• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Faktor Keuangan dan Non Keuangan yang Berpengaruh Terhadap Peringkat Obligasi Pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Faktor Keuangan dan Non Keuangan yang Berpengaruh Terhadap Peringkat Obligasi Pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teoritis

2.1.1 Pengertian Obligasi

Menurut Brealey, et al., (2008:130) obligasi adalah sekuritas yang

mewajibkan penerbitnya untuk melakukan pembayaran tertentu pada pemegang

obligasi. Emiten obligasi akan memberikan kompensasi bagi investor pemegang

obligasi, berupa kupon yang dibayarkan secara periodik terhadap investor. Kupon

merupakan bunga yang besarnya tetap dan dibayarkan oleh penerbit obligasi

sesuai waktu yang telah ditetapkan. Akan tetapi dalam perkembanganya ada pula

bunga obligasi yang dibayarkan dalam jumlah yang tidak tetap besarnya sesuai

dengan perkembangan tingkat suku bunga secara umum, atau yang disebut

dengan bunga mengambang. Dengan demikian, obligasi dikatakan sebagai salah

satu instrumen pasar modal yang memberikan pendapatan tetap (fixed-income

securities) bagi pemegangnya. Perusahaan penerbit (emiten) dari obligasi

berkewajiban untuk membayarkan bunga dalam jumlah tertentu secara periodik

selama obligasi tersebut belum jatuh tempo, dan juga melakukan pembayaran

kembali nilai principal obligasi tersebut pada saat jatuh tempo yang telah

ditentukan.

Obligasi merupakan surat utang jangka menengah-panjang yang dapat

dipindah tangankan yang berisi janji dari pihak yang menerbitkan untuk

(2)

pada waktu yang telah ditentukan kepada pihak pembeli obligasi tersebut

(www.idx.co.id).

Obligasi merupakan surat pengakuan hutang yang dikeluarkan oleh

pemerintah atau perusahaan atau lembaga lain sebagai pihak yang berutang, yang

mempunyai nilai nominal tertentu dan kesanggupan untuk membayar bunga

secara periodik atas dasar persentase tertentu yang tetap (Rika, 2011:2). Secara

umum obligasi adalah surat tanda utang jangka panjang. Menurut konvensi yang

berlaku di Indonesia, surat utang dengan tenor di atas 5 (lima) tahun disebut

obligasi, meskipun beberapa surat hutang bertenor 3 (tiga) tahun yang diterbitkan

perusahaan pembiayaan dipasarkan dan dicatat sebagai obligasi. Kebanyakan

obligasi yang di Indonesia bertenor 5 (lima) tahun dan paling panjang adalah 30

(tiga puluh) tahun.

Ditinjau dari sisi investor, investasi pada obligasi merupakan alternatif

yang aman, karena obligasi memberikan penghasilan tetap berupa kupon bunga

yang dibayar secara tetap dengan tingkat bunga yang kompetitif serta pokok utang

yang dibayar secara tepat waktu pada saat jatuh tempo yang telah ditentukan

(Susilowati dan Sumarto, 2010:1). Tinggi rendahnya tingkat keuntungan yang

diisyaratkan oleh investor pada obligasi ini bergantung pada risiko kegagalan

obligasi yang diperkirakan oleh investor. Jika bunga obligasi lebih tinggi dari

tingkat bunga yang berlaku dipasar, harga (nilai) obligasi lebih tinggi dari nilai

nominalnya. Sebaliknya jika bunga obligasi lebih rendah dari tingkat bunga yang

(3)

2.1.2 Jenis-jenis Obligasi

Berdasarkan Bursa Efek Indonesia, obligasi dapat dibagi dalam beberapa

jenis, yaitu:

A. Dilihat Dari Sisi Penerbit:

1. Corporate Bonds, yaitu obligasi yang diterbitkan oleh perusahaan, baik

yang berbentuk badan usaha milik negara (BUMN), atau badan usaha

swasta.

2. Government Bonds, yaitu obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah pusat.

3. Municipal Bond, yaitu obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah daerah

untuk membiayai proyek-proyek yang berkaitan dengan kepentingan

publik (public utility).

B. Berdasarkan Sistem Pembayaran Bunga

1. Zero Coupon Bonds, yaitu obligasi yang tidak melakukan pembayaran

bunga secara periodik. Namun, bunga dan pokok dibayarkan sekaligus

pada saat jatuh tempo.

2. Coupon Bond, yaitu obligasi dengan kupon yang dapat diuangkan secara

periodik sesuai dengan ketentuan penerbitnya.

3. Fixed Coupon Bonds, yaitu obligasi dengan tingkat kupon bunga yang

telah ditetapkan sebelum masa penawaran di pasar perdana dan akan

dibayarkan secara periodik.

4. Floating Coupon Bonds, yaitu obligasi dengan tingkat kupon bunga yang

(4)

(benchmark) tertentu seperti average time deposit (ATD) yaitu rata-rata

tertimbang tingkat suku bunga deposito dari bank pemerintah dan swasta.

C. Dilihat dari Hak Penukaran (Opsi):

1. Convertible Bonds, yaitu obligasi yang memberikan hak kepada pemegang

obligasi untuk mengkonversikan obligasi tersebut ke dalam sejumlah

saham milik penerbitnya.

2. Exchangeable Bonds, adalah obligasi yang memberikan hak kepada

pemegang obligasi untuk menukar saham perusahaan ke dalam sejumlah

saham perusahaan afiliasi milik penerbitnya.

3. Callable Bonds, yaitu obligasi yang memberikan hak kepada emiten untuk

membeli kembali obligasi pada harga tertentu sepanjang umur obligasi

tersebut.

4. Putable Bonds, yaitu obligasi yang memberikan hak kepada investor yang

mengharuskan emiten untuk membeli kembali obligasi pada harga tertentu

sepanjang umur obligasi tersebut.

D. Berdasarkan Jaminan atau Kolateralnya:

1. Secured Bonds, yaitu obligasi yang dijamin dengan kekayaan tertentu dari

penerbitnya atau dengan jaminan lain dari pihak ketiga. Dalam kelompok ini,

termasuk didalamnya adalah:

a. Guaranteed Bonds: Obligasi yang pelunasan bunga dan pokoknya dijamin

dengan penanggungan dari pihak ketiga.

b. Mortgage Bonds: obligasi yang pelunasan bunga dan pokoknya dijamin

(5)

c. Collateral Trust Bonds: obligasi yang dijamin dengan efek yang dimiliki

penerbit dalam portofolionya, misalnya saham-saham anak perusahaan

yang dimilikinya.

2. Unsecured Bonds: obligasi yang tidak dijaminkan dengan kekayaan tertentu

tetapi dijamin dengan kekayaan penerbitnya secara umum.

E. Berdasarkan Nilai Nominal:

1. Konvensional Bonds: obligasi yang lazim diperjual belikan dalam satu

nominal, Rp 1 miliar per satu lot.

2. Retail Bonds: obligasi yang diperjual belikan dalam satuan nilai nominal

yang kecil, baik corporate bonds maupun government bonds.

F. Berdasarkan Perhitungan Imbal Hasil:

1. Konvensional Bonds: obligasi yang diperhitungan dengan menggunakan

sistem kupon bunga.

2. Syariah Bonds: obligasi yang perhitungan imbal hasil dengan

menggunakan perhitungan bagi hasil. Dalam perhitungan ini dikenal dua

macam obligasi syariah, yaitu:

a. Obligasi Syariah Mudharabah merupakan obligasi syariah yang

menggunakan akad bagi hasil sedemikian sehingga pendapatan

yang diperoleh investor atas obligasi tersebut diperoleh setelah

mengetahui pendapatan emiten.

b. Obligasi Syariah Ijarah merupakan obligasi syariah yang

(6)

bersifat tetap, dan bisa diketahui/ diperhitungkan sejak awal

obligasi diterbitkan.

2.1.3 Karakteristik Obligasi

Menurut Bursa Efek Indonesia karakteristik obligasi dibagi kedalam

beberapa bagian, yaitu:

1. Nilai Nominal (face value) adalah nilai pokok dari suatu obligasi yang

akan diterima oleh pemegang obligasi pada saat obligasi tersebut jatuh

tempo.

2. Kupon (the interest rate) adalah nilai bunga yang diterima pemegang

obligasi secara berkala (kelaziman pembayaran kupon obligasi adalah

setiap 3 atau 6 bulanan) Kupon obligasi dinyatakan dalam annual

persentase.

3. Jatuh Tempo (maturity) adalah tanggal dimana pemegang obligasi akan

mendapatkan pembayaran kembali pokok atau nilai nominal obligasi yang

dimilikinya. Periode jatuh tempo obligasi bervariasi mulai dari 365 hari

sampai dengan diatas 5 tahun. Obligasi yang akan jatuh tempo dalam

waktu 1 tahun akan lebih mudah untuk di prediksi, sehingga memiliki

risiko yang lebih kecil dibandingkan dengan obligasi yang memiliki

periode jatuh tempo dalam waktu 5 tahun. Secara umum, semakin panjang

jatuh tempo suatu obligasi, semakin tinggi kupon / bunganya.

4. Penerbit / Emiten (issuer) Mengetahui dan mengenal penerbit obligasi

merupakan faktor sangat penting dalam melakukan investasi obligasi ritel.

(7)

melakukan pembayaran kupon dan atau pokok obligasi tepat waktu

(default risk) dapat dilihat dari peringkat (rating) obligasi yang

dikeluarkan oleh lembaga pemeringkat seperti PEFINDO atau Kasnic

Indonesia.

2.1.4 Risiko Obligasi

Obligasi berdasarkan sudut pandang investor, merupakan suatu aset (aset

finansial), yaitu: suatu sekuritas yang dapat memberikan pendapatan tetap

sehingga dianggap berbobot risiko. Bagi investor yang selalu mengelak risiko,

maka investasi dalam obligasi adalah instrumen yang paling tepat. Berikut ini

beberapa risiko yang dihadapi oleh para investor dalam investasi obligasi

(Fabozzi, 2000), yaitu:

1. Default Risk

Risiko bahwa emiten akan tidak mampu memenuhi pembayaran bunga

dan pokok utang sesuai dengan kontrak. Obligasi perusahaan mempunyai default

risk yang lebih besar daripada obligasi pemerintah. Tidak bagi masyarakat umum

untuk melihat besar kecilnya risiko ini. Cara terbaik untuk melihat risiko ini

adalah dengan terus memonitor peringkat yang diberikan oleh perusahaan efek. Di

Indonesia badan tersebut dikenal dengan Pemeringkat Efek Indonesia

(PEFINDO). Obligasi yang paling aman diberi peringkat AAA dan yang paling

besar risikonya diberi peringkat D.

2. Risiko Tingkat Bunga

Pada umunya harga obligasi bergerak berlawanan arah terhadap perubahan

(8)

Bagi investor yang merencanakan untuk menyimpan obligasi sampai jatuh tempo,

perubahan harga obligasi sebelum maturity tidak menarik perhatiannya akan

tetapi bagi investor yang ingin menjual obligasi sebelum jatuh tempo, suatu

kenaikan suku bunga setelah membeli obligasi berarti adalah capital loss yang

direalisasikan. Risiko tersebut disebut interest rate risk atau disebut juga price

risk. Kenaikan tingkat bunga pasar menyebabkan menurunnya harga obligasi

karena sebesar apapun tingkat bunga pasar mengalami peningkatan, pemegang

obligasi tetap hanya akan menerima tingkat bunga yang sudah ditetapkan.

3. Risiko Inflasi

Risiko inflasi disebut pula risiko terhadap daya beli. Risiko inflasi merupakan

risiko bahwa return yang direalisasikan dalam investasi obligasi tidak akan cukup

untuk menutupi kerugian menurunnya daya beli yang disebabkan inflasi. Bila

inflasi meningkat dan tingkat bunga obligasi tetap, maka terjadi penurunan daya

beli yang harus ditanggung investor.

4. Call Risk (Risiko waktu)

Risiko ini melekat pada callable bonds, yakni obligasi yang dapat ditarik

sewaktu-waktu oleh emitennya dengan harga yang telah ditetapkan. Risiko waktu

terjadi jika: (a) pola aliran kas emiten tidak pasti; (b) penarikan dilakukan pada

saat suku bunga rendah dan (c) potensi kenaikan harga obligasi lebih tinggi dari

harga call-nya.

5. Reinvestment Risk

Pendapatan obligasi berasal dari pembayaran suku bunga dari coupon, setiap

(9)

bunga yang diperoleh dari reinvestasi interim cash flow. Agar seorang investor

merealisasikan suatu yield sama dengan yield pada saat obligasi dibeli, interim

cashflow tersebut harus diinvestasikan pada suku bunga sama dengan yield yang

ditentukan pada saat obligasi dibeli. Risiko bahwa interim cash flow akan

diinvestasikan dengan suku bunga yang lebih rendah dan investor akan menerima

yield yang lebih rendah daripada yield pada saat obligasi dibeli disebut

reinvestment risk.

6. Risiko Kurs Valuta Asing

Orang Indonesia yang membeli obligasi perusahaan di negara lain dapat

mengalami kerugian perbedaan kurs valuta asing (foreign exchange risk).

7. Risiko Likuditas

Risiko yang mengacu pada seberapa mudah investor dapat menjual

obligasinya, sedekat mungkin dengan nilai dari obligasi tersebut. Cara untuk

mengukur likuiditas adalah dengan melihat besarnya selisih (spread) antara harga

permintaan dan harga penawarannya yang dipasang oleh perantara pedagang efek.

Semakin besar spread tersebut, makin besar risiko likuiditas yang dihadapi.

8. Event Risk

Seringkali kemampuan emiten untuk membayar bunga dan pokok utang tanpa

terduga berubah karena, bencana alam dan pengambil alihan.

2.1.5 Penerbit Obligasi

Penerbit obligasi ini sangat luas sekali, hampir setiap badan hukum dapat

(10)

penerbitan obligasi ini sangat ketat sekali. Penggolongan penerbit obligasi

biasanya terdiri atas:

1. Lembaga supranasional, seperti misalnya Bank investasi eropa (european

investment bank) atau bank pembangunan asia (asian development bank),

2. Pemerintah suatu Negara menerbitkan obligasi pemerintah dalam mata

uang negaranya maupun obligasi pemerintah dalam denominasi valuta

asing yang biasa disebut dengan obligasi internasional (sovereign bond),

3. Sub-sovereign, propinsi, Negara atau otoritas daerah. Di Amerika dikenal

sebagai obligasi daerah (municipal bond). Di Indonesia dikenal sebagai

Surat Utang Negara (SUN),

4. Lembaga pemerintah. Obligasi ini biasa juga disebut agency bond, atau

agencies.

5. Perusahaan yang menerbitkan obligasi swasta.

6. Special purpose vehicle adalah perusahaan yang didirikan dengan suatu

tujuan khusus untuk menguasai aset tertentu yang ditujukan guna

penerbitan suatu obligasi yang biasa disebut Efek Beragun Efek.

2.1.6 Peringkat Obligasi

Peringkat obligasi adalah simbol-simbol karakter yang diberikan oleh agen

peringkat untuk menunjukkan risiko dari obligasi (Jogiyanto, 2015:230).

Peringkat obligasi merupakan salah satu contoh informasi yang dapat dijadikan

dasar pengambilan keputusan dengan menilai kelayakan dan besarnya risiko gagal

(11)

publik dapat mengurangi asimetri informasi antara perusahaan penerbit obligasi

dan investor (Zuhrohtun dan Baridwan, 2005:1).

Dalam Raharja dan Sari (2008) mengemukakan ada beberapa fungsi peringkat

obligasi, yaitu sebagai berikut:

1. Sumber informasi atas kemampuan perusahaan, pemerintah daerah atau

pemerintah dalam menaati ketepatan waktu pembayaran kembali pokok

utang dan tingkat bunga yang dipinjam.

2. Sumber informasi dengan biaya rendah bagi keluasan informasi kredit

yang terkait dengan cross section antar perusahaan, pemerintah daerah,

dan pemerintah.

3. Sumber legal insurance untuk pengawas investasi. Membatasi investasi

pada sekuritas utang yang memiliki peringkat tinggi (misalnya peringkat

BBB ke atas).

4. Sumber informasi tambahan terhadap keuangan dan representasi

manajemen lainnya. Ketika peringkat utang perusahaan ditetapkan, hal itu

merupakan reputasi perusahaan yang berupa risiko.

5. Sarana pengawasan terhadap aktivitas manajemen.

6. Sarana untuk memfasilitasi kebijakan umum yang melarang investasi

spekulatif oleh institusi seperti bank, perusahaan asuransi, dan dana

pensiun.

Dan menurut Brigham dan Houston (2009:373), peringkat obligasi

didasarkan pada faktor-faktor kualitatif maupun kuntitatif. Faktor-faktor yang

(12)

1. Berbagai macam rasio-rasio keuangan, termasuk debt ratio, current ratio,

profitability dan fixed charge coveragae ratio. Semakin baik rasio-rasio

keuangan tersebut, maka semakin tinggi rating tersebut.

2. Jaminan aset untuk obligasi yang diterbitkan (mortage provision). Apabila

obligasi dijamin dengan aset yang bernilai tinggi, maka rating akan

membaik.

3. Kedudukan obligasi dengan jenis utang lain. Apabila obligasi lebih rendah

dari utang lainnya maka rating akan ditetapkan satu tingkat lebih rendah

dari yang seharusnya.

4. Penjamin. Emiten obligasi yang lemah namun dijamin oleh perusahaan

yang kuat.

5. Adanya singking fund (provisi bagi emiten untuk membayar pokok

pinjaman sedikit demi sedikit tiap bulan).

6. Umur obligasi Cateris Paribus, obligasi dengan umur yang lebih pendek

mempunyai risiko yang lebih kecil.

7. Stabilitas laba dari penjualan emiten.

8. Peraturan yang berkaitan dengan industri emiten.

9. Faktor-faktor lingkungan dan tanggung jawab produk.

10.Kebijakan akuntansi. Penerapan kebijakan akuntansi yang konservatif

(13)

Tabel 2.1

Peringkat Obligasi Berdasarkan PEFINDO

Peringkat Keteragan

idAAA

Efek utang yang peringkatnya paling tinggi dan berisiko paling rendah yang didukung oleh kemampuan obligor yang superior relatif dibanding entitas Indonesia lainnya .

idAA

Efek utang memiliki kualitas kredit sedikit dibawah peringkat tertinggi, didukung oleh kemampuan obligor yang sangat kuat untuk memenuhi kewajiban finansial jangka panjangnya sesuai dengan perjanjian, relatif dibanding dengan entitas Indonesia lainnya.

idA

Efek utang yang beresiko investasi rendah dan memiliki kemampuan dukungan obligor yang kuat dibanding entitas Indonesia lainnya untuk memenuhi kewajiban finansialnya sesuai dengan perjanjian namun cukup peka terhadap perubahan yang merugikan.

idBBB

Efek utang yang beresiko investasi cukup rendah didukung oleh kemampuan obligor yang memadai, relatif dibanding entitas Indonesia lainnya untuk memenuhi kewajiban finansialnya sesuai dengan perjanjian. Namun kemampuan tersebut dapat diperlemah oleh perubahan keadaan bisnis dan perekonomian yang merugikan.

idBB

Efek utang menunjukkan dukungan kemampuan obligor yang agak lemah relatif dibanding entitas Indonesia lainnya untuk memenuhi kewajiban finansial jangka panjangnya sesuai dengan perjanjian serta peka terhadap keadaan bisnis dan perekonomian yang tidak menentu dan merugikan.

idB

Efek utang yang menunjukkan parameter perlindungan yang sangat lemah,walaupun obligor masih memiliki kemampuan untuk memenuhi kewajiban finansial jangka panjangnya. Namun adanya perubahan keadaan bisnis dan perekonomian yang merugikan akan memperburuk kemampuan tersebut untuk memenuhi kewajiban finansialnya.

idCCC Efek utang yang tidak mampu lagi memenuhi kewajiban finansialnya serta hanya bergantung kepada perbaikan keadaan eksternal.

idD

Efek utang yang gagal bayar, atau gagal memenuhi kewajiban, terjadi secara otomatis kepada kewajiban non-payment yang pertama kali.

Sumber: PT PEFINDO

Dari peringkat idAA ke idB dapat dimodifikasi dengan penambahan tanda

plus (+) atau minus (-) untuk menunjukkan kekuatan relatif dari kategori dalam

peringkat (rating outlook). Tanda positif (+) menunjukkan bahwa peringkat

tersebut dapat dinaikkan dan memiliki nilai yang lebih tinggi dari peringkat

(14)

tanda negatif (-) menunjukkan bahwa peringkat obligasi tersebut dapat diturunkan

dan nilainya lebih rendah dari peringkat obligasi yang tidak memiliki tanda.

2.1.7 Teori Sinyal

Teori pensinyalan menjelaskan alasan perusahaan menyajikan informasi

kepada publik (Wolk et al., 2001: 308). Informasi tersebut bisa berupa laporan

keuangan, informasi kebijakan perusahaan maupun informasi lain yang dilakukan

secara sukarela oleh manajemen perusahaan. Sinyal adalah sebuah tindakan yang

diambil oleh high-type manager yang mana tidak akan rasional jika dilakukan

oleh low-type manager (Scott dan Wiliam, 2012:474). Tindakan tersebut menjadi

dasar untuk membedakan kualitas dari tiap-tiap perusahaan dan menjadi petunjuk

bagi pihak eksternal tentang bagaimana manajemen memandang prospek

perusahaan. Sebagai contoh ketika perusahaan memutuskan untuk menerbitkan

obligasi di pasar modal, mereka harus memberikan informasi kepada calon

investor.

Teori sinyal menjelaskan mengapa perusahaan mempunyai dorongan

untuk memberikan informasi laporan keuangan pada pihak eksternal. Dorongan

perusahaan untuk memberikan informasi karena terdapat asimetri informasi antara

perusahaan dan pihak luar (Lina, 2010) dimana pihak manajemen memiliki lebih

banyak informasi dan prospek perusahaan dimasa mendatang. Asimetri informasi

dapat terjadi di antara dua kondisi ekstrem yaitu perbedaan informasi yang kecil

sehingga tidak mempengaruhi manajemen, atau perbedaan yang sangat signifikan

sehingga dapat berpengaruh terhadap manajemen dan harga saham. Kodrat dan

(15)

di mana suatu pihak memiliki informasi yang lebih banyak dari pihak lain.

Informasi-informasi yang tersebut dapat berupa pemberian peringkat obligasi

yang dipublikasikan yang diharapkan dapat menjadi sinyal kondisi keuangan

perusahaan dan menggambarkan kemungkinan terjadi terkait utang yang dimiliki

(Raharja dan Sari, 2008). Informasi berupa pemberian peringkat obligasi yang

dipublikasikan diharapkan dapat menjadi sinyal kondisi keuangan perusahaan dan

menggambarkan kemungkinan yang terjadi terkait dengan utang yang dimiliki

(Sari, 2007:2). Dengan adanya peringkat obligasi maka calon investor dapat

membuat keputusan yang tepat untuk memutuskan apakah membeli atau tidak

obligasi perusahaan tersebut.

Teori pensinyalan dalam penelitian ini menjelaskan bahwa manajemen

perusahaan sebagai pihak yang memberikan sinyal berupa laporan keuangan

perusahaan dan informasi non keuangan kepada lembaga pemeringkat. Lembaga

pemeringkat obligasi ini melakukan proses pemeringkatan sehingga dapat

menerbitkan peringkat obligasi bagi perusahaan penerbit obligasi ini. Peringkat

obligasi ini memberikan sinyal tentang probabilitas kegagalan pembayaran utang

sebuah perusahaan. Sinyal-sinyal yang disampaikan oleh manajemen berupa

laporan keuangan dapat digambarkan melalui rasio keuangan. Rasio keuangan

tersebut dapat digunakan untuk memprediksi peringkat obligasi, sehingga investor

dapat menghitung risiko yang terkandung dalam obligasi tersebut (Lina, 2010).

2.1.8 Faktor Keuangan

Faktor Keuangan yang diukur dengan menggunakan rasio-rasio keuangan

(16)

dapat menghasilkan informasi yang lebih bermakna. Analisis rasio keuangan ini

merupakan salah satu perwujudan ketentuan Statement of Finansial Accounting

Concept (SFAC) no. 1, yang pada intinya menyebutkan bahwa laporan keuangan

harus menyajikan yang bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam

membuat keputusan yang rasional.

Menurut Fahmi (2011:108) menyatakan bahwa analisis rasio keuangan

merupakan instrumen analisis prestasi perusahaan yang menjelaskan berbagai

hubungan dan indikator keuangan, yang ditujukan untuk menunjukkan perubahan

dalam kondisi keuangan atau prestasi operasi di masa lalu dan membantu

menggambarkan trend pola perubahan tersebut, untuk kemudian menunjukkan

risiko dan peluang yang melekat pada perusahaan yang bersangkutan.

Dengan menganalisis sebuah laporan keuangan akan didapat sebuah

gambaran mengenai keadaan suatu perusahaan. Adapun manfaat dengan

menggunakan rasio keuangan menurut Fahmi (2011:109) yaitu:

1. Bermanfaat untuk dijadikan sebagai alat menilai kinerja dan prestasi

perusahaan.

2. Bermanfaat bagi pihak manajemen sebagai rujukan untuk membuat

perencanaan.

3. Dapat dijadikan sebagai alat untuk mengevaluasi kondisi suatu perusahaan

dari perspektif keuangan.

4. Bermanfaat bagi para kreditur digunakan untuk memperkirakan potensi

risiko yang akan dihadapi dengan adanya jaminan kelangsungan

(17)

5. Dapat dijadikan sebagai penilaian bagi pihak stakeholder organisasi.

1. Leverage

Rasio leverage merupakan rasio yang menunjukkan seberapa jauh

perusahaan dibiayai oleh pihak luar atau kreditur. Husnan dan Enny (2012:72)

menyimpulkan beberapa analis menggunakan istilah rasio leverage yang berarti

melakukan pengukuran terhadap kemampuan yang dimiliki oleh perusahaan

dalam memenuhi kewajiban keuangannya. Penggunaan utang yang terlalu tinggi

akan membahayakan perusahaan karena perusahaan akan masuk dalam katagori

extreme leverage (utang ekstrem) yaitu perusahaan terjebak dalam tingkat hutang

yang tinggi dan sulit untuk melepaskan beban utang tersebut. Karena itu

sebaiknya perusahaan harus menyeimbangkan beberapa utang yang layak diambil

dan dari mana sumber-sumber yang dapat dipakai untuk membayar utang (Fahmi,

2011:127) leverage akan memiliki tiga implikasi penting:

a. Dengan memperoleh dana melalui utang para pemegang saham dapat

mempertahankan kendali mereka atas perusahaan tersebut dengan

sekaligus membatasi investasi yang mereka berikan.

b. Kreditor akan melihat pada ekuitas atau dana yang diperoleh sendiri,

sebagai suatu batas kesamaan, sehingga semakin tinggi proporsi yang

harus dihadapi kreditor.

c. Jika perusahaan mendapatkan hasil dari investasi yang didanai dengan

dana hasil pinjaman lebih besar dari bunga yang dibayarkan, maka

pengembalian dari modal pemilik akan diperbesar atau “diungkit”

(18)

Mengenai rasio leverage sebagaimana yang diutarakan, menurut Brigham dan

Weston (2005:57) ada beberapa rasio leverage yang dapat digunakan, yaitu:

1. Debt Ratio, perbandingan antara total kewajiban dengan total aset.

2. Debt to equity ratio, perbandingan total utang dengan total ekuitas dalam

pendanaan perusahaan dan menunjukkan kemampuan modal sendiri

perusahaan untuk memenuhi seluruh kewajibannya.

3. Time interest earned ratio, merupakan perbandingan antara laba sebelum

bunga dan pajak atau laba operasi (EBIT) dengan beban bunga.

4. Fixed Charge Coverage ratio, mengukur berapa besar kemampuan

perusahaan untuk menutup beban tetapnya termasuk pembayaran deviden.

2. Likuiditas

Suatu perusahaan yang ingin mempertahankan kelangsungan kegiatan

perusahaannya harus memiliki kemampuan untuk melunasi kewajiban-kewajiban

finansial yang harus segera dilunasi. Likuiditas tidak hanya bekenaan dengan

keadaan keseluruhan keuangan perusahaan, tetapi juga berkaitan dengan

kemampuan mengubah aktiva lancar menjadi uang kas.

Menurut Brigham dan Houston (2010:121), rasio likuiditas adalah rasio

yang menunjukkan hubungan antara kas dan aset lancar perusahaan lainnya

dengan kewajiban lancarnya. Salah satu alat yang dipakai untuk mengukur

likuiditas adalah dengan menggunakan rasio lancar (current ratio). Perusahaan

yang mampu memenuhi kewajiban keuangannya tepat pada waktunya berarti

perusahaan tersebut dalam keadaan likuid dan mempunyai aktiva lancar lebih

(19)

Mengenai rasio-rasio likuiditas sebagaimana yang diutarakan, menurut

Riyanto (2010: 332), dapat dilihat sebagai berikut :

a. Rasio Lancar (Current Ratio), rasio ini merupakan perbandingan antara

aset lancar dengan kewajiban lancar.

b. Rasio Cepat (Quick Ratio), rasio ini merupakan perbandingan antara aset

lancar dikurangi persediaan dengan kewajiban lancar.

Menurut Munawir (2002:93) faktor-faktor yang dapat mempengaruhi

tingkat likuiditas, diantaranya:

1. Kekurangan modal kerja, dapat menimbulkan perusahaan illikuid. Terlalu

besar kewajiban jangka pendek/ kewajiban lancar bila dibandingkan

dengan modal kerja, juga akan menyebabkan perusahaan dalam keadaan

illikuid.

2. Kebijakan kredit yang dijalankan perusahaan, dapat juga menyebabkan

illikuid. Syarat kredit penjual yang terlalu lunak, sehingga perputaran

piutag lambat akan menyebabkan illikuid.

3. Modal kerja yang terlalu besar sehingga adanya sebagian dana yang

menganggur, akibatnya perusahaan akan berada dalam keadaan over

likuid.

4. Kurang adanya manajemen keuangan yang baik dalam pengaturan

keuangan, hal ini dapat menimbulkan illikuid atau over likuid.

3. Profitabilitas

Rasio profitabilitas adalah sekelompok rasio yang menunjukkan gabungan

(20)

(Brigham dan Hauston, 2009:107). Husnan dan Enny (2012:75) menyatakan rasio

profitabilitas atau efisiensi rasio-rasio ini dimaksudkan untuk mengukur efesiensi

penggunaan aktiva yang dimiliki oleh perusahaan (atau mungkin sekelompok

aktiva perusahaan). Mungkin juga efesiensi ingin dikaitkan penjualan yang

berhasil diciptakan. Sebagai misal ada jenis perusahaan yang mengambil

keuntungan yang relatif cukup tinggi dari setiap penjualan (misal penjualan

meubel, perhiasan, dan sebagainya), tetapi ada pula keuntungan relatif cukup

rendah (seperti barang keperluan sehari-hari). Semakin baik rasio profitabilitasnya

maka semakin baik menggambarkan kemampuan tingginya perolehan keuntungan

perusahaan (Fahmi, 2011:135).

Mengenai rasio-rasio profitabilitas sebagaimana yang diutarakan, menurut

Riyanto (2010: 335), dapat dilihat sebagai berikut:

a. Margin Keuntungan (Profit Margin), rasio ini merupakan perbandingan

antara laba bersih dengan penjualan.

b. Tingkat Pengembalian Aset (Return On Assets), rasio ini merupakan

perbandingan antara laba bersih dengan total aset.

c. Tingkat Pengembalian Ekuitas (Return On Equity), rasio ini merupakan

perbandingan antara laba bersih dengan ekuitas.

Van Horne dan Wachowicz (2005:222-225) analisis profitabilitas terdiri

atas dua jenis, yaitu:

1. Profitabilitas dalam hubungannya dengan investasi. Salah satu

(21)

assets/ ROA) atau ‘tigkat pengembalian atas investasi’ (return on

invesment/ ROI).

2. Profitabilitas dalam kaitannya dengan penjualan. Pengukurannya dengan

menggunakan margin laba kotor atau margin laba bersih.

2.1.9 Faktor Non Keuangan

Faktor non keuangan yang turut dipertimbangkan menurut Widowati, et. al

(2013). adalah umur obligasi (maturity) dan jaminan (secure) Keterangan tersebut

adalah dijamin atau tidaknya suatu obligasi yang jangka waktu jatuh tempo

instrumen obligasi (maturity).

1. Secure

Berdasarkan jaminan, obligasi dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu,

obligasi yang memiliki jaminan (secure) dan obligasi tanpa jaminan (debenture).

Obligasi dengan jaminan merupakan obligasi yang dijamin dengan kekayaan

tertentu dari penerbitnya atau dengan jaminan lain dari pihak ketiga. Tingkat

risiko yang terkandung dalam obligasi dipengaruhi oleh jaminan. Maka dari itu,

obligasi yang tidak dijaminkan akan memiliki risiko yang lebih tinggi apabila

dibandingkan dengan obligasi yang memiliki jaminan. Semakin tinggi nilai aset

yang dijaminkan maka peringkat obligasi akan semakin tinggi (Almilia dan Devi,

(22)

2. Maturity

Umur obligasi (maturity) merupakan faktor non keuangan yang menunjukkan

rentang waktu dimana obligasi yang bersangkutan diterbitkan hingga periode

jatuh tempo atau tanggal dimana pemegang obligasi akan mendapatkan

pembayaran kembali pokok atau nilai nominal obligasi yang dimilikinya. Periode

jatuh tempo obligasi bervariasi mulai dari 365 hari sampai dengan diatas 5 tahun.

Obligasi yang akan jatuh tempo dalam waktu 1 tahun akan lebih mudah untuk

diprediksi, sehingga memilki risiko yang lebih kecil apabila dilakukan

perbandingan dengan obligasi yang memiliki periode jatuh tempo dalam waktu 5

tahun.

Andry (2005) menyatakan bahwa perusahaan yang memiliki tingkat rating

obligasi tinggi mempunyai umur obligasi yang pendek. Terdapat hubungan non

monotonik antara struktur umur obligasi dan kualitas kredit untuk perusahaan

yang tercantum dalam peringkat obligasi. Investor cenderung tidak menyukai

obligasi dengan umur yang lebih panjang karena risiko yang akan didapat juga

akan semakin besar. Oleh karena itu umur obligasi yang pendek menunjukkan

peringkat obligasi yang investment grade.

2.2 Penelitian Terdahulu

Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang mencari pengaruh variabel

bebas yaitu Leverage, profitabilitas, likuiditas, jaminan (secure), dan umur

obligasi terhadap variabel terikat peringkat obligasi dapat di tunjukkan sebagai

(23)

Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu Peneliti/

Tahun

Judul

Penelitian Variabel

Teknik

Analisis Hasil Penelitian

Mahfudhoh

Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini menunjukkan bahwa dan umur obligasi tidak berpengaruh signifikan.

Sedangkan ukuran perusahaan dan laba ditahan berpengaruh

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa pada variabel bebas leverage,

internasionalisasi signifikan pada tingkat 1% dalam menjelaskan peringkat kredit. Sedangkan pada kinerja di pasar keuangan signifikan pada tingkat 5%; profitabilitas dan Obligasi Pada

(24)
(25)

2.3 Kerangka Konseptual

Berdasarkan tinjauan pustaka dan penelitian terdahulu, maka peneliti

mengindikasikan variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini faktor

keuangan dengan rasio leverage yang digunakan untuk mengukur sejauh mana

aktiva perusahaan dibiayai oleh utang. Leverage menunjukkan berapa besarnya

beban utang yang ditanggung perusahaan dibandingkan dengan aktiva, dalam hal

ini diukur dengan Debt to Equity Ratio. Dengan menggunakan lebih banyak utang

berarti perusahaan memperbesar risiko yang ditanggung perusahaan, tetapi juga

memperbesar tingkat pengembalian yang diharapkan. Sebaliknya, apabila rasio

leverage lebih rendah tentu mempunyai risiko kerugian lebih kecil dan dapat

mengakibatkan rendahnya tingkat pengembalian yang diharapkan (Brigham dan

Weston, 2005:5). Hal tersebut akan mengakibatkan rendahnya peringkat obligasi

yang diterima perusahaan tersebut.

Informasi pemberian peringkat obligasi yang dipublikasikan menjadi

sinyal kondisi keuangan perusahaan dan menggambarkan kemungkinan yang akan

terjadi terkait utang yang dimiliki (Raharja dan Sari, 2008). Semakin tinggi

leverage maka sebagian besar modal yang dimiliki perusahaan didanai oleh utang,

sehingga akan mengakibatkan semakin sulitnya perusahaan untuk memperoleh

pijaman dikarenakan perusahaan berada dalam default risk, karena besar

kemungkinan perusahaan tidak dapat mengembalikan pokok pinjaman dan bunga

secara berkala di karenakan besarnya utang yang dimilki oleh perusahaan tersebut.

Jadi semakin tinggi leverage maka kemungkinan peringkat obligasi perusahaan

(26)

Rasio likuiditas adalah faktor keuangan yang digunakan untuk mengukur

kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek perusahaan

(Van Horne, 2005:205). Dalam hal ini likuiditas diukur dengan menggunakan

Current Ratio. Rasio lancar merupakan perbandingan antara aktiva lancar dengan

utang lancar. Rasio lancar yang tinggi akan berpengaruh negatif terhadap

kemampuan memperoleh laba, karena sebagian modal kerja yang tidak berputar

atau megalami pengangguran (Martono dan Harjito, 2001: 135). Purwaningsih

(2008) menemukan hubungan antara likuiditas dengan credit rating. Peringkat

obligasi dapat menjadi sinyal kondisi keuangan perusahaan dan menggambarkan

kemungkinan yang akan terjadi terkait utang yang dimiliki (Raharja dan Sari,

2008). Semakin tinggi likuiditas perusahaan maka kemampuan perusahaan dalam

memenuhi kewajiban jangka pendeknya semakin baik. Peminjam (lender)

menggunakan aset paling likuid sebagai sumber pembayaran utama dan bunga

sekuritas dalam asset financed (Joseph, 2002). Jadi semakin perusahaan banyak

memiliki aset yang likuid maka secara tidak langsung akan mempengaruhi

pelunasan kewajiban jangka panjangnya (pelunasan obligasi) yang diharapkan

dapat mengurangi default risk, sehingga kemungkinan peringkat obligasi

perusahaan tersebut semakin baik.

Rasio profitabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah Return on

Assets (ROA) yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam

menghasilkan keuntungan dengan penggunaan seluruh aktiva yang dimiliki

perusahaan (Abdullah, 2005:57). Menurut Raharja dan Sari (2008), semakin

(27)

ketidakmampuan membayar kewajiban atau default. Profitabilitas memberikan

gambaran sejauh manakah keefektifan perusahaan dalam menghasilkan laba bagi

perusahaan. Semakin tinggi rasio profitabilitas maka perusahaan dinilai semakin

efektif dalam menghasilkan laba, sehingga kemampuan perusahaan dalam

melunasi pokok pinjaman dan membayar bunga semakin baik dan peringkat

obligasinya akan tinggi. Semakin tinggi peringkat obligasi memberikan sinyal

bahwa probabilitas risiko kegagalan perusahaan dalam memenuhi kewajibananya

semakin rendah.

Secure (jaminan) adalah salah satu aspek penting pada obligasi karena

adanya jaminan pada obligasi, berarti perusahaan dapat menekan risiko default

kepada para pemegang obligasi. Andry (2005) menyatakan jika aset perusahaan

dijaminkan untuk obligasi, maka rating obligasi pun akan membaik sehingga

obligasi tersebut dapat dikategorikan aman. Peringkat obligasi yang tinggi

memberikan sinyal tentang rendahnya probabilitas kegagalan pembayaran utang

sebuah perusahaan. Jika obligasi dijamin dengan aset yang bernilai tinggi, akan

memberikan rasa aman kepada para investor karena perusahaan dapat

menyakinkan investor bahwa perusahaan dapat memenuhi pembayaran bunga dan

pokok pinjaman dengan baik melalui aset yang dijaminkan tersebut, sehingga

risiko gagal bayar yang akan dihadapi oleh investor akan berkurang. Sehingga

obligasi yang diberi jaminan akan memberikan peringkat yang tinggi bagi

perusahaan.

Maturity (umur obligasi) yang dimaksud adalah selisih antara tanggal

(28)

jatuh tempo obligasi tersebut atau sering disebut term to maturity, dimana

pemegang obligasi akan mendapatkan pembayaran kembali pokok pinjaman atau

nilai nominal obligasi dan bunga periodik yang dimilikinya. Investor cenderung

tidak menyukai obligasi dengan umur yang lebih panjang karena risiko yang akan

didapat juga akan semakin besar (Andry, 2005). Semakin pendek umur obligasi

maka kekhawatiran investor akan adanya risiko gagal bayar diperusahaan semakin

rendah. Sehingga dapat dikatakan umur obligasi yang semakin pendek akan

memberikan peringkat obligasi yang tinggi bagi perusahaan. Kondisi ini dapat

menjadi sinyal yang dapat mempengaruhi keputusan investor nantinya untuk

berinvestasi pada obligasi perusahaan tersebut.

Berikut ini gambaran model kerangka konseptual yang akan mengkaji

faktor keuangan dan non keuangan yang mempengaruhi peringkat obligasi:

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

Leverage

Peringkat Obligasi Likuiditas

Profitabilitas

Secure

(29)

2.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka konseptual, maka hipotesis penelitian ini adalah

leverage, profitabilitas, likuiditas, secure dan maturity berpengaruh secara parsial

Gambar

Tabel 2.1 Peringkat Obligasi Berdasarkan PEFINDO
Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

Referensi

Dokumen terkait

Pada kesempatan ini, penulis ingin memanfaatkan media Internet untuk merancang membuat sebuah situs yang bisa menguji sampai dimana tingkat IQ seseorang secara online agar

kesehatan, serta aman dari ancaman ketakutan. Hal tersebut merupakan perwujudan dari nilai ….. Perlindungan terhadap masyarakat dalam beraktivitas me nuju kemakmuran. Sarana dan

diperoleh dari bentuk miskonsepsi peserta didik pada pre-test dan post-test, kemudian direkapitulasi sehingga diperoleh penurunan persentase jumlah peserta didik pada

Kandungan apa yang terdapat pada wortel yang sangat bagus untuk tulang tersebut.. a.beta karoten duo kriptosantin b.alfa karoten beta kriptosantin c.beta karoten alfa kriptosantin

Hal tersebut, membuktikan bahwa indra peraba tidak dapat digunakan untuk mengukur derajat panas suatu benda karena setiap orang memiliki perbedaan dalam merasakan suhu di

In this study, the object is the same novel in two languages (Indonesian and English), each entitled Laskar Pelangi and Rainbow Troops by Andrea Hirata, translated by

Remaja adalah individu baik laki-laki maupun perempuan yang sedang berada.. di tengah masa transisi dari anak-anak

a. Student motivation able to increase with portofolio scoring application in IPS learning main investigation on Demography Dynamics and National Development in grade VIII- 2