• Tidak ada hasil yang ditemukan

Distribusi Morfologi Vertikal Skeletal Wajah Pasien Suku Batak di Klinik RSGMP FKG USU Berdasarkan Analisis Steiner

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Distribusi Morfologi Vertikal Skeletal Wajah Pasien Suku Batak di Klinik RSGMP FKG USU Berdasarkan Analisis Steiner"

Copied!
4
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada dasarnya tujuan perawatan ortodonti adalah untuk menghasilkan fungsi

pengunyahan yang maksimal, keseimbangan struktural dan keselarasan estetika wajah

yang optimal, oleh Riedel disebut sebagai tiga serangkai yaitu “utility”,

“stability”dan “beauty”.1 Akan tetapi, kalangan modern telah menempatkan penampilan fisik sebagai sesuatu yang sangat diutamakan. Keinginan untuk

meningkatkan estetika wajah telah menjadi motivasi utama bagi sebagian besar

pasien-pasien yang mencari perawatan ortodonti, terlepas dari pertimbangan

struktural dan fungsional yang seharusnya juga diperhitungkan. Oleh karena itu,

perawatan dalam bidang ortodonti saat ini tidak hanya terfokus pada susunan gigi dan

rahang saja tetapi juga pada estetika wajah.1,2,3

Pada masa kini, estetika menjadi hal yang sangat diperhatikan karena tampilan

wajah merupakan fenomena yang sangat penting.4 Persepsi dari estetika wajah adalah multifaktorial yang berlandaskan genetik, lingkungan, dan kebudayaan. Estetika

wajah dapat didefinisikan sebagai suatu kombinasi kualitas yang dapat memberikan

kepuasan untuk indera dan pikiran. Estetika wajah dipengaruhi oleh berbagai hal,

seperti hubungan tulang, jaringan lunak, dan oklusi gigi geligi. Oleh karena itu,

perawatan ortodonti dapat memberi pengaruh terhadap estetika wajah.5,6

Linden (1998) mengemukakan bahwa wajah manusia merupakan sebagian

kecil dari kepala secara keseluruhan, dan sangat bervariasi pada penampilannya.

Proporsi antara tinggi, lebar, dan kecembungan wajah bervariasi pada setiap individu.

Variasi tersebut tidak hanya terlihat pada penampilan luar, tetapi ada perbedaan yang

jelas terlihat pada hubungan anteroposterior dan vertikal dari wajah, hidung, maksila,

mandibula, dan dagu.7

(2)

2

Houston (1983) mengemukakan bahwa pertumbuhan wajah dibagi menjadi

tiga arah berlainan yaitu ke arah vertikal, transversal dan sagital. Pertumbuhan

vertikal wajah sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan tulang maksila dan mandibula.

Ruang yang terdapat diantara maksila dan mandibula atau ruang intermaksilar sangat

berpengaruh terhadap tinggi wajah anterior. Bila ruang intermaksilar besar dibagian

anterior dan pertumbuhan maksimal tulang alveolar tidak mencapai bidang oklusi

maka akan terjadi open bite (gigitan terbuka), sebaliknya bila ruang intermaksilar

pendek maka akan terjadi deep bite (gigitan dalam).8

Pengukuran vertikal wajah dapat dilakukan dengan sefalometri dan fotometri.

Ada beberapa analisis sefalometri yang dapat digunakan dalam menentukan vertikal

wajah, salah satunya adalah analisis Steiner. Steiner menggunakan sudut MP-SN

untuk melihat pola pertumbuhan wajah dalam arah vertikal. Nilai normal rata-rata

sudut MP-SN adalah 32°.3,9 Tipe vertikal wajah menurut Steiner dibagi menjadi tiga

yaitu tipe pendek (<27°), tipe normal (27°-37°) dan tipe panjang (>37°). Sudut

MP-SN yang lebih kecil (<27°) mengindikasikan pola pertumbuhan wajah ke arah depan

dan berlawanan arah jarum jam menyebabkan wajah pendek (hypodivergent)

sedangkan nilai sudut MP-SN yang lebih besar (>37°) mengindikasikan pola

pertumbuhan wajah ke arah bawah dan searah jarum jam menyebabkan wajah

panjang (hyperdivergent).8,10,11

Tsunori dkk melaporkan bahwa setiap tipe wajah (wajah pendek /

hypodivergent, normal dan panjang / hyperdivergent) mempunyai karakteristik

morfologi yang berbeda-beda.12 Rickets (cit, Jefferson 2004) menyatakan pentingnya meramalkan proporsi normal wajah dan pengaruhnya terhadap kesehatan, seperti

sendi temporomandibula, gangguan pernafasan maupun gangguan tidur. Jefferson

menyatakan orang yang memiliki proporsi wajah normal jarang mengalami masalah

nyeri kraniofasial dan sakit kepala.13 Pasien dengan tipe wajah panjang cenderung mengalami masalah hambatan jalan nafas bagian atas, seperti pasien dengan wajah

adenoid.14 Sedangkan pasien dengan tipe wajah pendek cenderung mengalami masalah nyeri myofasial dan nyeri pada sendi temporomandibular.13

(3)

3

Faktor etnik memegang peranan penting dalam bidang ortodonsia.15 Thomas dkk, mengungkapkan bahwa percampuran etnis pada masyarakat menyebabkan

keragaman latar belakang genetik, sehingga norma yang spesifik pada suatu

kelompok etnis mungkin tidak selalu dapat diterapkan pada etnis lain.16 Hashim juga mengungkapkan bahwa kebanyakan penelitian didasarkan pada ras Kaukasoid yang

nilai referensinya mungkin tidak berlaku pada ras lainnya.17

Pada penelitian Agrawal D, tentang perbedaan morfologi vertikal wajah pada

orang dewasa populasi Jaipur di India Utara menyimpulkan bahwa populasi Jaipur

lebih banyak memiliki tipe wajah pendek dibandingkan dengan populasi India

lainnya. Nilai rerata sudut MP-SN perempuan adalah 27,70 sedangkan pada laki-laki

24,60.18 Pada penelitian lain yang dilakukan oleh Gulati A, dkk pada Populasi Malwa di India menunjukkan bahwa besar sudut MP-SN populasi Malwa lebih kecil

dibanding ras Kaukasoid. Hasil dari penelitian mengatakan bahwa populasi Malwa

cenderung memiliki tipe wajah pendek dibandingkan dengan Kaukasoid, Jepang,

Negro dan Cina.19

Masyarakat Sumatera terdiri dari banyak suku. Salah satunya adalah Suku

Batak. Suku Batak termasuk ras Proto Melayu yaitu Melayu Tua yang datang sejak

2000 tahun sebelum Masehi. Minimnya penelitian mengenai morfologi vertikal

skeletal wajah pada Suku Batak membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

mengenai morfologi vertikal skeletal wajah pasien Suku Batak di RSGMP FKG

USU.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana persentase tipe vertikal skeletal wajah pada pasien Suku

Batak di RSGMP FKG USU berdasarkan analisis Steiner.

2. Bagaimana persentase tipe vertikal skeletal wajah pada relasi rahang klas

I, II, III pada pasien Suku Batak di RSGMP FKG USU berdasarkan analisis Steiner.

(4)

4

1.3 Tujuan Penelitian

1. Mengetahui persentase tipe morfologi vertikal skeletal pasien Suku Batak

di RSGMP FKG USU berdasarkan analisis Steiner.

2. Mengetahui persentase tipe vertikal skeletal wajah pada relasi rahang klas

I, II, III pada pasien Suku Batak di RSGMP FKG USU berdasarkan analisis Steiner.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Membantu menegakkan diagnosis sehingga dapat disusun rencana

perawatan ortodonti yang tepat.

2. Sebagai informasi tambahan dalam bidang ortodonti.

3. Sebagai bahan referensi untuk melakukan penelitian selanjutnya.

Referensi

Dokumen terkait

Travel writing has been well- explored for the genre had already existed since people knew how to write. From the age of pioneering until the age of traveling, this genre

Gigi yang fraktur dan gigi yang menyebabkan abses periapikal yang perlu dilakukan pencabutan adalah apabila sudah tidak dapat dilakukan perawatan endodontik atau bila

Masing-masing dari mereka kemudian menjalani hubungan berpacaran. Cessa dengan Surya juga Benji dengan Bulan. Selama menjalani hubungan, Surya dan Cessa seringkali mendapatkan

Persepsi atas kompensasi adalah penilaian yang dilakukan atau yang diberikan guru pada kompensasi yang ada di sekolah, dimana dengan adanya kompensasi tersebut

---, Hukum Orang dan Keluarga Perspektif Hukum Perdata Barat/BW, Hukum Islam, dan Hukum Adat, Edisi Revisi, Sinar Grafika, Jakarta, 2010 Sudarsono, Hukum Waris dan

Resep Membuat Kebab Turki Lezat dan Praktis Bahan Untuk Membuat Tortila :  Tepung terigu sejumlah ¼ kg atau 250

Halaman absensi adalah halaman utama dari aplikasi ini, pertama dosen harus memilih kelas, maka akan muncul nama-nama mahasiswa dikelas tersebut.. Selanjutnya dosen

JUDUL : MATA SEHAT DENGAN DETEKSI DINI MEDIA : MINGGU PAGI. TANGGAL : 28