• Tidak ada hasil yang ditemukan

Asuhan Keperawatan dengan Prioritas Masalah Gangguan Oksigenasi di RSUD dr. Pirngadi Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Asuhan Keperawatan dengan Prioritas Masalah Gangguan Oksigenasi di RSUD dr. Pirngadi Medan"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PENGELOLAAN KASUS

A. Konsep Dasar Gangguan Oksigenasi

Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh manusia dalam mempertahankan keseimbangan fisiologis maupun psikologis, yang tentunya bertujuan untuk mempertahankan kehidupan dan kesehatan. Kebutuhan dasar manusia menurut Abraham Maslow dalam Teori Hierarki Kebutuhan menyatakan bahwa setiap manusia memiliki lima kebutuhan dasar, yaitu kebutuhan fisiologis (makan, minum), keamanan, cinta, harga diri, dan aktualisasi diri (Potter dan Patricia, 1997).

Kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan primer yang menjadi syarat dasar bagi kelangsungan hidup manusia guna memelihara homeostasis tubuh. Sebagai syarat dasar, kebutuhan fisiologis ini mutlak terpenuhi. Jika tidak, ini dapat berpengaruh terhadap kebutuhan yang lain. Sebagai contoh, seseorang yang tidak mampu memenuhi kebutuhan oksigen dapat mangalami ketidaknyamanan atau bahkan kematian. Peran perawat disini adalah membantu klien memenuhi kebutuhan fisiologis mereka. Kebutuhan fisiologis tersebut meliputi oksigen, air, makanan, eliminasi, istirahat dan tidur, penanganan nyeri, pengaturan suhu tubuh, seksual, dan lain-lain (Asmadi,2008).

1. Definisi Oksigenasi

Oksigen adalah salah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses metabolisme untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel-sel tubuh. Secara normal elemen ini diperoleh dengan cara menghirup oksigen ruangan setiap

kali bernapas (Tarwoto dan Wartonah, 2006).

Kebutuhan oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang digunakan untuk kelangsungan metabolisme sel tubuh mempertahankan hidup dan aktifitas berbagai organ atau sel (Hidayat, 2006).

2. Manfaat Oksigenasi bagi Tubuh

(2)

oksigen berlangsung lama dari lima menit, dapat terjadi kerusakan sel otak secara permanen (Asmadi, 2008).

3. Sistem Tubuh yang Berperan dalam Kebutuhan Oksigenasi

Menurut Hidayat (2006), sistem tubuh yang berperan dalam kebutuhan oksigenasi terdiri atas saluran pernapasan bagian atas, bagian bawah, dan paru.

3.1 Saluran pernapasan bagian atas

Menurut Hidayat (2006), saluran pernapasan bagian atas berfungsi menyaring, menghangatkan, dan melembabkan udara yang terhirup. Saluran pernapasan ini terdiri atas:

3.1.1 Hidung

Hidup terdiri atas nares anterior (saluran dalam lubang hidung) yang memuat kelenjar sebaseus dengan ditutupi bulu yang kasar dan bermuara ke rongga hidung dan rongga hidung yang dilapisi oleh selaput lender yang mengandung pembuluh darah. Proses oksigenasi diawali dengan penyaringan udara yang masuk melalui hidung oleh bulu yang ada dalam vestibulum (bagian rongga hidung), kemudian dihangatkan serta dilembabkan (Hidayat, 2006).

3.1.2 Faring

Menurut Hidayat (2006), faring merupakan pipa yang memiliki otot, memanjang dari dasar tengkorak sampai esophagus yang terletak di belakang nasofaring (di belakang hidung), di belakang mulut (orofaring), dan di belakang

laring (laringo faring). 3.1.3 Laring (tenggorokan)

Laring merupakan saluran pernapasan setelah faring yang terdiri atas bagian dari tulang rawan yang diikat bersama ligament dan membran, terdiri atas dua lamina yang bersambung di garis tengah (Hidayat, 2006).

3.1.4 Efiglotis

Efiglotis merupakan katup rawan yang bertugas membantu menutup laring pada saat proses menelan (Hidayat, 2006).

3.2 Saluran pernapasan bagian bawah

(3)

3.2.1 Trakea

Trakea atau disebut sebagai batang tenggorok, memiliki panjang kurang lebih Sembilan sentimeter yang dimulai dari laring sampai kira-kira ketinggian vertebra torakalis kelima. Trakea tersusun atas enam belas sampai dua puluh lingkaran tidak lengkap berupa cincin, dilapisi selaput lender yang terdiri atas epithelium bersilia yang dapat mengeluarkan debu atau benda asing (Hidayat, 2006).

3.2.2 Bronkus

Bronkus merupakan bentuk percabang atau kelanjutan dari trakea yang terdiri atas dua percabangan kanan dan kiri. Bagian kanan lebih pendek dan lebar daripada bagian kiri yang memiliki tiga lobus atas, tengah, dan bawah, sedangkan bronkus kiri lebih panjang dari bagian kanan yang berjalan dari lobus atas dan bawah (Hidayat, 2006).

3.2.3 Bronkiolus

Bronkiolus merupakan saluran percabangan setelah bronkus (Hidayat, 2006).

4. Proses Oksigenasi

Menurut Hidayat (2006) dan Lusianah (2012), proses pemenuhan kebutuhan oksigenasi tubuh terdiri atas tiga tahap, yaitu ventilasi, difusi gas, dan transportasi gas.

4.1 Ventilasi

Ventilasi merupakan proses keluar dan masuknya oksigen dari atmosfer ke dalam alveoli atau dari alveoli ke atmosfer (Hidayat, 2006). Masuknya atmosfer ke dalam alveoli dan keluarnya karbondioksida dari alveoli ke atmosfer yang terjadi saat respirasi (inspirasi-ekspirasi). Proses ventilasi terjadi karena adanya perbedaan tekanan antara atmosfer dan alveolus paru (Lusianah, 2012).

Menurut Asmadi, 2008 efektivitas mekanisme ventilasi paru-paru dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:

4.1.1 Konsentrasi oksigen atmosfer

(4)

4.1.2 Kondisi jalan nafas

Udara pernapasan keluar masuk tubuh melalui organ-organ respirasi yang merupakan jalan napas. Kondisi jalan napas ini sangat menentukan terhadap efektivitas ventilasi. Jalan napas yang tidak paten (baik) dapat menyebabkan mekanisme ventilasi menjadi tidak efektif. Penyebab ketidakpatenan jalan napas antara lain disebabkan oleh obstruksi mekanik seperti benda asing pada trakheobronkhial, mukus yang tertahan, lidah yang menutupi jalan napas, dan reaksi alergi yang menyebabkan bronkospasme seperti pada asma (Asmadi, 2008).

4.1.3 Kemampuan compliance dan recoil paru-paru

Compliance merupakan kemampuan paru untuk mengembang. Recoil adalah

kembalinya paru-paru ke posisi semula setelah compliance. Kemampuan

compliance dan recoil ini sangat berpengaruh dalam menentukan efektif

tidaknya proses ventilasi. Kemampuan ini bisa tidak sempurna disebabkan antara lain oleh kerusakan jaringan paru seperti edema, tumor, parase/paralise, serta kifosis (Asmadi, 2008).

4.1.4 Pengaturan pernapasan

Banyak sedikitnya oksigen yang masuk dan karbondioksida yang keluar dari paru-paru dalam proses ventilasi dipengaruhi pula oleh irama, kedalaman, dan frekuensi pernapasan. Irama pernapasan yang teratur menyebabkan terjadinya keseimbangan antara jumlah oksigen yang dihirup dengan karbondioksida yang

dikeluarkan dari paru-paru. Namun bila sebaliknya, misalnya pada orang yang lari ketakutan, irama napasnya menjadi tidak teratur sehingga mengakibatkan oksigen dihirup sedikit. Kedalaman pernapasan juga memengaruhi terhadap ventilasi paru-paru. Kedalaman pernapasan ini mengindikasikan kemampuan inspirasi paru-paru. Frekuensi pernapasan merupakan jumlah compliance dan

recoil paru-paru dalam satu menit. Pada seseorang yang frekuensi

pernapasannya di bawah frekuensi normal, maka oksigen yang dihirup juga akan sedikit sehingga tubuh kekurangan oksigen (Asmadi, 2008).

(5)

4.2 Difusi

Difusi merupakan proses pertukaran gas oksigen dengan karbondioksidaantara alveoli dengan darah pada membran kapiler alveolar paru (Lusianah, 2012). Menurut Asmadi, 2008 kecepatan difusi tersebut ditentukan oleh beberapa faktor diantaranya:

4.2.1 Ketebalan Membran

Semakin tebal membrane alveolus, maka proses difusi semkin sulit. Tebalnya membrane alveolus misalnya oleh karena edema paru. Akibatnya gas-gas pernapasan harus berdifusi tidak hanya melalui membrane alveolus, melainkan melalui cairan tersebut (Asmadi, 2008).

4.2.2 Luas Permukan Membran Alveolus

Penurunan luas permukaan paru akan mengakibatkan kemampuan paru-paru untuk berdifusi pun menurun. Hal tersebut berarti semakin luas permukaan membrane alveolus maka semakin banyak gas-gas pernapasan yang berdifusi dan begitu pula sebaliknya. Penurunan luas permukaan paru akan mengganggu pertukaran gas pernapasan (Asmadi, 2008).

4.2.3 Perbedaan Tekanan antara Kedua Sisi Membran

Perbedaan tekanan antara kedua sisi membran merupakan perbedaan antara tekanan parsial gas dalam alveolus dan tekanan gas dalam darah. Bila tekanan gas dalam alveolus lebih besar daripada tekanan gas dalam darah, maka terjadi difusi dari alveolus ke dalam darah dan begitu sebaliknya. Tekanan gas yang

tinggi dalam alveolus adalah tekanan oksigen sedangkan tekanan yang tinggi pada kapiler darah adalah tekanan karbondioksida. Hal tersebut akan mengakibatkan oksigen berdifusi ke kapiler darah dan karbondiksida. Hal tersebut akan mengakibatkan oksigen berdifusi ke kapiler darah dan karbondioksida berdifusi ke alveolus (Asmadi, 2008).

4.3 Tranfortasi Gas

(6)

Transfortasi gas dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu curah jantung (kardiak output), kondisi pembuluh darah, latihan (exercise), perbandingan sel darah dengan darah secara keseluruhan (hematokrit) serta eritrosit dan kadar Hb (Hidayat, 2006). Faktor-faktor yang mempengaruhi transportasi gas menurut Hidayat (2006) sependapat dengan pendapat menurut Lusianah (2012).

5. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kebutuhan Oksigen

Kebutuhan tubuh terhadap oksigen tidak tetap. Sewaktu-waktu tubuh memerlukan oksigen yang banyak oleh karena suatu sebab. Kebutuhan oksigen dalam tubuh dipengaruhi beberapa faktor, diantaranya:

5.1 Faktor fisiologi

Setiap kondisi yang mempengaruhi fungsi kardiopulmonar secara langsung akan mempengaruhi kemampuan tubuh untuk memenuhi kebutuhan oksigen. Klasifikasi umum gangguan jantung meliputi ketidakseimbangan konduksi, kerusakan fungsi valvular, hipoksia miokard, kondisi-kondisi kardiomiopati, dan hipoksia jaringan perifer. Gangguan pernapasan meliputi hiperventilasi, hipoventilasi, dan hipoksia (Potter dan Perry, 2005).

Sedangkan menurut Tarwoto dan Wartonah (2006), faktor fisiologi meliputi: 5.1.1 Menurunnya kapasitas pengingatan oksigen seperti anemia

5.1.2 Menurunnya konsentrasi oksigen yang diinspirasi seperti pada obstruksi saluran napas bagian atas

5.1.3 Hipovolemia sehingga tekanan darah menurun mengakibatkan transfor oksigen menurun

5.1.4 Meningkatnya metabolism seperti adanya infeksi, demam, ibu hamil, luka, dan lain-lain

5.1.5 Kondisi yang mempengaruhi pergerakan dinding dada seperti pada kehamilan, obesitas, muskulus skeleton yang abnormal, penyakit kronik seperti TBC paru.

5.2 Faktor perkembangan

(7)

5.2.1 Bayi prematur

Bayi prematur beresiko terkena penyakit membrane hialin, yang disebabkan kurangnya pembentukan surfaktan. Kemampuan paru untuk mensintesis surfaktan berkembang lambat pada masa kehamilan, yakni pada sekitar bulan ketujuh, dan bayi preterm tidak memiliki surfaktan.

5.2.2 Bayi dan toddler

Bayi dan toddler beresiko terkena mengalami infeksi saluran napas atas sebagai hasil pemaparan yang sering pada anak-anak lain dan pemaran asap dari rokok yang diisap orang lain. Selain itu, selama proses pertumbuhan gigi, beberapa bayi berkembang kongesti nasal, yang memungkinkan pertumbuhan bakteri dan meningkatnya potensi terjadinya infeksi saluran pernapasan (Potter dan Perry, 2005).

5.2.3 Anak usia sekolah dan remaja

Anak usia sekolah dan remaja terpapar pada infeksi pernapasan dan faktor-faktor resiko pernapasan, misalnya menghisap asap rokok dan merokok. Individu yang mulai merokok pada usia remaja dan meneruskannya sampai usia dewasa pertengahan mengalami peningkatan resiko penyakit kardiopulmonar dan kanker paru (Potter dan Perry, 2005).

5.2.4 Dewasa muda dan dewasa pertengahan

Individu usia dewasa pertengahan dan dewasa muda terpapar pada banyak faktor resiko kardiopulmonar, seperti: diet yang tidak sehat, kurang latihan

fisik, obat-obatan, dan merokok. Dengan mengurangi faktor-faktor yang dapat dimodifikasi ini, akan menurunkan resiko menderita penyakit jantung dan pulmonary (Potter dan Perry, 2005).

5.2.5 Dewasa tua dan lansia

(8)

5.3 Faktor lingkungan

Lingkungan juga mempengaruhi oksigenasi. Insiden penyakit paru lebih tinggi di daerah yang berkabut dan di daerah perkotaan daripada di daerah perkotaan. Tempat kerja juga dapat meningkatkan resiko terkena panyakit paru seperti bekerja di pertekstilan, tempat produksi peralatan yang anti terbakar, di pergilingan, tempat produksi cat, plastic, dan beberapa perusahan kontruksi (Potter dan Perry, 2005).

Pada lingkungan yang panas tubuh berespon dengan terjadinya vasodilatasi pembuluh darah perifer, sehingga darah banyak mengalir ke kulit. Hal tersebut mengakibatkan panas banyak dikeluarkan melalui kulit. Respon demikian menyebabkan curuh jantung meningkat dan kebutuhan oksigen pun meningkat. Sebaliknya pada lingkungan yang dingin, pembuluh darah mengalami kontriksi dan penurunan tekanan darah sehingga menurunkan kerja jantung dan kebutuhan oksigen (Asmadi, 2008).

5.4 Faktor perilaku

Perilaku atau gaya hidup, baik secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi kemampuan tubuh dalam memenuhi kebutuhan oksigen. Faktor-faktor perilaku atau gaya hidup yang mempengaruhi fungsi pernapasan meliputi nutrisi, latihan fisik, merokok, penyalahgunaan substansi, dan stress (Potter dan Perry, 2005). Faktor-faktor menurut Potter dan Perry (2005) sependapat dengan pendapat menurut Tarwoto dan Wartonah (2006).

5.4.1 Nutrisi

Nutrisi merupakan fungsi kardiopulmonar dalam beberapa cara. Misalnya: a) Obesitas mengakibatkan penurunan ekspansi paru dan peningkatan berat badan dapat meningkatkan kebutuhan oksigen untuk memenuhi kebutuhan metabolism tubuh (Potter dan Perry, 2005 dan Tarwoto dan Wartonah, 2006). b) Klien yang kekurangan gizi atau gizi buruk mengalami kelemahan otot pernapasan dan menurunnya kerja (ekskursi) pernapasan sehingga efisiensi batuk menurun yang menyebabkan resiko terjadinya retensi sekresi paru (Potter dan Perry, 2005). Gizi buruk juga menyebabkan anemia sehingga daya ikat oksigen berkurang (Tarwoto dan Wartonah, 2006).

(9)

karbondioksida, dan diekskresikan melalui paru-paru (Potter dan Perry, 2005). Diet tinggi lemak menimbulkan arteriosklerosis (Tarwoto dan Wartonah, 2006).

5.4.2 Latihan fisik

Latihan fisik meningkatkan aktifitas metabolisme tubuh dan kebutuhan oksigen. Frekuensi dan kedalaman pernapasan meningkat, kemampuan individu untuk menghirup lebih banyak oksigen dan mengeluarkan kelebihan karbondioksida (Potter dan Perry, 2005).

5.4.3 Merokok

Menurut Potter dan Perry (2005), merokok dapat menyebabkan penyakit jantung, penyakit paru obstruksi kronik, dan kanker paru. Merokok dapat memperburuk penyakit arteri koroner dan pembuluh darah perifer. Nikotin yang diinhalasi menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah perifer dan pembuluh darah koroner, meningkatkan tekanan darah dan menurunkan aliran darah ke pembuluh darah perifer. Resiko kanker paru 10 kali lebih kuat pada individu yang merokok daripada individu yang tidak merokok. Perokok pasif lebih mudah terkena kanker paru daripada perokok aktif.

5.4.4 Penyalahgunaan substansi

Penggunaan alkohol dan obat-obatan lain secara berlebihan akan mengganggu oksigenasi jaringan dengan dua cara. Pertama, individu yang kronis menyalahgunakan substansi. Kondisi ini seringkali memiliki asupan

(10)

6. Pengaturan Pernapasan

Menurut Asmadi, 2008 ada tiga pusat pengendalian/pengaturan pernapasan normal yaitu:

6.1 Pusat Respirasi

Terletak pada formatio retikularis medula oblongata sebelah kaudal. Pusat respirasi ini terdiri atas pusat inspirasi dan pusat ekspirasi.

6.2 Pusat Apneustik

Terletak pada pons bagian bawah. Mempunyai pengaruh tonik terhadap pusat inspirasi. Pusat apneustik ini dihambat oleh pusat pneumotaksis dan impuls aferen vagos dari reseptor paru-paru . bila pengaruh pneumotaksis dan vagus dihilangkan, maka terjadi apneustik.

6.3 Pusat Pneumotaksis

Terletak pada pons bagian atas. Bersama-sama vagus menghambat pusat upneustik secara periodik. Pada hiperpnea, pusat pneumotaksis ini merangsang pusat respirasi.

7. Metode Pemenuhan Kebutuhan Oksigen

Menurut Asmadi, 2008 kebutuhan oksigen dapat dipenuhi dengan beberapa metode, antara lain:

7.1 Inhalasi Oksigen (Pemberian Oksigen)

Terdapat dua sistem inhalasi oksigen yaitu sistem aliran rendah dan sistem aliran

tinggi.

7.2 Sistem aliran rendah (low flow oxygen system) ditujukan pada klien yang memerlukan oksigen dan masih bisa bernapas sendiri dengan pola pernapasan yang normal. Sistem ini diberikan untuk menambah konsentrasi udara ruangan. Pemberian oksigen diantaranya dengan menggunakan nasal kanul, sungkup muka sederhana, sungkup muka kantong (rebreathing) dan sungkup muka dengan kantong (nonrebreathing).

(11)

7.4 Fisioterapi dada

Fisioterapi dada merupakan suatu rangkaian tindakan keperawatan yang terdiri atas perkusi, vibrasi, dan postural drainage.

7.5 Perkusi atau disebut dengan clapping adalah pukulan kuat, bukan berarti sekuat-kuatnya, pada dinding dada dan punggung dengan tangan dibentuk seperti mangkuk. Tujuan dari teknik ini adalah untuk dapat melepaskan secret yang melekat pada dinding bronkus.

7.6 Vibrasi adalah getaran kuat secara serial yang dihasilkan oleh tangan perawat yang diletakkan datar pada dinding dada klien. Vibrasi digunakan setelah perkusi untuk meningkatkan turbulensi udara ekspirasi dan melepaskan mucus yang kental. Sering dilakukan bergantian dengan perkusi.

7.7Postural drainage adalah salah satu intervensi untuk melepaskan sekresi dari

berbagai segmen paru-paru dengan menggunakan pengaruh gaya gravitasi. Waktu yang terbaik untuk melakukannya yaitu sekitar satu jam sebelum sarapan pagi dan sekitar satu jam sebelum tidur pada malam hari. Postural drainage harus lebih sering dilakukan apabila lender klien berubah warna menjadi kehijauan dan kental atau ketika klien menderita demam.

7.8 Napas Dalam dan Batuk

Napas dalam yaitu bentuk latihan napas yang terdiri atas pernapasan abdominal (diafragma) dan purse lips breathing. Batuk efektif yaitu latihan batuk untuk mengeluarkan secret.

7.9Suctioning (Penghisapan Lendir)

Suctioning adalah suatu metode untuk melepaskan sekrsei yang berlebihan pada

jalan napas. Suctioning dapat diterapkan pada oral, nasofaringeal, tracheal, serta endotrakheal atau trakheostomi tube. Tujuan dari suctioning adalah untuk membuat suatu jalan napas yang paten dengan menjaga kebersihannya dan sekresi yang berlebihan.

8. Asuhan keperawatan

8.1 Pengkajian

(12)

sumber-sumber yakni: Riwayat kerperawatan fungsi kardiopulmonal normal klien dan fungsi kardiopulmonal saat ini, kerusakan fungsi sirkulasi dan fungsi pernapasan pada masa yang lalu, serta tindakan klien yang digunakan untuk mengoptimalkan oksigenasi.Pemeriksaan fisik status kardiopulmonal klien, termasuk inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi. Peninjauan kembali hasil pemeriksaan laboratorium dan hasil pemeriksaan diagnostik, termasuk hitung darah lengkap, elektrokardiogram (EKG), dan pemeriksaan fungsi pulmonar, sputum, dan oksigenasim seperti arteri gas darah (AGD) atau oksimetri nadi. Pendapat yang diungkapkan oleh Potter dan Perry tersebut di dukung juga oleh pendapat Tarwoto dan Wartonah (2006), dimana pengkajian keperawatan harus mencakup: pernapasan yang pernah dialami, riwayat penyakit pernapasan, riwayat kardiovaskuler, dan gaya hidup pasien.

Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mengkaji tingkat oksigenasi jaringan klien yang meliputi evaluasi keseluruhan sistem kardiopulmonar. Pemeriksaan fisik dilakukan dengan teknik inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi ( Potter dan Perry, 2005). Data pemeriksaan fisik yang mungkin ditemukan pada pengkajian oksigenasi menurut Tarwowo-Wartonnah (2006) dan Potter dan Perry (2005) hanya sedikit perbedaan. Pengkajian inspeksi status kardiopulmonar perlu mengidentifikasi pada mata adanya xantelasma, askus kornea, konjuntiva pucat, konjungtiva pada sianosis, terdapat petekia di konjungtiva. Pada mulut perlu dikaji membran mukosa yang sianosis dan bernapas menggunakan mulut. Pemeriksaan vena di leher perlu dilihat adanya distensi atau pembengkakan. Pemeriksaan pada hidung perlu dilihat

(13)

pemeriksaan dada menurut Tarwoto-Wartonah (2006) meliputi retraksi otot bantu pernapasan, pergerakan tidak simetris antara dada kiri dan kanan, tactil fremitus, thrills, suara napas tidak normal, dan bunyi perkusi dullnes, hiperesonan.

Untuk mendapatkan data yang lebih akurat maka dilakukan lah pemeriksaan diagnostik/penunjang. Pemeriksaan penunjang menurut Tarwoto-Wartonah (2006) dan Potter dan Perry (2005) tidak jauh berbeda. Pemeriksaan untuk menentukan keadekuatan sistem konduksi jantung dapat dilakukan melalui elektrokardiogram,

monitor holter, pemeriksaan stres latihan, pemeriksaan elektrofisioogis. Pemeriksaan

untuk menentukan kontraksi miokard dan aliran darah dilakukan ekokardiografi,

skintigrafi, kateterisasi jantung dan angiografi. Pemeriksaan untuk mengukur

keadekuatan ventilasi dan oksigenasi dilakukan tes fungsi paru-paru dengan spirometri, kecepatan aliran ekspirasi puncak, pemeriksaan gas darah arteri, oksimetri, dan hitung darah lengkap. Untuk memvisualisasi struktur sistem pernapasan dilakkukan pemeriksaan sinar-X pada dada, bronkoskopi, dan pemindaian paru. Pemeriksaan untuk menentukan sel-sel abnormal atau infeksi dalam saluran pernapasan dilakukan pemeriksaan kultur tenggorok, spesimen sputum, pemeriksaan kulit, dan torasentesis.

8.2 Analisa data

Data dasar adalah kumpulan data yang berisikan mengenai status kesehatan klien, kemampuan klien mengelola kesehatan terhadap dirinya sendiri dan hasil konsultasi

(14)

8.3 Diagnosa Keperawatan

Menurut NANDA (2005), Tarwoto-Wartonah (2006) menyebutkan bahwa terdapat empat diagnosa yang dapat diangkat sebagai diagnosa yang berhubungan dengan masalah oksigenasi, yaitu:

1. Gangguan pertukaran gas 2. Ketidakefektifan pola napas

3. Ketidakefektifan bersihan jalan napas 4. Menurunnya perfusi jaringan tubuh

8.4 Perencanaan Keperawatan

1) Ketidakefektifan bersihan jalan napas Intervensi keperawatan

a) Kaji keefektifan pemberian oksigen, frekuensi, kedalaman, dan upaya pernapasana

b) Kaji faktor yang berhubangan dengan nyeri, batuk tidak efektif, mukus kental, dan keletihan

c) Pantau status oksigen pasien

d) Instruksikan kepada pasien tentang batuk dan teknik napas dalam untuk memudahkan pengeluaran sekret

e) Anjurkan aktifitas fisik untuk memfasilitasi pengeluaran sekret

f) Atur posisi pasien yang memungkinkan untuk pengembangan maksimal

rongga dada

g) Berikan pasien dukungan emosi

h) Kolaborasi dengan ahli terapi pernapasan 2) Ketidakefektifan pola napas

Intervensi keperawatan

a) Pantau adanya pucat dan sianosis

b) Observasi dan dokumentasi ekspansi dada bilateral pada pasien yang terpasang ventilator

c) Pantau kecepatan, irama, kedalaman dan upaya pernapasan d) Pantau pernapasan yang berbunyi seperti mendengkur

(15)

f) Auskultasi suara napas, perhatiakn area penurunan/ tidak adanya ventilasi dan adanya suara napas tambahan

g) Pantau peningkatan kegelisahan, ansietas, dan lapar udara

h) Informasikan kepada pasien dan keluarga tentang teknik relaksasi untuk memperbaiki pola pernapasan

i) Ajarkan teknik batuk efektif

j) Konsultasi dengan ahli terapi pernapasan untuk memastikan keadekuatan fungsi ventilator mekanis

3) Gangguan pertukaran gas Intervensi keperawatan

a) Kaji suara paru: frekuensi napas, kedalaman, dan usaha napas, dan produksi sputum sebagai indicator keefektifan penggunaan alat penunjang

b) Pantau saturasi oksigen dengan oksimetri nadi c) Pantau hasil gas darah

d) Observasi terhadap sianosis, terutama membrane mukosa mulut e) Auskultasi bunyi jantung

f) Ajarkan kepada pasien teknik napas dalam dan relaksasi g) Ajarkan tentang batuk efektif

h) Lakukan oral hygine secara teratur

i) Atur posisi pasien untuk memaksimalkan potensial ventilasi

(16)

B. Asuhan Keperawatan Kasus

1. Pengkajian Pasien di Rumah Sakit

Berdasarkan penugasan sesuai dengan jadwal mahasiswa praktek di rumah sakit Pirngadi Medan, pada tanggal 2 Juni - 6 Juni 2014 di ruangan Tulip 3. Pada penugasan tersebut di temukan seorang pasien Tn. P dengan masalah medis CHF (gagal jantung) pasien tersebut diangkat oleh penulis menjadi pasien kelolaan.

Pengkajian keperawatan pertama kali dilakukan pada tanggal 2 Juni 2014 pada pasien Tn. P di ruang Tulip 3 kamar 703 dengan diagnosa medis CHF (gagal jantung). Pengkajian dilakukan pada pukul 15.00 WIB terkait biodata pasien, keluhan utama, riwayat kesehatan sekarang, riwayat kesehatan masa lalu, riwayat kesehatan keluarga, dan pengkajian fisik. Saat pengkajian didapat data pasien adalah Tn. P yang tinggal di perumnas marindal, Medan. Alasan utama klien mencari bantuan kesehatan adalah karena sesak napas yang berat saat beraktifitas dan kelemahan yang dirasakan semenjak 1minggu terakhir. Pada saat melakukan pengkajian, klien berada pada kesadaran somnolen dimana klien tampak sadar saat berbicara dan seperti tertidur saat selesai bicara, kulit klien tampak pucat dan ekstremitas dingin, bibir pucat, dan kelemahan.Pada pukul 15.40 pengkajian keperawatan dihentikan Karena keadaan klien yang kurang baik.

Pengkajian ulang dilakukan kepeda pasien pada saat melakukan injeksi tepatnya pukul 17.30, pengkajian tersebut mengenai sesak yang dirasakan. Hasil yang di dapat yaitu klien sesak napas saat melakukan aktifitas ringan, sesaknya hilang saat di

pasang oksigen, riwayat penyakit pernapasan terdahulu tidak ada, kulit klien tampak pucat, batuk tidak ada, klien tampak terbaring lemah di tempat tidur, dan mengeluhkan kelemahan. Berdasarkan temuan tersebut diangkat masalah keperawatan ketidakefektifan pola pernapasan dan intoleransi aktivitas. Pada pukul 19.30 WIB dilakukan evaluasi terhadap intervensi tersebut. Hasil yang didapatkan yaitu pasien merasa lebih nyaman lagi saat diberi posisi semi fowler dan pemberian terapi oksigen, sesak yang dirasakan klien tidak seberat sebelumnya, pembatasan penggunaan energi dapat dilakukan dan klien mengatakan bahwa kebutuhan saat ini terpenuhi oleh bantuan keluarganya.

(17)

merasa cepat lelah bahkan saat makan klien merasa lelah. Dari hasil pengkajian tersebut diangkat diagnosa keperawatan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Kemudian dilakukan pengkajian nutrisi dengan hasil asupan makanan tidak adekuat, berat badan turun dari 108 kg menjadi 74 kg, penyebab ketidak inginan makannya karena adanya mual-muntah, nyeri abdomen yang dirasakan dan kelemahan. Pada pukul 19.30 dilakukan evaluasi terhadap intervensi yang diberikan, dengan hasil pembatasan penggunaan energi dapat dilakukan dan klien mengatakan bahwa kebutuhan saat ini terpenuhi oleh bantuan keluarganya.

Pada tanggal 4 Juni 2014 tepatnya pukul 09.00 WIB dilakukan evaluasi terhadap intervensi yang dilakukan sebelumnya dan ditemukan keluhan istri klien Ny. G bahwa Tn. P dalam beberapa hari belakangan ini sulit untuk makan sehingga dilakukan intervensi yang dapat meningkatkan keinginan makan klien. Pada pukul 13.00 klien mengeluhkan sesak napas, berat badan menurun dari 108 kg menjadi 74 kg, tanda vital, dan pola makan klien 3 kali sehari yakni pagi, siang, dan malam. Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital yaitu tekanan darah 156/71, heart rate

90x/menit, rerpiratrory rate 28x/menit. Pada pukul 14.20 dilakukan evaluasi terhadap intervensi yang dilakukan dengan hasil diet tidak habis, mual masih ada dan sesak klien sudah berkurang.

Tanggal 5 Juni 2014 pukul 09.00 WIB saat ingin melakukan evaluasi tindakan, klien tampak tidur lemah di atas tempat tidur. Saat ditanya kepada Ny. G klien saat ini sedang pingsan karena kadar gula darahnya turun, dan dokter jaga sudah

melakukan pemeriksaan kadar gula darah dengan hasil 150 mg/Dl. ny. G mengatakan sudah lama kadar gula darahnya tidak turun dan kadar gula darah biasanya > 200 mg/Dl. pada pukul dilakukan intervensi kepada pasien dengan diagnosa nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Pada pukul 14.00 dilakukan evaluasi terhadap intervensi yang dilakukan.

(18)

kepada pasian dengan diagnosa ketidakefektifan bersihan jalan napas. Pada pukul 14.00 WIB dilakukan evaluasi terhadap intervensi yang dilakukan.

2. Analisa data

Berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan pada tanggal 2 – 6 juni 2014, dari data-data yang diperoleh dilakukan analisa data dengan mengelompokkan data objek dan data subjek.

Tabel analisa data

No Data Etiologi Masalah

keperawatan 1. DS:

-Klien mengatakan

sesak saat beraktifitas -klien mengatakan

lemas

-klien mengatakan kehilangan tenaga untuk mengangkat tubuhnya

DO:

-klien berbaring di tempat tidur -klien melakukan

aktifitas di tempat tidur -saat melakukan

aktifitas klien dibantu oleh keluarga

Gagal jantung

Jantung gagal memompa

Suplai darah menurun

Metabolisme anaerob

Asidosis metabolik

Penimbunan asam laktat dan penurunan ATP

Fatique

Intoleransi aktifitas ( pemenuhan ADL )

2. DS:

Klien mengeluh sesak napas dan gangguan penglihatan

Gagal jantung

Gagal pemompaan jantung

(19)

DO:

Kesadaran klien somnolen, warna kulit tidak normal yakni pucat, ketidak normalan

frekuensi, irama, dan kedalaman pernapasan, suara napas tambahan, perubahan pada irama dan frekuensi pernapasan, dan batuk tidak ada.

Tekanan diastole naik

Bendungan atrium kanan

hepar

hepatomegali

mendesak diafragma

sesak napas

pola napas tidak efektif

3. DS:

- Klien menolak untuk makan

- Merasa cepat kenyang

- Berat badan turun dari 110 kg menjadi 74 kg

DO:

-Kurangnya minat terhadap makanan

-Membran mukosa pucat

Gagal jantung

Tekanan sitem vena naik

Tekanan vena jugularis naik

Hipertensi vena

Bendungan vena bilateral

Pembengkakan hati

Kongesti vena saluran cerna

Mual muntah anoreksia

(20)

4. Ds:

-Dispnea

-Klien mengatakan tidak bisa mengeluarkan

sekret Do:

- Gelisah

- Sputum berlebihan - Sputum kental

- Suara napas tambahan - Perubahan pada irama

dan frekuensi pernapasan

Gagal jantung

Gagal pemompaan jantung

backward failurun

LEVD naik

Tekanan pulmonalis meningkat

tekanan paru meningkat

Edema paru

Ronki basah Iritasi mukosa paru

Reflek batuk turun

Penumpukan sekret

Gangguan bersihan jalan napas

(21)

3. Diagnosa keperawatan

Masalah keperawatan kemudian dirumuskan dalam bentuk diagnosa keperawataan berdasarkan keterkaitan dan faktor-faktor yang menandai masalah yaitu data subjek dan data objek yang telah di kaji. Dari hasil perumusan diangkat diagnosa keperawatan yang utama yakni intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan curah jantung yang rendah. Ini dijadikan prioritas karena gagal jantung (chf) identik dengan kelemahan dan ini menjadi salah satu ciri khas dari gagal jantung. Intoleransi aktivitas ini diangkat berdasarkan keluhan klien yang menyatakan kelemahan, berkurangnya tenaga, dan munculnya sesak napas saat klien melakukan aktivitas. Munculnya tanda – tanda tersebut dikarenakan ketidak mampuan jantung untuk memenuhi oksigen dalam tubuh yang mengakibatkan penumpukan karbondioksida yang mengakibatkan proses anaerob meningkat.

1. Tanggal 2 Juni 2014 ditegakkan diagnosa keperawatan:

a) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan curah jantung yang rendah

b) Tidak efektifnya pola pernapasan berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru

2. Tanggal 3 Juni 2014 ditegakkan diagnosa keperawatan

a) Tidak efektifnya pola pernapasan berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru

b) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan curah jantung yang rendah

c) Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelemahan

3. Tanggal 4 Juni 2014 ditegakkan diagnosa keperawatan:

a). Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan nafsu makan menurun

4. Tanggal 6 Juni 2014 ditegakkan diagnosa keperawatan:

(22)

4. Perencanaan Keperawatan

Setelah melakukan pengkajian keperawatan, dari data yang diperoleh dilakukan analisa dan menemukan masalah-masalah keperawatan kemudian dirumuskan dalam diagnosa keperawatan. Pada saat itu juga perawat melakukan perencanaan tindakan keperawatan untuk memberi asuhan keperawatan kepada Ny.W. Perencanaan keperawatan dan rasional dari setiap diagnosa dapat dilihat di tabel berikut:

Tabel 2.2. Diagnosa keperawatan dan perencanaan keperawatan

Diagnosa keperawatan

Perencanaan Keperawatan

Dx.1: Tujuan :

- Klien dapat menoleransi aktivitas yang biasa dilakukan

- Mendemonstrasikan penghematan energi

Kriteria hasil:

1. Toleransi aktivitas

2. Klien menunjukkan ketahanan dalam beraktifitas

3. Mengelola penghematan energi

4. Kebugaran fisik

5. Energi psikomotorik

6. Perawatan diri

Intervensi Rasional

1. Kaji tingkat kelemahan pasien

2. Memberi anjuran

tentang dan bantuan

dalam aktivitas fisik

3. Mengatur penggunaan energi

4. Memanipulasi

1. Mengetahui tingkat ketergantungan klien

2. Mengatasi cedera

3. Mengurangi penggunaan

energi berlebihan

(23)

lingkungan sekitar pasien

5. Menggunakan aktivitas atau protokol latihan

6. Membantu klien untuk melakukan AKS

pasien

5. Mengembalikan kekuatan

otot

6. Memenuhi kebutuhan

AKS pasien

Dx.2: Tujuan: pola pernapasan efektif

Kriteria Hasil:

a. Status ventilasi dan pernapasan yang tidak terganggu

b. Tidak ada penyimpangan tanda vital dari rentang normal

c. Kepatenan jalan napas

Rencana Tindakan Rasional

1. Berikan oksigenasi sesuai program

2. Mempertahankan oksigen aliran rendah dengan nasal kanul, masker atau sungkup dengan kecepagan aliran 3 l/menit

3. Monitor jumlah pernapasan penggunaan otot bantu pernapasaan tanda vital, dan warna kulit.

4. Posisi pasien fowler

5. Laksanakan program

pengobatan

6. Konsultasi dengan ahli terapi pernapasan untuk

1. Mempertahankan oksigen arteri

2. Mempertahankan keadekuatan oksigen

3. Mengetahui status pernapasan

4. Meningkatkan pengembangan paru

5. Meningkatkan pernapasan

6. Perlu adaptasi baru dengan

(24)

memastikan keadekuatan fungsi ventilator mekanis

7. Pendidikan kesehatan :

a. Perubahan gaya hidup

b. Menghindari alergen c. Teknik bernapas b. Teknik relaksasi

7. Perlu adaptasi baru dengan kondisi sekarang

Dx.3: Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan intake nutrisi pasien sesuai dengan kebutuhan tubuh dan nafsu makan pasien kembali normal

Kriteria hasil:

1. Intake nutrisi sesuai kebutuhan tubuhn

2. Mual dan muntah pasien berkurang/hilang.

3. Nafsu makan pasien kembali normal

Intervensi Rasional

1. Kaji status nutrisi pasien

2. Kaji bersama pasien penyebab penurunan nafsu makan

3. Lakukan pengkajian pola makan pasien.

4. Timbang berat badan sesuai indikasi

5. Anjurkan pasien untuk menjaga kebersihan mulut yang baik

1. Untuk mengetahui status nutrisi pasien

2. Untuk memudahkan dalam intervensi

3. Mengetahui kebiasaan makan pasien dan mengetahui kemungkinan kesalahan pola makan pasien.

4. Meningkatkan nafsu makan pasien

(25)

6. Ukur intake makanan dalam 24 jam.

7. Beri pasien makan tapi sering dan diselingi dengan

air hangat.

8. Diskusikan kepada pasien tentang pentingnya asupan nutrisi untuk proses kesembuhan.

6. Mengetahui kelebihan atau kekurangan intake makanan.

7. Hal ini membantu

meningkatkan nafsu makan pasien dan mengurangi rasa

mual dan muntah.

8. Untuk meningkatkan

pengetahuan pasien tentang nutrisi dan memotivasi pasien untuk mau makan.

Dx. 4 Tujuan: kepatenan jalan napas

Kriteria hasil :

1. Kemudahan bernapas

2. Frekuensi dan irama pernapasan

3. Pergerakan sputum keluar dari jalan napas 4. Pergerakan sumbatan keluar dari jalan napas

Intervensi Rasional

1. Kaji status pernapasan klien (suara napas, adanya batuk, sesak, sianosis)

2. Atur posisi semi fowler atau

fowler.

3. Ajarkan napas dalam dan batuk efektif

4. Berikan oksigen sesuai program dan cek kelancaran

1. Untuk mengetahui area yang mengalami penurunan ventilasi, akumulasi sekret, dan penurunan difusi oksigen paru

2. Memudahkan ventilasi paru

3. Memudahkan keluarnya sekret

4. Memperbaiki oksigenasi

(26)

aliran oksigen

5. Anjurkan aktivitas fisik atau ambulasi tiap dua jam

6. Berikan pasien dukungan emosi.

7. Kolaborasi dengan ahli terapi pernapasan

8. Anjurkan pasien oral hygine

9. Berikan pendidikan

kesehatan tentang efek merokok

5. Meningkatkan pergerakan sekresi

6. Mengatasi kecemasan pasien

dan agar pasien bisa lebih tenang

7. Untuk menurunkan sesak napas

8. Memberikan rasa nyaman

9. Mencegah komplikasi paru-paru

5. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan

Dari intervensi yang telah ditetapkan maka dilakukan tindakan keperawatan kepada pasien sesuai dengan diagnosa keperawatan (secara lengkap di Lampiran 2).

Untuk diagnosa pertama yaitu intoleransi aktivitas yang ditegakkan tanggal 2 Juni 2014, dilakukan tindakan keperawatan dari intervensi yang telah ditetapkan. Tindakan yang dilakukan adalah pukul 16.00 mengkaji kemampuan pasien untuk berpindah dari tempat tidur, berdiri, ambulasi, dan melakukakan AKS dan AKSI, menganjurkan klien untuk meminta pertolongan, mengatur penggunaan energi, 16.30 berkolaborasi dengan keluarga dalam memanipuasi lingkungan sekitar pasien, dan membantu klien untuk melakukan AKS (tabel 2.2). terdapat intervensi yang tidak dilakukan yaitu penggunaan aktifitas atau protokol latihan karena keadaan klien masih sangat lemah dan asupan nutrisi untuk pemenuhan energi tidak terpenuhi secara adekuat dan akan di lakukan pada hari berikutnya. Pada pukul 18.30 melakukan evaluasi terhadap intervensi yang telah dilakukan dan hasilnya pasien merasa lingkungannya sudah aman untuk beraktifitas.

(27)

melakukan pengkajian identitas, keluhan utama, riwayat kesehatan sekarang, dan masa lalu, dan riwayat kesehatan keluarga, pukul 17.40 mengkaji status pernapasan klien, memberikan oksigen 3 l/menit menggunakan nasal kanul, pukul 17.50 mengatur posisi klien semi fowler, dan 19.30 melakukan evaluasi terhadap intervensi yang diberikan siang tadi. Pada saat implemementasi, tidak semua intervensi yang ada dilakukan kepada pasien (tabel 2.2). Adapun intervensi yang dilakukan adalah nomor 1-4 dan yang tidak dilakukan nomor 6-7. Alasan tidak dilakukannya intervensi nomor 6 yakni konsultasi dengan ahli terapi pernapasan tidak dilakukan karena tidak bisa bertemu dengan dokter atau ahli terapi pernapasan dan nomor 7 tidak dilakukan karena intervensi ini masih butuh persiapan akan teori yang terkait sehingga dijadikan intervensi yang akan dilakukan pada keesokan harinya.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan tanggal 3 Juni 2014 diagnosa pertamadan kedua telah teratasi namun masih tetap kontrol kebutuhan pemenuhan AKS klien dan mempertahankan oksigen aliran rendah menggunakan nasal kanul 3 l/menit. Pada pukul 15.00 dilakukan evaluasi terhadap tindakan sebelumnya. Pada pukul 16.00 dilakukan pengkajian tanda-tanda vital, mengatur posisi klien semi fowler, memberikan oksigen 3 l/menit,dan pada pukul 16.45 klien diajarkan pernapasan

pursed-lip, pukul 17.00 mengatur posisi klien semi fowler, dan mempertahankan

oksigen aliran rendah menggunakan nasal kanul dengan kecepatan aliran 3 l/menit.Pada pukul 19.30 dilakukan evaluasi terhadap intervensi yang dilakukan hasil yang didapatkan yaitu klien mengatakan sesaknya sudah berkurang dengan

tanda-tanda vital: TD= 145/70mmHg, HR= 80x/menit, RR= 20x/menit, Temp= 36C, klien tampak lebih tenang.

(28)

Pada tanggal 5 Juni 2014 pukul 09.00 WIB dilakukan pengukuran kadar gula darah kepada klien. Pukul 11.20 WIB setelah klien bangun diberikan minum minum teh manis dan makan buah sawo. Dari pengukuran didapatkan hasil gula darah turun yakni 170mg/Dl dan klien sudah mulai sadar. Pada pukul 12.00 dilakukan pemeriksaan KGD dengan hasil 200mg/Dl.

Pada tanggal 6 Juni 2014 pukul 09.10 WIB klien dibawa ke poli jantung untuk melaksanakan pemeriksaan elektrokardiogram (EKG). Pukul 13.00 mengkaji status pernapasan klien, mengatur posisi fowler atau semi fowler, mengajarkan teknik napas dalam dan batuk efektif. Pada intervensi (tabel 2.2) ada yang tidak dilakukan yakni nomor 5 karena intervensi sudah dilakukan sebelumnya.

Gambar

Tabel 2.2. Diagnosa keperawatan dan perencanaan keperawatan

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengembangkan kemampuan berbicara pada anak didik atau siswa kelompok B TK Aisyiyah Pulosari 02 Kebakkramat- Karanganyar dengan menggunakan

However, it should be understood that the strength of this volume is its eluci- dation of the general theories governing college-going behavior, and that the application of the

[r]

[r]

The demand for fresh water is rising, driven by growing populations, economic and industrial growth, and increasing urbanisation; it is growing at two and half times

3 Dosen Pembimbing Akademik harus mengacu pada Kartu Hasil Studi dan ketentuan yang ditetapkan baik oleh Fakultas maupun Program Studi dalam memberikan

Penyajian dilengkapi dengan gambar analisis yang telah selesai, makalah ditulis dengan standar yang ditentukan lengkap dengan ilustrasi dan disajikan dengan Bahasa

Dihitung berdasarkan pada SNI 1726-2012.