• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN WALI KELAS DALAM PENYELENGGARAAN B (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERAN WALI KELAS DALAM PENYELENGGARAAN B (1)"

Copied!
259
0
0

Teks penuh

(1)

(

Studi di SMAN 1 Pariangan Kabupaten Tanah Datar)

TESIS

OLEH:

MUHAMMAD FERDIANSYAH 1103658

Ditulis untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mendapatkan gelar Magister Pendidikan

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

▸ Baca selengkapnya: contoh laporan wali kelas smp

(2)

Troubled Students in the Developed Class (Studied in High School 1 Pariangan’ District Tanah Datar)

The Sensibility of Homeroom teacher to the students’ needs who require guidance and counseling services, will help the alleviated process of the students’ problems which have problems in school. Dealing with troubled students in school cannot be separated from the role and cooperation of various parties including parents, BK’s teachers, Subjects’ teachers, homeroom teachers, and the headmaster. Due to the limited parents knowledge on their children growth in school and the limited knowledge of subjects’ teachers to various characteristics of students in the school, then the homeroom teacher can be a primary relation of BK’s teacher in dealing with troubled students, because they have full responsibilities in handling

students’ problems in the class.

This study aimed to describe and answer the research question, the role of the homeroom teachers in the maintenance of guidance and counseling in school and its impact on the dealing with troubled students in the founded class. Therefore, this study can be produced models and troubled student program based education.

The design of this research was qualitative research. The approach used was a descriptive case study. The research was conducted in October 2012. Data collection technique used observation, interviews, and documentation. Data were obtained through homeroom teachers, counseling teachers, the headmaster, subjects’ teachers and the students. To ensure the validity of the data, researcher used standard validity data through, (1) Belief test (2) Exchange tes, (3) Defendibility test (4) Conformity test. Data were analyzed with analysis of dominant presented by Yin which consisted of analysis on pairing patterns, explanation and time series.

The results of this study showed that homeroom teacher’s role in the maintenance of guidance and counsling were still weakness. It was caused: (1) lack of understanding of the homeroom guidance and counseling, (2) lack of functional communication between counselor and homeroom teachers, (3) lack of guidance and

counseling’s public services, (4) there were no effort of insentive constructing carried out the headmaster in improving the competence of the counselor, (5) no time classes

given to counselor, and (6) there was reference of the “Regulation books in the

School” as a standard reference on dealing with troubled students. Consequently, dealing with troubled students held in school tended to use disciplined approach in an allivated effort.

▸ Baca selengkapnya: format laporan wali kelas doc

(3)

Pariangan Kabupaten Tanah Datar)

Kepekaan wali kelas akan kebutuhan siswa yang memerlukan pelayanan bimbingan dan konseling, akan yang membantu proses pengentasan permasalahan siswa yang mengalami masalah di sekolah. Penanganan siswa bermasalah di sekolah tidak lepas dari peran dan kerja sama berbagai pihak antara lain orangtua, guru BK, guru mata pelajaran, wali kelas, dan kepala sekolah. Karena terbatasnya pengatahuan orangtua terhadap perkembangan anaknya di sekolah dan terbatasnya pengetahuan guru mata pelajaran terhadap berbagai karakteristik siswa di sekolah, maka wali kelas dapat menjadi relasi utama guru BK dalam penanganan siswa bermasalah, karena wali bertanggung jawab penuh dalam penanganan masalah siswa di kelas.

Penelitian ini bertujuan untuk mengambarkan dan menjawab pertanyaan penelitian, mengenai peran wali kelas dalam penyelengaraan bimbingan dan konseling di sekolah serta dampaknya terhadap penanganan siswa bermasalah di kelas binaan. Sehingga dari penelitian ini dapat dihasilkan model dan program penanganan siswa bermasalah yang berbasis pendidikan.

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif. Pendekatan yang digunakan adalah studi kasus deskriptif. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2012. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara, dan studi dokumentasi. Data diperoleh melalui wali kelas, guru BK, kepala sekolah, guru mata pelajaran dan siswa. Untuk menjamin keabsahan data, peneliti menggunakan standar keabsahan data keabsahan data melalui, (1) uji Kepercayaan (2) uji Keteralihan, (3) uji Defendibilitas (4) uji Konformitas. Data dianalisis dengan menggacu pada analisis dominan yang di kemukakan Yin yang terdiri dari analisis penjodohan pola, ananlisis penjelasan dan analisis deret waktu.

Temuan penelitian ini menunjukan bahwa, peran wali kelas dalam penyelenggaraan BK masih terdapat kelemahan. Lemahnya penyelenggaraan bimbingan dan konseling disebabkan karena; (1) kurangnya pemahaman wali kelas mengenai BK, (2) lemahnya komunikasi fungsional antara guru BK dan wali kelas, (3) kurangnya pemasyarakatan pelayanan bimbingan dan konseling, 4) belum adanya upaya pembinaan yang intensif dilakukan kepala sekolah dalam meningkatkan kompetensi guru BK dan, (5) tidak ada jam masuk kelas bagi guru BK, (6) dan

adanya acuan ”Kitab Undang-undang Hukum Pidana Sekolah” sebagai acuan standar penanganan siswa bermasalah. Akibatnya penanganan siswa bermasalah yang dilaksanakan di sekolah cenderung menggunakan pendekatan disiplin dalam usaha pengentasannya.

(4)
(5)
(6)
(7)

Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling di Sekolah Serta Dampaknya Terhadap Penanganan Siswa Bermasalah (Studi di SMAN 1 Pariangan Kabupaten Tanah Datar) dapat diselesaikan. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa selama menyelesaikan banyak mendapat dorongan, bimbingan, dan kerja sama dengan berbagai pihak. Oleh karena itu, melalui lembar pengantar ini penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang tinggi kepada pihak-pihak yang telah memberikan dorongan dan bimbingan, yaitu:

1. Prof.Dr. A. Muri Yusuf. M.Pd, yang telah meluangkan waktu dalam membimbing dan memberikan arahan sehingga penyusunan tesis ini terselesaikan.

2. Dr. Dahanis. M.Pd. Kons, selaku Pembimbing II dan ketua program studi yang telah menyediakan waktu dalam membimbing, memberikan arahan, dan dorongan agar penyusunan tesis ini selesai tepat waktu.

3. Prof. Dr. Firman.M.S. Kons selaku dosen penguji sekaligus Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Padang yang telah memberikan masukan, saran, dan dukungan untuk menyelesaikan tesis ini.

4. Prof. Dr. Mudjiran.M.S. Kons selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan, saran, dan dukungan untuk menyelesaikan tesis ini.

5. Prof. Dr. Sufyarma.M.Pd, selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan, saran, dan dukungan untuk memyelesaikan tesis ini.

6. Kepala SMAN 1 Pariangan dan seluruh personel sekolah yang telah memberikan data dan kemudahan kepada peneliti dalam rang penyusunan tesis ini.

7. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Padang, beserta Pembantu Dekan I,II, dan III beserta segenap karyawan yang telah memberikan kemudahan dalam mengurus administrasi penelitian.

(8)

membantu peneliti.

9. Rektor Universitas Sriwijaya beserta Pembantu Rektor I, II dan III. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan beserta Pembantu Dekan I,II dan III, beserta Ketua Jurusan, Ketua Prodi dan semua dosen Program Studi Bimbingan dan konseling Universitas Sriwijaya yang telah memberikan kemudahan peneliti dalam menempuh pendidikan pascasarjana.

10.Untuk kedua orangtua-ku tersayang, nenek, saudara-saudaraku dan semua keponakanku yang telah memberikan dukungan moril, materil untuk meraih keberhasilanku.

11.Untuk rekan seperjuangan mahasiswa Program Pascasarjana dan rekan-rekan Program Pendidikan Profesi Konselor Universitas Negeri Padang, Angkatan XII Tahun 2011 yang telah memberikan motivasi dalam penyelesaian tesis ini.

12.Pihak-pihak lain yang telah memberikan bantuan dan dukungannya, yang namanya tidak bisa disebutkan satu persatu.

Semoga segala bantuan, dorongan, bimbingan, simpati, dan kerjasama yang telah diberikan semua pihak, diterima oleh Allah SWT, sebagai amal ibadah, Amin.

Padang, April 2013

Peneliti

(9)

PERSETUJUAN AKHIR TESIS ...iii

PERSETUJUAN KOMISI UJIAN TESIS ...iv

SURAT PERNYATAAN...vi

KATA PENGANTAR ...vii

DAFTAR ISI ...viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ...xii

DAFTAR LAMPIRAN ...xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Masalah dan Fokus Penelitian ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 10

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. PeranWali Kelas ...12

a. Pengertian Peran ...12

b. Pengertian Wali Kelas ...14

c. Peran dan Tanggung jawab Wali Kelas dalam Penyelenggaraan BK ...14

2. Bimbingan dan Konseling ...22

a. Pengertian Bimbingan ...22

b. Pengertian Konseling ...26

(10)

kelemahan penyelenggaraan BK ...32

3. Dampak Peran Wali Kelas Terhadap Penanganan Siswa Bermasalah ...34

B. Penelitian Relevan ...38

C. Kerangka Pemikiran ...40

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi Penelitian ...43

B. Jenis Penelitian ...43

C. Informan Penelitian ...45

D. Teknik dan Alat Pengumpulan Data ...48

E. Teknik Menjamin Keabsahan Data Penelitian ...52

F. Teknik Analisa Data ...57

BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Temuan Umum Penelitian...59

1. Gambaran Umum SMAN 1 Pariangan ...59

2. Gambaran Umum Guru SMAN 1 Pariangan ...60

3. Gambaran Umum Siswa SMAN 1 Pariangan ...61

4. Tujuan Pendidikan SMAN 1 Pariangan ...62

5. Sarana Penunjang Proses Pembelajaran ...64

B. Temuan Khusus Penelitian ...66

1. Profil Informan ...66

2. Peran Wali Kelas ...70

3. Faktor Penyebab Lemahnya Penyelenggaraan BK ...90

4. Dampak Peran Wali kelas ...96

(11)

A. Kesimpulan ...123

B. Implikasi ...126

C. Saran ...130

KEPUSTAKAAN ...132

(12)
(13)
(14)

3. Program dan Model Penaganan siswa bermasalah ... 110 4. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Sekolah ... 5. Profil SMAN 1 Pariangan ... 6. Surat Izin Penelitian Program Pascasarjana FIP UNP ... 7. Surat Izin Penelitian Pemerintah Kabupaten Tanah Datar

(KESBANGPOL) ... 8. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian pada SMAN 1

Pariangan ...

(15)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ketentuan perundang-undangan tentang perlunya pendidik sebagai tenaga professional, mengisyaratkan bahwa pekerjaan pendidikan tidak boleh diselenggarakan dengan cara apa adanya, dalam suasana asal jadi, dan dengan hasil apapun yang diperoleh, melainkan suatu upaya atau kegiatan dengan cara-cara profesional, dalam suasana profesional, untuk mencapai tujuan yang ditetapkan secara profesional, yaitu pengembangan peserta didik secara optimal untuk kehidupan yang menghidupkan, mensejahterakan dan membahagiakan (Prayitno, 2010: 8). Lebih jauh keprofesionalan pendidik tidak datang dan terlaksana dengan sendirinya, melainkan melalui upaya profesionalisasi sebagaimana telah ditegaskan dalam PP No.19 Tahun 2005 Pasal 28 Ayat 1 yang berbunyi:

Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud pada ayat 1 adalah tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik yang dibuktikan dengan ijazah atau sertifikat keahlian yang relevan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

(16)

tetapi dalam pengertian dan batasan yang amat luas tersebut, pelaksanaan fungsi dan tugas profesional hendaknya sesuai dengan setting penugasannya.

Guru BK sebagai salah satu profesi pendidik, memiliki peran yang besar sebagai pengampu pelayanan konseling dalam penyelenggaraan pendidikan (Prayitno, 2010: 10). Penyelenggaraan pendidikan mencakup kegiatan konseling, pembentukan karakter, penggalian potensi peserta didik, dan kemandirian yang terintegrasi dalam suatu proses pembelajaran. Proses tersebut dilakukan melalui kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling dalam bidang pengembangan bidang pribadi, kemampuan sosial, kemampuan belajar, dan pengembangan karir di satuan pendidikan tertentu (TK, SD, SMP, SMA dan Perguruan Tinggi).

(17)

memungkinkan wali kelas lah yang paling paham akan kondisi siswa yang berada dalam kelas yang dibimbingnya.

Wali kelas adalah relasi utama guru BK pada saat menjalankan perannya dalam penyelenggaraan bimbingan dan koseling di sekolah, karena wali kelas lah yang memiliki intensitas kontak harian wali kelas dengan siswa lebih besar dari pada guru BK (Gibson dan Mitchell, 2010: 108). Pernyataan ini, diperkuat dengan fakta di lapangan bahwa, intensitas kontak pribadi harian guru BK di SMAN 1 Pariangan dengan para siswa belum maksimal, yang mengakibatkan pengetahuan pribadi guru BK terhadap kebutuhan siswa akan konseling terbatas. Oleh karena itu guru BK perlu bekerjasama lebih erat dalam mendorong para guru, untuk lebih aktif memberitahu siswa agar berinisiatif untuk memperoleh pelayanan bimbingan dan konseling. Mengacu pada asumsi tersebut, maka kepekaan wali kelas akan kebutuhan–kebutuhan siswa yang memerlukan pelayanan bimbingan dan konseling, akan berperan besar bagi pengentasan masalah siswa-siswa yang mengalami pemasalahan di sekolah. Di samping itu, guru BK sendiri idealnya sebisa mungkin bekerjasama dengan wali kelas atau pun guru mata pelajaran mengenai gejala-gejala siswa yang memerlukan pelayanan bimbingan dan konseling. Hal ini disebabkan, karena yang terjadi di lapangan biasanya siswa cenderung berusaha menutupi masalah dan menyimpannya di dalam hati, seperti sebuah ujung dari puncak gunung es yang mengambang di lautan.

(18)

wali kelas, dan kepala sekolah. Orangtua berperan dalam mendidik anaknya di rumah, guru mata pelajaran berperan pada fokus penguasaan materi pelajaran. Mengingat terbatasnya pengatahuan orangtua terhadap perkembangan anaknya di sekolah, dan terbatasnya pengetahuan guru mata pelajaran terhadap berbagai karakteristik siswa di sekolah. Oleh sebab itulah wali kelas dapat menjadi relasi utama guru BK dalam penanganan siswa bermasalah, karena wali kelas yang cenderung dilibatkan dalam menangani masalah siswa di kelas. Semua permasalahan yang dialami siswa di sekolah, hendaknya didiskusikan bersama dan dicari pemecahannya. Orangtua dipanggil ke sekolah setelah permasalahan dicoba diselesaikan oleh siswa sendiri dibantu guru BK, kecuali jika kasus mendesak yang harus segera diselesaikan bersama orangtua.

(19)

berlangsung. Dalam artian wali kelas dan guru BK bekerja sama dalam memantau perkembangan anak setelah memperoleh pelayanan bimbingan dan konseling.

Potensi bagi keberhasilan program bimbingan dan konseling sekolah sangat bergantung pada taraf kondusifnya iklim sekolah, lingkungan belajar, praktik hubungan positif lingkungan manusia dan pengembangan potensi siswa. Oleh sebab itu, peran wali kelas dan para personel sekolah lain sangat penting dalam mendukung keberhasilan program bimbingan dan konseling. Karena sebuah kontribusi signifikan yang bisa dibuat wali kelas bagi program bimbingan dan konseling adalah mendukung dan menguatkan guru BK untuk terus menciptakan lingkungan yang dapat memotivasi siswa-siswa dalam rangka mengembangkan potensi siswa secara optimal. Kontribusi tersebut berperan besar karena dapat memastikan cara siswa memandang dan memanfaatkan peran petugas BK yang ada di sekolah.

(20)

dengan guru BK, absensi dan buku kasus yang ada pada guru BK dan petugas piket.

Adapun fakta lain yang ditemukan melalui wawancara awal dengan salah satu guru BK di SMAN 1 Pariangan pada tanggal 29 Oktober 2012. Diperoleh keterangan bahwa, guru BK tidak mendapatkan jam khusus masuk kelas. Hal ini berakibat pada rendahnya intensitas kontak harian guru BK terhadap siswa. Konsekuensinya berimbas pada kurangnya pengetahuan guru BK terhadap siswa-siswi yang mengalami permasalahan di sekolah. Selain itu, guru BK juga masih mengalami hambatan dalam melaksanakan program pelayanan yang telah dibuat secara terencana, sebagai akibat karena tidak memiliki jam khusus masuk kelas. Idealnya dalam pelaksanaan program layanan guru BK hendaknya dapat memberikan materi-materi layanan yang menjangkau semua kebutuhan peserta didik. Akan tetatpi kenyataannya di lapangan, umumnya materi-materi layanan yang perlu dilaksanakan melalui format klasikal dan kelompok hanya bisa dilaksanakan secara insidental, jika ada guru mata pelajaran yang tidak masuk kelas.

(21)

Satu hal yang menarik terlihat ialah SMA N 1 Pariangan sendiri

adalah sekolah yang mendapatkan akreditasi “A” yang seharusnya mutu

setiap sekolah atau madrasah yang mendapatkan akreditasi A dijamin dengan

keberhasilan melaksanakan proses pembelajaran yang efektif dan efisien”

(Depdiknas, Dirjen Mendikdasmen, Direktorat Pembinaan SMA 2008). Selain itu, dari hasil wawancara dengan kepala sekolah pada tanggal 29 Okrober 2012. Diperoleh informasi dari personel sekolah bahwa SMAN 1 Pariangan selalu berupaya untuk berbenah dalam meningkatkan setiap bidang penyelenggaran pendidikan sekolah dan hal penting lainnya. Selain itu pada saat peneliti melakukan wawancara dengan koordinator guru BK pada tanggal 20 Oktober 2012, guru BK berharap dapat memberikan pelayanan bimbingan dan konseling kepada semua siswa yang membutuhkan.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, peneliti merasa tertarik untuk mengkaji lebih dalam bagaimana peran wali kelas dalam penyelenggaraan bimbingan dan konseling di SMAN 1 Pariangan Kabupaten Tanah Datar serta dampaknya terhadap penanganan siswa bermasalah. Berangkat dari fenomena tersebut, keberadaan wali kelas yang diangkat merangkap sebagai tenaga pembimbing dan orangtua kedua siswa di sekolah, maka peneliti menganggap suatu hal yang menarik perhatian, untuk meneliti mengenai dan mengkaji

lebih dalam bagaimana “Peran wali kelas dalam penyelenggaraan bimbingan dan konseling di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Pariangan Kabupaten Tanah Datar serta dampaknya terhadap penanganan siswa bermasalah dikelas

(22)

B. Masalah dan Fokus Penelitian

Berdasarkan uraian latar belakang di atas terdapat masalah dan fokus penelitian yang hendak diungkap dari wali kelas, guru BK, kepala sekolah, guru mata pelajaran dan wakil kepala sekolah adalah bagaimana peran wali kelas dalam penyelenggaraan bimbingan dan konseling di SMAN 1 Pariangan Kabupaten Tanah Datar serta dampaknya terhadap penanganan siswa bermasalah di kelas binaan. Adapun rincian yang menjadi masalah dan fokus penelitian ini adalah:

1. Masalah Penelitian

Berdasarkan uraian masalah di yang terdapat dalam latar belakang tersebut adalah:

a. Penyelenggaran bimbingan dan konseling di SMAN 1 Pariangan yang kegiatanya belum menjangkau semua siswa.

b. Gambaran koordinasi guru BK, kepala sekolah, wali kelas dan guru mata pelajaran yang belum terjalin.

c. Kondisi kinerja guru BK SMAN 1 Pariangan yang bekerja di luar tugas dan fungsinya.

d. Masih terdapat hambatan dalam pelaksanaan layanan format klasikal. e. Pemasyarakatan BK terhadap seluruh personel sekolah dan siswa belum

terlaksana secara baik.

(23)

2. Fokus Penelitian

Berdasarkan masalah penelitian yang telah dikemukakan tersebut, peneliti memfokuskan masalah penelitian sebagai berikut:

a. Bagaimana peran wali kelas dalam penyelenggaraan bimbingan dan konseling di SMAN 1 Pariangan?

b. Faktor-faktor apa yang menyebabkan lemahnya peran wali kelas dalam penyelenggaraan bimbingan dan konseling di SMAN 1 Pariangan? c. Bagaimana dampak peran wali kelas terhadap penanganan siswa

bermasalah dalam bimbingan dan konseling?

C. Tujuan Penelitian

Merujuk pada fokus penelitian di atas, tujuan penelitian ini adalah: 1. Mendeskripsikan peran wali kelas dalam penyelenggaraan bimbingan dan

konseling di SMAN 1 Pariangan.

2. Mengambarkan faktor-faktor yang menyebabkan lemahnya peran wali kelas dalam penyelenggaraan bimbingan dan konseling di SMAN 1 Pariangan.

3. Mendeskripsikan dan membahas bagaimana dampak peran wali kelas terhadap penanganan siswa bermasalah di SMAN 1 Pariangan.

D. Manfaat Penelitian

(24)

1. Manfaat Teoritis

a. Memperkaya khazanah teori bimbingan dan konseling mengenai peran wali kelas terhadap penyelenggaraan bimbingan dan konseling serta dampaknya terhadap penanganan siswa bermasalah.

b. Memperkaya pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep pendekatan bimbingan dan konseling dalam upaya penanganan dan pengentasan pada siswa yang bermasalah.

c. Hasil temuan ini selanjutnya dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk penelitian lanjutan, yang berkaitan dengan peran wali kelas dalam penyelenggaraan bimbingan dan konseling serta dampaknya terhadap penanganan siswa bermasalah.

2. Manfaat Praktis

a. Peneliti, sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar magister pendidikan.

b. Sekolah, sebagai bahan masukan dalam meningkatkan kualitas kerja wali kelas dan guru bimbingan dan konseling terhadap perannya masing-masing dalam penyelenggaraan bimbingan dan konseling. c. Wali kelas, sebagai bahan pertimbangan untuk menjalin kerjasama

dengan guru BK dalam upaya menyelengarakan kegiatan bimbingan dan konseling.

(25)

e. Guru BK, sebagai masukan untuk pentingnya membangun kerjasama dengan wali kelas dan personel sekolah lainnya dalam rangka meningkatkan kualitas penyelenggaraan bimbingan dan konseling. f. Sebagai masukan dan perhatian dalam kegiatan Musyawarah Guru

(26)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teori 1. Peran Wali Kelas

a. Pengertian Peran

Menurut teori peran (Role theory) peran adalah sekumpulan tingkah laku yang dihubungkan dengan suatu posisi tertentu Biddle dan Thomas (dalam Yamin Setiawan, 2008 online diakses 3 Oktober 2012). Menurut teori peran,peran yang berbeda membuat jenis tingkah laku yang berbeda pula, tetapi apa yang membuat tingkah laku itu sesuai dalam suatu situasi dan tidak sesuai pada situasi lain relative independent (bebas) pada seseorang yang menjalankan peran tersebut. Lebih lanjut Chaplin (2008: 439) menyatakan peran adalah fungsi individu atau peranannya dalam satu kelompok atau institusi.

Kemudian Oemar Hamalik (2009: 33) mengemukakan yang dimaksud dengan peran adalah pola tingkah laku tertentu yang mempunyai ciri khas sesuai dengan tugas dan perkerjaan atau jabatan tertentu. Sedangkan dalam kamus besar bahasa Indonesia, kata peran berarti pemain, sedangkan kata peranan berarti bagian yang dimainkan seseorang pemain atau fungsi seseorang atau sesuatu dalam kehidupan (Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Indonesia 2008). Selanjutnya menurut Andi Mappriare (2006: 284) menyatakan peran adalah tingkah laku yang dianggap layak bagi kedudukan, jabatan, wewenang atau status seseorang

(27)

dalam masyarakat. Berdasarkan pendapat tersebut di atas dapat dimaknai bahwa, peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai dengan kedudukannya dalam suatu sistem.

Dalam ilmu sosial, peran dapat diartikan sebagai suatu fungsi yang dibawakan seorang ketika menduduki suatu posisi dalam struktur sosial tertentu. Dengan menduduki jabatan tertentu, seseorang dapat memainkan fungsinya karena fungsi yang didudukinya tersebut. Pengertian peran dalam kelompok tersebut, merupakan pengertian yang dikembangkan oleh paham strukturalis, dimana lebih berkaitan antara peran-peran sebagai unit kultural yang mengacu kepada hak dan peraturan yang mengacu kepada hak dan kewajiban yang secara normatif telah dicanangkan oleh sistem budaya. Akan tetapi peran dalam paham interaksionis, lebih memperlihatkan konotasi aktif dinamis dari fenomena peran. Seorang dikatakan menjalankan peran, maka ia menjalankan hak dan kewajiban yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari status yang disandangnya.

(28)

b. Pengertian Wali Kelas

Wali Kelas adalah guru yang diberikan tugas khusus di samping mengajar untuk mengelola status kelas siswa tertentu dan bertanggung jawab membantu kegiatan bimbingan dan konseling di kelasnya (Depdiknas, Pedoman khusus BK di SMA, 2004: 38).

Senada dengan pernyataan tersebut A. Juntika Nurihsan (2006: 66) mengemukakan bahwa wali kelas adalah personel sekolah yang menjadi mitra kerja utama guru BK atau konselor dalam aktivitas bimbingan dan konseling di sekolah.

Dari dua definisi diatas dapat disimpulkan bahwa, wali kelas adalah guru yang diserahi tugas khusus, sebagai pengelola kelas tertentu yang bertanggung jawab untuk, memfasilitasi siswa-siswa di kelas yang memerlukan pelayanan dan konseling dan pelayanan pendidikan lainnya.

c. Peran dan Tanggung jawab Wali Kelas dalam Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling di Sekolah

(29)

Sebagai pengelola kelas tertentu, wali kelas juga berperan dalam penyelenggaraan bimbingan dan konseling, sebagai mana yang tertuang dalam Depdiknas: Pedoman Khusus BK di SMA (2004: 42 ) sebagai berikut:

1) membantu guru BK melaksanakan tugas-tugasnya, khususnya di kelas yang menjadi tanggung jawabnya. 2) membantu guru mata pelajaran melaksanakan

peranannya dalam pelayanan bimbingan dan konseling, khususnya di kelas yang menjadi tanggung jawabnya. 3) membantu memberikan kesempatan dan kemudahan

bagi siswa, khususnya dikelas yang menjadi tanggung jawabnya, untuk mengikuti layanan atau kegiatan bimbingan dan konseling.

4) berpartisipasi aktif dalam kegiatan khusus bimbingan dan konseling, seperti konferensi kasus.

5) mengalihtangankan siswa yang memerlukan layanan bimbingan dan konseling kepada guru BK atau wali kelas.

Perlu disadari bahwa kelas adalah masyarakat kecil, di sana

duduk siswa-siswa yang juga merupakananggota masyarakat yang masih

terbungkus dalam tubuh yang masih kecil, cara berfikir yang masih labil,

dan mereka perlu tuntunan, panutan dari sang guru terutama wali kelas.

Siswa-siswi yang masih labil tersebut hendaknya harus diarahkan dengan

baik dan benar agar kelak mereka menjadi anggota masyarakat yang

baik.

(30)

pengumpulan data yang diperlukan oleh guru BK. Lebih jauh Winkel (1998: 182) menjelaskan;

Agar dapat memahami siswa-siswa dengan baik, wali kelas perlu menyimpan, mencatat data siswa serta, bahan-bahan informasi lainnya kedalam catatan komulatif atau catatan-catatan sekolah. Sebagian dari data yang didapat dari siswa itu sendiri, dari orang tua siswanya yang diperoleh melalui formulir-formulir isian atau formulir informasi lisan dan data lainnya dihasilkan dari pelaksanaan tes, melalui observasi terhadap kegiatan-kegiatan siswa, kebiasaan, tingkah lakunya baik di dalam kelas, di halaman sekolah maupun di luar sekolah.

Wali kelas merupakan mitra utama guru BK diantara petugas bimbingan. Pada umumnya wali kelas berada dalam posisi yang lebih baik untuk mengetahui masalah-masalah, sikap dan kebutuhan siswa, sehingga mudahlah baginya untuk memberikan bantuan kepada siswa yang memerlukannya. Bimbingan dan konseling sebagai usaha kerjasama yang harus diselenggarakan akan berdaya guna dan berhasil apabila setiap personelnya masing-masing ikut serta. Hal ini sesuai dengan yang di kemukakan oleh A. Juntika Nurihsan (2007: 67) bahwa;

(31)

Sementara itu, lebih jauh Gibson dan Mitchell, (2010: 107) mengemukakan peran dan tanggung jawab wali kelas dalam penyelenggaraan bimbingan dan konseling di sekolah adalah sebagai berikut:

1. Sebagai Pendengar dan Pemberi Nasehat

Wali kelas adalah personel sekolah yang memiliki waktu paling banyak untuk bertemu dengan para siswa dibandingkan dengan personel sekolah lainnya. Oleh karena itu, wali kelas seharusnya memiliki pengetahuan paling luas tentang siswa-siswanya, berkomunikasi dengan mereka setiap hari, dan dapat menjalin hubungan yang kondusif untuk mendorong perkembangan yang optimal pada setiap siswa. Dapat dikatakan wali kelas menjadi jembatan antara siswa dan guru BK guna mengimplementasikan program bimbingan dan konseling.

2. Sebagai Agen Penerima dan Perujuk Siswa

(32)

guru BK. Demikian pula, setelah siswa-siswa selesai diberikan bantuan, siswa tersebut perlu dirujuk kembali kepada wali kelas untuk dilakukan pengamatan berkenaan dengan perkembangan perilaku selanjutnya. Tentu saja para guru mata pelajaran tidak hanya merujuk siswa kepada wali kelas, tetapi juga perlu mendorong siswa-siswanya untuk meminta bantuan pada guru BK sewaktu-waktu mereka merasa memiliki kesulitan dan tak mampu untuk memecahkan masalahnya sendiri. 3. Sebagai Penemu Potensi Siswa.

(33)

4. Sebagai Pendidik Karir.

Berkaitan erat dengan peran-peran yang telah disebutkan, wali kelas memiliki peran sentral dalam program pendidikan karir. Karena pendidikan karir diakui sebagai bagian dari pendidikan siswa secara keseluruhan, penting juga untuk mengakui tanggung jawab wali kelas untuk mengintegrasikan pendidikan ke dalam mata pelajaran (di Indonesia barangkali ini berkaitan dengan pendekatan kontekstual yang belakangan ini banyak dianjurkan). Pendidikan karir tak akan berhasil tanpa bimbingan karir dan keberhasilan dari program-program bimbingan karir. Oleh karena itu, keberhasilan dalam program pendidikan karir akan sangat berkaitan dengan peran wali kelas.

(34)

5. Sebagai Fasilitator Hubungan Siswa.

Keberhasilan dari berbagai program bimbingan dan konseling dipengaruhi oleh iklim sekolah. Sekolah seharusya menjadi lingkungan yang kondusif untuk memfasilitasi pengembangan dan pelaksanaan hubungan antar manusia yang positif. Dalam hal ini, wali kelas memiliki peran yang dominan untuk menciptakan iklim semacam itu. Seorang ahli pendidikan, Benyamin Bloom, melalui bukunya yang berjudul “Human Characteristics and School Learning (1976)” telah mengemukakan peran lingkungan atau iklim kelas sebagai faktor yang mempempengaruhi kinerja dan hasil belajar siswa. Menurutya, iklim lingkungan kelas yang kondusif dapat memungkinkan 95% siswa menguasai semua mata pelajaran.

(35)

prosedur rutin di dalam kelas, khususnya ketika guru mengarahkan interaksi kelompok agar setiap siswa dapat mengalami secara langsung hubungan antar manusia yang positif.

6. Sebagai Pendukung ProgramBimbingan dan Konseling.

Sebagai anggota tim dalam pengelolaan bimbingan dan konseling maupun dalam mendorong perkembangan yang optimal bagi setiap peserta didik, wali kelas memiliki peran penting untuk mendorong, atau memberikan dukungan pada pelaksanaan program-program bimbingan dan konseling di sekolah. Dukungan ini dapat diberikan antara lain dengan cara memberikan informasi kepada siswa tentang program-program bimbingan dan konseling sekolah dan bagaimana mereka dapat memanfaatkan program-program tersebut. Bertindak sebagai agen referal seperti telah dikemukakan di atas, tentu saja juga merupakan bagian dari dukungan yang dapat diberikan oleh wali kelas kepada guru BK.

(36)

menjalin komunikasi dengan guru BK. Dalam situsi seperti ini siswa tentu saja menjadi pihak yang sangat dirugikan.

Dari uraian yang dikemukakan tersebut, maka dapat dimaknai bahwa, wali kelas sebagai guru yang paling banyak mempunyai kontak langsung dengan siswa kelasnya, memiliki peran yang sangat sentral dalam merencanakan, mempersiapkan lingkungan yang kondusif dan dapat memotivasi siswa yang membutuhkan pelayanan konseling sehingga dapat memperlancar tugas guru BK dalam melaksanakan tugas khususnya di kelas yang menjadi tanggung jawab wali kelas tersebut.

2. Bimbingan dan Konseling a. Pengertian Bimbingan

Pelayanan bimbingan dan konseling diselenggarakan dari manusia, untuk manusia, dan oleh manusia (Prayitno, 2004: 92). Dari manusia artinya pelayanan itu diselenggarakan berdasarkan hakikat keberadaan manusia dan segenap dimensi kemanusiaan. Untuk manusia, dimaksudkan bahwa pelayanan tersebut demi tujuan-tujuan yang agung, mulia, dan positif bagi kehidupan manusia.

Lebih jauh cara memahami pengertian bimbingan dan konseling terlebih dahulu harus memahami masing-masing pengertian bimbingan dan konseling. Bimbingan dan konseling merupakan terjemahan dari

(37)

Oleh karena itu terdapat sejumlah pengertian bimbingan yang dikemukakan oleh para ahli sebagai berikut.

Bimbingan adalah suatu proses pemberian bantuan kepada individu yang dilakukan secara berkesinambungan supaya individu tersebut ddapat memahami dirinya sendiri, sehingga ia sanggup mengarahkan dirinya dan sanggup bertindak wajar, sesuai dengan tuntutan dan keadaan lingkungan sekolah, keluarga, masyarakat dan kehidupan pada umumnya. Natawidjaja (dalam Prayitno, 1994: 19)

Jadi bimbingan dapat diartikan suatu proses yang membentuk individu, dengan suatu usaha yang dapat membuat individu tersebut menemukan kemampuannya, dan mengembangkannya agar memperoleh kebahagian untuk dirinya sendiri maupun lingkungannya. Sejalan dengan itu Mortensen dan Alan M.Schumuller (dalam Syamsu Yusuf dan A. Juntika Nurihsan, 2008: 5) mengemukakan bahwa:

Guidance may be defined as that part of the total educational program that helps provide the personal oppertunities and specialized staff services by which each individual can develop to the fullest of this abilities and capacities in trems the democratic idea.

(38)

Oleh karena itu petugas yang memberikan bimbingan dituntut untuk mampu mengarahkan seseorang, sehingga kemampuan untuk mengarahkan diri dan pengambilan keputusan dapat tercapai. Seperti yang dikemukakan A. Juntika Nurihsan (2006) menyatakan sebagai berikut:

Bimbingan adalah bantuan kepada seluruh peserta didik yang dilakukan secara berkesinambungan, agar mereka dapat memahami dirinya, lingkungannya, dan tugas-tugasnya sehingga mereka dapat mengarahkan diri, menyesuaikan diri, serta bertindak wajar sesuai dengan keadaan dan tuntutan lembaga pendidikan, keadaan keluarga, masyarakat, dan lingkungan kerja yang akan dimasuki kelak.

Apabila dikaitkan dengan pemanfaatan atau kondisi-kondisi di sekolah, maka bimbingan berorientasi agar siswa mampu memahami dan mengarahkan diri, untuk mengadakan penyesuaian dengan lingkungan sekolah sama hal nya dengan yang dikemukakan oleh Frank W. Miller (dalam Sofyan S. Willis, 2004: 13).

Definisi yang lebih mengarah kepada pelaksanaan bimbingan di sekolah, bimbingan adalah proses bantuan terhadap individu untuk mencapai pemahaman dan pengarahan diri yang dibutuhkan untuk melakukan penyesuaian diri secara maksimum kepada sekolah, keluarga serta masyarakat.

Dari pernyataan yang di atas, dapat dimaknai bahwa, bimbingan merupakan bantuan kepada individu untuk dapat memahami dan mengarahkan diri, sehingga dapat menyesuaikan diri di sekolah, keluarga dan masyarakat. Selanjutnya, bimbingan dapat didefinisikan sebagai berikut:

(39)

yang optimal dan penyesuaian diri dengan lingkungannya. (Moh.Surya, 1988: 12).

Bimbingan juga dapat diartikan suatu bentuk pertolongan yang diberikan kepada individu maupun kelompok dalam usaha mengatasi kesulitan-kesulitan di dalam kehidupannya, sehingga ia dapat memperoleh kesejahteraan dalam hidupnya. Sedangkan Dewa Ketut Sukardi, (2002: 19) menjelaskan bahwa:

Bimbingan dapat diartikan sebagai suatu proses pemberian bantuan kepada individu yang dilakukan secara berkesinambungan supaya individu tersebut dapat memahami dirinya, sanggup mengarahkan dirinya dan dapat bertindak secara wajar, sesuai dengan tuntutan dan keadaan lingkungan sekolah, keluarga, masyarakat dan kehidupan pada umumnya. Dengan demikian, dia akan dapat menikmati kebahagiaan hidupnya dan dapat memberikan sumbangan yang berarti kepada kehidupan masyarakat pada umumnya.

(40)

personel (petugas) yang memiliki keahlian dan pengalaman yang khusus dalam BK dan, (7) bimbingan dilaksanakan sesuai dengan norma-norma yang berlaku.

Dari uraian di tersebut, dapat disimpulkan pengertian bimbingan yaitu, suatu proses pemberian bantuan yang terus menerus dan sistematis kepada individu dalam memecahkan masalah yang dihadapinya, agar tercapai kemampuan untuk dapat memahami diri, kemampuan untuk menerima diri, kemampuan untuk mengarahkan diri sesuai dengan potensi atau kemampuan dalam mencapai penyesuaian diri dengan lingkungan, baik keluarga, sekolah maupun masyarakat, dan bantuan itu diberikan oleh orang-orang yang memiliki keahlian dan pengalaman khusus dalam bidang tersebut.

b. Pengertian Konseling

Mendefinisikan konseling merupakan sesuatu yang tidak mudah. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan dalam perspektif para ahli tentang konseling tersebut, selain itu dikarenakan perkembangan yang cukup pesat. A. Juntika Nurihsan (2006: 10) mendefinisikan konseling sebagai berikut:

(41)

Pendapat tersebut, mengambarkan bahwa konseling merupakan proses bantuan yang diberikan konselor atau guru BK, kepada individu dalam mengenali dirinya dan mengarahkan individu kearah pilihan yang baik dimasa depannya. Selaras dengan pernyataan tersebut Glading ( Alih bahasa Winarno dan Lilian Yuhono, 2012: 8) mendefinisikan sebagai berikut:

Konseling merupakan suatu proses berupa perkembangan atau intervensi konselor yang berfokus pada klien yang melibatkan pilihan maupun perubahan pada diri klien, agar klien mampu menentukan pilihan dan perubahan menuju kearah yang lebih baik.

Selanjutnya Prayitno (2004: 105) mengemukakan pengertian konseling adalah:

Proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh seseorang yang ahli (disebut konselor) kepada individu yang mengalami masalah (disebut klien) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi klien.

(42)

c. Tujuan dan Prinsip Pelaksanaan Layanan BK di Sekolah

Tujuan bimbingan dan konseling secara umum adalah sesuai dengan tujuan pendidikan, sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003 (UU No.20/2003), yaitu:

Terwujudnya manusia indonesia seutuhnya yang cerdas, beriman, dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.

Selanjutnya di sekolah penyelenggaraan bimbingan dan konseling bertujuan untuk, membantu siswa agar dapat mencapai tugas-tugas perkembangan, lebih khusus tujuan pelayanan bimbingan dan konseling bagi siswa antara lain, untuk membantu siswa mengembangkan pemahaman diri sesuai dengan kecakapan, minat, pribadi, hasil belajar, serta kesempatan yang ada, hal ini untuk menunjukkan bahwa dengan layanan BK, siswa dapat mengembangkan berbagai aspek yang dimilikinya. Selain itu, dalam kehidupan sosial, layanan bimbingan dan konseling dapat membantu proses sosialisasi, dan sensitifikasi kepada kebutuhan orang lain, membantu siswa untuk mengembangkan motif-motif intrinsik dalam belajar sehingga tercapai kemajuan pengajaran yang berarti dan bertujuan.

(43)

perasaan yang sesuai dengan penerimaan diri. Hal ini senada dengan pendapat Dewa Ketut Sukardi (2008: 44) yang mengemukakan tujuan pelaksanaan bimbingan bagi guru adalah sebagai berikut:

1) Membantu keseluruhan program pendidikan untuk menemukan kebutuhan-kebutuhan seluruh siswa.

2) Membantu dalam memperoleh usaha memahami perbedaan individual pengajaran, dalam mencapai penyesuain antara keunikan individu dengan pendidikan. 3) Merangsang dan mendorong penggunaan prosedur dan

teknik bimbingan oleh seluruh guru dan seluruh staf. 4) Membantu dan mengenal pentingnya keterlibatan diri

dalam keseluruhan program pendidikan.

5) Membantu dalam menyesuaikan keunikan individual dengan tuntutan umum sekolah dan masyarakat.

6) Membantu guru dalam hubungan sosial emosional dengan para siswanya.

Para siswa yang sedang pada tahap perkembangan, memerlukan pelayanan bimbingan dan konseling dalam segenap fungsi. Sehingga pelayanannya harus didasarkan pada prinsip-prinsip yang ada dalam bimbingan dan konseling. Adapun prinsip-prinsip bimbingan dan konseling di sekolah menurut Prayitno dkk (2004) sebagai berikut:

1) Bimbingan hendaknya selalu berpusat pada diri individu yang dibimbing.

2) Bimbingan merupakan suatu proses bantuan dimana tujuan akhirnya adalah agar individu yang dibimbing dapat membantu dan menolong dirinya sendiri dalam memecahkan masalah yang dihadapinya.

3) Bimbingan selalu berhubungan dengan perubahan serta pembentukan sikap maupun tingkah laku individu yang dibimbing.

4) Perlu diketahui dan dipahami bahwa setiap individu berbeda satu sama lain terutama untuk memberikan bimbingan yang tepat sesuai dengan kebutuhan dan perbedaan individu yang bersangkutan.

(44)

6) Bimbingan harus dimulai dengan identifikasi kebutuhan yang dirasakan individu yang dibimbing.

7) Program bimbingan harus sesuai dengan program pendidikan di sekolah yang bersangkutan.

8) Program bimbingan harus dipegang oleh seorang pimpinan program yang terlatih dan terdidik secara khusus yaitu seseorang yang ahli dalam bidang bimbingan dan konseling, dan bekerja sama dengan stafnya, serta personel sekolah lainnya.

9) Alih tangan masalah yang tidak dapat diselesaikan di sekolah hendaklah diserahkan kepada seorang ahli atau lembaga-lembaga yang lebih mampu dan berwenang untuk melakukannya.

10) Program bimbingan dan konseling di sekolah hendaknya diadakan penelitian berkala guna mengetahui sampai dimana hasil yang telah dicapai dan juga untuk mengetahui apakah pelaksanaan program itu sesuai dengan yang direncanakan semula (salah satu cara untuk evaluasi).

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan dan prinsip dari pelayanan bimbingan dan konseling, adalah suatu usaha yang bertujuan untuk mengembangkan segenap potensi peserta didik, melalui proses konseling yang dinamis yang bernuansa keahlian professional yang dimiliki oleh personel penyelenggara bimbingan dan konseling dalam rangka untuk mengembangkan dan mencapai kemandirian peserta didik, yang akan dilayani.

d. Jenis Layanan dan Kegiatan Pendukung

Dalam rangka pencapaian tujuan bimbingan dan konseling di sekolah. Prayitno (2012: 2) mengemukakan terdapat jenis layanan yang dapat diberikan kepada siswa yaitu:

(45)

2) Layanan Informasi, merupakan layanan yang memungkinkan siswa menerima dan memahami berbagai informasi baru.

3) Layanan Konten, merupakan layanan yang memungkinkan siswa menguasai isi dari sesuatu yang dilatihkan.

4) Layanan Penempatan dan Penyaluran, merupakan layanan yang memungkinkan siswa memperoleh penempatan dan penyaluran yang tepat di sekolah atau di kelas.

5) Layanan Konseling Perorangan, merupakan layanan yang memungkinkan siswa mendapatkan layanan langsung secara perseorangan.

6) Layanan Bimbingan Kelompok, merupakan layanan yang memungkinkan siswa memperoleh kesempatan untuk pembahasan dan pengentasan masalah kelompok.

7) Layanan Konseling Kelompok, merupakan layanan yang memungkinkan siswa memperoleh kesempatan untuk pembahasan dan pengentasan masalah pribadi.

8) Layanan Konsultasi, merupakan layanan yang memungkinkan konsulti memeroleh wawasan, pemahaman dan cara-cara yang perlu dilaksanakan dalam menghadapi kondisi tertentu.

9) Layanan Mediasi,merupakan layanan yang dilaksanakan oleh konselor atau guru BK dalam mendamaikan dua orang atau dua kelompok yang bertikai.

Untuk menunjang kelancaran pemberian layanan-layanan seperti yang telah dikemukakan di atas. Prayitno dkk (2004: 25) menegaskan perlu dilaksanakan berbagai kegiatan pendukung, mencakup:

1) Aplikasi Instrumentasi, merupakan kegiatan untuk mengumpulkan data dan keterangan tentang peserta didik, tentang lingkungan peserta didik dan lingkungan lainnya, yang dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai instrumen, baik tes maupun non tes, dengan tujuan untuk memahami peserta didik dengan segala karakteristiknya dan memahami karakteristik lingkungan.

2) Himpunan Data, merupakan kegiatan untuk menghimpun seluruh data dan keterangan yang relevan dengan keperluan pengembangan peserta didik. Himpunan data diselenggarakan secara berkelanjutan, sistematik, komprehensif, terpadu dan sifatnya tertutup.

(46)

keterangan, kemudahan dan komitmen bagi terentaskannya permasalahan klien.

4) Kunjungan Rumah, merupakan kegiatan untuk memperoleh data, keterangan, kemudahan, dan komitmen bagi terentaskannya permasalahan peserta didik melalui kunjungan rumah klien.

5) Alih Tangan Kasus, merupakan kegiatan untuk untuk memperoleh penanganan yang lebih tepat dan tuntas atas permasalahan yang dialami klien dengan memindahkan penanganan kasus ke pihak lain yang lebih kompeten. 6) Tampilan Kepustakaan, merupakan kegiatan yang

memudahkan klien dalam mencari sumber informasi di berbagai media, guna dalam rangka proses kematangannya.

Pelaksanaan layanan tersebut juga memiliki bidang-bidang layanan khusus, yaitu; (1) bidang belajar, (2) layanan bimbingan sosial pribadi, (3) layanan bimbingan karir, (4) layanan bimbingan keluarga, (5) keberagamaan dan (6) bidang kewarganegaraan, yang kesemuanya ditujukan semata-mata untuk mencapai pelayanan konseling yang bermartabat dan bermandat bagi profesi konseling.

e. Faktor yang Menyebabkan Keberhasilan dan Kelemahan Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling di Sekolah

(47)

penyelenggara utama kegiatan bimbingan dan konseling. Karena apabila hal tersebut tidak dimiliki oleh personel utama penyelenggara bimbingan dan konseling, maka bukan tidak mungkin penyelenggaraan bimbingan dan konseling akan mengalami banyak hambatan dalam penyelenggaraannya. Sebagai gambaran akan diuraikan faktor-faktor penghambat dalam penyelenggaraan BK seperti yang dikemukakan oleh A. Juntika Nurihsan (2009: 47) sebagai berikut:

1) Tidak adanya organisasi bimbingan dan konseling di sekolah itu yang akan sangat menyulitkan untuk adanya pelaksanan bimbingan dan konseling di sekolah.

2) Faktor penghambat dapat disebabkan juga karena kurangnya tenaga profesional dalam bidang bimbingan dan konseling di sekolah tersebut serta belum tersedianya sarana bimbingan dan konseling.

3) Faktor penghambat lainnya karena belum tersedianya dana untuk memberikan bimbingan dan konseling itu dan kurangnya rasa tanggung jawab guru (wali kelas) dalam memberikan bimbingan dan konseling yang mana hal itu dapat disebabkan karena kegiatan dan tanggung jawab wali kelas terlalu berat sehingga kesulitan dalam menjalankan tugasnya.

(48)

juga didukung dengan tersedianya prasarana, tenaga, dan berbagai kemudahan bagi terlaksananya pelayanan BK dan (3) adanya perencanaan penyusunan yang baik dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling.

Apabila faktor penghambat dalam penyelenggaraan bimbingan dan konseling di sebuah sekolah dapat teratasi dengan baik, maka kegiatan bimbingan dan konseling di sekolah tersebut akan dapat berjalan dengan optimal. Begitu juga dengan sekolah yang memiliki berbagai faktor pendukung dalam pelakasanaan bimbingan dan konseling, jika dapat dimanfaatkan dengan baik maka akan mampu mewujudkan penyelenggaraan bimbingan dan konseling yang optimal yang dapat membantu dan mendukung keberhasilan proses pendidikan di sekolah.

3. Dampak Peran Wali Kelas Terhadap Penanganan Siswa Bermasalah Dampak di dalam Kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) dapat

diartikan sebagai “keterlibatan, atau dengan kata lain efek yang dihasilkan

(49)

Oleh karena itu, secara operasional pelaksana utama layanan bimbingan dan konseling di sekolah adalah guru BK dan koordinator bimbingan dan konseling. Akan tetapi, terlepas dari pernyataan tersebut, personel sekolah yang lain diharapkan juga berperan dalam penyelenggaraan program bimbingan dapat terselenggara dengan baik. Personel itu mencakup; kepala sekolah, wakil kepala sekolah, wali kelas, guru mata pelajaran, kadin pendidikan, komite sekolah, koordinator bimbingan dan konseling, guru praktek, pengawas bimbingan dan konseling, siswa, staf administrasi, orang tua siswa, tata usaha, dan cleaning servis. Mengingat pentingnya peran kepala sekolah yang telah disebutkan di atas tersebut, maka bimbingan dan konseling sebagai bagian dari organisasi sekolah perlu sekali melakukan upaya bekerjasama dengan para perseonel sekolah dalam penyelanggaraannya. Lebih lanjut Herber G. Kicks (dalam Sutarto, 1995) menyatakan :

“Faktor inti organisasi adalah orang-orang (personel) sebagai faktor yang membentuk organisasi, sedangkan yang termasuk faktor kerja yang menentukan berjalannya organisasi adalah daya manusia (kemampuan untuk bekerja, kemampuan untuk mempengaruhi orang lain, kemampuan untuk melaksanakan asas-asas organisasi) dan daya manusia lain, seperti alam,

iklim dan sebagainya”

(50)

dan pengentasan permasalahan siswa, sehingga akan sangat mendukung terciptanya kondisi yang efektif dan efisien untuk mencapai tujuan sekolah.

Dari uraian di atas, maka dampak peran wali kelas dalam penanganan siswa bermasalah dalam bimbingan dan konseling, antara lain dapat diprogramkan sebuah bentuk kerja sama atau koordinasi antara guru BK dengan wali kelas dalam aspek analisis kebutuhan siswa yang memerlukan pelayanan bimbingan dan konseling (need asessment) serta kegiatan pendukung himpunan data. Wali kelas mempunyai intensitas pertemuan yang lebih banyak terhadap siswa di kelas sehingga terbuka peluang bagi wali kelas untuk memahami karakteristik siswa di kelas.

Selain itu, wali kelas sangat berperan dalam memberikan kemudahan siswa mengikuti pelayanan bimbingan dan konseling, serta sebagai penyedia informasi kepada guru bimbingan dan konseling mengenai siswa yang membutuhkan pelayanan bimbingan dan konseling. Sedangkan guru BK mempunyai pemahaman dan wawasan yang lebih mendalam, terhadap karakteristik dan kebutuhan siswa di sekolah, sehingga apabila peran wali kelas dan peran guru BK bisa berjalan secara ideal, besar besar kemungkinan akan tercipta pelayanan pendidikan yang profesional dalam penanganan siswa bermasalah.

(51)

bermasalah tetap masih menjadi perhatian, dalam hal ini, perlu diingat bahwa tidak semua masalah siswa harus ditangani oleh guru BK. Merujuk pada permasalahan siswa Sofyan S. Willis (2004) mengemukakan ada tiga tingkatan masalah berserta mekanisme dan petugas yang menanganinya yaitu:

1) Masalah (kasus) ringan.

Kasus ringan merupakan pelanggaran ringan yang dialami oleh siswa seperti: membolos, malas, kesulitan belajar pada bidang tertentu, berkelahi dengan teman sekolah, bertengkar, minum-minuman keras tahap awal, berpacaran, mencuri kelas ringan. Kasus ringan dibimbing oleh wali kelas dan guru dengan berkonsultasi kepada kepala sekolah (wali kelas atau guru BK) dan mengadakan kunjungan rumah.

2) Masalah (kasus) sedang.

(52)

3) Masalah (kasus) berat.

Kasus berat yang dialami siswa seperti: gangguan emosional berat, kecanduan alkohol dan narkotika, pelaku kriminalitas, siswa hamil, percobaan bunuh diri, perkelahian dengan senjata tajam atau senjata api. Kasus berat dilakukan referal (alih tangan kasus) kepada ahli psikologi dan psikiater, dokter, polisi, ahli hukum yang sebelumnya terlebih dahulu dilakukan kegiatan konferensi kasus.

Dengan melihat penjelasan di atas, dapat dimaknai bahwa penanganan siswa bermasalah melalui pendekatan bimbingan dan konseling tidak semata-mata menjadi tanggung jawab guru BK di sekolah, tetapi dapat melibatkan pula berbagai pihak lain untuk bersama-sama membantu siswa dalam upaya siswa memperoleh penyesuaian diri dan perkembangan pribadi secara optimal.

B. Penelitian Relevan

(53)

mengatasi kesulitan belajar siswa, sedangkan pada penelitian ini peneliti ingin melihat peran wali kelas dalam penyelenggaraan bimbingan dan konseling di sekolah serta dampaknya terhadap penanganan siswa bermasalah di kelas binaan.

Penelitian yang dilakukan oleh Dayat (2001) tentang Kinerja wali kelas dalam penyelengaraan bimbingan dan konseling di SMAN 5 Jambi. Temuan ini mengungkapkan kinerja wali kelas masih rendah dan belum terjalin komunikasi fungsional antara wali kelas dan guru BK dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling. Adapun yang menjadi keterkaitan dengan penelitian ini yaitu pada penelitian Dayat, ia melihat tentang kinerja wali kelas dalam aspek komunikasi fungsional wali kelas dan guru BK dalam penyelenggaraan bimbingan dan konseling, sedangkan pada penelitian ini, peneliti ingin melihat peran wali kelas dalam penyelenggaraan bimbingan dan konseling di sekolah serta dampaknya terhadap penanganan siswa bermasalah di kelas binaan.

(54)

pembimbing tidak bisa bekerja sendiri mengatasi permasalahan siswa dan guru mata pelajaran lebih banyak berinteraksi dengan siswa.

Adapun yang menjadi keterkaitan dengan penelitian ini, penelitian Dasril melihat tentang masalah siswa dalam prasyarat penguasaan materi pelajaran dan ketrampilan belajar siswa serta peranan guru mata pelajaran dan guru pembimbing dalam membantu mengatasinya. Sedangkan pada penelitian ini, peneliti ingin melihat peran wali kelas dalam penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah serta dampaknya dalam penaganan siswa bermasalah di kelas binaan.

C.Kerangka Pemikiran

Wali Kelas (mitra kerja utama guru BK dalam penyelenggara BK di sekolah)

Guru BK (Penyelenggara Utama)

Personel Penyelenggara BK di sekolah

Penyelenggaraan BK di Sekolah

Pemberian layanan pada siswa Kepala

(55)

Gambar 1. Kerangka Konseptual

Gambar 1 dapat dimaknai bahwa: Personel utama penyelenggaraan bimbingan dan konseling di sekolah adalah guru BK (D. Ketut Sukardi, 2008: 91) dan mitra kerja utama guru BK dalam membantu aktivitas bimbingan dan konseling di sekolah adalah wali kelas A. Juntika Nurihsan (2006: 66) serta kepala sekolah sebagai penanggung jawab teknis penyelenggaraan bimbingan dan konseling di sekolah. Sebagai mitra kerja atau relasi utama guru BK dalam aktivitas bimbingan dan konseling di sekolah, wali kelas memiliki peranan yang penting, wali kelas merupakan seorang guru yang diberi tugas khusus di samping mengajar untuk mengelola status kelas yang menjadi binaannya, juga bertanggung jawab membantu kegiatan bimbingan dan konseling di kelasnya. Wali kelas menjadi mitra utama guru BK dalam kegiatan bimbingan dan konseling karena wali kelas adalah orang yang paling banyak berhubungan langsung dengan siswa di sekolah dari pada guru BK.

(56)
(57)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMAN 1 Pariangan Kabupaten Tanah Datar. Hal yang mendorong penulis mengadakan penelitian di lokasi ini yaitu:

a) Sekolah ini merupakan satu-satunya sekolah menengah atas yang ada di kecamatan Pariangan yang sedang berupaya terus meningkatkan mutu penyelenggaraan pendidikan.

b) Pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah ini belum tampak berjalan secara optimal, yang ditandai dengan pelayanan bimbingan dan konseling belum bisa menjangkau semua siswa yang membutuhkan.

c) Masih ada beberapa siswa yang dikeluarkan karena melanggar tata tertib sekolah, hal ini menandakan pencegahan dan penanganan siswa bermasalah masih belum optimal dilakukan oleh personel sekolah.

B. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan rancangan pendekatan studi kasus deskriptif (Descriptive case study). Menurut A. Muri Yusuf (2013: 343) penelitian studi kasus adalah suatu proses pengumpulan data dan informasi secara mendalam, mendetail, intensif, holistik dan sistematis tentang orang, kejadian, social setting (latar sosial atau kelompok dengan menggunakan bermacam teknik serta sumber informasi

(58)

untuk memahami secara efektif bagaimana orang, kejadian, latar alami (social setting) itu beroperasi dengan konteknya. Mengacu pada pengertian tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran lengkap, rinci, jelas dan sistematis tentang peran wali kelas dalam penyelenggaraan bimbingan dan konseling serta dampaknya terhadap penanganan siswa bermasalah di kelas binaan.

Pendekatan studi kasus dipilih dalam melaksanakan penelitian ini, bertujuan untuk menelaah lebih jauh berkenaan dengan masalah penelitian, berdasarkan atas berbagai pertimbangan sebagai berikut:

1) Masalah yang diteliti memerlukan suatu pengungkapan yang bersifat deskriptif dan komprehensif.

2) Pendekatan studi kasus lebih peka dan sanggup menyesuaikan diri bila dipergunakan untuk meneliti berbagai pengaruh dan pola-pola nilai yang dihadapi oleh informan dalam kondisi alamiah.

3) Data studi kasus mampu untuk mengungkapkan berbagai peristiwa secara kronologis, mengevaluasi sebab akibat, mampu menemukan sesuatu yang tidak diduga sebelumnya, serta mampu memberikan penjelasan yang banyak dan bermanfaat untuk membangun kerangka baru.

4) Temuan penelitian mampu memberikan kesan yang lebih dalam, nyata, lebih hidup, dan penuh makna sehingga lebih meyakinkan dan dapat diterima. (Burhan Mungin, 2012: 23)

(59)

rancangan menurut unit kegiatan, (9) data yang telah dikumpulkan dievaluasi, dan diorganisasikan menjadi rekonstruksi studi yang koheran, serta analisis sejak awal kegiatan dan (10) susunlah laporan penelitian dengan

menghindarkan “bias” dari pribadi dari peneliti.

C. Informan Penelitian

Informan penelitian merupakan orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian (Lexy J. Moleong, 1998: 90) oleh karena itu dalam penelitian studi kasus, informan merupakan posisi kunci yang dapat memberikan berbagai informasi sebanyak karakteristik elemen yang diperlukan. Untuk menentukan siapa yang akan dijadikan informan, peneliti terlebih dahulu menentukan siapa yang akan dijadikan informan kunci. Selanjutnya dari informan kunci ditetapkan informan berikutnya. Pemilihan informan kunci menurut Lexy J. Moleong (1998: 90) didasarkan atas informan tersebut benar–benar menguasai permasalahan dan siap memberikan informasi baru kepada peneliti.

Menurut Gay (2009: 430) cara memilih informan dalam penelitian studi kasus adalah sebagai berikut:

1) Review document abouts the proposed case study site to determine whetther or not it is an appropriate choice. For example, local newspaper stories, school board minutes, and departements of education publications can provide a wealt of histrorical information about a particular school or district.

(60)

3) Determine whetther the case study participants have the necessary exprience and knowledge of the phenomenon under investigation and the ability to provide information. For example, selecting someone who provides only monosyllabic responses to questions to be a key informant can make for

Berdasarkan cara pemilihan informan yang dikemukakan oleh Gay tersebut, proses pemilihan informan penelitian dapat dilakukan dengan cara melihat dokumen, meminta keterangan orang yang memahami fokus penelitian, baik secara formal maupun informal. Dalam penelitian ini, informan yang dipilih haruslah memiliki pengalaman yang banyak mengenai latar penelitian dan benar-benar terkait dengan permasalahan yang akan diteliti. Oleh karena itu yang dijadikan sebagai informan kunci adalah wali kelas, hal yang menjadi pertimbangan peneliti memilih wali kelas sebagai informan kunci, karena wali kelas seyogyanya adalah orang yang paling mengetahui perannya dalam penyelenggaraan bimbingan dan konseling yang akan diteliti.

Untuk mendapatkan data yang dibutuhkan dalam penelitian maka, yang menjadi informan dalam penelitian ini sebagai berikut:

(61)

informan ini didasarkan atas pertimbangan bahwa, wali kelas tersebut merupakan guru senior dan telah cukup lama mengabdi di SMAN 1 Pariangan, serta guru tersebut adalah guru yang telah berpengalaman atau sering dipercaya oleh kepala sekolah sebelumnya menjadi wali kelas dan pertimbangan selanjutnya mereka masih terlibat penuh pada lingkungan kegiatan yang menjadi sasaran penelitian.

2) Semua guru BK SMAN 1 Pariangan sebagai informan tambahan, dengan asumsi bahwa guru BK, terlibat penuh pada lingkungan kegiatan yang menjadi sasaran penelitian dan subjek yang mempunyai cukup banyak waktu atau kesempatan untuk dimantai informasi. 3) Guru mata pelajaran dan siswa yang pernah masuk ruang bimbingan

dan konseling. Hal bertujuan untuk mendapatkan informasi dari bermacam-macam sumber dengan fokus penelitian yang sama.

4) Kepala sekolah dan wakil kepala sekolah sebagai informan pendukung dalam pemberian informasi.

(62)

D. Teknik dan Alat Pengumpul Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah wali kelas, kepala sekolah, guru mata pelajaran, siswa dan guru BK, dan dokumen yang relevan dengan fokus penelitian. Sasaran utama dalam penelitian ini adalah peran wali kelas dalam penyelenggaraan bimbingan dan konseling di sekolah serta dampaknya terhadap penanganan siswa bermasalah di kelas. Sehubungan dengan fokus penelitian tersebut di atas, maka pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik:

1. Observasi

(63)

Sebelum melakukan pengamatan, peneliti meminta persetujuan informan untuk aktivitas informan selama di dalam kelas dan peneliti juga mengamati aktivitas informan sejak keluar kelas hingga masuk kembali ke dalam kelas. Adapun sasaran yang diamati dalam penelitian ini, adalah aktivitas informan dalam melaksanakan perannya dalam bimbingan dan konseling tanpa diikuti oleh target pribadi (Bogdan, 1993: 32). Selanjutnya agar dapat mengingat apa yang telah diamati membuat peneliti membuat catatan dan menggunakan kode tertentu atau simbol dari hasil pengamatan di lapangan.

2. Wawancara

(64)

mendalam, dimana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya. Wawancara mendalam ini digunakan untuk mendapatkan informasi yang lebih dalam tentang responden, wawancara mendalam mirip dengan percakapan informal, metode ini bertujuan memperoleh bentuk-bentuk informasi tertentu dari semua informan, tetapi urutannya disesuaikan dengan ciri-ciri setiap informan. (Sugiyono, 2010:197)

Pengunaan teknik wawancara dalam penelitian ini ditujukan kepada wali kelas, guru BK, guru mata pelajaran, kepala sekolah, wakil kepala sekolah dan siswa. Adapun tujuan dari wawancara dimaksudkan untuk

memperoleh keterangan yang lebih dalam dan luas tentang “Peran wali kelas

dalam penyelenggaran bimbingan dan konseling di sekolah serta dampaknya terhadap penanganan siswa bermasalah di kelas.

(65)

Tabel 1: Materi Wawancara tentang Peran Wali Kelas dalam Penyelenggaraan Bimbingan dan konseling

No Aspek

Membantu guru Bimbingan dan Konseling melaksanakan tugas-tugas di kelas menjadi tanggung jawabnya

Membantu guru Mata Pelajaran melaksanakan peranannya dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling, khususnya kelas yang menjadi tanggung jawabnya

Memberikan kesempatan dan kemudahan bagi siswa, khusus di kelas yang menjadi tanggung jawabnya, untuk mengikuti atau menjalani layanan kegiatan bimbingan dan konseling

Berpartisipasi aktif dalam kegiatan khusus bimbingan dan konseling, seperti Konferensi Kasus

Mengalihtangankan siswa yang memerlukan layanan bimbingan dan konseling kepada guru BK

3. Studi dokumentasi

(66)

E. Teknik Menjamin Keabsahan Data Penelitian

Dalam penelitian kualitatif sejak awal rancangan penelitian tidak se- kaku (rigid) penelitian kuantitatif. Dalam penelitian kualititatif masalah yang telah ditetapkan berkemungkinan dapat berubah setelah turun kelapangan, karena situasi sosial yang memiliki karakteristik khusus, aktor, tempat dan kegiatan, serta memungkinkan pula penghayatan peneliti sebagai instrumen penelitian terhadap kejadian dan konteks yang berbeda. Oleh karena itu dalam hal ini Sugiyono (2010: 366) menjelaskan data yang didapat selama penelitian perlu diuji keabsahan data penelitian-nya. Adapun teknik menjamin keabsahan data penelitian meliputi empat kreteria yaitu 1) uji Kepercayaan 2) uji Keteralihan, 3) uji Defendibilitas 4) uji Konformitas yang dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Uji Kredibilitas (Crededibility)

Agar penelitian yang dilakukan membawa hasil yang tepat dan benar, sesuai konteksnya dapat menggunakan berbagai cara antara lain:

(67)

dan konseling serta dampaknya terhadap penanganan siswa bermasalah di kelas.

b. Meningkatkan ketekunan pengamatan, dalam hal ini berarti peneliti harus melakukan pengamatan lebih cermat dan berkesinambungan dengan tujuan untuk mendapatkan kepastian urutan peristiwa secara pasti dan sistematis, maka dalam hal ini peneliti melakukan pegamatan secara terus menerus dengan mengikuti aktivitas informan beraktifitas di sekolah.

c. Melakukan Trianggulasi (Triangulation). Triangulasi merupakan salah satu teknik dalam pengumpulan data untuk mendapatkan temuan dan interpretasi data yang lebih akurat dan kredibel melalui pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai waktu. Mengacu pada pernyataan ini. Oleh karena itulah dalam hal ini peneliti mewawancarai wali kelas, kepala sekolah, guru BK, guru mata pelajaran dan siswa yang bertujuan untuk mengecek dan membandingkan data yang telah didapatkan dari wali kelas mengenai perannya dalam penyelenggaraan bimbingan dan konseling di sekolah serta dampaknya terhadap penanganan siswa bermasalah.

Gambar

Tabel 1: Materi Wawancara tentang Peran Wali Kelas dalam Penyelenggaraan Bimbingan dan konseling
Tabel 1 : Masa Kerja Guru SMAN 1 Pariangan Padang
Tabel 2: Sarana penunjang proses pembelajaran
Gambar 2:  Data display menggunakan diagram tulang ikan Miles (dalam Sugiono, C.  Pembahasan2010: 344)

Referensi

Dokumen terkait

disertai demonstrasi dapat terlaksana dengan baik. Hal ini disebabkan model pembelajaran guided inquiry disertai demonstrasimemberikan pengalaman-pengalaman belajar melalui

Akhmad

KEAKTIFAN DAN PRESTASI BELAJAR SISWA MELALUI PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING PADA MATERI MATRIKS DI KELAS X SMK TARUNA FARMA JATEN KARANGANYAR TAHUN

Hasil setelah melaksanakan kegiatan pengabdian didapatkan bahwa semua peserta (100%) turut aktif dan dapat menerima semua pengetahuan dan ketrampilan yang disampaikan oleh tim

pendidikan, baik tujuan instruksional-kurikuler maupun instruksional ekstra-kurikuler.156 Supervisi sesungguhnya dapat dilakukan oleh Kepala Sekolah yang berperan sebagai

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ditemukan 17 Spesies tumbuhan potensial sebagai tanaman hias di kawasan objek wisata air terjun Talalang Jaya desa

Uji pengaruh konstruk (variabel) laten saluran distribusi terhadap kinerja usahatampak pada nilai t-statistik hitung yaitu sebesar 8,9026 signifikankarena lebih

Penelitian ini memiliki keterbatasan untuk menjadi perhatian bagi peneliti berikutnya, yaitu (1) dalam melakukan identifikasi sampel perusahaan yang secara konsisten