(Penelitian Kuasi Eksperimen Pada Siswa Kelas VII) SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana pendidikan
Disusun Oleh : Ika Yunisyara
2225120580
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
iv MOTTO
Life is like riding a bicyle. To keep your balance, you must keep mooving
- ALBERT EINSTEIN -
PERSEMBAHAN
Bismillahirrohmaanirrohiim..
Segala puji dan syukur kusembahkan pada sang maha pengasih lagi maha penyayang, Allah swt. Lantunan shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW., keluarga, sahabat, dan para pengikutnya hingga akhir zaman.
Alhamdulillahi Rabbil ‘alamiin.. Atas berkat rahmat-Nya, sampailah aku di titik yang membahagiakan ini. Beribu kata terima kasih atas do’a, dukungan, perhatian, dan kasih sayang yang sudah diberikan. Semoga karya kecil ini menjadi amal shaleh serta menjadi kebanggaan bagi keluargaku tercinta. Karya kecil ini kupersembahkan untuk...
Kedua orangtua ku (Mamah Ipah Hasanah dan Bapak Dedi Effendi ) sebagai tanda bakti dan rasa sayangku. Terkhusus untuk ibuku yang luar biasa dan tak henti-hentinya berdo’a dan menyemangatiku. Serta kakak dan adikku (Yeni Oktaviani dan Fahri Abdillah) yang telah menjadi motivasi dan inspirasi untukku.
v
Teman-teman Angkatan 2012, terimakasih atas kebersamaan kita selama berjuang dalam almamater tercinta, semoga kelak cita-cita kita tercapai dengan Ridho Allah SWT .
Almamater Faklutas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
Terakhir, untuk seseorang yang masih dalam misteri yang dijanjikan Ilahi yang siapapun itu, terimakasih telah menjadi baik dan bertahan disana.
vi ABSTRAK
IKA YUNISYARA (2016). Perbandingan Kemampuan Pemahaman Konseptual Matematis Siswa yang Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif TS-TS (Two Stay Two Stray) dengan Direct Instruction. Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Serang 2016.
Tujuan utama penelitian ini untuk menyelidiki perbedaan pencapaian dan peningkatan kemampuan pemahaman konseptual matematis antara yang mendapatkan pembelajaran dengan model kooperatif TS-TS (Two Stay Two Stray) maupun dengan model Direct Instruction. Metode penelitian yang digunakan adalah kuasi eksperimen. Desain penelitian yang digunakan yaitu randomized pretest-postest comparison group deSig.n. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII SMP Negeri 1 Menes dengan sampelnya siswa kelas VII I dan J. Sampel kuantitatif dipilih secara acak dan peneliti menerima keadaan objek penelitian seadanya. Satu kelas sebagai kelas eksperimen I yang mendapatkan model pembelajaran kooperatif TS-TS (Two Stay Two Stray) dan satu kelas lainnya sebagai kelas eksperimen II yang mendapatkan pembelajaran dengan model Direct Instruction. Instrumen yang digunakan terdiri dari tes kemampuan pemahaman konseptual matematis. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini berbantuan SPSS Statistic Version 16 dengan menggunakan uji-t dan Mann-Whitney. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa: (1) Terdapat perbedaan pencapaian dan peningkatan kemampuan pemahaman konseptual matematis antara siswa yang mendapatkan model pembelajaran kooperatif Two Stay Two Stray dengan Direct Instruction, (2) Terdapat perbedaan pencapaian dan peningkatan kemampuan pemahaman konseptual matematis kategori tinggi, sedang dan rendah antara siswa yang mendapatkan model pembelajaran kooperatif Two Stay Two Stray dengan Direct Instruction.
vii
ABSTRACT
IKA YUNISYARA (2016). Comparison of Conceptual Understanding Mathematical Ability Students Using Cooperative Learning Model TS-TS (Two Stay Two Stray) with Direct Instruction. A Research paper of Mathematic
Department, Teaching Training and Education Faculty, Sultan Ageng Tirtayasa University, 2016.
The main objective of this study to investigate differences in achievement and enhancement capabilities between the conceptual understanding of mathematical get cooperative learning model TS-TS (Two Stay Two Stray) or with the model of Direct Instruction. The method used is a quasi-experimental. The design study is randomized pretest-posttest comparison group deSig.n. The population in this study were students of class VII SMP Negeri 1 Menes with the sample class VII I and J. The samples were randomly selected and quantitative researchers received research object sober state. One class as a class experiment that I get a cooperative learning model TS-TS (Two Stay Two Stray) and one other class as an experimental class II get Direct Instruction learning model. The instrument used consisted of a conceptual understanding of mathematical proficiency tests. Analysis of quantitative data in this study aided by SPSS Statistics Version 16 by using t-test and Mann-Whitney. The study concluded that: (1) There are differences in achievement and increase the ability of conceptual understanding of mathematical among students who earn cooperative learning model Two Stay Two Stray with Direct Instruction, (2) There are differences in achievement and increase the ability of conceptual understanding of mathematical categories of high, medium and low among students who received cooperative learning model Two Stay Two Stray with Direct Instruction.
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas
segala limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Perbandingan Kemampuan Pemahaman Konseptual
Matematis Siswa yang Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif TS-TS
(Two Stay Two Stray) dengan Direct Instruction”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi syarat memperoleh gelar sarjana dalam bidang pendidikan matematika.
Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian dan studi literatur dari
berbagai referensi. Tujuan utama yang diangkat dalam skripsi ini yaitu untuk
menelaah perbedaan pencapaian dan peningkatan kemampuan pemahaman
konseptual matematis siswa yang menggunakan model pembeajaran Two Stay
Two Stray dengan Direct Instruction . Banyak pihak yang telah membantu dalam
menyelesaikan skripsi ini, baik pada tahap persiapan, pelaksanaan hingga tahap
penulisan laporan penelitian. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Heni Pujiastuti, M.Pd sebagai
pembimbing I dan Bapak Ihsanudin, M.Si selaku pembimbing II yang selalu
meluangkan waktu di sela-sela kesibukannya yang padat untuk memberikan
bimbingan, arahan, dan saran terhadap berbagai permasalahan yang dihadapi
penulis dengan penuh kesabaran. Memotivasi penulis untuk menjadi penulis
yang teliti dan rapi, serta memotivasi penulis untuk segera menyelesaikan
studi. Penulis juga mengucapkan terima kasih yang tak terkira kepada:
1. Prof. Dr. H. Sholeh Hidayat, M.Pd selaku Rektor Universitas Sultan
ix
2. Dr. H. Aceng Hasani, M.Pd selaku Dekan Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Untirtayang telah mengesahkan skripsi ini.
3. Dr. Heni Pujiastuti, M.Pd selaku ketua jurusan dan Ibu Yani Setiani, M.Si
selaku sekertaris jusrusan pendidikan matematika yang telah memberikan
pengarahan.
4. Seluruh staf FKIP dan jurusan pendidikan matematika yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan persyaratan dan perijinan
penelitian.
5. Seluruh dosen yang telah memberikan ilmu-ilmu yang bermanfaat,
inspirasi dan motivasi selama penulis menempuh pendidikan, membantu
kelancaran studi dan penelitian penulis.
6. H. ABE Widanarto M.Pd, selaku Kepala SMPN 1 Menes atas kesediaan
dan bantuan yang diberikan selama penulis melaksanakan penelitian di
sekolah.
7. Encop Sopiah, S.Pd selaku guru matematika kelas VII I dan J yang telah
membantu penulis dalam memberikan penilaian terhadap instrumen
penelitian.
8. Seluruh siswa SMPN 1 Menes yang telah membantu dalam pelaksanaan
penelitian ini.
9. Semua pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan kepada
penulis dalam proses penulisan skripsi yang tidak memungkinkan untuk
x
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kesalahan dan
kekurangannya, baik dari segi penulisan maupun kedalaman isi berkaitan
dengan topik yang diteliti. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan
kritik dari pembaca yang membangun demi mencapai hasil yang lebih baik.
Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis,
pembaca dan bagi perkembangan dunia pendidikan matematika.
xi
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori ... 12
2.1.1 Kemampuan Pemahaman Konseptual Matematis ... 12
2.1.2 Model Pembelajaran ... 13
2.1.3 Model Pembelajaran Kooperatif ... 14
xii
2.1.5 Model Pembelajaran Langsung atau Direct Instruction .. 21
2.1.6 Keterkaitan Antara Model Pembelajaran Kooperatif Two Stay Two Stray dan Direct Instruction terhadap Kemampuan Pemahaman Konseptual Matematis Siswa ... 27
2.1.7 Teori yang Mendukung Model Pembelajaran Kooperatif Two Stay Two Stray dan Direct Instruction .... 28
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pelaksanaan Model Pembelajaran ... 70
4.1.1 Pelaksanaan Model Pembelajaran Kooperatif Two Stay Two Stray ... 71
4.1.2 Pelaksanaan Model Pembelajaran Direct Instruction ... 76
4.2 Hasil Penelitian ... 79
4.2.1 Analisis Data Kemampuan Pemahaman Konseptual Matematis ... 79
A. Analisis Data Pretes ... 79
xiii
C. Analisis Data N-gain ... 90
D. Analisis Data Hasil Postes Kategori Tinggi ... 96
E. Analisis Data Hasil Postes Kategori Sedang ... 100
F. Analisis Data Hasil Postes Kategori Rendah ... 106
G. Analisis Data N-Gain Kategori Tinggi ... 111
H. Analisis Data N-Gain Kategori Sedang ... 116
I. Analisis Data N-Gain Kategori Rendah ... 121
4.3 Pembahasan ... 123
4.3.1 Kemampuan Pemahaman Konseptual Matematis ... 123
4.3.2 Analisis Pencapaian dan Peningkatan Kemampuan Pemahaman Konseptual Matematis Kategori Tinggi, Sedang, dan Rendah ... 132
BAB IV PENUTUP 5.1 Kesimpulan ... 134
5.2 Saran ... 135
DAFTAR PUSTAKA ... 137
LAMPIRAN ... 142
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif ... 17
Tabel 2.2 Tahapan-Tahapan Pembelajaran Langsung ... 25
Tabel 3.1 Desain penelitian Randomized Pretest-Postest Comparison Group DeSig.n ... 38
Tabel 3.2 Pedoman Penskoran Kemampuan Pemahaman Konseptual Matematis ... 44
Tabel 3.3 Kriteria Pencapaian Kemampuan Pemahaman Konseptual matematis ... 45
Tabel 3.4 Hasil Uji Validitas Teoritik Tes KPKM ... 46
Tabel 3.5 Klasifikasi Validitas ... 47
Tabel 3.6 Hasil Analisis Validitas Uji Instrumen ... 48
Tabel 3.7 Klasifikasi Reliabilitas ... 49
Tabel 3.8 Hasil Analisis Reliabilitas Uji Instrumen ... 50
Tabel 3.9 Klasifikasi Daya Pembeda ... 51
Tabel 3.10 Hasil Daya Pembeda Uji Instrumen ... 51
Tabel 3.11 Klasifikasi Indeks Kesukaran ... 52
Tabel 3.12 Hasil Analisis Indeks Kesukaran Uji Instrumen ... 52
Tabel 3.13 Rekapitulasi Hasil Analisis Uji Instrumen ... 53
xv
Tabel 4.10 Hasil Analisis Deskriptif Postes Kategori Tinggi ... 97
Tabel 4.11 Hasil Uji Normalitas Postes Kategori Tinggi ... 98
Tabel 4.12 Hasil Uji Dua Pihak Data Postes Kategori Tinggi ... 100
Tabel 4.13 Hasil Analisis Deskriptif Postes Kategori Sedang ... 101
Tabel 4.14 Hasil Uji Normalitas Postes Kategori Sedang ... 103
Tabel 4.15 Hasil Uji Dua Pihak Data Postes Kategori Sedang ... 104
Tabel 4.16 Hasil Analisis Deskriptif Postes Kategori Rendah ... 106
Tabel 4.17 Hasil Uji Normalitas Postes Kategori Rendah ... 108
Tabel 4.18 Hasil Uji Dua Pihak Data Postes Kategori Rendah ... 110
Tabel 4.19 Hasil Analisis Deskriptif N-gain Kategori Tinggi ... 111
Tabel 4.20 Hasil Uji Normalitas N-gain Kategori Tinggi ... 113
Tabel 4.21 Hasil Uji Dua Pihak Data N-gain Kategori Tinggi ... 115
Tabel 4.22 Hasil Analisis Deskriptif N-gain Kategori Sedang ... 116
Tabel 4.23 Hasil Uji Normalitas N-gain Kategori Sedang ... 118
Tabel 4.24 Hasil Uji Dua Pihak Data N-gain Kategori Sedang ... 120
Tabel 4.25 Hasil Analisis Deskriptif N-gain Kategori Rendah ... 122
xvi
DAFTAR BAGAN
xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 Proses Pembelajaran Tahap Siswa Bekerja Sama dengan
Kelompok ... 72
Gambar 4.2 Proses Pembelajaran Tahap Siswa Bertamu ke Kelompok Lain ... 73
Gambar 4.3 Proses Pembelajaran Tahap Siswa Membagikan Informasi ke Tamu Mereka ... 74
Gambar 4.4 Proses Pembelajaran Tahap Siswa Kembali ke Kelompok Masing-Masing ... 75
Gambar 4.5 Proses Pembelajaran Tahap Siswa Mencocokkan dan Membahas Hasil Kerja Mereka ... 75
Gambar 4.6 Proses Pembelajaran Tahap Establishing Set ... 76
Gambar 4.7 Proses Pembelajaran Tahap Demonstrating ... 77
Gambar 4.8 Proses Pembelajaran Tahap Guided Practice ... 77
Gambar 4.9 Proses Pembelajaran Tahap Feed back ... 78
xviii
DAFTAR DIAGRAM
Diagram 4.1 Skor Pretes Kelas Eksperimen I ... 80
Diagram 4.2 Skor Pretes Kelas Eksperimen II ... 81
Diagram 4.3 Rata-Rata Skor Pretes ... 81
Diagram 4.4 Skor Postes Kelas Eksperimen I ... 85
Diagram 4.5 Skor Postes Kelas Eksperimen II ... 85
Diagram 4.6 Rata-Rata Skor Postes ... 85
Diagram 4.7 Pengelompokkan Siswa Berdasarkan Hasil Postes ... 89
Diagram 4.8 N-gain KPKM Kelas Eksperimen I ... 91
Diagram 4.9 N-gain KPKM Kelas Eksperimen II ... 91
Diagram 4.10 Rata-Rata N-gain KPKM ... 91
Diagram 4.11 Pengelompokkan Siswa Berdasarkan Perolehan N-gain ... 95
Diagram 4.12 Skor Postes Kategori Tinggi Kelas Eksperimen I ... 97
Diagram 4.13 Skor Postes Kategori Tinggi Kelas Eksperimen II ... 97
Diagram 4.14 Rata-Rata Skor Postes Kategori Tinggi ... 97
Diagram 4.15 Skor Postes Kategori Sedang Kelas Eksperimen I ... 101
Diagram 4.16 Skor Postes Kategori Sedang Kelas Eksperimen II ... 102
Diagram 4.17 Rata-Rata Skor Postes Kategori Sedang ... 102
Diagram 4.18 Skor Postes Kategori Rendah Kelas Eksperimen I ... 107
Diagram 4.19 Skor Postes Kategori Rendah Kelas Eksperimen II ... 107
Diagram 4.20 Rata-Rata Skor Postes Kategori Rendah ... 107
Diagram 4.21 N-gain Kategori Tinggi KPKM Kelas Eksperimen I .... 112
Diagram 4.22 N-gain Kategori Tinggi KPKM Kelas Eksperimen II ... 112
xix
Diagram 4.24 N-gain Kategori Sedang KPKM Kelas Eksperimen I .... 117
Diagram 4.25 N-gain Kategori Sedang KPKM Kelas Eksperimen II .. 117
Diagram 4.26 Rata-Rata N-gain Kategori Sedang KPKM ... 117
Diagram 4.27 N-gain Kategori Rendah KPKM Kelas Eksperimen I ... 123
Diagram 4.28 Rata-Rata N-gain Kategori Rendah KPKM ... 123
xx
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN A (PERANGKAT PEMBELAJARAN)
A.1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Eksperimen I ... 142
A.2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Eksperimen II ... 168
A.3 Lembar Kerja Siswa Kelas Eksperimen I ... 196
A.4 Lembar Kerja Siswa Kelas Eksperimen II ... 212
LAMPIRAN B (INSTRUMEN PENELITIAN) B.1 Kisi-Kisi Soal Instrumen Tes Kpkm ... 223
B.2 Soal Uji Instrumen ... 224
B.3 Rubrik Penyekoran ... 225
B.4 Soal Instrumen ... 232
LAMPIRAN C (HASIL UJI INSTRUMEN) C.1 Hasil Uji Validasi Teoritik Instrumen Tes ... 233
C.2 Data Perhitungan Validitas dan Reliabilitas Uji Coba Instrumen Tes . 236 C.3 Perhitungan Validitas Uji Coba Instrumen Tes ... 239
C.4 Perhitungan Reliabilitas Uji Coba Instrumen Tes ... 243
C.5 Perhitungan Daya Pembeda Uji Coba Instrumen Tes ... 247
C.6 Perhitungan Indeks Kesukaran Uji Coba Instrumen Tes ... 250
LAMPIRAN D (DATA HASIL PENELITIAN) D.1 Data Skor Kemampuan Pemahaman Konseptual Matematis Kelas Eksperimen I ... 255
D.2 Data Skor Kemampuan Pemahaman Konseptual Matematis Kelas Eksperimen II ... 256
D.3 Persentase Postes Kpkm Kelas Eksperimen I ... 257
D.4 Persentase Postes Kpkm Kelas Eksperimen II ... 259
LAMPIRAN E (HASIL ANALISIS DATA) E.1 Analisis Pretes KPKM ... 261
xxi
E.1.2 Uji Normalitas ... 261 E.1.3 Uji Perbedaan Dua Rata-Rata Menggunakan Uji
Mann-Whitney ... 262 E.2 Analisis Postes KPKM ... 264
E.2.1 Rata-rata, Simpangan Baku, dan Varians Kelas Eksperimen
I dan Kelas Eksperimen II ... 264
E.2.2 Uji Normalitas ... 264 E.2.3 Uji Perbedaan Dua Rata-Rata Menggunakan Uji-t ... 265 E.3 Analisis N-Gain KPKM ... 268
E.3.1 Rata-rata, Simpangan Baku, dan Varians Kelas Eksperimen
I dan Kelas Eksperimen II ... 268 E.3.2 Uji Normalitas ... 268 E.3.3 Uji Perbedaan Dua Rata-Rata Menggunakan Uji-t ... 269 E.4 Analisis Postes Kategori Tinggi KPKM ... 272
E.4.1 Rata-rata, Simpangan Baku, dan Varians Kelas Eksperimen
I dan Kelas Eksperimen II ... 272 E.4.2 Uji Normalitas ... 272 E.4.3 Uji Perbedaan Dua Rata-Rata Menggunakan Uji
Mann-Whitney ... 273 E.5 Analisis Postes Kategori Sedang KPKM ... 275
E.5.1 Rata-rata, Simpangan Baku, dan Varians Kelas Eksperimen
I dan Kelas Eksperimen II ... 275 E.5.2 Uji Normalitas ... 276 E.5.3 Uji Perbedaan Dua Rata-Rata Menggunakan Uji-t ... 276
E.6 Analisis Postes Kategori Rendah KPKM ... 279 E.6.1 Rata-rata, Simpangan Baku, dan Varians Kelas Eksperimen
xxii
E.7.1 Rata-rata, Simpangan Baku, dan Varians Kelas Eksperimen
I dan Kelas Eksperimen II ... 283 E.7.2 Uji Normalitas ... 283 E.7.3 Uji Perbedaan Dua Rata-Rata Menggunakan Uji
Mann-Whitney ... 284 E.8 Analisis N-Gain Kategori Sedang KPKM ... 287
E.8.1 Rata-rata, Simpangan Baku, dan Varians Kelas Eksperimen
I dan Kelas Eksperimen II ... 287 E.8.2 Uji Normalitas ... 287 E.8.3 Uji Perbedaan Dua Rata-Rata Menggunakan Uji-t ... 288 E.9 Analisis N-Gain Kategori Rendah KPKM ... 291
E.9.1 Rata-rata, Simpangan Baku, dan Varians Kelas Eksperimen
I dan Kelas Eksperimen II ... 291 E.9.2 Uji Normalitas ... 291 LAMPIRAN F DOKUMENTASI DAN SURAT-SURAT
F.1 Hasil Kerja Instrumen Siswa ... 293 F.2 Hasil Kerja Pretes Siswa Kelas Eksperimen I ... 295 F.3 Hasil Kerja Pretes Siswa Kelas Eksperimen II ... 296 F.4 Hasil Kerja Postes Siswa Kelas Eksperimen I ... 297 F.5 Hasil Kerja Postes Siswa Kelas Eksperimen I ... 298 F.6 Surat-Surat ... 299 F.6.1 Daftar Hadir Mengikuti Seminar Proposal ... 299 F.6.2 Bukti Seminar Proposal ... 300 F.6.3 Surat Keputusan Pembimbing Skripsi ... 301
F.6.4 Surat Permohonan Penelitian ... 302 F.6.5 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian ... 303
F.6.6 Bukti Bimbingan Skripsi ... 304 LAMPIRAN G (TABEL-TABEL)
xxiii
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pendidikan memiliki peranan utama dalam mengembangkan sumber daya
manusia. Kualitas pendidikan yang baik akan menghasilkan sumber daya manusia
yang berkualitas. Proses pendidikan tidak terlepas dari suatu kegiatan belajar.
Belajar merupakan perilaku yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya.
Dengan belajar, manusia dapat mengembangkan bakat, minat dan kepribadian
sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya, sehingga melalui pendidikan akan
muncul individu-individu yang berwawasan luas dengan daya pikir dan ide-ide
yang cemerlang. Hal ini sesuai dengan fungsi dan tujuan pendidikan yang tertera
pada Undang-Undang No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
yang menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri
dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggug jawab.
Proses pendidikan yang baik dan terencana tidak semata-mata berusaha
untuk mencapai hasil belajar yang maksimal, akan tetapi harus memperhatikan
bagaimana proses belajar yang terjadi pada siswa. Proses pembelajaran adalah hal
yang paling penting dalam proses pendidikan. Proses pendidikan yang baik akan
merupakan ilmu yang terstruktur atau berkesinambungan, maka pemahaman
konsep adalah dasar bagi rangkaian pembelajaran matematika.
Dalam beberapa tahun terakhir, pemahaman konseptual menjadi salah satu
kecapakan matematis yang menjadi sorotan bagi pakar penelitian. Mathematics
Learning Study Committee, National Research Council (NRC) (Istiqomah, 2015)
menyatakan bahwa kemampuan pemahaman konseptual matematis (KPKM)
merupakan satu dari lima kecakapan matematis yang harus dikuasai siswa dalam
pembelajaran matematika. Lima kecakapan matematis yang dimaksud yaitu
pemahaman konseptual, kompetensi strategis matematis, kelancaran dalam
prosedur pengerjaan, penalaran adaptif, dan disposisi yang produktif (Kilpatrick,
Swafford, & Findell, 2001).
Kecakapan matematis yang diuraikan menurut Mathematics Learning Study
Committee, National Research Council (NRC) menegaskan bahwa kemampuan
pemahaman konseptual matematika merupakan salah satu kemampuan yang
sangat penting untuk dikuasai oleh siswa. Namun, pada kenyataannya kecakapan
matematis yang diharapkan belum sejalan dengan kenyataan yang terjadi di
lapangan. Masih banyak siswa yang belum memahami konseptual dengan baik
bahkan tak jarang mereka salah memahami konsep, sehingga mereka kesulitan
dalam mengerjakan atau memecahkan permasalahan dalam bidang matematika.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Maisari (2012) di Sekolah
Menengah Pertama di Bandar Lampung, nampak hasilnya bahwa pemahaman
konseptual siswa tergolong masih rendah. Ini dibuktikan dari data hasil ujian
mencapai kriteria ketuntasan belajar hanya sebanyak 54%. Ini menunjukan bahwa
pemahaman konseptual matematis siswa tergolong rendah. Rendahnya
pemahaman konseptual matematis siswa juga diperkuat dengan hasil studi
pendahuluan yang dilakukan Septiyana (2016) di salah satu SMP di kota Serang
kelas VIII D dengan jumlah siswa 36 orang melaporkan rerata skor hanya
mencapai 5 dan skor tertinggi kelas VIII D mencapai 18 sementara skor
maksimum ideal (SMI) adalah 32. Presentase rerata skor siswa hanya mencapai
15,6% dari skor ideal. Secara umum, hasil studi pendahuluan tersebut
menyimpulkan bahwa kemampuan pemahaman konseptual matematis siswa
masih rendah.
Berdasarkan permasalahan-permasalahan di atas, perlu diadakannya kajian
pendekatan pembelajaran yang diterapkan dalam proses pembelajaran. Peran guru
dan pendekatan pembelajaran yang diterapkan adalah faktor utama yang
berpengaruh terhadap peningkatan kemampuan pemahaman konseptual matematis
siswa. Seperti yang diungkapkan Nisbet (Suherman, dkk., 2003) bahwa tak ada
cara tunggal yang tepat untuk belajar dan tak ada cara terbaik untuk mengajar,
namun demikian seorang guru dapat menerapkan salah satu pendekatan yang
cocok dengan mempertimbangkan siswa. Pemilihan pendekatan pembelajaran
yang tepat diharapkan dapat menunjang keberhasilan dalam meningkatkan
kemampuan pemahaman konseptual matematis siswa.
Tidak sedikit pendekatan pembelajaran yang dapat digunakan guru untuk
meningkatkan kemampuan pemahaman konseptual matematis siswa. Salah satu
oleh teori konstruktivisme. Pembelajaran dengan teori konstruktivisme merupakan
salah satu pembelajaran yang mengharuskan siswa untuk aktif mengembangkan
pemikiran mereka dan dalam prosesnya siswa membutuhkan interaksi. Dengan
begitu, pembelajaran dengan teori konstruktivisme membiasakan siswa untuk
membangun pemikirannya secara mandiri, dengan tujuan agar siswa mudah untuk
mengeksplor kemampuannya yang diawali dengan kematangan pengetahuan atau
konsep-konsep dasar. Hal ini sejalan dengan pembelajaran kooperatif Two Stay
Two Stray (TS-TS). Pendekatan pembelajaran kooperatif TS-TS merupakan
sistem pembelajaran yang menuntut siswa untuk berperan aktif dalam
menemukan konsep-konsep pelajaran dengan cara bekerja sama dan berinteraksi
dalam kelompok. Pembelajaran tersebut menuntut siswa untuk mengembangkan
dan membangun pemahamannya secara mandiri. Mandiri bukan berarti dilepas
sepenuhnya, akan tetapi guru tetap memberi arahan sesuai dengan kebutuhan
siswa.
Menurut Huda (2014) sintak metode TS-TS dapat dilihat pada rincian
tahapan-tahapannya. Rincian tahapan-tahapan tersebut yaitu guru membagi siswa
dalam beberapa kelompok yang setiap kelompoknya terdiri dari empat siswa.
Kelompok yang dibentuk merupakan kelompok heterogen, artinya terdiri dari
anggota dengan kemampuan yang berbeda-beda, yaitu tinggi, sedang dan rendah.
Hal ini dilakukan karena pembelajaran kooperatif tipe TS-TS bertujuan untuk
memberikan kesempatan pada siswa untuk saling membelajarkan (Peer Tutoring)
dan saling mendukung. Kemudian guru memberikan subpokok bahasan pada
masing-masing. Ini bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk dapat
terlibat secara aktif dalam proses belajar dan berfikir. Setelah selesai, dua orang
dari masing-masing kelompok meninggalkan kelompoknya untuk bertamu ke
kelompok lain dan untuk mencari informasi yang ada pada kelompok lain.
Sementara dua orang berkunjung atau bertamu ke kelompok lain, dua orang yang
tinggal bertugas untuk membagikan hasil kerja dan informasi kepada tamu yang
datang dari kelompok lain. Jika sudah selesai, tamu mohon diri dan kembali ke
kelompok masing-masing kemudian melaporkan temuan mereka dari kelompok
lain. Langkah akhirnya, setiap kelompok mencocokan dan membahas hasil-hasil
kerja mereka untuk kemudian mempresentasikannya di depan kelas.
Di samping pendekatan pembelajaran dengan teori konstruktivisme,
pendekatan pembelajaran lain yang dirasa dapat meningkatkan kemampuan
pemahaman konseptual matematis siswa yaitu pendekatan pembelajaran yang
dilandasi teori behaviorisme. Pembelajaran yang dilandasi oleh teori behaviorisme
adalah pembelajaran yang menekankan pembentukan asosiasi antara kesan yang
ditangkap panca indera dengan kecenderungan untuk bertindak atau hubungan
antara stimulus dan respon. Menurut teori ini, belajar adalah upaya untuk
membentuk hubungan stimulus dan respon sebanyak-banyaknya. Oleh karena itu,
teori ini juga dinamakan dengan teori Stimulus-Respon. Sagala (2008)
mengungkapkan bahwa teori ini memiliki beberapa ciri, yaitu menekankan
peranan lingkungan, mementingkan pembentukan reaksi atau respon, dan
menekankan pentingnya latihan. Menurut teori ini yang terpenting adalah
respons. Sejalan dengan ciri-ciri tersebut, maka model pembelajaran langsung
atau Direct Instruction merupakan salah satu model pembelajaran yang
berlandaskan teori behaviorisme. Model pembelajaran langsung atau Direct
Instruction adalah pembelajaran yang menekankan kepada proses penyampaian
materi secara verbal dari seorang guru kepada sekelompok siswa. Artinya, peran
guru untuk memberikan materi sebagai stimulus sangat penting dan berpengaruh
besar terhadap hasil yang akan dicapai siswa dalam hal ini adalah sebagai respon.
Semakin baik stimulus yang diberikan oleh guru maka akan semakin baik respon
yang diberikan oleh siswa, begitu pula sebaliknya.
Selain stimulus dan respon, hal penting lain yang menjadi sorotan pada teori
behaviorisme adalah pelatihan. Hal ini juga sejalan dengan tahapan pada model
pembelajaran Direct Instruction (DI). Tahapan-tahapan pada pembelajaran DI
lebih banyak mengarahkan siswa untuk melakukan latihan-latihan secara
berulang. Pelatihan tersebut dilakukan atas dasar bimbingan dan arahan guru. Hal
ini dimaksudkan agar siswa memiliki pemahaman yang baik terhadap materi yang
diajarkan. Berdasarkan uraian di atas, jelas menunjukan bahwa model
pembelajaran Direct Instruction merupakan model pembelajaran yang dilandasi
teori behaviorisme.
Masing-masing model pembelajaran yang dilandasi oleh teori belajar
konstruktivisme dan behaviorisme tersebut memiliki peranan untuk meningkatkan
kemampuan pemahaman konseptual matematis siswa dengan cara yang berbeda.
Dengan langkah atau sintaks pembelajaran yang berbeda, kedua model
pembelajaran matematika. Dengan demikian, peneliti tertarik untuk mengetahui
lebih jelas tentang bagaimana kemampuan pemahaman konseptual matematis
antara siswa yang mendapatkan model pembelajaran Two Stay Two Stray dan
Direct Instruction. Oleh karena itu, peneliti melaksanakan penelitian yang
berjudul “Perbandingan Kemampuan Pemahaman Konseptual Matematis Siswa yang Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif TS-TS (Two Stay Two Stray) dengan Direct Instruction”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah terdapat perbedaan pencapaian dan peningkatan kemampuan
pemahaman konseptual matematis antara siswa yang mendapatkan model
pembelajaran kooperatif TS-TS (Two Stay Two Stray) dengan siswa yang
mendapatkan pembelajaran Direct Instruction ?
2. Apakah terdapat perbedaan pencapaian dan peningkatan kemampuan
pemahaman konseptual matematis (tinggi, sedang dan rendah) antara siswa
yang mendapatkan model pembelajaran kooperatif TS-TS (Two Stay Two
Stray) dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran Direct Instruction?
1.3 Batasan Masalah
Keterbatasn dalam hal pengetahuan, pengalaman, waktu dan tenaga yang
dimiliki oleh peneliti, maka peneliti memberikan batasan-batasan ruang lingkup
1. penelitian dilakukan pada satu pokok bahasan kelas VII semester genap,
yaitu garis dan sudut.
2. Subjek penelitian yang diambil dari siswa SMP Negeri 1 Menes kelas
VII tahun pelajaran 2015/2016.
3. Indikator yang diukur dalam penelitian ini adalah kemampuan
pemahaman konseptual matematis siwa menurut Kilpatrick, Swafford,
& Findell.
4. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan
pencapaian dan peningkatan kemampuan pemahaman konseptual
matematis antara siswa yang mendapatkan model pembelajaran
kooperatif Two Stay Two Stray dengan Direct Instruction.
1.4 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitan yang dilakukan
berjuan untuk:
1. Mengetahui perbedaan pencapaian dan peningkatan kemampuan
pemahaman konseptual matematis antara siswa yang mendapatkan model
pembelajaran kooperatif TS-TS (Two Stay Two Stray dengan siswa yang
mendapatkan pembelajaran Direct Instruction.
2. Mengetahui perbedaan pencapaian dan peningkatan kemampuan
pemahaman konseptual matematis (tinggi, sedang dan rendah) antara siswa
yang mendapatkan model pembelajaran kooperatif TS-TS (Two Stay Two
1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi peneliti, pembaca
atau pihak lainnya yang sedang dan atau akan mengembangkan pemahaman
konseptualtual matematis dan kemandirian belajar siswa, diantaranya:
1. Manfaat Teoritis
Penelitian secara teoritis diharapkan mampu memberikan sumbangan
terhadap perkembangan pembelajaran matematika, terutama terkait
pemahaman konseptual matematis siswa dengan model pembelajaran
kooperatif tipe TS-TS (Two Stay Two Stray) dan Direct Instruction.
2. Manfaat Praktis
Dilihat dari segi praktis, penelitian ini memberikan manfaat antara lain :
a. Bagi peneliti
Sebagai upaya untuk mengembangkan pengetahuan sekaligus dapat
menambah awasan, pengalaman dalam tahapan proses pembinaan diri
sebagai calon pendidik.
b. Bagi Siswa
Siswa dapat menerima pengalaman belajar yang bervariasi dengan
penerapan model pebelajaraan kooperatif TS-TS (Two Stay Two Stray)
dan Direct Instruction sehingga dapat meningkatkan kemampuan
pemahaman konseptual matematis siswa.
c. Bagi Guru
Memberikan gambaran tentang model pembelajaran kooperatif TS-TS
guru untuk meningkatkan kemampuan dalam menciptakan desain
inovatif guna memperbaiki, menyempurnakan dan meningkatkan
kualitas hasil belajar siswa.
d. Bagi Sekolah
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan wawasan untuk
memperbaiki dan meningkatkan kondisi serta kualitas pembelajaran
matematika serta memberi sumbangan informasi untuk meningkatkan
mutu pendidikan di sekolah lanjutan pertama.
1.6 Definisi Operasional
Untuk menghindari kesalahan penafsiran, berikut diuraikan definisi
operasional beberapa variabel yang digunakan dalam penelitian ini:
1. Model pembelajaran kooperatif TS-TS adalah model pembelajaran dengan
sistem belajar berkelompok dengan tujuan agar siswa dapat bekerjasama,
bertanggungjawab, saling membantu memecahan masalah, dan saling
mendorong satu sama lain untuk berprestasi.
2. Direct Instruction atau model pembelajaran langsung merupakan
pembelajaran yang lebih mengutamakan peranan guru. Dalam hal ini, guru
menyampaikan isi materi akademik dalam format terstruktur, mengarahkan
kegiatan para siswa, dan menguji keterampilan siswa melalui latihan-latihan
di bawah bimbingan dan arahan guru.
3. Kemampuan pemahaman konseptual matematis adalah kemampuan siswa
konsep matematika dapat mengaplikasikannya dalam menyelesaikan
12 2. 1 Kajian Teori
2.1.1 Kemampuan Pemahaman Konseptual Matematis
Pemahaman merupakan salah satu ranah kognitif dari Taksonomi Bloom
setelah pengetahuan. Pemahaman menurut Huzaifah adalah perbuatan, cara
memahami, dan kemampuan untuk menangkap makna dari bahan yang dipelajari
(Istiqomah, 2015). Konsep diartikan sebagai ide abstrak yang dapat digunakan
untuk menggolongkan sekumpulan objek Depdiknas (Kesumawati, 2008).
Dengan begitu, kemampuan pemahaman konsep dapat diartikan sebagai
kemampuan seseorang untuk mengerti dan memaknai apa yang diajarkan
sehingga dapat menggolongkan atau mengklasifikasikan objek-objek atau
peristiwa tertentu termasuk kedalam ide abstrak itu sendiri.
Menurut Bloom (Suherman, 2003), pemahaman konseptual matematis
adalah kemampuan menangkap pengertian-pengertian seperti mampu
mengungkap suatu materi yang disajikan kedalam bentuk yang lebih dipahami,
mampu memberikan interpretasi, mampu membangun konsep-konsep hingga
menghasilkan konsep baru, dan mampu mengaplikasikannya. Usaha untuk
meningkatkan kemampuan pemahaman konseptual matematis siswa sangat
penting, karena kemampuan pemahaman konseptual matematis siswa merupakan
jembatan bagi tercapainya kemampuan-kemampuan tingkat tinggi lainnya.
Menurut Kilpatrick, Swafford dan Findel kemampuan pemahaman
diberikan, lalu mengoperasikannya dengan menggunakan operasi-operasi
matematika, hingga mengaitkannya dengan konsep lain (Hendrayana, 2015).
Memahami konsep adalah memahami dari definisi dan konsep yang diberikan,
sedangkan mengoperasikan konsep adalah menggunakan dan memanfaatkan
konsep dengan operasi matematika. Mengaitkan konsep adalah mengaitkan satu
konsep dengan beberapa konsep lain. Ketiga indikator tersebut memiliki
keterkaitan satu sama lain. Komponen pemahaman konsep berpengaruh langsung
pada komponen pengoperasian dan perelasian konsep. Komponen pengoperasian
konsep berpengaruh langsung dengan perelasian konsep. Seorang siswa yang
dapat memahami konsep dengan baik maka akan dapat mengoprasikan dan
mengaitkan konsep yang ada dengan konsep-konsep yang lain. Hal ini
menunjukan bahwa memahami sebuah konsep merupakan hal yang paling utama
untuk menunjang keberhasilan dari indikator mengaitkan dan mengoprasikan.
Merujuk pada hal tersebut, maka indikator pemahaman konseptual yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu memahami, mengoprasikan dan mengaitkan
konsep.
2.1.2 Model Pembelajaran
Secara umum pengertian model adalah kerangka konsep yang digunakan
sebagai pedoman dalam melakukan suatu kegiatan. Joyce dan weil (Majid, 2013)
mendefinisikan model pembelajaran sebagai “a plan or pattern that we can use to
design face to face teaching in the classroom or tutorial setting and shape
untuk menajamkan materi pengajaran). Arends (1997) menjelaskan lebih lanjut
(Majid, 2013) bahwa istilah model pembelajaran mengarah pada suatu pendekatan
pembelajaran tertentu termasuk dengan tujuannya, sintaknya, lingkungan, dan
sistem pengelolaannya. Dengan demikian, model pembelajaran adalah suatu
perencanaan atau pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan
pembelajaran di kelas. Dengan adanya model pembelajaran diharapkan proses
pembelajaran dapat berjalan lebih baik dan bervariatif sehingga siswa tidak
merasa jenuh dan bosan untuk mengikuti kegiatan belajar mengajar di kelas.
Selain itu, dengan adanya model pembelajaran dapat mencapai tujuan yang
diinginkan secara maksimal.
2.1.3 Model Pembelajaran Kooperatif
a. Definisi Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang
dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang telah dirumuskan (Sanjaya, 2006). Pembelajaran kooperatif
merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam
kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4 sampai 6 orang, dengan struktur
kelompok yang bersifat heterogen (Majid, 2013). Sanjaya (2006)
mengunngkapkan bahwa terdapat 4 unsur penting dalam pembelajaran kooperatif,
yaitu: (1) adanya peserta dalam kelompok; (2) adanya aturan kelompok; (3)
adanya upaya belajar; (4) adanya tujuan yang harus dicapai.
Pada hakikatnya, pembelajaran kooperatif sama halnya dengan kerja
sebagai pembelajaran kooperatif. Pada pembelajaran kooperatif siswa dituntut
untuk aktif dalam proses pembelajaran dalam hal ini siswa dapat berpartisipasi
aktif dalam interaksi dan diskusi kelompok. Dengan adanya pembelajaran
kooperatif ini siswa memiliki dua tanggung jawab yang harus ditanggung, yaitu
belajar untuk dirinya sendiri dan membantu sesama anggota untuk belajar.
b. Ciri-Ciri Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri yang membedakan dari
model pembelajaran yang lain. Ciri-ciri model pembelajaran kooperatif menurut
Ibrahim, dkk. (Majid, 2013) adalah:
1. Siswa bekerja dalam kelompok untuk menuntaskan materi belajar;
2. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki keterampilan tinggi, sedang,
dan rendah ( heterogen);
3. Apabila memungkinkan, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku,
dan jenis kelamin yang berbeda;
4. Penghargaan lebih berorientasi pada kelompok dari pada individu.
Strategi pembelajaran kooperatif merupakan serangkaian kegiatan
pembelajaran yang dilakukan oleh siswa didalam kelompok-kelompok untuk
mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
Nurul Hayati (Majid, 2013) mengungkapkan unsur dasar pembelajaran
kooperatif terdapat lima unsur, yaitu: 1) ketergantungan positif; 2)
pertanggungjawaban individual; 3) kemampuan bersosialisasi; 4) tatap muka; dan
Ketergantungan positif adalah suatu bentuk kerja sama yang erat kaitannya
antara anggota kelompok. Kerjasama ini dibutuhkan agar dapat mencapai tujuan
yang diinginkan. Dengan adanya kerjasama yang baik dan positif, diharapkan
siswa dapat mengerti bahwa kesuksesan kelompok bergantung pada kesuksekan
masing-masing anggotanya.
Pertanggungjawaban individual yang dimaksud adalah
pertanggung-jawaban individu terhadap kelompoknya masing-masing. Ini dilihat dari cara
belajar perseorangan dari seluruh anggota kelompok. Setiap orang dipastikan
harus dapat menghadapi aktivitas dimana siswa tersebut harus siap menerima
apapun tanpa pertolongan anggota kelompok yang lainnya. Kemampuan
sosialisaasi adalah kemampuan bekerja sama yang biasa dikerjakan dalam
kelompok. Kelompok tidak akan berjalan efektif apabila masing-masing
anggotanya tidak memiliki kemampuan sosialisasi yang dibutuhkan. Setiap
kelompok diberi kesempatan untuk bertemu muka dan berdiskusi untuk
menyelesaikan tugas atau persoalan yang diberikan. Kegiatan diskusi tersebut
akan memberikan energi yang positif dan menguntungkan bagi setiap anggota.
Siswa diberikan waktu untuk mengevaluasi proses dan hasil kerja kelompok
saat semua tahapan selesai dilakukan. Ini dimaksudkan agar kegiatan kelompok
mereka nantinya dapat berjalan dan bekerja sama lebih baik.
c. Langkah-Langkah pembelajaran Kooperatif
Dalam pembelajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif terdapat
enam langkah utama atau tahapan. Langkah-langkah pembelajaran menurut
Tabel 2.1
Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif
Fase Indikator Kegiatan Guru
1 Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa
Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut, dan memotivasi siswa belajar
2 Menyajika informasi Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan mendemostrasikan, atau melalui bahan bacaan
3 Mengorganisasikan
siswa kedalam
kelompok-kelompok belajar
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien
4 Membimbing
kelompok bekerja dan belajar
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas
5 Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari, atau masing-masing keompok mempresentasikan hasil kerjanya
6 Memberikan
penghargaan
Guru mencari cara-cara untuk menghargai upaya atau hasil belajar individu maupun kelompok
Untuk mengimplementasikan pembelajaran kooperatif menurut Majid (2013),
dapat ditempuh prosedur sebagai berikut:
1. Penjelasan materi; tahap ini merupakan tahapan penyampaian pokok-pokok
materi pembelajaran sebelum siswa belajar dalam kelompok. Tujuan utama
tahapan ini adalah pemahaman siswa terhadap pokok materi pelajaran;
2. Belajar kelompok; tahapan ini dilakukan setelah guru memberikan
penjelasan materi dan siswa bekerja dalam kelompok yang telah dibentuk
sbelumnya;
3. Penilaian; penilaian dalam pembelajaran kooperatif bisa dilakukan melalui
akan memberikan penilaian kemampuan individu, sedangkan kelompok
akan memberikan penilaian pada kemampuan kelompoknya.
Seperti yang dijelaskan Sanjaya (Majid, 2013) bahwa hasil akhir setiap
siswa adalah gabungan keduanya dan dibagi dua. Hal ini disebabkan nilai
kelompok adalah nilai bersama dalam kelompoknya.
2.1.4 Model Pembelajaran Kooperatif TS-TS (Two Stay Two Stray)
Model pembelajaran kooperatif tipe TS-TS (Two Stay Two Stray)
dikembangkan oleh Spencer Kagan pada tahun 1990 (Huda, 2014). Model TS-TS
merupakan sistem pembelajaran berkelompok dengan tujuan agar siswa dapat
bekerja sama, bertanggung jawab, saling membantu memecahkan masalah, dan
saling mendorong satu sama lain untuk berprestasi (Huda, 2014).
Menurut Lie (2008) model pembelajaran tipe ini memberikan kesempatan
kepada siswa untukbekerjasama dengan teman satu kelompoknya ataupun dengan
teman dalam kelompok lain, berinteraksi sosial dengan membagikan ide serta
mempertimbangkan jawaban yang paling tepat dari hasil interaksinya tersebut.
Dengan begitu, model pembelajaran TS-TS ini menuntut siswa untuk berperan
aktif dalam menemukan konsep-konsep pelajaran dengan cara bekerja sama dalam
sebuah kelompok.
Setiap model pembelajaran memiliki ciri khusus yang membedakannya
dengan model-model pembelajaran yang lain. Sama halnya dengan model
pembelajaran Two Stay Two Stray, model ini mempunyai ciri-ciri khusus yang
membedakan model Two Stay Two Stray dengan model pembelajaran yang
1. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntasnya materi
belajarnya.
2. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang
dan rendah.
3. Bila memungkinkan, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, dan
jenis kelamin yang berbeda.
4. Penghargaan lebih berorientasi pada kelompok daripada individu.
a. Langkah-Langkah Model Pembelajaran Kooperatif TS-TS (Two Stay Two
Stray)
Langkah-langkah pembelajaran Two Stay Two Stray menurut Huda (2014)
adalah sebagai berikut:
1. Siswa bekerja sama dengan kelompok yang beranggotakan empat orang;
2. Setelah selesai, dua siswa dari masing-masing kelompok akan
meninggalkan kelompoknya untuk bertamu ke kelompok lain;
3. Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja
dan informasi mereka ke tamu mereka;
4. Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan
temuan mereka dari kelompok lain;
5. Kelompok mencocokkan dan membahas hasil kerja mereka.
Menurut Huda (2014) sintak metode TS-TS dapat dilihat pada rincian
tahapan-tahapannya. Rincian tahapan-tahapan tersebut yaitu guru membagi siswa
kedalam beberapa kelompok yang setiap kelompoknya terdiri dari empat siswa.
anggota dengan kemampuan yang berbeda-beda, yaitu tinggi, sedang dan rendah.
Misalnya 1 orang berkemampuan tinggi, 2 orang berkemampuan sedang, dan 1
orang berkemampuan rendah. Hal ini dilakukan karena pembelajaran kooperatif
tipe TS-TS bertujuan untuk memberikan kesempatan pada siswa untuk saling
membelajarkan (Peer Tutoring) dan saling mendukung. Kemudian guru
memberikan subpokok bahasan pada tiap-tiap kelompok untuk dibahas
bersama-sama dengan anggota kelompok masing-masing. Ini bertujuan untuk memberikan
kesempatan kepada siswa untuk dapat terlibat secara aktif dalam proses belajar
dan berfikir. Setelah selesai, dua orang dari masing-masing kelompok
meninggalkan kelompoknya untuk bertamu ke kelompok lain dan untuk mencari
informasi yang ada pada kelompok lain. Sementara dua orang berkunjung atau
bertamu ke kelompok lain, dua orang yang tinggal bertugas untuk membagikan
hasil kerja dan informasi kepada tamu yang datang dari kelompok lain. Jika sudah
selesai, tamu mohon diri dan kembali ke kelompok masing-masing kemudian
melaporkan temuan mereka dari kelompok lain. Langkah akhirnya, setiap
kelompok mencocokan dan membahas hasil-hasil kerja mereka untuk kemudian
mempresentasikannya di depan kelas.
Kelebihan dari model Two Stay Two Stray adalah (1) siswa menjadi tidak
bergantung kepada guru dan dapat menambah kepercayaan kemampuan berpikir
sendiri; (2) dapat mengembangkan kemampuan mengungkapkan gagasan atau
ide-ide; (3) dapat membantu memberdayakan setiap siswa untuk lebih
bertanggung jawab dalam belajar; (4) selaian untuk meningkatkan prestasi
Kekurangan dari model TS-TS (Sanjaya, 2006) adalah (1) Membutuhkan
waktu yang lama; (2) Siswa cenderung tidak mau belajar dalam kelompok.
Cotohnya siswa yang dianggap memiliki kemampuan lebih tidak mau belajar
dalam kelompok karena merasa terhambat oleh siswa yang memiliki kemampuan
kurang; (3) Bagi guru, membutuhkan banyak persiapan (materi, dana dan tenaga);
(4) Guru cenderung kesulitan dalam pengelolaan kelas.
Untuk meminimalisir hal tersebut, peneliti megesfisienkan waktu pada
setiap tahapan pembelajaran. Sehingga, dengan waktu yang ada tetap dapat
mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan. Selain itu, peneliti melakukan
pendekatan kepada siswa untuk memberikan pengertian bahwa belajar dengan
teman sebaya adalah sesuatu yang menyenangkan, sehingga mereka mau belajar
dan bekerjasama dalam kelompoknya. Pendekatan juga dilakukan agar siswa
merasa senang dengan proses pembelajaran yang dilakukan. Dengan begitu,
pengelolaan kelas akan lebih mudah untuk dilakukan.
2.1.5 Model Pembelajaran Langsung atau Direct Instruction
Pembelajaran langsung pada umumnya dirancang secara khusus untuk
mengembangkan aktivitas belajar siswa yang berkaitan dengan aspek pengetahuan
prosedural (pengetahuan tentang bagaimana melaksanakan sesuatu) dan
pengetahuan deklaratif (pengetahuan tentang sesuatu yang berupa fakta,
konseptual, prinsip, atau generalisasi) yang terstruktur dengan baik dan dapat
dipelajari selangkah demi selangkah (Majid, 2003). Tujuan utama dari
pembelajaran ini adalah pelatihan-pelatihan yang dapat diterapkan dari keadaan
Pengajaran langsung berpusat pada guru, dan harus menjamin terjadinya
keterlibatan siswa (Majid, 2003). Dalam hal ini, guru menyampaikan isi materi
akademik dalam format terstruktur, mengarahkan kegiatan para siswa, dan
menguji keterampilan siswa melalui latihan-latihan di bawah bimbingan dan
arahan guru. Jadi, lingkungan pembelajaran harus didesain sedemikian rupa
sehingga dapat menciptakan pembelajaran yang berorientasi pada tugas-tugas
yang diberikan kepada siswa (Majid, 2003)
Strategi pembelajaran langsung merupakan pembelajaran yang lebih
mengutamakan peranan guru. Menurut Majid (2003) strategi ini efektif untuk
menentukan informasi atau membangun keterampilan tahap demi tahap. Setiap
model pembelajaran memiliki ciri-ciri yang membedakannnya dengan model
pembelajaran yang lain. Ciri-ciri model pembelajaran pembelajaran langsung atau
Direct Instruction atau pembelajaran langsung menurut Majid (2003) adalah:
1. Adanya tujuan pembelajaran. Pembelajaran langsung ini menekankan tujuan
pembelajaran yang harus berorientasi kepada siswa dan spesifik, mengandung
uraian yang jelas tentang situasi penilaian (kondisi evaluasi), dan mengandung
tingkat ketercapaian kinerja yang diharapkan.
2. Sintaks atau pola pembelajaran pada model pembelajaran langsung terdapat 5
(lima) fase yang sangat penting. Pembelajaran ini dapat berbentuk ceramah,
demosntrasi, pelatihan atau praktek, dan kerja kelompok. Pembelajaran langsung
digunakan untuk menyampaikan pelajaran yang ditransformasikan langsung oleh
3. Sistem pengelolaan dan lingkungan belajar yang mendukung berlangsung dan
berhasilnya pembelajaran. Artinya, kerberhasilan pembelajaran langsung
memerlukan lingkungan yang baik untuk presentasi dan demonstrasi, yakni
ruangan yang tenang dan penerangan yang cukup, termasuk alat/media yang
sesuai. Di samping itu, metode pembelajaran langsung juga tergantung pada
motivasi belajar siswa yang memadai untuk mengamaati kegiatan yang dilakukan
oleh guru, dan mendengarkan segala sesuatu yang dikatakan oleh guru.
Pembelajaran langsung ini dapat digunakan sebagai alternatif untuk guru
dalam pembelajaran, dalam hal ini adalah pembelajaran matematika (Majid,
2003). Suprijono mengungkapkan tahapan-tahapan pembelajaran langsung terdiri
dari lima tahapan, yaitu:
1. Menyampaikan Tujuan dan Mempersiapkan Siswa (Establishing Set)
Tujuan langkah awal ini untuk menarik dan memusatkan perhatian siswa, serta
memotivasi siswa untuk berperan serta dalam proses pembelajaran. Penyampaian
tujuan kepada siswa dapat dilakukan guru melalui rangkuman rencana
pembelajaran dengan cara menuliskannya di papan tulis, atau menempelkan
informasi tertulis pada papan bulletin, yang berisi tahapan-tahapan dan isinya,
serta alokasi waktu yang disediakan untuk setiap tahap.
2. Mendemonstrasikan Pengetahuan atau Keterampilan (Demonstrating)
Guru mendemostrasikan ketrampilan dengan benar atau menyampaikan
informasi tahap demi tahap. Kunci keberhasilan dalam tahapan ini adalah
mempresentasikan informasi sejelas mungkin dan mengikuti langkah-langkah
baik berupa konseptual-konseptual maupun keterampilan. Penyajian materi
dapat berupa (1) Penyajian materi dalam langkah-langkah kecil, sehingga materi
dapat dikuasai siswa dalam waktu relatif pendek; (2) Pemberian contoh-contoh
konseptual; (3) Pemodelan atau peragaan keterampilan dengan cara demonstrasi
atau penjelasan langkah-langkah kerja terhadap tugas; (4) Menjelaskan ulang
hal-hal yang sulit.
3. Membimbing Pelatihan (Guided Practice)
Bimbingan dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk
menilai tingkat pemahaman siswa dan mengoreksi kesalahan konseptual. Pada
fase ini guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk berlatih konseptual
atau keterampilan. Latihan terbimbing ini baik juga digunakan oleh guru untuk
menilai kemampuan siswa dalam melaksanakan tugasnya. Pada fase ini peran
guru adalah monitor dan memberikan bimbingan jika diperlukan. Agar dapat
mendemonstrasikan sesuatu dengan benar, diperlukan latihan yang intensif dan
memperhatikan aspek-aspek penting dari keterampilan atau konseptual yang
didemonstrasikan.
4. Mengecek Pemahaman dan Memberikan Umpan Balik (Feed Back)
Guru memeriksa atau mengecek kemampuan siswa seperti memberi kuis
terkini, dan memberi umpan balik seperti membuka diskusi untuk siswa. Guru
memberikan review terhadap hal-hal yang telah dilakukan oleh siswa,
memberikan umpan balik terhadap respon siswa yang benar, dan mengulang
5. Memberikan Kesempatan untuk Latihan Lanjutan dan Penerapan Konsep
(Extended Practice)
Guru dapat memberikan tugas-tugas mandiri kepada siswa untuk
meningkatkan pemahamannya terhadap materi yang telah dipelajari. Guru juga
mempersiapkan kesempatan melakukan pelatihan lanjutan, dengan perhatian
khusus terhadap penerapan pada situasi lebih kompleks dan kehidupan
sehari-hari. Tahapan-tahapan pembelajaran langsung dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 atau menyajikan informasi secara tahap demi tahap
3. Membimbing pelatihan Guru merencanakan dan memberikan latihan awal
4. Megecek pemahaman dan memberikan umpan balik
Mengecek kemampuan siswa dan memberikan umpan balik
5. Mempersiapkan latihan dan penerapan konsep
Mempersiapkan latihan untuk siswa dengan menerapkan konseptual yang dipelajari pada kehidupan sehari-hari
Secara umum, setiap model pembelajaran memiliki kelebihan-kelebihan
yang membuat model pembelajaran tersebut lebih baik digunakan dibandingkan
dengan model lain. Namun di samping itu, setiap model juga pasti tak lepas dari
kekurangan. Di bawah ini adalah kelebihan dan kekurangan yang terdapat pada
model pembelajaran menurut Majid (2003). Kelebihan Model Pembelajaran
Langsung atau Direct Instruction diantaranya (1) Guru dapat mengendalikan isi
mempertahankan fokus mengenai apa yang harus dicapai oleh siswa; (2) Dapat
diterapkan secara efektif dalam kelas yang besar maupun kecil; (3) Merupakan
cara yang efektif untuk mengajarkan konsep dan keterampilan yang eksplisit
kepada siswa yang berprestasi rendah; (4)Menekankan kegiatan mendengarkan
melalui ceramah sehingga membantu siswa yang cocok belajar dengan cara-cara
ini; (5) Model pembelajaran langsung ini dapat memberikan tantangan untuk
mempertimbangkan kesenjangan antara teori (hal yang seharusnya) dan observasi
(kenyataan yang terjadi); (6) Siswa yang tidak dapat mengarahkan diri sendiri
dapat tetap berprestasi apabila model pembelajaran langsung digunakan secara
efektif.
Kekurangan Model Pembelajaran Pembelajaran Langsung atau Direct
Instruction diantaranya (1) Karena siswa hanya memiliki sedikit kesempatan
untuk terlibat secara aktif, maka sulit bagi siswa untuk mengembangkan
keterampilan sosial dan interpersonal mereka; (2) Karena guru memainkan peran
pusat, kesuksesan strategi pembelajaran ini bergantung pada image guru. Jika
guru tidak tampak siap berpengetahuan, percaya diri, antusias, dan terstruktur,
siswa dapat menjadi bosan, teralihkan perhatianya, dan pembelajaran akan
terhambat; (3) Model pemebelajaran langsung sangat bergantung pada gaya
komunikasi guru. Komunikator yang buruk akan menghasilkan pembelajaran
yang buruk pula, dan model pembelajaran langsung membatasi kesempatan guru
untuk menampilkan banyak perilaku positif; (4) Jika model pembelajaran
langsung tidak banyak melibatkan siswa, siswa akan kehilangan perhatian setelah
2.1.6 Keterkaitan Antara Model Pembelajaran Kooperatif TS-TS dan Direct Instruction terhadap Kemampuan Pemahaman Konseptual Matematis Siswa
1. Keterkaitan Model Pembelajaran Kooperatif TS-TS terhadap Kemampuan
Pemahaman Konseptual Matematis Siswa
Model pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang
dikembangkan dari teori belajar yang digagas oleh Piaget dan Vigotsky. Piaget
dan Vigotsky mengungapkan adanya hakikat sosial dari sebuah proses belajar,
selain itu mereka mengungkapkan bahwa penggunaan kelompok-kelompok
belajar dengan kemampuan angotanya yang beragam dapat memberikan
perubahan konsep. Hal ini juga dipertegas dengan penyataan Ambika (2013)
bahwa penggunaan model pembelajaran kooperatif merupakan salah satu
alternatif untuk dapat meningkatkan pemahaman dan kreativitas siswa dalam
mempelajari matematika. Dalam pembelajaran kooperatif terdapat saling
ketergantungan positif diantara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Pembelajaran kooperatif bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada siswa
agar dapat terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Salah satu model
pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran kooperatif tipe TS-TS (Two
Stay Two Stray). Pembelajaran kooperatif tipe TS-TS tidak hanya membantu
siswa untuk memahami konsep-konsep, tetapi juga membantu siswa
menumbuhkan kemampuan kerjasama, berpikir kritis, dan mengembangkan sikap
2. Keterkaitan Model Pembelajaran Langsung atau Direct Instruction terhadap
Kemampuan Pemahaman Konseptual Matematis Siswa
Model pembelajaran Direct Instruction pertama kali dikembangkan oleh
John Donard dan Neal Miller serta Albert Berunda yang mempercayai bahwa
sebagian besar manusia belajar melalui pengamatan secara selektif dan mengingat
tingkah laku orang lain. Pemikiran mendasar dari Direct Instruction adalah bahwa
siswa belajar dengan mengamati secara selektif, mengingat dan meniru tingkah
laku gurunya. Atas dasar pemikiran tersebut hal penting yang harus diingat dalam
menerapkan Direct Instruction adalah menghindari menyampaikan pengetahuan
yang terlalu kompleks. Pembelajaran langsung dimaksudkan untuk menuntaskan
dua hasil belajar yaitu penguasaan pengetahuan yang distrukturkan dengan baik
dan penguasaan keterampilan. Pada saat pembelajaran berlangsung, siswa tidak
boleh dipandang sebagai subjek belajar, sehingga siswa dapat belajar dan
menguasai konsep dengan baik dan benar.
2.1.7 Teori yang Mendukung Model Pembelajaran Kooperatif TS-TS dan Direct Instruction
Teori belajar adalah teori yang mempelajari perkembangan intelektual
(mental) siswa (Suherman, 2003). Terdiri atas dua hal, yaitu uraian tentang apa
yang terjadi dan diharapkan terjadi pada intelektual anak dan uraian tentang
kegiatan intelektual anak mengenai hal-hal yang bisa dipikirkan pada usia
tertentu. Sehubungan dengan penelitian ini, terdapat beberapa teori belajar yang
1. Teori yang mendukung Model Pembelajaran Kooperatif Two Stray Two
Stay
Model pembelajaran TS-TS adalah model pembelajaran yang menuntut
siswa untuk berperan aktif dalam menemukan konsep-konsep pelajaran dengan
cara bekerja sama dalam kelompok, baik dalam kelompok sendiri, maupun pada
waktu berkunjung ke kelompok lain. Hal ini sejalan dengan teori belajar
konstruktivisme. Dalam teori belajar konstruktivistik (Slavin, 2000) ciri khas
belajar kontruktivis adalah pebelajar harus secara individual menemukan dan
mengubah informasi yang kompleks menjadi sederhana bermakna, agar menjadi
miliknya sendiri. Teori ini berpendapat bahwa pebelajar selalu membandingkan
informasi yang satu dengan informasi yang lain jika tidak cocok ia berupaya
untuk mengubahnya agar sesuai dengan skemanya.
Empat kunci yang diturunkan dari teori ini adalah pertama, penekanannya
pada hakikat sosial dari pembelajaran yaitu siswa belajar melalui interaksi dengan
orang dewasa dan teman sebaya yang lebih mampu. Kedua, zona perkembangan
terdekat atau zone of proximal development yaitu bahwa siswa belajar konsep
paling baik apabila konsep itu berada dalam zona perkembangan terdekat mereka.
ketiga, pemagangan kognitif atau cognitife apprenticeship yaitu proses dimana
seseorang tahap demi tahap berkesepakatan dalam belajar dengan seseorang
apakah seorang yang dewasa atau teman sebaya yang lebih tinggi. Dan yang
keempat adalah scaffolding atau mediated learning yaitu siswa seharusnya
diberikan tugas-tugas kompleks sulit, dan realistic dan kemudian diberikan
2. Teori yang mendukung Model Pembelajaran Direct Instruction.
Berbeda dengan model pembelajaran kooperatif TS-TS, model
pembelajaran Direct Isntruction lebih mengacu pada teori belajar behaviorisme.
Model pengajaran langsung (direct instruction) secara empirik dilandasi oleh teori
belajar yang berasal dari rumpun perilaku (behavior family). Teori belajar
perilaku menekankan pada perubahan perilaku sebagai hasil belajar yang dapat
diobservasi. Menurut teori ini, belajar bergantung pada pengalaman termasuk
pemberian umpan balik dari lingkungan. Prinsip penggunaan teori perilaku ini
dalam belajar adalah pemberian penguatan yang akan meningkatkan perilaku yang
diharapkan. Penguatan melalui umpan balik kepada siswa merupakan dasar
praktis penggunaan teori ini dalam pembelajaran. Sejalan dengan teori tersebut,
pembelajaran langsung menekankan pada penguatan sebagai umpan balik proses
pembelajaran. Penguatan tersebut diberikan untuk memberikan apresiasi atas hasil
belajar yang telah dicapai oleh siswa.
2.1.8 Teori Konstruktivisme
Pembelajaran konstruktivisme merupakan pembelajaran yang tidak
mengajarkan kepada anak bagaimana meyelesaikan persoalan, namun
mempresentasikan masalah dan mendorong siswa untuk menemukan cara mereka
sendiri dalam menyelesaikan permasalahan (Suherman, 2003). Lebih jauh
dijelaskan, bahwa dalam pembelajaran konstruktivisme aktiivitas matematika
mungkin diwujudkan melalui tantangan masalah, kerja dalam kelompok kecil, dan
diskusi kelas menggunakan apa yang biasa muncul dalam materi kurikulum yang
Ciri-ciri belajar berbasis kontruktivisme yang dikemukakan oleh Lorsbach
dan Tobin (Siregar dan Nara, 2010) adalah :
a. Orientasi, yaitu siswa diberi kesempatan untuk mengembagkan motivasi
dalam mempelajari suatu topik dengan memberikan kesempatan melakukan
observasi.
b. Elisitasi, yaitu siswa mengungkapkan idenya dengan jalan berdiskusi,
menulis, membuat poster da lain-lain.
c. Restrukturisasi ide, yaitu klarifikasi ide dengan ide orang lain, membangun
ide baru, mengevaluasi ide baru.
d. Penggunaan ide baru dalam berbagai situasi, yaitu ide atau pengetahuan
yang telah terbentuk perlu diaplikasikan pada bermacam-macam situasi.
e. Review, yaitu dalam mengaplikasikan pengetahuan, gagasan yang ada perlu
direvisi dengan menambahkan atau mengubah.
Hal ini mencerminkan bahwa matematika hanyalah sebagai alat untuk
berfikir, fokus utama belajar matematika adalah memberdayakan siswa untuk
berfikir mengkonstruksi pengetahuan matematika, karena pengetahuan tidak dapat
dipindahkan begitu saja dari pikiran seseorang yang telah memilki pengetahuan
kepada pikiran orang lain yang belum memilki pengetahuan.
2.1.9 Teori Behaviorisme
Menurut Siregar dan Nara (2010) teori belajar behaviorisme atau aliran
tingkah laku diartikan sebagai proses perubahan tingkah laku sebagai akibat dari