• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PABRIK PENGOLAHAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PABRIK PENGOLAHAN"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

1

METHAN CAPTURE

LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT

SEBAGAI ALTERNATIF PENGURANGAN EMISI UDARA

(Ditinjau Dari Penanganan, Prinsip Kerja, Prinsip Desain Dan Kondisi Operasi)

Oleh:

Purwo Subekti/ F36115014, Universitas Pasir Pengaraian

Mahasiswa Pascasarjana Teknologi Industri Pertanian Institut Pertanian Bogor Desember 2015

1. TUJUAN PENANGANAN

Indonesia merupakan negara dengan perkebunan sawit terluas di dunia, pada tahun 2014 luas kebun kelapa sawit mencapai 10,9 juta hektar dengan produksi Cr ude P a lm Oil (CPO) sebesar 29,3 juta ton dengan jumlah Pabrik Kelapa Sawit 695 unit (BPS, 2014). Perkembangan industri kelapa sawit akan terus meningkat seiring dengan rencana pemerintah tahun 2020, Indonesia ditargetkan mampu menghasilkan 40 juta ton CPO per tahun. Rencana tersebut didukung dengan adanya Rencana Kehutanan Tingkat Nasional (RKTN) tahun 2011-2030, pemerintah akan mengalokasikan kawasan hutan untuk dimanfaatkan menjadi sektor perkebunan (Kemenhut 2011).

Perkembangan pesat sektor industri kelapa sawit tersebut ternyata menimbulkan dampak lain. Limbah pabrik kelapa sawit di Indonesia mencapai 28,7 juta ton limbah cair/tahun dan 15,2 juta ton limbah tandan kosong kelapa sawit (TKKS)/tahun (Deptan, 2008). Berbagai persoalan muncul berkaitan dengan isu lingkungan yang disebabkan aktivitas industri kelapa sawit. Permasalahan kerusakan lingkungan ini mendapat perhatian serius dari pemerintah, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), maupun dunia internasional.

Aktivitas industri minyak sawit mulai dari penanaman, pemupukan, penggunaan energi, pengolahan limbah dan lainnya diduga sebagai penyebab peningkatan gas rumah kaca (GRK). GRK merupakan gas-gas yang terdapat di atmosfer, yang menyerap dan memantulkan kembali radiasi inframerah sehingga berakibat pada peningkatan suhu bumi (Cicerone 1987). GRK pada industri kelapa sawit yang berkontribusi terhadap pemanasan global adalah karbondioksida (CO2), metana (CH4), dinitrogen oksida

(N2O). Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), menjelaskan bahwa setiap

GRK mempunyai potensi pemanasan global (Globa l Warming Potential/GWP) yang diukur secara relatif berdasarkan emisi CO2. Semakin besar nilai GWP maka akan semakin bersifat

(2)

2

Gambar 1. Skema proses produksi di pabrik pengolahan kelapa sawit

(3)

3

mengurangi emisi GRK sebesar 20 % (EPA 2011). Apabila hal tersebut tidak dilakukan maka akan berdampak pada daya beli produk turunan kelapa sawit oleh negara-negara maju. Sebagai langkah solutif meningkatkan daya saing produk sawit Indonesia, pemerintah menerapkan peraturan yang tersusun dalam Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO).

Terdapat 7 prinsip ISPO yang harus dipenuhi perusahaan perkebunan kelapa sawit yaitu sistem perizinan dan manajemen perkebunan, penerapan pedoman teknis budidaya dan pengolahan kelapa sawit, pengelolaan lingkungan, tanggung jawab terhadap pekerja, tanggung jawab sosial dan kominitas, pemberdayaan kegiatan ekonomi masyarakat, dan peningkatan usaha secara berkelanjutan. Salah satu kriteria dalam prinsip pengelolaan lingkungan adalah perusahaan diharuskan melakukan identifikasi sumber emisi GRK (Ditjenbun 2014).

Gambar 2. Koloma LCPKS

(4)

4

Gambar 3. Skema efek GRK

Solusi dari permasalahan-permasalahan di atas adalah dengan pembentukan reaktor biogas. Reaktor biogas berfungsi untuk menangkap gas-gas CH4, oleh karena itu secara signifikan reaktor biogas akan mengurangi kadar gas rumah kaca. Hal ini akan diharapkan akan membantu mencegah terjadinya pemanasan global. Kemudian, gas- gas CH4 yang

(5)

5

Gambar 4. skema pengurangan efek GRK dengan methane capture

Sebagi tempat untuk melakukan kajian tentang pengelolaan POME untuk Pembangkit Listrik Tenaga Biogas (PLTBg) adalah PKS PTPN VI yang terletak di PKS Pinang Tinggi dan PKS Tanjung Lebar Propinsi Jambi.

2. PRINSIP KERJA INSTALASI

2.1. Sistem Pembangkit

(6)

6

Gambar 5. Skema proses pengolahan POME hingga menjadi biogas yang siap digunakan di gas engine.

2.2. Prinsip Kerja

Secara umum, konfigurasi peralatan pada pembangkit listrik tenaga biogas yang memanfaatkan POME adalah sesuai dengan pembagian subsistem seperti pada gambar 6, secara berurutan dari awal sampai akhir:

1. Unit pengaliran umpan POME

2. Unit penerimaan/penanganan awal umpan POME 3. Unit pencampuran/pengumpanan POME ke reaktor 4. Unit reaktor biogas (ABR)

5. Unit daur ulang dan pengaliran balik POME 6. Unit penanganan dan pemurnian gas 7. Unit flaring/pembakar gas

(7)

7

Gambar 6. Diagram prinsip kerja instalasi PLTBg dari POME Prinsip kerja instalasi di uraikan sebagi berikut:

1. Unit Pengaliran Umpan POME

Fungsi, Mengalirkan umpan POME dari kolam pendinginan PKS ke lokasi PLT biogas.

Peralatan utama, POME influent pump; jaringan perpipaan bawah tanah + 400 m.

Deskripsi, Jarak antara lokasi PLT biogas dan pabrik PKS adalah sekitar 400 m.

Untuk memindahkan POME dari PKS ke PLT biogas, digunakan pompa berkapasitas 30 m3/jam (1 operasi, 1 standby) untuk menyedot POME dari kolam pendinginan limbah di PKS, kemudian dialirkan melalui perpipaan yang ditanam sepanjang pinggir jalan perkebunan, menuju lokasi PLT biogas. POME kemudian ditampung di unit penerimaan/penanganan awal.

2. Unit Penerimaan/Penanganan Awal Umpan POME

Fungsi, Menampung umpan POME dari pabrik dan menurunkan temperaturnya

sehingga sesuai dengan persyaratan masuk ke reaktor.

Peralatan Utama, Receiving Tank; Receiving Pump, Heat Exchanger (dilengkapi Cooling

Tower).

Deskripsi, POME yang diterima dari PKS ditampung di receiving tank (bak

(8)

8

penampungan, POME dipompa dengan receiving pump menuju unit pencampuran/pengumpanan. Sebelum memasuki unit pencampuran/ pengumpanan, POME didinginkan menjadi sekitar 40oC (karena temperatur POME dari PKS masih panas, di atas 60cC) menggunakan heat exchanger (alat penukar panas), yang beroperasi menggunakan cooling tower untuk sirkulasi air pendinginnya.

3. Unit Pencampuran dan Pengumpanan POME ke Reaktor

Fungsi, Mengalirkan POME ke dalam reaktor biogas, dengan kondisi sudah memenuhi

persyaratan (temperatur, pH, alkalinitas, dan laju alir). ulang untuk menyesuaikan pH dan alkalinitas. Jika pH/alkalinitas belum memenuhi persyaratan, akan diinjeksikan bahan kimia dari dosing tank (tangki penyimpanan bahan kimia) menggunakan pompa. Setelah semua kondisi yang disyaratkan tercapai, campuran POME kemudian dipompa dengan primary feed pump menuju bagian bawah/dasar reaktor ABR (lagoon).

4. Unit Reaktor Biogas (ABR)

Fungsi, Memproduksi biogas (mengubah POME menjadi biogas dan air limbah bersih).

Peralatan Utama, ABR Reactor Pond (lengkap dengan sistem perpipaan di dalamnya:

perpipaan umpan POME, perpipaan penarikan lumpur, perpipaan penarikan buih/busa, perpipaan keluaran POME, dan perpipaan gas).

Deskripsi, Reaktor ABR berupa konstruksi kolam yang sangat besar, dengan kedalaman

(9)

9

melalui unit pengaliran balik. Reaktor ABR ini juga ditutup dengan lembaran HDPE geomembran 1 mm untuk menahan dan mengumpulkan biogas yang terbentuk. Biogas kemudian dialirkan keluar reaktor menuju unit pengolahan dan pemurnian biogas, melalui perpipaan biogas yang dipasang di sekeliling bagian atas reaktor. Reaktor ABR ini didesain secara khusus untuk mencegah gangguan yang sering timbul: akumulasi minyak di atas reaktor, dan sedimentasi berlebih di dasar reaktor; keduanya dapat dikeluarkan dengan sistem perpipaan penarikan buih/busa dan lumpur, tanpa membuka penutup reaktor.

5. Unit Daur Ulang dan Pengaliran Balik POME

Fungsi, Mengalirkan POME keluaran reaktor biogas kembali ke unit pencampuran dan

kembali ke area PKS.

Peralatan Utama, Overflow Weir (dengan Gate), Discharge Pump.

Deskripsi, POME dari reaktor dialirkan dengan gravitasi melalui perpipaan menuju

overflow weir yang berupa bak beton berkapasitas 18 m3. Bak ini terbagi atas 2 ruangan, di mana ruangan pertama berfungsi sebagai penampung POME bersih keluaran reaktor, dan ruangan kedua merupakan tempat pengambilan POME. POME dari ruangan kedua dialirkan sebagian kembali ke unit pencampuran (lewat pipa) dan sisanya dipompa kembali ke pabrik PKS dengan menggunakan pompa.

6. Unit Penanganan dan Pemurnian Biogas

Fungsi, Mengkondisikan biogas keluaran reaktor agar memenuhi syarat sebagai

umpan bahan bakar gas engine (temperatur, tekanan, kemurnian, kadar pengotor, dll).

Peralatan Utama, Scrubber, Cyclone, Heat Exchanger (dilengkapi Chiller dan Cooling

Tower), Blower, Filter.

Deskripsi, Biogas dikeluarkan dari reaktor melalui jaringan perpipaan gas menuju

unit penanganan dan pemurnian biogas. Untuk mengalirkan biogas di sistem ini, digunakan gas blower. Penanganan dan pemurnian biogas agar memenuhi persyaratan masuk gas engine, secara berurutan terdiri dari:

- Scrubber, untuk menghilangkan kadar pengotor H2S.

- Cyclone, untuk menghilangkan kadar pengotor padatan.

- Heat Exchanger 1 (dengan Chiller), untuk menghilangkan kadar air. - Blower, untuk menambah tekanan dan mengalirkan biogas.

(10)

10

7. Unit Flaring (Pembakar Gas)

Fungsi, Sebagai perlengkapan keamanan proses, agar biogas yang tidak terpakai ke

gas engine dapat dilepas ke lingkungan tanpa menimbulkan bahaya.

Peralatan Utama, Flare dilengkapi dengan flame arrester.

Deskripsi, Jika biogas yang diproduksi dari reaktor berlebih, tidak digunakan, atau terjadi

kegagalan pemurnian sehingga kadar pengotor tidak dapat diturunkan sesuai persyaratan; biogas dari blower akan langsung dibuang/dialirkan ke unit flare untuk dimusnahkan. Biogas dialirkan dari blower dengan pipa panjang menuju unit flare yang terletak jauh dari peralatan proses, kemudian gas akan langsung terbakar otomatis di flare dan dilepaskan ke lingkungan dalam bentuk sudah terurai yang tidak berbahaya.

8. Unit Pembangkit Listrik (Gas Engine)

Fungsi, Menghasilkan listrik yang digunakan untuk disalurkan ke masyarakat, dan

juga untuk menggerakkan peralatan di PLT biogas.

Peralatan Utama, Gas Engine Generator, satu sistem sudah dalam kontainer; dan Trafo

Step-Up.

Deskripsi, Biogas yang telah dimurnikan digunakan sebagai bahan bakar pada gas

engine untuk membangkitkan listrik. Listrik yang dibangkitkan kemudian dialirkan ke jaringan (di luar lingkup kerja Instalasi) untuk didistribusikan kepada pengguna, setelah melalui trafo step-up.

9. Sistem Kelistrikan dan Pengendalian

Fungsi, Memberikan sumber energi bagi alat-alat di PLT biogas dan mengendalikan

proses.

Peralatan Utama, Panel PLC, MCB, dan kabel-kabel terkait; kompresor, dan

sensor-sensor.

Deskripsi, Pembangkit listrik tenaga biogas ini dilengkapi dengan sistem PLC, untuk

(11)

11

3. PRINSIP DESAIN

3.1. Perhitungan Emisi Rumah Kaca

Perhitungan emisi Instalasi ini memakai metodologi yang telah ditetapkan oleh UNFCCC yaitu AMS-III.H (Approved Methodology, version 13): ”Methane recovery in waste treatment” (unfcc, 2015), untuk perhitungan jumlah gas rumah kaca yang dikeluarkan dari kolam pengolahan limbah. Dan untuk perhitungan pengurangan jumlah gas rumah kaca untuk penggantian bahan bakar fosil untuk membangkitkan listrik dipakai AMS-ID (Grid connection renewable electricity version 11/ unfcc, 2015)

3.1.1. Baseline Instalasi

Disain kedalaman kolam rata-rata adalah 5 m, dimana untuk menjaga kedalaman

sludge/lumpur diambil dari dalam kolam secara berkala. Lumpur tersebut dimanfaatkan untuk pupuk di areal perkebunan atau ditumpuk begitu saja di sekitar kolam. Karena sebelum (baseline) dan setelah Instalasi dilaksanakan (project activity), pengolahan lumpur ini tidak mengalami perubahan, maka dianggap tidak ada pengurangan emisi pada proses ini, maka BEs.treatment,y = 0. Dan karena lumpur

digunakan sebagai pupuk/soil application maka BEs.final,y = 0.

Baseline emission dari Instalasi penangkapan gas metana pada sistem pengolahan limbah air dapat ditunjukkan dengan persamaan pada AMS-III.H (Approved Methodology) (version 13): ”Methane recovery in waste treatment” (unfcc, 2015):

dimana,

limbah cair yang dibuang ke sungai/laut (t-CO2)

BEs.final,y : Emisi baseline pembusukan anorganik lumpur (t-CO2)

(12)

12

Pengolahan sludge/ lumpur pada Instalasi ini tidak mengalami perubahan dengan adanya Instalasi ini, dimana lumpur diambil dari kolam anaerobik secara berkala untuk menjaga kualitas air yang dikeluarkan ke areal perkebunan, sehingga dalam Instalasi ini

BEs.treatment,y = 0. Dalam kajian ini, limbah cair yang keluar dari kolam anaerobik diolah

dengan baik di kolam aerobik, maka BEww.discharge,y = 0. Dengan kondisi Instalasi seperti

itu, maka persamaan baseline dalam kegiatan Instalasi ini menjadi : (unfcc, 2015)

BE y  BEww.tr ea tment,y

Qww,i ,y CODr emoved ,i ,y MCFww.tr ea tment,BL ,i

 Bo ,ww UFBL GWPCH 4 (2)

Dimana,

Qww,i,y : Jumlah limbah air (t/m3)

CODremoved,i,y : Nilai COD yang terambil/terolah

MCFww.treatment,BL,i : Faktor koreksi gas metana baseline pengolahan limbah air 0,8 (kolam

anaerobik dalm)

flowmeter mahal, tidak ada kepentingan bagi PKS untuk melakukan pengukuran volume air limbah. Jumlah air limbah ini ditentukan dengan perhitungan menggunakan koefisien perbandingan antara jumlah TBS yang diolah dan jumlah limbah air.

Dalam studi ini dipakai angka 0,6 , yang merupakan angka acuan dari PKS di PTPN V. Untuk PKS di Malaysia dari literatur yang ada, memakai angka 0,7 [6]. Pengukuran COD di inlet dan outlet kolam anaerobik, yang merupakan parameter penting untuk menentukan jumlah gas metana, nilainya diambil dari data laporan bulanan kualitas limbah cair ke Badan Pengawasan Lingkungan Daerah di lokasi masing masing PKS. Nilai COD di inlet kolam anaerobik tercatat 50.000 mg/L, dan untuk outlet tercatat 5000 mg/L (DPU, Riau 2009).

Baseline emission dari penggantian bahan bakar fosil dengan menggunakan bahan bakar gas metana ini ditunjukkan dengan persamaan pada AMS-ID (Grid connection renewable elecricity vesion 11/ unfcc, 2015):

(13)

13

Total dari emisi baseline adalah total dari persamaan (2) dan (3).

3.1.2. Emisi Instalasi

Emisi Instalasi yang dihasilkan berdasarkan AMS-III.H (Approved Methodology) (version

13): ”Methane recovery in waste treatment” (unfcc, 2015), adalah :

Pey  PE power,y PEww.tr ea tment,y PEs .tr ea tment,y Eww.discha r ge ,y PEs . fina l,y  PE fugitive,y PEbioma ss,y sebelum Instalasi dilaksanakan, yaitu serabut dan cangkang (limbah biomasa) dari kelapa sawit, sehingga emisi dianggap tidak ada, PEpower,y = 0.

(14)

14

diolah/nilai COD limbah air setelah melewati kolam anaerobik pada saat sebelum Instalasi dan sebelum Instalasi adalah sama, maka dalam perhitungan ini dapat dianggap PEww.discharge,y

= 0.

Lumpur/sludge dari kolam anaerobik diambil secara periodik untuk menjaga kulitas proses pengolahan air dan mencegah pendangkalan kolam. Lumpur diambil dari kolam, dikeringkan dengan sinar matahari dan kemudian dibuang ke lahan perkebunan terdekat sebagai pupuk, sehingga PEs.final,y = 0. Dengan tidak adanya pengolahan lumpur

maka pada emisi pada kegiatan tersebut tidak ada, dan tidak ada nilai PEs.treatment,y. Karena

tidak ada biomassa yang disimpan di bawah kondisi anaerobik, maka tidak ada nilai

PEbiomass,y.

Dengan kondisi aktivitas Instalasi seperti di atas maka persamaan (4) menjadi,

PE y PEww.tr ea tment,y PE fugitive,y PE fla r ing,y (5)

PE fugitive,y PE fugitive,ww,y PE fugitive,s ,y (6)

karena pada kajian ini tidak ada sistem pengolahan sludge, maka, nilai PEfugitive,s,y tidak ada,

sehingga,

PE fugitive,y  PE fugitive,ww,y (7)

PE fugitive,ww, y

1 CFEww

 MEPww.tr ea tment,y GWPCH 4 (8)

Dimana,

CFEww :

Efisiensi pengkapan dari fasilitas penangkapan gas pada sitem pengolahan limbah, 0,9 (unfcc, 2015)

GWPCH4 :

Potensi emisi gas metana pada sistem pengolahan limbah air yang dilengkapi sistem penangkap gas bio, 21 (unfcc, 2015)

Potensi gas metana yang dihasilkan dari limbah cair dari kolam anaerobik dinyatakan dalam persamaan di bawah ini,

MEPww.tr ea tment,yQww,y  Bo ,ww  UFPJ

CODr emoved ,PJ ,k ,y MCFww.tr ea tment,PJ ,k ,y (9)

(15)

15

1000  MEP GWP  Qww,y : Jumlah limbah air (t/m3)

Bo,ww : Kapasitas produksi gas metana pada limbah air, 0,21 kg

(CH4/kgCOD) (unfcc, 2015)

UFPJ : Faktor koreksi model untuk perhitungan ketidakpastian model,

1,06[5]

CODremoved,PJ,k,y : Jumlah COD yang terambil/terolah.

MCFww,treatment,PJ,k : 0,8 (kolam anaerobik dalam) (unfcc, 2015)

PE fla r ing,y

TM RGH

10,9

GWPCH 4

/

1000 (10)

Dimana jumlah massa gas metana yang mengalir pada aliran gas bio pada fasilitas pembakaran/flaring dianggap sama dengan jumlah massa gas metana yang dihasilkan kolam anaerobik setelah dikurangi jumlah gas metana yang terlepas pada dari sistem penangkapan gas,

TM RGHGWPCH 4

/

ww.tr ea tment,y CH 4 fugitive,ww,y (11)

Dimana,

ΣTMRG,h : Jumlah massa gas metana pada aliran gas bio buang (kg/h) Sehingga

persamaan (10) dapat diubah menjadi persamaan di bawah ini,

3.1.3. Kebocoran / Leakage

Pada kajian ini instalasi sistem penangkapan dan pembakaran gas metana merupakan sistem/peralatan yang baru, sehingga kebocoran/leakage dianggap nol, LE = 0.

3.1.4. Pengurangan Emisi (EmissionRreduction)

Pengurangan emisi dari skenario Instalasi ini adalah sebagai berikut:

ERy ,ex a nteBE y ,ex a nte BE y ,electr icity

PE y ,ex a nte LE y ,ex a nte

) (13)

(16)

16

ERy ,ex a nte BE ww.tr ea tment,y  BE y ,electr icity 

PE ww.tr ea tment,y  PE fugitive,y PEfla r ing,y

)

(14)

Dari persamaan (14), pengurangan emisi dari Instalasi CDM ini, ERy,ex ante didapat dari

pengurangan antara emisi dari pengolahan limbah cair, BEww,treatment, dan emisi dari listrik

yang dipakai, BEy, electricity saat Instalasi CDM belum dimulai dikurangi dengan emisi dari

sistem pengolahan limbah cair, PEww,treatment, emisi Instalasi dari biogas yang terlepas dari

sistem penangkapan, PEfugitive dan emisi dari ketidaksempurnaan pembakaran, PEflaring di

tahun y pada Instalasi CDM.

3.2. Nilai Kalor Biogas

Komposisi gas metana dai biogas yang berasal dari POME berkisar 60-70% [9] atau 65% [10], dimana sisanya adalah merupakan gas CO2 dan gas gas lainnya. Dari literatur

yang ada, setiap 1 ton POME akan menghasilkan 28,8 m3 biogas dengan nilai kalor biogas yang dihasilkan dari POME adalah berkisar 4740-6560 kcal/m3, dan dengan konversi energi sekitar 35%, maka nilai 1m3 biogas akan dapat menghasilkan listrik setara dengan 1,8 kWh/m3 biogas (sairan at all, 2007, Zaidan, 2007).

3.3. Keekonomian Instalasi PLTBg

Biaya yang dikeluarkan dalam pembuatan instalasi PLTBg ini digunakan untuk : i) biaya pengurusan administrasi CDM

ii) biaya investasi

iii) biaya operasi Instalasi, dengan usia Instalasi 10 tahun. Pendapatan dari Instalasi ini berasal dari :

i) penjualan karbon/CER (Certified Emission Reduction) ii) penjulaan listrik ke PT. PLN (masyarakat).

Pendapatan dari CER sendiri, merupakan total CER dari pengurangan GRK yang berasal dari penangkapan gas metana di kolam aerobik melalui penutupan kolam an-aerobik dengan HDPE (High Density Polyethylene), dan dari pengurangan GRK yang didapat dari penggantian gas metana sebagai bahan bakar untuk membangkitkan listrik. Dalam hal ini terjadi pengurangan bahan bakar fosil. Listrik yang dihasilkan dikoneksikan dengan jaringan sistem kelistrikan interkoneksi Sumatera.

(17)

17

PLTBg ini, Usaha penangkapan gas metana dari limbah cair di kolam pengolahan limbah cair, jelas merupakan suatu Instalasi yang sedikit menghasilkan pendapatan bagi perusahaan, sebaliknya akan menjadi beban jika Instalasi ini harus dilaksanakan dengan biaya perusahaan. Dengan memasukkan usaha penangkapan gas metana ini ke dalam mekanisme CDM, maka akan didapatkan pendapatan dari penjualan sertifikat pengurangan GRK, yang dapat digunakan untuk menutup biaya operasional usaha penangkapan gas metana ini.

4. KONDISI OPERASI

4.1. Emisi Gas Rumah Kaca

Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) dalam kajian ini adalah GRK yang dihasilkan dari proses pembusukan material organik di limbah cair, yaitu gas metana, CH4. Perhitungan

emisi memakai persamaan-persamaan yang dijelaskan pada sub bab 3.1. Perhitungan emisi baseline, BEy, dihitung dengan persamaan (2), emisi Instalasi, PEy, dihitungan dengan

persamaan (3). Pengurangan emisi, ERy, dari Instalasi ini dihitungan dengan memakai

persamaan (11), yang merupakan selisih dari hasil perhitungan emisi baseline, saat aktivitas Instalasi belum dilaksanakan (persamaan (2) dan emisi Instalasi, saat aktivitas Instalasi dilaksanakan (persamaan (3). Hasil perhitungan ditunjukkan di Tabel 1. Penangkapan gas metana dari kolam anaerobik di PKS Pinang Tinggi dan PKS Tanjung Lebar, dapat mengurangi emisi sebesar 24.366 t-CO2. Dalam kurun waktu usia Instalasi, 10 tahun, maka

reduksi emisi dari penangkapan adalah sebesar 240.366 t-CO2.

Tabel 1. Pengurangan emisi tahun 2008

(18)

18

maka jumlah energi yang dibangkitkan dan kapasitas pembangkit yang dibutuhkan ditentukan. Dari listrik yang digantikan, jumlah pengurangan GRK yang didapat dari pemakaian bahan bakar fosil dihitung dengan persamaan (3), total dari kedua PKS tersebut ditunjukkan di Tabel 2 . Sehingga total reduksi GRK adalah 7411 t-CO2/tahun. Dalam

kurun waktu 10 tahun, GRK yang dikurangi sebesar 74.110 t-CO2.

Tabel 2. Jumlah energi listrik dan kapasitas pembangkit

Dengan biaya pokok penyediaan listrik sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM Nomor 269-12/26/600.3/2008, BPP Daerah Jambi adalah Rp 869,-/kWh. Jika listrik yang dihasilkan dikoneksikan ke jaringan menengah maka nilai BPP menjadi 80% (Permen ESDM no. 002, 2008), yaitu Rp 695,2/kWh. Dengan harga BPP tersebut, tiap tahun PKS Pinang Tinggi dan PKS Tanjung Lebar akan mendapatkan pendapatan kotor dari hasil penjualan listrik masing-masing sebesar Rp 4,0 milyar dan Rp 2,9 milyar.

4.3. Penjualan Kredit Karbon

Penjualan kredit karbon ini akan menjadi pendapatan pemilik PT. PN VI selaku pengelola instalasi. Jika nilai jual kredit karbon adalah EURO 10/t-CO2, dan nilai kurs 1

EURO = Rp.14.000,-, maka pada PKS Pinang Tinggi dan PKS Tanjung Lebar dari pengurangan GRK dari penangkapan gas metana dan penggantian tenaga listrik didapat masing masing pengurangan GRK sebesar 18.531 t- CO2/thn (4.322 t-CO2/thn +14.209

t-CO2/thn) t-CO2/thn dan 13.247 t-CO2/thn (3.089 t- CO2/thn +10.158 t-CO2/thn).

(19)

19

5. SIMPULAN

Pengambilan gas metana dari kolam pengolahan limbah cari di PKS masih sangat sedikit diaplikasikan di Indonesia. Kendala utama adalah faktor keekonomian, karena usaha ini tidak menghasilkan pendapatan secara langsung. Dengan adanya mekanisme CDM, usaha ini dapat menjadi layak secara ekonomi. Dengan adanya methan capture emisi udara yang di sebabkan oleh adanya POME berkurang, hal ini akan menjadikan setiap PKS secara langsung menerpkan industri yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.

Diharapakan pemerintah memberikan insentif untuk setiap PKS yang mengaplikasikan

methane capture, sehingga PKS lain bisa menyusul untuk menerapkannya dengan harapan kondisi lingkungan dan ekosistem di sekitar PKS akan terus terjaga.

6. UCAPAN TERIMAKASIH

Ucapan Terimakasih Disampaiakan Kepada Prof.Dr.Ir. Muhammad Romli, Msc.St, Selaku Dosen Mata Kuliah Manajemen Lingkungan Industri Lanjut,

Program Pascasarjana Teknologi Industri Pertanian Institut Pertanian Bogor, Desember

2015

Cicerone R J. 1987. Changes in Stratospheric Ozone. J. Science 237: 35-42.

Departemen Pertanian. 2008. Pedoman Pengelolaan Limbah Industri Kelapa Sawit, Jakarta. Dinas Pekerjaan Umum Prov. Riau, 2009, Hasil Pemeriksaaan Limbah Cair, Pekanbaru. Direktorat Jendral Perkebunan, 2014. Peran Strategis ISPO DalamBisnis Produk Kelapa

Sa wit”. http://ditjenbun.pertanian.go.id. [Diunduh 07 Desember 2015].

Environmental Protection Agency (EPA). 2011. Regulatory Announcement: EPA Issues Notice of Data Availability Concerning Renewable Fuels Produced from Palm

Oil Under the RFS Program. Environmental Protection Agency. United States. Kementerian Kehutanan Republik Indonesia. 2011. Rencana Kehutanan Tingkat Nasional

(RKTN) 2011-2030. http://www.dephut.go.id. [Diakses 07 Desember 2015]. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) . 2007. IPCC Fourth

(20)

20 Desember 2015].

Irhan Febijanto, 2010, Potensi Penangkapan Gas Metana Dan Pemanfaatannya Sebagai Bahan Bakar Pembangkit Listrik di PTPN VI Jambi, Pusat Teknologi Sumberdaya Energi, BPPT,

Nihon Energi Gakkai Zaidan, 2007, Asia Biomass Handbook.

Peraturan Menteri ESDM Nomor 269-12/26/600.3/2008, tentang Biaya Pokok Penyediaan (BPP) Tenaga Listrik.

Peraturan Menteri ESDM No:002, 2008, tentang Pembangkit Listrik Skala Menengah Berbahan bakar Energi Terbarukan.

Subekti Purwo, 2015, Pengolahan Limbah Cair Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit Menjadi Biogas Untuk Pembangkit Listrik Tenaga Biogas (PLTBg). Mahasiswa Program Pascasarjana Teknologi Industri Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Subekti Purwo, Haryadi Dwi Dedi, Paramuji Muji, 2015, Strategi Penanganan Da mpak Lingkunga n Produksi Crude Palm Oil Menggunaka n Metode Soft System

Methodology (SSM), Mahasawa Program Pascasarjana Teknologi Industri Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Salim Sairan and Mohamad Irwan Aman, 2007, CO2 Reduction Opportunities-Power

Gambar

Gambar 1. Skema proses produksi di pabrik pengolahan kelapa sawit
Gambar 2. Koloma LCPKS
Gambar 3. Skema efek GRK
Gambar 4.  skema pengurangan efek GRK dengan methane capture
+5

Referensi

Dokumen terkait

Pengolahan carnpuran glycerine pitch dan limbah cair industri ini secara anaerobik merupakan salah satu alternatif yang clikaji kelayakannya dalam penelitian ini.. Penelitian

Pemanfaatan limbah lumpur padat (Sludge) pabrik pengolahan kelapa sawit sebagai alternatif penyediaan unsur hara di tanah Ultisol. Percobaan rumah kasa yang memanfaatkan sludge

Dengan adanya pengaruh yang ditimbulkan pengadukan pada proses pengolahan limbah cair dengan cara digestasi anaerobik maupun digestasi aerobik maka dilakukan penelitian

Untuk menurunkan dan mengetahui persentase penurunan kadar COD, TS dan TSS limbah cair pabrik kelapa sawit dari effluent kolam anaerobik dengan menggunakan metode

Effluent (hasil akhir yang dibuang ke alam) dari instalasi pengolahan limbah cair dari pabrik- pabrik CPO yang ada di Indonesia umumnya masih belum memenuhi kriteria sesuai

Instalasi Pengolahan Air Limbah Bojongsoang mulai beroperasi Pada tahun 1992, dengan Kolam Stabilisasi Instalasi ini mempunyai Luas Area 85 Ha , terletak

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bahwa pengolahan secara kimia Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit kolam pengasaman dengan menggunakan mineral

Pengolahan limbah dengan aerobic activated sludge (lumpur aktif) merupakan proses biologis menggunakan mikroorganisme untuk mendegradasi bahan-bahan organik yang