• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEMBALIKAN HUTAN KAMI RISET PENDAMPINGAN DALAM MENGEMBALIKAN FUNGSI HUTAN BAKAU DI DUSUN SIDOREJO DESA CAMPUREJO KECAMATAN PANCENG KABUPATEN GRESIK.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KEMBALIKAN HUTAN KAMI RISET PENDAMPINGAN DALAM MENGEMBALIKAN FUNGSI HUTAN BAKAU DI DUSUN SIDOREJO DESA CAMPUREJO KECAMATAN PANCENG KABUPATEN GRESIK."

Copied!
145
0
0

Teks penuh

(1)

KEMBALIKAN HUTAN KAMI

RisetPendampingan dalam Mengembalikan Fungsi Hutan Bakau DiDusun Sidorejo Desa Campurejo Kecamatan Panceng Kabupaten Gresik

SKRIPSI

DiajukankepadaUniversitas Islam NegeriSunanAmpel Surabaya UntukMemenuhiSalah SatuPersyaratandalamMemperoleh

GelarSarjanaIlmuSosial Islam (S. Sos. I)

Oleh: Nurul Fajriyah NIM. B02211025

PROGRAM STUDI PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM JURUSAN DAKWAH

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

(2)

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Nama

NIM

: Nurul Fajriyah

:B02211025

Program Studi: Pengembangan Masyarakat Islam

Judul

: Kembalikan Hutan Kami (Pendampingan dalam Mengembalikan

Fungsi Hutan Bakau

di

Dusun Sidorejo Desa Campurejo Kecamatan Panceng

Kabupaten Gresik)

Skripsi ini telah diperiksa dan disetujui oleh dosen pembimbing untuk

diujikan.

Surabaya, 8 Juli 2015

Telah disetujui oleh:

(3)

!!!

r00zE07,66I rrs0996r'drN

'111in8ue4

z00rt0000z8r80sr6I'drN

I00z€0286I€I I08S6I'dIN

'e.(uqe"rng leduy uuuns NIn

Ip 'SIOZ snisn8y

pl

p?Suel eped r[n-i*:: *::

uedep rp u€)1uequpedlp uup uerylnrp q€le] qe':

rssaBl,{ sBrul '

I OO I €0666 7,9ZZ7O

L6I' dTN

TSffi

**

q+.,1.I-*,+ t-r.,Jo'{}H

rselrunluo) uup

(4)

AI

EZOIlZZ0g tlUN

wrFIEIlTiniN

'uu>luluduelll 3u'-/\

SI0Z qrr1 g'u.(uqurng

'udu:equms {nfn4p 8uu{ uerSuq-uef

::

epud ilencel urel Buero e,iru1 tsur8uld yseq uuledrueu ue>lnq uep e,{es u'fue1

p-:

r?uaq-reueq qulspe 1u1 lsdg1s e,t{qsq u,(uqnSSunses ueEuep ua1e1e,tua11

rrruISJ ip{eru,{suprtr ue8uuqureSueg : IpruS urE-E-^ -

--sz\rtzzaa'.

qur(gfug IrunN :

:e.(es 'rur qu,&\eq rp uu8uui PpueuaQ i'-:

(5)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

ABSTRAK

Nurul Fajriyah, B02211025, Kembalikan Hutan Kami(Riset Pendampingan dalam

Mengembalikan Fungsi Hutan Bakau di Dusun Sidorejo Desa Campurejo

Kecamatan Panceng Kabupaten Gresik)

Fokus masalah dalam pendampingan yang dilakukan di Dusun Sidorejo adalah

hilangnya fungsi hutan bakau di Dusun Sidorejo.Area hutan bakau di Dusun

Sidorejo semakin rusak dan gundul karena ditebang oleh masyarakat sekitar untuk

dimanfaatkan sebagai bahan bakar memasak.Hal ini diawali dari adanya industri

pupuk dolomit yang menggunakan lahan hutan bakau.Melihat realita ini, peneliti

pun melakukan pendampingan dengan menggunakan metode PAR (

Participatory

Action Research

).Peneliti melakukan inkulturasi terlebih dahulu bersama

masyarakat agar bisa membaur masyarakat.Dari pendekatan ini, akhirnya peneliti

menemukan seorang

local leader

. Langkah-langkah dalam melakukan penelitian

ini dilakukan dengan cara inkulturasi, merumuskan masalah bersama,

merencanakan strategi, melakukan aksi perubahan, evaluasi, dan aksi. Tujuan dari

pendampingan yang dilakukan adalah untuk mengembalikan fungsi hutan bakau

di Dusun Sidorejo.Dalam melakukan aksi perubahan, masyarakat pun bersepakat

melakukan kegiatan pendidikan serta penanaman kembali pohon bakau. Dengan

kegiatan ini, maka hutan bakau akan dapat kembali dilestarikan. Dengan

pendampingan yang telah dilakukan, masyarakat pun memahami fungsi hutan

bakau dan melakukan tebang pilih serta tanam.

Kata kunci :

Pendampingan, perubahan, dan mengembalikan fungsi hutan bakau.

(6)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR BAGAN ... xvi

ABSTRAK ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

a. Realitas Problematika... 1

b. Fokus Pendampingan ... 7

c. Stakeholders(Pihak-pihak yang Terkait atau Dilibatkan) ... 7

(7)

e. Sistematika Pembahasan ... 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 16

a. Etika Lingkungan Hidup ... 16

1. Teori-teori Lingkungan Hidup ... 16

2. Prinsip-prinsip Etika Lingkungan Hidup ... 18

b. Permasalahan Hutan Bakau ... 21

1. Pengertian Hutan Bakau ... 21

2. Manfaat Hutan Bakau ... 23

3. Dampak Kerusakan Hutan Bakau ... 26

4. Pelestarian Hutan Bakau ... 28

c. Konsep Dakwah Pengembangan Masyarakat Berbasis Lingkungan .. 32

1. Pendekatan Partisipatoris ... 32

2. Dakwah Bil-hal bagi Pemberdayaan Masyarakat ... 33

BAB III METODE DAN STRATEGI PENDAMPINGAN ... 38

a. Pendekatan Pendampingan ... 38

b. Prosedur Penelitian ... 44

c. Setting Penelitian ... 48

d. Teknik Pengumpulan dan Pengorganisasian Data ... 49

e. Teknik Validasi Data ... 54

f. Teknik Analisis Data ... 57

(8)

a. Letak Geografis ... 59

b. Demografi ... 62

c. Kondisi Ekonomi ... 64

d. Pendidikan ... 66

e. Agama dan Budaya ... 68

f. Kesehatan ... 70

g. Pembangunan ... 71

BAB V DINAMIKA PROSES PENDAMPINGAN ... 73

a. Proses Inkulturasi bersama Masyarakat Dusun Sidorejo ... 73

b. Identifikasi Masalah Hutan Bakau bersama Masyarakat ... 84

c. Analisis Masalah Hutan Bakau di Dusun Sidorejo ... 93

d. Perencanaan Aksi di Dusun Sidorejo ... 103

e. Proses Aksi Perubahan di Dusun Sidorejo ... 108

f. Monitoring dan Evaluating dalam Aksi Mengembalikan Fungsi Hutan Bakau ... 116

BAB VI CATATAN REFLEKSI PENDAMPINGAN ... 119

a. Kerusakan Lingkungan: Proses yang Masif dan Tidak Terkendali ... 119

b. Pendampingan Komunitas Pesisir Pantai: Upaya Membangun Sadar Lingkungan ... 121

c. Pemberdayaan Lingkungan sebagai Dakwah Go Green ... 124

(9)

a. Simpulan ... 129 b. Saran ... 130

DAFTAR PUSTAKA

(10)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Realitas Problematika

Hutan bakau merupakan ekosistem pantai yang terdapat di pesisir pantai.Hutan bakau membutuhkan daerah yang terdapat air asin, berlumpur, dan selalu tergenang sehingga hutan bakau banyak ditemukan didaerah pesisir pantai.Akar dari pohon bakau yang berbentuk cakram dapat mengurangi arus pasang surut pada daerah laut, mengendapkan lumpur, dan merupakan tempat habitat bagi udang, kerang, tempat ikan-ikan mencari makan serta tempat berlindung ikan-ikan dari kejaran predatornya.Menurut Davis dalam buku

Zoer’aini Djamal Irwan, hutan bakau tidak hanya penting bagi pelebaran

pantai ke arah laut tetapi juga sebagai pelindung pantai dari abrasi air laut yang menyebabkan daratan dapat terkikis karena ombak dari laut.1

Di suatu Negara telah terdapat peraturan bahwa pada suatu wilayah harus memiliki RTH (Ruang Terbuka Hijau) minimal 60% dari luas daerah.2RTH tersebut salah satunya adalah adanya hutan.Hutan merupakan sumber kekayaan alam yang pemanfaatannya dapat menunjang kesejahteraan hidup masyarakat. Fungsi hutan antara lain adalah sebagai penyimpan tumbuhan dan hewan, hutan sebagai penyangga hama, pohon-pohon pada

1Zoer’aini Djamal Irwan, Prinsip-prinsip Ekologi

(Jakarta: PT Bumi Aksara, 2012), hal. 135-137.

2

(11)

2

hutan menyerap CO2 dan menghasilkan O2 sehingga dapat bermanfaat bagi

kesehatan manusia.3

Ekosistem hutan bakau sangat rapuh dan mudah rusak.Kerusakan bisa disebabkan oleh tindakan mekanis secara langsung, seperti menebang, membongkar, dan sebagainya. Kerusakan juga merupakan akibat dari yang tidak langsung seperti perubahan salinitas air, pencemaran air, karena adanya erosi, pencemaran minyak, dan sebagainya.4Hutan bakau saat ini perlu diperhatikan secara khusus kelestariannya.Perusakan dan perampokan hutan di Indonesia telah mencapai 600.000 hektar pertahun dan terus menerus meningkat intensitasnya.5Menurut penuturan Saparinto dalam jurnal Riny Novianti, dkk., saat ini sebagian besar kawasanbakau berada dalam kondisi rusak, bahkan di beberapa daerah sangat memprihatinkan. Tercatat laju degradasinya mencapai 160-200 ribu hektar per tahun.6

Banyak tempat di Indonesia yang telah mengalami bencana sebagai akibat dari dampak ketidak pedulian masyarakatterhadap ekosistem bakau.Terkiskisnya tanah sepanjang 2-3 km di pesisir pantai Lampun dan pantai Tuban merupakan contoh akibat abrasi. Laporan adanya rembesan air laut sekitar Jakarta hingga sekitar tugu Monas serta penyebab meningkatnya

3Ibid,

hal. 25.

4 Ridwan Tambunan, dkk., “Pengelolaan Hutan Mangrove di Kabupaten Asahan”, Jurnal Studi

Pembangunan, (online), vol. 1, no. 1, 2005,

(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/15376/1/stp-okt2005-%20(6).pdf, diakses 26 April 2015).

5

Ghufron, Rekontruksi Paradigma Fikih Lingkungan (Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press, 2012), hal. 91.

6 Rini Novianty, dkk., “Identifikasi Kerusakan dan Upaya Rehabilitasi Ekosistem Ma

(12)

3

salinitas air tanhnya, juga merupakan contoh lainnya.7Jika masalah kerusakan hutan tak segera ditangani, maka hutan di Indonesia ini akan punah.

Kerusakan hutan bakau ini memberikan dampak negatif khususnya pada masyarakat sekitar pesisir pantai.Seperti yang terjadi pada Desa Sidomukti Kecamatan Manyar.Peneliti pernah melakukan survey pada hutan bakau di Desa Sidomukti Kecamatan Manyar.Hutan bakau di Desa Sidomukti Kecamatan Manyar ini sudah beralih fungsi menjadi tambak, sehingga pada desa ini pernah terjadi abrasi air laut.Hasil ekonomi yang didapat nelayan pun tidak sebanyak ketika ada hutan bakau. Menurut Nduk Apah (66) “Pernah ada angin besar teko laut, omah sing nak pinggir laut melu rusak.”(Pernah ada

angin besar dari laut, rumah yang berada di pinggir laut ikut rusak).8Hasil tambak pun tidak sebanyak hasil nelayan yang masyarakat dapatkan ketika

masih ada hutan bakau.“Hasilnya gak sebanyak waktu ada hutan, dulu bisa

dapat ikan saking akar-akar pohon, sekarang ya nunggu bibit dari hasil

tambak.”(Hasilnya tidak banyak dibandingkan ketika ada hutan, dahulu bisa

mendapat ikan dari akar-akar pohon, sekarang hanya menunggu hasil dari tambak) begitu penuturan Edi (51) saat ditanya mengenai hasil tambak.9

Saat ini hutan bakau di Dusun Sidorejo, Desa Campurejo, Kecamatan Panceng, Kabupaten Gresik terus menerus ditebang pohonnya untuk kebutuhan masyarakat sehari-hari.Pohon bakau di hutan bakau biasa

7Rencana Penelitian Integratif, “Pengelolaan Hutan Mangrove” (J

akarta: Februari 2010), (online), (http://www.forda-mof.org/files/RPI_4_Pengelolaan_Hutan_Mangrove.pdf, diakses pada 26 April 2015).

8

Hasil wawancara dengan Nduk Apah (66), masyarakat Desa Sidomukti di depan rumahnya pada 3 Maret 2015, pukul 07.30 WIB.

9

(13)

4

dimanfaatkan masyarakat sekitar dan nelayan khususnya.Masyarakat sekitar biasa memanfaatkan pohon bakau untuk bahan bangunan dan kayu bakar.Oleh masyarakat, kayu bakar tersebut ada yang dijual kembali, ada juga yang menggunakan sendiri untuk kebutuhan memasak. Karena masyarakat di Dusun Sidorejo kebanyakan masih menggunakan kayu bakar untuk memasak, pohon bakau pun sangat berarti bagi kehidupan masyarakat di sana. Menurut

penuturan salah satu warga Dusun Sidorejo, “Pohon bakau biasae ditebang

Bapak digawe kayu bakar.”(Pohon bakau biasanya ditebang Bapak digunakan

untuk kayu bakar).10Penggunaan kayu bakar sebagai kebutuhan memasak dikarenakan biaya yang diperlukan tidak banyak dibandingkan dengan menggunakan kompor gas.Warga tersebut juga menambahkan “Enak masak nang pawon mbak, gas saiki mundak terus” (Enak memasak di pawon (sejenis dapur dengan alat memasak yang menggunakan bahan bakar kayu bakar) mbak, harga gas sekarang naik terus).11Selain itu, kayu bakar tersebut juga dijual untuk menambah penghasilan ekonomi masyarakat.

Masyarakat dan nelayan yang memanfaatkan pohon bakau tersebut hanya menebang sembarangan untuk kebutuhan masyarakat tanpa melakukan penanaman kembali.Masyarakat kurang memahami dampak dari gundulnya hutan bakau di pesisir pantai.Manfaat pohon bakau juga sudah tak asing bagi masyarakat.Namun, karena kurangnya pengetahuan dan faktor ekonomi, pohon bakau banyak ditebangi.Padahal, pohon bakau merupakan jenis tumbuhan yang bermanfaat khususnya pada daerah pesisir pantai.

10

Hasil wawancara dengan Matul (59), masyarakat Dusun Sidorejo di depan rumahnya pada 1 Maret 2015, pukul 09.15 WIB.

11Ibid

(14)

5

Fungsi hutan bakau menurut Saenger, dkk., yang dikutip oleh

Zoer’aini Djamal Irwan, terdapat fungsi fisik, fungsi biologik, dan fungsi

ekonomi yang potensial. Fungsi fisik di antaranya adalah menjaga garis pantai agar tetap stabil dari abrasi air laut serta pengolah bahan-bahan limbah hasil pencemaran industri dan kapal di laut.Fungsi biologik diantaranya adalah tempat habitat ikan di laut yakni benih-benih ikan, udang, kerang-kerang, dan sebagainya, serta sebagai habitat alami bagi jenis biota baik darat maupun laut.Sedangkan fungsi dalam hal ekonomi yakni pohon bakau dapat dimanfaatkan sebagai kayu bakar, kayu untuk bahan bangunan serta perabot rumah tangga.12

Dengan adanya pelestarian hutan bakau maka didapatkan manfaat yakni adanya keselarasan hubungan antara manusia dengan lingkungan hidup, dapat terkendalinya pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana, serta terlindunginya lingkungan hidup dari kerusakan dan pencemaran lingkungan yang berpengaruh terhadap masyarakat.13

Dalam perspektif dakwah pengembangan masyarakat, permasalahan yang ditimbulkan ini berasal dari masyarakat sendiri, sehingga masyarakat sendirilah yang nantinya akan mendapatkan dampaknya. Padahal, manusia sebagai khalifah di bumi ini yang berhak mengatur bumi ini untuk mendapatkan manfaatnya, namun juga harus memperhatikan dampak yang akan ditimbulkan dari apa yang telah dilakukan. Dalam surat Ar Rum ayat 41, Allah SWT berfirman:

12Zoer’aini Djamal Irwan, Prinsip-prinsip Ekologi

(Jakarta: PT Bumi Aksara, 2012), hal. 136-137.

13

(15)

6

َلا ضعب م قي يل ساَ لاديا تبسكامب حبلا بلا فداسفلا ظ

ع ي م َ عل ا م

Artinya:

Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan

tangan manusia, Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian

dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang

benar).

Dalam tafsir Al-Misbah, M. Quraish Shihab menjelaskan bahwa terjadinya kerusakan merupakan akibat dari dosa dan pelanggar yang dilakukan sendiri oleh manusia, sehingga nantinya yang akan mendapatkan dampaknya adalah manusia itu sendiri. Hal ini harusnya disadari oleh umat manusia untuk segera menghentikan perbuatan-perbuatan yang dapat merusak lingkungan dan menggantinya dengan perbuatan baik dan bermanfaat dalam menjaga kelestarian lingkungan.14

Apabila pohon bakau terus menerus ditebang tanpa adanya penanaman kembali oleh masyarakat, maka pohon bakau akan habis. Jika sudah tidak ada lagi hutan bakau, maka masyarakat tidak dapat lagi mendapatkan sumber ekonomi dari pohon bakau. Selain itu, bagi nelayan juga akan mendapatkan hasil perikanan yang lebih sedikit dibandingkan adanya hutan bakau dimana pohon bakau menjadi habitat hewan laut. Abrasi air laut pun akan terjadi sehingga keamanan masyarakat pun terancam karena tanah yang terus-menerus terkikis oleh air laut tanpa adanya perlindungan oleh hutan bakau.

14

(16)

7

Dari permasalahan yang ditimbulkan sendiri oleh masyarakat sekitar ini, masyarakat sendirilah yang mendapatkan dampak dari apa yang telah dilakukan.

B. Fokus Pendampingan

Berdasarkan realitas problematika yang dipaparkan sebelumnya, maka fokus riset pendampingan ini adalah bagaimana proses pendampingan terhadap masyarakat dalam mengembalikan fungsi hutan bakau di Dusun Sidorejo, Desa Campurejo, Kecamatan Panceng, Kabupaten Gresik.

C. Stakeholders (Pihak-pihak yang Terkait atau Dilibatkan)

Pihak-pihak yang terkait atau dilibatkan dalam melakukan penilitian ini diantaranya:

1. Perangkat Dusun

Dalam sebuah riset, perangkat dusun merupakan pihak yang memiliki peran yang penting.Setiap kegiatan riset memerlukan perijinan dari perangkat desa sehingga dapat dengan mudah untuk terjun ke masyarakat.Perangkat dusun yang terlibat yaitu Kepala Dusun.Kepala Dusun yang memberikan arahan dan informasi kepada masyarakat di Dusun Sidorejo.Kepala Dusun juga yang mengorganisir masyarakat dalam pelestarian hutan bakau yang menjadi tujuan keberlangsungan pengembalian fungsi hutan bakau.

(17)

8

Masyarakat Dusun Sidorejo merupakan sasaran utama dalam kegiatan riset ini, karena permasalahan timbul dari masyarakat, maka

masyarakat yang ikut berpartisipasi dalam penyelesaian

masalahnya.Masyarakat Dusun Sidorejo yang terkait dalam permasalahan yang dibahas yaitu masyarakat secara umum, baik yang menggunakan

kayu bakar sebagai bahan bakar atau pun yang tidak

menggunakan.Dengan keterlibatan masyarakat dalam penyelesaian yang ada pada masyarakat, maka masyarakat ikut serta dalam pelestarian hutan bakau dan memiliki rasa memiliki atas keberadaan sumber daya alam ini.

3. Nelayan Dusun Sidorejo

Nelayan di Dusun Sidorejo juga merupakan sasaran dalam riset ini.Nelayan yang juga bisa memanfaatkan hutan bakau yang terdapat habitat ikan dapat mendapatkan penghasilan yang lebih dalam pemanfaatan hutan bakau ini.Keterlibatan nelayan Dusun Sidorejo diharapkan agar masyarakat nelayan memiliki rasa peduli terhadap hutan bakau dengan mengetahui manfaat dan dampaknya.Dalam penelitian ini, masyarakat nelayan ikut berpartisipasi dalam kegiatan aksi perubahan yaitu pendidikan dan penanaman pohon bakau.

4. Dinas Lingkungan dan Perikanan

(18)

9

D. Agenda Pendampingan

Dalam melakukan sebuah riset, diperlukan sebuah agenda pelaksanaan penelitian untuk melakukannya.Dengan rencana agenda tersebut maka terdapat target-target yang dicapai sehingga dapat dengan mudah membantu pelaksanaan sebuah riset. Berikut adalah agenda pelaksanaan penelitian yang dilakukan peneliti dalam melakukan riset:

Tabel 1.1

Agenda Pendampingan

No. Kegiatan

Bulan Maret 2015 April 2015 Mei 2015 Juni 2015

1 Survey Lapangan 

2 Mengurus Perijinan 

3 Riset Pendahuluan 

4 Inkulturasi    

5 Membangun Komunikasi

Kelompok 

  

6

Pengorganisasian Masyarakat:

(19)

10

d. Aksi   

e. Refleksi 

7

Laporan:

a. Bimbingan

   

b. Skripsi   

Dalam melakukan riset pendampingan, peneliti memiliki agenda pendampingan yang dilakukan oleh peneliti.Pada bulan Maret 2015, peneliti melakukan survey lapangan yang diteliti.Dengan melakukan survey terlebih dahulu, peneliti dapat mengetahui keadaan daerah yang diteliti.Peneliti melihat keadaan masalah yang terjadi di masyarakat Dusun Sidorejo sehingga dapat dilakukan penelitian lebih dalam setelah melakukan survey lapangan. Pada bulan Maret itu pula peneliti mengurus surat perijinan sebagai ijin untuk melakukan penelitian di Dusun Sidorejo.Peneliti menemui Kepala Dusun untuk meminta ijin dalam melakukan tugas lapangan ini.Dari mengurus perijinan ini, peneliti menceritakan penelitian yang dilakukan, Kepala Dusun mengenalkan peneliti kepada remaja Dusun Sidorejo. Dari sana, peneliti dapat dengan mudah dekat dengan masyarakat.

Peneliti melakukan inkulturasi bersama masyarakat selama proses di lapangan serta membangun komunikasi kelompok masyarakat Dusun Sidorejo. Pada bulan April 2015, peneliti mulai melakukan riset pendahuluan,

riset bersama masyarakat, serta menentukan masalah bersama

(20)

11

tidak segan-segan dalam memberikan informasi dan melakukan diskusi bersama.Peneliti juga mengenal Firmansyah, salah satu masyarakat Dusun Sidorejo yang merupakan lulusan teknik lingkungan pada salah satu perguruan tinggi negeri di Malang.Firmansyah yang selalu membantu peneliti dalam mengorganisir masyarakat baik dalam riset bersama, maupun penentuan masalah bersama masyarakat.

Setelah melakukan riset bersama dan menentukan masalah bersama masyarakat, peneliti bersama masyarakat merencanakan solusi tindak lanjut dalam menyelesaikan permasalahan yang terjadi di masyarakat.Penentuan solusi ini dilakukan pada bulan April dan Mei.Untuk mendapatkan perubahan di masyarakat, masyarakat pun melancarkan aksi perubahan untuk melakukan perubahan dari masalah yang ada di masyarakat sehingga masalah dapat diselesaikan atau tidak berkelanjutan.

Dalam melakukan aksi, keterlibatan masyarakat tidaklah

(21)

12

pada aksi pelestarian hutan bakau yang dilakukan dengan cara penanaman pohon bakau, hanya 10 peserta.

Selama penelitian, peneliti juga melakukan bimbingan bersama dosen pembimbing yang membimbing peneliti dalam menyelesaikan penelitian. Bimbingan dilakukan dari awal sebelum proses pendampingan sampai pendampingan selesai. Pada laporan pendampingan, dilakukan mulai bulan April sampai Juni.Laporan yang dikerjakan juga atas dasar bimbingan oleh dosen pembimbing.

E. Sistematika Pembahasan

Dalam laporan penelitian, yang dibahas dalam laporan antara lain:

1. BAB I

Pada bab pertama, yang dibahas dalam penelitian adalah pendahuluan. Pendahuluan tersebut berisi realitas problematika, fokus pendampingan, Stakeholder (pihak-pihak yang terkait atau dilibatkan),

agenda pendampingan, serta sistematika pembahasan.Realitas

(22)

13

pendampingan dapat dilakukan secara terstruktur. Sistematika pembahasan berisi struktur laporan yang dilaporkan setelah proses pendampingan dilakukan.

2. BAB II

Bab kedua ini berisi tinjauan pustaka yaitu berisi teori-teori yang berkaitan dengan pembahasan dalam pendampingan.Tinjauan pustaka ini berisi teori-teori tentang pengembangan hutan bakau, pelestarian hutan bakau, manfaat hutan bakau, dan dampak hilangnya hutan bakau. Dengan adanya teori yang dikaji dalam laporan pendampingan, maka ada landasan yang dijadikan dasar dalam proses pendampingan.

3. BAB III

Pada bab ketiga ini berisi metode dan strategi pendampingan. Metode pendampingan berisi metode dalam cara kerja PAR, berisi teknik PAR dengan menggunakan PRA, cara kerja PRA serta teknik-tekniknya. Sedangkan strategi pendampingan berisi strategi dalam melakukan pendampingan yang dilakukan di Dusun Sidorejo.

4. BAB IV

(23)

14

sebagainya.Kondisi ekonomi berisi perekonomian masyarakat Dusun Sidorejo.Pendidikan berisi sekolahan di Desa Campurejo serta tingkat pendidikan yang didapatkan masyarakat Dusun Sidorejo.Agama dan budaya berisi kegiatan keagamaan dan infrastruktur yang menunjang kegiatan keagamaan serta budaya yang ada di Dusun Sidorejo.Kesehatan berisi tingkat kesehatan dan fasilitas kesehatan yang ada di Dusun Sidorejo.Sedangkan pembangunan berisi bangunan yang pernah dibangun baik oleh masyarakat sendiri maupun pemerintah.

5. BAB V

Bab kelima berisi dinamika proses pendampingan. Dinamika proses pendampingan berisi pendampingan yang dilakukan di lapangan. Yang dilakukan dari awal hingga aksi yang dilakukan di lapangan, berisi data-data lapangan yang didapatkan. Isi dari dinamika proses pendampingan meliputi proses inkulturasi bersama masyarakat Dusun Sidorejo, identifikasi masalah bersama masyarakat Dusun Sidorejo, analisis masalah di Dusun Sidorejo, perencanaan aksi, serta proses aksi perubahan di Dusun Sidorejo.

6. BAB VI

(24)

15

7. BAB VII

Pada bab ketujuh berisi penutup yakni simpulan dari laporan yang telah dikerjakan. Simpulan berisi jawaban dari fokus pendampingan serta berisi proses yang dilakukan dalam pendampingan dan hasil dari pendampingan.

8. Daftar Pustaka

Daftar pustaka berisi referensi-referensi yang digunakan dalam melengkapi laporan yang dikerjakan baik dalam bentuk buku maupun jurnal.

9. Lampiran

(25)

16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Etika Lingkungan Hidup

1. Teori-teori Lingkungan Hidup

Teori-teori yang ada dalam etika lingkungan hidup, antara lain: a. Teori Antroposentrisme

Antroposentrisme adalah teori etika lingkungan hidup yang

memandang manusia sebagai pusat dari sistem alam

semesta.Antroposentrisme juga merupakan teori filsafat yang mengatakan bahwa nilai dan prinsip moral hanya berlaku bagi manusia dan bahwa kebutuhan dan kepentingan manusia mempunyai nilai paling tinggi dan paling penting.Bagi teori ini, etika hanya berlaku pada manusia.Maka, segala tuntutan mengenai perlunya kewajiban dan tanggung jawab moral manusia terhadap lingkungan hidup dianggap sebagi tuntutan yang berlebihan, tidak relevan, dan tidak pada tempatnya.15

Kewajiban dan tanggung jawab moral manusia terhadap lingkungan hidup semata-mata demi memenuhi kepentingan sesame manusia.Kewajiban dan tanggung jawab terhadap alam hanya merupakan perwujudan kewajiban dan tanggung jawab moral terhadap

15

(26)

17

sesame manusia.Bukan merupakan perwujudan kewajiban dan tanggung jawab moral manusia terhadap alam itu sendiri.16

b. Teori Biosentrisme

Menurut Albert Schweitzer dalam buku A. Sonny Keraf, etika biosentrisme bersumber pada kesadaran bahwa kehidupan adalah hal sacral.Kesadaran ini mendorong manusia untuk selalu berusaha mempertahankan kehidupan dan memperlakukan kehidupan dengan sikap hormat. Bagi Albert Szhweitzer, orang yang benar-benar bermoral adalah orang yang tunduk pada dorongan untuk membantu semua kehidupan, ketika ia sendiri mampu membantu dan

menghindari apapun yang membahayakan kehidupan.17

Etika biosentrisme didasarkan pada hubungan yang khas antara manusia dan alam, dan nilai yang ada pada alam itu sendiri.Alam dan seluruh isinya mempunyai harkat dan nilai di tengah dan dalam komunitas kehidupan di bumi.Alam mempunyai nilai karena ada kehidupan di dalamnya.Terlepas dari apapun kewajiban dan tanggung jawab moral yang manusia miliki terhadap sesama manusia, manusia mempunyai kewajiban dan tanggung jawab moral terhadap semua makhluk di bumi ini demi kepentingan manusia.18

c. Teori Ekosentrisme

Teori ekosentrisme menawarkan pemahaman yang semakin memadai tentang ingkungan.Kepedulian moral diperluas sehingga

16

A. Sonny Keraf, Etika Lingkungan Hidup… hal. 48.

17

A. Sonny Keraf, Etika Lingkungan Hidup… hal. 68.

18

(27)

18

mencakup komunitas ekologis seluruhnya, baik yang hidup maupun

tidak.Ekosentrisme semakin diperluas dalam deep ecology dan

ecosophyyang sangat menggugah pemahaman manusia tentang kepentingan seluruh komunitas ekologis.Deep ecology menuntut suatu etika baru yang tidak berpusat pada manusia, melainkan berpusat pada keseluruhan kehidupan dengan upaya mengatasi persoalan lingkungan hidup.19

Paham ekosentrisme semakin diperluas dan diperdalam melalui teori deep ecology yang menyebut dasar dari filosofi Arne Naess tentang lingkungan hidup sebagai ecosophy, yakni kearifan mengatur hidup selaras dengan alam. Dengan demikian, manusia dengan kesadaran penuh diminta untuk membangun suatu kearifan budi dan kehendak untuk hidup dalam keterkaitan dan kesaling tergantungan satu sama lain dengan seluruh isi alam semesta sebagai suatu gaya hidup yang semakin selaras dengan alam.20

2. Prinsip-prinsip Etika Lingkungan Hidup

Unsur pokok dalam prinsip etika lingkungan hidup ada dua, yang pertama komunitas moral tidak hanya dibatasi pada komunitas sosial, melainkan mencakup komunitas ekologis seluruhnya.Kedua, hakikat manusia bukan hanya sebagai makhluk sosial, melainkan juga makhluk ekologis.Prinsip-prinsip ini dimaksudkan sebagai pedoman untuk

19

Antonius Atosokhi Gea & Antonina Panca Yuni Wulandari, Relasi dengan Dunia (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2005), hal. 58-59.

20

(28)

19

melakukan perubahan kebijakan sosial, politik, dan ekonomi untuk lebih berpihak pada lingkungan hidup dan dapat mengatasi permasalahan yang terjadi pada lingkungan sekarang ini.Semua teori etika lingkungan hidup

mengakui bahwa alam semesta perlu dihormati.Pada teori

antroposentrisme menghormati alam karena kepentingan manusia bergantung pada kelestarian dan integritas alam.Sedangkan pada teori biosentrisme dan ekosentrisme beranggapan bahwa manusia mempunyai kewajiban moral untuk menghargai alam semesta dengan segala isinya karena manusia adalah bagian dari alam dan karena alam mempunyai nilai pada dirinya sendiri.21

Secara khusus, sebagai pelaku moral, manusia mempunyai kewajiban moral untuk menghormati kehidupan, baik pada manusia maupun pada makhluk lain dalam komunitas ekologis seluruhnya. Menurut teori DE dalam buku A. Sonny Keraf, manusia dituntut untuk menghargai dan menghormati benda-benda nonhayati karena semua benda di alam semesta mempunyai hak yang sama untuk berada, hidup, dan berkembang. Alam mempunyai hak untuk dihormati, bukan hanya karena kehidupan manusia bergantung pada alam, tetapi karena kenyataan ontologis bahwa manusia adalah bagian integral alam dan sebagai anggota komunitas ekologis.Sikap hormat terhadap alam lahir dari relasi kontekstual manusia dengan alam dalam komunitas ekologis.22

21

A. Sonny Keraf, Etika Lingkungan Hidup (Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2010), hal. 167.

22

(29)

20

Manusia berkewajiban menghargai hak semua makhluk hidup untuk berada, hidup, tumbuh, dan berkembang secara alamiah.Sebagai perwujudan nyata, manusia perlu memelihara, merawat, menjaga, melindungi, dan melestarikan alam beserta seluruh isinya.Manusia tidak boleh merusak dan menghancurkan alam beserta seluruh isinya tanpa alasan yang benar.23Alam dan seluruh isinya juga berhak untuk dicintai, disayangi, dan mendapat kepedulian dari manusia.Kasih sayang dan kepedulian muncul dari kenyataan bahwa semua makhluk hidup mempunyai hak untuk dilindungi, dipelihara, tidak disakiti, dan dirawat.24

Terkait dengan prinsip hormat kepada alam merupakan tanggung jawab moral terhadap alam.Setiap bagian dan benda di alam semesta ini diciptakan oleh Tuhan dengan tujuannya masing-masing terlepas dari untuk kepentingan manusia atau tidak.Oleh sebab itu, manusia sebagai bagian dari alam semesta bertanggung jawab pula untuk menjaga alam.Tanggung jawab ini bukan saja bersifat individual melainkan kolektif.Tanggung jawab moral menuntut manusia untuk mengambil prakarsa, usaha, kebijakan, dan tindakan bersama secara nyata untuk menjaga alam semesta dengan segala isinya.Hal ini berarti, kelestarian dan kerusakan alam merupakan tanggung jawab bersama seluruh umat manusia.Tanggung jawab ini juga terwujud dalam bentuk mengingatkan,

melarang dan menghukum yang merusak dan membahayakan alam.25

23

A. Sonny Keraf, Etika Lingkungan Hidup… hal. 168-169.

24

A. Sonny Keraf, Etika Lingkungan Hidup… hal. 172-173.

25

(30)

21

B. Permasalahan Hutan Bakau 1. Pengertian Hutan Bakau

Hutan bakau terdapat di pantai yang rendah dan tenang, berlumpur atau sedikit berpasir yang mendapat pengaruh pasang surut air laut sehingga tidak ada ombak yang keras.Hutan ini disebut hutan bakau karena hutan ini banyak terdapat tumbuhan bakau.Hutan bakau juga disebut hutan payau karena hidup di lokasi yang payau akibat mendapat buangan air dari sungai atau air tanah.26

Dalam tugas akhir Wijayanti yang dikutip oleh Edi Mulyadi, Okik Hendriyanto, dan Nur Fitriani, hutan bakau adalah hutan yang tumbuh di muara sungai, daerah pasang surut atau tepi laut. Tumbuhan mangrove bersifat unik karena merupakan gabungan dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di laut.27 Pada jurnal kemanfaatan ekonomi dan ekologi dari program rehabilitasi hutan bakau (mangrove) di kawasan pesisir pantai Desa Bedono Kecamatan Sayung Kabupaten Demak, mengutip pada buku Rahmawati, hutan bakau adalah sebutan umum yang digunakan untuk menggambarkan suatu varietas komunitas pantai tropik yang didominasi oleh beberapa spesies pohon-pohon yang khas atau

semak-semak yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin.28

26

Anggota IKAPI, Hutan dan Kehutanan (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2001), hal. 42.

27 Edi Mulyadi, dkk., “Konservasi Hutan Mangrove sebagai Ekowisata”, Jurnal Ilmiah Teknik

Lingkungan,(online), vol. 1, (http://eprints.upnjatim.ac.id/1265/2/edi-mulyadi%26okik.pdf, diakses pada 26 April 2015).

28Ifati Khoni Tiarani, dkk., “Kemanfaatan Ekonomi dan Ekologi dari Program Rehabilitasi Hutan

Bakau (mangrove) di Kawasan Pesisir Pantai Desa Bedono Kecamatan Sayong Kabupaten

(31)

22

Dalam buku Rahmawati yang dikutip oleh Ifati Khoni Tiarani, dkk., wilayah pantai dan pesisir memiliki arti yang strategis karena merupakan wilayah interaksi atau peralihan antara ekosistem darat dan ekosistem yang memiliki sifat dan ciri yang unik dan mengandung produksi biologi cukup besar serta jasa lingkungan lainnya. Kekayaan sumber daya yang dimiliki wilayah tersebut menimbulkan daya tarik bagi berbagai pihak untuk memanfaatkan secara langsung atau untuk

meregulasi pemanfaatannya karena secara sektoral memberikan

sumbangan yang besar alam kegiatan ekonomi misalnya pertambangan, perikanan, kehutanan, industri, pariwisata dan lainnya.Wilayah pesisir merupakan wilayah transisi yang dipengaruhi daratan dan lautan, yang mencakup beberapa ekosistem, salah satunya adalah ekosistem mangrove.29

Ifati Khoni Tiarani, dkk., dalam jurnalnya mengutip pada buku Mubyarto menyatakan bahwa masyarakat pesisir merupakan sekelompok orang yang tinggal di daerah pesisir dan sumber kehidupan perekonomiannya bergantung secara langsung pada pemanfaatan sumber daya laut dan pesisir. Masyarakat pesisir yang sebagian besar merupakan masyarakat nelayan memiliki karakteristik yang berbeda dengan masyarakat lainnya.Perbedaan ini dikarenakan keterkaitannya yang erat

(32)

23

dengan karakteristik ekonomi wilayah pesisir, latar belakang budaya dan ketersediaan sarana dan prasarana penunjang.30

2. Manfaat Hutan Bakau

Menurut Davis yang dikutip oleh Zoer’aini Djamal Irwan, hutan bakau tidak hanya penting bagi pelebaran pantai ke arah laut tetapi juga sebagai pelindung pantai dari abrasi air laut yang menyebabkan daratan dapat terkikis karena ombak dari laut.31Hutan bakau merupakan suatu ekosistem yang mempunyai fungsi ekologis, biologis, dan sosial ekonomi. Secara ekonomi, hutan bakau dimanfaatkan kayunya untuk bahan bangunan, arang, dan bahan baku kertas.32Dinas Perikanan Provinsi Jawa Timur dalam buku yang ditulis Rahmawati, menyatakan bahwa ekosistem mangrove mempunyai peranan dan fungsi penting yang dapat mendukung kehidupan manusia baik secara langsung maupun tidak langsung adalah sebagai berikut:

a. Fungsi ekologis ekosistem mangrove menjamin terpeliharanya:

1. Lingkungan fisik

2. Lingkungan biota

3. Lingkungan hidup daerah di sekitar lokasi b. Fungsi sosial dan ekonomi, yaitu:

30Ifati Khoni Tiarani, dkk., “Kemanfaatan Ekonomi dan Ekologi… . 31Zoer’aini Djamal Irwan, Prinsip-prinsip Ekologi

(Jakarta: PT Bumi Aksara, 2012), hal. 135-137.

32 Ilyas, dkk., “Peran Serta Masyarakat dalam Pelestarian Hutan Mangrove di Desa Batu Gajah

Kabupaten Natuna”, (online),

(33)

24

1. Sumber mata pencaharian dan produksi berbagai jenis hasil hutan dan hasil hutan ikutannya

2. Tempat rekreasi atau wisata alam

3. Obyek pendidikan, latihan, dan pengembangan ilmu pengetahuan33

Dalam BAPEDAL dan buku Whitten dkk.yang dikutip oleh Hari Sulistiyowati, hutan bakau memiliki peran penting sebagai nursery area

dan habitat dari berbagai macam ikan, udang, kerang-kerang, dan lainnya. Hutan bakau juga sebagai sumber-sumber nutrisi sebagai sumber makanan pada burung-burung pantai.Hutan bakau juga berperan sebagai green belt

yang melindungi pantai dari erosi karena gelombang laut.Selain itu, rantai makanan yang bergantung pada mikroba dan hasil dekomposisi tumbuhan sangat mendukung berbagai jenis hewan yang tinggal di dalamnya serta habitat yang ada di sekitarnya.34

Pada jurnal Chatarina Muryani, dkk.yang mengutip buku Arief, salah satu ekosistem pesisir yang sangat penting adalah hutan bakau. Di samping nilai ekonomis yang dapat diambil secara langsung seperti batang, akar, daun, dan buah, hutan bakau juga berperan terhadap perekonomian pantai secara tidak langsung. Dalam peran tidak langsung ini, hutan bakau mendukung keberadaan ekosistem lain di sekitar hutan

33Ifati Khoni Tiarani, dkk., “Kemanfaatan Ekonom

i dan Ekologi dari Program Rehabilitasi Hutan Bakau (mangrove) di Kawasan Pesisir Pantai Desa Bedono Kecamatan Sayong Kabupaten

Demak”, (online), ( http://agribisnis.fp.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/01/jurnal-Mangrove-Ifati.docx, diakses pada 26 April 2015).

34 Hari Sulistiyowati, “Biodiversitas Mangrove di Cagar Alam Pulau Sempu”, Jurnal Saintek

,

(online), vol. 8, no. 1, 2009,

(34)

25

seperti perikanan pantai, terumbu karang, dan padang lamun. Selain itu, keberadaan hutan bakau juga penting secara ekologis karena mendukung rantai makanan di sekitar hutan.35

Pohon bakau memagari kawasan tepian pantai hingga menyusup ke jantung kota melalui bantaran kali untuk mencegah intrusi air laut, menahan abrasi pantai, menahan air pasang, angin, dan gelombang besar dari lautan lepas, mencegah pendangkalan dan penyempitan badan air, menyerap limpahan air dari daratan, menetralisasi pencemaran air laut, dan

melestarikan habitat tiga ekosistem hutan bakau yang kaya

keanekaragaman hayati.36 Di samping itu, hutan bakau juga memiliki fungsi, antara lain:

a. Fungsi fisik, yaitu sebagai pencegahan proses instrusi (perembesan air laut) dan proses abrasi (erosi laut)

b. Fungsi biologis, yaitu sebagai tempat pembenihan ikan, udang, kerang, dan tempat bersarang burung-burung serta berbagai jenis biota. Penghasil bahan pelapukan sebagai sumber makanan penting bagi kehidupan sekitar lingkungannya

c. Fungsi kimia, yaitu sebagai tempat proses dekomposisi bahan organik dan proses-proses kimia lainnya yang berkaitan dengan tanah hutan bakau

35Chatarina Muryani, dkk., “Model Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan dan Pelestarian Hutan Mangrove di Pantai Pasuruan Jawa Timur”, Jurnal Manusia dan Lingkungan,(online), vol. 18, no.2, 2011, (http://jpe-ces.ugm.ac.id/ojs/index.php/JML/article/view/16/44, diakses pada 26 April 2015).

36

(35)

26

d. Fungsi ekonomi yaitu sebagai sumber bahan bakar dan bangunan, lahan pertanian dan perikanan, obat-obatan dan bahan penyamak. Kayu dari hasil pohon bakau digunakan sebagai bahan baku industri penghasil bubur kertas.37

3. Dampak Kerusakan Hutan Bakau

Mangrove adalah individu jenis tumbuhan yang tumbuh di daerah pasang surut.Arti mangrove dalam ekologi tumbuhan digunakan untuk semak dan pohon yang tumbuh di daerah dangkal di rawa pasang.Tumbuhan ini mempunyai nilai ekonomis baik untuk kepentingan rumah tangga seperti bahan bangunan atau perabot dan industri seperti pakan ternak, kertas, serta arang.Kerusakan hutan bakau disebabkan dua hal yaitu aktivitas manusia dan faktor alam. Aktivitas manusia yang menyebabkan kerusakan hutan bakau adalah perambahan hutan bakau secara besar-besaran untuk pembuatan arang, kayu bakar, dan bahan bangunan, serta penguasaan lahan oleh masyarakat, pembukaan lahan untuk pertambakan ikan dan garam, pemukiman, pertanian, pertambangan, dan perindustrian.38

Dalam buku Aziz Budianta, Malingreau,.J.P mengungkapkan penggunaan lahan merupakan campur tangan manusia baik secara permanen atau periodik terhadap lahan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan, baik kebutuhan kebendaan, spiritual, maupun gabungan

37

Anggota IKAPI, Hutan dan Kehutanan (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2001), hal. 42.

38 Edi Mulyadi, dkk., “Konservasi Hutan Mangrove sebagai Ekowisata”, Jurnal Ilmiah Teknik

(36)

27

keduanya.39Keberadaan hutan bakau sekarang ini cukup mengkhawatirkan karena ulah manusia baik untuk kepentingan konservasi lahan sebagai tambak, permukiman, perhotelan, ataupun tempat wisata.Oleh karena itu sepanjang pesisir utara Jawa, hutan bakau ditebang secara legal maupun illegal.Aktivitas ini mampu menurunkan populasi mangrove hingga lebih dari 50% dalam kurun waktu 30 tahun.40

Menurut Dahuri yang dikutip oleh Chatarina Muryani, dkk., permasalahan utama mengenai hutan bakau adalah terjadinya degradasi baik secara kuantitas maupun kualitas sehingga dapat mengganggu fungsi ekonomis dan ekologisnya. Tekanan terhadap habitat hutan bakau ini bersumber dari kebutuhan manusia untuk mengonversi area hutan bakau menjadi area pengembangan perumahan, kegiatan-kegiatan komersial, industri dan pertanian.Menurut Franks dan Falcover, secara turun-temurun masyarakat menganggap bahwa hutan bakau sebagai lahan kosong atau lahan tidak bermanfaat sehingga seringkali dengan sengaja dialih fungsikan menjadi peruntukan lain yang dianggap lebih menguntungkan, misalnya untuk perkembangan kota, daerah pertanian, atau untuk aquakultur. Supriharyono juga menuturkan, meningkatnya permintaan terhadap produksi kayu juga menyebabkan eksploitasi berlebihan terhadap

39Rahman, “Kerusakan Ekosistem Hutan Mangrove di Desa Dongko Kecamatan Dampal

Kabupaten Tolitoli”, (online), 2013,

(http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/GeoTadulako/article/view/2655/1785, diakses pada 26 April 2015).

40 Hari Sulistiyowati, “Biodiversitas Mangrove di Cagar Alam Pulau Sempu”, Jurnal Saintek

,

(online), vol. 8, no. 1, 2009,

(37)

28

hutan bakau.Kegiatan lain yang menyebabkan kerusakan hutan bakau cukup besar adalah pembukaan tambak-tambaksebagai budidaya perairan. Dalam situasi seperti ini, habitat dasar dan fungsi hutan bakau menjadi hilang.41

Seiring dengan laju pertumbuhan jumlah penduduk dan pembangunan, maka fungsi lingkungan pantai di beberapa daerah telah menurun atau rusak. Hal ini diindikasikan oleh adanya proses erosi atau abrasi pantai, intrusi air laut, dan degradasi hasil perairan. Mengingat letaknya yang strategis, banyak kepentingan yang menyebabkan kawasan mangrove mengalami perlakuan yang melebihi kemampuannya untuk

mengadakan penanaman kembali.42Kerusakan dan perubahan habitat

akibat kegiatan dan populasi manusia yang semakin meningkat.Hal ini merupakan faktor utama pemicu berbagai bentuk kepunahan satwa alami, menurunkan keanekaragaman sumber daya hayati, merusak bentang alam asli, menghancurkan struktur dan fungsi tanah, dan dalam skala global memicu pemanasan global.43

4. Pelestarian Hutan Bakau

Salah satu aspek penting dalam pengelolaan sumber daya hutan bakau adalah peningkatan peranan masyarakat. Sunoto dalam Su Ritohardoyo dan Galuh Bayu Ardi mengemukakan peranan masyarakat

41

Chatarina Muryani, dkk., “Model Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan dan Pelestarian

Hutan Mangrove di Pantai Pasuruan Jawa Timur”, Jurnal Manusia dan Lingkungan,(online), vol. 18, no.2, 2011, (http://jpe-ces.ugm.ac.id/ojs/index.php/JML/article/view/16/44, diakses pada 26 April 2015).

42

Anggota IKAPI, Hutan Mangrove (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2003), hal. 9.

43

(38)

29

dapat ditelusuri dari hasil kajian keadaan sosial ekonomi, pemanfaatan kearifan lokal, perlindungan terhadap teknologi tradisional dan ramah lingkungan, serta peningkatan kepatuhan masyarakat terhadap peraturan perundang-undangan dan tata nilai masyarakat lokal yang berwawasan lingkungan hidup. Keberlanjutan hutan bakau sangat bergantung pada respon masyarakat, baik berwujud persepsi dan partisipasi baik secara kelompok maupun secara individu setiap anggota masyarakat di sekitarnya.44

Di suatu Negara telah terdapat peraturan bahwa pada suatu wilayah harus memiliki RTH (Ruang Terbuka Hijau) minimal 60% dari luas

daerah.45RTH tersebut salah satunya adalah adanya hutan.Hutan

merupakan sumber kekayaan alam yang pemanfaatannya dapat menunjang kesejahteraan hidup masyarakat. Fungsi hutan antara lain adalah sebagai penyimpan tumbuhan dan hewan, hutan sebagai penyangga hama, pohon-pohon pada hutan menyerap CO2 dan menghasilkan O2 sehingga dapat

bermanfaat bagi kesehatan manusia.46

Dalam buku Rahmawati yang dikutip pada jurnal kemanfaatan ekonomi dan ekologi dari program rehabilitasi hutan bakau (mangrove) di kawasan pesisir pantai Desa Bedono Kecamatan Sayung Kabupaten

44Su Ritohardoyo dan Galuh Bayu Ardi, “Arahan Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove: Kasus Pesisir Kecamatan Teluk Pakedai, Kabupaten Kubu Raya, Provinsi Kalimantan Barat”, Jurnal Geografi, (online), (http://download.portalgaruda.org/article.php?article=136610&val=5671, diakses pada 26 April 2015).

45

D. Dwidjoseputro, Ekologi Manusia dengan Lingkungannya (Jakarta: Penerbit Erlangga, 1994), hal. 24.

46

(39)

30

Demak, ekosistem hutan bakau yang rusak dapat dipulihkan dengan cara restorasi atau rehabilitasi. Resortasi adalah usaha mengembalikan kondisi lingkungan kepada kondisi semula secara alami. Manusia sebagai pelaku mencoba membuka jalan dan peluang serta mempercepat proses pemulihan.47

Menurut Subing pada jurnal Otniel Pontoh, usaha rehabilitsi hutan bakau di beberapa daerah, baik di Pulau Jawa, Sumatra, Sulawesi, maupun Irian Jaya telah berulangkali dilakukan, namun hasil yang diperoleh relatif tidak sesuai dengan biaya dan tenaga yang dikeluarkan oleh pemerintah. Salah satu penyebabnya adalah kurang keterlibatan dan peran serta masyarakat dalam pengembangan wilayah, khususnya rehabilitasi hutan bakau, dan masyarakat masih cenderung dijadikan obyek dan bukan

subyek dalam upaya pembangunan.48

Upaya merehabilitasi daerah pesisir pantai dengan penanaman jenis bakau sebenarnya sudah dimulai sejak tahun 90an. Data penanaman bakau oleh Departemen Kehutanan sejak tahun 1995 hingga 2003 baru terealisasi seluas 7890 hektar dan dari 2003 hingga 2007 telah mencapai 70.185 hektar, namun tingkat keberhasilannya sangat rendah. Di samping itu, masyarakat juga tidak sepenuhnya terlibat dalam upaya rehabilitasi hutan bakau dan bahkan dilaporkan adanya kecenderungan gangguan terhadap

47Ifati Khoni Tiarani, dkk., “Kemanfaatan Ekonomi dan Ekologi dari Program Rehabilitasi Hutan

Bakau (mangrove) di Kawasan Pesisir Pantai Desa Bedono Kecamatan Sayong Kabupaten

Demak”, (online), ( http://agribisnis.fp.uns.ac.id/wp-content/uploads/2014/01/jurnal-Mangrove-Ifati.docx, diakses pada 26 April 2015).

48Otniel Pontoh, “Peranan Nelayan terhadap Rehabilitasi Ekosistem Hutan Bakau (Mangrove)”,

Jurnal Perikanan dan Kelautan Tropis, (online), vol. 7, no. 2, 2011,

(40)

31

tanaman.49Hasil penelitian Anwar pada rencana penelitian integratif pada pengelolaan hutan mangrove mengatakan bahwa beberapa penelitian mendukung rehabilitasi hutan bakau.Rehabilitasi ini berupa teknik persemaian.50

Usaha yang dapat dilakukan dalam mengembalikan fungsi hutan bakau yaitu dengan usaha rehabilitasi. Rehabilitasi adalah upaya memperbaiki kerusakan alam baik yang disebabkan alami ataupun manusia dengan memasukkan jenis asli atau dengan jenis yang lain. Sebagai contoh yaitu dengan cara penanaman kembali hutan bakau untuk mencegah terjadinya dampak-dampak yang tidak diinginkan. Rehabilitasi hutan bakau merupakan langkah perlindungan yang ramah lingkungan.51

Keterlibatan masyarakat dalam kegiatan rehabilitasi atau perbaikan ekosistem bakau penting untuk menumbuhkan rasa memiliki dan rasa tanggung jawab dalam menjaga sumber daya alam di sekitar tempat tinggalnya.Pelibatan masyarakat dalam melestarikan hutan bakau ini perlu dimulai dari pelatihan mengenai teknik-teknik rehabilitasi untuk mendukung program konservasi hutan bakau. Dengan demikian semua proses rehabilitasi dan reboisasi hutan bakau yang dimulai dari proses penanaman, perawatan, penyulaman tersebut dilakukan oleh masyarakat. Melalui cara ini, masyarakat tidak dianggap sebagai pekerja melainkan ada

49 Rencana Penelitian Integratif, “Pengelolaan Hutan Mangrove” (Jakarta: Februari 2010),

(online), (http://www.forda-mof.org/files/RPI_4_Pengelolaan_Hutan_Mangrove.pdf, diakses pada 26 April 2015).

50Ibid

.

51

(41)

32

rasa memiliki terhadap hutan bakau karena masyarakat merasa ikut andil dalam perencanaan penanaman dan lainnya, sehingga status masyarakat menjadi pemilik.52

C. Konsep Dakwah Pengembangan Masyarakat Berbasis Lingkungan 1. Pendekatan Partisipatoris

Dalam mengimplementasikan dakwah pemberdayaan masyarakat, maka diperlukan pendekatan secara partisipatoris.Dengan pendekatan partisipatoris ini, maka masyarakat ikut serta dalam mengambil tindakan atas pengolahan lingkungan hidup di sekitar.Istilah ini dapat juga disebut dengan ADS (Atur Diri Sendiri).Pengelolaan lingkungan hidup harus bersifat memberi intensif untuk bersikap dan berpihak pada lingkungan hidup. Pada ADS, dibuat peraturan namun bukan pemerintah yang membuat melainkan masyarakat sendiri sehingga masyarakat lebih mudah dalam menjaga kelestarian hutan. Untuk itu, masyarakat sendiri yang memiliki tanggung jawab dalam menjaga kelestarian lingkungan.Makna ADS dalam pendekatan ini yaitu adanya tanggung jawab dalam menjaga kepatuhan dan penegakan hukum yang ditanggung oleh masyarakat. Dengan adanya hukum, maka masyarakat dengan sendirinya akan menjaga kelestarian lingkungan.53

Semua kegiatan manusia terhadap habitat kelautan mempunyai dampak pada lingkungan kelautan itu sendiri maupun masyarakat di

52Otniel Pontoh, “Peranan Nelayan terhadap Rehabilitasi Ekosistem Hutan Bakau (Mangrove)”,

Jurnal Perikanan dan Kelautan Tropis, (online), vol. 7, no.2, 2011,

(http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/JPKT/article/view/181/144, diakses pada 26 April 2015).

53

(42)

33

sekitar.Untuk menghindari dampak-dampak negatif yang ditimbulkan,

maka diperlukan upaya pengelolaan terhadap lingkungan

hidup.Pengelolaan lingkungan hidup merupakan suatu usaha untuk mengurangi dampak terhadap lingkungan hidup sampai pada tingkat minimum serta untuk mendapatkan manfaat yang optimal dari lingkungan hidup untuk mencapai kesejahteraan yang berkelanjutan.54

2. Dakwah Bil-hal bagi Pemberdayaan Masyarakat

Dakwah Bil-hal disebut juga dakwah pembangunan.Dakwah

Bil-hal merupakan kegiatan-kegiatan dakwah yang diarahkan untuk

meningkatkan kesejahteraan dan kebahagiaan hidup umat, baik rohani maupun jasmani.Kegiatan dakwah Bil-hal telah banyak dilakukan oleh berbagai organisasi dan lembaga Islam.Setiap kegiatan dakwah yang bercorak sosial, ekonomi, pendidikan, dan kesejahteraan sosial, serta peningkatan taraf hidup umat untuk mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan hidup lahir dan batin merupakan dakwah Bil-hal atau

dakwah pembangunan.55

Pola pengabdian para akademisi muslim kepada masyarakat biasa dikenal dengan istilah pemberdayaan, yaitu suatu usaha untuk mengangkat kesejahteraan masyarakat dengan cara pengenalan dan penggunaan segenap potensi yang telah ada dalam diri masyarakat. Fasilitator nantinya yang bertugas sebagai pemberdaya masyarakat.Fasilitator berfungsi sebagai jembatan penghubung, mitra, dan bebas dari kepentingan

54

A. Halim dalam Moh. Ali Aziz, dkk., ed., Dakwah Pemberdayaan Masyarakat… hal. 148.

55

(43)

34

kekuasaan.Dakwah Islam juga dituntut untuk mendorong timbulnya etos kerja yang tinggi di kalangan masyarakat bawah.Dalam bahasa Weber pada yang dikutip dalam Moh. Ali Aziz, dkk.ed., etos kerja ini disebut aksi sosial. Jika etos kerja dilandasi kepentingan misi Islami, maka aksi akan menjadi aksi keagamaan yang sebenarnya. Fungsi evaluatif aksi sosial dapat membelajari masyarakat untuk memilih segala tindakan yang akan, sedang, dan telah dilakukan.56

Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan program pemberdayaan, yaitu tingkat penyebaran informasi program, keterampilan para akademisi, serta budaya masyarakat.Pada kegiatan dakwah bil-halpada permasalahan yang dikaji oleh peneliti yaitu dengan menggunakan pendekatan Participatory Action Research (PAR).Dalam pendekatan PAR juga harus melibatkan para pemimpin informal desa.pemimpin informal ini adalah orang-orang yang berpengaruh dan diakui sebagai pemimpin oleh suatu kelompok. Dalam permasalahan yang terjadi, maka diperlukan orang-orang yang berpengaruh dalam masalah yang terjadi di masyarakat.Tokoh-tokoh yang berpengaruh ini dalam paradigma dakwah pengembangan masyarakat dipahami sekaligus berperan sebagai agen-agen pengembangan masyarakat. Dalam proses pemberdayaan ini, peneliti akan bersama-sama dengan masyarakat dan

56

(44)

35

mendampingi masyarakat dalam membaca permasalahan, mencoba potensi, serta memberdayakan dirinya sendiri.57

Problema kerusakan lingkungan hidup adalah konsep yang sangat antroposentris, yaitu paradigma yang memposisikan lingkungan hidup dari sudut pandang kepentingan manusia.Antroposentrisme adalah pandangan manusia terhadap lingkungan hidup yang menempatkan kepentingan manusia di pusatnya.Kegiatan ekonomi seperti penebangan bakau mempengaruhi lingkungan hidup karena penggunaan sumber daya dan modifikasi terhadap lingkungan hidup itu sendiri.Jika dampak kegiatan ini melampaui kemampuan lingkungan hidup pantai untuk memulihkan diri dari dampak tersebut, perubahan itu sering mengurangi kemampuan lingkungan hidup untuk memenuhi kebutuhan manusia atau bahkan

hilang. Dengan demikian akan terjadi kerusakan lingkungan

hidup.58Dalam surat Al A’raf ayat 56, Allah berfirman:

َ ا ۗ امعط َ اف خ دا ا حَصادعب ض َا فا دسفتَ

ي سحملا ي تمح

Artinya:

Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah (diciptakan)

dengan baik.Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh

harap.Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang yang

berbuat kebaikan.

57

A. Halim dalam Moh. Ali Aziz, dkk., ed., Dakwah Pemberdayaan Masyarakat… hal. 158.

58

(45)

36

Pada firman Allah di atas telah disebutkan bahwa Allah telah menciptakan bumi dan isinya ini dengan sebaik-baiknya serta memiliki manfaat termasuk lingkungan.Allah menciptakan lingkungan dengan manfaatnya masing-masing.Manusia memang berhak untuk memanfaatkan lingkungan yang ada, namun juga tidak boleh lupa atas kewajiban untuk menjaganya.

Dalam kepentingan pembangunan bangsa yang berwawasan lingkungan, ada dua ciri pokok yang tampak dalam proses pembangunan, yaitu pertama, ciri yang terkait dengan ukuran keberhasilan pembangunan (variabel ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan lingkungan secara simultan). Jadi, bukan ukuran ekonomi saja. Kedua, ciri yang melekat pada strategi dasar proses pembangunan dalam kerangka pembangunan berkelanjutan, juga harus memberikan pembobotan pada tiga pilar pembangunan secara simultan, yaitu kualitas sumber daya manusia, kualitas lingkungan, dan pertumbuhan pemerataan ekonomi.59

Fungsi kebudayaan manusia dan agama adalah mengurangi sifat egois manusia dan mendorong orang untuk berkelakuan baik demi kepentingan umum.Karena lingkungan hidup memberi layanan kepada masyarakat umum, berbuat untuk lingkungan hidup merupakan perbuatan untuk kepentingan umum.Kegiatan pro lingkungan juga merupakan

59

(46)

37

kegiatan pro sosial.Tetapi, hanya sedikit orang yang mau mengorbankan dirinya untuk kepentingan lingkungan hidup.60

Atas dasar pertimbangan keberadaan egoisme manusia ini, menurut Soemarwoto dalam buku Moh. Ali Aziz, dkk., ada tiga cara untuk mengubah sikap dan kelakuan ini. Pertama, dengan instrument pengaturan dan pengawasan, tujuannya untuk mengurangi pilihan pelaku dalam usaha pemanfaatan lingkungan hidup.Sistem ini disebut ADA (Atur dan Awasi) atau (CAC) Command and Control.Kedua, dengan instrument ekonomi, tujuannya adalah untuk mengubah nilai untung relatif terhadap rugi bagi pelaku dengan memberikan insentif dan disinsetif ekonomi.Pada dasarnya ADA berupaya menekankan egoisme dan mendorong orang berkelakuan lebih ramah lingkungan dengan ancaman sanksi tindakan hukum.Ketiga, instrument persuasif, yaitu mendorong masyarakat secara persuasif dan bukan paksaan.Tujuannya ialah mengubah persepsi hubungan manusia dengan lingkungan hidup ke arah memperbesar untung relatif terhadap rugi.Instrument ini terdiri atas pendidikan, latihan, ataupun penyebaran informasi.61

60

A. Halim dalam Moh. Ali Aziz, dkk., ed., Dakwah Pemberdayaan Masyarakat… hal. 150.

61

(47)

38

BAB III

METODE DAN STRATEGI PENDAMPINGAN

A. Pendekatan Pendampingan

Dalam pendampingan yang dilakukan peneliti, peneliti menggunakan pendekatan terhadap masyarakat dengan menggunakan metode dalam cara kerja PAR (Participatory Action Research). Pada dasarnya, PAR merupakan penelitian yang melibatkan secara aktif semua pihak-pihak stakeholders dalam mengkaji tindakan yang sedang berlangsung dalam rangka melakukan perubahan ke arah yang lebih baik. PAR memiliki tiga kata yang selalu berhubungan satu sama lain, yaitu partisipasi, riset, dan aksi.62 Cara kerja PAR dirancang menjadi daur gerakan sosial, yaitu:63

1. Pemetaan awal

Pemetaan awal sebagai alat untuk memahami komunitas, sehingga peneliti akan mudah memahami realitas problem dan relasi sosial yang terjadi. Dengan demikian akan memudahkan masuk ke dalam komunitas baik melalui key people maupun komunitas yang sudah terbangun.

Dalam melakukan pemetaan awal, peneliti melakukan pemetaan secara umum Dusun Sidorejo yang menjadi fokus pendampingan.Peneliti juga melakukan survey lokasi untuk melihat keadaan masyarakat yang

62

Agus Afandi, dkk.,Modul Participatory Action Research (PAR) untuk Pengorganisasian

Masyarakat (Community Organizing) (Surabaya: LPPM UIN Sunan Ampel, 2015), hal. 91.

63Ibid,

(48)

39

diteliti.Dengan mengetahui keadaan masyarakat yang diteliti, peneliti dapat melihat masalah yang secara umum terjadi pada masyarakat Dusun Sidorejo.Dari hal ini, peneliti dapat menentukan informan, sehingga dapat mempermudah peneliti sewaktu ada di lapangan.

2. Membangun hubungan kemanusiaan

Peneliti melakukan inkulturasi dan membangun kepercayaan dengan masyarakat, sehingga terjalin hubungan yang setara dan saling mendukung.Peneliti dan masyarakat bisa menyatu untuk melakukan riset, belajar memahami masalahnya, dan memecahkan persoalannya bersama-sama.

Peneliti membaur dengan masyarakat, melakukan kegiatan yang ada di sana, berkumpul dengan masyarakat sehingga masyarakat menjadi akrab dengan peneliti. Dengan demikian masyarakat percaya dengan peneliti sehingga informasi yang disampaikan tidak ada yang ditutup-tutupi.

3. Penentuan agenda riset untuk perubahan sosial

Peneliti mengagendakan program riset melalui teknik Participatory Rural Appraisal (PRA) bersama masyarakat untuk memahami persoalan menjadi alat perubahan sosial sambil membangun kelompok sesuai potensi yang ada.

(49)

40

4. Pemetaan partisipatif

Bersama masyarakat melakukan pemetaan wilayah, maupun persoalan yang dialami masyarakat.

Bersama masyarakat, peneliti melakukan pemetaan wilayah secara khusus, khususnya pada problem yang terjadi.Pada pembahasan peneliti tentang hilangnya fungsi hutan bakau, dari sini peneliti dan masyarakat memetakan berapa banyak hutan yang masih ada dan berapa banyak hutan yang sudah rusak dan gundul.Peneliti bersama masyarakat juga menentukan rumah-rumah yang lebih banyak memanfaatkan hutan bakau.Hal ini terlihat dari penggunaan bahan bakar berupa kayu bakar karena masyarakat Dusun Sidorejo yang menggunakan bahan bakar memasak berupa kayu bakar dengan memanfaatkan pohon bakau.

5. Merumuskan masalah kemanusiaan

Masyarakat merumuskan masalah mendasar yang dialaminya dalam persoalan pangan, papan, kesehatan, pendidikan, energi, lingkungan hidup, dan persoalan kemanusiaan yang lainnya.

(50)

41

6. Menyusun strategi gerakan

Masyarakat menyusun strategi untuk memecahkan masalah yang telah dirumuskan.Menentukan langkah sistematik, menentukan pihak yang terlibat, dan merumuskan kemungkinan keberhasilan dan kegagalan program yang direncanakan.

Peneliti mendampingi masyarakat Dusun Sidorejo untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi di masyarakat. Dari pohon masalah yang telah dibuat bersama masyarakat, maka dapat dibuat harapan-harapan yang ingin dicapai dan langkah apa yang dapat dilakukan dalam menyelesaikan permasalahan tersebut.

7. Pengorganisasian masyarakat

Masyarakat didampingi peneliti membangun kelompok kerja maupun lembaga masyarakat yang bergerak dalam memecahkan masalah.

Dalam pendampingan yang dilakukan peneliti kepada masyarakat Dusun Sidorejo, peneliti menemukan adanya local leader yang nantinya kegiatan yang dikerjakan dapat berkelanjutan.Local leader yang ada di Dusun Sidorejo ini pun mengorganisir masyarakat dalam kegiatan untuk penyelesaian masyarakat.Local leader juga meminta bantuan kepada Kepala Dusun untuk mengorganisir masyarakat.

8. Melancarkan aksi perubahan

Aksi pemecahan masalah dilakukan secara partisipatif. Program pemecahan masalah bukan sekedar menyelesaikan masalah itu sendiri

(51)

42

organizer dan akhirnya akan muncul local leader sebagai pemimpin perubahan.

Dalam melakukan aksi untuk perubahan, peneliti hanya sebagai fasilitator yang mendampingi masyarakat. Dari langkah-langkah yang telah dilakukan, peneliti menemukan seorang local leader yang memiliki keinginan dalam melakukan perubahan sehingga local leader tersebut nantinya yang akan mengorganisir masyarakat dalam melakukan perubahan.Aksi yang dipimpin oleh local leader pun dapat terlaksan. 9. Refleksi

Peneliti bersama masyarakat merumuskan teoritisasi perubahan sosial berdasarkan hasil riset, proses pembelajaran bersama masyarakat, serta aksi yang telah dilaksanakan.

Dari kegiatan yang telah dilakukan bersama masyarakat, maka dirumuskan sebuah simpulan apakah kegiatan tersebut dapat terlaksana dengan baik dan apakah kegiatan tersebut memiliki masalah sehingga dapat ditentukan penyelesaiannya bersama masyarakat.Dari kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan bersama masyarakat, peneliti melihat bahwa

keterlibatan masyarakat dalam penyelesaian masalah tidaklah

(52)

43

Dalam melakukan riset menggunakan metode PAR (Participatory Action Research), diperlukan teknik dalam melakukan riset ini yakni

menggunakan teknik PRA (Participatory Rural Appraisal).PRA

(Participatory Rural Appraisal) merupakan alat untuk pembelajaran masyarakat dalam upaya membangun kesadaran kritis dan pemecahan masalah. Fungsi penting PRA (Participatory Rural Appraisal) adalah sebagai alat pendampingan, khususnya pada proses Focus Group Discussion (FGD). Proses FGD ini cukup efektif dalam memperoleh data yang valid serta proses pengorganisasiannya.64 Cara kerja PRA diantaranya:65

a. Senantiasa belajar secara langsung dari masyarakat, dan bukannya mengajar mereka.

b. Senantiasa bersikap luwes dalam menggunakan metode, mampu

mengembangkan metode, menciptakan dan memanfaatkan situasi, dan selalu membandingkan atau berusaha memahami informasi yang diperoleh, serta dapat menyesuaikannya dengan proses belajar yang dihadapi.

c. Melakukan komunikasi multi arah, yaitu menggunakan beberapa metode, responden atau kelompok diskusi, dan peneliti yang berbeda untuk memperoleh informasi yang paling tepat.

d. Menggunakan sumber daya yang tersedia, untuk mendapatkan informasi yang bermanfaat dan benar.

e. Senantiasa berusaha mendapatkan informasi yang bervariasi.

64

Agus Afandi, dkk.,Modul Participatory Action Research (PAR)... hal. 121-122.

65Ibid,

(53)

44

f. Menjadi fasilitator pada kegiatan-kegiatan diskusi bersama masyarakat, dan bukan bersikap menggurui dan menghakimi.

g. Berusaha memperbaiki diri, terutama dalam sikap, tingkah laku, dan pengetahuan.

h. Berbagi gagasan, informasi dan pengalaman dengan masyarakat dan

dengan pihak-pihak pelaksana program lainnya.

B. Prosedur Penelitian

Dalam sebuah penelitian, diperlukan strategi pendampingan. Strategi pendampingan merupakan proses yang dilakukan sebagai pendekatan sehingga proses riset, pembelajaran dan pemecahan teknis dari problem sosial komunitas dapat dilakukan secara terencana, terprogram dan terlaksana bersama masyarakat. Strategi yang dilakukan dalam pendampingan di lapangan, yaitu:66

1. To Know (mengetahui kondisi real komunitas)

Hal-hal yang dilakukan pada tahap ini adalah proses-proses inkulturisasi, yaitu membaur dengan masyarakat untuk membangun kepercayaan. Membaur bukan sekedar berkumpul dengan mereka, tetapi membaur untuk menyepakati proses bersama dengan membentuk kelompok. Proses bersama melalui kelompok tersebut melakukan belajar untuk menemukan problem sosial mereka melalui riset. Adapun tahap awal ini, karena masih melakukan proses mengetahui keadaan, belum

66

(54)

45

melakukan analisis problem sosialnya. Maka yang dilakukan adalah mencari gambaran keadaan apa adanya secara detail, menyeluruh, dan mendalam.

Dalam strategi ini, pen

Gambar

 Tabel 1.1
 Tabel 4.1
  Gambar 4.1 Peta Dusun Sidorejo, Desa Campurejo, Kecamatan Panceng, Kabupaten
 Gambar 4.2
+7

Referensi

Dokumen terkait

dan Tanaman Lung-lungan), Budaya yang ada dan yang berjalan merupakan salah satu pelestarian budaya yang masih menjadi tradisi upacara adat yakni upacara adat

Pengujian secara simultan, diperoleh F hitung adalah sebesar 56.373 dengan nilai probabilitas sebesar 0.000, dengan demikian variabel kapasitas sumber daya manusia,

Secara parsial, variabel yang berpengaruh secara signifikan adalah variabel konsumsi sedangkan variabel investasi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kesempatan kerja

Kegiatan pendampingan reguler Bagi Kelompok- Kelompok Tani Masyarakat Peduli Hutan (MPH) oleh NGO di Dusun Bina Desa, Dusun Buring ( Desa Muara Merang ) dan Desa Kepayang,

a) Dari persamaan regresi tersebut dapat dijelaskan bahwa pengaruh kualitas jasa terminal penumpang terhadap kepuasan konsumen memiliki konstanta sebesar 0,143 yang menyatakan

Walaupun sudah jelas bahwa iklim organisasi itu mempengaruhi perilaku pegawai dalam bekerja, namun dalam kenyataan iklim organisasi seringkali tidak memperoleh

Pada tahun 2003, Tim Monitoring Program Pengembangan Agribisnis Jeruk Rantau Pulung yang digagas oleh Community Development (Comdev) PT Kaltim Prima Coal (KPC) bekerja

Jika kedekatan Prediksi Uji korelasi (rxy) 2 x 100 = 11.56% maka variable X, yakni strategi komunikasi pemasaran Brodo Footwear mempunyai nilai rendah untuk