• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBANDINGAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEPT. pdf

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERBANDINGAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEPT. pdf"

Copied!
348
0
0

Teks penuh

(1)

(Penelitian Kuasi Eksperimen Pada Siswa Kelas VII) SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana pendidikan

Disusun Oleh : Ika Yunisyara

2225120580

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

(2)
(3)
(4)
(5)

iv MOTTO

Life is like riding a bicyle. To keep your balance, you must keep mooving

- ALBERT EINSTEIN -

PERSEMBAHAN

Bismillahirrohmaanirrohiim..

Segala puji dan syukur kusembahkan pada sang maha pengasih lagi maha penyayang, Allah swt. Lantunan shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW., keluarga, sahabat, dan para pengikutnya hingga akhir zaman.

Alhamdulillahi Rabbil ‘alamiin.. Atas berkat rahmat-Nya, sampailah aku di titik yang membahagiakan ini. Beribu kata terima kasih atas do’a, dukungan, perhatian, dan kasih sayang yang sudah diberikan. Semoga karya kecil ini menjadi amal shaleh serta menjadi kebanggaan bagi keluargaku tercinta. Karya kecil ini kupersembahkan untuk...

 Kedua orangtua ku (Mamah Ipah Hasanah dan Bapak Dedi Effendi ) sebagai tanda bakti dan rasa sayangku. Terkhusus untuk ibuku yang luar biasa dan tak henti-hentinya berdo’a dan menyemangatiku. Serta kakak dan adikku (Yeni Oktaviani dan Fahri Abdillah) yang telah menjadi motivasi dan inspirasi untukku.

(6)

v

 Teman-teman Angkatan 2012, terimakasih atas kebersamaan kita selama berjuang dalam almamater tercinta, semoga kelak cita-cita kita tercapai dengan Ridho Allah SWT .

 Almamater Faklutas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

 Terakhir, untuk seseorang yang masih dalam misteri yang dijanjikan Ilahi yang siapapun itu, terimakasih telah menjadi baik dan bertahan disana.

(7)

vi ABSTRAK

IKA YUNISYARA (2016). Perbandingan Kemampuan Pemahaman Konseptual Matematis Siswa yang Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif TS-TS (Two Stay Two Stray) dengan Direct Instruction. Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Serang 2016.

Tujuan utama penelitian ini untuk menyelidiki perbedaan pencapaian dan peningkatan kemampuan pemahaman konseptual matematis antara yang mendapatkan pembelajaran dengan model kooperatif TS-TS (Two Stay Two Stray) maupun dengan model Direct Instruction. Metode penelitian yang digunakan adalah kuasi eksperimen. Desain penelitian yang digunakan yaitu randomized pretest-postest comparison group deSig.n. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII SMP Negeri 1 Menes dengan sampelnya siswa kelas VII I dan J. Sampel kuantitatif dipilih secara acak dan peneliti menerima keadaan objek penelitian seadanya. Satu kelas sebagai kelas eksperimen I yang mendapatkan model pembelajaran kooperatif TS-TS (Two Stay Two Stray) dan satu kelas lainnya sebagai kelas eksperimen II yang mendapatkan pembelajaran dengan model Direct Instruction. Instrumen yang digunakan terdiri dari tes kemampuan pemahaman konseptual matematis. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini berbantuan SPSS Statistic Version 16 dengan menggunakan uji-t dan Mann-Whitney. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa: (1) Terdapat perbedaan pencapaian dan peningkatan kemampuan pemahaman konseptual matematis antara siswa yang mendapatkan model pembelajaran kooperatif Two Stay Two Stray dengan Direct Instruction, (2) Terdapat perbedaan pencapaian dan peningkatan kemampuan pemahaman konseptual matematis kategori tinggi, sedang dan rendah antara siswa yang mendapatkan model pembelajaran kooperatif Two Stay Two Stray dengan Direct Instruction.

(8)

vii

ABSTRACT

IKA YUNISYARA (2016). Comparison of Conceptual Understanding Mathematical Ability Students Using Cooperative Learning Model TS-TS (Two Stay Two Stray) with Direct Instruction. A Research paper of Mathematic

Department, Teaching Training and Education Faculty, Sultan Ageng Tirtayasa University, 2016.

The main objective of this study to investigate differences in achievement and enhancement capabilities between the conceptual understanding of mathematical get cooperative learning model TS-TS (Two Stay Two Stray) or with the model of Direct Instruction. The method used is a quasi-experimental. The design study is randomized pretest-posttest comparison group deSig.n. The population in this study were students of class VII SMP Negeri 1 Menes with the sample class VII I and J. The samples were randomly selected and quantitative researchers received research object sober state. One class as a class experiment that I get a cooperative learning model TS-TS (Two Stay Two Stray) and one other class as an experimental class II get Direct Instruction learning model. The instrument used consisted of a conceptual understanding of mathematical proficiency tests. Analysis of quantitative data in this study aided by SPSS Statistics Version 16 by using t-test and Mann-Whitney. The study concluded that: (1) There are differences in achievement and increase the ability of conceptual understanding of mathematical among students who earn cooperative learning model Two Stay Two Stray with Direct Instruction, (2) There are differences in achievement and increase the ability of conceptual understanding of mathematical categories of high, medium and low among students who received cooperative learning model Two Stay Two Stray with Direct Instruction.

(9)

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas

segala limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi yang berjudul “Perbandingan Kemampuan Pemahaman Konseptual

Matematis Siswa yang Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif TS-TS

(Two Stay Two Stray) dengan Direct Instruction”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi syarat memperoleh gelar sarjana dalam bidang pendidikan matematika.

Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian dan studi literatur dari

berbagai referensi. Tujuan utama yang diangkat dalam skripsi ini yaitu untuk

menelaah perbedaan pencapaian dan peningkatan kemampuan pemahaman

konseptual matematis siswa yang menggunakan model pembeajaran Two Stay

Two Stray dengan Direct Instruction . Banyak pihak yang telah membantu dalam

menyelesaikan skripsi ini, baik pada tahap persiapan, pelaksanaan hingga tahap

penulisan laporan penelitian. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis

mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Heni Pujiastuti, M.Pd sebagai

pembimbing I dan Bapak Ihsanudin, M.Si selaku pembimbing II yang selalu

meluangkan waktu di sela-sela kesibukannya yang padat untuk memberikan

bimbingan, arahan, dan saran terhadap berbagai permasalahan yang dihadapi

penulis dengan penuh kesabaran. Memotivasi penulis untuk menjadi penulis

yang teliti dan rapi, serta memotivasi penulis untuk segera menyelesaikan

studi. Penulis juga mengucapkan terima kasih yang tak terkira kepada:

1. Prof. Dr. H. Sholeh Hidayat, M.Pd selaku Rektor Universitas Sultan

(10)

ix

2. Dr. H. Aceng Hasani, M.Pd selaku Dekan Fakultas Keguruan dan

Ilmu Pendidikan Untirtayang telah mengesahkan skripsi ini.

3. Dr. Heni Pujiastuti, M.Pd selaku ketua jurusan dan Ibu Yani Setiani, M.Si

selaku sekertaris jusrusan pendidikan matematika yang telah memberikan

pengarahan.

4. Seluruh staf FKIP dan jurusan pendidikan matematika yang telah

membantu penulis dalam menyelesaikan persyaratan dan perijinan

penelitian.

5. Seluruh dosen yang telah memberikan ilmu-ilmu yang bermanfaat,

inspirasi dan motivasi selama penulis menempuh pendidikan, membantu

kelancaran studi dan penelitian penulis.

6. H. ABE Widanarto M.Pd, selaku Kepala SMPN 1 Menes atas kesediaan

dan bantuan yang diberikan selama penulis melaksanakan penelitian di

sekolah.

7. Encop Sopiah, S.Pd selaku guru matematika kelas VII I dan J yang telah

membantu penulis dalam memberikan penilaian terhadap instrumen

penelitian.

8. Seluruh siswa SMPN 1 Menes yang telah membantu dalam pelaksanaan

penelitian ini.

9. Semua pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan kepada

penulis dalam proses penulisan skripsi yang tidak memungkinkan untuk

(11)

x

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kesalahan dan

kekurangannya, baik dari segi penulisan maupun kedalaman isi berkaitan

dengan topik yang diteliti. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan

kritik dari pembaca yang membangun demi mencapai hasil yang lebih baik.

Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis,

pembaca dan bagi perkembangan dunia pendidikan matematika.

(12)

xi

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori ... 12

2.1.1 Kemampuan Pemahaman Konseptual Matematis ... 12

2.1.2 Model Pembelajaran ... 13

2.1.3 Model Pembelajaran Kooperatif ... 14

(13)

xii

2.1.5 Model Pembelajaran Langsung atau Direct Instruction .. 21

2.1.6 Keterkaitan Antara Model Pembelajaran Kooperatif Two Stay Two Stray dan Direct Instruction terhadap Kemampuan Pemahaman Konseptual Matematis Siswa ... 27

2.1.7 Teori yang Mendukung Model Pembelajaran Kooperatif Two Stay Two Stray dan Direct Instruction .... 28

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pelaksanaan Model Pembelajaran ... 70

4.1.1 Pelaksanaan Model Pembelajaran Kooperatif Two Stay Two Stray ... 71

4.1.2 Pelaksanaan Model Pembelajaran Direct Instruction ... 76

4.2 Hasil Penelitian ... 79

4.2.1 Analisis Data Kemampuan Pemahaman Konseptual Matematis ... 79

A. Analisis Data Pretes ... 79

(14)

xiii

C. Analisis Data N-gain ... 90

D. Analisis Data Hasil Postes Kategori Tinggi ... 96

E. Analisis Data Hasil Postes Kategori Sedang ... 100

F. Analisis Data Hasil Postes Kategori Rendah ... 106

G. Analisis Data N-Gain Kategori Tinggi ... 111

H. Analisis Data N-Gain Kategori Sedang ... 116

I. Analisis Data N-Gain Kategori Rendah ... 121

4.3 Pembahasan ... 123

4.3.1 Kemampuan Pemahaman Konseptual Matematis ... 123

4.3.2 Analisis Pencapaian dan Peningkatan Kemampuan Pemahaman Konseptual Matematis Kategori Tinggi, Sedang, dan Rendah ... 132

BAB IV PENUTUP 5.1 Kesimpulan ... 134

5.2 Saran ... 135

DAFTAR PUSTAKA ... 137

LAMPIRAN ... 142

(15)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif ... 17

Tabel 2.2 Tahapan-Tahapan Pembelajaran Langsung ... 25

Tabel 3.1 Desain penelitian Randomized Pretest-Postest Comparison Group DeSig.n ... 38

Tabel 3.2 Pedoman Penskoran Kemampuan Pemahaman Konseptual Matematis ... 44

Tabel 3.3 Kriteria Pencapaian Kemampuan Pemahaman Konseptual matematis ... 45

Tabel 3.4 Hasil Uji Validitas Teoritik Tes KPKM ... 46

Tabel 3.5 Klasifikasi Validitas ... 47

Tabel 3.6 Hasil Analisis Validitas Uji Instrumen ... 48

Tabel 3.7 Klasifikasi Reliabilitas ... 49

Tabel 3.8 Hasil Analisis Reliabilitas Uji Instrumen ... 50

Tabel 3.9 Klasifikasi Daya Pembeda ... 51

Tabel 3.10 Hasil Daya Pembeda Uji Instrumen ... 51

Tabel 3.11 Klasifikasi Indeks Kesukaran ... 52

Tabel 3.12 Hasil Analisis Indeks Kesukaran Uji Instrumen ... 52

Tabel 3.13 Rekapitulasi Hasil Analisis Uji Instrumen ... 53

(16)

xv

Tabel 4.10 Hasil Analisis Deskriptif Postes Kategori Tinggi ... 97

Tabel 4.11 Hasil Uji Normalitas Postes Kategori Tinggi ... 98

Tabel 4.12 Hasil Uji Dua Pihak Data Postes Kategori Tinggi ... 100

Tabel 4.13 Hasil Analisis Deskriptif Postes Kategori Sedang ... 101

Tabel 4.14 Hasil Uji Normalitas Postes Kategori Sedang ... 103

Tabel 4.15 Hasil Uji Dua Pihak Data Postes Kategori Sedang ... 104

Tabel 4.16 Hasil Analisis Deskriptif Postes Kategori Rendah ... 106

Tabel 4.17 Hasil Uji Normalitas Postes Kategori Rendah ... 108

Tabel 4.18 Hasil Uji Dua Pihak Data Postes Kategori Rendah ... 110

Tabel 4.19 Hasil Analisis Deskriptif N-gain Kategori Tinggi ... 111

Tabel 4.20 Hasil Uji Normalitas N-gain Kategori Tinggi ... 113

Tabel 4.21 Hasil Uji Dua Pihak Data N-gain Kategori Tinggi ... 115

Tabel 4.22 Hasil Analisis Deskriptif N-gain Kategori Sedang ... 116

Tabel 4.23 Hasil Uji Normalitas N-gain Kategori Sedang ... 118

Tabel 4.24 Hasil Uji Dua Pihak Data N-gain Kategori Sedang ... 120

Tabel 4.25 Hasil Analisis Deskriptif N-gain Kategori Rendah ... 122

(17)

xvi

DAFTAR BAGAN

(18)

xvii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Proses Pembelajaran Tahap Siswa Bekerja Sama dengan

Kelompok ... 72

Gambar 4.2 Proses Pembelajaran Tahap Siswa Bertamu ke Kelompok Lain ... 73

Gambar 4.3 Proses Pembelajaran Tahap Siswa Membagikan Informasi ke Tamu Mereka ... 74

Gambar 4.4 Proses Pembelajaran Tahap Siswa Kembali ke Kelompok Masing-Masing ... 75

Gambar 4.5 Proses Pembelajaran Tahap Siswa Mencocokkan dan Membahas Hasil Kerja Mereka ... 75

Gambar 4.6 Proses Pembelajaran Tahap Establishing Set ... 76

Gambar 4.7 Proses Pembelajaran Tahap Demonstrating ... 77

Gambar 4.8 Proses Pembelajaran Tahap Guided Practice ... 77

Gambar 4.9 Proses Pembelajaran Tahap Feed back ... 78

(19)

xviii

DAFTAR DIAGRAM

Diagram 4.1 Skor Pretes Kelas Eksperimen I ... 80

Diagram 4.2 Skor Pretes Kelas Eksperimen II ... 81

Diagram 4.3 Rata-Rata Skor Pretes ... 81

Diagram 4.4 Skor Postes Kelas Eksperimen I ... 85

Diagram 4.5 Skor Postes Kelas Eksperimen II ... 85

Diagram 4.6 Rata-Rata Skor Postes ... 85

Diagram 4.7 Pengelompokkan Siswa Berdasarkan Hasil Postes ... 89

Diagram 4.8 N-gain KPKM Kelas Eksperimen I ... 91

Diagram 4.9 N-gain KPKM Kelas Eksperimen II ... 91

Diagram 4.10 Rata-Rata N-gain KPKM ... 91

Diagram 4.11 Pengelompokkan Siswa Berdasarkan Perolehan N-gain ... 95

Diagram 4.12 Skor Postes Kategori Tinggi Kelas Eksperimen I ... 97

Diagram 4.13 Skor Postes Kategori Tinggi Kelas Eksperimen II ... 97

Diagram 4.14 Rata-Rata Skor Postes Kategori Tinggi ... 97

Diagram 4.15 Skor Postes Kategori Sedang Kelas Eksperimen I ... 101

Diagram 4.16 Skor Postes Kategori Sedang Kelas Eksperimen II ... 102

Diagram 4.17 Rata-Rata Skor Postes Kategori Sedang ... 102

Diagram 4.18 Skor Postes Kategori Rendah Kelas Eksperimen I ... 107

Diagram 4.19 Skor Postes Kategori Rendah Kelas Eksperimen II ... 107

Diagram 4.20 Rata-Rata Skor Postes Kategori Rendah ... 107

Diagram 4.21 N-gain Kategori Tinggi KPKM Kelas Eksperimen I .... 112

Diagram 4.22 N-gain Kategori Tinggi KPKM Kelas Eksperimen II ... 112

(20)

xix

Diagram 4.24 N-gain Kategori Sedang KPKM Kelas Eksperimen I .... 117

Diagram 4.25 N-gain Kategori Sedang KPKM Kelas Eksperimen II .. 117

Diagram 4.26 Rata-Rata N-gain Kategori Sedang KPKM ... 117

Diagram 4.27 N-gain Kategori Rendah KPKM Kelas Eksperimen I ... 123

Diagram 4.28 Rata-Rata N-gain Kategori Rendah KPKM ... 123

(21)

xx

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN A (PERANGKAT PEMBELAJARAN)

A.1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Eksperimen I ... 142

A.2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Eksperimen II ... 168

A.3 Lembar Kerja Siswa Kelas Eksperimen I ... 196

A.4 Lembar Kerja Siswa Kelas Eksperimen II ... 212

LAMPIRAN B (INSTRUMEN PENELITIAN) B.1 Kisi-Kisi Soal Instrumen Tes Kpkm ... 223

B.2 Soal Uji Instrumen ... 224

B.3 Rubrik Penyekoran ... 225

B.4 Soal Instrumen ... 232

LAMPIRAN C (HASIL UJI INSTRUMEN) C.1 Hasil Uji Validasi Teoritik Instrumen Tes ... 233

C.2 Data Perhitungan Validitas dan Reliabilitas Uji Coba Instrumen Tes . 236 C.3 Perhitungan Validitas Uji Coba Instrumen Tes ... 239

C.4 Perhitungan Reliabilitas Uji Coba Instrumen Tes ... 243

C.5 Perhitungan Daya Pembeda Uji Coba Instrumen Tes ... 247

C.6 Perhitungan Indeks Kesukaran Uji Coba Instrumen Tes ... 250

LAMPIRAN D (DATA HASIL PENELITIAN) D.1 Data Skor Kemampuan Pemahaman Konseptual Matematis Kelas Eksperimen I ... 255

D.2 Data Skor Kemampuan Pemahaman Konseptual Matematis Kelas Eksperimen II ... 256

D.3 Persentase Postes Kpkm Kelas Eksperimen I ... 257

D.4 Persentase Postes Kpkm Kelas Eksperimen II ... 259

LAMPIRAN E (HASIL ANALISIS DATA) E.1 Analisis Pretes KPKM ... 261

(22)

xxi

E.1.2 Uji Normalitas ... 261 E.1.3 Uji Perbedaan Dua Rata-Rata Menggunakan Uji

Mann-Whitney ... 262 E.2 Analisis Postes KPKM ... 264

E.2.1 Rata-rata, Simpangan Baku, dan Varians Kelas Eksperimen

I dan Kelas Eksperimen II ... 264

E.2.2 Uji Normalitas ... 264 E.2.3 Uji Perbedaan Dua Rata-Rata Menggunakan Uji-t ... 265 E.3 Analisis N-Gain KPKM ... 268

E.3.1 Rata-rata, Simpangan Baku, dan Varians Kelas Eksperimen

I dan Kelas Eksperimen II ... 268 E.3.2 Uji Normalitas ... 268 E.3.3 Uji Perbedaan Dua Rata-Rata Menggunakan Uji-t ... 269 E.4 Analisis Postes Kategori Tinggi KPKM ... 272

E.4.1 Rata-rata, Simpangan Baku, dan Varians Kelas Eksperimen

I dan Kelas Eksperimen II ... 272 E.4.2 Uji Normalitas ... 272 E.4.3 Uji Perbedaan Dua Rata-Rata Menggunakan Uji

Mann-Whitney ... 273 E.5 Analisis Postes Kategori Sedang KPKM ... 275

E.5.1 Rata-rata, Simpangan Baku, dan Varians Kelas Eksperimen

I dan Kelas Eksperimen II ... 275 E.5.2 Uji Normalitas ... 276 E.5.3 Uji Perbedaan Dua Rata-Rata Menggunakan Uji-t ... 276

E.6 Analisis Postes Kategori Rendah KPKM ... 279 E.6.1 Rata-rata, Simpangan Baku, dan Varians Kelas Eksperimen

(23)

xxii

E.7.1 Rata-rata, Simpangan Baku, dan Varians Kelas Eksperimen

I dan Kelas Eksperimen II ... 283 E.7.2 Uji Normalitas ... 283 E.7.3 Uji Perbedaan Dua Rata-Rata Menggunakan Uji

Mann-Whitney ... 284 E.8 Analisis N-Gain Kategori Sedang KPKM ... 287

E.8.1 Rata-rata, Simpangan Baku, dan Varians Kelas Eksperimen

I dan Kelas Eksperimen II ... 287 E.8.2 Uji Normalitas ... 287 E.8.3 Uji Perbedaan Dua Rata-Rata Menggunakan Uji-t ... 288 E.9 Analisis N-Gain Kategori Rendah KPKM ... 291

E.9.1 Rata-rata, Simpangan Baku, dan Varians Kelas Eksperimen

I dan Kelas Eksperimen II ... 291 E.9.2 Uji Normalitas ... 291 LAMPIRAN F DOKUMENTASI DAN SURAT-SURAT

F.1 Hasil Kerja Instrumen Siswa ... 293 F.2 Hasil Kerja Pretes Siswa Kelas Eksperimen I ... 295 F.3 Hasil Kerja Pretes Siswa Kelas Eksperimen II ... 296 F.4 Hasil Kerja Postes Siswa Kelas Eksperimen I ... 297 F.5 Hasil Kerja Postes Siswa Kelas Eksperimen I ... 298 F.6 Surat-Surat ... 299 F.6.1 Daftar Hadir Mengikuti Seminar Proposal ... 299 F.6.2 Bukti Seminar Proposal ... 300 F.6.3 Surat Keputusan Pembimbing Skripsi ... 301

F.6.4 Surat Permohonan Penelitian ... 302 F.6.5 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian ... 303

F.6.6 Bukti Bimbingan Skripsi ... 304 LAMPIRAN G (TABEL-TABEL)

(24)

xxiii

(25)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pendidikan memiliki peranan utama dalam mengembangkan sumber daya

manusia. Kualitas pendidikan yang baik akan menghasilkan sumber daya manusia

yang berkualitas. Proses pendidikan tidak terlepas dari suatu kegiatan belajar.

Belajar merupakan perilaku yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya.

Dengan belajar, manusia dapat mengembangkan bakat, minat dan kepribadian

sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya, sehingga melalui pendidikan akan

muncul individu-individu yang berwawasan luas dengan daya pikir dan ide-ide

yang cemerlang. Hal ini sesuai dengan fungsi dan tujuan pendidikan yang tertera

pada Undang-Undang No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

yang menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan

kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat

dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya

potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada

Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri

dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggug jawab.

Proses pendidikan yang baik dan terencana tidak semata-mata berusaha

untuk mencapai hasil belajar yang maksimal, akan tetapi harus memperhatikan

bagaimana proses belajar yang terjadi pada siswa. Proses pembelajaran adalah hal

yang paling penting dalam proses pendidikan. Proses pendidikan yang baik akan

(26)

merupakan ilmu yang terstruktur atau berkesinambungan, maka pemahaman

konsep adalah dasar bagi rangkaian pembelajaran matematika.

Dalam beberapa tahun terakhir, pemahaman konseptual menjadi salah satu

kecapakan matematis yang menjadi sorotan bagi pakar penelitian. Mathematics

Learning Study Committee, National Research Council (NRC) (Istiqomah, 2015)

menyatakan bahwa kemampuan pemahaman konseptual matematis (KPKM)

merupakan satu dari lima kecakapan matematis yang harus dikuasai siswa dalam

pembelajaran matematika. Lima kecakapan matematis yang dimaksud yaitu

pemahaman konseptual, kompetensi strategis matematis, kelancaran dalam

prosedur pengerjaan, penalaran adaptif, dan disposisi yang produktif (Kilpatrick,

Swafford, & Findell, 2001).

Kecakapan matematis yang diuraikan menurut Mathematics Learning Study

Committee, National Research Council (NRC) menegaskan bahwa kemampuan

pemahaman konseptual matematika merupakan salah satu kemampuan yang

sangat penting untuk dikuasai oleh siswa. Namun, pada kenyataannya kecakapan

matematis yang diharapkan belum sejalan dengan kenyataan yang terjadi di

lapangan. Masih banyak siswa yang belum memahami konseptual dengan baik

bahkan tak jarang mereka salah memahami konsep, sehingga mereka kesulitan

dalam mengerjakan atau memecahkan permasalahan dalam bidang matematika.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Maisari (2012) di Sekolah

Menengah Pertama di Bandar Lampung, nampak hasilnya bahwa pemahaman

konseptual siswa tergolong masih rendah. Ini dibuktikan dari data hasil ujian

(27)

mencapai kriteria ketuntasan belajar hanya sebanyak 54%. Ini menunjukan bahwa

pemahaman konseptual matematis siswa tergolong rendah. Rendahnya

pemahaman konseptual matematis siswa juga diperkuat dengan hasil studi

pendahuluan yang dilakukan Septiyana (2016) di salah satu SMP di kota Serang

kelas VIII D dengan jumlah siswa 36 orang melaporkan rerata skor hanya

mencapai 5 dan skor tertinggi kelas VIII D mencapai 18 sementara skor

maksimum ideal (SMI) adalah 32. Presentase rerata skor siswa hanya mencapai

15,6% dari skor ideal. Secara umum, hasil studi pendahuluan tersebut

menyimpulkan bahwa kemampuan pemahaman konseptual matematis siswa

masih rendah.

Berdasarkan permasalahan-permasalahan di atas, perlu diadakannya kajian

pendekatan pembelajaran yang diterapkan dalam proses pembelajaran. Peran guru

dan pendekatan pembelajaran yang diterapkan adalah faktor utama yang

berpengaruh terhadap peningkatan kemampuan pemahaman konseptual matematis

siswa. Seperti yang diungkapkan Nisbet (Suherman, dkk., 2003) bahwa tak ada

cara tunggal yang tepat untuk belajar dan tak ada cara terbaik untuk mengajar,

namun demikian seorang guru dapat menerapkan salah satu pendekatan yang

cocok dengan mempertimbangkan siswa. Pemilihan pendekatan pembelajaran

yang tepat diharapkan dapat menunjang keberhasilan dalam meningkatkan

kemampuan pemahaman konseptual matematis siswa.

Tidak sedikit pendekatan pembelajaran yang dapat digunakan guru untuk

meningkatkan kemampuan pemahaman konseptual matematis siswa. Salah satu

(28)

oleh teori konstruktivisme. Pembelajaran dengan teori konstruktivisme merupakan

salah satu pembelajaran yang mengharuskan siswa untuk aktif mengembangkan

pemikiran mereka dan dalam prosesnya siswa membutuhkan interaksi. Dengan

begitu, pembelajaran dengan teori konstruktivisme membiasakan siswa untuk

membangun pemikirannya secara mandiri, dengan tujuan agar siswa mudah untuk

mengeksplor kemampuannya yang diawali dengan kematangan pengetahuan atau

konsep-konsep dasar. Hal ini sejalan dengan pembelajaran kooperatif Two Stay

Two Stray (TS-TS). Pendekatan pembelajaran kooperatif TS-TS merupakan

sistem pembelajaran yang menuntut siswa untuk berperan aktif dalam

menemukan konsep-konsep pelajaran dengan cara bekerja sama dan berinteraksi

dalam kelompok. Pembelajaran tersebut menuntut siswa untuk mengembangkan

dan membangun pemahamannya secara mandiri. Mandiri bukan berarti dilepas

sepenuhnya, akan tetapi guru tetap memberi arahan sesuai dengan kebutuhan

siswa.

Menurut Huda (2014) sintak metode TS-TS dapat dilihat pada rincian

tahapan-tahapannya. Rincian tahapan-tahapan tersebut yaitu guru membagi siswa

dalam beberapa kelompok yang setiap kelompoknya terdiri dari empat siswa.

Kelompok yang dibentuk merupakan kelompok heterogen, artinya terdiri dari

anggota dengan kemampuan yang berbeda-beda, yaitu tinggi, sedang dan rendah.

Hal ini dilakukan karena pembelajaran kooperatif tipe TS-TS bertujuan untuk

memberikan kesempatan pada siswa untuk saling membelajarkan (Peer Tutoring)

dan saling mendukung. Kemudian guru memberikan subpokok bahasan pada

(29)

masing-masing. Ini bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk dapat

terlibat secara aktif dalam proses belajar dan berfikir. Setelah selesai, dua orang

dari masing-masing kelompok meninggalkan kelompoknya untuk bertamu ke

kelompok lain dan untuk mencari informasi yang ada pada kelompok lain.

Sementara dua orang berkunjung atau bertamu ke kelompok lain, dua orang yang

tinggal bertugas untuk membagikan hasil kerja dan informasi kepada tamu yang

datang dari kelompok lain. Jika sudah selesai, tamu mohon diri dan kembali ke

kelompok masing-masing kemudian melaporkan temuan mereka dari kelompok

lain. Langkah akhirnya, setiap kelompok mencocokan dan membahas hasil-hasil

kerja mereka untuk kemudian mempresentasikannya di depan kelas.

Di samping pendekatan pembelajaran dengan teori konstruktivisme,

pendekatan pembelajaran lain yang dirasa dapat meningkatkan kemampuan

pemahaman konseptual matematis siswa yaitu pendekatan pembelajaran yang

dilandasi teori behaviorisme. Pembelajaran yang dilandasi oleh teori behaviorisme

adalah pembelajaran yang menekankan pembentukan asosiasi antara kesan yang

ditangkap panca indera dengan kecenderungan untuk bertindak atau hubungan

antara stimulus dan respon. Menurut teori ini, belajar adalah upaya untuk

membentuk hubungan stimulus dan respon sebanyak-banyaknya. Oleh karena itu,

teori ini juga dinamakan dengan teori Stimulus-Respon. Sagala (2008)

mengungkapkan bahwa teori ini memiliki beberapa ciri, yaitu menekankan

peranan lingkungan, mementingkan pembentukan reaksi atau respon, dan

menekankan pentingnya latihan. Menurut teori ini yang terpenting adalah

(30)

respons. Sejalan dengan ciri-ciri tersebut, maka model pembelajaran langsung

atau Direct Instruction merupakan salah satu model pembelajaran yang

berlandaskan teori behaviorisme. Model pembelajaran langsung atau Direct

Instruction adalah pembelajaran yang menekankan kepada proses penyampaian

materi secara verbal dari seorang guru kepada sekelompok siswa. Artinya, peran

guru untuk memberikan materi sebagai stimulus sangat penting dan berpengaruh

besar terhadap hasil yang akan dicapai siswa dalam hal ini adalah sebagai respon.

Semakin baik stimulus yang diberikan oleh guru maka akan semakin baik respon

yang diberikan oleh siswa, begitu pula sebaliknya.

Selain stimulus dan respon, hal penting lain yang menjadi sorotan pada teori

behaviorisme adalah pelatihan. Hal ini juga sejalan dengan tahapan pada model

pembelajaran Direct Instruction (DI). Tahapan-tahapan pada pembelajaran DI

lebih banyak mengarahkan siswa untuk melakukan latihan-latihan secara

berulang. Pelatihan tersebut dilakukan atas dasar bimbingan dan arahan guru. Hal

ini dimaksudkan agar siswa memiliki pemahaman yang baik terhadap materi yang

diajarkan. Berdasarkan uraian di atas, jelas menunjukan bahwa model

pembelajaran Direct Instruction merupakan model pembelajaran yang dilandasi

teori behaviorisme.

Masing-masing model pembelajaran yang dilandasi oleh teori belajar

konstruktivisme dan behaviorisme tersebut memiliki peranan untuk meningkatkan

kemampuan pemahaman konseptual matematis siswa dengan cara yang berbeda.

Dengan langkah atau sintaks pembelajaran yang berbeda, kedua model

(31)

pembelajaran matematika. Dengan demikian, peneliti tertarik untuk mengetahui

lebih jelas tentang bagaimana kemampuan pemahaman konseptual matematis

antara siswa yang mendapatkan model pembelajaran Two Stay Two Stray dan

Direct Instruction. Oleh karena itu, peneliti melaksanakan penelitian yang

berjudul “Perbandingan Kemampuan Pemahaman Konseptual Matematis Siswa yang Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif TS-TS (Two Stay Two Stray) dengan Direct Instruction”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian

ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah terdapat perbedaan pencapaian dan peningkatan kemampuan

pemahaman konseptual matematis antara siswa yang mendapatkan model

pembelajaran kooperatif TS-TS (Two Stay Two Stray) dengan siswa yang

mendapatkan pembelajaran Direct Instruction ?

2. Apakah terdapat perbedaan pencapaian dan peningkatan kemampuan

pemahaman konseptual matematis (tinggi, sedang dan rendah) antara siswa

yang mendapatkan model pembelajaran kooperatif TS-TS (Two Stay Two

Stray) dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran Direct Instruction?

1.3 Batasan Masalah

Keterbatasn dalam hal pengetahuan, pengalaman, waktu dan tenaga yang

dimiliki oleh peneliti, maka peneliti memberikan batasan-batasan ruang lingkup

(32)

1. penelitian dilakukan pada satu pokok bahasan kelas VII semester genap,

yaitu garis dan sudut.

2. Subjek penelitian yang diambil dari siswa SMP Negeri 1 Menes kelas

VII tahun pelajaran 2015/2016.

3. Indikator yang diukur dalam penelitian ini adalah kemampuan

pemahaman konseptual matematis siwa menurut Kilpatrick, Swafford,

& Findell.

4. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan

pencapaian dan peningkatan kemampuan pemahaman konseptual

matematis antara siswa yang mendapatkan model pembelajaran

kooperatif Two Stay Two Stray dengan Direct Instruction.

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitan yang dilakukan

berjuan untuk:

1. Mengetahui perbedaan pencapaian dan peningkatan kemampuan

pemahaman konseptual matematis antara siswa yang mendapatkan model

pembelajaran kooperatif TS-TS (Two Stay Two Stray dengan siswa yang

mendapatkan pembelajaran Direct Instruction.

2. Mengetahui perbedaan pencapaian dan peningkatan kemampuan

pemahaman konseptual matematis (tinggi, sedang dan rendah) antara siswa

yang mendapatkan model pembelajaran kooperatif TS-TS (Two Stay Two

(33)

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi peneliti, pembaca

atau pihak lainnya yang sedang dan atau akan mengembangkan pemahaman

konseptualtual matematis dan kemandirian belajar siswa, diantaranya:

1. Manfaat Teoritis

Penelitian secara teoritis diharapkan mampu memberikan sumbangan

terhadap perkembangan pembelajaran matematika, terutama terkait

pemahaman konseptual matematis siswa dengan model pembelajaran

kooperatif tipe TS-TS (Two Stay Two Stray) dan Direct Instruction.

2. Manfaat Praktis

Dilihat dari segi praktis, penelitian ini memberikan manfaat antara lain :

a. Bagi peneliti

Sebagai upaya untuk mengembangkan pengetahuan sekaligus dapat

menambah awasan, pengalaman dalam tahapan proses pembinaan diri

sebagai calon pendidik.

b. Bagi Siswa

Siswa dapat menerima pengalaman belajar yang bervariasi dengan

penerapan model pebelajaraan kooperatif TS-TS (Two Stay Two Stray)

dan Direct Instruction sehingga dapat meningkatkan kemampuan

pemahaman konseptual matematis siswa.

c. Bagi Guru

Memberikan gambaran tentang model pembelajaran kooperatif TS-TS

(34)

guru untuk meningkatkan kemampuan dalam menciptakan desain

inovatif guna memperbaiki, menyempurnakan dan meningkatkan

kualitas hasil belajar siswa.

d. Bagi Sekolah

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan wawasan untuk

memperbaiki dan meningkatkan kondisi serta kualitas pembelajaran

matematika serta memberi sumbangan informasi untuk meningkatkan

mutu pendidikan di sekolah lanjutan pertama.

1.6 Definisi Operasional

Untuk menghindari kesalahan penafsiran, berikut diuraikan definisi

operasional beberapa variabel yang digunakan dalam penelitian ini:

1. Model pembelajaran kooperatif TS-TS adalah model pembelajaran dengan

sistem belajar berkelompok dengan tujuan agar siswa dapat bekerjasama,

bertanggungjawab, saling membantu memecahan masalah, dan saling

mendorong satu sama lain untuk berprestasi.

2. Direct Instruction atau model pembelajaran langsung merupakan

pembelajaran yang lebih mengutamakan peranan guru. Dalam hal ini, guru

menyampaikan isi materi akademik dalam format terstruktur, mengarahkan

kegiatan para siswa, dan menguji keterampilan siswa melalui latihan-latihan

di bawah bimbingan dan arahan guru.

3. Kemampuan pemahaman konseptual matematis adalah kemampuan siswa

(35)

konsep matematika dapat mengaplikasikannya dalam menyelesaikan

(36)

12 2. 1 Kajian Teori

2.1.1 Kemampuan Pemahaman Konseptual Matematis

Pemahaman merupakan salah satu ranah kognitif dari Taksonomi Bloom

setelah pengetahuan. Pemahaman menurut Huzaifah adalah perbuatan, cara

memahami, dan kemampuan untuk menangkap makna dari bahan yang dipelajari

(Istiqomah, 2015). Konsep diartikan sebagai ide abstrak yang dapat digunakan

untuk menggolongkan sekumpulan objek Depdiknas (Kesumawati, 2008).

Dengan begitu, kemampuan pemahaman konsep dapat diartikan sebagai

kemampuan seseorang untuk mengerti dan memaknai apa yang diajarkan

sehingga dapat menggolongkan atau mengklasifikasikan objek-objek atau

peristiwa tertentu termasuk kedalam ide abstrak itu sendiri.

Menurut Bloom (Suherman, 2003), pemahaman konseptual matematis

adalah kemampuan menangkap pengertian-pengertian seperti mampu

mengungkap suatu materi yang disajikan kedalam bentuk yang lebih dipahami,

mampu memberikan interpretasi, mampu membangun konsep-konsep hingga

menghasilkan konsep baru, dan mampu mengaplikasikannya. Usaha untuk

meningkatkan kemampuan pemahaman konseptual matematis siswa sangat

penting, karena kemampuan pemahaman konseptual matematis siswa merupakan

jembatan bagi tercapainya kemampuan-kemampuan tingkat tinggi lainnya.

Menurut Kilpatrick, Swafford dan Findel kemampuan pemahaman

(37)

diberikan, lalu mengoperasikannya dengan menggunakan operasi-operasi

matematika, hingga mengaitkannya dengan konsep lain (Hendrayana, 2015).

Memahami konsep adalah memahami dari definisi dan konsep yang diberikan,

sedangkan mengoperasikan konsep adalah menggunakan dan memanfaatkan

konsep dengan operasi matematika. Mengaitkan konsep adalah mengaitkan satu

konsep dengan beberapa konsep lain. Ketiga indikator tersebut memiliki

keterkaitan satu sama lain. Komponen pemahaman konsep berpengaruh langsung

pada komponen pengoperasian dan perelasian konsep. Komponen pengoperasian

konsep berpengaruh langsung dengan perelasian konsep. Seorang siswa yang

dapat memahami konsep dengan baik maka akan dapat mengoprasikan dan

mengaitkan konsep yang ada dengan konsep-konsep yang lain. Hal ini

menunjukan bahwa memahami sebuah konsep merupakan hal yang paling utama

untuk menunjang keberhasilan dari indikator mengaitkan dan mengoprasikan.

Merujuk pada hal tersebut, maka indikator pemahaman konseptual yang

digunakan dalam penelitian ini yaitu memahami, mengoprasikan dan mengaitkan

konsep.

2.1.2 Model Pembelajaran

Secara umum pengertian model adalah kerangka konsep yang digunakan

sebagai pedoman dalam melakukan suatu kegiatan. Joyce dan weil (Majid, 2013)

mendefinisikan model pembelajaran sebagai “a plan or pattern that we can use to

design face to face teaching in the classroom or tutorial setting and shape

(38)

untuk menajamkan materi pengajaran). Arends (1997) menjelaskan lebih lanjut

(Majid, 2013) bahwa istilah model pembelajaran mengarah pada suatu pendekatan

pembelajaran tertentu termasuk dengan tujuannya, sintaknya, lingkungan, dan

sistem pengelolaannya. Dengan demikian, model pembelajaran adalah suatu

perencanaan atau pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan

pembelajaran di kelas. Dengan adanya model pembelajaran diharapkan proses

pembelajaran dapat berjalan lebih baik dan bervariatif sehingga siswa tidak

merasa jenuh dan bosan untuk mengikuti kegiatan belajar mengajar di kelas.

Selain itu, dengan adanya model pembelajaran dapat mencapai tujuan yang

diinginkan secara maksimal.

2.1.3 Model Pembelajaran Kooperatif

a. Definisi Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang

dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan

pembelajaran yang telah dirumuskan (Sanjaya, 2006). Pembelajaran kooperatif

merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam

kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4 sampai 6 orang, dengan struktur

kelompok yang bersifat heterogen (Majid, 2013). Sanjaya (2006)

mengunngkapkan bahwa terdapat 4 unsur penting dalam pembelajaran kooperatif,

yaitu: (1) adanya peserta dalam kelompok; (2) adanya aturan kelompok; (3)

adanya upaya belajar; (4) adanya tujuan yang harus dicapai.

Pada hakikatnya, pembelajaran kooperatif sama halnya dengan kerja

(39)

sebagai pembelajaran kooperatif. Pada pembelajaran kooperatif siswa dituntut

untuk aktif dalam proses pembelajaran dalam hal ini siswa dapat berpartisipasi

aktif dalam interaksi dan diskusi kelompok. Dengan adanya pembelajaran

kooperatif ini siswa memiliki dua tanggung jawab yang harus ditanggung, yaitu

belajar untuk dirinya sendiri dan membantu sesama anggota untuk belajar.

b. Ciri-Ciri Pembelajaran Kooperatif

Model pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri yang membedakan dari

model pembelajaran yang lain. Ciri-ciri model pembelajaran kooperatif menurut

Ibrahim, dkk. (Majid, 2013) adalah:

1. Siswa bekerja dalam kelompok untuk menuntaskan materi belajar;

2. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki keterampilan tinggi, sedang,

dan rendah ( heterogen);

3. Apabila memungkinkan, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku,

dan jenis kelamin yang berbeda;

4. Penghargaan lebih berorientasi pada kelompok dari pada individu.

Strategi pembelajaran kooperatif merupakan serangkaian kegiatan

pembelajaran yang dilakukan oleh siswa didalam kelompok-kelompok untuk

mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

Nurul Hayati (Majid, 2013) mengungkapkan unsur dasar pembelajaran

kooperatif terdapat lima unsur, yaitu: 1) ketergantungan positif; 2)

pertanggungjawaban individual; 3) kemampuan bersosialisasi; 4) tatap muka; dan

(40)

Ketergantungan positif adalah suatu bentuk kerja sama yang erat kaitannya

antara anggota kelompok. Kerjasama ini dibutuhkan agar dapat mencapai tujuan

yang diinginkan. Dengan adanya kerjasama yang baik dan positif, diharapkan

siswa dapat mengerti bahwa kesuksesan kelompok bergantung pada kesuksekan

masing-masing anggotanya.

Pertanggungjawaban individual yang dimaksud adalah

pertanggung-jawaban individu terhadap kelompoknya masing-masing. Ini dilihat dari cara

belajar perseorangan dari seluruh anggota kelompok. Setiap orang dipastikan

harus dapat menghadapi aktivitas dimana siswa tersebut harus siap menerima

apapun tanpa pertolongan anggota kelompok yang lainnya. Kemampuan

sosialisaasi adalah kemampuan bekerja sama yang biasa dikerjakan dalam

kelompok. Kelompok tidak akan berjalan efektif apabila masing-masing

anggotanya tidak memiliki kemampuan sosialisasi yang dibutuhkan. Setiap

kelompok diberi kesempatan untuk bertemu muka dan berdiskusi untuk

menyelesaikan tugas atau persoalan yang diberikan. Kegiatan diskusi tersebut

akan memberikan energi yang positif dan menguntungkan bagi setiap anggota.

Siswa diberikan waktu untuk mengevaluasi proses dan hasil kerja kelompok

saat semua tahapan selesai dilakukan. Ini dimaksudkan agar kegiatan kelompok

mereka nantinya dapat berjalan dan bekerja sama lebih baik.

c. Langkah-Langkah pembelajaran Kooperatif

Dalam pembelajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif terdapat

enam langkah utama atau tahapan. Langkah-langkah pembelajaran menurut

(41)

Tabel 2.1

Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif

Fase Indikator Kegiatan Guru

1 Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa

Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut, dan memotivasi siswa belajar

2 Menyajika informasi Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan mendemostrasikan, atau melalui bahan bacaan

3 Mengorganisasikan

siswa kedalam

kelompok-kelompok belajar

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien

4 Membimbing

kelompok bekerja dan belajar

Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas

5 Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari, atau masing-masing keompok mempresentasikan hasil kerjanya

6 Memberikan

penghargaan

Guru mencari cara-cara untuk menghargai upaya atau hasil belajar individu maupun kelompok

Untuk mengimplementasikan pembelajaran kooperatif menurut Majid (2013),

dapat ditempuh prosedur sebagai berikut:

1. Penjelasan materi; tahap ini merupakan tahapan penyampaian pokok-pokok

materi pembelajaran sebelum siswa belajar dalam kelompok. Tujuan utama

tahapan ini adalah pemahaman siswa terhadap pokok materi pelajaran;

2. Belajar kelompok; tahapan ini dilakukan setelah guru memberikan

penjelasan materi dan siswa bekerja dalam kelompok yang telah dibentuk

sbelumnya;

3. Penilaian; penilaian dalam pembelajaran kooperatif bisa dilakukan melalui

(42)

akan memberikan penilaian kemampuan individu, sedangkan kelompok

akan memberikan penilaian pada kemampuan kelompoknya.

Seperti yang dijelaskan Sanjaya (Majid, 2013) bahwa hasil akhir setiap

siswa adalah gabungan keduanya dan dibagi dua. Hal ini disebabkan nilai

kelompok adalah nilai bersama dalam kelompoknya.

2.1.4 Model Pembelajaran Kooperatif TS-TS (Two Stay Two Stray)

Model pembelajaran kooperatif tipe TS-TS (Two Stay Two Stray)

dikembangkan oleh Spencer Kagan pada tahun 1990 (Huda, 2014). Model TS-TS

merupakan sistem pembelajaran berkelompok dengan tujuan agar siswa dapat

bekerja sama, bertanggung jawab, saling membantu memecahkan masalah, dan

saling mendorong satu sama lain untuk berprestasi (Huda, 2014).

Menurut Lie (2008) model pembelajaran tipe ini memberikan kesempatan

kepada siswa untukbekerjasama dengan teman satu kelompoknya ataupun dengan

teman dalam kelompok lain, berinteraksi sosial dengan membagikan ide serta

mempertimbangkan jawaban yang paling tepat dari hasil interaksinya tersebut.

Dengan begitu, model pembelajaran TS-TS ini menuntut siswa untuk berperan

aktif dalam menemukan konsep-konsep pelajaran dengan cara bekerja sama dalam

sebuah kelompok.

Setiap model pembelajaran memiliki ciri khusus yang membedakannya

dengan model-model pembelajaran yang lain. Sama halnya dengan model

pembelajaran Two Stay Two Stray, model ini mempunyai ciri-ciri khusus yang

membedakan model Two Stay Two Stray dengan model pembelajaran yang

(43)

1. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntasnya materi

belajarnya.

2. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang

dan rendah.

3. Bila memungkinkan, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, dan

jenis kelamin yang berbeda.

4. Penghargaan lebih berorientasi pada kelompok daripada individu.

a. Langkah-Langkah Model Pembelajaran Kooperatif TS-TS (Two Stay Two

Stray)

Langkah-langkah pembelajaran Two Stay Two Stray menurut Huda (2014)

adalah sebagai berikut:

1. Siswa bekerja sama dengan kelompok yang beranggotakan empat orang;

2. Setelah selesai, dua siswa dari masing-masing kelompok akan

meninggalkan kelompoknya untuk bertamu ke kelompok lain;

3. Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja

dan informasi mereka ke tamu mereka;

4. Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan

temuan mereka dari kelompok lain;

5. Kelompok mencocokkan dan membahas hasil kerja mereka.

Menurut Huda (2014) sintak metode TS-TS dapat dilihat pada rincian

tahapan-tahapannya. Rincian tahapan-tahapan tersebut yaitu guru membagi siswa

kedalam beberapa kelompok yang setiap kelompoknya terdiri dari empat siswa.

(44)

anggota dengan kemampuan yang berbeda-beda, yaitu tinggi, sedang dan rendah.

Misalnya 1 orang berkemampuan tinggi, 2 orang berkemampuan sedang, dan 1

orang berkemampuan rendah. Hal ini dilakukan karena pembelajaran kooperatif

tipe TS-TS bertujuan untuk memberikan kesempatan pada siswa untuk saling

membelajarkan (Peer Tutoring) dan saling mendukung. Kemudian guru

memberikan subpokok bahasan pada tiap-tiap kelompok untuk dibahas

bersama-sama dengan anggota kelompok masing-masing. Ini bertujuan untuk memberikan

kesempatan kepada siswa untuk dapat terlibat secara aktif dalam proses belajar

dan berfikir. Setelah selesai, dua orang dari masing-masing kelompok

meninggalkan kelompoknya untuk bertamu ke kelompok lain dan untuk mencari

informasi yang ada pada kelompok lain. Sementara dua orang berkunjung atau

bertamu ke kelompok lain, dua orang yang tinggal bertugas untuk membagikan

hasil kerja dan informasi kepada tamu yang datang dari kelompok lain. Jika sudah

selesai, tamu mohon diri dan kembali ke kelompok masing-masing kemudian

melaporkan temuan mereka dari kelompok lain. Langkah akhirnya, setiap

kelompok mencocokan dan membahas hasil-hasil kerja mereka untuk kemudian

mempresentasikannya di depan kelas.

Kelebihan dari model Two Stay Two Stray adalah (1) siswa menjadi tidak

bergantung kepada guru dan dapat menambah kepercayaan kemampuan berpikir

sendiri; (2) dapat mengembangkan kemampuan mengungkapkan gagasan atau

ide-ide; (3) dapat membantu memberdayakan setiap siswa untuk lebih

bertanggung jawab dalam belajar; (4) selaian untuk meningkatkan prestasi

(45)

Kekurangan dari model TS-TS (Sanjaya, 2006) adalah (1) Membutuhkan

waktu yang lama; (2) Siswa cenderung tidak mau belajar dalam kelompok.

Cotohnya siswa yang dianggap memiliki kemampuan lebih tidak mau belajar

dalam kelompok karena merasa terhambat oleh siswa yang memiliki kemampuan

kurang; (3) Bagi guru, membutuhkan banyak persiapan (materi, dana dan tenaga);

(4) Guru cenderung kesulitan dalam pengelolaan kelas.

Untuk meminimalisir hal tersebut, peneliti megesfisienkan waktu pada

setiap tahapan pembelajaran. Sehingga, dengan waktu yang ada tetap dapat

mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan. Selain itu, peneliti melakukan

pendekatan kepada siswa untuk memberikan pengertian bahwa belajar dengan

teman sebaya adalah sesuatu yang menyenangkan, sehingga mereka mau belajar

dan bekerjasama dalam kelompoknya. Pendekatan juga dilakukan agar siswa

merasa senang dengan proses pembelajaran yang dilakukan. Dengan begitu,

pengelolaan kelas akan lebih mudah untuk dilakukan.

2.1.5 Model Pembelajaran Langsung atau Direct Instruction

Pembelajaran langsung pada umumnya dirancang secara khusus untuk

mengembangkan aktivitas belajar siswa yang berkaitan dengan aspek pengetahuan

prosedural (pengetahuan tentang bagaimana melaksanakan sesuatu) dan

pengetahuan deklaratif (pengetahuan tentang sesuatu yang berupa fakta,

konseptual, prinsip, atau generalisasi) yang terstruktur dengan baik dan dapat

dipelajari selangkah demi selangkah (Majid, 2003). Tujuan utama dari

pembelajaran ini adalah pelatihan-pelatihan yang dapat diterapkan dari keadaan

(46)

Pengajaran langsung berpusat pada guru, dan harus menjamin terjadinya

keterlibatan siswa (Majid, 2003). Dalam hal ini, guru menyampaikan isi materi

akademik dalam format terstruktur, mengarahkan kegiatan para siswa, dan

menguji keterampilan siswa melalui latihan-latihan di bawah bimbingan dan

arahan guru. Jadi, lingkungan pembelajaran harus didesain sedemikian rupa

sehingga dapat menciptakan pembelajaran yang berorientasi pada tugas-tugas

yang diberikan kepada siswa (Majid, 2003)

Strategi pembelajaran langsung merupakan pembelajaran yang lebih

mengutamakan peranan guru. Menurut Majid (2003) strategi ini efektif untuk

menentukan informasi atau membangun keterampilan tahap demi tahap. Setiap

model pembelajaran memiliki ciri-ciri yang membedakannnya dengan model

pembelajaran yang lain. Ciri-ciri model pembelajaran pembelajaran langsung atau

Direct Instruction atau pembelajaran langsung menurut Majid (2003) adalah:

1. Adanya tujuan pembelajaran. Pembelajaran langsung ini menekankan tujuan

pembelajaran yang harus berorientasi kepada siswa dan spesifik, mengandung

uraian yang jelas tentang situasi penilaian (kondisi evaluasi), dan mengandung

tingkat ketercapaian kinerja yang diharapkan.

2. Sintaks atau pola pembelajaran pada model pembelajaran langsung terdapat 5

(lima) fase yang sangat penting. Pembelajaran ini dapat berbentuk ceramah,

demosntrasi, pelatihan atau praktek, dan kerja kelompok. Pembelajaran langsung

digunakan untuk menyampaikan pelajaran yang ditransformasikan langsung oleh

(47)

3. Sistem pengelolaan dan lingkungan belajar yang mendukung berlangsung dan

berhasilnya pembelajaran. Artinya, kerberhasilan pembelajaran langsung

memerlukan lingkungan yang baik untuk presentasi dan demonstrasi, yakni

ruangan yang tenang dan penerangan yang cukup, termasuk alat/media yang

sesuai. Di samping itu, metode pembelajaran langsung juga tergantung pada

motivasi belajar siswa yang memadai untuk mengamaati kegiatan yang dilakukan

oleh guru, dan mendengarkan segala sesuatu yang dikatakan oleh guru.

Pembelajaran langsung ini dapat digunakan sebagai alternatif untuk guru

dalam pembelajaran, dalam hal ini adalah pembelajaran matematika (Majid,

2003). Suprijono mengungkapkan tahapan-tahapan pembelajaran langsung terdiri

dari lima tahapan, yaitu:

1. Menyampaikan Tujuan dan Mempersiapkan Siswa (Establishing Set)

Tujuan langkah awal ini untuk menarik dan memusatkan perhatian siswa, serta

memotivasi siswa untuk berperan serta dalam proses pembelajaran. Penyampaian

tujuan kepada siswa dapat dilakukan guru melalui rangkuman rencana

pembelajaran dengan cara menuliskannya di papan tulis, atau menempelkan

informasi tertulis pada papan bulletin, yang berisi tahapan-tahapan dan isinya,

serta alokasi waktu yang disediakan untuk setiap tahap.

2. Mendemonstrasikan Pengetahuan atau Keterampilan (Demonstrating)

Guru mendemostrasikan ketrampilan dengan benar atau menyampaikan

informasi tahap demi tahap. Kunci keberhasilan dalam tahapan ini adalah

mempresentasikan informasi sejelas mungkin dan mengikuti langkah-langkah

(48)

baik berupa konseptual-konseptual maupun keterampilan. Penyajian materi

dapat berupa (1) Penyajian materi dalam langkah-langkah kecil, sehingga materi

dapat dikuasai siswa dalam waktu relatif pendek; (2) Pemberian contoh-contoh

konseptual; (3) Pemodelan atau peragaan keterampilan dengan cara demonstrasi

atau penjelasan langkah-langkah kerja terhadap tugas; (4) Menjelaskan ulang

hal-hal yang sulit.

3. Membimbing Pelatihan (Guided Practice)

Bimbingan dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk

menilai tingkat pemahaman siswa dan mengoreksi kesalahan konseptual. Pada

fase ini guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk berlatih konseptual

atau keterampilan. Latihan terbimbing ini baik juga digunakan oleh guru untuk

menilai kemampuan siswa dalam melaksanakan tugasnya. Pada fase ini peran

guru adalah monitor dan memberikan bimbingan jika diperlukan. Agar dapat

mendemonstrasikan sesuatu dengan benar, diperlukan latihan yang intensif dan

memperhatikan aspek-aspek penting dari keterampilan atau konseptual yang

didemonstrasikan.

4. Mengecek Pemahaman dan Memberikan Umpan Balik (Feed Back)

Guru memeriksa atau mengecek kemampuan siswa seperti memberi kuis

terkini, dan memberi umpan balik seperti membuka diskusi untuk siswa. Guru

memberikan review terhadap hal-hal yang telah dilakukan oleh siswa,

memberikan umpan balik terhadap respon siswa yang benar, dan mengulang

(49)

5. Memberikan Kesempatan untuk Latihan Lanjutan dan Penerapan Konsep

(Extended Practice)

Guru dapat memberikan tugas-tugas mandiri kepada siswa untuk

meningkatkan pemahamannya terhadap materi yang telah dipelajari. Guru juga

mempersiapkan kesempatan melakukan pelatihan lanjutan, dengan perhatian

khusus terhadap penerapan pada situasi lebih kompleks dan kehidupan

sehari-hari. Tahapan-tahapan pembelajaran langsung dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 atau menyajikan informasi secara tahap demi tahap

3. Membimbing pelatihan Guru merencanakan dan memberikan latihan awal

4. Megecek pemahaman dan memberikan umpan balik

Mengecek kemampuan siswa dan memberikan umpan balik

5. Mempersiapkan latihan dan penerapan konsep

Mempersiapkan latihan untuk siswa dengan menerapkan konseptual yang dipelajari pada kehidupan sehari-hari

Secara umum, setiap model pembelajaran memiliki kelebihan-kelebihan

yang membuat model pembelajaran tersebut lebih baik digunakan dibandingkan

dengan model lain. Namun di samping itu, setiap model juga pasti tak lepas dari

kekurangan. Di bawah ini adalah kelebihan dan kekurangan yang terdapat pada

model pembelajaran menurut Majid (2003). Kelebihan Model Pembelajaran

Langsung atau Direct Instruction diantaranya (1) Guru dapat mengendalikan isi

(50)

mempertahankan fokus mengenai apa yang harus dicapai oleh siswa; (2) Dapat

diterapkan secara efektif dalam kelas yang besar maupun kecil; (3) Merupakan

cara yang efektif untuk mengajarkan konsep dan keterampilan yang eksplisit

kepada siswa yang berprestasi rendah; (4)Menekankan kegiatan mendengarkan

melalui ceramah sehingga membantu siswa yang cocok belajar dengan cara-cara

ini; (5) Model pembelajaran langsung ini dapat memberikan tantangan untuk

mempertimbangkan kesenjangan antara teori (hal yang seharusnya) dan observasi

(kenyataan yang terjadi); (6) Siswa yang tidak dapat mengarahkan diri sendiri

dapat tetap berprestasi apabila model pembelajaran langsung digunakan secara

efektif.

Kekurangan Model Pembelajaran Pembelajaran Langsung atau Direct

Instruction diantaranya (1) Karena siswa hanya memiliki sedikit kesempatan

untuk terlibat secara aktif, maka sulit bagi siswa untuk mengembangkan

keterampilan sosial dan interpersonal mereka; (2) Karena guru memainkan peran

pusat, kesuksesan strategi pembelajaran ini bergantung pada image guru. Jika

guru tidak tampak siap berpengetahuan, percaya diri, antusias, dan terstruktur,

siswa dapat menjadi bosan, teralihkan perhatianya, dan pembelajaran akan

terhambat; (3) Model pemebelajaran langsung sangat bergantung pada gaya

komunikasi guru. Komunikator yang buruk akan menghasilkan pembelajaran

yang buruk pula, dan model pembelajaran langsung membatasi kesempatan guru

untuk menampilkan banyak perilaku positif; (4) Jika model pembelajaran

langsung tidak banyak melibatkan siswa, siswa akan kehilangan perhatian setelah

(51)

2.1.6 Keterkaitan Antara Model Pembelajaran Kooperatif TS-TS dan Direct Instruction terhadap Kemampuan Pemahaman Konseptual Matematis Siswa

1. Keterkaitan Model Pembelajaran Kooperatif TS-TS terhadap Kemampuan

Pemahaman Konseptual Matematis Siswa

Model pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang

dikembangkan dari teori belajar yang digagas oleh Piaget dan Vigotsky. Piaget

dan Vigotsky mengungapkan adanya hakikat sosial dari sebuah proses belajar,

selain itu mereka mengungkapkan bahwa penggunaan kelompok-kelompok

belajar dengan kemampuan angotanya yang beragam dapat memberikan

perubahan konsep. Hal ini juga dipertegas dengan penyataan Ambika (2013)

bahwa penggunaan model pembelajaran kooperatif merupakan salah satu

alternatif untuk dapat meningkatkan pemahaman dan kreativitas siswa dalam

mempelajari matematika. Dalam pembelajaran kooperatif terdapat saling

ketergantungan positif diantara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Pembelajaran kooperatif bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada siswa

agar dapat terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Salah satu model

pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran kooperatif tipe TS-TS (Two

Stay Two Stray). Pembelajaran kooperatif tipe TS-TS tidak hanya membantu

siswa untuk memahami konsep-konsep, tetapi juga membantu siswa

menumbuhkan kemampuan kerjasama, berpikir kritis, dan mengembangkan sikap

(52)

2. Keterkaitan Model Pembelajaran Langsung atau Direct Instruction terhadap

Kemampuan Pemahaman Konseptual Matematis Siswa

Model pembelajaran Direct Instruction pertama kali dikembangkan oleh

John Donard dan Neal Miller serta Albert Berunda yang mempercayai bahwa

sebagian besar manusia belajar melalui pengamatan secara selektif dan mengingat

tingkah laku orang lain. Pemikiran mendasar dari Direct Instruction adalah bahwa

siswa belajar dengan mengamati secara selektif, mengingat dan meniru tingkah

laku gurunya. Atas dasar pemikiran tersebut hal penting yang harus diingat dalam

menerapkan Direct Instruction adalah menghindari menyampaikan pengetahuan

yang terlalu kompleks. Pembelajaran langsung dimaksudkan untuk menuntaskan

dua hasil belajar yaitu penguasaan pengetahuan yang distrukturkan dengan baik

dan penguasaan keterampilan. Pada saat pembelajaran berlangsung, siswa tidak

boleh dipandang sebagai subjek belajar, sehingga siswa dapat belajar dan

menguasai konsep dengan baik dan benar.

2.1.7 Teori yang Mendukung Model Pembelajaran Kooperatif TS-TS dan Direct Instruction

Teori belajar adalah teori yang mempelajari perkembangan intelektual

(mental) siswa (Suherman, 2003). Terdiri atas dua hal, yaitu uraian tentang apa

yang terjadi dan diharapkan terjadi pada intelektual anak dan uraian tentang

kegiatan intelektual anak mengenai hal-hal yang bisa dipikirkan pada usia

tertentu. Sehubungan dengan penelitian ini, terdapat beberapa teori belajar yang

(53)

1. Teori yang mendukung Model Pembelajaran Kooperatif Two Stray Two

Stay

Model pembelajaran TS-TS adalah model pembelajaran yang menuntut

siswa untuk berperan aktif dalam menemukan konsep-konsep pelajaran dengan

cara bekerja sama dalam kelompok, baik dalam kelompok sendiri, maupun pada

waktu berkunjung ke kelompok lain. Hal ini sejalan dengan teori belajar

konstruktivisme. Dalam teori belajar konstruktivistik (Slavin, 2000) ciri khas

belajar kontruktivis adalah pebelajar harus secara individual menemukan dan

mengubah informasi yang kompleks menjadi sederhana bermakna, agar menjadi

miliknya sendiri. Teori ini berpendapat bahwa pebelajar selalu membandingkan

informasi yang satu dengan informasi yang lain jika tidak cocok ia berupaya

untuk mengubahnya agar sesuai dengan skemanya.

Empat kunci yang diturunkan dari teori ini adalah pertama, penekanannya

pada hakikat sosial dari pembelajaran yaitu siswa belajar melalui interaksi dengan

orang dewasa dan teman sebaya yang lebih mampu. Kedua, zona perkembangan

terdekat atau zone of proximal development yaitu bahwa siswa belajar konsep

paling baik apabila konsep itu berada dalam zona perkembangan terdekat mereka.

ketiga, pemagangan kognitif atau cognitife apprenticeship yaitu proses dimana

seseorang tahap demi tahap berkesepakatan dalam belajar dengan seseorang

apakah seorang yang dewasa atau teman sebaya yang lebih tinggi. Dan yang

keempat adalah scaffolding atau mediated learning yaitu siswa seharusnya

diberikan tugas-tugas kompleks sulit, dan realistic dan kemudian diberikan

(54)

2. Teori yang mendukung Model Pembelajaran Direct Instruction.

Berbeda dengan model pembelajaran kooperatif TS-TS, model

pembelajaran Direct Isntruction lebih mengacu pada teori belajar behaviorisme.

Model pengajaran langsung (direct instruction) secara empirik dilandasi oleh teori

belajar yang berasal dari rumpun perilaku (behavior family). Teori belajar

perilaku menekankan pada perubahan perilaku sebagai hasil belajar yang dapat

diobservasi. Menurut teori ini, belajar bergantung pada pengalaman termasuk

pemberian umpan balik dari lingkungan. Prinsip penggunaan teori perilaku ini

dalam belajar adalah pemberian penguatan yang akan meningkatkan perilaku yang

diharapkan. Penguatan melalui umpan balik kepada siswa merupakan dasar

praktis penggunaan teori ini dalam pembelajaran. Sejalan dengan teori tersebut,

pembelajaran langsung menekankan pada penguatan sebagai umpan balik proses

pembelajaran. Penguatan tersebut diberikan untuk memberikan apresiasi atas hasil

belajar yang telah dicapai oleh siswa.

2.1.8 Teori Konstruktivisme

Pembelajaran konstruktivisme merupakan pembelajaran yang tidak

mengajarkan kepada anak bagaimana meyelesaikan persoalan, namun

mempresentasikan masalah dan mendorong siswa untuk menemukan cara mereka

sendiri dalam menyelesaikan permasalahan (Suherman, 2003). Lebih jauh

dijelaskan, bahwa dalam pembelajaran konstruktivisme aktiivitas matematika

mungkin diwujudkan melalui tantangan masalah, kerja dalam kelompok kecil, dan

diskusi kelas menggunakan apa yang biasa muncul dalam materi kurikulum yang

(55)

Ciri-ciri belajar berbasis kontruktivisme yang dikemukakan oleh Lorsbach

dan Tobin (Siregar dan Nara, 2010) adalah :

a. Orientasi, yaitu siswa diberi kesempatan untuk mengembagkan motivasi

dalam mempelajari suatu topik dengan memberikan kesempatan melakukan

observasi.

b. Elisitasi, yaitu siswa mengungkapkan idenya dengan jalan berdiskusi,

menulis, membuat poster da lain-lain.

c. Restrukturisasi ide, yaitu klarifikasi ide dengan ide orang lain, membangun

ide baru, mengevaluasi ide baru.

d. Penggunaan ide baru dalam berbagai situasi, yaitu ide atau pengetahuan

yang telah terbentuk perlu diaplikasikan pada bermacam-macam situasi.

e. Review, yaitu dalam mengaplikasikan pengetahuan, gagasan yang ada perlu

direvisi dengan menambahkan atau mengubah.

Hal ini mencerminkan bahwa matematika hanyalah sebagai alat untuk

berfikir, fokus utama belajar matematika adalah memberdayakan siswa untuk

berfikir mengkonstruksi pengetahuan matematika, karena pengetahuan tidak dapat

dipindahkan begitu saja dari pikiran seseorang yang telah memilki pengetahuan

kepada pikiran orang lain yang belum memilki pengetahuan.

2.1.9 Teori Behaviorisme

Menurut Siregar dan Nara (2010) teori belajar behaviorisme atau aliran

tingkah laku diartikan sebagai proses perubahan tingkah laku sebagai akibat dari

Gambar

Tabel 2.1 Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif
Tabel 2.2  Tahapan-Tahapan Pembelajaran Langsung
Gambar 2.1  Kerangka Berfikir
Tabel 3.1 Randomized Pretest-Postest Comparison Group Design
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar kesenjangan pelaksanaan pembelajaran dengan Kurikulum 2013 berdasarkan Permendikbud Nomor 65 Tahun 2013

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya, maka penelitian tugas akhir yang dilakukan dalam penelitian ini adalah klasterisasi online shop berdasarkan

Psji d m ssjrukur penuiis panjatkan kepada Ailah SWT atas segaka limpahzn rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian berjudul

Hambatan yang disebabkan oleh tidak tepatnya perencanaan atau estimasi dalam proses difusi inovasi antara lain, tidak tepat dalam mempertimbangkan implementasi inovasi,

bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 320 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor

1. “Strategi Dakwah KH. Muchammad Imam Hambali Dan KH. Dalam penelitian ini, peneliti merumuskan permasalahan sebagai berikut: a) Persiapan sebelum berdakwah KH.

(ii) Tempoh pengajian maksimum pelajar kemasukan terus bagi program diploma adalah 10 semester termasuk semester yang telah mendapat pemindahan kredit.. Tempoh

Standar Panitia Tata Batas areal yang ditata batas sebagai kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada Pasal 12 ayat (1) adalah Pejabat Instansi Pemda, pejabat instansi kehutanan