• Tidak ada hasil yang ditemukan

TUGAS I ANALISIS LOKASI DAN KERUANGAN PO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "TUGAS I ANALISIS LOKASI DAN KERUANGAN PO"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS I ANALISIS LOKASI DAN KERUANGAN

“POLA DISTRIBUSI

SPASIAL MINIMARKET DI KOTA-KOTA KECIL

NAMA : ANINDITA WILANDARI

NRP : 3613100026

DOSEN PEMBIMBING : DR. IR. EKO BUDI SANTOSO, LIC. RER. REG

JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER

(2)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Pertumbuhan ritel modern yang cukup pesat terjadi setelah diberlakukan otonomi daerah. Kegiatan ritel modern dalam skala besar turut menyumbang kontribusi untuk meningkatkan pendapatan asli daerah bagi kabupaten dan kota. Selain itu, terdapat sebuah fenomena ritel modern yang merambah kota-kota kecil karena pertumbuhan penduduk yang tinggi di kota-kota besar serta berkurangnya ketersediaan lahan di kota besar. Masuknya ritel modern (minimarketI) ke kota-kota kecil memberikan sebuah pola pikir baru bahwa tujuan berbelanja menjadi tidak hanya mencari barang yang dibutuhkan namun juga terdapat orientasi rekreasi (Ma’ruf, 2006).

Minimarket merupakan salah satu bentuk sarana perdagangan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan individu maupun keluarga. Pada umumnya minimarket

berlokasi di dekat permukiman penduduk yang merupakan target pasarnya (Jones and Simmons, 1990). Persebaran minimarket di kota-kota kecil ini mempunyai pola tersendiri dalam menangkap peluang pasarnya.

Dengan mengacu pada Kota Bandung sebagai kota besar, amaka terpilih tiga kota kecil yaitu Soreang (kawasan pemerintahan), Lembang (kawasan pariwisata), dan Tanjungsari-Jatinangor (kawasan pendidikan dan perdagangan). Persebaran

minimarket di kota-kota kecil ini mempunyai pola tersendiri dalam menangkap peluang pasarnya. Oleh karena itu, akan diamati pola persebaran minimarket tersebut di kota-kota kecil dan menjelaskan secara deskriptif pola persebaran minimarket dengan menggunakan teori central place yang diperkenalkan oleh Christaller, yang didukung oleh teori ekonomi aglomerasi ritel dalam menjelaskan keberadaan minimarket yang kebanyakan beraglomerasi di satu lokasi.

1.2 Tujuan

Tujuan dari penyusunan tugas ini adalah sebagai berikut : a. Mengetahui konsep dasar teori lokasi

b. Mengetahui faktor-faktor lokasi c. Mengetahu alasan pemilihan lokasi

(3)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KONSEP DASAR TEORI LOKASI

Terdapat dua teori lokasi yang digunakan sebagai dasar pembahasan dalam jurnal ini, yaitu :

a. Teori Central Place

Teori Central Place dikemukakan oleh Christaller yang memodelkan perilaku ritel secara spasial. Asumsi-asumsi yang dikemukakan antara lain :

 Suatu lokasi yang memiliki permukaan datar yang seragam  Lokasi tersebut memiliki jumlah penduduk yang merata

 Lokasi tersebut mempunyai kesempatan transpor dan komunikasi yang merata

 Jumlah penduduk yang ada membutuhkan barang dan jasa Sementara itu, prinsip yang dikemukakan oleh Christaller adalah :

Range (jarak) adalah jarak jangkauan antara penduduk dan tempat suatu aktivitas pasar yang menjual kebutuhan komoditi atau barang.  Threshold (ambang batas) adalah jumlah minimum penduduk atau

konsumen yang dibutuhkan untuk menunjang kesinambungan pemasokan barang atau jasa yang bersangkutan, yang diperlukan dalam penyebaran penduduk atau konsumen dalam ruang (spatial population distribution).

Dari komponen range dan threshold lahir prinsip optimalisasi pasar (market optimizing principle). Prinsip ini antara lain menyebutkan bahwa dengan memenuhi asumsi di atas, dalam suatu wilayah akan terbentuk wilayah tempat pusat (central place). Pusat tersebut menyajikan kebutuhan barang dan jasa bagi penduduk sekitarnya. Apabila sebuah pusat dalam range dan threshold

yang membentuk lingkarang bertemu dengan pusat yang lain yang juga memiliki range dan threshold tertentu, maka akan terjadi daerah yang bertempalan. Dalam kenyataannya, konsumen atau masyarakat tidak terlalu rasional dalam memilih barang atau komoditi yang diinginkan. Ketebatasan sistem tempat pusat dari Christaller ini meliputi beberapa kendala, seperti jumlah penduduk, pola aksesibilitas, dan distribusi.

(4)

b. Teori Ekonomi Aglomerasi Ritel

Teori ini dikembangkan oleh Hotelling yang menggambarkan model pengelompokkan kegiatan ritel dalam rangka memaksimalkan utilitas konsumen. Menurut Hotelling, dua perusahaan yang menjual barang yang homogen akan beraglomerasi di pusat pasar. secara spesifik, perbedaan sedikit harga pada pesaing tidak akan membuat pelanggan beralih karena pelanggan membeli barang di suatu toko dikarenakan hal-hal yang lebih bersifat non-harga seperti pelayanan dari si pedagang, kualitas barang, dll.

Teori Hotelling akan terjadi jika konsumen berada dalam kondisi ketidakpastian. Ketika konsumen merasa tidak pasi menemukan barang yang diinginkan di ritel tertentu, maka cara untuk mengurangi ketidakpastian tersebut adalah berbelanja di ritel yang beraglomerasi sehingga dapat mengurangi biaya pencarian dan terjadi perbandingan antar toko. Namun terdapat kritik bahwa pengelompokkan perusahaan di pusat pasar akan menyebabkan ketidakefisienan secara sosial dan ekonomi bagi peritel.

(5)

III. ISI

3.1 ALASAN PEMILIHAN LOKASI

Peningkatan jumlah penduduk di perkotaan dengan segala keterbatasannya, khusus nya keterbatasan lahan yang tersedia, menyebabkan kegiatan ritel merambah ke kota-kota kecil di sekitar perkotaan tersebut. Di dalam jurnal ini, dipilih tiga kota kecil di sekitar Bandung dalam rangka mengetahui alasan pemilihan lokasi-lokasi

minimarket di ketiga kota tersebut. Kota-kota tersebut diantaranya Adalah Kawasan Perkotaan Soreang sebagai kawasan pemerintahan, Kawasan Perkotaan Tanjungsari sebagai kawasan perdagangan dan pendidikan, dan Kawasan Perkotaan Lembang sebagai kawasan pariwisata.

Persebaran lokasi minimarket di ketiga kota terpilih umumnya berada di pinggiran jalan utama. Pemilihan lokasi di pinggiran jalan utama tersebut menunjukkan bahwa lokasi tersebut dapat menarik pangsa pasar yang besar karena dilalui oleh massa yang besar, baik pengunjung dari daerah sekitar (penduduk) maupun pengunjung dari tempat yang jauh. Berbeda dengan minimarket, lokasi toko pengecer tradisional tidak hanya berada di pinggiran jalan utama akan tetapi juga berada masuk ke dalam kawasan permukiman penduduk, hal tersebut meruapakan salah satu upaya untuk meminimalisir biaya transportasi konsumen yang merupakan penduduk sekitar.

Kawasan Perkotaan Soreang memiliki jumlah penduduk terbesar dari tiga kota lainnya. Besarnya jumlah penduduk ini berbanding lurus dengan banyaknya jumlah pengecer modern dan tradisional yang ada. Walaupun fungsi utama kota ini adalah pemerintahan dan permukiman, namun sebagian besar pengecer-pengecer tersebut berada di kawasan perdagangan. Di kawasan perkotaan tanjungsari yang berfungsi sebagai kawasan perdagangan, sebagian besar pengecer terpusat di kawasan pendidikan karena terdapatnya perguruan tinggi yang mendatangkan massa dari sekitar maupun luar kota. Sementara itu, di kawasan perkotaan lembang, keberadaan pengecer terpusat di pinggiran jalan utama khususnya yang berdekatan dengan sarana pariwisata.

Berdasarkan pemaparan di atas, dapat dilihat bahwa jumlah penduduk berbanding lurus dengan jumlah toko yang ada. Semakin besar jumlah penduduk maka semakin banyak jumlah toko yang ada, demikian pula sebaliknya. Selain itu, terdapat fenomena aglomerasi toko pengecer di satu lokasi tertentu khususnya pengecer modern. Jika dilihat dari persebarannya, pengecer modern tersebut beraglomerasi di kawasan yang memiliki bangkitan yang tinggi seperti kawasan perdagangan dan kawasan pendidikan.

(6)

Diatara beberapa hal yang mempengaruhi keberadaan ritel modern, yang utama adalah adanya pasar / market. Terdapat empat faktor mengenai pasar yang digunakan dalam studi ritel (Jones and Simmons,1990), yaitu faktor lokasi, faktor pendapatan, faktor demografi, dan faktor gaya hidup. Berikut adalah penjelasan dari masing-masing faktor:

3.3 IMPLIKASI TEORI TERHADAP LOKASI YANG DIPILIH

3.3.1 Kawasan Perkotaan Tanjungsari

(7)

Gambar 3.3.1.1 Sebaran Pengecer Modern dan Tradisional Di Kawasan Perkotaan Tanjungsari

Sumber : Septyaningsih, 2009

Penyebab dari terkonsentrasinya minimarket di sepanjang jalan utama adalah perkembangan kota Tanjungsari yang bersifat ribbon development. Kota Tanjungsari terbagi menjadi kawasan perdagangan dan kawasan pendidikan, yang masing-masing memiliki karakteristik persebaran pengecer yang berbeda. Jumlah total toko pengecer tradisional dan minimarket di kawasan pendidikan lebih banyak dibandingkan dengan di kawasan perdagangan, hal ini mungkin disebabkan oleh keberadaan perguruan tinggi di kawasan pendidikan yang mana dapat mendatangkan massa yang lebih banyak yang terdiri dari pelajar-pelajar yang datang dari seluruh penjuru. Baik toko pengecer tradisional dan minimarket di kawasan pendidikan Tanjungsari terkonsentrasi di daerah Hegarmanah, yaitu terdapat 71 pengecer tradisional dan 3

minimarket. Smentara itu, di kawasan perdagangan, jumlah pengecer tradisional dan

minimarket terkonsentrasi di Desa Jatisari dan Desa Tanjungsari. Minimarket tersebut berlokasi pada pusat perdagangan di kawasan perkotaan tanjungsari. Lokasi pengecer tradisional tersebar di sekitar di sekitar pasar lama Tanjungsari hingga ke pelosok permukiman, namun tidak terdapat minimarket di Desa Margahayu yang mana merupakan kawasan perumahan di Kecamatan Tanjungsari. Jumlah toko pengecer trandisional dan minimarket di Kawasan Perkotaan Tanjungsari dengan kebutuhan jumlah toko berdasarkan standar jumlah penduduk dapat dilihat pada Tabel 3.3.1 di bawah.

3.3.2 Kawasan Perkotaan Soreang

Terbatasnya lahan di PKN Bandung dan tingginya peluang usaha di kota-kota kecil yang terletak di pinggiran Kota Bandung menyebabkan pergeseran kecenderungan pelayanan ritel modern dalam bentuk minimarket ke kota-kota kecil.

(8)

Gambar 3.3.1.2 Sebaran Pengecer Modern dan Tradisional Di Kawasan Perkotaan Soreang

Sumber : Septyaningsih, 2009

Kawasan Perkotaan Soreang terdiri dari kawasan perdagangan, permukiman, dan kawasan lainnya. Jumlah penduduk tertinggi terdapat di kawasan perdagangan yang juga memiliki jumlah pengecer tradisional dan minimarket tertinggi pula. Di kawasan ini, pengecer tradisional terkonsentrasi di Soreang sementara tidak terdapat

minimarket di sini. Di kawasan permukiman, terjadi ketimpangan jumlah pengecer tradisonal dan minimarket yang terpusat di Cingcin dengan jumlah 105 sedangan di Sekarwangi berjumlah 28. Di kawasan lainnya tidak terdapat satupun minimarket, akan tetapi persebaran pengecer tradisional merata. Jumlah toko pengecer trandisional dan

minimarket di Kawasan Perkotaan Tanjungsari dengan kebutuhan jumlah toko berdasarkan standar jumlah penduduk dapat dilihat pada Tabel 3.3.1 di bawah.

3.3.3 Kawasan Perkotaan Lembang

(9)

Gambar 3.3.1.2 Sebaran Pengecer Modern dan Tradisional Di Kawasan Perkotaan Lembang

Sumber : Septyaningsih, 2009

Kawasan Perkotaan Lembang didominasi oleh fungsi kawasan wisata dan terdiri dari tujuh desa. Persebaran ritel terbanyak berada di daerah Lembang dengan 70 pengecer tradisional dan 3 minimarket, karena jumlah penduduknya merupakan yang tertinggi. Jika dilihat dari jumlah penduduknya yang tinggi, Desa Jayagiri dan Lembang memungkinkan untuk persebaran minimarket karena alasan demografis. Dari persebarannya, terdapat 3 minimarket yang berlokasi di jalan utama bahkan terjadi aglomerasi. Ketiga minimarket yang beraglomerasi tersebut disebabkan karena dekatnya pasar turis sehingga dapat menangkap pangsa pasar yang besar. Terdapat beberapa minimarket yang berada di jalan lokal karena berdekatan dengan permukiman penduduk. Jumlah toko pengecer trandisional dan minimarket di Kawasan Perkotaan Tanjungsari dengan kebutuhan jumlah toko berdasarkan standar jumlah penduduk dapat dilihat pada Tabel 3.3.1 di bawah.

Tabel 3.3.1 Jumlah Toko Pengecer Trandisional Dan Minimarket Di Kawasan Perkotaan Tanjungsari Dengan Kebutuhan Jumlah Toko Berdasarkan Standar Jumlah

(10)

Sumber : Astri Aulia, Adisti Madella, Myra P Gunawan, 2009, Dan SNI 1733 Mengenai

Standar Perencanaan Lingkungan

Seiring dengan berkembangnya kegiatan ritel modern di Indonesia, khususnya di Bandung, berpotensi menimbulkan masalah. Masalah tersebut diantaranya adalah potensi matinya pengecer tradisional karena perkembangan ritel modern yang ada. Hal ini telah diatur dalam Perpres No. 112 Tahun 2007 Pasal 4 (1) yang mewajibkan toko modern untuk memperhitungkan kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar serta jarak antara toko modern dengan pasar tradisional yang telah ada. Namun sayangnya tidak disebutkan pengaturan lokasi untuk minimarket, yang ada hanya untuk toko modern kategori Hypermarket saja.

(11)

IV. PENUTUP

4.1 LESSON LEARNED

Adapun pelajaran yang dapat diambil dari mempelajari jurnal “Pola Distribusi Spasial Minimarket Di Kota-Kota Kecil” di atas, di antaranya adalah :

a. Mengetahui dua teori lokasi, yaitu Teori Christaller dan Teori Hotelling, serta perkembangan dan kebijakan ritel modern di Indonesia

b. Mengetahui hubungan antara jumlah penduduk dan tingkat kebutuhannya akan ketersediaan ritel modern maupun tradisional

c. Mengetahui faktor-faktor yang menjadi dasar peletakkan lokasi kegiatan ritel dan pola persebarannya

d. Mengetahui kebijakan mengenai Penataan Dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan Dan Toko Modern, yaitu terdapat pada Perpres No. 112 Tahun 2007

(12)

DAFTAR PUSTAKA

 Astrid Aulia S, Adisti Madella Elmanisa, dan Myra P Gunawan (2009). “Pola Distribusi Spasial Minimarket Di Kota-Kota Kecil”. (diakses tanggal 10 Maret 2015).

 Ilman Hadi. 2012. Ketentuan tentang Jarak Minimarket dari Pasar Tradisional,

http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4fceff7b57828/ketentuan-tentang-jarak-minimarket-dari-pasar-tradisional (diakses tanggal 17 Maret 2015).

Gambar

Gambar 3.3.1.2 Sebaran Pengecer Modern dan Tradisional Di Kawasan Perkotaan Soreang
Gambar 3.3.1.2 Sebaran Pengecer Modern dan Tradisional Di Kawasan Perkotaan

Referensi

Dokumen terkait

ProductID akan dikirimkan ke email anda ProductID akan dikirimkan ke email anda [jika anda membutuhkan konfirmasi yang [jika anda membutuhkan konfirmasi yang cepat silahkan

Berdasarkan temuan penelitian maka pada bagian ini, diuraikan pembahasan berdasarkan temuan penelitian yang mencakup (1) bentuk tindak tutur deklarasi pedagang Kaki Lima dalam bahasa

Sedangkan kelebihan yang dilihat dari kegiatan ini adalah guru dapat menguasai kelas dengan sangat baik. Waktu yang digunakan adalah satu kali pertemuan yakni dari

Estimasi produksi feses dari ternak sapi, kerbau dan kuda yang ada di kota Makassar serta hasil konversi produksi biogas, gas metan (CH 4 ) dan CO 2 eq disajikan dalam tabel 4

Vita Camellia, Sp.KJ, dr.Surya Husada, Sp.KJ sebagai guru dan senior yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengetahuan serta literatur-literatur yang sangat berharga selama

Diagnosis klinis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Diagnosis klinis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Kriteria diagnosis

Berdasarkan tabel di atas, diketahui responden menilai ragu-ragu terhadap faktor internal dapat mempengaruhi keputusan pengunjung dalam memilih objek wisata Taman Rekreasi Alam

Atas fakta-fakta yang berkaitan dengan konversi agama baik dari Islam ke Hindu maupun dari Hindu ke Islam yang terjadi di Kecamatan Klungkung, peneliti merumuskan