• Tidak ada hasil yang ditemukan

Distribusi Peta Awal Serangan Penyakit Jamur Akar Putih (Jap)(Rigidoporus microporus (Swartz: Fr)) pada Beberapa Perkebunan Karet Rakyat di Kabupaten Asahan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Distribusi Peta Awal Serangan Penyakit Jamur Akar Putih (Jap)(Rigidoporus microporus (Swartz: Fr)) pada Beberapa Perkebunan Karet Rakyat di Kabupaten Asahan"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman

Menurut Budiman (2012) tanaman karet dapat diklasifikasikan sebagai

berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Ordo : Euphorbiales

Famili : Euphorbiaceae

Genus : Havea

Spesies : Havea brasilliensies Muell. Arg

Pada tanaman karet tinggi batang dapat mencapai 30 – 40 m. Sistem

perakarannya kompak/padat, akar tunggangnya dapat menembus tanah hingga

kedalaman 1 – 2 m, sedangkan akar lateralnya dapat menyebar sejauh 10 m.

Batangnya bulat silindris, kulit kayunya halus rata berwarna pucat hingga

kecokelatan dan sedikit bergabus (Afriza, 2010).

Biasanya ada tiga anak daun yang terdapat pada sehelai daun karet. Anak

daun berbentuk eliptis, memanjang dengan ujung meruncing, tepinya rata dan

gundul. Petiola tipis, hijau dengan panjang 3,5 – 30 cm, sisi atas daun hijau tua

dan sisi bawah agak cerah, panjangnya 5 – 3,5 cm dan lebar 2,5 – 12,5 cm

(Budiman, 2012).

Tanaman karet termasuk tanaman berumah satu. Bunga jantan dan bunga

(2)

Pada ujung ranting atau cabang yang telah menggugurkan daun, kadang-kadang

malai muncul pada ketiak daun yang lama, sebelum gugur daun. Pada satu

karangan bunga umumnya terdapat 3 – 15 malai. Bunga betina dalam satu malai

bervariasi antara 0 – 30, umumnya 4 – 6 bunga betina terbentuk di ujung-ujung

sumbu malai. Jumlah bunga betina dalam satu pohon bervariasi (Siagian, 2005).

Buah beruang 3, jarang yang beruang 4 hingga 6. Diameter buah 3 – 5 cm

dan terpisah 3, 4, atau 6 cocci berkatup 2, perikarp berbalok dan endokarp

berkayu. Biji besar, bulat bersegi 4, tertekan pada satu atau dua sisinya, berkilat,

berwarna cokelat muda dengan noda-noda cokelat tua, panjang 2 – 3,5 cm dan

lebar 1,5 – 3 cm dan tebal 1,5 – 2,5 cm (Afriza, 2010).

Syarat Tumbuh

Iklim

Tanaman karet tumbuh dengan baik pada daerah tropis. Daerah yang

sesuai untuk tanaman karet adalah pada zona antara 15oLS dan 15o

Pada dasarnya tanaman karet tumbuh optimal pada dataran rendah dengan

ketinggian 200 m dari permukaan laut. Ketinggian > 600 m dari permukaan laut

tidak cocok untuk tumbuh tanaman karet. Suhu optimal diperlukan berkisar antara

25

LU. Bila

ditanam di luar zona tersebut, pertumbuhannya agak lambat, sehingga memulai

produksinya pun lambat (Budiman, 2012).

o

C sampai 35o

Hujan dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman

karet baik secara langsung dalam hal pemenuhan kebutuhan air bagi tanaman

yang bervariasi menurut fase perkembangan tanaman, kondisi iklim dan tanah,

(3)

tanah serta radiasi matahari tanaman karet memerlukan curah hujan optimal antara

2.500 mm sampai 4.000 mm/tahun, dengan hari hujan berkisar antara 100 sd. 150

HH/tahun dan kelas kesesuaian lahan S1 dan S2. Namun demikian, jika sering

hujan pada pagi hari, produksi akan berkurang (Fauzi, 2008).

Angin juga dapat mempengaruhi pertumbuhan pertanaman karet, angin

yang kencang dapat mematahkan tajuk tanaman. Di daerah berangin kencang

dianjurkan untuk ditanami penahan angin di sekitar kebun (Budiman, 2012).

Tanah

Lahan kering (tanah) untuk pertumbuhan tanaman karet pada umumnya

lebih mempersyaratkan sifat fisik tanah daripada sifat kimianya. Hal ini

disebabkan karena perbaikan sifat kimia untuk syarat tumbuh tanaman karet

perlakuan tanah agar sesuai dengan syarat tumbuh tanaman karet dapat

dilaksanakan dengan lebih mudah dibandingkan dengan perbaikan sifat fisiknya

(Fauzi, 2008).

Berbagai jenis tanah dapat sesuai dengan syarat tumbuh tanaman karet

baik tanah vulkanis muda dan tua, bahkan pada tanah gambut < 2 m. Tanah

vulkanis mempunyai sifat fisika yang cukup baik terutama struktur, tekstur,

sulum, kedalaman air tanah, aerasi dan drainasenya, tetapi sifat kimianya secara

umum kurang baik karena kandungan haranya rendah. Tanah alluvial biasanya

cukup subur, tetapi sifat fisikanya terutama drainase dan aerasenya kurang baik.

Reaksi tanah berkisar antara pH 3,0 – pH 8,0 tetapi tidak sesuai pada pH < 3,0 dan

> pH 8,0 (Anwar, 2001).

Sifat-sifat tanah yang cocok untuk tanaman karet pada umumnya antara

(4)

cadas (2) Aerase dan drainase cukup (3) Tekstur tanah remah, porous dan dapat

menahan air (4) Struktur terdiri dari 35% liat dan 30% pasir (5) Tanah bergambut

tidak lebih dari 20 cm (6) Kandungan hara NPK cukup dan tidak kekurangan

unsur hara mikro (7) Reaksi tanah dengan pH 4,5 – pH 6,5 (8) Kemiringan tanah

< 16% dan (9) Permukaan air tanah < 100 cm (Fauzi, 2008).

Patogen Penyebab Penyakit

Biologi Penyakit

Penyakit Jamur Akar Putih (JAP) menurut Alexopoulus and Mins (1979)

diklasifikasikan sebagai berikut :

Divisio : Mycetaceae

Sub Divisio : Amestigomycots

Kelas : Basidiomycetes

Ordo : Homobasidiomycetes

Famili : Polyperales

Genus : Rigidoporus

Spesies : Rigidoporus microporus (Swartz: Fr.) Van overeem

Tubuh buah berbentuk kipas tebal agak berkayu, mempunyai zona-zona

pertumbuhan, sering mempunyai struktur serat yang radier, mempunyai tepi yang

tipis. Warna permukaan tubuh buah dapat berubah tergantung dari umur dan

kandungan airnya. Pada permukaan tubuh buah benang-benang jamur berwarna

kuning jingga, tebalnya 2,6 – 4,5 μm, mempunyai banyak sekat. Pada waktu

masih muda berwarna jingga jernih sampai merah kecoklatan dengan zona gelap

agak menonjol. Permukaan bawah berwarna jingga, tepinya berwarnan kuning

(5)

Gambar 1. Badan buah jamur R. microporus

Sumber : (Wattanasilakorn et al. 2012).

Basidiospora bulat, tidak bewarna, dengan garis tengah 2,8 – 5,0 µm,

banyak di bentuk pada tubuh buah yang masih muda. Basidium pendek (buntak),

lebih kurang 16 x 4,5 – 5,0 µm, tidak berwarna, mempunyai empat sterigma

(tangkai basidiospora). Di antara basidium-basidium terdapat banyak sistidium

yang berbentuk gada, berdinding tipis dan tidak berwarna. Pada permukaan tubuh

buah benang-benang jamur bewarna kuning jingga, tebalnya 2,8 – 4,5 µm,

mempunyai banyak sekat (septum) yang tebal (Semangun, 2008).

Gambar 2 : Bentuk mikroskopis A. R. lignosus (R. microporus), B. basidium (a) dengan basidiospora (bs) dan sistidium (s).

Sumber : (Semangun, 2008).

Daur Hidup Patogen JAP

Jamur akar putih terutama menular karena adanya kontak antara tanaman

(6)

dasarnya ada 3 tahap, yaitu penetrasi kolonisasi dan degradasi. JAP dapat menular

dengan perantaraan rizomorf. Patogen dapat menembus sistem akar dan akan

menyerang seluruh jariangan. Miselium patogen lama kelamaan akan menyelimuti

sel inang. Akar akan busuk dan R. lignosus akan berpenetrasi dan kolonisasi pada

sel inang (Omorusi, 2012).

Setelah mencapai akar tanaman yang sehat rizomorf lebih dahulu tumbuh

secara epifitik pada permukaan akar sampai agak jauh sebelum mengadakan

penetrasi ke dalam akar. Kemajuan infeksi di dalam akar ditentukan oleh

kemajuan rizomorf pada permukaan akar bersangkutan. Seterusnya jamur masuk

ke dalam kayu melalui jari-jari empulur. Tanaman mengadakan reaksi terhadap

infeksi dengan membentuk kambium gabus atau barier luka, tetapi pertahanan ini

pada umumnya dapat ditembus oleh jamur. Pertumbuhan dan penetrasi jamur

pada akar ke arah pangkal berlangsung lebih kurang dua kali lebih cepat dari pada

ke arah ujung (Semangun, 2008).

Gambar 3. Rhizomorph pada akar

Sumber : (Foto Langsung)

Gejala Serangan

Serangan patogen R. lignosus menyebabkan akar menjadi busuk dan

umumnya ditumbuhi rizomorf cendawan. Gejala tampak pada daun : daun-daun

yang semula tampak hijau segar berubah menjadi layu, berwarna kusam, dan

(7)

Gejala serangan JAP pada tanaman karet dengan adanya perubahan warna

pada daun. Daun bewarna hijau kusam, permukaan daun lebih tebal dari yang

normal, ada kalanya tanaman membentuk bunga / buah lebih awal. Tanaman yang

terserang JAP terkadang percabangannya mengering sebelum tanaman mati

(Rahayu, dkk. 2006).

Penyakit ini mengakibatkan kerusakan pada akar tanaman. Gejala pada

daun terlihat pucat kuning dan tepi atau ujung daun terlipat ke dalam. Kemudian

daun gugur dan ujung ranting menjadi mati. Ada kalanya terbentuk daun muda,

atau bunga dan buah lebih awal. Pada perakaran tanaman sakit tampak benang -

benang jamur berwarna putih dan agak tebal (Manurung, dkk. 2014).

Untuk memastikan gejala tersebut penyebarannya adalah JAP beberapa

pohon karet yang dicurigai sebaiknya diperiksa dengan membuka leher akar.

Apabila tanaman tersebut terserang JAP maka akan terlihat adanya rizomorf

jamur bewarna putih menyelimuti permukaan akar. Terkadang bagian akar yang

diserang sudah bewarna coklat dan membusuk sehingga tanaman terserang mudah

tumbang (Rahayu, dkk. 2006).

(8)

Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Penyakit

Perkembangan penyakit JAP terutama dipengaruhi oleh banyaknya sumber

infeksi di dalam kebun. Kebun karet yang dibangun pada bekas hutan atau kebun

karet tua yang pengolahan tanahnya (land clearing) tidak dapat dilakukan dengan

baik, tanaman akan banyak menderita serangan JAP. Pada kebun bertunggul yang

berasal dari kebun karet tua atau hutan primer menunjukkan bahwa laju

perkembangan kematian tanaman sangat cepat (Rahayu, dkk. 2006).

Sampai sekarang antara berbagai klon karet tidak terlihat adanya

perbedaan dalam kerentanannya terhadap jamur akar putih. Jamur akar putih

menyerang pada bermacam-macam umur. Umumnya penyakit akar putih muncul

di kebun-kebun muda. Pada umumnya gejala mulai tampak pada tahun ke-2.

Sesudah tahun ke-5 atau ke-6 infeksi-infeksi baru mulai berkurang, meskipun

dalam kebun-kebun tua pun penyakit dapat berkembang terus (Semangun, 2008).

Disamping sumber infeksi faktor perkembangan penyakit JAP juga

dipengaruhi pH tanah. JAP dapat tumbuh pada suhu 10oC – 35oC spora dapat

berkecambah dengan baik pada suhu optimum antara 25oC – 30o

Perkembangan penyakit JAP juga dipengaruhi oleh kemasaman (pH) tanah

dan struktur tanah. JAP lebih menyukai tanah yang berpori dan bereaksi netral

(pH 6 – 7,5). Oleh sebab itu JAP banyak dijumpai pada tanah liparit yang terdapat

luas di Sumatera Utara dan Pegunungan Kidul Jawa Timur. Pada tanah datar, C. JAP juga

menyukai kondisi tanah yang berpori dan lembab serta menyukai pH antara 3 – 9,

optimum antara 7 – 8 yaitu pH tanah yang netral dengan struktur tanah yang

berpori (tanah liparit), sebaliknya dia tidak suka pada tanah yang bereaksi masam

(9)

kelembaban tanah dapat dipertahankan lebih lama sehingga penyakit JAP sering

terjadi pada kondisi kebun dengan topografi datar (Rahayu, dkk. 2006).

Keadaan kelerengan sangat menentukan untuk menduga potensi

kebanjiran/genangan di suatu wilayah. Wilayah belereng aliran air akan terjadi

lebih cepat dibandingkan wilayah datar, dengan demikian kemungkinan terjadinya

banjir/genangan di wilayah datar lebih besar dibandingkan wilayah belereng.

Sehingga berpotensi meningkatkan intensitas serangan penyakit pada tanaman

karet (Fauzi, 2008).

Di Sumatera Utara kebun-kebun yang terletak di tanah podsolik merah –

kuning kurang menderita kerugian dari penyakit akar putih dari pada yang

terletak di tanah alluvial. Ini disebabkan karena tanah tersebut pertama kali lebih

masam, sehingga Rigidoporus tidak dapat berkembang dengan baik. Selain itu di

tanah yang lebih masam jamur Trichoderma kaningii Oud. yang menjadi

anatgonis dari Rigidoporus, dapat berkembang lebih baik (Semangun, 2008).

Intensitas dari serangan penyakit jamur akar putih dipengaruhi oleh jenis

tanah. serangan jamur akar putih dperoleh bahwa intensitas serangan tertinggi

terlihat pada jenis tanah sawit, hal ini dikarenakan tanah sawit memiliki pH netral

yaitu 6,9 dimana tanah tersebut merupakan pH optimum untuk pertumbuhan

tanaman sawit dan juga untuk perkembang biakan dari jamur akar putih

(Aripin, dkk. 2003).

Pengendalian Penyakit

Salah satu pengendalian penyakit yang dilakukan adalah dengan

monitoring. Monitoring merupakan langkah awal untuk mengetahui

(10)

serta tingkat serangan. Monitoring dilakukan secara periodik. Monitoring

perkembangan penyakit JAP yang umum dilakukan oleh praktisi pekebun adalah

pembukaan leher akar dan memeriksa ada atau tidak gejala serangan JAP pada

akar tanaman (Rahayu, dkk. 2006).

Mendeteksi sumber infeksi untuk mengetahui apakah di dalam tanah

masih terdapat sumber infeksi, dahulu dianjurkan penanaman tanaman indikator

yang sangat rentan terhadap R. lignosus, misalanya Crotalaria anagyroides.

Dewasa ini tanaman karet segera ditanam, dan tanaman karet muda itu sendiri

dipakai sebagai tanaman indikator. Jika ada tanaman yang bergejala, berarti di situ

terdapat sumber infeksi yang harus diburu (dikejar) dan dibinasakan, meskipun

sering sekali tanaman yang bergejala tadi tidak dapat dipotong lagi

(Semangun, 2008).

Menanam tanaman penutup tanah minimal satu tahun lebih awal dari

penanaman karet. Satu meter di sekitar pertanaman karet harus bersih dari sisa –

sisa akar dan tunggul tanaman lainnya. Sisa akar tunggul harus dibongkar dan

dibakar supaya tidak menjadi sumber penyakit. Sebelum penanaman lubang

tanam ditaburi biakan jamur Trichoderma harzianum yang telah dicampur dengan

kompos sebanyak 200 gram per lubang tanam (Yulfahri, dkk. 2012).

Pada serangan ringan masih dapat diselamatkkan dengan cara membuka

perakaran, dengan membuat lubang tanam 30 cm di sekitar leher akar dengan

kedalaman sesuai serangan jamur. Permukaan akar yang ditumbuhi jamur dikerok

dengan alat yang tidak melukai akar. Bagian akar yang busuk dipotong dan

(11)

dioles dengan fungisida yang direkomendasikan. Setelah luka mengering, seluruh

perakaran ditutup kembali dengan tanah (Widanengsih, 2013).

Pengendalian JAP pada tanaman karet muda / TBM, dilakukan dengan

menggunakan Trichoderma. Sebelum melaksanakan aplikasi Trichoderma,

dilakukan pengorekan tanah 5 – 10 cm dari pangkal batang, dengan kedalaman

10 – 15 cm sehingga nampak jelas pangkal akar karet. Kemudian dilakukan

aplikasi Trichoderma dengan cara menaburkan bahan secara merata di sekeliling

pangkal batang, kemudian ditutup tanah kembali. Dosis anjuran yang dilakukan

adalah 100 gr bahan Trichoderma yang siap diaplikasikan per pohon. Dengan

demikian kebutuhan 1 ha tanaman karet berkisar 40 – 50 kg untuk satu kali

aplikasi. Pengamatan kembali dilakukan tiga bulan setelah aplikasi dan

dibandingkan dengan intensitas serangan JAP sebelum aplikasi

(Hutagaol dan Melin, 2000).

Tanaman yang terserang berat atau telah mati/tumbang harus segera

dibongkar, bagian pangkal batang dan akarnya dikubur di luar areal pertanaman,

menggunakan wadah agar tanah yang terikut tidak tercecer di dalam kebun. Bekas

lubang dan 4 tanaman di sekitarnya ditaburi 200 gram campuran Trichoderma sp.

dengan pupuk kandang 200 gr per lubang atau tanaman. Tindakan pencegahan

penyakit jamur akar putih yaitu pada lahan yang sudah terinfeksi dengan jamur

akar putih, dan akan ditanami karet dibersihkan dari tunggul tunggul karet.

Lubang penanaman diberi belerang100 – 200 gram per lobang. Di sekitar tanaman

muda yang berumur kurang dari 2 tahun ditanami tanaman antagonis antara lain

(12)

Jamur akar putih bila tidak dikendalikan semakin lama serangannya akan

meningkat sehingga perlu dilakukan pengendalian baik secara preventif maupun

kuratif. Pada areal TOT ini keberadaan tunggul-tunggul atau sisa-sisa akar yang

melapuk merupakan sumber inokulum JAP dan keberadaannnya tidak merata di

setiap lubang tanam karet sehingga menyebabkan intensitas serangan

R. microporus meningkat (Manurung, dkk. 2014).

Dalam upaya pengendalian penyakit secara terpadu (PHT) penggunaan

bahan kimia fungisida hendaknya dilakukan secara tepat dan merupakan tindakan

kuratif. Fungsida yang efektif adalah fungisida collar protectant yang

mengandung bahan aktif Penta Chloro Nitro Benzene (PCNB) dan fungisida

bahan aktif tridemorf (Rahayu, dkk. 2006).

Pengendalian Jamur Akar Putih secara kimiawi dapat dilakukan dengan

menggunakan bahan kimia Bayfidan 250 EC. Pengobatan pada tanaman yang

terserang dilakukan dengan cara penyiraman (drencing) 10 ml/2 liter air

(Budiman, 2012).

Cara pengendalian lain yang bisa dilakukan di lapangan untuk

mengendalikan serangan JAP secara kimiawi adalah dengan penyiraman fungisida

berbahan aktif triadimefon atau propiconazole ataupun dengan penaburan

fungisida triadimentol. Cara pengendalian dengan penyiraman maupun penaburan

memang lebih sedikit menggunakan tenaga kerja dan cukup efektif untuk

serangan JAP ringan. Akan tetapi metode ini memerlukan pengulangan aplikasi

sehingga biaya meningkat dan keparahan penyakit juga dapat membatasi

(13)

GIS (Geographic Information System)

Salah satu aplikasi teknologi sistem informasi adalah Sistem Informasi

Geografis (SIG) yang dapat diterapkan dalam berbagai bidang, yaitu dalam

pengembangan ilmu pengetahuan dan terutama dalam bidang bisnis yang telah

terbukti sangat membantu dalam mengambil keputusan karena SIG ini merupakan

bidang teknologi sistem informasi yang paling luas penerapannya, sehingga dalam

industri pertanian pun dapat dikembangkan dalam membantu orang-orang yang

bercocok tanam (Prahasta, 2002).

Analisa SIG yang dimaksud adalah suatu analisa dengan metode

manajemen database dengan menggunakan piranti lunak komputerisasi untuk

mengakses data, analisa data, pengkajian serta pengambilan keputusan dalam

lingkup referensi geografis. Dalam analisa dengan menggunakan SIG meliputi

beberapa unsur yaitu : (1) Database ; (2) Referensi geografis ; (3) Data input ; (4)

Formula yang akan digunakan (Saptadi, 2004).

Kelebihan SIG terutama berkaitan dengan kemampuannya dalam

menggabungkan berbagai data yang berbeda struktur, format dan tingkat

ketepatan, sehingga memungkinkan integrasi berbagai disiplin keilmuan yang

sangat diperlukan dalam pemahaman fenomena penyebaran penyakit dapat

dilakukan dengan lebih cepat (Barus, 1999).

Dalam bidang pertanian dimana sebagian besar berkaitan dengan tata guna

lahan dan informasi keruangan akan sangat terbantu dengan adanya SIG. SIG

berintegrasi dengan disiplin ilmu lainnya, dapat digunakan untuk menentukan

lokasi yang optimal, distribusi komoditi yang efektif, mitigasi bencana, prediksi

(14)

lahan atau bersifat keruangan sebaiknya melibatkan penggunaan SIG.

(Prahasta, 2002).

SIG dapat digunakan dalam menetapkan masa panen, mengembangkan

sistem rotasi tanam, dan melakukan perhitungan secara tahunan terhadap

kerusakan tanah yang terjadi karena perbedaan pembibitan, penanaman, atau

teknik yang digunakan dalam masa panen. Misalnya SIG membantu

menginventarisasi data-data lahan perkebunan tebu menjadi lebih cepat dianalisis.

Proses pengolahan tanah, proses pembibitan, proses penanaman, proses

perlindungan dari hama dan penyakit tananan dapat dikelola oleh manager kebun,

bahkan dapat dipantau dari direksi (Mangatur, 2010).

Kini prediksi serangan organisme pengganggu tanaman dapat diakses

melalui Internet. Organisme pengganggu tanaman (OPT), seperti gulma, hama,

dan mikroorganisme patogenik merupakan musuh bebuyutan para petani.

Organisme-organisme itu dapat menyebabkan tanaman rentan terserang penyakit

dan menurunkan kualitas tanaman. Oleh karena itu, untuk menghasilkan tanaman

berkualitas, diperlukan upaya pengendalian OPT yang menyeluruh. Menurut Edi

Suwardiwijaya, fungsional pengendali OPT dari Balai Besar Peramalan

Organisme Pengganggu Tumbuhan (BB-POPT) Departemen Pertanian, berbagai

upaya pengendalian hama terpadu (PHT) untuk mencegah serangan OPT terus

dikembangkan hingga saat ini. Secara operasional, penerapan PHT mencakup

upaya preemtif dan responsif (Prahasta, 2002).

Upaya preemtif ialah pengendalian hama berdasarkan informasi dan

pengalaman status OPT waktu sebelumnya. Upaya tersebut mencakup penentuan

(15)

jarak tanam, dan penyiangan. Tujuan upaya preventif ialah membudidayakan

tanaman sehat. Di samping upaya preventif, dilakukan pula upaya responsif, yaitu

pengendalian berdasarkan informasi status OPT dan faktor yang berpengaruh

terhadap berlangsungnya musim saat itu (Fatansyah, 2002).

Mengingat sumber data sebagian besar berasal dari dan penginderaan jauh

baik satelit maupun terrestrial, terdigitasi maka teknologi sistim informasi

geografis (SIG) erat kaitannya dengan teknologi pengnderaan jauh. Namun

demikian penginderaan jauh buknlah satu–satunya ilmu pendukung bagi sistem

ini (Budiyanto, 2002).

Menurut penelitian terdahulu pemetaan penyakit tanaman di suatu wilayah

lokasi survey menggunakan soft ware pemetaan ArcView GIS. Memiliki

kemampuan grafis yang baik dan kemampuan teknis dalam pengolahan data

spesial tersebut memberikan kekuatan secara nyata pada ArcView. Kekuatan

analisis inilah yang pada akhirnya menjadikan ArcView banyak diterapkan

(Budiyanto, 2007).

Pada pemetaan penyakit Hawar Daun Bakteri pada tanaman bawang

bahwa penyebaran penyakit ini di beberapa daerah sentra produksi bawang merah

salah satunya ditenggarai karena belum optimalnya fungsi dari Badan Karantina

Departemen Pertanian, penyakit ini sudah menjadi masalah besar sejak tahun

Gambar

Gambar 2 : Bentuk mikroskopis A. R. lignosus (R. microporus), B. basidium (a) dengan basidiospora (bs) dan sistidium (s)
Gambar 3. Rhizomorph pada akar Sumber : (Foto Langsung)
Gambar 4. Tanaman terserang JAP (kiri) Tanaman tumbang akibat JAP (kanan) Sumber : (Foto langsung)

Referensi

Dokumen terkait

Hasil yang sama dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Rahman dkk 15, juga didapatkan kadar albumin yang lebih rendah pada anak gizi buruk dengan penyakit

Variabel penjelas yang berpengaruh signifikan terhadap variabel kejadian anemia pada ibu hamil di Kabupaten Groobogan yaitu status gizi dengan kondisi kurang baik (X 1KEK ). Ibu

Subsidi Ongkos Angkut Penumpang Udara Rute Nunukan - Long Baw an ( PP) , maka dengan ini Saudara kami undang untuk mengikuti acara Pembuktian Kualifikasi yang akan

Strengthen cooperation between ASEAN and India on cyber-security capacity building and policy coordination, including through supporting the implementation of the

Bahan Hukum Primer, 47 yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat sebagai landasan utama yang dipakai dalam rangka penelitian ini diantaranya adalah Al-Qur’an dan

Obat sipilis De Nature ; Mampu mengobati berbagai gejala Gonore, Kencing Nanah, Sipilis / Raja Singa, Kencing Keluar Nanah, Kencing sakit/perih, Kelamin Keluar

catalysts were tested in order to obtain the most active catalyst, which was used further to investigate the effect of kinetic variables include the ratio of methanol to rubber

Untuk reaksi kariofilena oksida tanpa pada kondisi reaksi 175 o C, 10 % zeolit dan lama reaksi 4 jam yang dikatalisis oleh ketiga zeolit menghasilkan tiga produk utama.. Hal