• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MAKALAH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF (1)"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Manusia adalah makhluk individual, berbeda satu sama lain, karena sifatnya yang individual maka manusia yang satu membutuhkan manusia yang lainnya sehingga sebagai konsekuensi logisnya manusia harus menjadi makhluk sosial, makhluk beriteraksi dengan sesamanya, selain itu manusia memiliki potensi, latar belakang historis, serta harapan masa depan yang berbeda-beda. Dari adanya perbedaan, manusia dapat silih asah (saling mencerdaskan), saling membutuhkan maka harus ada interaksi yang silih asih (saling menyayangi atau saling mencintai). Perbedaan antarmanusia yang tidak terkelola secara baik dapat menimbulkan ketersinggungan dan kesalahpahaman antarsesamanya. Agar manusia terhindar dari ketersinggungan dan kesalahpahaman maka diperlukan interaksi yang silih asuh (saling tenggang rasa). Dalam dunia pendidikan, khususnya pada jenjang pendidikan formal banyak dijumpai perbedaan-perbedaan mulai dari perbedaan gender, suku, agama, dan lain-lain. Dari karakter yang heterogen tersebut, timbul suatu pertanyaan bagaimana guru dapat memotivasi seluruh siswa mereka untuk belajar dan membantu saling belajar satu sama lain? Bagaimana guru dapat menyusun kegiatan kelas sedemikian rupa sehingga siswa akan berdiskusi, berdebat, dan menggeluti ide-ide, konsep-konsep, dan keterampilan sehingga siswa benar-benar memahami ide, konsep dan keterampilan tersebut? Bagaimana guru dapat memanfaatkan energi sosial seluruh rentang usia siswa yang begitu besar di dalam kelas untuk kegiatan-kegiatan pembelajaran roduktif? Bagaimana guru dapat mengorganisasikan kelas sehingga siswa saling menjaga satu sama lain, saling mengambil tanggung jawab satu sama lain, dan belajar untuk menghargai satu sama lain terlepas dari suku, tingkat kinerja, atau ketidakmampuan karena cacat?

(2)

menyelesaikan tugasnya, peserta didik yang satu membutuhkak peserta didik yang lain, karena mereka bekerja dalam satu team. Masing-masing peserta didik memiliki tanggung jawab untuk memberikan kontribusi pada kelompoknya. Peserta didik yang paham terhadap salah satu tugas harus membantu peserta didik lain yang belum memahami tugas tersebut. Demikian pula peserta didik yang belum paham harus meminta penjelasan kepada yang telah paham. Mereka juga harus berinteraksi satu sama lainnya melalui tatap muka dan komunikasi. Evaluasi dilakukan baik secara individual maupun kelompok. Prinsip-prinsip pembelajaran demikian akan mengeliminasi kompetisi yang menimbulkan krisis kepribadian seperti frustasi, kecemasan yang berlebihan, dan rasa rendah diri yang berujubg pada motivasi belajar yang rendah. Dari uraian diatas, nampak bahwa model pembelajaran koopertif dapat menjadi solusi alternatif dalam mengurangi dampak krisis kepribadian sebagaiman yang dikemukakan oleh Erikson.

B. Rumusan Masalah

1. Pengertian pembelajaran kooperatif

2. Teori-teori apa sajakah yang mendukung model pembelajaran kooperatif. 3. Langkah – langkah pembelajaran kooperatif

4. Kelebihan dan kelemahan pembelajaran kooperatif 5. Model- model pembelajaran kooperatif

C. Tujuan

1. Mengetahui Pengertian pembelajaran kooperatif

2. Mengetahui teori yang mendukung model pembelajaran kooperatif. 3. Mengetahui Langkah – langkah pembelajaran kooperatif

(3)

BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian

Posamentier secara sederhana menyebutkan cooperative learning atau belajar secara kooperatif adalah penempatan beberapa siswa dalam kelompok kecil dan memberikan mereka sebuah atau beberapa tugas.

Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang didalamnya mengkondisikan para siswa bekerja bersama-sama didalam kelompok-kelompok kecil untuk membantu satu sama lain dalam belajar. Pembelajaran kooperatif didasarkan pada gagasan atau pemikiran bahwa siswa bekerja bersama-sama dalam belajar, dan bertanggung jawab terhadap aktivitas belajar kelompok mereka seperti terhadap diri mereka sendiri. Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran yang menganut paham konstruktivisme.

Model pembelajaran kooperatif adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan.

Slavin dalam Isjoni (2009: 15) pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompokkelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya 5 orang dengan struktur kelompok heterogen. Sedangkan menurut Sunal dan Hans dalam Isjoni (2009: 15) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan suatu cara pendekatan atau serangkaian strategi yang khusus dirancang untuk memberi dorongan kepada siswa agar bekerja sama selama proses pembelajaran.

Pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar (Sugiyanto, 2010: 37).

(4)

membantu siswa menyelesaikan masalah yang dimaksudkan. Guru biasanya menetapkan bentuk ujian tertentu pada akhir tugas.

Menurut Slavin menyatakan bahwa pendekatan konstruktivis dalam pengajaran secara khusus membuat belajar kooperatif ekstensif, secara teori siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit apabila mereka dapat saling mendiskusikannya dengan temannya.

Dari beberapa pendapat diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran dengan membentuk kelompok-kelompok yang didasari dengan kerja sama dan setiap anggota kelompok harus bertanggung jawab atas pembelajarannya agar tujuan pembelajaran dapat tercapai.

Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang mengutamakan kerjasama antar siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Menggunakan pembelajaran kooperatif merubah peran guru dari peran yang berpusat pada Model Pembelajaran Kooperatif 3 gurunya ke pengelolaan siswa dalam kelompok-kelompok kecil. Menurut teori konstruktivis, tugas guru (pendidik) adalah memfasilitasi agar proses pembentukan (konstruksi) pengetahuan pada diri sendiri tiap-tiap siswa terjadi secara optimal.

B. Teori-Teori Pendukung Model Pembelajaran Kooperatif

(5)

memecahkan masalah, dan sebagai pelatih peserta didik agar memiliki ketrampilan kooperatif.

Teori yang menjadi pendukung model pembelajaran kooperatif ini adalah: a) Teori Psikologi Kognitif-Konstruktivistik (Piaget dan Vygotsky) b) Teori Psikologi Sosial (Dewey, Thelan, Allport, dan Lewin).

1. Teori Psikologi Kognitif -Konstruktivistik

Jean Piaget dan Lev Vygotsky merupakan dua ahli psikologi kognitif yang besar sumbangannya dalam mendukung pengembangan pembelajaran kooperatif (http://.users.muohio.edu/shermanlw/wolf_chapter-draft3-25.html).

Sumbangan pemikiran dan penelitian dari kedua ahli tersebut serta kaitannya dengan model pembelajaran kooperatif dijelaskan dalam uraian berikut.

a. Teori Piaget

Piaget (dalam Slavin, 2000) memandang bahwa setiap anak memiliki rasa ingin tahu bawaan yang mendorongnya untuk berinteraksi dengan lingkungannya. Baik lingkungan fisik maupun sosialnya. Piaget meyakini bahwa pengalaman secara fisik dan pemanipulasian lingkungan akan mengembangkan kemampuannya. Ia juga mempercayai bahwa interaksi sosial dengan teman sebaya, khususnya dalam mengemukakan ide dan berdiskusi akan membantunya memperjelas hasil pemikirannya dan menjadikan hasil pemikirannya lebih logis.(Slavin, 2000). Melalui pertukaran ide dengan teman lain, seorang anak yang sebelumnya memiliki pemikiran subyektif terhadap sesuatu yang diamati akan merubah pemikirannya menjadi obyektif Aktivitas berpikir anak seperti itu terorganisasi dalam suatu struktur kognitif (mental) yang disebut dengan "scheme" atau pola berpikir (patterns of behavior or thinking).

Berkaitan dengan pandangan Piaget dalam hal pembelajaran, Duckworth (Slavin, 1995) mengemukakan bahwa pedagogi yang balk harus melibatkan anak pada situasi di mana anak mandiri melakukan percobaan, dalarn arti anak mencoba segala sesuatu untuk melihat apa yang terjadi, memanipulasi tandatanda, memanipulasi simbol, mengajukan pertanyaan dan menemukan sendiri

(6)

b. Teori Vygotsky

Lev Semionovich Vygotsky, seorang ahli psikologi Rusia memiliki kesamaan dengan Piaget (ahli psikologi dan biologi dari Switzerland) dalam memandang perkembangan kognitif anak Vygotsky memandang bahwa akuisisi "system isyarat" (sign system) terjadi dalam sekuen tahapan yang invarian untuk setiap anak sebagaimana disampaikan oleh Piaget. Namun, Vygotsky berbeda dalam memandang "pemicu" perkembangan kognitif anak. Ia meyakini bahwa perkembangan kognitif anak terkait sangat kuat dengan masukan dari orang lain. Vygotsky mendasarkan karyanya pada dua ide utama. Pertama, perkembangan intelektual dapat dipahami hanya bila ditinjau dari konteks pengalaman historis dan budaya anak. Kedua, perkembangan bergantung pada sistem-sistem isyarat (sign system) di mana ia tumbuh. Sistem isyarat mengacu kepada simbol-simbol yang diciptakan oleh budaya untuk membantu orang bertikir, berkomunikasi dan memecahkan masalah. Teori Vygotsky di atas mempunyai dua implikasi utama dalam pembelajaran, yaitu, perlunya pengelola pembelajaran secara kooperatif dengan pengelompokkan peserta didik secara heterogen dari sisi kemampuan 5 akademik, dan kedua, pendekatan pembelajaran yang menekankan pentingnya scaffolding, dengan menekankan pentingnya tanggung jawab peserta didik pada tugas belajarnya. (Slavin, 2000). Vygotsky menekankan pentingnya peranan lingkungan kebudayaan dan interaksi sosial dalam perkembangan sifat-sifat dan tipe-tipe manusia. Menurut Vygotsky (Slavin, 2000), peserta didik belajar melalui interaksi dengan orang dewasa dan teman sebaya yang lebih mampu. Interaksi sosial ini memacu terbentuknya ide baru dan memperkaya perkembangan intelektual peserta didik. Pada setting kooperatif, peserta didik dihadapkan pada proses berpikir teman sebaya mereka. Tutorial oleh teman yang lebih kompeten akan sangat efektif dalam mendorong petrtumbuhan daerah perkembangan proximal (Zone of Proximal Development) anak.

(7)

Proximal Development (ZPD) adalah jarak antara tingkat perkembangan aktual, yang ditentukan melalui penyelesaian masalah secara mandiri dan tingkat perkembangan potensial anak, yang ditentukan melalui pemecahan masalah dengan bimbingan (scaffolding) orang dewasa atau teman sebaya. Menurut Vygotsky, pada saat peserta didik bekerja didalam daerah perkembangan terdekat mereka, tugas-tugas yang tidak dapat mereka selesaikan sendiri akan dapat mereka selesaikan dengan bimbingan (scaffolding) orang dewasa atau teman sebaya.

2. Teori Psikologi Sosial

a. Teori John Dewey dan Herbert Thelan

Menurut Dewey (Arends, 1997), kelas seharusnya merupakan cermin dari masyarakat luas dan berfungsi sebagai laboratorium belajar dalam kehidupan nyata. Dewey menegaskan bahwa guru perlu menciptakan sistem sosial yang bercirikan demokrasi dan proses ilmiah dalam lingkungan belajar peserta didik dalarn kelas. Tanggung jawab utama guru adalah memotivasi peserta didik untuk belajar secara kooperatif dan memikirkan masalah-masalah sosial yang penting setiap hari. Bersamaan dalam aktivitasnya rnemecahkan masalah di kelompoknya, peserta didik belajar prinsip-prinsip demokrasi melalui interaksi dengan peserta didik lain.

Beberapa tahun setelah Dewey, Thelan (dalam Arends, 1997) berpendapat bahwa kelas haruslah merupakan laboratorium atau miniatur demokrasi yang bertujuan mengkaji masalah-masalah sosial dan masalah antar pribadi. Thelan tertarik dengan dinamika kelompok dan rnengernbangkan bentuk yang lebih rinci dan terstruktur dari penyelidikan kelompok, dan mempersiapkan dasar konseptualuntuk pengembangan pembelajaran kooperatif (Arends, 1997).

b. Teori Gordon Allport

(8)

mengurangi kecurigaan antar kelompok dan meningkatkan penerimaan antar mereka. Tiga kondisi tersebut adalah: 1) kontak langsung antar suku atau ras; 2) dalam seting tertentu, mereka bekerjasama dan berperan aktif dalam kelompok; 3) dalam seting tersebut, mereka secara resmi menyetujui adanya kerjasama (Arends, 1997).

c. Teori Kurt Lewin

Kurt Lewin yang lahir pada tahun 1890 di Polandia ini dapat dipandang sebagai Bapak Psikologi Sosial. (http://.users.muohio. edu/shermanlw/wolf_ chapter-draft3-25.html). Lewin sangat tertarik pada masalah-masalah pergerakan yang dinamis dalam kelompok (group dynamics movement), terutama tentang resolusi konflik sosial yang terjadi di antara para peserta didik. Dalam suatu kelompok, ada duakernungkinan yang dapat terjadi, yaitu: mendorong penerimaan sosial (promotesocial acceptance) atau meningkatkan jarak/ketegangan sosial (increase social distance). Pandangan-pandangan Lewin tentang dinamika kelompok ini kemudian dikembangkan oleh para peserta didikpeserta didiknya. D. Johnson, E. Aronson, R. Schmuck dan L. Sherman adalah generasi ke-tiga dari Lewin (peserta didik dari peserta didik Lewin) yang turut mengembangkan pandangan-pandangan Lewin tersebut di atas.

(9)

produktifnya kelompok bila anggota-anggotanya berinteraksi dan kemudian saling merefleksikan pengalaman-pengalamannya. (Johnson & Johnson, 2000).

C. Langkah- langkah Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengutamakan kerjasama diantara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri:

 untuk memuntaskan materi belajarnya, siswa belajar dalam kelompok secara bekerja sama

 kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah

 jika dalam kelas terdapat siswa-siswa yang heterogen ras, suku, budaya, dan jenis kelamin, maka diupayakan agar tiap kelompok terdapat keheterogenan tersebut.

 penghargaan lebih diutamakan pada kerja kelompok daripada perorangan. Tujuan Pembelajaran Kooperatif

 Hasil belajar akademik , yaitu untuk meningkatkan kinerja siswa dalm tugas-tugas akademik. Pembelajaran model ini dianggap unggul dalam membantu siswa dalam memahami konsep-konsep yang sulit.

 Penerimaan terhadap keragaman, yaitu agar siswa menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai macam latar belakang.

(10)

Fase-fase Model Pembelajaran Kooperatif :

FaseIndikator Aktivitas Guru

1 Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa

Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa

2 Menyajikan informasi Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan

3 Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi efisien

4 Membimbing kelompok bekerja dan belajar

Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mengerjakan tugas

5 Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya

6 Memberikan penghargaan Guru mencari cara untuk menghargai upaya atau hasil belajar siswa baik individu maupun kelompok.

D. Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Kooperatif 1. Kelebihan Pembelajaran Kooperatif

Kelebihan model pembelajaran kooperatif terdiri atas:

 Dapat mengurangi rasa kantuk dibanding belajar sendiriJika belajar sendiri sering kali rasa bosan timbul dan rasa kantuk pun datang. Apalagi jika mempelajari pelajaran yang kurang menarik perhatian atau pelajaran yang sulit.Dengan belajar bersama, orang punya teman yang memaksa aktif dalam belajar.Demikian pula ada kesempatan bersenda gurau sesedikit mungkin untuk mengalihkan kebosanan.

 Dapat merangsang motivasi belajar

(11)

 Ada tempat bertanya

Kerja secara kelompok, maka ada tempat untuk bertanya dan ada orang lain yang dapat mengoreksi kesalahan anggota kelompok. Belajar sendiri sering terbentur pada masalah sulit terutama jika mempelajari sejarah.Dalam belajar berkelompok, seringkali dapat memecahkan soal yang sebelumnya tidak bisa diselesaikan sendiri.Ide teman dapat dicoba dalam menyelesaikan soal latihan. Jika ada lima orang dalam kelompok itu, tentu ada lima kepala yang mempunyai tingkat pengetahuan dan kreativitas yang berbeda. Pada saat membahas suatu masalah bersama akan ada ide yang saling melengkapi.

 Kesempatan melakukan resitasi oral

Kerja kekompok, sering anggota kelompok harus berdiskusi dan menjelaskan suatu teori kepada teman belajar.Inilah saat yang baik untuk resitasi.Akan dijelaskan suatu teori dengan bahasa sendiri. Belajar mengekspresikan apa yang diketahui, apa yang ada dalam pikiran ke dalam bentuk kata-kata yang diucapkan.

 Melalui kerja kelompok akan dapat membantu timbulnya asosiasi dengan peristiwa lain yang mudah diingat. Misalnya, jika ketidaksepakatan terjadi di antara kelompok, maka perdebatan sengit tak terhindarkan. Setelah perdebatan ini, biasanya akan mudah mengingat apa yang dibicarakan dibandingkan masalah lain yang lewat begitu saja. Karena dari peristiwa ini, ada telinga yang mendengar, mulut yang berbicara, emosi yang turut campur dan tangan yang menulis.Semuanya sama-sama mengingat di kepala.Jika membaca sendirian, hanya rekaman dari mata yang sampai ke otak, tentu ini dapat kurang kuat.

2. Kelemahan Pembelajaran Kooperatif

Kelemahan pembelajaran kooperatif bersumber pada dua faktor, yaitu faktor dari dalam (intern) dan faktor dari luar (ekstern). Faktor dari dalam yaitu sebagai berikut.

a. Guru harus mempersiapkan pembelajaran secara matang, disamping itu memerlukan lebih banyak tenaga, pemikiran dan waktu;

(12)

c. Selama kegiatan diskusi kelompok berlangsung, ada kecenderungan topic permasalahan yang sedang dibahas meluas sehingga banyak yang tidak sesuai dengan waktu yang telah ditentukan, dan

d. Saat diskusi kelas, terkadang didominasi oleh seseorang, hal ini mengakibatkan siswa yang lain menjadi pasif.

Slavin (Miftahul, 2011: 68) mengidentifikasi tiga kendala utama atau apa yang disebutnya pitfalls (lubang-lubang perangkap) terkait dalam pembelajaran kooperatif sebagai berikut.

a. Free Rider

Jika tidak dirancang dengan baik, pembelajaran kooperatif justru berdampak pada munculnya free rider atau “pengendara bebas”. Yang dimaksud free rider disini adalah beberapa siswa yang tidak bertanggungjawab secara personal pada tugas kelompoknya mereka hanya “mengekor” saja apa yang dilakukan oleh teman-teman satu kelompoknya yang lain. Free rider ini sering kali muncul ketika kelompok-kelompok kooperatif ditugaskan untuk menangani atu lembar kerja, satu proyek, atau satu laporan tertentu. Untuk tugas-tugas seperti ini, sering kali ada satu atau beberapa anggota yang mengerjakan hampir semua pekerjaan kelompoknya, sementara sebagian anggota yang lain justru “bebas berkendara”, berkeliaran kemana-mana.

b. Diffusion of responsibility

Yang dimaksud dengan diffusion of responsibility (penyebarantanggung jawab) ini adalah suatu kondisi di mana beberapa anggota yangdianggap tidak mampu cenderung diabaikan oleh anggota-anggota lain yang“lebih mampu”. Misalnya, jika siswa ditugaskan untuk mengerjakan tugasIPA, beberapa anggota yang dipersepsikan tidak mampu menghafal ataumemahami materi tersebut dengan baik sering kali tidak dihiraukan olehteman-temannya yang lain. Siswa yang memiliki skill IPA yang baik punterkadang malas mengajarkan keterampilannya pada teman-temannya yangkurang mahir di bidang IPA. Hal ini hanya membuang-buang waktu danenergi saja.

c. Learning a Part of Task Specialization

(13)

kelompok lainhampir tidak dihiraukan sama sekali, padahal semua materi tersebut salingberkaitan satu sama lain.

Slavin (Miftahul,2011: 69) mengemukakan bahwa ketiga kendala inibisa diatasi jika guru mampu melakukan beberapa faktor sebagai berikut:

i. Mengenakan sedikit banyak karakteristik dan level kemampuan siswanya.

ii. Selalu menyediakan waktu khusus untuk mengetahui kemajuan setiapsiswanya dengan mengevaluasi mereka secara individual setelah bekerjakelompok, dan yang paling penting

iii. Mengintegrasikan metode yang satudengan metode yang lain.

E. Model-model Pembelajaran Kooperatif 1. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

Pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement Division), tipe ini dikembangkan pertama kali oleh Robert Slavin dan teman-temannya di Universitas John Hopkins dan merupakan model pembelajarankooperatif paling sederhana (Ibrahim dkk, 2000 : 6). Masing-masing kelompok memiliki kemampuan akademik yang heterogen (Depelovment MA Project, 2002 : 31), sehingga dalam satu kelompok akan terdapat satu siswa berkemampuan tinggi, dua orang kemampuan sedang dan satu siswa lagi berkemampuan rendah.

Pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah pembelajaran yang secara sadar dan sengaja mengembangkan interaksi yang saling asuh antar siswa untuk menghindari ketersinggungan dan kesalahpahaman yang dapat menimbulkan permusuhan.

b. Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

 Para siswa di dalam kelas dibagi menjadi 4 atau 5 anggota kelompok. Tiap anggota mempunyai anggota yang heterogen, baik jenis kelamin, ras, etnis, maupun kemampuan.

 Guru menyampaikan materi pelajaran.

(14)

yang telah diberikan melalui tanya jawab atau diskusi antar sesama anggota kelompok.

 Guru memberikan pertanyaan atau kuis kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab pertanyaan atau kuis dari guru siswa tidak saling membantu.

 Setiap akhir pembelajaran guru memberikan evaluasi untuk mengetahui penguasaan siswa terhadap bahan akademik yang telah dipelajari.

 Tiap siswa dan tiap kelompok diberi skor atas penguasaannya terhadap materi pelajaran, dan kepada siswa secara indivual atau kelompok yang meraih prestasi tinggi memperoleh skor sempurna diberi penghargaan.

 Kesimpulan.

Kelebihan dalam pembelajarankooperatif tipe STAD adalah:

 Dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerjasama dengan siswa lain

 Siswa dapat menguasai pelajaran yang disampaikan

 Dalam proses belajar mengajar siswa saling ketergantungan positif

 Setiap siswa dapat saling mengisi satu sama lain (Ibrahim, dkk. 2000 : 72). Sedangkan kekurangan pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah:

Membutuhkan waktu yang lama

Siswa cenderung tidak mau apabila disatukan dengan temannya yang kurang pandai apabila ia sendiri yang pandai dan yang kurang pandaipun merasa minder apabila digabungkan dengan temannya yang pandai walaupun lama kelamaan perasaan itu akan hilang dengan sendirinya (Ibrahim, 2000 : 72).

Tes , Siswa diberikan kuis dan tes secara perorangan. Pada tahap ini setiap siswa harus memperhatikan kemampuannya dan menunjukkan apa yang diperoleh pada kegiatan kelompok dengan cara menjawab soal kuis atau tes sesuai dengan kemampuannya. Pada saat mengerjakan kuias atau tes ini, setiap siswa bekerja sendiri bekerja sama dengan anggota kelompoknya.

(15)

peningkatan kemampuan individual. Rata-rata skor peningkatan individual merupakan sumbangan bagi kinerja percapaian hasil kelompok.

Penghargaan terhadap kelompok, Berdasarkan skor peningkatan individu diperoleh skor kelompok. Dengan demikian, skor kelompok sangat tergantung dari sumbangan skor individu.

2. Pembelajaran Kooperatif tipe TAI (Team Assisted Individualization) a. Pengertian

Menurut Slavin (2005) tipe ini mengkombinasikan keunggulan pembelajaran kooperatif dan pembelajaran individual. Tipe ini dirancang untuk mengatasi kesulitan belajarsiswa secara individual. Oleh karena itu kegiatan pembelajarannya lebihbanyak digunakan untuk pemecahan masalah, ciri khas pada model pembelajaran TAI ini adalah setiap siswa secara individual belajar materi pembelajaran yang sudah dipersiapkan oleh guru. Hasil belajar individual dibawa ke kelompok-kelompok untuk didiskusikan dan saling dibahas oleh anggota kelompok, dan semua anggota kelompok bertanggung jawab atas keseluruhan jawaban sebagai tanggung jawab bersama.

Model pembelajaran TAI dimana siswa dikelompokkan ke dalam kelompok kecil (5 siswa) secara heterogen yang dipimpin oleh seorang ketua kelompok yang mempunyai lebih dibandingkan anggotanya. Selain itu guru mempunyai fleksibilitas untuk berpindah dari kelompok ke kelompok atau dari individu ke individu, kemudian para siswa dapat saling memeriksa hasil kerja mereka, mengidentifikasi masalah-masalah yang muncul dalam kelompok dapat ditangani sendiri maupun dengan bantuan guru apabila diperlukan.

(16)

kelompoknya dan saling memberi bantuan jika memangdibutuhkan. Setiap kelompok harus memastikan bahwa semua anggotanyapaham dengan materi yang telah didiskusikan.

Masing-masing anggota diberi tes individu tanpa bantuan dari anggotayang lain. Selama menjalani tes individu ini, guru harus memperhatikansetiap siswa. Skor tidak hanya dinilai oleh sejauh mana siswa mampumenjalani tes itu, tetapi juga sejauh mana mereka mampu bekerja secaramandiri (tidak mencontek).

Penghargaan (reward) diberikan kepada kelompok yang mampumenjawab soal-soal dengan benar lebih banyak dan mampu menyelesaikanPR dengan baik. Guru memberikan poin tambahan (extra point) kepada siswayang mampu memperoleh nilai rata-rata yang melebihi KKM pada ujian final.Karena dalam model pembelajaran TAI siswa harus saling mengecekpekerjaannya satu sama lain dan mengerjakan tugas berdasarkan rangkaiansoal tertentu, guru sambil lalu bisa memberi penjelasan seputar soal-soal yangkebanyakan dianggap rumit oleh siswa. Pada model pembelajaran TAI ini,akuntabilitas individu, kesempatan yang sama untuk sukses, dan dinamikamotivasional menjadi unsur-unsur utama yang harus ditekankan oleh guru. b. Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif tipe TAI (Team Assisted

Individualization)

1. Guru memberikan tugas kepada siswa untuk mempelajari materi pembelajaran secara individual yang sudah dipersiapkan oleh guru;

2. Guru memberikan kuis (pretest) secara individual kepada siswa untuk mendapatkan skor dasar atau skor awal;

3. Guru membentuk beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4–5 siswa dengan kemampuan yang berbeda-beda baik tingkat kemampuan (tinggi,sedang dan rendah) Jika mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta kesetaraan jender;

4. Hasil belajar siswa secara individual didiskusikan dalam kelompok. Dalam diskusi kelompok, setiap anggota kelompok saling memeriksa jawaban teman satu kelompok;

5. Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan memberikan penegasan pada materi pembelajaran yang telah dipelajari;

6. Guru memberikan kuis (posttest) kepada siswa secara individual

(17)

3. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw

a. Pengertian

Jigsaw telah dikembangkan dan diuji coba oleh Elliot Aronson dkk di Universitas Texas dan kemudian diadaptasi oleh Slaven dkk di Universitas Jhon Hopkins.

Dalam terapan tipe jigsaw, siswa dibagi menjadi berkelompok dengan lima atau enam anggota kelompok belajar heterogen. Materi pelajaran diberikan pada siswa dalam bentuk teks. Setiap anggota bertanggungjawab untuk mempelajari bagian tertentu bahan yang diberikan. Anggota dari kelompok yang lain mendapat tugas topik yang sama berkumpul dan berdiskusi tentang topik tersebut. Kelompok ini disebut dengan kelompok ahli (Ibrahim, dkk. 2000 : 52).

c. Langkah-langkah model jigsaw dibagi menjadi enam tahapan, yaitu :

 Menyajikan informasi kepada siswa dengan demonstrasi disertai penjelasan verbal, buku teks, atau bentuk lain

 Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok belajar

 Mengelola dan membantu siswa dalam belajar kelompok dan kerja di empat duduk masing-masing

 Mengetes penguasaan kelompok atas bahan ajar

 Pemberian penghargaan atau pengakuan terhadap hasil belajar siswa Nurhadi dan Agus Gerrard, 2003 : 40)

Berdasarkan pendapat di atas dapat dijelaskan bahwa :

 Menyiapkan tujuan belajar dan membangkitkan motivasi, Beberapa aspek dari tujuan dan motivasi siswa tidak berbeda untuk pembelajaran model jigsaw. Guru yang berhasil memulai pelajaran dengan menelaah ulang, menjelaskan tujuan mereka dengan bahasa yang mudah dipahami, dengan menunjukkan bagaimana pelajaran itu terkait dengan pelajaran sebelumnya.

 Menyajikan informasi kepada siswa dengan demonstrasi disertai penjelasan verbal, buku teks atau bentuk-bentuk lain, Menyajikaninformasi verbal secara jelas kepada siswa dan memberikan petunjuk bagaimana melakukannya. Petunjuk itu tidak akan diulang di sini. Bagaimanapun juga, penting untuk menggarisbawahi suatu perhatian singkat tentang penggunaan buku teks.

 Pemberian penghargaan atau pengakuan terhadap hasil belajar siswa

(18)

 Dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerjasama dengan siswa lain

 iswa dapat menguasai pelajaran yang disampaikan

 Setiap anggota siswa berhak menjadi ahli dalam kelompoknya

 Dalam proses belajar mengajar siswa saling ketergantungan positif

 Setiap siswa dapat saling mengisi satu sama lain (Ibrahim, dkk. 2000 : 70). Sedangkan kekurangannya, yaitu :

 Membutuhkan waktu yang lama

 Siswa cenderung tidak mau apabila disatukan dengan temannya yang kurang pandai apabila ia sendiri yang pandai dan yang kurang pandaipun merasa minder apabila digabungkan dengan temannya yang pandai walaupun lama kelamaan perasaan itu akan hilang dengan sendirinya (Ibrahim, 2000 : 71).

4. Model Pembelajaran Teams Games Tournaments ( TGT )

a. Pengertian

Model pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) adalah salah satu tipe atau model pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur permainan dan reinforcement. Aktivitas belajar dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif model Teams Games Tournament (TGT) memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks disamping menumbuhkan tanggung jawab, kejujuran, kerja sama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar.

(19)

kecilnya. Pembelajaran dalam Teams games tournament (TGT) hampir sama seperti STAD dalam setiap hal kecuali satu, sebagai ganti kuis dan sistem skor perbaikan individu, TGT menggunakan turnamen permainan akademik. Dalam turnamen itu siswa bertanding mewakili timnya dengan anggota tim lain yang setara dalam kinerja akademik mereka yang lalu. Nur & Wikandari (2000) menjelaskan bahwa Teams games tournament TGT telah digunakan dalam berbagai macam mata pelajaran, dan paling cocok digunakan untuk mengajar tujuan pembelajaranyang dirumuskan dengan tajam dengan satu jawaban benar, seperti perhitungan dan penerapan berciri matematika, dan fakta-fakta serta konsep IPA.

b. Langkah-langkah pembelajaran TGT

Langkah 1 : Tahap Menyampaikan Informasi (Presentasi Klasikal)

Pada fase ini guru menyajikan materi pelajaran seperti biasa, bisa dengan ceramah, diskusi, demonstrasi atau eksperimen bergantung pada karakteristik materi yang sedang disampaikan dan ketersediaan media di sekolah yang bersangkutan. Pada kesempatan ini guru harus memberitahu siswa agar cermat mengikuti proses pembelajaran karena informasi yang diterimanya pada fase ini sangat bermanfaat untuk bisa menjawab kuis pada fase berikutnya dan skor kuis yang akan diperoleh sangat menentukan skor tim mereka.

Langkah 2: Tahap Pembentukan Tim atau Pengorganisasian Siswa (Kelompok) Pada fase ini, guru membentuk kelompok-kelompok kecil beranggotakan 4-6 orang siswa, terdiri dari siswa berkemampuan tinggi, sedang dan kurang. Fungsi kelompok disini adalah untuk mengarahkan semua anggota untuk belajar mengkaji materi yang disampaikan oleh guru, berdiskusi, membantu anggota yang kemampuan akademiknya kurang sehingga mereka secara tim nantinya siap untuk mengikuti kuis. Kekompakkan kerjasama tim akan mampu meningkatkan hubungan antar sesama anggota tim, rasa percaya diri, dan keakraban antar siswa.

Langkah 3: Tahap Permainan (Game Tournament)

(20)

secara klasikal dan hasil latihan di kelompoknya. Dalam permainan ini, posisi meja turnamen diatur sebagai berikut (Sumber: Slavin dalam Purwati, 2010).

Siswa dari suatu kelompok ditempatkan pada meja tournament berdasarkan tingkat kemampuan mereka. Pada meja 1 ditempatkan wakil-wakil siswa yang berkemampuan akademik tinggi, pada meja 2 dan 3 ditempatkan siswa yang berkemampuan rata-rata, sedangkan pada meja 4 ditempatkan oleh para siswa yang berkemampuan rendah. Selanjutnya, para siswa akan mengalami perubahan posisi dari satu meja ke meja yang lain tergantung dari kemampuan mereka dalam mengikuti lomba atau tournament. Pemenang pertama pada suatu meja bisa berpindah meja yang berkualifikasi lebih tinggi, pemenang kedua tetap tinggal di meja semula, sedangkan siswa yang memperoleh skor terendah akan bergeser ke meja yang ditempati oleh siswa yang berkualifikasi lebih rendah. Dengan cara ini maka penempatan siswa pada saat awal akan dapat bergeser naik atau turun sampai menempati posisi yang sesuai dengan tingkat kemampuan yang sesungguhnya mereka miliki.

Peraturan permainan

Permainan diawali dengan memberitahukan aturan permainan kepada siswa.Setelah itu dilanjutkan dengan membagikan kartu-kartu soal untuk bermain (kartu soal dan kunci ditaruh terbalik diatas meja sehingga soal dan kunci tidak terbaca).Permainan pada tiap meja turnamen dilakukan dengan aturan sebagai berikut Slavin, 1995 (dalam Kurniawan, 2008).

1. Tiap meja terdiri dari 4-6 orang siswa yang berasal dari kelompok yang berbeda/heterogen.

(21)

3. Soal dikerjakan secara mandiri oleh penantang dan pemain sesuai dengan waktu yang telah ditentukan dalam soal. Setelah waktu untuk mengerjakan soal selesai, maka pemain akan membacakan hasil pekerjaannya yang akan ditanggapi oleh penantang.

4. Pembaca soal akan membuka kunci jawaban dan skor hanya diberikan kepada pemain yang menjawab benar atau penantang yang memberikan jawaban benar. Jika semua jawaban pemain salah, maka kartu dibiarkan saja.

5. Permainan dilanjutkan dengan kartu soal berikutnya sampai semua kartu soal habis dibacakan, dan posisi pemain diputar searah jarum jam agar setiap peserta dalam satu meja turnamen dapat berperan sebagai pembaca soal, pemain dan penantang.

6. Dalam permainan, pembaca soal hanya bertugas untuk membaca soal dan membuka kunci jawaban, tidak boleh ikut menjawab atau memberikan jawaban kepada peserta yang lain.

7. Setelah semua kartu selesai terjawab, setiap pemain dalam satu meja menghitung jumlah kartu yang diperoleh dan menentukan berapa poin yang diperoleh berdasarkan tabel yang telah disediakan.

8. Setiap pemain kembali kepada kelompok asalnya dan melaporkan poin yang diperoleh kepada ketua kelompok. Ketua kelompok memasukkan poin yang diperoleh oleh anggota kelompoknya pada tabel yang telah disediakan, kemudian menentukan kriteria penghargaan yang diterima oleh kelompoknya.

Langkah 4: Tahap Pemberian Penghargaan Kelompok

(22)

memberikan penghargaan kepada setiap kelompok berdasarkan kriteria seperti pada tabel berikut.

Kriteria Penghargaan untuk Kelompok

No Kriteria (Rata-rata Kelompok) Predikat

1 X<15

-2 15≤X<20 Kelompok Cukup

3 20≤X<25 Kelompok Baik

4 25≤X Kelompok Sangat Baik

Skor rata-rata kelompok yang lebih kecil dari 15 sengaja tidak diberikan predikat untuk memacu kelompok agar lebih giat belajar pada topik-topik berikutnya.

Dari sintaks pembelajaran di atas tampak bahwa pengetahuan tidak bersumber dari guru, akan tetapi siswalah yang secara aktif membangun pengetahuan mereka sendiri bersama anggota kelompoknya sesuai dengan prinsip-prinsip teori belajar konstruktivisme. Dengan demikian, guru hanya berperan sebagai fasilitator agar terjamin kondisi yang baik untuk pembelajaran.

Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran TGT Metode pembelajaran kooperatif Team Games Tournament (TGT) ini mempunyai kelebihan dan kekurangan. Menurut Suarjana (2000:10) dalam Istiqomah (2006), yang merupakan kelebihan dari pembelajaran TGT antara lain:

 Lebih meningkatkan pencurahan waktu untuk tugas

 Mengedepankan penerimaan terhadap perbedaan individu

 Dengan waktu yang sedikit dapat menguasai materi secara mendalam

 Proses belajar mengajar berlangsung dengan keaktifan dari siswa

(23)

 Motivasi belajar lebih tinggi

 Hasil belajar lebih baik

 Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi

Sedangkan kelemahan TGT adalah:  Bagi Guru

Sulitnya pengelompokan siswa yang mempunyai kemampuan heterogen dari segi akademis. Kelemahan ini akan dapat diatasi jika guru yang bertindak sebagai pemegang kendali teliti dalam menentukan pembagian kelompok waktu yang dihabiskan untuk diskusi oleh siswa cukup banyak sehingga melewati waktu yang sudah ditetapkan. Kesulitan ini dapat diatasi jika guru mampu menguasai kelas secara menyeluruh.

 Bagi Siswa

Masih adanya siswa berkemampuan tinggi kurang terbiasa dan sulit memberikan penjelasan kepada siswa lainnya. Untuk mengatasi kelemahan ini, tugas guru adalah membimbing dengan baik siswa yang mempunyai kemampuan akademik tinggi agar dapat dan mampu menularkan pengetahuannya kepada siswa yang lain.

5. Model pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition-CIRC (Kooperatif Terpadu Membaca dan Menulis)

a. Pengertian

Terjemahan bebas dari CIRC adalah komposisi terpadu membaca dan menulis secara koperatif–kelompok.

(24)

Dalam pembelajaran CIRC atau pembelajaran terpadu setiap siswa bertanggung jawab terhadap tugas kelompok. Setiap anggota kelompok saling mengeluarkan ide-ide untuk memahami suatu konsep dan menyelesaikan tugas (task), sehingga terbentuk pemahaman yang dan pengalaman belajar yang lama. Model pembelajaran ini terus mengalami perkembangan mulai dari tingkat Sekolah Dasar (SD) hingga sekolah menengah. Proses pembelajaran ini mendidik siswa berinteraksi sosial dengan lingkungan.

Prinsip belajar terpadu ini sejalan dengan empat pilar pendidikan yang digariskan UNESCO dalam kegiatan pembelajaran. Empat pilar itu adalah ”belajar untuk mengetahui (learning to know), belajar untuk berbuat (learning to do), belajar untuk menjadi diri sendiri (learning to be), dan belajar hidup dalam kebersamaan (Learning to live together), (Depdiknas,2002).

b. Langkah-langkah pembelajarannya sebagai berikut :

1. Membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang siswa secara heterogen. 2. Guru memberikan wacana/kliping sesuai dengan topik pembelajaran.

3. Siswa bekerja sama saling membacakan dan menemukan ide pokok dan memberi tanggapan terhadap wacana/kliping dan ditulis pada lembar kertas.

4. Mempresentasikan/membacakan hasil kelompok. 5. Guru dan siswa membuat kesimpulan bersama. 6. Penutup.

Dari setiap fase tersebut di atas dapat kita perhatikan dengan jelas sebagai berikut:

(25)

b. Fase Kedua, Eksplorasi dan aplikasi. Fase ini memberikan peluang pada siswa untuk mengungkap pengetahuan awalnya, mengembangkan pengetahuan baru, dan menjelaskan fenomena yang mereka alami dengan bimbingan guru minimal. Hal ini menyebabkan terjadinya konflik kognitif pada diri mereka dan berusaha melakukan pengujian dan berdiskusi untuk menjelaskan hasil observasinya. Pada dasarnya, tujuan fase ini untuk membangkitkan minat, rasa ingin tahu serta menerapkan konsepsi awal siswa terhadap kegiatan pembelajaran dengan memulai dari hal yang kongkrit. Selama proses ini siswa belajar melalui tindakan-tindakan mereka sendiri dan reaksi-reaksi dalam situasi baru yang masih berhubungan, juga terbukti menjadi sangat efektif untuk menggiring siswa merancang eksperimen, demonstrasi untuk diujikannya.

c. Fase Ketiga, Publikasi. Pada fase ini Siswa mampu mengkomunikasikan hasil temuan-temuan, membuktikan, memperagakan tentang materi yang dibahas. Penemuan itu dapat bersifat sebagai sesuatu yang baru atau sekedar membuktikan hasil pengamatannya.. Siswa dapat memberikan pembuktian terkaan gagasan-gagasan barunya untuk diketahui oleh teman-teman sekelasnya. Siswa siap menerima kritikan, saran atau sebaliknya saling memperkuat argumen.

Kelebihan dari model pembelajaran terpadu atau (CIRC) antara lain:

1. Pengalaman dan kegiatan belajar anak didik akan selalu relevan dengan tingkat perkembangan anak;

2. kegiatan yang dipilih sesuai dengan dan bertolak dari minat siswa dan kebutuhan anak;

3. seluruh kegiatan belajar lebih bermakna bagi anak didik sehingga hasil belajar anak didik akan dapat bertahan lebih lama;

(26)

5. pembelajaran terpadu menyajikan kegiatan yang bersifat pragmatis (bermanfaat) sesuai dengan permasalahan yang sering ditemuai dalam lingkungan anak;

6. pembelajaran terpadu dapat menumbuhkan motivasi belajar siswa kearah belajar yang dinamis, optimal dan tepat guna;

7. menumbuhkembangkan interaksi sosial anak seperti kerjasama, toleransi, komunikasi dan respek terhadap gagasan orang lain;

8. membangkitkan motivasi belajar, memperluas wawasan dan aspirasi guru dalam mengajar (Saifulloh, 2003).

Kekurangan dari model pembelajaran CIRC tersebut antara lain: Dalam model pembelajaran ini hanya dapat dipakai untuk mata pelajaran yang menggunakan bahasa, sehingga model ini tidak dapat dipakai untuk mata pelajaran seperti: matematika dan mata pelajaran lain yang menggunakan prinsip menghitung.

6. Model Pembelajaran Kooperatif Think-Pair-Share (TPS) a. Pengertian

(27)

Model pembelajaran kooperatif tipe think pair share merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang mampu mengubah asumsi bahwa metode resitasi dan diskusi perlu diselenggarakan dalam setting kelompok secara keseluruhan. Karakteristik model think pair share siswa dibimbing secara mandiri, berpasangan, dan saling berbagi untuk menyelesaikan permasalahan. Model ini selain diharapkan dapat menjembatani dan mengarahkan proses belajar mengajar juga mempunyai dampak lain yang sangat bermanfaat bagi siswa. Beberapa akibat yang dapat ditimbulkan dari model ini adalah siswa dapat berkomunikasi secara langsung oleh individu lain yang dapat saling memberi informasi dan bertukar pikiran serta mampu berlatih untuk mempertahankan pendapatnya jika pendapat itu layak untuk dipertahankan.

Pembelajaran think pair share dapat mengembangkan kemampuan mengungkapkan ide atau gagasan dengan kata-kata secara verbal dan membandingkan ide-idenya dengan orang lain. Membantu siswa untuk respek pada orang lain dan menyadari akan segala keterbatasannya serta menerima segala perbedaan. Siswa dapat mengembangkan kemampuan untuk menguji ide dan pemahamannya sendiri dan menerima umpan balik. Interaksi yang terjadi selama pembelajaran dapat meningkatkan motivasi dan memberikan rangsangan untuk berpikir sehingga bermanfaat bagi proses pendidikan jangka panjang.

Dari berbagai pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe think pair share adalah model Pembelajaran yang dapat mengaktifkan seluruh kelas karena siswa diberi kesempatan bekerja sendiri dan bekerja sama dengan orang lain dalam kelompok kecil sehingga membantu siswa untuk respek pada orang lain dan menyadari akan segala keterbatasannya serta menerima segala perbedaan dan siswa dapat mengembangkan kemampuan untuk menguji ide dan pemahamannya sendiri dan menerima umpan balik.

Pengertian think pair share menurut peneliti adalah model pembelajaran yang menuntut siswa agar dapat berpikir sendiri dan bekerja sama dengan siswa yang lain dalam kelompok kecil dalam mengembangkan kemampuan sehingga 8 diperlukan interaksi yang baik dalam membagi informasi untuk menyelesaikan permasalahan.

b. Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif Think-Pair-Share (TPS)

(28)

Langkah I : thinking (berpikir)

Guru mengajukan pertanyaan atau isu yang berkaitan dengan pelajaran; dan siswa diberi waktu satu menit untuk berpikir sendiri mengenai jawaban atau isu tersebut.

Langkah II : pairing (berpasangan)

Selanjutnya guru meminta siswa berpasangan dan mendiskusikan yang telah dipikirkan. Interaksi selama periode ini dapat menghasilkan jawaban bersama jika pertanyaan telah diajukan atau penyampaian ide bersama jika isu khusus telah diidentifikasi. Biasanya guru mengijinkan tidak lebih dari 4 atau 5 menit untuk berpasangan.

Langkah III : sharing (berbagi)

Pada langkah akhir ini guru meminta pasangan-pasangan tersebut untuk berbagi atau bekerja sama dengan secara kelas secara keseluruhan mengenai yang telah mereka bicarakan, langkah ini akan efektif jika guru berkeliling kelas dari pasangan yang satu ke pasangan yang lain, sehingga seperempat atau separuh dari pasangan-pasangan tersebut memperoleh kesempatan untuk melapor.

Sedangkan menurut Huda (2011 : 136), prosedur pembelajaran think pair share adalah sebagai berikut :

1. Siswa ditempatkan dalam kelompok-kelompok. Setiap kelompok terdiri dari empat anggota/siswa.

2. Guru memberikan tugas pada setiap kelompok.

3. Masing-masing anggota memikirkan dan mengerjakan tugas tersebut sendiri-sendiri terlebih dahulu.

4. Kelompok membentuk anggotanya secara berpasangan. Setiap pasangan mendiskusikan hasil pengerjaan individunya.

5. Kedua pasangan lalu bertemu kembali dalam kelompoknya masing-masing untuk mebagikan hasil diskusinya.

(29)

A. Kegiatan Awal

1. Membuka pelajaran: memeriksa kesiapan peserta didik.

2. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dalam pembelajaran. 3. Guru memberikan informasi dan menjelaskan kegiatan yang akan dikerjakan dan

direncanakan.

4. Guru membentuk kelompok

B. Kegiatan Inti Tahap think:

5. guru memberikan tugas pada setiap kelompok.

6. Masing-masing anggota memikirkan dan mengerjakan tugas tersebut sendiri-sendiri terlebih dahulu.

Tahap pair :

7. Kelompok membentuk anggotanya secara berpasangan. Setiap pasangan mendiskusikan hasil pengerjaan individunya.

8. Guru mengontrol kerja siswa dalam berdiskusi dan membantu siswa mengarahkan jika masih terdapat hal-hal yang belum dipahami.

Tahap share :

9. Kedua pasangan lalu bertemu kembali dalam kelompoknya masing-masing untuk menshare hasil diskusinya.

10. Guru memimpin jalannya diskusi kelas. C. Kegiatan Penutup

11. Guru memberi penguatan/penghargaan terhadap hasil diskusi. 12. Guru mengadakan evaluasi.

Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran TPS

Menurut Huda (2011 : 171) mengemukakan bahwa kelebihan dari kelompok berempat adalah sebagai berikut :

(30)

2. Lebih banyak muncul ide.

3. Lebih banyak tugas yang bisa dilakukan. 4. Guru mudah memonitor.

Sedangkan kekurangan dari kelompok berempat adalah sebagai berikut : 1. Butuh banyak waktu.

2. Butuh sosialisasi yang lebih baik.

3. Jumlah genap; menyulitkan pengambilan suara.

4. Setiap anggota kurang memiliki kesempatan untuk berkontribusi pada kelompoknya. 5. Setiap anggota mudah melepaskan diri dari keterlibatan.Perhatian anggota sangat kurang.

7. Pembelajaran kooperatif tipe NHT (Number Heads Together). a. Pengertian

Pembelajaran kooperatif tipe NHT dikembangkan oleh Spencer Kagen (1993). Pada umumnya NHT digunakan untuk melibatkan siswa dalam penguatan pemahaman pembelajaran atau mengecek pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran. b. Langkah- langkah penerapan tipe NHT:

1. Guru menyampaikan materi pembelajaran atau permasalahan kepada siswa sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai.

2. Guru memberikan kuis secara individual kepada siswa untuk mendapatkan skor dasar atau skor awal.

3. Guru membagi kelas dalam beberapa kelompok, setiap kelompok terdiri dari 4-5 siswa, setiap anggota kelompok diberi nomor atau nama.

4. Guru mengajukan permasalahan untuk dipecahkan bersama dalam kelompok.

5. Guru mengecek pemahaman siswa dengan menyebut salah satu nomor (nama) anggota kelompok untuk menjawab. Jawaban salah satu siswa yang ditunjuk oleh guru merupakan wakil jawaban dari kelompok.

6. Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan memberikan penegasan pada akhir pembelajaran.

(31)

8. Guru memberi penghargaan pada kelompok melalui skor penghargaan berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya (terkini).

BAB III KESIMPULAN

Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran dengan membentuk kelompok-kelompok yang didasari dengan kerja sama dan setiap anggota kelompok harus bertanggung jawab atas pembelajarannya agar tujuan pembelajaran dapat tercapai.

Teori yang menjadi pendukung model pembelajaran kooperatif ini adalah: a. Teori Psikologi Kognitif-Konstruktivistik (Piaget dan Vygotsky) b. Teori Psikologi Sosial (Dewey, Thelan, Allport, dan Lewin). Langkah – langkah model pembelajaran kooperatif

FaseIndikator Aktivitas Guru

(32)

memotivasi siswa ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa

2 Menyajikan informasi Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan

3 Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi efisien

4 Membimbing kelompok bekerja dan belajar

Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mengerjakan tugas

5 Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya

6 Memberikan penghargaan Guru mencari cara untuk menghargai upaya atau hasil belajar siswa baik individu maupun kelompok.

Model - model Pembelajaran Kooperatif

1. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

2. Pembelajaran Kooperatif tipe TAI (Team Assisted Individualization) 3. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw

4. MODEL PEMBELAJARAN TEAMS GAMES TOURNAMENTS ( TGT ) 5. Model pembelajaran Cooperative Integrated Reading and

(33)

DAFTAR PUSTAKA

Kunandar.2007.  Guru   Professional   Implementasi   Tingkat   Satuan   Pendidikan   (KTSP) Dan Sukses Dalam Sertifikasi Guru. Jakarta:  Raja Grafindo.

Mulyasa.   2008.  Menjadi   guru   Professional   Menciptakan   Pembelajaran   Kreatif DanMenyenangkan. Bandung:  Remaja Rosda Karya.

Muslich   Masnur.   2008.  KTSP   Pembelajaran   Berbasis   Kompetensi   Dan   Kontekstual. Jakarta:  Bumi Aksara.

Sanjaya   Wina.   2006.  Strategi   Pembelajaran   Berorientasi   StandarProses   Pendidikan. Rawamangun­Jakarta: Kencana Perdana Media Group.

 

Suprijono, A. 2011.Cooperative Learning.Yogyakarta : Pustaka Pelajar

(34)

(http://repository.upi.edu/operator/upload/s_tm_054161_chapter2.pdf  diakses pada 20 November 2013).

Referensi

Dokumen terkait

Toisaalta, tulosten perusteella voidaan esittää, että pelaajan ja pelihahmon välinen suhde on myös merkityksellisessä osassa pelaamista sekä pelaajan ja pelihahmon

Tabel di atas menunjukkan bahwa lulusan ADBI termasuk karyawan yang memiliki kompetensi dalam bernegosiasi dengan baik, hal ini dapat dilihat dari informasi bahwa

the appreciation and the evaluation exercises, the book writer of this book should add some more exercises in different levels of comprehension, because this book is dominated

The Cirrhinus mrigala fingerlings gained highest average body weight on fish meal (1.23g), followed by cotton seed meal (1.17g) and barley (0.55g).. The correlation

“PENGARUH KINERJA KEUANGAN TERHADAP RETURN SAHAM PERUSAHAAN REAL ESTATE DAN PROPERTY DI INDONESIA ” dengan baik, lancar dan tanpa hambatan yang berarti. Skripsi

ASAL SLTA GENAP DAN ALIH KREDIT.. DAFTAR MATA KULIAH PILIHAN**).. NO MATA KULIAH PILIHAN KODE HARI

Memotivasi siswa untuk menelaah soal dan menemukan cara penyelesaiannya sendiriV. Mengorganisasikan siswa untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuan

Biaya kegagalan adalah selisih antara biaya actual untuk memproduksi sebuah produk atau memberikan layanan jasa dengan berapa biaya yang harus dikeluarkan apabila tidak