• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN PEMERIKSAAN MAGNETIC RESONANCE (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "GAMBARAN PEMERIKSAAN MAGNETIC RESONANCE (1)"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pemeriksaan radiologi maju dengan sangat pesat sesudah Perang

Dunia II, kemajuan ini sejalan dengan majunya ilmu kedokteran dan

ilmu-ilmu lainnya. Bidang-bidang ilmu-ilmu utama dalam perkembangan ini yaitu

fisika, kimia, dan biologi. Elektronik dan komputer dalam bidang fisika juga

memberi kontribusi besar bagi kemajuan bidang radiologi.1

Perkembangan teknologi yang semakin pesat ini ditandai dengan

munculnya berbagai macam teknologi mutakhir untuk mendiagnosa suatu

penyakit pada manusia, salah satu contoh adalah Magnetic Resonance

Imaging (MRI).2 MRI menghasilkan gambar potongan tubuh pasien yang

diperiksa dengan menggunakan medan magnet.1

Sejak penemuan prinsip dasar MRI yaitu inti atom yang bergetar

dalam medan magnet untuk pertama kali oleh1 Felix Bloch3 dan Edward

Purcell4 pada tahun 1946, para ahli mulai mengembangkannya dalam

bidang fisika dan kimia. Pada tahun 1971,1 Raymond Damadian3

menemukan kegunaan MRI untuk membedakan jaringan normal dan

jaringan abnormal (tumor) pada spesimen hewan percobaan. Pada tahun

1977, Damadian dan kawan-kawan untuk pertama kali menerbitkan

(2)

2

Alat MRI pertama kali digunakan untuk pemeriksaan tubuh manusia

di Hammersmith Hospital di London pada tahun 1981, dan menurut

Breadley, pada tanggal 1 Juni 1985 sudah ada 240 pesawat MRI yang

berfungsi di berbagai rumah sakit di seluruh dunia. Di Indonesia,

penggunaan MRI pertama kali di RSCM pada bulan September tahun 1990,

diikuti RS Pertamina pada bulan Desember tahun 1990, baru kemudian

diikuti oleh rumah sakit lainnya. Di beberapa rumah sakit pemerintah dan

swasta saat ini, MRI sudah dipakai sebagai pemeriksaan diagnostik standar

terutama untuk pencitraan neurospinal dan muskuloskeletal.1

MRI digunakan hampir 90% untuk pemeriksaan kepala dan

vertebra/sumsum tulang belakang, dengan hasil pencitraan otak dan medula

spinalis sangat menakjubkan, sedangkan sisanya 10% untuk pemeriksaan

organ yang lain.1 Jaringan lunak dan otot juga dapat dilihat dengan baik, dan

sistem tulang yang sebelumnya diduga tidak dapat diperiksa dengan MRI,

ternyata dengan pengalaman sekarang sudah dapat dilihat dengan baik. MRI

juga memberikan kemungkinan untuk studi dinamik jantung dan pembuluh

darah besar, sehingga pemeriksaan seperti kateterisasi jantung dan

angiokardiografi yang sifatnya invasif, di waktu yang akan datang mungkin

sekali tidak diperlukan lagi dan dapat dilakukan dengan MRI yang bersifat

noninvasif.1

Cara baru dapat memberi suatu gambaran yang bernilai lebih dari

cara sebelumnya, oleh karena efisien dan memberi hasil yang baik dalam

(3)

3

dunia kedokteran khususnya dalam bidang radiologi sebagai alat diagnostik,

maka penelitian ini disusun untuk mengetahui gambaran pemeriksaan MRI

pada kasus neurologis dan nonneurologis di Instalasi Radiologi Rumah

Sakit Umum Jayapura.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana gambaran pemeriksaan MRI pada kasus-kasus neurologis dan

nonneurologis ?

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran pemeriksaan MRI pada kasus-kasus

neurologis dan nonneurologis di Instalasi Radiologi Rumah Sakit

Umum Jayapura periode Juli 2012-Juni 2013.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui gambaran pemeriksaan kasus-kasus

neurologis dan nonneurologis dengan MRI berdasarkan usia

2. Untuk mengetahui gambaran pemeriksaan kasus-kasus

neurologis dan nonneurologis dengan MRI berdasarkan jenis

kelamin

3. Untuk mengetahui gambaran pemeriksaan kasus-kasus

neurologis dan nonneurologis dengan MRI berdasarkan

(4)

4

4. Untuk mengetahui gambaran pemeriksaan kasus-kasus

neurologis dan nonneurologis dengan MRI berdasarkan

gambaran hasil MRI

1.4 Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan informasi bagi RSU Jayapura mengenai peran MRI

sebagai pemeriksaan penunjang yang penting untuk penegakkan

diagnosa kasus neurologis dan nonneurologis dalam upaya peningkatan

kualitas pelayanan kesehatan di Papua

2. Sebagai sumber informasi kesehatan bagi masyarakat

3. Untuk menambah kepustakaan bagi Fakultas Kedokteran Universitas

Cenderawasih dan sebagai salah satu bahan informasi untuk peneliti

selanjutnya

4. Untuk menambah pengetahuan dan mendapatkan kompetensi sebagai

(5)

5 BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi MRI

MRI adalah alat kedokteran di bidang pemeriksaan diagnostik

radiologi, yang menghasilkan rekaman gambar potongan5 penampang

tubuh1 atau organ manusia dengan menggunakan medan magnet

berkekuatan5 antara 0,064-3 Tesla1 dan resonansi getaran terhadap inti atom

hidrogen,5 yaitu proton.1 Metode ini dipakai karena tubuh manusia

mempunyai konsentrasi atom hidrogen yang tinggi, yaitu sekitar 70%.1

2.2 Prinsip MRI

Proton dalam tubuh manusia saat di luar medan magnet mempunyai

arah yang acak dan tidak membentuk keseimbangan, kemudian saat pasien

diletakkan dalam alat MRI,3 dikelilingi oleh magnet yang besar6 maka posisi

proton akan sejajar dengan arah medan magnet. Frekuensi radio (RF) yang

diberikan menyebabkan atom H akan mengabsorbsi energi dari frekuensi

radio tersebut. Energi yang bertambah mengakibatkan atom H akan

mengalami pembelokan, sedangkan besarnya pembelokan arah dipengaruhi

oleh besar dan lamanya energi frekuensi radio yang diberikan. Saat

frekuensi radio dihentikan maka atom H akan sejajar kembali dengan arah

medan magnet3 dan melepaskan energi dalam bentuk sinyal frekuensi

radio.6 Pada saat inilah, atom Hakan memancarkan energi,3 dan bila energi

(6)

6

detektor khusus dan diperkuat, kemudian komputer akan mengolah dan3

disusun menjadi suatu gambar1 berdasarkan sinyal yang diperoleh dari

berbagai irisan.3

2.3 Istilah Dalam MRI

Waktu relaksasi T1 dan T2 adalah waktu kembalinya proton yang bergetar

dalam medan magnet ke posisi semula.

TR : Repetition time (diukur antara 2 pulsa RF berturut-turut)

TE : Echo delay time (diukur dari pertengahan pulsa sampai waktu

gradient echo)

T1 : Longitudinal relaxation time (TR pendek, TE pendek)

T2 : Transversal relaxation time (TR panjang dan TE panjang)

PD : Proton density, bagian dari T2 yang TR panjang dan TE pendek

IR : Inversion Recovery (Fat Suppression)

Tesla : Satuan fisika untuk magnet (1 Tesla = 10.000 Gauss).1

2.4 Instrumen MRI

Instrumen MRI secara garis besar terdiri dari:

1. Sistem magnet1 yang memproduksi medan magnet yang kuat dan

konstan.7

2. Alat pemancar dan alat penerima frekuensi radio1 (koil penerima), yang

mengeksitasi dan mendeteksi sinyal MRI.7

3. Gradien medan magnet, yang melokalisasi sinyal MRI. Medan gradien

diproduksi dari tiga set gradien koil, satu untuk setiap koordinat arah

(7)

7

a. Gradien koil X,7 untuk potongan sagital1

b. Gradien koil Y,7 untuk potongan koronal1

c. Gradien koil Z,7 untuk potongan aksial1

4. Komputer1 untuk pengendali pencitraan dan penyimpanan dokumen.7

5. Tenaga listrik dan sistem pendingin.1

(A) (B)

Gambar 2.1 (A) Penampang Mesin MRI8 (B) Tiga Gradient Coil 9

2.5 Penilaian MRI

Penilaian MRI adalah berdasarkan intensitasnya, ada tiga macam intensitas

yaitu: hipointens, isointens dan hiperintens, contoh:

1. Air: hipointens pada T1 dan menjadi hiperintens pada T2

2. Lemak atau darah: hiperintens pada T1 dan T2

(8)

8

(A) (B)

Gambar 2.2 MRI otak normal, potongan aksial, CSS di ventrikel lateral

(tanda panah). (A) T1 (hipointens: hitam) dan (B) T2 (hiperintens:

putih).6

2.6 Persiapan Pasien

Pada pemeriksaan MRI perlu diperhatikan bahwa alat/benda bersifat

feromagnetik seperti jam tangan, kunci, perhiasan, jepit rambut, gigi palsu,

dan lainnya tidak boleh dibawa ke ruang MRI, dan pasien diharuskan

memakai baju pemeriksaan.3 Pasien yang menggunakan alat pacu jantung,

logam dalam tubuh seperti IUD, sendi palsu, neurostimulator, klip

aneurisma serebral,3 serta pasien dengan kehamilan trimester pertama juga

tidak boleh diperiksa, sedangkan pasien dengan penyakit epilepsi boleh

diperiksa tetapi harus diawasi dokter selama pemeriksaan.1

Persiapan pemeriksaan dilakukan beberapa hal, yaitu memprogram

identitas pasien, mengatur posisi tidur pasien sesuai dengan objek yang akan

diperiksa, dan memilih jenis koil yang akan digunakan untuk pemeriksaan,

(9)

9 2.7 Zat Kontras

Zat kontras terdiri atas unsur atom Gadolinium (Gd3+), yang

digunakan pada keadaan tertentu seperti pada tumor untuk mengetahui

bagaimana vaskularisasi dari tumor tersebut. Gadolinium (Gd3+), saat ini

ditambah dengan DTPA (diethylene triamine pentaacetic acid) menjadi

Gd.DTPA yang disuntikan intravena dengan dosis 0,2 ml/kgbb. Penilaian

berdasarkan ada atau tidaknya penyangatan (enhancement) dari kontras

tersebut.1

2.8 Kelebihan dan Kekurangan MRI 2.8.1 Kelebihan MRI

1. Tanpa menggunakan sinar X.1

2. Detail anatomi6 dan beberapa kelainan terutama pada jaringan

lunak seperti otak, sumsum tulang serta muskuloskeletal3

digambarkan dengan sangat baik.6

3. Artefak tulang tidak tampak karena kurangnya sinyal dari

tulang.6

4. Banyak pemeriksaan yang dapat dikerjakan tanpa memerlukan

zat kontras.1

5. MRI mampu melakukan pemeriksaan fungsional seperti

pemeriksaan difusi, perfusi3 (menilai distribusi darah baik di

otak maupun di jantung)10 dan menunjukkan parameter

biologik1 berupa metabolisme yang ada di dalam sebuah

(10)

10

6. Potongan yang dihasilkan dapat tiga dimensi (aksial, koronal

dan sagital) dan banyak potongan dapat dibuat hanya dalam

satu waktu1 tanpa merubah posisi pasien.3

2.8.2 Kekurangan MRI

1. Biaya operasional mahal6

2. Waktu pemeriksaan cukup lama1 dibandingkan CT6

3. Pencitraan yang kurang baik pada lapangan paru6

4. Kalsifikasi tidak mampu ditunjukkan dengan akurat6

5. Darah segar pada perdarahan baru tidak divisualisasi sebaik

CT6

6. Pasien yang mengandung metal tidak dapat diperiksa1 karena

metal dapat terdorong lepas dari posisinya oleh medan magnet

yang kuat.6

7. Pasien claustrofobia memerlukan anestesi umum.1

2.9 Penggunaan MRI

MRI pada prinsipnya dapat memeriksa hampir seluruh organ tubuh,

mulai dari kepala sampai kaki. MRI digunakan untuk pemeriksaan kepala

dan vertebra/sumsum tulang belakang mencapai hampir 90%, sedangkan

sisanya 10% untuk pemeriksaan organ yang lain.1

2.9.1 Kepala (Otak)

Otak adalah bagian dari susunan saraf pusat yang tersusun

atas beberapa bagian yang berbeda dan serebrum merupakan

(11)

11

(hemisfer). Setiap hemisfer terdiri dari lapisan luar yang tipis yaitu

substansia grisea (bahan abu-abu) yang menutupi bagian tengah

yaitu substansia alba (bahan putih karena ada lemak mielin).11

Suplai darah arteri ke otak dijamin oleh arteri vertebralis dan arteri

karotis interna, yang cabang-cabangnya beranastomosis

membentuk sirkulus arteriosus Willisi.12

MRI dapat membedakan bagian otak yang abu-abu dengan

bagian yang putih. Bagian otak yang putih mengandung 12% lebih

sedikit air dibandingkan dengan yang abu-abu, tetapi bagian yang

putih mempunyai lebih banyak lemak daripada bagian otak yang

abu-abu, sehingga bagian otak ini mempunyai waktu T1 yang

pendek dan T2yang panjang. Pada gambar T1, bagian otak yang

abu-abu mempunyai sinyal yang lebih sedikit dibandingkan dengan

yang putih. Pada gambar T2, bagian otak yang abu-abu mempunyai

sinyal intensitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan bagian otak

yang putih.1

(12)

12

Cairan likuor1 pada T1 tampak berwarna hitam6 karena

tidak menghasilkan sinyal (hipointens), dan pada T2 cairan likuor1

berwarna putih6 karena mempunyai sinyal intensitas tinggi

(hiperintens),1 sedangkan lemak mempunyai sinyal intensitas tinggi

yang sama pada gambar T1 dan T2. Perbedaan waktu relaksasi

menunjukkan perbedaan bagian otak yang padat dengan kista, dan

lesi tersebut mengandung lemak atau darah dibedakan dengan

pemeriksaan teknik inversion recovery, bila memang lemak maka

akan menjadi hipointens, dan bila bukan lemak akan tetap

hiperintens. Berikut adalah beberapa indikasi pemeriksaan MRI

kepala.1

1. Tumor Otak Primer

Pada MRI, tumor ditandai melalui pergeseran tempat,

pendesakan atau pelebaran ventrikel dan edema perifokal yang

positif, serta perbedaan waktu relaksasi. MRI juga dapat

menunjukkan bagian tumor yang vital dan yang nekrosis, yang

nekrosis mempunyai sinyal sedikit. Edema perifokal pada

tumor mempunyai waktu T2 lebih lama, dan gambarannya

tampak mempunyai sinyal intensitas tinggi.1

a. Glioma

Glioma merupakan lebih dari 50% tumor

intrakranial primer, yang terdiri dari astrositoma,

(13)

13

(A) (B)

Gambar 2.4 Glioma di lobus parietal, potongan aksial.

(A) T1 (B) T2. Gambar T2 menunjukkan edema luas di

sekitar tumor (putih).6

Astrositoma adalah sekelompok neoplasma

heterogen yang berkisar dari lesi berbatas tegas yang

tumbuh lambat seperti astrositoma pilositik hingga

neoplasma infiltrat yang sangat ganas seperti glioblastoma

multiforme13 (astrositoma derajat 3 dan 4),14 dan

astrositoma hanya sekitar 2% dari semua glioma.1

Astrositoma pilositik lebih sering pada anak, walaupun

dapat timbul pada semua usia,13 sedangkan glioblastoma

multiforme adalah 90% dari glioma yang terjadi pada

orang dewasa.14 Astrositoma disertai edema perifokal, dan

mengandung air lebih dari 80% sehingga pada gambaran

T1 mempunyai sinyal yang lemah dan pada gambar T2

(14)

14

(A) (B)

Gambar 2.5 Astrositoma di medula oblongata, T1,

potongan sagital. (A) Tampak tumor tanpa kontras (B)

Setelah pemberian Gd.DTPA intravena, tumor mempunyai

sinyal intensitas tinggi.1

Oligodendroglioma ditemukan pada semua

golongan usia14 biasanya dijumpai pada hemisfer otak

orang dewasa muda,12 juga golongan usia antara 40-50

tahun.14 Ependimoma dapat terjadi pada semua usia,13

namun sering terjadi pada anak daripada dewasa, biasanya

terlihat bila usia anak kurang dari 7 tahun.12

b. Meningioma

Meningioma merupakan tumor bersifat jinak,

berupa lesi berbatas tegas yang berasal dari setiap bagian

meningeal yang menutupi otak.6 Meningioma banyak

mengandung perkapuran sehingga saat keadaan

(15)

15

dibandingkan gambar T1 sebelum dan sesudah zat kontras

diberikan dan pada umumnya hasil menyangat.1 Pasien

golongan usia antara 50-60 tahun14 sering terkena, dan

lebih sering dialami perempuan daripada laki-laki.12

(A) (B)

Gambar 2.6 Massa berbatas tegas yang memiliki tepi

yang rata (meningioma). (A) Potongan aksial (B)

Potongan sagital.6

2. Metastasis Intrakranial

Tumor ini dapat terjadi pada anak usia kurang dari 10

tahun, tetapi paling sering terjadi12 pada usia lanjut13 (usia

dekade kelima dan enam).12 MRI sering tidak dapat dipercaya

untuk membedakan antara neoplasma primer atau tumor

sekunder.6

Metastasis dapat bersifat hemoragik, kistik, atau

mengalami kalsifikasi dan dapat membentuk kavitas,6 serta

(16)

16

multipel hampir pasti merupakan metastasis,6 yang sukar bila

lesi hanya satu, sedangkan primer di tempat lain seperti di

paru, payudara,1 bronkus atau saluran pencernaan.6

3. Infark

Infark pada otak disebabkan oleh defisiensi sirkulasi

serebral akibat trombosis atau peristiwa emboli, dan secara

klinis berupa stroke.6 Kelainan ini paling sering terjadi pada

dekade ketujuh kehidupan dan lebih sering ditemukan pada

laki-laki daripada perempuan.13 Tanda perubahan dini dari

iskemia otak adalah perpanjangan waktu T1 dan T2. Pada

gambar T1 hipointens dan menjadi hiperintens pada T2.1

4. Penyakit Demielinisasi (Multiple Sclerosis)

Sklerosis multipel umumnya terjadi pada usia muda,6

dengan insiden puncak antara usia 18 dan 40 tahun.13

Perempuan mengalami kelainan ini dua kali lipat lebih sering

daripada laki-laki.12 MRI mengkonfirmasi penyakit ini dengan

menemukan plak-plak dengan sinyal yang menguat di daerah

manapun pada sistem saraf pusat,6 dan penyakit ini jelas sekali

(17)

17

(A) (B)

Gambar 2.7 Plak demielinisasi di daerah periventrikular,

potongan aksial. (A) Gambar T1 (B) Gambar T26

5. Perdarahan Otak

Perdarahan stasioner mempunyai waktu T1 yang

pendek karena zat besi dalam hemoglobin merupakan suatu

bahan paramagnetis. Hematom adalah penimbunan darah pada

jaringan15 yang sering berkaitan dengan trauma otak berat,12

dan gambar hematom pada T1 mempunyai sinyal intensif.1

Gambar 2.8 Perdarahan di otak, T1, potongan aksial, terlihat

(18)

18

2.9.2 Tulang Belakang (Medula Spinalis)

Gambar T1 sumsum tulang mempunyai sinyal intensitas

yang sedang, sedangkan cairan likuor tampak pada daerah yang

hitam, dan pada T2 menjadi hiperintens. Indikasi pemeriksaan MRI

tulang belakang:1

1. Tumor

Tumor medula spinalis dapat terjadi pada semua

kelompok usia, tetapi jarang dijumpai sebelum usia 10 tahun,12

tumor ini diklasifikasikan sesuai lokasi tumor terhadap dura

dan medula spinalis, sehingga terbagi atas:1

a. Intradural Intramedular

Tumor ini berasal dari dalam medula spinalis sendiri,12

terdiri dari astrocytoma, ependymoma, syringomyelia dan

hemangioblastoma.1

b. Intradural Ekstramedular

Tumor ini terletak di antara dura mater dan medula

spinalis, sebagian besar tumor di daerah ini adalah

neurofibroma dan meningioma.12

c. Ekstradural

Tumor corpus vertebra.1

2. Penyakit Degeneratif /HNP

Hernia nukleus pulposus ialah keadaan terjadinya

(19)

19

Proses degenerasi diskus intervertebra pada pemeriksaan MRI

akan isointens pada T1 karena mempunyai waktu T1 relatif

panjang dan menjadi hipointens pada T2, yang normalnya

adalah hiperintens pada T2. Herniasi dapat terjadi pada usia

muda1 (anak dan remaja)12 dan usia tua,1 dengan insiden

puncak pada dekade keempat dan kelima, serta lebih sering

terjadi pada laki-laki.16

3. Metastasis

Metastasis ke korpus vertebra sering berasal dari

myeloma, payudara, prostat, limfoma malignum, melanoma,

serviks dan bladder serta nasofaring, sedangkan yang

mengenai medula spinalis berasal dari spinal leptomeningeal

tumor, tumor primer ada di otak, menjalar melalui cairan

likuor, seperti meduloblastoma, glioblastoma, ependymoma,

astrocytoma, retinoblastoma dan pinealoma.1

2.9.3 Jantung

Pemeriksaan jantung dengan MRI dapat dilakukan tanpa

kontras, sebaiknya diperiksa dalam keadaan diastolik saat jantung

dalam keadaan mengembang. Gambar dinding jantung tampak

abu-abu, atrium dan ventrikel tampak hitam, dan jaringan lemak tampak

putih. Kelainan jantung seperti jaringan infark mempunyai waktu

(20)

20 2.9.4 Hati

Hati, pembuluh darah (vena hepatika, vena porta) dan

saluran empedu dapat tergambar dengan baik. Kelainan pada hati1

yang menjadi indikasi MRI ialah:

1. Tumor

Tumor ganas mempunyai waktu T1 dan T2 lebih

panjang. Metastasis menurut Moss dapat diketahui pada

gambar T2, dan menurut Kuni Ohtomo dan kawan-kawan

dengan perbedaan waktu T2 dapat dibedakan antara tumor

ganas hati dengan hemangioma di hati.1 Karsinoma hati (HCC)

terutama terjadi pada laki-laki.13 2. Sirosis

Perubahan yang besar dari struktur dan pembesaran

lobus kaudatus akan tampak Pada MRI, dengan waktu T1 lebih

panjang.1

2.9.5 Kandung Empedu dan Salurannya

Kadar empedu pekat tampak mempunyai sinyal perintens

pada pemeriksaan MRI, sedangkan kebalikannya bila kadar

empedu encer tampak sinyal hipointens, karena empedu memiliki

sedikit konsentrasi elektrolit dan lemak di dalamnya. Batu kandung

empedu mempunyai sinyal hipointens, karena tidak ada proton dari

atom hidrogen yang bergerak.1 Batu empedu relatif jarang terjadi

(21)

21

kontrasepsi oral atau yang hamil akan lebih beresiko menderita

batu empedu, bahkan pada usia remaja dan usia 20-an.15 Karsinoma

kandung empedu sedikit lebih sering pada perempuan, dan paling

sering timbul pada usia 70-an.13

2.9.6 Limpa

Gambaran limpa pada T2 pemeriksaan MRI mempunyai

sinyal yang intensitasnya relatif kuat. Tekanan vena porta yang

meninggi pada pembesaran limpa tampak pada gambar T2, ada

peninggian intensitas sinyal dibandingkan dengan normal.1

2.9.7 Pankreas

Gambaran pankreas tampak sebagai struktur yang homogen

dan akibat dari pergerakan napas dan peristaltik usus, gambarannya

menjadi agak kurang jelas. Karsinoma kaput pankreas dan kista

serta infeksi mudah didiagnosa, untuk ini diperlukan zat kontras.1

1. Pankreatitis Akut

Organ tampak membesar dengan jaringan sekitarnya

menipis,1 dan penyakit ini lebih sering dijumpai pada orang

dewasa, dan jarang pada anak.15 Infeksi dan edema

menyebabkan waktu T1 dan T2 diperpanjang, dan pada

(22)

22 2. Pankreatitis Kronik

Pemeriksaan MRI tidak menghasilkan gambar yang

bagus oleh karena sedikit sekali intensitasnya dan tidak dapat

dibedakan dengan jaringan fibrosis.1

3. Tumor Pankreas

Kanker pankreas sering terjadi pada laki-laki daripada

perempuan dengan insiden puncak terjadi pada usia lanjut.15

Adenokarsinoma mempunyai waktu T1dan T2 lebih panjang,

dengan demikian dapat dibedakan dengan jaringan yang

normal. Tumor mempunyai sinyal hiperintens karena waktu T2

yang lebih panjang.1

2.9.8 Ginjal

Pemeriksaan MRI dapat membedakan jaringan korteks dan

parenkim ginjal pada gambar T1.1

1. Sumbatan Ureter

Pielum dan ureter yang melebar mempunyai sinyal

hipointens pada T1 dan hiperintens pada T2 karena banyak

mengandung urin. 1

2. Tumor

Intensitas sinyal yang dimiliki tidak homogen dan

mempunyai waktu T1 yang lebih panjang dibandingkan

dengan jaringan parenkim ginjal yang normal, dan zat kontras

(23)

23

Karsinoma sel ginjal terutama terjadi pada orang

dewasa, jarang terlihat pada anak usia di bawah 5 tahun1

dengan laki-laki terkena dua kali lebih sering daripada

perempuan.11 Berbeda dengan tumor Wilms, yaitu tumor ganas

ginjal yang sering dijumpai pada anak-anak1 berusia kurang

dari 10 tahun, dan jarang timbul pada orang dewasa.13

2.9.9 Kandung Kemih

Tumor di kandung kemih dapat diketahui karena ada

perbedaan yang jelas antara urin dengan dinding kandung kemih,

demikian pula infiltrasi dari luar dinding kandung kemih dapat

diketahui.1 Tumor kandung kemih mengenai laki-laki sekitar tiga

kali lebih sering daripada perempuan dan biasanya timbul pada

usia antara 50 dan 70 tahun.13

2.9.10 Retroperitoneum

Lumen pembuluh darah mempunyai sinyal hipointens

dibandingkan dengan jaringan sekitarnya yang mempunyai sinyal

hiperintens, dan jaringan lemak mempunyai T2 yang lebih panjang

dibandingkan dengan jaringan otot. Pemeriksaan MRI dapat

(24)

24 2.9.11 Kelenjar Getah Bening

Kelenjar getah bening mempunyai waktu T1 dan T2 yang

panjang pada MRI. Pada gambar T1 tampak kelenjar getah bening

mempunyai sinyal hiperintens dibandingkan dengan jaringan otot

sekitarnya, dan pemeriksaan ini dilakukan tanpa zat kontras.1

2.9.12 Prostat

Prostat mempunyai sinyal intensitas sedang pada gambar

T2. Hiperplasia prostat jinak adalah penyakit yang disebabkan oleh

penuaan, dengan gejala klinis yang biasanya muncul pada lebih

dari 50% laki-laki yang berusia 50 tahun ke atas,12 dan dapat

diketahui dengan baik pada pemeriksaan MRI.1

Kanker prostat terutama menyerang orang yang berusia di

atas 55 tahun,12 dengan insiden puncak antara usia 65 sampai 75

tahun.13 Tumor ganas stadium dini dapat diketahui dengan

pemberian zat kontras.1

2.9.13 Uterus dan Ovarium

Uterus mempunyai intensitas sinyal yang sama dengan

jaringan otot. Tumor ganas mempunyai waktu T1 dan T2 yang

panjang, dengan infiltrasi ke jaringan sekitarnya dapat diketahui,

dan perlu teknik fat suppression untuk memperjelas tumor.1

Puncak insiden karsinoma serviks insitu adalah usia 20

(25)

25

maupun Kaukasian. Perempuan dengan usia yang lebih tua dari 65

tahun dilaporkan 25% menderita karsinoma serviks invasif.12

2.9.14 Tulang Lainnya

MRI dapat membedakan jaringan intra dengan ekstraosseus.

Tumor tulang mempunyai waktu T1 dan T2 yang memanjang, dan

zat kontras diperlukan untuk membedakan tumor jinak dan ganas.1

Osteosarkoma paling sering diderita anak remaja dan mereka yang

baru menginjak dewasa,12 berusia antara 10-25 tahun. Jumlah

kasus meningkat lagi setelah usia 50 tahun yang disebabkan oleh

adanya degenerasi maligna,1 dengan laki-laki lebih sering terkena

daripada perempuan.13 Pada kondrosarkoma, laki-laki terkena dua

kali lebih sering dibandingkan dengan perempuan, dan timbul pada

usia lebih tua13 (di atas 25 tahun),12 dengan insiden puncak pada

dekade keenam.13 Sarkoma Ewing sering terjadi pada anak, yaitu

(26)

26 BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan

menggunakan metode retrospektif.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Umum Jayapura

pada bulan Juli 2012-Juni 2013.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi penelitian yaitu semua pasien yang dilakukan pemeriksaan MRI di

Instalasi Radiologi Rumah Sakit Umum Jayapura dengan data variabel

penelitian yang lengkap, dan sampel adalah seluruh total populasi.

3.4 Variabel Penelitian

1. Usia

2. Jenis kelamin

3. Diagnosa klinis

4. Gambaran hasil MRI

3.5 Definisi Operasional

1. Usia

Usia adalah lamanya hidup pasien yang dihitung berdasarkan tahun

sejak pasien lahir hingga waktu pemeriksaan MRI dilakukan, sesuai

(27)

27

digunakan pada penelitian adalah anak: 5-11 tahun; remaja: 12-19

tahun; dewasa awal: 20-39 tahun; dewasa pertengahan: 40-64 tahun;

dan dewasa akhir (lanjut usia): ≥ 65 tahun.17

2. Jenis kelamin

Identitas pasien sesuai kondisi biologis atau fisiknya yaitu laki-laki (♂)

dan perempuan (♀).

3. Diagnosa klinis

Diagnosa yang ditulis oleh dokter yang meminta pemeriksaan MRI.

Diagnosa klinis pada penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu diagnosa

klinis yang neurologis dan nonneurologis.

4. Gambaran hasil MRI

Interpretasi hasil MRI yang dibuat oleh dokter ahli radiologi yang

melakukan pemeriksaan. Gambaran hasil MRI juga dibagi menjadi

neurologis dan nonneurologis.

3.6 Cara Pengumpulan Data

Data untuk penelitian ini adalah data sekunder yang diambil dari buku

registrasi pasien di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Umum Jayapura

periode Juli 2012-Juni 2013.

3.7 Pengolahan dan Analisis Data

Penyusun menggunakan sistem tabulasi dalam pengolahan data secara

kuantitatif dan dianalisa berdasarkan persentase yang kemudian akan

(28)

28 BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Pada bulan Juli 2012-Juni 2013 tercatat sebanyak 23 pasien yang

dilakukan pemeriksaan MRI dengan data variabel penelitian yang lengkap,

oleh karena sampel adalah total populasi, maka sampel dalam penelitian ini

adalah sebanyak 23 pasien. Berikut adalah gambaran pasien yang diteliti.

Distribusi pasien yang dilakukan pemeriksaan MRI berdasarkan usia dapat

dilihat pada tabel 4.1

Tabel 4.1 Distribusi Pasien Yang Dilakukan Pemeriksaan MRI Berdasarkan Usia

Berdasarkan tabel 4.1 terlihat bahwa pasien yang paling banyak

dilakukan pemeriksaan MRI adalah dari kelompok usia 40-64 tahun

sebanyak 12 pasien atau 52,17% diikuti oleh kelompok usia 20-39 tahun

No Usia (Tahun) n %

1 5-11 3 13,05

2 12-19 - -

3 20-39 8 34,78

4 40-64 12 52,17

5 ≥ 65 - -

(29)

29

sebanyak 8 pasien atau 34,78%, sedangkan pasien yang tidak dilakukan

pemeriksaan MRI adalah dari kelompok usia 12-19 tahun dan ≥ 65 tahun.

Distribusi pasien yang dilakukan pemeriksaan MRI berdasarkan jenis

kelamin dapat dilihat pada tabel 4.2

Tabel 4.2 Distribusi Pasien Yang Dilakukan Pemeriksaan MRI Berdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan tabel 4.2 terlihat bahwa yang paling banyak dilakukan

pemeriksaan MRI adalah pasien berjenis kelamin perempuan dengan jumlah

sebanyak 15 pasien atau 65,22%, sedangkan laki-laki sebanyak 8 pasien

atau 34,78%.

Distribusi pasien yang dilakukan pemeriksaan MRI berdasarkan diagnosa

klinis terbagi menjadi dua tabel yaitu berdasarkan diagnosa klinis yang

neurologis dapat dilihat pada tabel 4.3.1 dan diagnosa klinis yang

nonneurologis dapat dilihat pada tabel 4.3.2

No Jenis Kelamin n %

1 Laki-laki 8 34,78

2 Perempuan 15 65,22

(30)

30

Tabel 4.3.1 Distribusi Pasien Berdasarkan Diagnosa Klinis Neurologis Yang Dilakukan Pemeriksaan MRI

No Diagnosa Klinis n %

1 Cedera Kepala 4 22,22

2 Hemiparese 2 11,11

3 Kejang 2 11,11

4 Cephalgia 2 11,11

5 Spastik et ca. Stroke Iskemik Tromboemboli 1 5,55

6 Meningitis TB 1 5,55

7 Tetraparese 1 5,55

8 Sindrom Extrapiramidal 1 5,55

9 Vertigo 1 5,55

10 Afasia 1 5,55

11 Suspect SOL 1 5,55

12 Muka dan lengan kiri rasa kram, nyeri 1 5,55

Jumlah 18 100

Berdasarkan tabel 4.3.1 dapat dilihat bahwa diagnosa klinis paling

banyak untuk kasus neurologis yang dilakukan pemeriksaan MRI adalah

cedera kepala dengan jumlah sebanyak 4 pasien atau 22,22%, sedangkan

diagnosa klinis yang paling sedikit untuk kasus neurologis, salah satunya

(31)

31

Tabel 4.3.2 Distribusi Pasien Berdasarkan Diagnosa Klinis Nonneurologis Yang Dilakukan Pemeriksaan MRI

No Diagnosa Klinis n %

1 Suspect Hepatitis Kronis 1 9,09

2 Tumor Dinding Abdomen 1 9,09

3 Suspect Karsinoma Kandung Empedu 1 9,09

4 Jaundice Suspect Karsinoma Pankreas 1 9,09

5 Tumor Abdomen 2 18,19

6 Karsinoma Serviks 3 27,28

7 Suspect Karsinoma Serviks stadium II b 1 9,09

8 Abses Hati + Efusi Pleura (S) 1 9,09

Jumlah 11 100

Berdasarkan tabel 4.3.2 dapat dilihat bahwa diagnosa klinis paling

banyak untuk kasus nonneurologis yang dilakukan pemeriksaan MRI adalah

karsinoma serviks dengan jumlah sebanyak 3 pasien atau 27,28%, bila 3

pasien tersebut dijumlahkan dengan 1 pasien atau 9,09% berdiagnosa klinis

suspect karsinoma serviks stadium II b maka jumlah diagnosa klinis

karsinoma serviks secara garis besar menjadi 4 pasien, sedangkan yang

paling sedikit salah satunya adalah suspect karsinoma kandung empedu

(32)

32

Distribusi pasien yang dilakukan pemeriksaan MRI berdasarkan jenis

pemeriksaan MRI dapat dilihat pada tabel 4.4.1, berdasarkan hasil

pemeriksaan MRI dapat dilihat pada tabel 4.4.2, serta gambaran hasil MRI

yang neurologis dan nonneurologis dapat dilihat pada tabel 4.4.3 dan 4.4.4

Tabel 4.4.1 Distribusi Pasien Berdasarkan Jenis Pemeriksaan MRI

Berdasarkan tabel 4.4.1 dapat dilihat bahwa jenis pemeriksaan MRI

yang dilakukan memiliki pola yang tidak berbeda jauh antara neurologis dan

nonneurologis. Jumlah pemeriksaan antara yang neurologis dan

nonneurologis hanya selisih 1 kasus, yaitu pemeriksaan MRI yang

neurologis (MRI kepala) berjumlah sebanyak 12 pasien atau 52,17%,

sedangkan pemeriksaan MRI yang nonneurologis (MRI abdomen) adalah

sebanyak 11 pasien atau 47,83%.

Tabel 4.4.2 Hasil Pemeriksaan MRI

No Jenis Pemeriksaan n %

1 Neurologis (Kepala) 12 52,17

2 Nonneurologis (Abdomen) 11 47,83

Jumlah 23 100

No Hasil MRI n %

1 Normal 5 21,74

2 Tidak Normal 18 78,26

(33)

33

Berdasarkan tabel 4.4.2 terlihat bahwa hasil pemeriksaan MRI dari

23 sampel yang menunjukkan ada kelainan (tidak normal) berjumlah

sebanyak 18 pasien atau 78,26%, sedangkan hasil pemeriksaan MRI yang

normal berjumlah sebanyak 5 pasien atau 21,74%.

Tabel 4.4.3 Distribusi Pasien Berdasarkan Gambaran Hasil MRI Neurologis

No Gambaran MRI n %

1 Perdarahan Intraserebral 3 18,75

2 Hidrosefalus 3 18,75

3 Gambar Infark Serebri 1 6,25

4 Meningioencephalitis 1 6,25

5 Hydraencephaly 1 6,25

6 Cysta Subarachnoid 1 6,25

7 Lacunar Infark + Capsula Infark 1 6,25

8 Curiga Tuberkuloma di Cauda Anterior Ventrikel

Lateralis

1 6,25

9 Perdarahan di daerah Sinus Frontalis, Ethmoidalis

dan Sphenoidalis

1 6,25

10 Meningitis + Ventrikulitis 1 6,25

11 Gambar TACS (Tumor Association Cyst) 1 6,25

12 Tuberkuloma dengan liquifikasi di tengahnya 1 6,25

(34)

34

Berdasarkan tabel 4.4.3 dapat dilihat bahwa gambaran hasil

pemeriksaan MRI terbanyak untuk kasus neurologis adalah gambaran

perdarahan intraserebral dan hidrosefalus sebanyak masing-masing 3 pasien

atau 18,75%, sedangkan gambaran hasil MRI yang paling sedikit untuk

kasus neurologis, salah satunya adalah gambar infark serebri dengan jumlah

(35)

35

Tabel 4.4.4 Distribusi Pasien Berdasarkan Gambaran Hasil MRI Nonneurologis

No Gambaran MRI n %

1 Pyelonephritis 3 13,63

2 Gangguan faal hati segmen medial Hepatitis Kronik 1 4,54

3 Massa dinding kanan (Fibrosarcoma) di luar organ

Intraabdomen

1 4,54

4 Hepatosplenomegali 1 4,54

5 Kemungkinan Emphysema + Cholangitis 1 4,54

6 Hepatomegali 1 4,54

7 Hidronefrosis 3 13,63

8 Massa Intraabdomen 1 4,54

9 Tumor Grawitz 1 4,54

10 Teratoma 1 4,54

11 Cystoma Ovari + Asites 1 4,54

12 Massa hyperintens + hypointens di daerah serviks

pada T2W, invasif ke parametrium.

4 18,19

13 Massa kidney like di daerah usus halus distal/colon 1 4,54

14 Abses hati yang tidak jelas 1 4,54

15 Cholesistitis 1 4,54

(36)

36

Berdasarkan tabel 4.4.4 dapat dilihat bahwa gambaran hasil

pemeriksaan MRI paling banyak untuk kasus nonneurologis adalah gambar

massa hyperintens bercampur hypointens di daerah serviks pada T2W dan

invasif ke parametrium berjumlah sebanyak 4 pasien atau 18,19%,

gambaran ini mengarah pada diagnosa karsinoma serviks. Gambaran

hepatosplenomegali dan cholesistitis merupakan salah satu gambaran yang

paling sedikit dengan jumlah masing-masing sebanyak 1 pasien atau 4,54%.

Hasil MRI berupa abses hati yang tidak jelas (proses klinis membaik)

menunjukkan bahwa selain untuk mendiagnosa, MRI juga dapat digunakan

untuk evaluasi kondisi pasien, dan gambaran hasil MRI berupa tumor

grawitz, teratoma dan cystoma ovari dengan asites merupakan diagnosa

banding dari massa intraabdomen.

4.2 Pembahasan

4.2.1 Berdasarkan Usia

Berdasarkan tabel 4.1 diketahui bahwa usia terbanyak yang

dilakukan pemeriksaan MRI adalah kelompok usia 40-64 tahun

sebanyak 12 pasien (52,17%), diikuti kelompok usia 20-39 tahun

sebanyak 8 pasien (34,78%) dan usia 5-11 tahun sebanyak 3 pasien

(13,05%).

Penelitian ini dilakukan untuk melihat bagaimana pola

penggunaan MRI untuk memeriksa kasus neurologis dan

nonneurologis, artinya melihat gambaran pemeriksaan MRI pada

(37)

37

menyertai. Pada hakikatnya suatu penyakit dapat menyerang setiap

orang pada semua golongan usia, tetapi ada penyakit-penyakit

tertentu yang lebih banyak menyerang golongan usia tertentu.

Penyakit kronis mempunyai kecenderungan meningkat dengan

bertambahnya usia salah satunya seperti karsinoma yang lebih

banyak menyerang orang dewasa dan lanjut usia, sedangkan

penyakit akut tidak mempunyai suatu kecenderungan yang jelas.18

Pada penelitian ini ditemukan bahwa semua diagnosa klinis yang

dilakukan pemeriksaan MRI adalah penyakit tidak menular (PTM),

sehingga hasil penelitian mengenai variabel usia pada penelitian ini

dihubungkan dengan epidemiologi PTM.

Berdasarkan buletin jendela data dan informasi kesehatan

PTM, persentase kasus baru selama 2009-2010 berdasarkan usia,

yang paling tinggi adalah kelompok usia 45-64 tahun dan

kemudian diikuti kelompok usia 25-44 tahun.19 Hal ini

menunjukkan bahwa orang-orang yang sering mengalami PTM

adalah kelompok usia produktif.20 Hal ini sesuai dengan kelompok

usia pertama (40-64 tahun) dan kedua tertinggi (20-39 tahun) pada

penelitian ini yang menderita PTM dan dilakukan pemeriksaan

MRI. Tingginya angka kejadian PTM pada kelompok usia dewasa

disebabkan oleh perilaku yang buruk dan pilihan gaya hidup yang

juga buruk pada tahun-tahun awal kehidupan,20 dan karena

(38)

38

Kelompok usia 12-19 tahun dan ≥ 65 tahun pada penelitian

ini tidak dilakukan pemeriksaan MRI, hal ini dapat disebabkan oleh

karena terbatasnya waktu penelitian dan jumlah data, serta alat ini

masih relatif baru digunakan di RSU Jayapura.

Hal lain yang dapat menjelaskan tidak dilakukannya

pemeriksaan MRI pada masa remaja adalah masa remaja memiliki

peluang untuk menambah pengalaman kesehatan seperti olahraga

yang teratur dan pola makan yang sehat, atau sebaliknya memiliki

akses ke zat-zat dan pengalaman yang merusak kesehatan (alkohol,

tembakau, penyalahgunaan obat dan perilaku seksual beresiko),

sehingga usia ini rentan membangun perilaku merusak kesehatan.20

Pada usia ini, manusia menentukan pilihan gaya hidup

tertentu yang akan memberikan pengaruh jangka panjang terhadap

kesehatannya pada tahun-tahun selanjutnya dalam kehidupan. Hal

ini menunjukkan bahwa dampak dari perilaku kesehatan yang

dipilih untuk dilakukan oleh kelompok usia remaja saat ini akan

tampak pada tahun-tahun selanjutnya, contoh: perilaku seksual

yang tak terlindungi dan memiliki beberapa pasangan seks

mengakibatkan penyakit menular seksual (PMS) yang bila

disebabkan human papilloma virus (HPV) dapat mengakibatkan

karsinoma serviks di tahun-tahun selanjutnya.20

Alasan kedua yang dapat menjelaskan usia lanjut (≥ 65

(39)

39

waktu dan data pada penelitian ini, adalah karena perilaku

kesehatan dan pilihan gaya hidup lansia lebih baik daripada orang

yang lebih muda berdasarkan pada suatu hasil wawancara, namun

perlu diperhatikan bahwa banyak dari para lansia yang minum

alkohol, merokok dan kegemukan meninggal sebelum usia 65

tahun sehingga tidak ada pada saat wawancara dilakukan.20

Pernyataan di atas menunjukkan lansia yang ada saat wawancara

ini dilakukan adalah lansia yang kemungkinan besar gaya hidup di

masa muda mereka baik, sehingga jumlah lansia berusia ≥ 65 tahun

yang sakit dan berkemungkinan untuk dilakukan pemeriksaan MRI

lebih rendah.

4.2.2 Berdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan tabel 4.2 diketahui bahwa perempuan adalah

jenis kelamin terbanyak yang dilakukan pemeriksaan MRI yaitu

sebanyak 15 pasien (65,22%), sedangkan laki-laki sebanyak 8

pasien (34,78%). Penyakit bisa terjadi pada laki-laki dan

perempuan dengan adanya dominasi salah satu jenis kelamin, tidak

ada dominasi atau hanya terjadi pada salah satu jenis kelamin.

Berdasarkan buletin jendela data dan informasi kesehatan

PTM, persentase kasus baru baik yang rawat inap dan jalan selama

2009-2010 menunjukkan data jenis kelamin memiliki pola yang

tidak jauh berbeda antara laki-laki dan perempuan. Jenis kelamin

(40)

40

8,64% (2009) dan 10,22% (2010) untuk pasien yang rawat jalan,

serta 2,12% (2009) dan 2,4% (2010) untuk pasien rawat inap.19 Hal

ini menunjukkan hasil penelitian sesuai dengan data di buletin

PTM bahwa perempuan lebih banyak menderita PTM sehingga

memiliki kemungkinan lebih besar untuk dilakukan pemeriksaan

MRI dibandingkan laki-laki, namun perbedaan yang besar antara

jenis kelamin laki-laki dan perempuan pada penelitian ini dapat

disebabkan oleh terbatasnya waktu penelitian dan jumlah data

untuk dapat menggambarkan dengan baik pola pemeriksaan MRI di

RSU Jayapura berdasarkan jenis kelamin, selain itu dapat pula

disebabkan pada penelitian ini terdapat satu penyakit yang hanya

terjadi pada perempuan dengan jumlah sebanyak 4 dari 23 sampel

yaitu karsinoma serviks.

4.2.3 Berdasarkan Diagnosa Klinis

Pada penelitian ini diperoleh 23 sampel, namun jumlah

diagnosa klinis yang neurologis berjumlah 18 diagnosa dan yang

nonneurologis ada 11 diagnosa bila dijumlahkan menjadi 29

diagnosa, hal ini disebabkan oleh 1 pasien memiliki lebih dari satu

diagnosa klinis. Pemisahan diagnosa klinis ini bertujuan untuk

melihat variasi diagnosa klinis yang diarahkan untuk dilakukan

pemeriksaan MRI, baik yang neurologis dan nonneurologis, serta

untuk mencari tahu diagnosa pasti. Berikut adalah pembahasan

(41)

41 1. Diagnosa Klinis Neurologis

Dari hasil penelitian diperoleh data, yaitu diagnosa

klinis paling banyak untuk kasus neurologis sebelum dilakukan

pemeriksaan MRI adalah cedera kepala sebanyak 4 pasien

(22,22%).

Berdasarkan literatur, cedera kepala adalah suatu

trauma mekanik yang secara langsung atau tidak langsung

mengenai kepala,21 dan karena otak memiliki struktur jaringan

yang sangat lunak,11 cedera kepala dapat merusak struktur

yang lunak tersebut sehingga mengakibatkan gangguan fungsi

neurologis.21 Berdasarkan tinjauan pustaka, MRI

menggambarkan detail anatomi terutama pada jaringan lunak

seperti otak dengan sangat baik termasuk kelainan yang

terjadi.3,6 sehingga ketika seorang pasien datang dengan

keluhan gangguan fungsi neurologis yang terjadi akibat adanya

suatu trauma pada jaringan sistem saraf akan menjadi indikasi

yang tepat untuk dilakukan pemeriksaan MRI.

2. Diagnosa Klinis Nonneurologis

Dari hasil penelitian berdasarkan diagnosa klinis

nonneurologis sebelum dilakukan pemeriksaan MRI

didapatkan diagnosa klinis paling banyak adalah karsinoma

serviks. Hal ini sejalan dengan tingginya angka kejadian

(42)

42

Berdasarkan data yang dimiliki Departemen Kesehatan

dalam profil kesehatan Indonesia tahun 2008, dijelaskan bahwa

dua peringkat pertama penyakit neoplasma ganas pasien rawat

inap di rumah sakit sejak tahun 2004-2008 adalah neoplasma

ganas payudara disusul neoplasma ganas serviks uterus.22

Berdasarkan data yang dimiliki Yayasan Kanker

Indonesia di Papua sejak tahun 2005-2011, yang diperoleh

berdasarkan hasil survei dan registrasi yang dilakukan di 13

RSUD di Papua dan Papua Barat dengan mengambil data dari

rekam medik rumah sakit serta laporan pemeriksaan Patologi

Anatomi didapatkan penyakit karsinoma serviks menduduki

peringkat pertama keganasan pada wanita.23

4.2.4 Berdasarkan Gambaran MRI

Sejalan dengan diagnosa klinis, walaupun jumlah sampel

adalah 23 pasien, namun total jumlah gambaran hasil pemeriksaan

MRI neurologis adalah 16 gambaran dan nonneurologis adalah 22

gambaran sehingga berjumlah lebih dari jumlah sampel yaitu 38

gambaran MRI, hal ini dikarenakan 1 pasien memiliki lebih dari

satu gambaran hasil pemeriksaan MRI.

1. Jenis Pemeriksaan MRI

Dari hasil penelitian berdasarkan jenis pemeriksaan

MRI diperoleh penggunaan MRI di RSU Jayapura tidak jauh

(43)

43

pemeriksaan untuk kasus neurologis sedikit lebih banyak

yaitu MRI kepala sebanyak 12 pasien (52,17%), sedangkan

untuk kasus nonneurologis yaitu MRI abdomen sebanyak 11

pasien (47,83%). Hal ini sejalan dengan teori pada tinjauan

pustaka bahwa MRI digunakan sebanyak hampir 90% pada

sistem saraf, sedangkan 10% untuk pemeriksaan organ yang

lain.

Berdasarkan hasil penelitian Dyah A. I di Instalasi

Radiologi RSUD Dr. Soetomo didapatkan permintaan

pemeriksaan MRI dari 206 kasus selama bulan

Januari-Februari 2010 paling banyak datang dari poli saraf sebanyak

38,3% dan pemeriksaan yang paling banyak dilakukan adalah

MRI kepala sebanyak 43,7%.24

Selisih yang tidak berbeda jauh antara MRI kepala

dan abdomen menunjukkan bahwa penggunaan MRI di

lapangan semakin besar (luas) untuk sistem organ tubuh yang

lain. Hal ini sesuai dengan pernyataan pada artikel A

Historical Overview MRI, Focusing On Technological

Innovations bahwa selama 2 tahun terakhir (2011-2012)

terdapat 113 artikel pemeriksaan MRI dipublikasikan, dan

dari 113 artikel tersebut, bagian anatomi tubuh yang paling

(44)

44

(15%), ginjal (12%), otak (8%), payudara (5%), sistem

muskuloskeletal (5%) dan prostat (4%).4

2. Hasil Pemeriksaan MRI

Berdasarkan tabel 4.4.2 diperoleh data yang

menunjukkan dari 23 permintaan pemeriksaan MRI untuk 23

pasien dengan keluhan, 18 pasien (78,26%) memiliki

gambaran hasil pemeriksaan MRI yang tidak normal

(gambaran adanya kelainan), sedangkan 5 pasien (21,74%)

memiliki gambaran hasil pemeriksaan yang normal. 18

pasien ini merupakan gabungan dari 7 pasien yang neurologis

dan 11 pasien yang nonneurologis.

MRI merupakan metode yang sangat akurat dalam

mendeteksi penyakit/kelainan tubuh,25 juga lebih sensitif

dalam mendeteksi massa yang berukuran kecil26 karena MRI

dapat menghasilkan 3 gambar penampang tubuh dalam 1 kali

pengambilan, sehingga sangat kecil kemungkinan MRI gagal

menggambarkan kelainan struktur jaringan tubuh manusia.

Gambaran hasil pemeriksaan MRI yang normal pada

pasien yang datang dengan adanya gejala/keluhan pada

penelitian ini menunjukkan timbulnya gejala belum tentu

disertai kelainan pada organ tubuh. Cephalgia dan vertigo

adalah salah satu contoh yang hasil MRI kepalanya normal,

(45)

45

karena kerusakan struktur otak, namun hal lain yang mungkin

belum diketahui.

3. Gambaran Hasil MRI Neurologis

Berdasarkan tabel 4.4.3 diperoleh hasil pemeriksaan

MRI paling banyak untuk kasus neurologis adalah perdarahan

intraserebral dan hidrosefalus dengan jumlah masing-masing

sebanyak 3 pasien (18,75%). Pencitraan yang sangat baik

oleh MRI pada sistem saraf baik struktur anatomi normal

beserta kelainannya berguna untuk menunjukkan gambaran

perdarahan intraserebral dan hidrosefalus.

Berdasarkan tinjauan pustaka perdarahan di otak

merupakan salah satu indikasi pemeriksaan MRI.1 Bila

dibandingkan dengan CT, MRI lebih baik dalam memberikan

gambaran lesi perdarahan,26 yaitu menilai dan melokalisir

luasnya cedera kepala dan perdarahan secara lebih akurat

karena mampu melakukan pencitraan dari beberapa posisi.21

Hasil pemeriksaan MRI bila dihubungkan dengan

diagnosa klinis yang diarahkan untuk pemeriksaan MRI,

kondisi seperti cedera kepala dapat menyebabkan rupturnya

pembuluh darah otak sehingga terjadi perdarahan.

Hemiparese dan kejang yang merupakan diagnosa klinis

kedua tertinggi setelah cedera kepala yang dilakukan

(46)

46

perdarahan di otak, selain itu dari literatur dijelaskan bahwa

penyebab hemiparese adalah perdarahan otak bila berkaitan

dengan trauma kapitis. Pernyataan di atas menunjukkan hasil

MRI yang neurologis terutama perdarahan intraserebral

sejalan dengan diagnosa klinis urutan pertama dan kedua

terbanyak.21

Hidrosefalus ialah penimbunan CSS. Volume CSS

yang sekitar 125-150 ml digantikan lebih dari 3 kali sehari

melalui proses pembentukan, sirkulasi dan reabsorbsi yang

terus-menerus, jika salah satu proses ini terganggu akan

terjadi hidrosefalus.11 Penyebab hidrosefalus pada 3 kasus

dalam penelitian ini adalah gangguan pada sirkulasi, karena

adanya obstruksi aliran CSS berupa tuberculoma di sistem

ventrikel, cysta subarachnoid, dan obstruksi parsial di sistem

ventrikel 4.

Berdasarkan literatur, obstruksi aliran CSS dapat

disebabkan oleh tumor/proses peradangan,13 dimana

hidrosefalus paling sering terjadi setelah serangan meningitis

karena eksudat peradangan menyebabkan pembentukan

jaringan parut13 yang pada akhirnya menyebabkan obstruksi

(47)

47

4. Gambaran Hasil MRI Nonneurologis

Berdasarkan tabel 4.4.4 diperoleh hasil pemeriksaan

MRI paling banyak untuk kasus nonneurologis adalah

gambar massa hyperintens bercampur hypointens di daerah

serviks pada T2W dan invasif ke parametrium sebanyak 4

pasien (18,19%). Hal ini sejalan dengan diagnosa klinis

nonneurologis paling banyak yang dilakukan pemeriksaan

MRI.

Berdasarkan literatur, organ di rongga pelvis yang

dievaluasi oleh MRI salah satunya adalah organ reproduksi

seperti uterus dan ovarium pada perempuan, dan kelainan

yang didiagnosa dan dipantau terapinya oleh pemeriksaan

MRI adalah tumor,27 dalam penelitian ini MRI bermanfaat

(48)

48 BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Kelompok usia pasien yang paling banyak dilakukan pemeriksaan MRI

adalah usia 40-64 tahun sebesar 52,17%.

2. Perempuan adalah jenis kelamin yang paling banyak dilakukan

pemeriksaan MRI, yaitu sebesar 65,22%.

3. Diagnosa klinis paling banyak untuk kasus neurologis yang dilakukan

pemeriksaan MRI adalah cedera kepala sebesar 22,22% dan untuk

kasus nonneurologis adalah karsinoma serviks sebesar 27,28%.

4. Gambaran hasil MRI yang paling banyak untuk kasus neurologis adalah

perdarahan intraserebral dan hidrosefalus masing-masing sebesar

18,75% dan untuk kasus nonneurologis adalah gambar massa

hyperintens bercampur hypointens di daerah serviks pada T2W dan

invasif ke parametrium sebesar 18,19%.

5.2 Saran

1. Bagi klinisi agar meningkatkan kemampuan dalam hal penegakan

diagnosa dan dalam merencanakan tindakan radiodiagnostik untuk

pasien, sebaiknya dilakukan pemeriksaan CT terlebih dahulu, kecuali

bila ada gambaran yang meragukan atau pada pasien yang ada resiko

bahaya radiasi dan kontraindikasi terhadap pemberian zat kontras, baru

(49)

49

dilakukan pemeriksaan MRI sehubungan dengan biaya pemeriksaan

dan biaya operasional MRI yang mahal.

2. Bagi petugas administrasi rumah sakit perlu perbaikan sistem pendataan

dengan melengkapi pengisian dan penyimpanan data-data pasien,

sehingga dapat digunakan sebagai bahan penelitian.

3. Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan dengan jumlah sampel yang

lebih banyak untuk mengetahui gambaran pemeriksaan kasus-kasus

(50)

50

DAFTAR PUSTAKA

1. Sjahriar R. Iwan E, penyunting. Radiologi Diagnostik. Edisi Ke-2. Jakarta:

Badan Penerbit FKUI; 2005. h. 11, 14, 81, 292, 337, 422, 591-9, 600-1.

2. Adi A. Kontrol Kualitas Citra MRI Menggunakan Spherical Magphan

Phantom (Skripsi). Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Jakarta: Universitas Indonesia. 2012: 1. Tersedia dari URL:

http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20305897-S42197-Kontrol%20Kualitas.pdf (Diakses: 21 Juli 2013).

3. Mulyono N, Susi S. Pemanfaatan Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Sebagai Sarana Diagnosa Pasien. Media Litbang Kesehatan; 2004; 14

(Nomor 3): 1-3. Tersedia dari URL:

http://www.media.litbang.depkes.go.id/data/mri.pdf (Diakses: 26 Juni 2013).

4. Tao A, John NM, Xuemei Hu, Dapeng H, Frank LG, Bryan A, and Val MR.

A Historical Overview of Magnetic Resonance Imaging, Focusing on

Technological Innovation. Lippincott Williams & Wilkins. 2012 December;

47 (Number 12): 1, 9. Available from URL:

http://www.clinical-mri.com/pdf/Garmisch/A_Historical_Overview_of_Magnetic_Resonance.pdf

(Accessed: 07 Juli 2013).

5. Siska RA, Achmad R, Koredianto U. Deteksi Tumor Otak Berdasarkan Citra

Magnetic Resonance Imaging (MRI) Berbasis Jaringan Saraf Tiruan Radial

(51)

51

http://www.ittelkom.ac.id/staf/kru/TA/SISKA_RIANTINI_ARIEF_11104109

6/BUKU/LAPORAN_TA/PDF/JURNAL.pdf (Diakses: 26 Juni 2013).

6. Pradip RP. Amalia S, penyunting. Lecture Notes: Radiologi. Edisi Ke-2.

Jakarta: Penerbit Erlangga; 2005. h. 11, 266-9, 273, 282-3.

7. Dita PS, Yanurita DH, Darminto. Studi Apparent Diffusion Coefficient Dari

Hidrogel PVA Pada MRI Dan Korelasinya Dengan Hasil Pengukuran

Konsistensi Menggunakan Penetrometer. Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam. Institut Teknologi Sepuluh November. 2011: 1-2.

Tersedia dari URL:

http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-18013-Paper-3654200.pdf (Diakses: 03 Juli 2013).

8. Gambar Penampang Mesin MRI. Tersedia dari URL:

http://healthandmedicalsciences.wordpress.com (Diakses: 13 Agustus 2013)

9. Gambar 3 Gradien Coil. Tersedia dari URL: http://magnet.fsu.edu (Diakses:

13 Agustus 2013)

10. Bunda Gazette (versi online). Diagnostic Melalui MRI Dan MSCT Scanning.

Rumah Sakit Bunda. November 2011: 2. Tersedia dari URL:

http://www.bunda.co.id/download/fasilitas.pdf (Diakses: 24 Juni 2013).

11. Lauralee S. Beatricia IS, penyunting. Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem.

Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2001. h. 106, 110, 112,

115-6.

12. Sylvia AP, Lorraine MW. Huriawati H, et al, penyunting. Patofisiologi:

(52)

52

Buku Kedokteran EGC; 2005. h. 1018, 1090-7, 1098, 1183, 1185, 1145,

1157, 1175, 1190, 1193, 1295-6, 1320, 1323, 1367, 1376.

13. Vinay K, Ramzi SC, Stanley LR. Huriawati H, Nurwany D, Nanda, W,

penyunting. Buku Ajar Patologi Robbins. Volume 2. Edisi 7. Jakarta:

Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007. h. 601, 606-7, 702, 708, 746, 855,

858, 907-9, 928-9, 931, 934.

14. Mahar M, Priguna S. Neurologi Klinis Dasar. Edisi Ke-5. Jakarta: Penerbit

Dian Rakyat; 1988. h. 393.

15. Sylvia AP, Lorraine MW. Huriawati H, et al, penyunting. Patofisiologi:

Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Volume 1. Edisi 6. Jakarta: Penerbit

Buku Kedokteran EGC; 2005. h. 125, 502, 504, 508.

16. Arif M, penyunting. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ke-3. Jilid 2. Jakarta:

Media Aesculapius FKUI; 2000. h. 54.

17. Harold IK, Benjamin JS, Jack AG. I Made WS, penyunting. Kaplan-Sadock:

Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. Jilid 1.

Tangerang: Binarupa Aksara Publisher; 2010. h. 48, 82, 92, 101, 106, 113.

18. Eko B, Dewi A. R Tammy MD, penyunting. Pengantar Epidemiologi. Edisi

2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2002. h. 112-3

19. Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI. Gambaran Penyakit Tidak Menular

Di Rumah Sakit Di Indonesia Tahun 2009 dan 2010. Buletin Jendela Data

dan Informasi Kesehatan Penyakit Tidak Menular. Kementerian Kesehatan

(53)

53

http://www.depkes.go.id/downloads/BULETIN%20PTM.pdf (Diakses: 28

Juli 2013).

20. James FM, Robert RP, Jerome EK. Palupi W, penyunting. Kesehatan

Masyarakat: Suatu Pengantar. Edisi 4. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran

EGC; 2006. h. 101, 225-6, 231-2, 242, 267, 270-1

21. Anonimus. Bab 2 Tinjauan Pustaka. h. 1, 7, 15, 18, 27-8. Tersedia dari URL:

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21258/5/Chapter%20II.pdf

(Diakses: 22 Juli 2013).

22. Pusat Data dan Informasi Departemen Kesehatan RI. Profil Kesehatan

Indonesia 2008. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2009: 84-5.

Tersedia dari URL:

http://www.depkes.go.id/Profil%20Kesehatan%20Indonesia%202008.pdf

(Diakses: 28 Juli 2013).

23. Redaksi Bintang Papua. Di Papua, Penderita Kanker Serviks Cukup Tinggi.

14 Juni 2013. Tersedia dari URL:

http://bintangpapua.com/index.php/waropen/item/5569-di-papua-penderita-kanker-serviks-cukup-tinggi (Diakses: 28 Juli 2013).

24. Dyah AI. Abstrak. Tersedia dari URL:

http://alumni.unair.ac.id/kumpulanfile/5765838445_abs.pdf (Diakses: 21

Agustus 2013)

25. Kraugusteeliana, Partogi N. Penerapan Citra Medik Pada Visualisasi

Pencitraan Diagnostik Tumor Otak Secara Sagittal Menggunakan Magnetic

(54)

54

2009: 2. Tersedia dari URL:

http://sentia.poltek-malang.ac.id/wp-content/uploads/makalah/2009/biomedik/a2.pdf (Diakses: 30 Juni 2013)

26. Anonimus. Bab 2 Tinjauan Pustaka. h. 37. Tersedia dari URL:

http://eprints.undip.ac.id/30683/3/Bab_2.pdf (Diakses: 22 Juli 2013).

27. Anonimus. Magnetic Resonance Imaging (MRI)-Body. RadiologyInfo.org.

Radiological Society Of North America; May 09 2013: 1. Available from

URL: http://www.radiologyinfo.org/en/pdf/bodymr.pdf (Accessed: 07 Juli

(55)

Gambar

Gambar 2.1 (A) Penampang Mesin MRI8 (B) Tiga Gradient Coil 9
Gambar 2.2 MRI otak normal, potongan aksial, CSS di ventrikel lateral
Gambar 2.3 Otak normal, potongan sagital (T1).6
Gambar 2.4 Glioma di lobus parietal, potongan aksial.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Terimakasih banyak atas dukungan kalian semua sehingga tugas akhir ini dapat selesai dengan baik serta terimakasih karena telah membantu penulis dalam

Segala puja dan puji adalah hanya milik Allah ´azza wajalla yang memiliki segala kesempurnaan atas Dzat dan Sifat – Nya, atas segala limpahan nikmat, rahmat, dan hidayah

Pada penelitian ini menggunakan PUFA (Polyunsaturated Fatty acid) dalam minyak jagung sebagai perlakuan kultur prea- diposit kelinci untuk mengamati kadar protein

Grafik merupakan sebuah gambar yang menjelaskan data angka dalam lembar kerja, dengan visualisasi grafis memudahkan pembacaan data tanpa harus mengungkapkan dengan

Sehingga kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah pencapaian perilaku hidup bersih dan sehat memerlukan strategi pembinaan perilaku hidup bersih dan sehat tatanan rumah

Untuk memastikan bahwa tubuh menerima nutrisi yang cukup dari makanan, usus kecil mencampur chyme menggunakan kontraksi otot polos yang disebut segmentasi?. Segmentasi

Data yang didapat dari keempat kelompok perlakuan dibandingkan secara kualitatif untuk mendapatkan kesimpulan bagaimanakah profil kandungan Cu, Zn-SOD pada jaringan ginjal

In this study, we summarise the results of a multi-year citizen science survey of avian mortalities across the heavily urbanised island nation of Singapore, with a