ini bertujuan untuk mengambil alih fungsi dan tugas Direktorat Paten dan Hak Cipta yang merupakan salah satu unit eselon II di lingkungan Direktorat Jendral Hukum dan Perundang-undangan, Departemen Kehakiman.

Pada tanggal 13 Oktober 1989 Dewan Perwakilan Rakyat menyetujui Rancangan Undang-Undang tentang Paten, yang selanjutnya disahkan menjadi Undang-Undang No. 6 tahun 1989 (Undang-Undang Paten 1989) oleh Presiden RI pada tanggal 1 November 1989. Undang-Undang Paten 1989 mulai berlaku tanggal 1 Agustus 1991. Pengesahan Undang-Undang Paten 1989 mengakhiri perdebatan panjang tentang seberapa pentingnya sistem paten dan manfaatnya bagi bangsa Indonesia. Sebagaimana dinyatakan dalam pertimbangan Undang-Undang Paten 1989, perangkat hukum di bidang paten diperlukan untuk memberikan perlindungan hukum dan mewujudkan suatu iklim yang lebih baik bagi kegiatan penemuan teknologi. Hal ini disebabkan karena dalam pembangunan nasional secara umum dan khususnya di sektor indusri, teknologi memiliki peranan sangat penting. Pengesahan Undang-Undang Paten 1989 juga dimaksudkan untuk

(25)

menarik investasi asing dan mempermudah masuknya teknologi ke dalam negeri. Namun demikian, ditegaskan pula bahwa upaya untuk mengembangkan sistem Hak Kekayaan Intelektual, termasuk paten, di Indonesia tidaklah semata-mata karena tekanan dunia internasional, namun juga karena kebutuhan nasional untuk menciptakan suatu sistem perlindungan Hak Kekayaan Intelektual yang efektif.

Pada tanggal 28 Agustus 1992 Pemerintah RI mengesahkan Undang-Undang No. 19 tahun 1992 tentang Merek (Undang-Undang Merek 1992), yang mulai berlaku tanggal 1 April 1993. Undang-Undang Merek 1992 menggantikan UU Merek 1961. Pada tanggal 15 April 1994 Pemerintah RI menandatangani Final Act Embodying the Result of the Uruguay Round of Multilateral Trade Negotiations, yang mencakup Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (Persetujuan TRIPS). Tiga tahun kemudian, pada tahun 1997 Pemerintah RI merevisi perangkat peraturan perundang-undangan di bidang Hak Kekayaan Intelektual, yaitu Undang-Undang Hak Cipta 1987 jo. Undang-Undang No. 6 tahun 1982, Undang-Undang Paten 1989, dan Undang-Undang Merek 1992.

Di penghujung tahun 2000, disahkan tiga Undang-Undang baru di bidang Hak Kekayaan Intelektual, yaitu Undang-Undang No. 30 tahun 2000 tentang Rahasia Dagang, Undang-Undang No. 31 tahun 2000 tentang Desain Industri dan Undang-Undang No 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu. Dalam upaya untuk menyelaraskan semua peraturan perundang-undangan di bidang Hak Kekayaan Intelektual dengan Persetujuan TRIPS, pada tahun 2001 Pemerintah Indonesia mengesahkan Undang-Undang No. 14 tahun 2001 tentang Paten, dan Undang-Undang No. 15 tahun 2001 tentang Merek. Kedua Undang ini menggantikan Undang-Undang yang lama di bidang terkait. Pada pertengahan tahun 2002 tentang Hak Cipta yang menggantikan Undang-Undang yang lama dan berlaku efektif satu tahun sejak diundangkannya.56

2.3.3. Definisi Hak Cipta

Hak yang dimaksud dengan hak cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, yang antara lain dapat terdiri dari buku, program komputer, ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan lain yang sejenis dengan itu serta hak terkait dengan hak cipta

(26)

(neighbouring rights).57 Hak cipta didefinisikan dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta sebagai hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2.3.4. Hak-Hak yang Terkandung dalam Hak Cipta

Pasal 1 Angka 1 dan Pasal 24 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Hak Cipta membedakan Hak Cipta menjadi 2 (dua) jenis hak, yakni hak ekonomi (economy rights)

dan hak moral (moral rights). Hak ekonomi (economy right) adalah hak untuk memperoleh keuntungan ekonomi atas Hak Kekayaan Intelektual. Dikatakan hak ekonomi karena Hak Kekayaan Intelektual adalah benda yang dapat dinilai dengan uang. Hak ekonomi tersebut berupa keuntungan sejumlah uang yang diperoleh karena penggunaan oleh pihak lain berdasarkan lisensi. Hak ekonomi itu diperhitungkan karena Hak Kekayaan Intelektual dapat digunakan atau dimanfaatkan oleh pihak lain dalam perindustrian atau perdagangan yang mendatangkan keuntungan.

Jenis hak ekonomi pada setiap klasifikasi hak kekayaan intelektual dapat berbeda-beda. Pada hak cipta, jenis hak ekonomi lebih banyak jika dibandingkan dengan paten dan merek. Jenis hak ekonomi pada hak cipta adalah sebagai berikut:58

1) Hak perbanyakan (penggandaan), yaitu penambahan jumlah ciptaan dengan pembuatan yang sama, hampir sama, atau menyerupai ciptaan tersebut dengan menggunakan bahan-bahan yang sama maupun tidak sama, termasuk pengalihwujudan ciptaan.

2) Hak adaptasi (penyesuaian), yaitu penyesuaian dari satu bentuk ke bentuk lain.

3) Hak pengumuman (penyiaran), yaitu pembacaan, penyuaraan, penyiaran, atau penyebaran ciptaan dengan menggunakan alat apa pun dan dengan cara sedemikian rupa, sehingga ciptaan dapat dibaca, didengar, dilihat, dijual, atau disewa oleh orang lain.

4) Hak pertunjukan (penampilan), yaitu mempertontonkan, mempertunjukkan, mempergelarkan, memamerkan ciptaan di bidang seni oleh musisi, dramawan, seniman, serta peragawati.

57 Tim Linsey, dkk., op. cit., hal 6.

58 Abdul Kadir Muhammad, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual,

(27)

Hak Moral adalah hak yang melindungi kepentingan pribadi atau reputasi pencipta atau penemu.Hak moral melekat pada pribadi pencipta atau penemu. Apabila hak cipta atau paten dapat dialihkan kepada pihak lain, maka hak moral tidak dapat dipisahkan dari pencipta atau penemu karena bersifat pribadi dan kekal. Termasuk dalam hak moral adalah hak-hak yang sebagai berikut:59

1) Hak untuk diakui sebagai pencipta (authorship right atau paternity right) Apabila karya dari seorang pencipta diperbanyak, diumumkan atau dipamerkan dihadapan publik, maka nama pencipta harus tercantum pada karya tersebut.

2) Hak keutuhan karya (The Right to Protect The Integrity of The Work)

Hak untuk tidak melakukan perubahan pada ciptaan atau penemuan tanpa persetujuan pencipta, penemu, atau ahli warisnya. Perubahan tersebut dapat berupa: pemutarbalikan, pemotongan, perusakan, dan penggantian yang berhubungan dengan karya cipta.

3) Hak pencipta atau penemu untuk mengandakan perubahan pada ciptaan atau penemuan sesuai dengan tuntutan perkembangan dan kepatutan dalam masyarakat.

2.3.5. Perlidungan Hak Cipta Terhadap Potret

Sebagaimana telah dijelaskan pada sejarah hak kekayaan intelektual, secara umum pembentukan peraturan perundang-undangan di bidang hak cipta di Indonesia didasarkan pada ratifikasi terhadap perjanjian-perjanjian internasional di bidang hak cipta. Beberapa perjanjian tersebut adalah:60

1) Konvensi Bern 1886 Tentang Perlindungan Karya Sastra dan Seni

2) Konvensi Hak Cipta Universal 1955 atau Universal Copyright Convention 3) Konvensi Roma 1961

4) Konvensi Jenewa 1967 5) Persetujuan TRIPS 1994

Konvensi Berne tentang Karya Sastra dan Seni tahun 1971 (Berner Convention for the Protection of Literary and Artistic Works) merupakan konvensi yang melindungi hak cipta dari karya-karya para pencipta dari negara-negara yang ikut menandatangani konvensi tersebut. Memahami jangkauan dari karya sastra dan seni (literary and artistic works) penting untuk dapat menafsirkan perjanjian karena karakteristik dari

masing-59 Ibid., hal 21.

(28)

masing karya menandai batas hak-hak minimum bagi masing-masing negara.61 Dalam Pasal 2 Konvensi Berne diatur mengenai ruang lingkup karya sastra dan seni yaitu yang termasuk semua ciptaan dalam ranah sastra, ilmiah dan seni, apapun mode dan bentuknya. Dalam karya seni ini termasuk di dalamnya buku, pamflet, dan tulisan lain; kuliah, khotbah, dan karya-karya lain dengan sifat yang sama; karya drama atau drama musikal; karya koreografis dan hiburan dalam pertunjukan bisu; komposisi musik dengan atau tanpa lirik; karya sinematografis; karya gamba, lukis, arsitektur, patung, ukiran, dan litografi; karya fotografi; karya seni terapan; ilustrasi, peta, rencana, sketsa, dan karya tiga dimensi yang berkaitan dengan geografi, topografi, arsitektur, atau ilmu pengetahuan. Dengan kata lain agar sebuah karya dapat disebut sebagai karya sastra dan seni (literary and artistic works) maka karya tersebut haruslah masuk dalam ranah sastra, ilmiah dan seni.62

Seperti yang telah disebutkan diatas, karya fotografi termasuk di dalamnya potret dilindungi dalam Konvensi Berne. Karya fotografi berupa potret masuk ke dalam karya yang dilindungi dalam Konvensi Berne karena masuk dalam ruang lingkup fotografi pada Konvensi Berne. Pada Konvensi Berne, yang dimaksud dengan fotografi dalam konvensi Berne adalah “photographic works to which are assimilated works expressed by a process analogous to photography” yang apabila diterjemahkan dalam bahasa Indonesia menjadi karya fotografi yang dapat diungkapkan dengan proses yang dapat disamakan dengan fotografi. Proses yang dapat disamakan dengan fotografi bisa jadi membutuhkan penggunaan cahaya dalam memproduksi foto.63 Dengan demikian karya fotografi berupa potret, baik yang menggunakan film maupun digital, termasuk dalam karya cipta yang dilindungi dalam Konvensi Berne.

Potret perlu dilindungi karena potret merupakan ciptaan timbul atau lahir karena adanya kemampuan intelektualitas manusia, dimana ini merupakan esensi dari hak kekayaan intelektual. hak kekayaan intelektual merupakan hak kebendaan, hak atas suatu benda yang bersumber pada hasil kerja otak, hasil kerja rasio. Hasil dari pekerjaan manusia yang menalar.64 Otak kanan yang bekerja dapat melakukan fungsi nonverbal,

61 Sam Ricketson dan Jane C. Ginsburg, International Copyright and Neighbouring

Rights, (New York: Oxford University Press, 2005), hal 400. 62 Ibid., hal 401.

63 Ibid., hal 452.

64 OK Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights),

(29)

metaforik, intuitif, imajinatif, dan emosional. Sedangkan otak kiri melakukan fungsi preposisi verbal linguistis, logis, dan analitis.65

Tidak semua orang dapat mempekerjakan otak (nalar, rasio, intelektualitas) secara maksimal. Oleh karena itu tidak semua orang dapat menghasilkan hak kekayaan intelektual. Hanya orang yang dapat mempekerjakan otaknya adalah orang yang mendapatkan hak kekayaan intelektual. Hal itu pula yang menyebabkan hasil kerja otak yang membuahkan hak kekayaan intelektual bersifat eksklusif.66

Pada kaitannya dengan potret, ciptaan berupa potret dilindungi karena potret juga merupakan hasil intelektualitas manusia. Hal ini bersesuaian dengan definisi ciptaan dan pencipta dalam Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta. Pasal 1 butir 2 Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta mendefinisikan pencipta sebagai seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya melahirkan suatu ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang dituangkan ke dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi. Selanjutnya Pasal 1 butir 3 mendefinisikan ciptaan sebagai hasil setiap karya mencipta yang menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni, atau sastra.

Dengan demikian, potret termasuk dalam cakupan karya yang dilindungi di Indonesia berdasarkan Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta karena seorang fotografer (pencipta) dalam menghasilkan potret harus memiliki kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian dalam menciptakan potret. Adanya kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian dapat membuat sebuah potret menjadi bernilai. Seorang fotografer harus mempunyai imajinasi yang tinggi dalam membuat dan menyiapkan latar belakang dari objek yang dipotret, terutama apabila potret yang dibuat memiliki tema tertentu. Seorang fotografer juga memrlukan kecekatan dan keterampilan/keahlian untuk menghasilkan potret yang baik terutama yang berkaitan dengan pemotretan terhadap momen-momen tertentu yang terkadang tidak akan terjadi untuk kedua kalinya atau jarang terjadi. Selain itu keterampilan dan kemampuan pikiran fotografer juga diuji untuk menghasilkan potret yang artistik karena seorang fotografer harus memperhitungkan pencahayaan dengan menghindari bayangan tajam, memperhatikan cahaya tak langsung dari samping, dan

65 Ibid., hal 10.

(30)

menghindari cahaya langsung.67 Dengan demikian, sebuah potret merupakan ciptaan yang dapat dilindungi berdasarkan Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta karena seorang fotografer harus harus memiliki kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian dalam menciptakan potret. Selanjutnya, untuk mendapatkan perlindungan, potret haruslah memenuhi orisinalitas, dengan kata lain jika seorang pencipta atau pengarang, dalam kasus ini fotografer telah menerapkan tingkat pengetahuan, keahlian dan penilaian yang cukup tinggi dalam proses penciptaan karyanya (potret), maka hal ini dianggap cukup memenuhi keaslian guna memperoleh perlindungan hak cipta.68

Pengaturan lebih lanjut mengenai potret dalam Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta dapat dilihat dalam Pasal 19 dan 20. Pasal 19 Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta berbunyi:

(1) Untuk memperbanyak atau mengumumkan Ciptaannya, Pemegang Hak Cipta atas Potret seseorang harus terlebih dahulu mendapatkan izin dari orang yang dipotret, atau izin ahli warisnya dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun setelah orang yang dipotret meninggal dunia.

(2) Jika suatu Potret memuat gambar 2 (dua) orang atau lebih, untuk Perbanyakan atau Pengumuman setiap orang yang dipotret, apabila Pengumuman atau Perbanyakan itu memuat juga orang lain dalam potret itu, Pemegang Hak Cipta harus terlebih dahulu mendapatkan izin dari setiap orang dalam Potret itu, atau izin ahli waris masing-masing dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun setelah yang dipotret meninggal dunia.

(3) Ketentuan dalam pasal ini hanya berlaku terhadap Potret yang dibuat: a. atas permintaan sendiri dari orang ya ng dipotret;

b. atas permintaan yang dilakukan atas nama orang yang dipotret; atau c. untuk kepentingan orang yang dipotret.

Penjelasan atas Pasal 19 Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta berbunyi:

Ayat (1)

Tidak selalu orang yang dipotret akan setuju bahwa potretnya diumumkan tanpa diminta persetujuannya. Oleh karena itu ditentukan bahwa harus dimintakan persetujuan yang bersangkutan atau ahli warisnya.

Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas.

67 Young Jin, op. cit., hal 92.

68 Tim Linsey, dkk., Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, (Bandung: Alumni,

(31)

Di Indonesia suatu potret atau foto yang dibuat seizing dari orang yang dipotret, jika akan diperbanyak atau diumumkan oleh pembuat potret sebagai pemegang hak cipta harus terlebih dahulu mendapatkan izin dari orang yang dipotret. Atau mendapatkan izin dari ahli warisnya dalam jangka waktu 10 tahun setelah yang dipotret meninggal dunia.69 Permintaan izin ini wajib dilakukan jika potret tersebut dibuat dengan permintaan pihak yang dipotret atau atas permintaan yang dilakukan atas nama orang yang dipotret serta tujuan pembuatan potret yang dilakukan untuk kepentingan yang dipotret. Dengan demikian permintaan izin ini berkaitan dengan potret-potret yang dibuat dengan kesadaran dan kerjasama antara pemotret dan pihak yang dipotret sebelumnya. Permintaan ini diperlukan karena berdasarkan penjelasan Pasal 19 ayat (1) dapat diketahui bahwa pada dasarnya tidak semua orang yang dipotret akan setuju apabila potret dirinya dilakukan pengumuman. Terhadap hal ini, pemegang hak cipta baik pencipta maupun pihak yang telah mendapat pengalihan hak harus dapat menghargai kepentingan tersebut. Penghargaan dan penghormatan tersebut dapat dilakukan dengan cara meminta izin terlebih dahulu kepada pihak yang dipotret.

Selanjutnya Pasal 20 Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta berbunyi:

Pemegang Hak Cipta atas Potret tidak boleh mengumumkan potret yang dibuat: a. tanpa persetujuan dari orang yang dipotret;

b. tanpa persetujuan orang lain atas nama yang dipotret; atau c. tidak untuk kepentingan yang dipotret,

apabila Pengumuman itu bertentangan dengan kepentingan yang wajar dari orang yang dipotret, atau dari salah seorang ahli warisnya apabila orang yang dipotret sudah meninggal dunia.

Penjelasan Pasal 20 Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta berbunyi:

Dalam suatu pemotretan dapat terjadi bahwa seseorang telah dipotret tanpa diketahuinya dalam keadaan yang dapat merugikan dirinya.

Sama halnya dengan pengaturan pada Pasal 19, pada Pasal 20 pemegang hak cipta juga perlu mendapatkan persetujuan dari pihak yang dipotret apabila akan melakukan pengumuman atas potret. Namun berbeda dengan Pasal 19 yang mengharuskan adanya syarat bahwa persetujuan harus dilakukan apabila potret yang dibuat adalah berdasarkan permintaan pihak yang dipotret, pada Pasal 20 ini potret tetap harus dimintakan

Referensi

Dokumen terkait

Hambatan dan kendala yang terjadi antara lain lembar Reg.4 yang harus melalui petugas rekam medis untuk dikoding diagnosis dan tindakan. Tidak adanya komputer pada

Sementara itu, penelitian ini diarahkan untuk mengkaji tingkat keterpaduan pasar komoditas bawang putih secara vertikal dalam jangka pendek antara satu pasar lokal

(mereka) berperan sebagai model dimana perilakunya (baik mendukung atau menentang) diikuti oleh para pengikutnya. Jadi, jelas di sini bahwa orang berpengaruh memainkan peran

menjelaskan bahwa kegiatan penyuluhan kurang mampu menyebarluaskan informasi- informasi mengenai usahatani ke pada petani.Penyuluh yang ada kurang berperan dan intensif

membeli banyak batu hingga mencapai puluhan kilo gram dengan harga sampai beribu-ribu (seribu merupakan sejuta dalam bahasa jual beli batu akik), biasanya dibayar dengan

Persentase perkembangan embrio yang paling baik terjadi pada perlakuan J2 pada telur ayam Kedu Hitam dan J3 telur ayam Kedu Putih, karena sel-sel

Mengetahui pengaruh perkembangan rasio likuiditas, rasio profitabilitas dan keputusan investasi (dilihat dari sudut investor) pada perusahaan sektor pertambangan yang

Instalasi CSSD melayani semua unit di rumah sakit yang membutuhkan kondisi steril, mulai dari proses perencanaan, penerimaan barang, pencucian, pengemasan &