Konsep-konsep yang mendasari:
Konsep-konsep yang mendasari:
Bank Syariah
Bank Syariah
sebagai
sebagai
salah satu
salah satu
instrumen
instrumen
dalam tata kelola
dalam tata kelola
Ekonomi Islam
• Aturan atau ketetapan yang Alloh perintahkan
kepada hamba-hamba-Nya, seperti: puasa, shalat, haji, zakat dan seluruh kebajikan lainnya.
• Dibangun dengan tiga pilar, pertama: aqidah secara akal (aqidah aqliyyah), kedua: spirit ibadah (ibadah ruhiyah) dan ketiga: peraturan, hukum dan UU (nizhom qonuni qodhoi).
• Memiliki enam karakteristik utama: robbaniyah (theistic), insaniyah (humanistic), syumul
(comprehensive), akhlaqiyah (ethics), waqi’iyah (realistic), tanasuq (regularity).
• Robbaniyah (Theistic), bersifat religius, diyakini sebagai hukum yang paling adil dan sempurna serta selaras dengan kebaikan serta dapat mencegah segala kerusakan.
• Insaniyah (Humanistic), diciptakan agar manusia derajatnya terangkat, jasmani dan rohani terjaga dan terpelihara.
• Syumul (Comprehensive), mengatur seluruh aspek dan bidang kehidupan. Baik aspek ibadah, aspek keluarga, perdagangan dan ekonomi, hukum dan peradilan, politik dan hubungan antar
negara.
• Akhlaqiyah (Ethics), menegakkan tatanan sosial dan
mewujudkan keteladanan dalam kehidupan manusia, memelihara nilai-nilai rohani dan etika.
• Waqi’iyah (Realistic), perhatian terhadap moral tidak
menghalangi untuk memperhatikan realitas yang terjadi dan
menetapkan syariat yang menyelesaikan masalah, sesuai dengan perubahan zaman, tempat, kebiasaan dan kondisi.
• Tanasuq (Regularity), bekerjanya semua individu dengan teratur dan saling bersinergi untuk mencapai tujuan bersama dalam keseimbangan.
• Mashlahah (Public Interest), merupakan motif yang dominan diantara ketiga motif yang ada, mashlahah adalah parameter perilaku yang bernuansa altruisme (kepentingan bersama).
• Kebutuhan (Needs), merupakan sebuah motif dasar (fitrah), dimana manusia memang memiliki kebutuhan dasar yang harus dipenuhi.
• Kewajiban (Obligation), merupakan representasi entitas utama motif ekonomi yaitu ibadah. Ketiga motif ini saling menguatkan dan memantapkan peran motif ibadah dalam perekonomian.
• Menjalankan usaha-usaha yang halal. Mulai dari produksi, manajemen, hingga proses sirkulasi atau
distribusi haruslah dalam kerangka halal, tidak
bersentuhan dengan judi dan spekulasi atau tindakan-tindakan lainnya yang dilarang secara syariah.
• Hidup hemat dan tidak bermewah-mewah.
Tindakan-tindakan ekonomi hanyalah sekedar untuk memenuhi kebutuhan (needs) bukan memuaskan keinginan (wants).
• Pelaksanaan Zakat. Mekanisme zakat yang
diharapkan adalah obligatory system bukan voluntary system. Disamping itu ada juga instrumen sejenis yang bersifat sukarela yaitu infak, shadaqah, dan wakaf.
• Larangan bagi Riba, Maisir dan Gharar. Untuk itu perlu menjadikan sistem bagi hasil (profit-loss sharing) dengan instrumen mudharabah dan musyarakah sebagai pengganti sistem kredit berikut instrumen bunganya.
•
Riba
, berarti ‘tambahan’, ada dua macam,pertama: riba nasiah adalah tambahan yang sudah ditentukan di awal transaksi, yang diambil oleh si pemberi pinjaman dari orang yang
menerima pinjaman sebagai imbalan dari
pelunasan bertempo dan kedua: riba fadhl adalah tukar menukar barang yang sejenis dengan ada
tambahan.
•
Maisir
, pengertian sempitnya adalah judi, usaha spekulatif atau perjanjian yang memberikemungkinan menang atau kalah, mungkin untung dan mungkin rugi.
•
Gharar
, merupakan kondisi ketidakpastian(uncertainty) dan ketidakjelasan; segala keadaan yang akibat akhirnya tidak diketahui dan tidak terukur.
• Prinsip
perbankan syariah
(pasal 1 butir 13 UU No. 10 tahun 1998) adalah suatu aturanperjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana atau
pembiayaan kegiatan usaha, atau keinginan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah),
pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal
(musharakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah) atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank bank atau pihak lain (ijarah wa iqtina).
• Murabahah adalah pembiayaan dengan prinsip jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati, dengan pihak bank selaku penjual, dan nasabah selaku pembeli. Pembayaran dilakukan dengan cara diangsur.
• Mudharabah adalah pembiayaan dengan prinsip bagi hasil antara bank dan nasabah pembiayaan dimana pemilik modal (bank) menyediakan sebagian besar modal pada suatu usaha yang disepakati.
• Nisbah. Dalam hal produk penghimpunan dana/tabungan, maka pihak penabung bertindak sebagai investor (shahibul maal) sedangkan bank bertindak sebagai pengelola keuangan (mudharib) yang akan
menginvestasikan dana ke sektor -sektor riil yang sesuai syariah. Antara investor dan pihak bank sebelumnya dilakukan akad terhadap nisbah keuntungan yang akan dibagi. Jadi penabung tidak mendapatkan bunga namun akan mendapatkan bagi hasil sesuai dengan nisbah yang telah disepakati.
• Musyarakah adalah pembiayaan yang dilakukan melalui kerjasama usaha antara bank dengan nasabah di mana modal usaha berasal dari kedua belah pihak. Dalam pembiayaan musyarakah ini, keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan porsi sharing modal
masing-masing.
• Ijarah adalah akad sewa menyewa untuk mendapatkan imbalan atas barang/jasa yang disewakan. Pada dasarnya prinsip ijarah sama saja dengan prinsip jual beli, namun objek transaksinya berbeda, jika jual beli objek transaksinya adalah barang, maka pada ijarah objek transaksinya adalah jasa.
• Berdasarkan konsep berbagi risiko sebagai
metode utama, dan meniadakan keuntungan yang ditentukan sebelumnya.
• Tidak memberikan bunga (dikategorisasikan sebagai riba dan diharamkan), namun dalam
bentuk pembagian keuantungan atau bagi hasil.
• Nasabah akan mendapatkan bagi hasil yang besar (persentase/rasio)-nya berdasarkan nisbah yang telah sepakati di awal pembukaan rekening. Jumlah bagi hasil yang diterima tergantung dengan besar pendapatan bank.
Bank Syariah
vs Bank Konvensional :Segi Bank Syariah Bank Konvensional
Sistem Sistem Bagi Hasil:
• Penentuan dibuat dengan kemungkinan untung dan rugi
• Rasio atas jumlah untung yang diperoleh
• Tergantung pada kinerja usaha
• Tidak airagukan oleh agama
Sistem Bunga:
• Penentuan bunga dibuat dengan asumsi selalu untung • Besarnya persentase bunga
berdasarkan modal yang dipinjamkan
• Tidak tergantung pada kinerja usaha
• Eksistensi bunga diragukan semua agama
Pendanaan/
Tabungan 1. Bagi hasil atau bonus2. Dana dianggap sebagai titipan nasabah
3. Tidak mengenal negative spread
1. Bunga
2. Dana dianggap sebagai kewajiban bank pada nasabah
3. Mengenal negative spread
Pembiayaa
n/ Kredit 1. Berdasarkan jual beli yang mengambil keuntungan, penyertaan modal dengan prinsip bagi hasil, pola hubungan kemitraan 2. Pembiayaan bagi usaha
yang halal
1. Pinjaman berdasarkan imbalan bunga, pola
hubungan debitur - kreditur
•
Akad dan legalitas
, merupakan kunci utama
yang membedakan, pada Bank Syariah ini
hanya akad yang halal, seperti bagi hasil, jual
beli atau sewa menyewa. Tidak ada unsur
bunga dan riba namun dalam bentuk bagi
hasil.
• Pada Bank Syariah ada keharusan untuk
memiliki
Dewan Pengawas Syariah (DPS)
dalam struktur organisasinya, ditempatkan
pada posisi setingkat dengan dewan komisaris.
DPS ini bertugas untuk mengawasi operasional
bank dan produk-produknya agar sesuai
dengan garis-garis syariah.
• Sistem bagi hasil terbukti lebih menguntungkan
dibandingkan dengan sistem bunga yang dianut bank
konvensional (review pada waktu krisis ekonomi-moneter), • Return yang diberikan kepada nasabah pemilik dana bank
syariah lebih besar daripada bunga deposito bank konvesional,
• Bank syariah tidak memberikan pinjaman dalam bentuk uang tunai, tetapi bekerja sama atas dasar kemitraan,
• Prinsip laba bagi Bank Syariah bukan satu-satunya tujuan karena Bank Syariah lebih mengupayakan bagaimana
memanfaatkan sumber dana yang ada untuk membangun kesejahteraan masyarakat,
• Luasnya pasar yang dianggap belum digarap secara maksimal,
• Sosialisasi prinsip dan konsep yang masih kurang, • Profesionalisme layanan yang masih belum memadai.