• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDIDIKAN AKHLAK PADA ANAK USIA BALITA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENDIDIKAN AKHLAK PADA ANAK USIA BALITA"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

PENDIDIKAN AKHLAK PADA ANAK USIA BALITA

Oleh : Muhammad Fadlun

Mahasiswa Prodi PAI Pascasarjana IAIN Purwokerto muhammadfadlun@gmail.com

Abstarct

In family, every parent wish that their children grow with good attituide, be the pride and have good characters in every thing. The education from an early age should be more serious, especially in moral education so that they do not become children who are weak in faith to grow up into good generation. moral education in childhood is very important and its not easy to applicate, because education in childhood should be with specific approaches. This paper offers ways to educate the toddlers. Some of the methods that can be performed and selected in the in educating the toddlers such as: exemplary method, story method, reward and punishment methods. By using the methods that applied in education is expected to be a good step before entering school.

Key world: Education, moral, and early age.

Abstrak

Dalam kehidupan berkeluarga, setiap orang tua tentu mengharapkan anak-anaknya dapat tumbuh menjadi anak-anak yang baik, dapat dibanggakan dan mempunyai karakter atau sifat-sifat yang positif dalam segala hal. Pendidikan anak-anak sejak dini harus mendapat perhatian lebih serius terutama dalam pendidikan akhlak agar mereka tidak menjadi anak-anak yang lemah iman sehingga tumbuh dewasa menjadi generasi yang shaleh. pendidikan akhlak anak usia pra sekolah sangat penting dan pelaksanaannya bukanlah suatu hal yang mudah, karena dalam membina anak kecil harus dengan pendekatan-pendekatan khusus. Pendidikan anak balita merupakan hal yang sangat penting bagi orang tua, ada beberapa metode yang dapat dilakukan dan dipilih dalam dalam mendidik anak diantaranya: metode teladan, metode kisah, metode reward, dan metode punishment. dengan adanya metode yang diterapkan dalam mendidik anak diharapkan dapat menjadi langkah yang baik sebelum memasuki pendidikan di sekolah.

(2)

A. Latar Belakang Masalah

Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, suatu potensi baik yang mengarah pada agama tauhid. Namun anak juga dilahirkan dalam keadaan yang lemah, tidak tahu apa-apa. Oleh karena itulah pendidikan harus diberikan kepada anak untuk mengarahkan anak menemukan kondisi fitrahnya.Pendidikan tersebut harus dilaksanakan mulai dari anak usia kandungan sampai dewasa. Ketika dalam kandungan, pendidikan dilakukan terhadap orang tua. Begitu anak lahir, pendidikan dikenakan terhadap anak secara langsung dan orang tua adalah pendidik yang pertama dan utama, khususnya bagi anak usia balita.

Salah satu bidang pendidikan yang menjadikan anak tetap pada fitrahnya adalah pendidikan akhlak. Yakni pendidikan yang menanamkan perilaku luhur yang menjadi kebiasaan pada anak. Namun permasalahannya saat ini adalah bahwa untuk dapat melaksanakan pendidikan akhlak terhadap anak, bukanlah hal yang mudah. Hal ini dikarenakan perkembangan kondisi sosial budaya yang begitu pesat, yang telah mengikis nilai-nilai moral dan akhlak. Untuk itu diperlukan metode pendidikan akhlak yang efektif bagi anak.

Metode yang efektif merupakan metode yang mampu mencapai tujuan pembelajaran dengan lebih cepat dan tepat dengan memperhatikan karakteristik subyek didik. Balita merupakan tahap pertama setelah anak lahir ke dunia, yang berarti juga pendidikan tahap pertama dilaksanakan dalam usia ini.

Tulisan ini berusaha memaparkan tentang bagaimana pendidikan pada anak usia balita dan bagaimana metode pendidikan akhlak yang tepat pada anak usia balita.

B. Pembahasan

1. Pengertian Pendidikan Akhlak

(3)

kata “akhlak”, berasal dari bahasa Arab, yakni kata

khuluqun” yang menurut lughat berarti: budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat dan erat kaitannya dengan kata Khaliq (Pencipta) dan makhluk (yang diciptakan). Oleh karena itu, persoalan yang dibicarakan dalam akhlak tidak hanya terbatas pada baik dan buruknya tabiat, perangai dan adat kebiasaan atau perilaku manusia dalam kehidupan sehari-hari, tetapi membahas berbagai masalah yang menyangkut hubungan antara manusia (sebagai makhluk) dengan Allah Tuhan yang Maha Pencipta (Khalik), hubungan manusia dengan dirinya sendiri, hubungan manusia dengan sesama manusia dan hubungan manusia dengan makhluk yang lainnya. Adapun pengertian akhlak secara terminologi, salah satunya seperti yang dikemukakan oleh Al Ghazali (t.th: 58) adalah sebagai berikut:

ريغ نمرسي ل سب عفا ردصت نع خس ر سفنل ىف يه نع ر ع قلخل ف

ي ر ر ف ىل ج ح

Akhlak adalah suatu sifat yang tatanan dalam jiwa seseorang yang dari sifat itu timbul perbuatan yang mudah tanpa memerlukan pertimbangan pikiran terlebih dahulu.

(4)

Pendidikan akhlak menurut Ahmad Amin (1975:3), yaitu merupakan usaha yang dilakukan dengan sadar untuk membimbing serta

mengarahkan kehendak seseorang guna mencapai tingkah laku yang baik dan diarahkan agar menjadikannya suatu kebiasaan. Dengan demikian pengertian pendidikan dan akhlak sebagaimana tersebut di atas dapatlah ditarik kesimpulan bahwa pendidikan akhlak adalah suatu aktivitas yang disengaja dilakukan untuk membina watak, tabiat dan budi pekerti, agar seseorang anak mempunyai perangai yang baik sesuai dengan ajaran Islam untuk menuju terbentuknya kepribadian utama yang merupakan salah satu inti dari ajaran Islam.

2. Pengertian Anak Balita

Kata balita merupakan singkatan dari anak bawah lima tahun adalah anak yang mempunyai usia kurang dari lima tahun. Usia balita merupakan usia penting dalam pertumbuhan dan perkembangan fisik anak. Menurut Persagi dalam Uripi,V., (2004:2) berdasarkan karakteristiknya anak usia balita dibedakan menjadi usia batita (> 1 - 3 tahun), dan usia prasekolah (>3 - 5 tahun). Anak balita adalah anak yang telah menginjak usia di atas satu tahun atau lebih popular dengan pengertian usia anak di bawah lima tahun (Muaris H, 2006: )

(5)

3. Karakter Anak Balita

Karakter anak balita merupakan sesuatu yang terjadi dalam pertumbuhan dan perkembangan pada masa balita tersebut. Pertumbuhan dalam aspek fisik dan perkembangan dalam aspek psikologis merupakan dua hal yang saling berkaitan, tidak lepas satu sama lain. Akan tetapi biasanya pertumbuhan fisik mendahului perkembangan psikologisnya.

Pertumbuhan fisik pada fase balita terjadi dengan sangat mencolok, otot-otot, daging dan kelenjar dipersiapkan untuk perkembangan fisik yang dititik beratkan pada kemampuan berjalan, berbicara dan bergerak. adapun tahapan-tahapannya adalah sebagai berikut: (a) umur satu tahun dapat berjalan dua atau tiga langkah, (b) umur dua tahun anak pandai berjalan dan sudah mulai berlari, dan (c) umur tiga tahun anak sudah terampil berlari, melompat, memanjat kursi dan bermain dengan anak lainnya. ( Kasiran: 1983: 58). Sedangkan aspek psikologisnya, perkembangan ditandai oleh beberapa hal yang sangat menonjol, yakni: (a) Perkembangan Bahasa. Anak balita berbahasa didorong oleh adanya tiga keinginan, yakni: (1) Keinginan untuk melahirkan perasaan dan (2) Keinginan untuk meniru atau imitasi.

(6)

(Kasiran,1983: 65). Selain karakterstik perkembangan tersebut, anak balita juga memiliki sifat-sifat yang sangat khas, yakni: suka meniru, suka bermain, dan senang bertanya. (Zakiyah, 1995: 62). Karakter yang khas pada usia balita ini diharapkan dapat membantu dalam pemilihan metode pembelajaran, terutama pendidikan akhlak, yang merupakan tuntunan untuk berperilaku bagi balita yang tidak menutup kemungkinan akan menentukan perilakunya di masa yang akan datang. Jadi yang dimaksud pendidikan akhlak pada anak balita adalah suatu aktivitas yang disengaja dilakukan untuk membina watak, tabiat dan budi pekerti, agar seseorang anak mempunyai akhlak yang baik sesuai dengan ajaran nilai-nilai Islam untuk menuju terbentuknya kepribadian yang baik yang merupakan salah satu inti dari ajaran Islam, yang di sesuaikan dengan fase pertumbuhan anak balita sebagai bekal pada masa pertumbuhan selanjutnya yaitu masa dewasa. Hal ini Sangat penting karena tentunya anak ketika menginjak masa dewasa, tidak serta merta tahu tentang akhlak, akan tetapi pendidikan akhlak hendaknya di ajarkan pada usia sedini mungkin.

4. Tujuan Pendidikan Akhlak

(7)

untuk: (a) Mempengaruhi dan mendorong serta membentuk karakter anak yang berakhlak mulia dan (b) Membina dan membimbing anak agar selalu berada dalam koridor keislaman yang diridloi oleh Allah SWT. Menjaga fitrah anak agar selalu beribadah kepada Allah SWT.

5. Metode Pendidikan Akhlak

Pelaksanaan pendidikan akhlak bagi anak tidak bisa lepas dari metode yang digunakan, sebab dengan metode itulah pendidikan bisa dilaksanakan. Metode pendidikan adalah semua cara yang digunakan dalam upaya mendidik. Jadi metode pendidikan akhlak adalah semua jalan atau cara yang digunakan dalam upaya mendidik akhlak. (Ahmad, 2001: 24)

Metode mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam proses pendidikan Islam untuk tercapainya tujuan pendidikan. Tanpa adanya suatu metode yang jelas, maka materi pelajaran yang disampaikan tidak akan tersampaikan dengan efektif. Suatu metode dikatakan baik bila memiliki relevansi dengan tujuan pendidikan itu.

Dalam mendidik anak balita diperlukan suatu metode yang sesuai dan khusus. Dalam hal ini orang tua sebelum menggunakan metode harus benar-benar mempertimbangkan berbagai tujuan pendidikan, sehingga tujuan pendidikan dapat terwujud dengan baik.

Rasulullah SAW. telah memberikan contoh tentang berbagai cara atau metode dan dasar-dasar pendidikan akhlak yang baik, benar serta berkepribadian Islami untuk anak-anak. Apabila orang tua bisa menerapkan, metode yang telah diterapkan oleh Islam terhadap pendidikan, hal ini sangatlah efektif dalam membina kepribadian anak didik. Metode tersebut adalah sebagai berikut:

1. Metode keteladanan

(8)

dan meniru. Begitu pula, mereka memiliki rasa ingin tahu yang besar terhadap sesuatu yang menarik minatnya. Anak-anak menyimpan kesan dari semua orang-orang yang penting sebagai model perilaku yang layak untuk ditiru. Pendekatan ini lebih erat pada lingkungan anak, karena akhlak yang baik dapat juga diperoleh dengan memperhatikan orang-orang baik dan bergaul dengan mereka. Secara alamiah, anak akan meniru tabiat seseorang tanpa disadarinya. Dalam konteks ini, kondisi lingkungan mempunyai peran penting dalam pembentukan perilaku yang baik pada diri anak.

Menurut Asnelly (1998: 39) dalam berlangsungnya proses pendidikan metode keteladanan dapat diterapkan dalam dua bentuk, yaitu secara langsung (direct) dan secara tidak langsung (indirect). Dalam hal ini dapat dijelaskan bahwa penerapan metode keteladanan dalam proses mendidik anak dapat dilakukan dengan dua cara yaitu secara langsung (direct) maksudnya bahwa pendidik benar-benar mengaktualisasikan dirinya sebagai contoh teladan yang baik bagi anak. Contohnya ayah mememperlihatkan makan dan minum menggaunkan tangan kanan, orang tua tidak menampilkan prilaku suka marah di depan anak-anak, ayah membantu ibu dalam pekerjaan ruah tangga, orang tua selalu membaca do‟a baik sebelum dan sesuadah makan.

Selain secara langsung, metode keteladanan juga dapat diterapkan secara tidak langsung (indirect) yang maksudnya, orang tua memberikan teladan kepada anaknya dengan cara misal orang tua menampilkan tuturkata yang santun ketika berbicara dengan orang lain. Tidak terlalu banyak bermain gadget di depan anak-anak

(9)

dibanding ucapan, dan (c) Metode teladan tidak membutuhkan penjelasan.

Menurut Abdullah (2007: 142) keteladanan orang tua dalam pendidikan anak balita merupakan metode yang berpengaruh dalam mempersiapkan dan membentuk aspek moral, spiritual, dan etos sosial anak. Hal ini karena orang tua merupakan figur terbaik dalam pandangan anak yang tindak-tanduknya dan segala tingkah lakunya, baik disadari atau tidak, ditiru oleh anak, dan tertanam dalam kepribadian anak. Untuk itu orang tua harus lebih hati-hati dalam berprilaku karena setiap prilakunya akan memungkinkan ditiru anak. Akan sangat fatal bila anak di totonkan perilaku yang tidak baik misalkan ayah suka marah-marah di depan ibu, hal ini bisa mempengarui psykologis nya sehingga anak bisa menjadi pemarah sesuai yang dicontohkan ayah.

2. Metode Kisah

Metode Kisah merupakan salah satu metode yang efektif digunakan untuk membangun dan membentuk karakter peserta didik, karena kisah menurut Hendri (2013: 82) memberikan sentuhan-sentuhan psikologis kepada siapapun yang mendengarnya. Lebih lanjut Hendri (2013: 64) mengemukakan bahwa dongeng atau kisah adalah guru yang bijak untuk membimbing peserta didik menjadi anak yang cerdas, kreatif, pintar dan penuh fantasi. Dengan kisah anak tidak merasa disuruh walaupun itu suruhan, tidak merasa didoktrinasi walaupun itu sebuah doktrin, dan tidak merasa diajari walaupun itu sebuah ajaran. Semua mengalir tanpa paksanaan. Kisah adalah guru yang bijak yang akan mengarahkan dan menjadikan peserta didik memiliki karakter atau pribadi yang baik.

(10)

kesadaran anak-anak terhadap bahan nasehat. Metode Kisah bisa diberikan dengan cara: (a) Seruan yang menyenangkan, seraya dibarengi dengan kelembutan atau upaya penolakan, (b) Bercerita tentang kisah yang bisa menjadi perumpamaan yang mengandung pelajaran bagi anak, dan (c) Memberikan wasiat yang berupa pengarahan, perintah dan larangan.

Di antara materi yang perlu diterapkan dengan metode kisah adalah orang tua dapat megenalkan anaka dengan hal yang berkaitan dengan masalah akidah, misalnya larangan menyekutukan Allah, permasalahan yang berkaitan dengan masalah ibadah, misalnya shalat dan puasa, kemudian yang berkaitan dengan peristiwa-peristiwa yang ada dalam Al-Qur‟an seperti kisah Nabi Nuh, Nabi Ibrahim, Nabi Musa dan lain sebagainya, yang banyak memberikan teladan dan pelajaran hidup dalam rangka pengamalan ajaran agama.

Ada banyak kisah yang bisa dijadikan teladan bagi anak untuk dijadikan sebagai bahan pendidikan karakter, antara lain: Kisah Nabi Muhammad SAW, yang sejak senantia berbuat jujur, tidak menyakiti sesama dlsb.

3. Metode Reward

Reward merupakan alat pendidikan represif yang menyenangkan, reward juga menjadi pendorong atau motivasi bagi anak untuk belajar yang lebih baik lagi. Penerapan reward di bangku pendidikan dasar adalah bentuk motivasi yang berorientasi pada keberhasilan belajar atau prestasi anak. (Purwanto, 1955:186).

(11)

dikehendaki dilaksanakan. (c) Penghargaan harus diberikan sesuai dengan kondisi orang yang menerimanya, (d) Penghargaan yang harus diterima anak hendaknya diberikan, (e) Penghargaan harus benar-benar berhubungan dengan prestasi yang dicapai oleh anak, (f) Penghargaan harus diganti (bervariasi), (g) Penghargaan hendaknya mudah dicapai, (h) Penghargaan harus bersifat pribadi, (h) Penghargaan sosial harus segera diberikan. 10). Jangan memberikan penghargaan sebelum siswa berbuat, dan (i) Pada waktu menyerahkan penghargaan hendaknya disertai penjelasan rinci tentang alasan dan sebab mengapa yang bersangkutan menerima penghargaan tersebut (Arikunto, 1990: 163).

Ada macam-macam Bentuk-bentuk Reward diantaranya pertama pengakuan, dalam diri anak membutuhkan pengakuan bagi eksistensinya di mata teman-teman lain. Pemberian kepercayaan membuat diri anak merasa diakui dan dihargai oleh orangtua. Dengan diberikan kesempatan untuk membuktikan kemampuannya, anak mulai menghargai keberadaan diri dan orang lain. Hal ini akan memunculkan responsibility untuk mampu menjaga dan mewujudkan amanat yang ada. Pemberian kepercayaan lebih berimplikasi positif pada diri anak daripada pemberian materi maupun kata-kata pujian yang tidak realistik. Kepercayaan menjamin kesenangan seseorang untuk mengurangi tekanan jiwa.

(12)

Oleh karena itu, adanya sikap penerimaan positif dari orang tua sebagai wujud persetujuan mereka pada perilaku anak, akan diimbangi pula oleh penerimaan positif anak.

Ketiga hadiah, Yang dimaksud dengan hadiah di sini adalah ganjaran yang berbentuk pemberian berupa barang. Ganjaran berbentuk ini disebut juga ganjaran materiil. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam member hadiah kepada anak balita:

a. Berikan hadiah karena tujuan tertentu. Misalnya orang tua

memuji anak di depan tetangga atau seluruh keluarga, sebagai apresiasi karena anak sudah bangun pagi, sholat subuh dan pandai mengaji. Hal itu dilakukan agar anak terdorong untuk mempertahankan prestasi dan sikap baiknya.

b. Bila tujuan orang tua memberi hadiah itu untuk mengubah

tingkah laku sang anak, maka sebaiknya jangan memberi hadiah berupa barang, kecuali untuk pertama kali dalam jangka waktu yang panjang, misalnya ketika jelang bulan Ramadhan. Orang tua bisa belikan jilbab, mukena dan sajadah atau koko, sarung dan peci lucu.

c. Ketika anak sudah terlanjur suka dengan hadiah barang? Ubahlah sikap tersebut dengan sikap sabar, ulet dan konsisten. Perubahan hadiah dari barang menuju non-barang memang harus dilakukan secara bertahap dan tak boleh memaksakan.

d. Hadiah non barang yang orang tua berikan harus dilakukan

dengan sungguh-sungguh, eksklusif dan spesial. Misalnya peluk-cium dengan tulus dan tak perlu menahan air mata haru, tumpahkan saja sambil beri pujian dan apresiasi sebesar-besarnya pada prestasi atau kelakukan anak yang membanggakan.

e. Memberi hadiah non barang tentu tidak sembarangan. Harus

(13)

tangisan ketika anak cuma membukakan pintu. Yang ada, anak

pasti bingung dan sudah kebal lagi dengan „kegombalan‟

orang tua.

f. Orang tua seyogyanya tidak labil dalam memberikan hadiah

non materi. Lakukan secara konsisten, sehingga anak paham kalau selama ini dia terus diperhatikan dan diapresiasi. Dan Evaluasi teknik memberi hadiah yang orang tua terapkan, apa ngefek sama anak?, Hadiah sebaiknya berujung pada dorongan atau motivasi agar anak lebih baik lagi. Tak perlu berlebihan juga dalam memberi hadiah. Sesuaikan saja.

4. Metode Punishment

Punishment adalah penderitaan yang diberikan atau ditimbulkan dengan sengaja oleh orang tua sesudah terjadi suatu pelanggaran, kejahatan atau kesalahan (Purwanto, 1955: 186). Tujuannya untuk memberikan efek jera dan mencegah anak yang bersangkutan untuk mengulangi kesalahan yang sama.

Athiyah al-Abrasyi sebagaimana dikutip oleh Hamruni, (2008: 120) mengemukakan tiga syarat apabila seorang pendidik ingin menghukum siswanya secara fisik. Ketiga syarat itu ialah: (a) Sebelum berumur 10 tahun anak-anak tidak boleh dipukul, (b) Pukulan tidak boleh dari 3 kali. Yang dimaksud dengan pukulan di sini ialah lidi atau tongkat kecil bukanlah tongkat besar, (c) Diberikan kesempatan kepada anak-anak untuk bertaubat dari apa yang ia lakukan dan memperbaiki kesalahannya tanpa perlu menggunakan pukulan atau merusak nama baiknya.

(14)

mendidik akhlak anak dengan syarat: (a) Lemah lembut dan kasih sayang dan (b) Bertahap, dari yang paling ringan terlebih dahulu kemudian yang lebih keras. (Abdullah, 2007: 312).

Motode Punishment, menurut penelitian di era kekinian ditemukan ternyata metode ini sangat dibutuhkan. Karena jikalau anak terlalu dilonggarkan dalam melakukan tindakan, maka akibatnya ia akan menyusahkan kedua orang tuanya. Dan dengan adanya ancaman hukuman akan mampu memperbaiki perangai dan akhlaq pada diri anak. Ada beberapa hal yang perlu diperhaitkan dalam memberi hukuman diantaranya yaitu

a. Bagi para orang tua, jangan terlalu sering memberikan ancaman kepada anak tanpa memberikan hukuman, sebab hal itu akan menjadikan diri anak tidak terlalu mengindahkan ancaman tersebut. Namun laksanakanlah ancaman tersebut agar anak merasa jera dan tidak mengulanginya lagi. Ini sangat penting, sebagai bukti kesungguhan orang tua.

b. Hukuman harus bersifat mendidik. Jangan sampai anak malah tersiksa atau terkuras tenaga dan perasaannya ketika menerima konsekuensi hukuman dari orang tua Karenanya, tinggalkan hukuman seperti menampar anak, memukul anak. Dalam menghukum tersebut jangan berlandaskan emosi, melainkan rasa sayang. Intonasinya boleh keras dan tegas, asal tidak kasar dan melukai hati.

c. Seperti pemberian hadiah, maka dalam pemberian hukuman pun harus ada evaluasi. Apakah cara menghukum yang orang tua terapkan itu sudah memberi efek baik?

(15)

e. Hindari hukuman fisik dan psikis, semisal mengeluarkan kata-kata tak sepatutnya. Sebab jika bekas cubitan bisa kembali normal, maka tidak dengan ingatan dan perasaan anak pada kata-kata atau sikap orang tua yang menyakitkan.

f. Hukum anak dengan tegas. Jangan sampai karena anak nangis, orang tua langsung menyerah dan membiarkan perlakuan jeleknya. Hukuman sebaiknya menjadi alternatif terakhir, bukan menjadi sebuah rutinitas tersendiri.

5. Metode langsung

Pendidikan langsung, yaitu dengan cara mempergunakan tuntunan, nasihat, menyebutkan manfaat dan bahaya-bahayanya. Anak dijelaskan hal-hal yang bermanfaat dan yang tidak, menuntut kepada amal-amal yang baik, mendorong mereka berbudi pekerti yang tinggi, dan menghindari hal-hal yang tercela. Untuk cara ini, dapat digunakan, motto, slogan, pepatah, dan lain sebagainya.

Contohnya adalah “tidak boleh mengambil barang orang lain”

atau “kebersihan sebagian dari iman”.

(16)

tersebut bersifat perumpamaan, diplomatis, bahkan jika perlu ada sisipan humor.

Metode nasihat ini harus mengandung tiga unsur, yaitu (1) uraian tentang kebaikan dan kebenaran yang harus dilakukan seseorang, misalnya tentang sopan santun, (2) motivasi melakukan kebaikan, dan (3) peringatan tentang dosa, bahaya, atau akibat yang akan muncul dari larangan bagi dirinya sendiri dan orang lain.

Dari pernyataan tersebut di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa metode teladan adalah metode yang cukup tepat untuk mendidik akhlak anak. Selain itu, sifat lembut orang tua juga merupakan kunci sukses dalam mendidik anak, yang berarti juga bahwa sebaiknya metode hukuman jangan diberlakukan terhadap usia balita, karena hal itu akan membuat anak tertekan.

Dengan demikian, metode-metode tersebut di atas semuanya memiliki kelemahan dan kelebihan. Untuk itu ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menerapkan sebuah metode agar tujuan pendidikan akhlak bisa tercapai secara efektif dan efisien, yakni: (a) watak dan karakter masing-masing anak, (b) kebiasaan-kebiasaan yang ada pada anak, (c) berbagai kesukaan dan ketidak sukaan anak, (d) pergaulan anak, (e) aya pikir dan daya ingat anak, dan (f) aktu yang tepat untuk melakukan pendidikan akhlak.(Muhammad, 2006: 511). Dengan memperhatikan prinsip-prinsip tersebut, diharapkan dapat membantu para orang tua dalam memilih sebuah metode yang cocok bagi anak-anak balitanya.

C. Kesimpulan

(17)
(18)

DAFTAR PUSTAKA

Al-Ghazali. Ihya’ Ulumuddin Juz III. Libanon: Dar al-kutub al-Ilmiyah, Beirut, tt.

Amin, Ahmad. Etika Ilmu Akhlak. Jakarta: Bulan Bintang, 1972.

__________. Selamatkan Kelurgamu dari Neraka. Yogyakarta: Izzan Pustaka, tt.

Athiyah, M. al-Abrasyi. Al-Tarbiyah al Islamiyyah wa Falasifatuha. Beirut: Dar Al Fikr, 1969.

Daradjat, Zakiyah. Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah. Jakarta: Bulan Bintang, 1995.

Djatnika, Rachmat. Sistem Etika Islam. Jakarta: Pustaka Panji Mas, 1996.

Hamruni. Konsep Edutainment dalam Pendidikan Islam. Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga, 2008.

Kasiran, Moh. Psikologi Anak. Yogyakarta: UII Press, 1983.

Langgulung, Hasan. Manusia dan Pendidikan Suatu Analisa Psikologis, Filsafat dan Pendidikan. Jakarta: Pustaka Al-Husna Baru, 2004.

Muhyidin, Muhammad. Mendidik Anak Soleh dan Solehah Sejak dalam Kandungan sampai Remaja. Yogyakarta: DIVA Press, 2006.

Nashih, Abdullah Ulwan. Pendidikan Anak dalam Islam. Jakarta: Pustaka Amani, 1999.

Quthb, Sayd. Tafsir fi Dzilalil Qur’an. Jakarta: Penerbit Nasional, 2001.

Saleh, Abdurrahman. Teori-teori Pendidikan Berdasarkan al-Qur’an. Jakarta: Gema Insani Press, 2001.

Syaibany, Oemar Muhammad at Toumy. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1978.

Tafsir, Ahmad. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: Remaja Rosda Karya, 2001.

Referensi

Dokumen terkait

Latihan akan meningkatkan performa pada setiap atlet, namun disisi lain latihan juga akan berpotensi menimbulkan cedera pada atlet, evaluasi pada aspek kelelahan akibat

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah (1) mengetahui kesesuaian pola distribusi nilai-nilai peramalan penjualan produk brand Dadung dengan pola historis

Keterlambatan pelaksanaan proyek umumnya selalu menimbulkan akibat yang merugikan baik bagi pemilik maupun kontraktor, karena dampak keterlambatan adalah konflik dan

Penelitian ini difokuskan pada Pengaruh Sikap dan Kepribadian terhadap Kinerja Pegawai (Studi Pada Dinas Sosial Kabupaten Ciamis). Dilatar belakangi karena Sikap pegawai masih

Masing- masing suspensi diinokulasikan sebanyak 0,1 ml pada permukaan medium lempeng Czapek Agar (CA), lalu diinkubasikan pada suhu 25-270C selama 7x24 jam. Kapang kontaminan

Untuk mengamati ada cacat konginental akibat paparan partikulat matter dalam hal ini yang digunakan carbon black, yang mengindikasikan adanya gangguan perkembangan dan

Batasan Masalah Dalam penelitian ini dilakukan dengan maksud untuk mengetahui tingkat kompetensi guru yang meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi

Dalam setiap penerbitan Profil Kesehatan Kabupaten Aceh Tengah, selalu dilakukan berbagai upaya perbaikan, baik dari segi materi maupun tampilan fisiknya, sesuai