TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman
Menurut Budiman (2012) tanaman karet dapat diklasifikasikan sebagai
berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Euphorbiales
Famili : Euphorbiaceae
Genus : Havea
Spesies : Havea brasilliensies Muell. Arg
Pada tanaman karet tinggi batang dapat mencapai 30 – 40 m. Sistem
perakarannya kompak/padat, akar tunggangnya dapat menembus tanah hingga
kedalaman 1 – 2 m, sedangkan akar lateralnya dapat menyebar sejauh 10 m.
Batangnya bulat silindris, kulit kayunya halus rata berwarna pucat hingga
kecokelatan dan sedikit bergabus (Afriza, 2010).
Biasanya ada tiga anak daun yang terdapat pada sehelai daun karet. Anak
daun berbentuk eliptis, memanjang dengan ujung meruncing, tepinya rata dan
gundul. Petiola tipis, hijau dengan panjang 3,5 – 30 cm, sisi atas daun hijau tua
dan sisi bawah agak cerah, panjangnya 5 – 3,5 cm dan lebar 2,5 – 12,5 cm
(Budiman, 2012).
Tanaman karet termasuk tanaman berumah satu. Bunga jantan dan bunga
Pada ujung ranting atau cabang yang telah menggugurkan daun, kadang-kadang
malai muncul pada ketiak daun yang lama, sebelum gugur daun. Pada satu
karangan bunga umumnya terdapat 3 – 15 malai. Bunga betina dalam satu malai
bervariasi antara 0 – 30, umumnya 4 – 6 bunga betina terbentuk di ujung-ujung
sumbu malai. Jumlah bunga betina dalam satu pohon bervariasi (Siagian, 2005).
Buah beruang 3, jarang yang beruang 4 hingga 6. Diameter buah 3 – 5 cm
dan terpisah 3, 4, atau 6 cocci berkatup 2, perikarp berbalok dan endokarp
berkayu. Biji besar, bulat bersegi 4, tertekan pada satu atau dua sisinya, berkilat,
berwarna cokelat muda dengan noda-noda cokelat tua, panjang 2 – 3,5 cm dan
lebar 1,5 – 3 cm dan tebal 1,5 – 2,5 cm (Afriza, 2010).
Syarat Tumbuh
Iklim
Tanaman karet tumbuh dengan baik pada daerah tropis. Daerah yang
sesuai untuk tanaman karet adalah pada zona antara 15oLS dan 15o
Pada dasarnya tanaman karet tumbuh optimal pada dataran rendah dengan
ketinggian 200 m dari permukaan laut. Ketinggian > 600 m dari permukaan laut
tidak cocok untuk tumbuh tanaman karet. Suhu optimal diperlukan berkisar antara
25
LU. Bila
ditanam di luar zona tersebut, pertumbuhannya agak lambat, sehingga memulai
produksinya pun lambat (Budiman, 2012).
o
C sampai 35o
Hujan dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman
karet baik secara langsung dalam hal pemenuhan kebutuhan air bagi tanaman
yang bervariasi menurut fase perkembangan tanaman, kondisi iklim dan tanah,
tanah serta radiasi matahari tanaman karet memerlukan curah hujan optimal antara
2.500 mm sampai 4.000 mm/tahun, dengan hari hujan berkisar antara 100 sd. 150
HH/tahun dan kelas kesesuaian lahan S1 dan S2. Namun demikian, jika sering
hujan pada pagi hari, produksi akan berkurang (Fauzi, 2008).
Angin juga dapat mempengaruhi pertumbuhan pertanaman karet, angin
yang kencang dapat mematahkan tajuk tanaman. Di daerah berangin kencang
dianjurkan untuk ditanami penahan angin di sekitar kebun (Budiman, 2012).
Tanah
Lahan kering (tanah) untuk pertumbuhan tanaman karet pada umumnya
lebih mempersyaratkan sifat fisik tanah daripada sifat kimianya. Hal ini
disebabkan karena perbaikan sifat kimia untuk syarat tumbuh tanaman karet
perlakuan tanah agar sesuai dengan syarat tumbuh tanaman karet dapat
dilaksanakan dengan lebih mudah dibandingkan dengan perbaikan sifat fisiknya
(Fauzi, 2008).
Berbagai jenis tanah dapat sesuai dengan syarat tumbuh tanaman karet
baik tanah vulkanis muda dan tua, bahkan pada tanah gambut < 2 m. Tanah
vulkanis mempunyai sifat fisika yang cukup baik terutama struktur, tekstur,
sulum, kedalaman air tanah, aerasi dan drainasenya, tetapi sifat kimianya secara
umum kurang baik karena kandungan haranya rendah. Tanah alluvial biasanya
cukup subur, tetapi sifat fisikanya terutama drainase dan aerasenya kurang baik.
Reaksi tanah berkisar antara pH 3,0 – pH 8,0 tetapi tidak sesuai pada pH < 3,0 dan
> pH 8,0 (Anwar, 2001).
Sifat-sifat tanah yang cocok untuk tanaman karet pada umumnya antara
cadas (2) Aerase dan drainase cukup (3) Tekstur tanah remah, porous dan dapat
menahan air (4) Struktur terdiri dari 35% liat dan 30% pasir (5) Tanah bergambut
tidak lebih dari 20 cm (6) Kandungan hara NPK cukup dan tidak kekurangan
unsur hara mikro (7) Reaksi tanah dengan pH 4,5 – pH 6,5 (8) Kemiringan tanah
< 16% dan (9) Permukaan air tanah < 100 cm (Fauzi, 2008).
Patogen Penyebab Penyakit
Biologi Penyakit
Penyakit Jamur Akar Putih (JAP) menurut Alexopoulus and Mins (1979)
diklasifikasikan sebagai berikut :
Divisio : Mycetaceae
Sub Divisio : Amestigomycots
Kelas : Basidiomycetes
Ordo : Homobasidiomycetes
Famili : Polyperales
Genus : Rigidoporus
Spesies : Rigidoporus microporus (Swartz: Fr.) Van overeem
Tubuh buah berbentuk kipas tebal agak berkayu, mempunyai zona-zona
pertumbuhan, sering mempunyai struktur serat yang radier, mempunyai tepi yang
tipis. Warna permukaan tubuh buah dapat berubah tergantung dari umur dan
kandungan airnya. Pada permukaan tubuh buah benang-benang jamur berwarna
kuning jingga, tebalnya 2,6 – 4,5 μm, mempunyai banyak sekat. Pada waktu
masih muda berwarna jingga jernih sampai merah kecoklatan dengan zona gelap
agak menonjol. Permukaan bawah berwarna jingga, tepinya berwarnan kuning
Gambar 1. Badan buah jamur R. microporus
Sumber : (Wattanasilakorn et al. 2012).
Basidiospora bulat, tidak bewarna, dengan garis tengah 2,8 – 5,0 µm,
banyak di bentuk pada tubuh buah yang masih muda. Basidium pendek (buntak),
lebih kurang 16 x 4,5 – 5,0 µm, tidak berwarna, mempunyai empat sterigma
(tangkai basidiospora). Di antara basidium-basidium terdapat banyak sistidium
yang berbentuk gada, berdinding tipis dan tidak berwarna. Pada permukaan tubuh
buah benang-benang jamur bewarna kuning jingga, tebalnya 2,8 – 4,5 µm,
mempunyai banyak sekat (septum) yang tebal (Semangun, 2008).
Gambar 2 : Bentuk mikroskopis A. R. lignosus (R. microporus), B. basidium (a) dengan basidiospora (bs) dan sistidium (s).
Sumber : (Semangun, 2008).
Daur Hidup Patogen JAP
Jamur akar putih terutama menular karena adanya kontak antara tanaman
dasarnya ada 3 tahap, yaitu penetrasi kolonisasi dan degradasi. JAP dapat menular
dengan perantaraan rizomorf. Patogen dapat menembus sistem akar dan akan
menyerang seluruh jariangan. Miselium patogen lama kelamaan akan menyelimuti
sel inang. Akar akan busuk dan R. lignosus akan berpenetrasi dan kolonisasi pada
sel inang (Omorusi, 2012).
Setelah mencapai akar tanaman yang sehat rizomorf lebih dahulu tumbuh
secara epifitik pada permukaan akar sampai agak jauh sebelum mengadakan
penetrasi ke dalam akar. Kemajuan infeksi di dalam akar ditentukan oleh
kemajuan rizomorf pada permukaan akar bersangkutan. Seterusnya jamur masuk
ke dalam kayu melalui jari-jari empulur. Tanaman mengadakan reaksi terhadap
infeksi dengan membentuk kambium gabus atau barier luka, tetapi pertahanan ini
pada umumnya dapat ditembus oleh jamur. Pertumbuhan dan penetrasi jamur
pada akar ke arah pangkal berlangsung lebih kurang dua kali lebih cepat dari pada
ke arah ujung (Semangun, 2008).
Gambar 3. Rhizomorph pada akar
Sumber : (Foto Langsung)
Gejala Serangan
Serangan patogen R. lignosus menyebabkan akar menjadi busuk dan
umumnya ditumbuhi rizomorf cendawan. Gejala tampak pada daun : daun-daun
yang semula tampak hijau segar berubah menjadi layu, berwarna kusam, dan
Gejala serangan JAP pada tanaman karet dengan adanya perubahan warna
pada daun. Daun bewarna hijau kusam, permukaan daun lebih tebal dari yang
normal, ada kalanya tanaman membentuk bunga / buah lebih awal. Tanaman yang
terserang JAP terkadang percabangannya mengering sebelum tanaman mati
(Rahayu, dkk. 2006).
Penyakit ini mengakibatkan kerusakan pada akar tanaman. Gejala pada
daun terlihat pucat kuning dan tepi atau ujung daun terlipat ke dalam. Kemudian
daun gugur dan ujung ranting menjadi mati. Ada kalanya terbentuk daun muda,
atau bunga dan buah lebih awal. Pada perakaran tanaman sakit tampak benang -
benang jamur berwarna putih dan agak tebal (Manurung, dkk. 2014).
Untuk memastikan gejala tersebut penyebarannya adalah JAP beberapa
pohon karet yang dicurigai sebaiknya diperiksa dengan membuka leher akar.
Apabila tanaman tersebut terserang JAP maka akan terlihat adanya rizomorf
jamur bewarna putih menyelimuti permukaan akar. Terkadang bagian akar yang
diserang sudah bewarna coklat dan membusuk sehingga tanaman terserang mudah
tumbang (Rahayu, dkk. 2006).
Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Penyakit
Perkembangan penyakit JAP terutama dipengaruhi oleh banyaknya sumber
infeksi di dalam kebun. Kebun karet yang dibangun pada bekas hutan atau kebun
karet tua yang pengolahan tanahnya (land clearing) tidak dapat dilakukan dengan
baik, tanaman akan banyak menderita serangan JAP. Pada kebun bertunggul yang
berasal dari kebun karet tua atau hutan primer menunjukkan bahwa laju
perkembangan kematian tanaman sangat cepat (Rahayu, dkk. 2006).
Sampai sekarang antara berbagai klon karet tidak terlihat adanya
perbedaan dalam kerentanannya terhadap jamur akar putih. Jamur akar putih
menyerang pada bermacam-macam umur. Umumnya penyakit akar putih muncul
di kebun-kebun muda. Pada umumnya gejala mulai tampak pada tahun ke-2.
Sesudah tahun ke-5 atau ke-6 infeksi-infeksi baru mulai berkurang, meskipun
dalam kebun-kebun tua pun penyakit dapat berkembang terus (Semangun, 2008).
Disamping sumber infeksi faktor perkembangan penyakit JAP juga
dipengaruhi pH tanah. JAP dapat tumbuh pada suhu 10oC – 35oC spora dapat
berkecambah dengan baik pada suhu optimum antara 25oC – 30o
Perkembangan penyakit JAP juga dipengaruhi oleh kemasaman (pH) tanah
dan struktur tanah. JAP lebih menyukai tanah yang berpori dan bereaksi netral
(pH 6 – 7,5). Oleh sebab itu JAP banyak dijumpai pada tanah liparit yang terdapat
luas di Sumatera Utara dan Pegunungan Kidul Jawa Timur. Pada tanah datar, C. JAP juga
menyukai kondisi tanah yang berpori dan lembab serta menyukai pH antara 3 – 9,
optimum antara 7 – 8 yaitu pH tanah yang netral dengan struktur tanah yang
berpori (tanah liparit), sebaliknya dia tidak suka pada tanah yang bereaksi masam
kelembaban tanah dapat dipertahankan lebih lama sehingga penyakit JAP sering
terjadi pada kondisi kebun dengan topografi datar (Rahayu, dkk. 2006).
Keadaan kelerengan sangat menentukan untuk menduga potensi
kebanjiran/genangan di suatu wilayah. Wilayah belereng aliran air akan terjadi
lebih cepat dibandingkan wilayah datar, dengan demikian kemungkinan terjadinya
banjir/genangan di wilayah datar lebih besar dibandingkan wilayah belereng.
Sehingga berpotensi meningkatkan intensitas serangan penyakit pada tanaman
karet (Fauzi, 2008).
Di Sumatera Utara kebun-kebun yang terletak di tanah podsolik merah –
kuning kurang menderita kerugian dari penyakit akar putih dari pada yang
terletak di tanah alluvial. Ini disebabkan karena tanah tersebut pertama kali lebih
masam, sehingga Rigidoporus tidak dapat berkembang dengan baik. Selain itu di
tanah yang lebih masam jamur Trichoderma kaningii Oud. yang menjadi
anatgonis dari Rigidoporus, dapat berkembang lebih baik (Semangun, 2008).
Intensitas dari serangan penyakit jamur akar putih dipengaruhi oleh jenis
tanah. serangan jamur akar putih dperoleh bahwa intensitas serangan tertinggi
terlihat pada jenis tanah sawit, hal ini dikarenakan tanah sawit memiliki pH netral
yaitu 6,9 dimana tanah tersebut merupakan pH optimum untuk pertumbuhan
tanaman sawit dan juga untuk perkembang biakan dari jamur akar putih
(Aripin, dkk. 2003).
Pengendalian Penyakit
Salah satu pengendalian penyakit yang dilakukan adalah dengan
monitoring. Monitoring merupakan langkah awal untuk mengetahui
serta tingkat serangan. Monitoring dilakukan secara periodik. Monitoring
perkembangan penyakit JAP yang umum dilakukan oleh praktisi pekebun adalah
pembukaan leher akar dan memeriksa ada atau tidak gejala serangan JAP pada
akar tanaman (Rahayu, dkk. 2006).
Mendeteksi sumber infeksi untuk mengetahui apakah di dalam tanah
masih terdapat sumber infeksi, dahulu dianjurkan penanaman tanaman indikator
yang sangat rentan terhadap R. lignosus, misalanya Crotalaria anagyroides.
Dewasa ini tanaman karet segera ditanam, dan tanaman karet muda itu sendiri
dipakai sebagai tanaman indikator. Jika ada tanaman yang bergejala, berarti di situ
terdapat sumber infeksi yang harus diburu (dikejar) dan dibinasakan, meskipun
sering sekali tanaman yang bergejala tadi tidak dapat dipotong lagi
(Semangun, 2008).
Menanam tanaman penutup tanah minimal satu tahun lebih awal dari
penanaman karet. Satu meter di sekitar pertanaman karet harus bersih dari sisa –
sisa akar dan tunggul tanaman lainnya. Sisa akar tunggul harus dibongkar dan
dibakar supaya tidak menjadi sumber penyakit. Sebelum penanaman lubang
tanam ditaburi biakan jamur Trichoderma harzianum yang telah dicampur dengan
kompos sebanyak 200 gram per lubang tanam (Yulfahri, dkk. 2012).
Pada serangan ringan masih dapat diselamatkkan dengan cara membuka
perakaran, dengan membuat lubang tanam 30 cm di sekitar leher akar dengan
kedalaman sesuai serangan jamur. Permukaan akar yang ditumbuhi jamur dikerok
dengan alat yang tidak melukai akar. Bagian akar yang busuk dipotong dan
dioles dengan fungisida yang direkomendasikan. Setelah luka mengering, seluruh
perakaran ditutup kembali dengan tanah (Widanengsih, 2013).
Pengendalian JAP pada tanaman karet muda / TBM, dilakukan dengan
menggunakan Trichoderma. Sebelum melaksanakan aplikasi Trichoderma,
dilakukan pengorekan tanah 5 – 10 cm dari pangkal batang, dengan kedalaman
10 – 15 cm sehingga nampak jelas pangkal akar karet. Kemudian dilakukan
aplikasi Trichoderma dengan cara menaburkan bahan secara merata di sekeliling
pangkal batang, kemudian ditutup tanah kembali. Dosis anjuran yang dilakukan
adalah 100 gr bahan Trichoderma yang siap diaplikasikan per pohon. Dengan
demikian kebutuhan 1 ha tanaman karet berkisar 40 – 50 kg untuk satu kali
aplikasi. Pengamatan kembali dilakukan tiga bulan setelah aplikasi dan
dibandingkan dengan intensitas serangan JAP sebelum aplikasi
(Hutagaol dan Melin, 2000).
Tanaman yang terserang berat atau telah mati/tumbang harus segera
dibongkar, bagian pangkal batang dan akarnya dikubur di luar areal pertanaman,
menggunakan wadah agar tanah yang terikut tidak tercecer di dalam kebun. Bekas
lubang dan 4 tanaman di sekitarnya ditaburi 200 gram campuran Trichoderma sp.
dengan pupuk kandang 200 gr per lubang atau tanaman. Tindakan pencegahan
penyakit jamur akar putih yaitu pada lahan yang sudah terinfeksi dengan jamur
akar putih, dan akan ditanami karet dibersihkan dari tunggul tunggul karet.
Lubang penanaman diberi belerang100 – 200 gram per lobang. Di sekitar tanaman
muda yang berumur kurang dari 2 tahun ditanami tanaman antagonis antara lain
Jamur akar putih bila tidak dikendalikan semakin lama serangannya akan
meningkat sehingga perlu dilakukan pengendalian baik secara preventif maupun
kuratif. Pada areal TOT ini keberadaan tunggul-tunggul atau sisa-sisa akar yang
melapuk merupakan sumber inokulum JAP dan keberadaannnya tidak merata di
setiap lubang tanam karet sehingga menyebabkan intensitas serangan
R. microporus meningkat (Manurung, dkk. 2014).
Dalam upaya pengendalian penyakit secara terpadu (PHT) penggunaan
bahan kimia fungisida hendaknya dilakukan secara tepat dan merupakan tindakan
kuratif. Fungsida yang efektif adalah fungisida collar protectant yang
mengandung bahan aktif Penta Chloro Nitro Benzene (PCNB) dan fungisida
bahan aktif tridemorf (Rahayu, dkk. 2006).
Pengendalian Jamur Akar Putih secara kimiawi dapat dilakukan dengan
menggunakan bahan kimia Bayfidan 250 EC. Pengobatan pada tanaman yang
terserang dilakukan dengan cara penyiraman (drencing) 10 ml/2 liter air
(Budiman, 2012).
Cara pengendalian lain yang bisa dilakukan di lapangan untuk
mengendalikan serangan JAP secara kimiawi adalah dengan penyiraman fungisida
berbahan aktif triadimefon atau propiconazole ataupun dengan penaburan
fungisida triadimentol. Cara pengendalian dengan penyiraman maupun penaburan
memang lebih sedikit menggunakan tenaga kerja dan cukup efektif untuk
serangan JAP ringan. Akan tetapi metode ini memerlukan pengulangan aplikasi
sehingga biaya meningkat dan keparahan penyakit juga dapat membatasi
GIS (Geographic Information System)
Salah satu aplikasi teknologi sistem informasi adalah Sistem Informasi
Geografis (SIG) yang dapat diterapkan dalam berbagai bidang, yaitu dalam
pengembangan ilmu pengetahuan dan terutama dalam bidang bisnis yang telah
terbukti sangat membantu dalam mengambil keputusan karena SIG ini merupakan
bidang teknologi sistem informasi yang paling luas penerapannya, sehingga dalam
industri pertanian pun dapat dikembangkan dalam membantu orang-orang yang
bercocok tanam (Prahasta, 2002).
Analisa SIG yang dimaksud adalah suatu analisa dengan metode
manajemen database dengan menggunakan piranti lunak komputerisasi untuk
mengakses data, analisa data, pengkajian serta pengambilan keputusan dalam
lingkup referensi geografis. Dalam analisa dengan menggunakan SIG meliputi
beberapa unsur yaitu : (1) Database ; (2) Referensi geografis ; (3) Data input ; (4)
Formula yang akan digunakan (Saptadi, 2004).
Kelebihan SIG terutama berkaitan dengan kemampuannya dalam
menggabungkan berbagai data yang berbeda struktur, format dan tingkat
ketepatan, sehingga memungkinkan integrasi berbagai disiplin keilmuan yang
sangat diperlukan dalam pemahaman fenomena penyebaran penyakit dapat
dilakukan dengan lebih cepat (Barus, 1999).
Dalam bidang pertanian dimana sebagian besar berkaitan dengan tata guna
lahan dan informasi keruangan akan sangat terbantu dengan adanya SIG. SIG
berintegrasi dengan disiplin ilmu lainnya, dapat digunakan untuk menentukan
lokasi yang optimal, distribusi komoditi yang efektif, mitigasi bencana, prediksi
lahan atau bersifat keruangan sebaiknya melibatkan penggunaan SIG.
(Prahasta, 2002).
SIG dapat digunakan dalam menetapkan masa panen, mengembangkan
sistem rotasi tanam, dan melakukan perhitungan secara tahunan terhadap
kerusakan tanah yang terjadi karena perbedaan pembibitan, penanaman, atau
teknik yang digunakan dalam masa panen. Misalnya SIG membantu
menginventarisasi data-data lahan perkebunan tebu menjadi lebih cepat dianalisis.
Proses pengolahan tanah, proses pembibitan, proses penanaman, proses
perlindungan dari hama dan penyakit tananan dapat dikelola oleh manager kebun,
bahkan dapat dipantau dari direksi (Mangatur, 2010).
Kini prediksi serangan organisme pengganggu tanaman dapat diakses
melalui Internet. Organisme pengganggu tanaman (OPT), seperti gulma, hama,
dan mikroorganisme patogenik merupakan musuh bebuyutan para petani.
Organisme-organisme itu dapat menyebabkan tanaman rentan terserang penyakit
dan menurunkan kualitas tanaman. Oleh karena itu, untuk menghasilkan tanaman
berkualitas, diperlukan upaya pengendalian OPT yang menyeluruh. Menurut Edi
Suwardiwijaya, fungsional pengendali OPT dari Balai Besar Peramalan
Organisme Pengganggu Tumbuhan (BB-POPT) Departemen Pertanian, berbagai
upaya pengendalian hama terpadu (PHT) untuk mencegah serangan OPT terus
dikembangkan hingga saat ini. Secara operasional, penerapan PHT mencakup
upaya preemtif dan responsif (Prahasta, 2002).
Upaya preemtif ialah pengendalian hama berdasarkan informasi dan
pengalaman status OPT waktu sebelumnya. Upaya tersebut mencakup penentuan
jarak tanam, dan penyiangan. Tujuan upaya preventif ialah membudidayakan
tanaman sehat. Di samping upaya preventif, dilakukan pula upaya responsif, yaitu
pengendalian berdasarkan informasi status OPT dan faktor yang berpengaruh
terhadap berlangsungnya musim saat itu (Fatansyah, 2002).
Mengingat sumber data sebagian besar berasal dari dan penginderaan jauh
baik satelit maupun terrestrial, terdigitasi maka teknologi sistim informasi
geografis (SIG) erat kaitannya dengan teknologi pengnderaan jauh. Namun
demikian penginderaan jauh buknlah satu–satunya ilmu pendukung bagi sistem
ini (Budiyanto, 2002).
Menurut penelitian terdahulu pemetaan penyakit tanaman di suatu wilayah
lokasi survey menggunakan soft ware pemetaan ArcView GIS. Memiliki
kemampuan grafis yang baik dan kemampuan teknis dalam pengolahan data
spesial tersebut memberikan kekuatan secara nyata pada ArcView. Kekuatan
analisis inilah yang pada akhirnya menjadikan ArcView banyak diterapkan
(Budiyanto, 2007).
Pada pemetaan penyakit Hawar Daun Bakteri pada tanaman bawang
bahwa penyebaran penyakit ini di beberapa daerah sentra produksi bawang merah
salah satunya ditenggarai karena belum optimalnya fungsi dari Badan Karantina
Departemen Pertanian, penyakit ini sudah menjadi masalah besar sejak tahun