• Tidak ada hasil yang ditemukan

Personal Hygiene, Sarana Sanitasi Dasar, serta Keluhan Kesehatan pada Penyandang Disabilitas di Panti Karya Hephata Laguboti Toba Samosir Tahun 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Personal Hygiene, Sarana Sanitasi Dasar, serta Keluhan Kesehatan pada Penyandang Disabilitas di Panti Karya Hephata Laguboti Toba Samosir Tahun 2016"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Personal Hygiene

2.1.1 Defenisi Personal Hygiene

Dalam kamus bahasa Indonesia (2014), hygiene diartikan sebagai ilmu

tentang kesehatan dan berbagai usaha untuk mempertahankan atau memperbaiki

kesehatan.

Menurut Mustard (1953), personal hygiene adalah sebagai praktek,

kebiasaan, dan tindakan pencegahan individu yang bertujuan untuk

melindunginya dari penyakit dan menuntunnya mencapai derajat kesehatan yang

setinggi-tingginya yang meliputi kebersihan pribadi, kebiasaan pola makan yang

sehat, pola tidur yang cukup, keseimbangan antara istirahat dan beraktivitas,

antara bekerja dan rekreasi, pikiran yang tidak terganggu, dan tindakan

pencegahan untuk tidak terinfeksi penyakit dari orang lain.

Menurut Notoatmodjo (2003), personal hygiene sangat menentukan status

kesehatan, dimana individu secara sadar dan atas inisiatif pribadi menjaga

kesehatan dan mencegah terjadinya penyakit. Upaya kebersihan diri ini mencakup

tentang kebersihan rambut, mata, telinga, gigi, mulut, kulit, kuku, serta kebersihan

dalam berpakaian.

Menurut Depkes RI (2006), Personal Hygiene merupakan ciri berperilaku

hidup sehat. Beberapa kebiasaan berperilaku hidup sehat anatara lain seperti

kebiasaan mencuci tangan dengan sabun setelah buang air besar (BAB) dan

(2)

2.1.2 Jenis-jenis Personal Hygiene

Menurut Isro’in dan Andarmayo (2012), ada beberapa jenis Personal

Hygiene yaitu sebagai berikut:

a. Kebersihan Kulit

Kulit merupakan salah satu aspek vital yang perlu diperhatikan dalam

hygiene perorangan. Kulit merupakan pembungkus yang elastik, yang melindungi

tubuh dari pengaruh lingkungan, dan bersambungan dengan selaput lendir yang

melapisi rongga-rongga dan lubang-lubang masuk kulit. Begitu vitalnya kulit,

maka setiap ada gangguan dalam kulit, dapat menimbulkan berbagai masalah

yang serius dalam kesehatan.

Untuk selalu memelihara kebersihan kulit, kebiasaan-kebiasaan sehat yang

harus selalu diperhatikan adalah sebagai berikut:

1. Menggunakan barang-barang keperluan sehari-hari milik sendiri

2. Mandi minimal dua kali sehari

3. Mandi memakai sabun

4. Menjaga kebersihan pakaian

5. Menjaga kebersihan lingkungan

Menurut Achdannasich (1991), penganggulangan yang paling utama jika

terdapat anggota keluarga yang terkena peyakit kulit untuk dilakukan agar tidak

menimbulkan penyakit pada kulit adalah dengan menjaga kebersihan. Kasur

setiap hari dijemur, handuk, sarung bantal, baju/pakaian diseduh air panas, mandi

(3)

b. Kebersihan Rambut

Rambut atau bulu bisa mengandung bakteri. Penyakit berpengaruh buruk

pada rambut, terutama jika terdapat kelainan endokrin, suhu badan yang naik,

kurang makan, rasa cemas atau ketakutan. Dengan selalu memelihara keberihan

rambut dan kulit kepala yang dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1. Mencuci rambut sekurang-kurangnya dua kali seminggu

2. Mencuci rambut memakai shampoo atau bahan pecuci rambut lainnya

3. Sebaiknya menggunakan alat-alat pemeliharaan rambut sendiri.

c. Kebersihan Mulut

Menurut Herry Sofyandi (1991), Banyaknya plak dan karang gigi pada

mulut seseorang menunjukkan buruknya hygiene mulut dari orang tersebut. Plak

memegang perana penting dalam proses karies gigi. Usaha pencegahan

terbentuknya plak gigi dengan menyikat gigi minimal 2 kali sehari dan dibarengi

dengan pengurangan intake gula.

Berdasarkan pendapat Mustard (1953) dapat disimpulkan bahwa, tindakan

yang paling penting yang dapat dilakukan dalam memelihara kebersihan gigi

adalah keseimbangan makan ibu selama kehamilan, mengkonsumsi makanan

yang bergizi seimbang , terutama pada masa kanak-kanak harus rajin menyikat

gigi sekurang-kurangnya satu kali sehari dan lebih baik jika dua kali sehari,

teratur memeriksa gigi ke dokter sekurang-kurangnya sekali setahun dan lebih

(4)

d. Kebersihan tangan, kaki, dan kuku

Seperti halnya kulit, tangan, kaki dan kuku harus dipelihara dan ini tidak

terlepas dari kebersihan lingkungan sekitar dan kebiasaan hidup sehari-hari.

Selain idah dipandang mata, tangan,kaki dan kuku yang bersih juga mengindarkan

kita dari berbagai penyakit. Kuku dan tangan yang kotor dapat menyebabkan

bahaya kontaminasi dan menimbulkan penyakit-penyakit tertentu.

Untuk menghindari hal tersebut maka perlu diperhatikan hal-hal berikut:

1. Membersihkan tangan sebelum makan

2. Memotong kuku secara teratur

3. Membersihkan lingkungan

4. Mencuci kaki sebelum tidur

2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi Personal Hygiene

Menurut Tarwoto dan Wartonah (2010), ada beberapa faktor yang

mempengaruhi Personal Hygiene seperti:

1. Citra tubuh, yaitu gambaran individu terhadap dirinya sangat

mempengaruhi kebersihan diri. Misalnya, karena adanya perubahan fisik

sehingga individu tidak peduli terhadap kebersihannya.

2. Praktik sosial, yaitu seperti pada anak-anak yang selalu dimanja dalam hal

kebersihan diri, maka kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal

(5)

3. Status sosioekonomi, yaitu personal hygiene memerlukan alat dan bahan

seperti sabun,pasta gigi,sikat gigi, sampo, dan alat mandi yang semuanya

memerlukan uang untuk membelinya

4. Pengetahuan, yaitu pengetahuan tentang personal hygiene sangat penting

karena pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya

pada pasien penderita diabetes meulitus yang harus selalu menjaga

kebersihan kakinya.

5. Budaya, yaitu seperti sebagian masyarakat menganggap jika individu

menderita penyakit tertentu,maka individu tersebut tidak boleh mandi.

6. Kebiasaan seseorang, yaitu seperti beberapa orang memiliki kebiasaan

seperti menggunakan produk tertentu dalam perawatan diri seperti

penggunaan sampo, sabun, dan lain-lain.

7. Kondisi fisik, yaitu pada saat kondisi fisik sedang tidak bagus atau bahkan

tidak dapat berfungsi dengan baik tentu kemampuan untuk merawat diri

berkurang dan perlu bantuan dari orang lain.

2.1.4 Dampak yang Sering Timbul pada Masalah Personal Hygiene

Menurut Tarwoto dan Wartonah (2010), apabila seseorang tidak merawat

diri maka dirinya akan dengan mudah terkena penyakit. Penyakit merupakan

dampak dari kurangnya personal hygiene pada seseorang. Berikut dampak yang

sering timbul pada masalah personal hygiene:

1. Dampak fisik Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena

tidak terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik. Gangguan fisik

(6)

mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga, serta gangguan fisik pada

kuku.

2. Dampak psikososial Masalah sosial yang berhubungan dengan persona l

hygiene adalah gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan

mencintai, kebutuhan harga diri, aktualisasi diri dan gangguan interaksi

sosial.

Bagi penyandang disabilitas,menjaga personal hygiene tentu merupakan

hal yang sangat penting dilakukan, namun kesulitan tentu akan dialami jika sarana

nya tidak memungkinkan untuk digunakan oleh penyandang disabilitas. Menurut

Jones, Parker, Reed (2002), berikut kegiatan penyandang disabilitas dalam

menjaga personal hygiene nya dan solusi yang ditawarkan bagi kemudahan

mereka untuk melaksanakannya.

Kegiatan Solusi

Sarana untuk mandi -Untuk yang tidak bisa duduk, duduk

menggunakan ban yang berbentuk

seperti tabung, atau tambahan tali di

kolam (Werner, 1987)

-Kursi pendek/bangku/ataupun box

untuk mereka yang tidak mampu

berdiri atau jongkok selama mandi

(Werner, 1987: 346; Musenyente,2002)

Pegangan bambu/tali/string dapat

(7)

tunanetra untuk sampai ke tempat

pemandian (Helander et al, 1989:2)

- Papan pencuci dari kayu atau bilah

bambu bagi mereka yanng mencuci

berbaring (Werner, 1987)

-Rekomendasi untuk desain kamar

mandi, mencuci cekungan untuk

pengguna kursi roda

(UNESCAP,1995a:Lampiran II)

Kursi toilet dengan lubang dipotong

membuatnya lebih muda untuk mencuci

pantat dan alat kelamin saat duduk

(WHO, 1996b:65)

Kegiatan mandi pribadi - Sapuan mitt, seperti sarung tangan

yang terbuat dari sepotong handuk

untuk mereka yang susah bergerak

(WHO,1993, 1996b, 1989:37)

- Spons atau sikat atau handuk

bergagang panjang dengan gagang

lingkaran, bagi mereka yang

gerakannya terbatas, tambahan tali

pada sabun, botol pencet pada sampo

(8)

terbatas (WHO,1996)

Pembersihan gigi dan pembersihan

kuku

-Sikat gigi berdiri untuk penyandang

disabilitas yang tidak bisa memegang

sikat gigi, kuku sikat dengan cangkir

hisap(Musenyente, 2002).

Pembersihan pakaian, piring -Meja pencuci pakaian untuk

pengguna kursi roda (Heleander et

al,1989)

-Fasilitas mencuci dengan tambahan

ruang untuk lutut di bawah bagi orang

duduk (Werener, 1987)

2.2 Sanitasi Dasar

Berdasarkan Kamus Ringkas Oxford yang dikutip oleh Franceys (1992),

dapat disimpulkan bahwa sanitasi mengacu pada semua kondisi yang

mempengaruhi kesehatan, terutama yang berkaitan dengan kotoran dan infeksi

dan khusus untuk saluran air, pembuangan limbah, dan sampah dari rumah

tangga.

Sanitasi dasar merupakan salah satu persyaratan dalam rumah sehat.

Sarana sanitasi dasar berkaitan langsung dengan masalah kesehatan terutama

masalah kesehatan lingkungan. Menurut Depkes RI (2002), sarana sanitasi dasar

meliputi penyediaan air bersih, pembuangan kotoran manusia (jamban),

(9)

2.2.1 Penyediaan Air Bersih

Menurut Hazel dan Bob (2005), tidak ada perbedaan mendasar yang

membedakan antara pennyediaan air bersih bagi orang normal maupun bagi

penyandang disabilitas. Yang penting ialah sumber air nya mudah diakses, mudah

digunakan, dan memenuhi syarat kesehatan.

Menurut Permenkes 416 Tahun 1990, air bersih adalah air yang

digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat

kesehatan dan dapat diminum apabila telah direbus terlebih dahulu. Air sangat

penting bagi kehidupan manusia karena sebagian besar tubuh manusia terdiri dari

air. Kebutuhan manusia akan air sangat kompleks antara lain untuk minum,

masak, mandi, mencuci (bermacam-macam cucian) dan sebagainya.

Menurut Notoatmodjo (2007), di negara maju setiap orang memerlukan

air antara 60-120 liter per hari. Masyarakat di negara berkembang termasuk

Indonesiaa, setiap orang memerlukan air antara 30-60 liter per hari. Sarana air

bersih adalah semua sarana yang dipakai sebagai sumber air bersih bagi penghuni

rumah yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari sehingga perlu

diperhatikan dalam pendirian sarana air bersih. Menurut Waluyo (2009), apabila

sarana air bersih dibuat memenuhi syarat teknis kesehatan diharapkan tidak ada

lagi pencemaran terhadap air bersih, maka kualitas air yang diperoleh menjadi

baik.

Penyediaan air bersih harus memenuhi dua syarat yaitu syarat Kuantitas

dan syarat Kualitas yang tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan 416 Tahun

(10)

a. Syarat Kuantitas

Menurut Slamet (2002), syarat kuantitas adalah jumlah air yang

dibutuhkan setiap hari tergantung kepada aktifitas dan tingkat kebutuhan. Makin

banyak aktifitas yang dilakukan maka kebutuhan air akan semakin besar. Secara

kuantitas, di Indonesia diperkirakan dibutuhkan air sebanyak 138,5 l/orang/hari

dengan perincian, yaitu 12 liter untuk mandi dan cuci kakus, 2 liter untuk minum,

10,7 liter untuk cuci pakaian, dan 31,4 liter untuk kebersihan rumah.

b. Syarat Kualitas

Menurut Slamet (2002), syarat kualitas meliputi parameter fisik, kimia,

mikrobiologi dan radioaktifitas yang memenuhi syarat menurut Peraturan Menteri

Kesehatan RI Nomor 416/Menkes/Per/1990 tentang syarat-syarat dan pengawasan

kualitas air. Air yang diperuntukkan bagi konsumsi manusia harus berasal dari

sumber yang bersih dan aman.

1. Syarat fisik, yaitu tidak berbau, tidak berasa, dan tidak berwarna

2. Syarat kimia, yaitu kadar besi maksimum diperbolehkan maksimal

500mg/l.

3. Syarat mikrobiologis, yaitu jumlah total koliform dalam 100 ml air yang

diperiksa maksimal adalah 50 untuk air yang berasal dari bukan perpipaan

dan 10 untuk air yang berasal dari perpipaan.

c. Klasifikasi Penyakit Berhubungan dengan Air

Menurut Kusnoputranto (2000) ada 4 macam klasifikasi penyakit yang

(11)

1. Water Born Desease, yaitu penyakit yang penularannya melalui air yang

terkontaminasi oleh bakteri patogen dari penderita atau karier. Bila air

yang mengandung kuman patogen terminum maka dapat menyebabkan

penjangkitan pada orang yang bersangkutan, misalnya Cholera, Thypoid,

Hepatitis, dan Dysentri Basiler.

2. Water Based Desease, yaitu penyakit yang ditularkan air pada orang lain

melalui persediaan air sebagai pejamu (host) perantara misalnya

Schistosomiasis.

3. Water Washed Desease, yaitu penyakit yang disebabkan oleh kurangnya

air untuk pemeliharaan kebersihan perorangan dan air untuk kebersihan

alat-alat terutama alat dapur dan alat makan. Penyakit ini sangat

dipengaruhi oleh cara penularan, diantaranya: penyakit infeksi saluran

pencernaan.

4. Water Related Insect Vector, yaitu vektor – vektor insektisida yang

berhubungan dengan air yaitu penyakit yang vektornya berkembang biak

dalam air, misalnya malaria, demam berdarah, Yellow fever, dan

Tripanosomiasis.

2.2.2 Pembuangan Kotoran Manusia (Jamban)

Dalam kehidupan biologiknya setiap makhluk selalu membuang bahan

yang tidak diperlukan atau eksreta. Manusia mmebuang bahan ini dalam bentuk

semi padat dengan apa yang disebut tinja (faeces). Menurut Ehler dan Steel

(1958) dalam Didik Sarudji (2010), tinja adalah bahan buangan yabg dikeluarkan

(12)

rerata 150 gram berat basah per orang per hari. Tinja mengandung sekitar 2 milyar

fecal coliform dan 450 juta fecal Sreptococci.

Menurut Depkes RI yang dikutip oleh Umiati (2009), jamban merupakan

sarana ayang digunakan masyarakat sebagai tempat buang air besar. Sebagai

tempat pembuangan tinja, jamban sangat potensial untuk menyebabkan timbulnya

berbagai gangguan bagi masyarakat yang ada di sekitarnya. Gangguan tersebut

dapat berupa gangguan estetika, kenyamanan, dan kesehatan.

Sesuai dengan Kementerian Kesehatan (2009), jamban adalah suatu

ruangan yang mempunyai fasilitas pembuangan kotoran manusia yang terdiri atas

tempat jongkok atau tempat duduk dengan leher angsa atau tanpa leher angsa

(cemplung) yang dilengkapi dengan unit penampungan kotoran dan air untuk

membersihkan.

Pembuangan tinja tidak dapat dipisahkan dengan penyediaan air bersih.

Tantangan yang dihadapi Indonesia terkait dengan masalah air minum, higiene

dan sanitasi masih sangat besar yaitu tentang perilaku hidup bersih sehat (PHBS)`

Hasil studi Indonesi Sanitation Sector Developement Program (ISSDP ) tahun

2006, menunjukkan 47% masyarakat masih beperilaku buang air besar ke sungai,

sawah, kolam, kebun, dan tempat terbuka.

a. Pencemaran Oleh Tinja 1. Pencemaran Tanah

Menurut Ehler dan Steel (1958), penting untuk diketahui seberapa jauh

organisme patogen dari saluran alat cerna menyebar dalam tanah. Apabila tinja

(13)

maka tidak akan timbul bahaya kontaminasi pada air sumur, karena bisa

dikendalikan dengan berbagai persyaratan dalam pembuatan kakus atau

sumurnya. Tetapi apabila tinja tidak dibuang pada tempat tertentu atau tidak

diketahui pasti tempat pembuangannya, maka akan membahayakan air tanah

karena terkontaminasi, dan sulit untuk mengendalikannya

2. Pencemaran Air Tanah

Menurut Purdom (1980) yang dikuitp oleh Didik Sarudji (2010), tinja

yang disertai bakteri tinja dapat mencapai air tanah dengan dua cara (1) polutan

merembas bersama air hujan di permukaan tanah dan masuk ke dalam tanah dan

akhirnya mencapai air tanah; (2) penetrasi pencemar dari cesspool atau kakus,

langsung ke dalam air tanah.

b. Teknik Pembuangan Tinja

Dalam penyediaan pembuangan tinja ini diperlukan beberapa persyaratan

sebagai berikut:

1. Tidak menimbulkan kontaminasi pada air tanah dan sumber air atau

sumur.

2. Tidak menimbulkan kontaminasi pada air permukaan.

3. Tidak menimbulkan kontaminasi pada tanah permukaan.

4. Tinja tidak dapat dijangkau oleh lalat atau binatang lainnya.

5. Tidak menimbulkan bau dan terlindung dari pandangan, serta memenuhi

syarat estetika lainnya.

6. Metode yang digunakan sederhana, tidak mahal baik dari segi konstruksi

(14)

c. Jenis-Jenis Jamban

Menurut Mubarak dan Chayatin (2009), jenis-jenis jamban dibedakan

berdasarkan konstruksi dan cara menggunakannya yaitu: jamban cemplung,

jamban plengsengan, jamban bor, angsalatrine (water seal latrine), jamban di atas

balong (empang) , septic tank .

Menurut Endradita G (2002), toilet untuk penyandang cacat harus

memenuhi beberapa persyaratan sebagai berikut:

- Toilet/kamar mandi harus dilengkapi dengan tampilan rambu/simbol

“penyandang cacat” pada bagian luarnya

- Harus memiliki ruang gerak yang cukup untuk pengguna kursi roda

- Ketinggian tempat duduk kloset harus sesuai dengan ketinggian pengguna

kursi roda (40-50cm)

- Harus dilengkapi dengan pegangan rambat (handrail) yang mimiliki posisi

dan ketinggian disesuaikan dengan pengguna kursi roda dan penyandang

cacat yang lain. Pegangan disarankan memiliki bentuk siku-siku mengarah

ke atas untuk membantu pergerakan pengguna kursi roda.

- Letak kertas tissu, air, kran air atau pancuran dan perlengkapan seperti

sabun dan pengering tangan harus dipasang sedemikian hingga mudah

digunakan oleh orang yang memiliki keterbatasan fisik dan pengguna

kursi roda.

(15)

- Pada tempat-tempat yang mudah dicapai, seperti pada daerah pintu masuk,

dianjurkan untuk menyediakan tombol bunyi darurat bila sewaktu-waktu

terjadi sesuatu yang tidak diharapkan.

Menurut Hazel dan Bob (2005), konstruksi jamban bagi penyandang

disabilitas lebih dikhususkan karena disabilitas yang disandang mereka. Jika pada

orang normal jamban yang biasa digunakan pada umumnya adalah jamban leher

angsa. Wc jongkok, dan sebagainya maka pada penyandang disabilitas ada

tambahan khusus yang perlu diperhatikan.

Gambar 2.1: WC duduk dengan pegangan untuk membantu

WC tipe ini dianjurkan untuk penyandang disabilitas yang kesulitan untuk

jongkok. Cocok digunakan oleh pengguna kursi roda, tuna daksa yang tidak bisa

duduk jongkok, dan dianjurkan juga untuk penyandang tunanetra karena disertai

dengan dua pegangan di sisi kiri dan sisi kanan. Dudukan WC yang didesain agak

(16)

Gambar 2.2 : WC jongkok dengan pegangan untuk membantu

WC tipe ini dianjurkan untuk penyandang disabilitas yang kesulitan untuk

jongkok tetapi tidak memiliki kursi roda. Cocok digunakan oleh tuna daksa yang

tidak bisa duduk jongkok, tetapi tidak dianjurkan untuk penyandang tunanetra

karena berisiko tinggi menyebabkan mereka terjatuh ke lubang WC karena jarak

WC yang hampir rata dengan lantai.

(17)

Desain jamban modern ini banyak ditemukan di luar negeri. Namun masih

jarang ditemukan di Indonesia.

2.2.3 Pembuangan Air Limbah

Air limbah dihasilkan oleh kegiatan rumah tangga, perkantoran, komersial,

dan industri. Yang berasal dari rumah tangga termasuk yang berasal dari toilet,

kamar mandi, dapur, bak cuci, air cucuran atap, dan sebagainya yang dibuang

melalui saluran air limbah. Pembuangan air limbah rumah tangga dipisahkan

dalam golongan air limbah yang masih boleh digunakan untuk menyiram tanaman

atau didaur ulang untuk penggelontor toilet yang biasa disebut sebagai graywater,

dan air limbah lainnya yang perlu pengolahan sebelum dilepas ke lingkungan

disebut blackwater. Hanya sekitar 5% kebutuhan air rumah tangga yang

dikonsumsi baik untuk minum atau memasak makanan, 95% di antaranya menjadi

air limbah (Moeller, 2005). Air limbah rumah tangga berasal dari kegiatan di

dapur, kamar mandi, penggelontor toilet/kakus, pencucian alat, pencucian

pakaian, dan sebagainya.

Menurut Sarudji (2010), sistem pembuangan air limbah dapat

dikategorikan ke dalam sistem pembuangan air limbah individu dan sistem

pembuangan air limbah perkotaan. Pembuangan air limbah individu melayani

perumahan,sekolah, kampus, institusi, fasilitas pemukiman wisatawan, dan

beberapa tempat lain yang tidak didapat sistem pembuangan limbah kota.

Sedangkan pembuangan tergolong sistem pengolahan air limbah terpadu sebagai

pusat pengolahan mulai awal sampai pembuangan akhir limbah untuk melayani

(18)

a. Sistem pembuangan air limbah individu 1. Kolam limbah (Cesspool).

Bentuk pembuangan air limbah bentuk kolam limbah atau kolam resapan

sesungguhnya tidak dianjurkan, tetapi untuk beberapa daerah yang

memungkinkan misalnya masih banyak dijumpai lahan yang luas, kolam limbah

masih dapat diterima. Air limbah yang tidak diolah dimasukkan ke dalam suatu

lubang di dalam tanah, sehingga air meresap melalui dindingnya ke dalam tanah

disekitarnya.

2. Bak pengurai (septic tank)

Merupakan pengolah air limbah sederhana dalam konstruksinya, dan

hanya memerlukan sedikit perhatian dalam pengoperasiannya. Harus dipahami,

bahwa septic tank hanya menurunkan kadar kandungan bahan organik yang dapat

berdegradasi di dalamnya. Air buangannya masih mungkin mengandung bakteri

pathogen. Air limbah dimasukkan ke dalam septic tank dan ditahan dan sedapat

mungkin tidak bergerak selama sekitar 24 jam pada septic tank rumah tangga.

b. Sistem pembuangan air limbah perkotaan

Sistem pembuangan air limbah perkotaan umumnya dilakukan untuk

melayani sekelmpok perumahan dalam suatu kota, sekalipun tidak menutuo

kemungkinan masyarakat perkotaan masih tetap mempertahankan mengolah air

limbahnya secara individu menggunakan sistem septic tank. Berbagai metode

telah dikembangkan untuk menghilangkan berbagai polutan yang terkandung di

(19)

2.2.4 Pengelolaan Sampah

Berdasarkan pendapat para ahli yang dikutip dalam Didik Sarudji (2010),

dapat disimpulkan bahwa sampah adalah semua jenis bahan padat, termasuk

cairan dalam kontener yang dibuang sebagai bahan buangan yang tidak

bermanfaat atau barang-barang yang dibuang karena kelebihan. Masalah sampah

sudah merupakan maslah sosial yang artinya ditimbulkan oleh masyarakat dan

harus diatasi secara bersama-sama. Pengelolaan yang tidak baik akan

mengganggu kesehatan masyarakat karena dapat menjadi sarang vektor, sumber

infeksi, sumber pencemar karena bahan-bahan berbahaya yang didalamnya,

mengganggu estetika bahkan ekosistem.

Menurut Mukono (2000), sampah padat dapat dibagi menjadi beberapa

kategori, sperti berikut:

a. Berdasarkan zat kimia yang terkandung didalamnya

1. Organik, misalnya sisa makanan, daun, sayur, dan buah.

2. Anorganik, misalnya logam, pecah-belah, abu, dan lain-lain

b. Berdasarkan dapat atau tidaknya dibakar

1. Mudah terbakar, misalnya kertas plastik, daun kering, kayu

2. Tidak mudah terbakar, misalnya kaleng, besi, gelas, dan lain-lain

c. Berdasarkan dapat atau tidaknya membusuk

1. Mudah membusuk, misalnya sisa makanan, potongan daging, dan

sebagainya

(20)

d. Berdasarkan ciri atau karakteristik sampah

a. Garbage, terdiri atas zat- zat yang mudah membusuk dan dapat terurai

dengan cepat, khususnya jika cuaca panas.

b. Rubbish yang terdiri dari dua, yaitu rubbish mudah terbakar terdiri atas

zat-zat organik seperti kertas, kayu , karet dan rubbish tidak mudah

terbakar terdiri atas zat-zat anorganik, misalnya kaca, kaleng.

c. Ashes, semua sisa pembakaran dari industri

d. Street sweeping, sampah dari jalan atau trotoar akibat aktivitas mesin

atau manusia

e. Dead animal, bangkai binatang besar (anjing, kucing, dan sebagainya)

yang mati akibat kecelakaan atau secara alami

f. House hold refuse, atau sampah campuran (misalnya garbage, ashes,

rubbish) yang berasal dari perumahan

g. Abandoned vehicle, berasal dari bangkai kendaraan

h. Demolision waste, berasal dari hasil sisa-sisa pembangunan gedung.

i. Sampah industri, berasal dari pertanian, perkebunan, dan industri

j. Santage solid, terdiri atas benda-benda solid atau kasar yang biasanya

berupa zat organik, pada pintu masuk pusat pengolahan limbah cair.

k. Sampah khusus, atau sam pah yang memnerlukan penanganan khusus

seperti kaleng atau zat radioaktif

Menurut Slamet (2009), pengaruh sampah terhadap kesehatan dapat

dikelompokkan menjadi efek langsung dan tidak langsung. Yang dimaksud

(21)

dengan sampah tersebut. Misalnya saja seperti sampah beracun, sampah yang

korosif terhadap tubuh, sampah yang karsinogen, teratogenik dan sebagainya.

Selain itu, ada pula sampah yang mengandung kuman patogen sehingga dapat

menimbulkan penyakit. Sampah ini dapat berasal dari sampah rumah tangga

selain sampah industri.

Pengaruh tidak langsung dapat dirasakan masyarakat akibat proses

pembusukan, pembakaran dan pembuangan sampah. Dekomposisi sampah

biasanya terjadi secara aerobik, dilanjutkan secara fakultatif dan secara anaerobik

apabila oksigen telah habis. Dekomposisi anaerobik akan menghasilkan cairan

yang disebut leachate beserta gas. Leachate atau lindi ini adalah cairan yang

mengandung zat padat tersuspensi yang sangat halus dan hasil penguraian

mikroba (Slamet, 2009).

Efek tidak langsung lainnya berupa penyakit bawaan vektor yang

berkembang biak di dalam sampah. Sampah bila ditimbun sembarangan dapat

menjadi sarang lalat dan tikus. Lalat merupakan vektor berbagai macam penyakit

perut. Demikian juga halnya dengan tikus, selain merusak harta benda

masyarakat, tikus juga sering membawa pinjal yang dapat menyebarkan penyakit

pes (Slamet, 2009).

2.3 Keluhan Kesehatan

Menurut SUSENAS (2012), keluhan kesehatan adalah keadaan seseorang

yang mengalami gangguan kesehatan atau kejiwaan, baik karena penyakit akut,

penyakit kronis (meskipun selama sebulan terakhir tidak mempunyai keluhan),

(22)

Yang menjadi variabel turunan dari keluhan kesehatan ini adalah:

a. Cacingan

Kumpulan gejala gangguan kesehatan sebagai akibat adanya cacing parasit

di dalam tubuh.

b. Diare/buang-buang air

Penyakit yang ditandai dengan buang air besar berbentuk tinja encer atau

cair, kadang-kadang bercampur darah atau lendir, yang umumnya terjadi 3

kali dalam 24 jam. Diare dapat disertai dengan muntah-muntah, maupun

penurunan kesadaran. Istilah lainnya adalah mencret atau bocor.

c. Sakit Gigi

Sakit gigi adalah rasa nyeri pada gigi atau gusi, kadang-kadang disertai

dengan pembengkakan, tetapi tidak termasuk sariawan.

d. Gatal-gatal/ penyakit kulit

Penyakit kulit merupakan kelainan kulit yang diakibatkan oleh adanya

jamur, kuman-kuman, parasit, virus maupun infeksi.

e. Lainnya

Keluhan kesehatan karena penyakit lain seperti campak, telinga

berair/congek, sakit kuning/liver, kejang-kejang, lumpuh, pikun, termasuk

keluhan kesehatan akibat kecelakaan/musibah, bencana alam, tidak nafsu

makan, sulit buang air besar, sakit kepala karena demam, sakit kepala

bukan berulang, gangguan sendi, tuli, katarak, sakit maag, perut mules,

masuk angin, tidak bisa kencing, bisul, sakit mata, dan keluhan fisik

(23)

2.4 Penyandang Disabilitas

2.4.1 Pengertian Penyandang Disabilitas

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, penyandang diartikan dengan

orang yang menyandang (menderita) sesuatu. Sedangkan disabilitas merupakan

kata bahasa Indonesia yang berasal dari kata serapan bahasa inggris disability

(jamak: disabilities) yang berarti cacat atau ketidakmampuan.

Menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 Tentang Pengesahan

Hak-Hak Penyandang Disabilitas, penyandang disabilitas yaitu orang yang

memiliki keterbatasan fisik, mental, intelektual atau sensorik dalam jangka waktu

kama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dan sikap masyarakatnya dapat

menemui hambatan yang meyulitkan untuk berpartisipasi penuh dan efektif

berdasarkan kesamaan hak.

Goldensons dalam bukunya yang berjudul Disability and Rehabilitation

Handbook mengatakan bahwa disabilitas didefenisikan sebagai setiap

ketidakmampuan fisik atau mental kronis akibat cedera, penyakit, atau cacat

bawaan.

Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) memberikan definisi disabilitas

sebagai ketidakmampuan atau keterbatasan sebagai akibat adanya impairment

(kondisi ketidaknormalan atau hilangnya struktur atau fungsi psikologis atau

anatomis) untuk melakukan aktivitas dengan cara yang dianggap normal bagi

(24)

2.4.2 Jenis-jenis Disabilitas

Terdapat beberapa jenis orang dengan kebutuhan khusus/disabilitas. Ini

berarti bahwa setiap penyandang disabilitas memiliki defenisi masing-masing

yang mana kesemuanya memerlukan bantuan untuk tumbuh dan berkembang

secara baik. Jenis-jenis penyandang disabilitas:

a. Disabilitas Mental Kelainan ini meliputi:

1. Mental Tinggi. Sering dikenal dengan orang berbakat intelektual, dimana

selain memiliki kemampuan intelektual di atas rata-rata dia juga memiliki

kreativitas dan tanggungjawab terhadap tugas.

2. Mental Rendah. Kemampuan mental rendah atau kapasitas intelektual/

Intelligence Quotient (IQ) di bawah rata-rata dapat dibagi menjadi 2

kelompok yaitu anak lamban belajar (slow learnes) yaitu anak yang

memiliki IQ ANTARA 70-90. Sedangkan anak yang memiliki IQ di

bawah 70 dikenal dengan anak berkebutuhan khusus.

b. Disabilitas Fisik

Kelainan ini meliputi beberapa macam yaitu:

1. Kelainan Indera Penglihatan (Tunanetra)

Menurut Perhimpunan Tunanetra Indonesia (PERTRUNI) Tahun 2004,

Tunanetra adalah mereka yang yang tidak memiliki penglihatan sama

sekali (buta total) hingga mereka yang masih memiliki sisa penglihatan

(25)

biasa berukuran 12 point dalam keadaan cahaya normal meskipun dibantu

dengan kaca mata (kurang awas)..

2. Kelainan Pendengaran (Tuna Rungu)

Menurut Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat, Kementerian

Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) tahun 2011, seorang

penyandang tunarungu adalah mereka yang secara fisik mengalami

keterbatasan dalam mendengar, baik kehilangan pendengaran seluruhnya

(tuli/deaf) maupun sebagian pedengarannya(heard of hearing), dan yang

biasanya yang diikuti dengan gangguan bicara, sehingga tunarungu sering

disebut juga sebagai tunawicara. Ada beberapa faktor penyebab seseorang

tunarungu, di antaranya karena faktor keturunan, faktor kondisi ibu saat

mengandung, faktor kelahiran, dan infeksi bakteri atau virus.

3. Kelainan Tubuh (Tunadaksa)

Astati (2010) mendefenisikan tunadaksa sebagai penyandang bentu

kelainan atau kecacatan pada sistem otot, tulang, dan persendian yang

dapat mengakibatkan gangguan koordinasi, komunikasi, adaptasi,

mobilisasi, dan gangguan perkembangan. Soemantri (dalam Septian,2012)

menambahkan bahwa tunadaksa disebabkan karena keadaan

rusak/terganggu sebagai akibat gangguan bentuk atau hambatan pada

(26)

2.5 Kerangka Konsep

Karakteristik

- Umur

- Jenis kelamin

- Tingkat pendidikan

Personal Hygiene

- Kebersihan kulit

- Kebersihan kuku,tangan,dan kaki

- Kebersihan mulut - Kebersihan rambut

Sanitasi Dasar

- Penyediaan Air Bersih - Jamban

- Pengelolaan limbah - Pembuangan sampah - Kondisi fisik asrama

Keluhan Kesehatan - Diare

- Sakit gigi

- Gatal-gatal/penyakit

Gambar

Gambar 2.1: WC duduk dengan pegangan untuk membantu
Gambar 2.2 : WC jongkok dengan pegangan untuk membantu

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Berdasarkan Penetapan Pengadaan Langsung nomor: 1003/I{I.17.DTM|LK/2012 tanggal 11 September 2012 untuk pekerjaan Pengadaan AC untuk Progratn Diploma Teknik Mesin SV-UGM

specify the reasons for the appeal; 2) the only reason specified by the practitioner for his or her appeal involves a finding of fact or conclusion of law which was conceded by

Upaya mengat asi masalah gizi disaran- kan dilakukan dengan pendekat an yang l ebih berkelanj ut an dan mempunyai nilai pengemba- lian ekonomi ( economi c r et ur n ) yang relat if

Kandungan karbon monoksida tanpa menggunakan conical flame stabilizaer lebih besar seperti yang diperlihat- kan pada Gambar 13 dan 14, hal ini dikarenakan penambahan conical

Berdasarkan uji sidik ragam yang dilakukan pada penilaian tingkat kesukaan, dapat diketahui bahwa tingkat kesukaan terhadap rasa produk susu fermentasi kering tidak

Besarnya potensi energi terbarukan khususnya panas bumi dengan pemanfaatan yang masih kurang maksimal sebagi sumber energi terbarukan, maka penelitian ini bermaksud melakukan

tersebut,Teacher bisa langsung klik pada salah satu notifikasi, contoh 1 Turned-In Assignement, maka akan muncul nama Student yang