KEDUNGREJO WARU SIDOARJO
SKRIPSI
Oleh:
DIANI NING TYAS D91212163
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
Kata kunci: Model pembelajaran Student Facilitator and Explaining, Keaktifan siswa dalam belajar
Sebelum adanya pengembangan metode pembelajaran, kegiatan belajar masih kurang menarik karena siswa cenderung pasif dan jarang mengajukan pertanyaan. Perhatian dan kemandirian siswa masih rendah karena siswa hanya bergantung pada apa yang telah diberikan guru dan kurang tepatnya penerapan model pembelajaran yang sesuai dengan materi yang diajarkan. Oleh karena itu dibutuhkan satu alternatif untuk mengembangkan pembelajaran, yaitu dengan menggunakan model pembelajaran Student Facilitator and Explaining, karena metode ini dapat menempatkan siswa sebagai subyek pembelajaran. Sehingga penelitian ini bertujuan untuk mengaktifan siswa pada pembelajaran Pendidikan Agama Islam kelas V di SDN Kedungrejo Waru Sidoarjo.
Jenis penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif. Populasi Dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V SDN Kedungrejo Waru Sidoarjo yang berjumlah 100 siswa. Sampel yang diambil berjumlah 40 siswa, karena teknik pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Dalam pengumpulan data menggunakan angket, di dalam angket tersebut yang bertindak sebagai variabel X adalah model pembelajaran Student Facilitator and Explaining sedangkan variabel Y adalah Keaktifan siswa dalam belajar. Dan observasi untuk mengenai sekolah ini. Data penelitian yang terkumpul dianalisis menggunakan analisis regresi sederhana. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 1) Penerapan model pembelajaran Student Facilitator and Explaining dalam pembelajaran PAI, menyampaikan informasi tentang penerapan model pembelajaran Student facilitator and Explaining, mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar, membimbing kelompok-kelompok bekerja dan belajar, evaluasi. 2) keaktifan siswa yang di dapat dari pembelajaran Pendidikan Agama Islam adalah “cukup baik”. Hal ini terlihat dari rata-rata keaktifan siswa pada pembelajaran Pendidikan Agama Islam kelas V SDN Kedungrejo Waru Sidoarjo adalah 49. 3) Dari analisis uji hipotesis diketahui ada pengaruh antara penerapan model pembelajaran Student Facilitator and Explaining terhadap keaktifan siswa pada pembelajaran Pendidikan Agama Islam kelas V SDN Kedungrejo Waru Sidoarjo yang signifikan. Hal ini ditunjukkan oleh r > r dengan angka 1,96 > 0,312.
Keyword: learning model Student Facilitator and Explaining, student activity in learning.
The development of teaching methods and learning activities are still less attractive because student tend to be passive and the students competence is still low because student only rely on what has been given by the teacher and less precise application of learning models that suit with the material being taught. Therefore, necessary to develop an alternative to learning by using learning model student facilitator and explaining, because this method can place the student as the subject of learning. Thus this study aims to increase student activity in the learning of Islamic religious education in class V SDN Kedungrejo Waru Sidoarjo.
This research uses quantitative research. The population in this study was all students in grade V SDN Kedungrejo Waru Sidoarjo of the 100 students. Samples taken were of 40 students. Due to the sampling technique used purposive sampling technique, is a sampling technique with a particular consideration. In collecting data using questionnaires, in the questionnaire which acts as a variable X is a learning model Student Facilitator and Explaining while the variable Y is the activity of student in learning, and observation about this school. The research data were analyzed using simple linier regression analysis. These results indicate that, 1) The results showed that the application of learning models Student facilitator and explaining in teaching Islamic religious education, convey information about the application of learning models Student facilitator and explaining organize student into study groups to learn, guiding group work and study, as well as evaluation. 2) Student activity obtained from the learning of Islamic religious education is pretty good. This is evident from the average activity of student in the learning of Islamic religious education in class V SDN Kedungrejo Waru Sidoarjo is 49. 3) From the analysis of hypothesis test is know to influence the application of learning models Student Facilitator and Explaining to the increased activity of student in the learning of Islamic religious education in class V SDN Kedungrejo Waru Sidoarjo is significant. This is demonstrated by r > r by the numbers 1,96 > 0,312.
PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... iii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... iv
MOTTO ... v
PERSEMBAHAN ... vi
ABSTRAK ... vii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TABEL ... xv
DAFTAR GAMBAR ... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 6
C. Tujuan Penelitian ... 6
D. Kegunaan Penelitian... 7
E. Hipotesis Penelitian ... 8
F. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian ... 9
G. Definisi Operasional... 11
1. Pengertian Model Pembelajaran Student Facilitator
and Explaining ... 13
2. Langkah-Langkah Model Pembelajaran Student Facilitator and Explaining ... 16
3. Kelebihan Dan Kelemahan Model Pembelajaran Student Facilitator And Explaining ... 17
B. Tinjauan Umum Tentang Keaktifan Belajar 1. Pengertian Keaktifan Belajar ... 18
2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keaktifan Belajar ... 20
3. Penerapan Keaktifan Belajar Siswa ... 22
4. Suasana Keaktifan Belajar ... 25
5. Sikap Guru Yang Menerapkan Keaktifan Belajar ... 26
C. Tinjauan Umum Pendidikan Agama Islam 1. Pengertian Pendidikan Agama Islam ... 28
2. Tujuan Dan Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam ... 30
3. Fungsi Pendidikan Agama Islam ... 31
D. Tinjauan Pengaruh Model Pembelajaran Student Facilitator and Explaining Terhadap Keaktifan Belajar ... 35
E. Hipotesis ... 37
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan rancangan penelitian ... 39
B. Variabel dan Instrument Penelitian ... . 43
C. Populasi Dan Sampel ... 46
B. Analisis Data... 64 C. Pengujian hipotesis ... ... 104
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan ... ... 124 B. Saran ... ... 125
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
1
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk
waktu serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa (UU RI No. 20, tahun 2003). Berdasarkan fungsi pendidikan
nasional diatas, maka peran guru menjadi kunci keberhasilan dalam misi pendidikan
dan pembelajaran di sekolah selain bertanggung jawab untuk mengatur, mengarahkan
dan menciptakan suasana kondusif yang mendorong siswa untuk melaksanakan
kegiatan di kelas.1 Karena pada hakekatnya pendidikan adalah usaha sadar untuk
menumbuhkembangkan potensi sumber daya manusia melalui kegiatan pengajaran.
Untuk mencapai itu semua, diperlukan paradigma baru oleh seorang guru
dalam proses pembelajaran dari yang semula pembelajarannya berpusat pada guru
menuju pembelajaran yang inovatif dan berpusat pada siswa. Perubahan tersebut di
mulai dari segi kurikulum, model pembelajaran, ataupun cara mengajar. Dalam
perubahan kurikulum, cara mengajar harus mampu mempengaruhi perkembangan
pendidikan karena pendidikan merupakan tolak ukur dalam lingkup sekolah. Karena
berhasil tidaknya pendidikan bergantung apa yang diberikan dan diajarkan guru.
Hasil pengajaran dan pembelajaran berbagai bidang disiplin ilmu terbukti selalu
kurang memuaskan berbagai pihak yang berkepentingan (Stakeholder). Hal tersebut setidaknya disebabkan oleh beberapa hal yaitu Pendidikan yang kurang sesuai dengan
kebutuhan dan fakta yang ada sekarang, metodologi, strategi, dan teknik yang kurang
sesuai dengan materi, dan prasarana yang mendukung proses pembelajaran. Hal
tersebut memberikan dampak yang besar bagi perkembangan pendidikan.2
Karena pendidikan merupakan bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si
pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya
kepribadian yang utama. Sehingga dalam pendidikan terdapat unsur-unsur yang
membentuknya, yaitu usaha(kegiatan) yang bersifat bimbingan(pertolongan atau
pimpinan) dilakukan secara sadar, ada pendidik, ada yang dididik, mempunyai dasar
dan tujuan, dan dalam usaha tersebut ada alat-alat yang dipergunakan dalam belajar.3
Dalam dunia pendidikan, yang lazim disebut pendidik adalah orang tua, guru,
dan pemimpin-pemimpin masyarakat atau tegasnya orang-orang yang telah dewasa.
Sebagai usaha secara sengaja dari orang dewasa dengan pengaruhnya untuk
meningkatkan anak ke arah kedewasaan yang selalu diartikan mampu menimbulkan
tanggungjawab moril dari segala perbuatannya. Orang dewasa itu adalah orang tua
anak atau orang yang atas dasar tugas dan kedudukannya mempunyai tugas untuk
mendidik.
2 Aris Shoimin. 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013, (Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media, 2014), h. 16
Dengan demikian, esensi pendidikan merupakan proses menghadirkan situasi
dan kondisi yang memungkinkan memperluas dan memperdalam makna-makna
esensial untuk mencapai kehidupan manusiawi. Sehingga sangat diperlukan adanya
kesadaran (niat) untuk melakukan tindak belajar.
Belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman (tidak selalu berbentuk
perubahan tingkah laku yang dapat diamati). Setiap orang mempunyai
pengetahuan/pengalaman dalam dirinya, yang tertata dalam bentuk struktur kognitif.
Proses belajar terjadi apabila materi yang baru beradaptasi dengan struktur kognitif
yang sudah dimiliki, tingkah laku manusia merupakan ekspresi dan akibat dari
eksistensi internal manusia yang dapat diamati.4 Menurut John B Watson, secara
umum belajar diartikan sebagai proses interaksi dalam bentuk tingkah laku. Dengan
pembentukan perilaku sebagai hasil belajar tampak diperoleh dengan penataan
kondisi yang ketat dan penguatan. Perilaku manusia dipengaruhi oleh stimulus yang
ada di lingkungannya. Oleh karena itu, perilaku manusia dianggap dapat dikendalikan
dengan melakukan manipulasi terhadap lingkungan.5
Hal ini berarti bahwa berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan
sangat bergantung pada proses belajar yang dialami siswa baik ketika berada di
sekolah maupun di lingkungan rumah atau keluarganya. Sebagaimana dinyatakan
bahwa tujuan dari suatu pendidikan yaitu terbentuknya suatu kepribadian yang utama,
suatu kepribadian yang menganut hukum-hukum Islam, atau suatu kepribadian
Muslim. Didalamnya terkandung pula pengertian bahwa pendidik harus merasa
berkewajiban untuk menyampaikan hukum-hukum Islam kepada anak-anaknya,
kepada keluarganya bahkan kepada siapa saja.6
Sungguh tepatlah buah pikir beberapa ahli yang mengatakan bahwa
maju-mundurnya suatu kaum tergantung sebagian besar kepada pendidikan yang berlaku
dalam kalangan mereka. Tidak ada satu kaum atau pun bangsa yang dapat maju
melainkan sesudah mengadakan dan memperbaiki didikan anak-anak dan pemuda
mereka.
Melalui pendidikanlah para pendidik Islam menghasilkan pribadi-pribadi yang
nantinya menjadi pendidik pula, menyebarkan agama Islam kepada generasi yang
akan datang.7 Pendidikan Islam harus mempunyai karakter sebagai lembaga
pendidikan yang menghidupkan sistem demokrasi dalam pendidikan. Sistem
pendidikan yang memberikan keluasan pada peserta didik untuk mengekspresikan
pendapatnya secara bertanggungjawab. Dalam tujuan Pendidikan Agama Islam yaitu
kecakapan jasmaniah, pengetahuan membaca dan menulis, pengetahuan dan
ilmu-ilmu kemasyarakatan, serta sampai terbentuknya kepribadian Muslim.8
Jelaslah bahwa tujuan hidup manusia menurut agama Islam yaitu untuk
menjadi hamba Allah. hamba Allah yang mempercayai dan menyerahkan diri
6 Ahmad D Marimba, op.cit, h. 28 7 Ibid., h. 29
Nya dengan jalan memeluk agama Islam sehingga manusia hanya diperkenankan
memilih satu agama, yaitu agama Islam di mana tujuan hidupnya yaitu penyerahan
diri sepenuhnya kepada-Nya. Kepribadian yang demikian disebut kepribadian
Muslim, ke sinilah arah tujuan akhir dari pendidikan Islam.9
Adapun tujuan pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam di sekolah
adalah untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada
Allah SWT, serta pengamalan peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi
manusia muslim yang terus berkembang dalam hal keimanan dan ketakwaannya
kepada Allah SWT serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.
Dengan adanya peningkatan iman dan pemahaman yang telah terbentuk dari
pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam diharapkan siswa aktif dalam
setiap proses belajar mengajar berlangsung. Dengan keaktifan dari hasil diskusi dan
saling berbagai informasi memungkinkan peserta didik dapat memberikan reaksi
terhadap ide, pengalaman, opini, dan pengetahuan teman sejawat atau narasumber.
Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik untuk meneliti dengan judul
“Pengaruh model pembelajaran Student Facilitator and Explaining terhadap keaktifan siswa pada pembelajaran Pendidikan Agama Islam kelas V SDN Kedungrejo Waru Sidoarjo”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, permasalahan penelitian dapat di
identifikasi sebagai berikut:
1. Bagaimana model pembelajaran Student Facilitator and Explaining?
2. Bagaimana keaktifan siswa pada pembelajaran Pendidikan Agama Islam
kelas V SDN Kedungrejo Waru Sidoarjo?
3. Adakah pengaruh antara model pembelajaran Student Facilitator and Explaining dengan keaktifan siswa pada pembelajaran Pendidikan Agama Islam kelas V SDN Kedungrejo Waru Sidoarjo?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mencari data dan informasi yang
kemudian dianalisis dan ditata secara sistematis dalam rangka menyajikan gambaran
yang semaksimal mungkin tentang penerapan model pembelajaran Student Facilitator and Explaining. Adapun tujuannya adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui bagaimana model pembelajaran Student Facilitator and Explaining.
2. Untuk mengetahui bagaimana keaktifan siswa pada pembelajaran
Pendidikan Agama Islam kelas V SDN Kedungrejo Waru Sidoarjo.
3. Untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh antara model pembelajaran
pembelajaran Pendidikan Agama Islam kelas V SDN Kedungrejo Waru
Sidoarjo.
D. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat mempunyai manfaat sebagai berikut:
1. Bagi guru
a. Dapat memilih atau menentukan model pembelajaran yang tepat dalam
mengajarkan materi.
b. Sebagai informasi bagi semua tenaga pengajar mengenai model
pembelajaran Student Facilitator and Explaining. 2. Bagi peserta didik
a. Dapat meningkatkan prestasi belajar peserta didik pada pelajaran
Pendidikan Agama Islam melalui model pembelajaran Student Facilitator and Explaining.
b. Memperoleh pengalaman kerjasama dalam kelompok.
3. Bagi sekolah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan yang
bermanfaat bagi sekolah, dengan adanya informasi yang diperoleh sehingga
dapat dijadikan sebagai bahan kajian bersama agar dapat meningkatkan
kualitas sekolah. Meningkatkan kemampuan guru untuk memecahkan
permasalahan yang muncul dari siswa, dapat meningkatkan guru untuk
untuk melakukan upaya inovatif sebagai implementasi dan adaptasi berbagai
teori dan teknik pembelajaran serta bahan ajaran yang
dipakainya.
4. Bagi peneliti
Mendapatkan wawasan dan pengalaman praktis di bidang penelitian.
Selain itu hasil penelitian ini juga dapat dijadikan sebagai bekal untuk lebih
meningkatkan prestasi dalam mendidik siswa dalam menerapkan model
pembelajaran yang efektif.
E. Asumsi Penelitian atau Hipotesis Penelitian
Hipotesis berasal dari kata “hypo” yang artinya kurang dan “thesis” artinya pendapat. Hipotesis adalah suatu kesimpulan yang masih kurang atau kesimpulan
yang masih belum sempurna. Pengertian ini kemudian diperluas dengan maksud
sebagai kesimpulan penelitian yang belum sempurna, sehingga perlu disempurnakan
dengan membuktikan kebenaran hipotesis itu melalui penelitian (dilakukan dengan
menguji data di lapangan).10
Hipotesis tersebut sebagai tuntutan sementara dalam penyelidikan untuk
mencari jawaban yang benar. Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka
dirumuskan sebagai berikut: adakah pengaruh model pembelajaran Student Facilitator and Explaining terhadap keaktifan siswa pada pembelajaran Pendidikan Agama Islam Kelas V SDN Kedungrejo Waru Sidoarjo. Hal ini semakin tinggi
peningkatan pembelajaran dengan model Student Facilitator and Explaining maka semakin baik keaktifan belajar siswa pada pelajaran Pendidikan Agama Islam.
F. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian
Untuk memudahkan pembahasan ini, maka peneliti membatasi ruang lingkup
pembahasan yang mana sasarannya lebih ditekankan pada pembelajaran Pendidikan
Agama Islam (khususnya pada keaktifan siswa pada pembelajaran Pendidikan Agama
Islam)
G. Definisi Operasional
Agar terhindar dari kesalahpahaman akan pengertian judul di atas, maka
penulis menjelaskan batasan judul di atas sebagai berikut:
1. Model pembelajaran Student Facilitator And Explaining
Model pembelajaran Student Facilitator and Explaining merupakan rangkaian penyajian materi ajar yang diawali dengan penjelasan secara
terbuka, memberi kesempatan siswa untuk menjelaskan kembali kepada
rekan-rekannya, dan diakhiri dengan penyampaian semua materi kepada
siswa.11
2. Keaktifan belajar
11 Miftahul Huda. Model-Model Pengajaran Dan Pembelajaran, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2013)
Pembelajaran aktif secara sederhana didefinisikan sebagai metode
pengajaran yang melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran.
Pembelajaran aktif mengkoordinasikan agar siswa selalu melakukan
pengalaman belajar yang bermakna dan senantiasa berpikir tentang apa yang
dapat dilakukannya selama pembelajaran.12
Sehingga keaktifan belajar adalah suatu kegiatan yang dilakukan
peserta didik dalam memahami apa yang dipelajari. Proses pembelajaran
yang sedemikian rupa dapat membantu guru dalam memahami bagaimana
peserta didik belajar.
3. Pendidikan Agama Islam
Di dalam GBPP Pendidikan Agama Islam di sekolah umum,
dijelaskan bahwa pendidikan agama Islam adalah usaha sadar untuk
menyiapkan siswa dalam meyakini, memahami, menghayati, dan latihan
dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain dalam
hubungan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk
mewujudkan persatuan nasional. Dari pengertian tersebut dapat ditemukan
beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran pendidikan
agama Islam, yaitu sebagai berikut:13
a. Pendidikan Agama Islam sebagai usaha sadar yakni suatu kegiatan
bimbingan, pengajaran atau latihan yang dilakukan secara berencana
dan sadar atas tujuan yang hendak dicapai.
b. Peserta didik yang hendak disiapkan untuk mencapai tujuan, dalam arti
ada yang dibimbing, diajari atau dilatih dalam peningkatan keyakinan,
pemahaman, penghayatan dan pengalaman terhadap ajaran agama
Islam.
c. Pendidik atau Guru Pendidikan Agama Islam (GPAI) yang melakukan
kegiatan bimbingan, pengajaran atau latihan secara sadar terhadap
peserta didiknya untuk mencapai tujuan Pendidikan Agama Islam.
H. Sistematika Pembahasan
Dalam sistematika pembahasan ini terdiri dari beberapa bagian yaitu:
1. Bagian muka terdiri dari Halaman Sampul Dalam, Persetujuan Pembimbing, Pengesahan Tim Penguji Skripsi, Pertanyaan Keaslian Tulisan, Motto,
Persembahan, Abstrak, Kata Pengantar, Daftar Isi, Daftar Tabel, Daftar
Gambar Dan Daftar Lampiran.
2. Bagian isi memuat tentang:
a. BAB I: Pendahuluan yang memuat tentang Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Asumsi
Penelitian/Hipotesis Penelitian, Ruang Lingkup dan Keterbatasan
b. BAB II: Kajian Pustaka, meliputi Model Pembelajaran Student Facilitator and Explaining, Keaktifan Siswa dalam Belajar, Pendidikan Agama Islam, Pengaruh Model Pembelajaran Student Facilitator and Explaining Terhadap Keaktifan Siswa dalam Belajar, dan Hipotesis.
c. BAB III: Metode penelitian meliputi Jenis Penelitian, Rancangan Penelitian, Variabel, Indikator dan Instrumen Penelitian, Populasi dan
Sampel, Metode Pengumpulan Data, Metode Analisis Data
d. BAB IV: Pembahasan dan diskusi hasil penelitian membahas pertama Gambaran Umum SDN Kedungrejo Waru Sidoarjo, Data Hasil Angket
tentang Penggunaan Model Pembelajaran Student Facilitator and Explaining, Hasil Observasi tentang Keaktifan Siswa dalam Belajar, Analisis Data dan Pengujian Hipotesa
e. BAB V: Berisi tentang Simpulan dan Saran-saran.
13
A. Tinjauan Model Pembelajaran Student Facilitator and Explaining
1. Pengertian Model Pembelajaran Student Facilitator and Explaining
Dalam dunia pendidikan, Strategi pembelajaran dapat diartikan
sebagai perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. ada dua pengertian penting
dari istilah tersebut:14
a. Strategi pembelajaran merupakan rencana tindakan (rangkaian kegiatan) termasuk penggunaan metode dan pemanfaatan berbagai
sumber daya/kekuatan dalam pembelajaran. Ini berarti penyusunan suatu strategi baru sampai pada proses penyusunan rencana kerja belum sampai pada tindakannya.
b. Strategi disusun untuk mencapai tujuan tertentu. Dengan demikian, penyusunan langkah-langkah pembelajaran, pemanfaatan berbagai
fasilitas dan sumber belajar semuanya diarahkan dalam upaya pencapaian tujuan. Oleh karena itu, sebelum menentukan strategi perlu dirumuskan tujuan yang jelas yang dapat dikukur
keberhasilannya sebab tujuan adalah jiwanya dalam implementasi suatu strategi.
Model pembelajaran adalah suatu perencanaan digunakan sebagai
pedoman dalam merencanakan pembelajaran agar aktivitas belajar mengajar dapat berjalan dengan baik yang sesuai dengan tujuan yang
telah dibentuk sebelumnya. Karena dengan adanya model pembelajaran seorang pendidik akan merasakan adanya kemudahan dalam proses pelaksanaannya di kelas. Dengan demikian, bisa terjadi satu strategi
pembelajaran digunakan beberapa model pembelajaran.15
Oleh karena itu strategi berbeda dengan model. Strategi menunjuk pada sebuah perencanaan untuk mencapai tujuan, sedangkan model adalah
pedoman yang dapat digunakan untuk melaksanakan strategi.
Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang
seseorang terhadap proses pembelajaran. Pendekatan merujuk kepada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat
umum.16
Oleh karena itu strategi dan model pembelajaran yang digunakan dapat bersumber atau tergantung dari pendekatan tertentu. Dari penjelasan
di atas maka dapat disimpulkan bahwa suatu strategi pembelajaran yang
diterapkan guru akan tergantung pada pendekatan yang digunakan, sedangkan bagaimana menjalankan strategi itu dapat ditetapkan berbagai
model pembelajaran.
Model pembelajaran Student Facilitator and Explaining merupakan rangkaian penyajian materi ajar yang diawali dengan
penjelasan secara terbuka, memberi kesempatan siswa untuk menjelaskan kembali kepada rekan-rekannya, dan diakhiri dengan penyampaian semua materi kepada siswa.17 Gagasan dari strategi pembelajaran ini adalah bagaimana guru mampu menyajikan atau mendemonstrasikan materi didepan siswa lalu memberikan mereka kesempatan untuk menjelaskan
kepada teman-temannya.
Sedangkan menurut Agus Student Facilitator and Explaining mempunyai arti metode yang menjadikan siswa dapat membuat peta
konsep maupun bagan untuk meningkatkan kreativitas siswa dan prestasi belajar siswa.18 Sehingga model pembelajaran Student Facilitator and Explaining menjadikan siswa sebagai facilitator dan diajak berpikir secara
kreatif sehingga menghasilkan pertukaran informasi yang lebih mendalam dan lebih menarik sehingga menimbulkan percaya diri pada siswa untuk
menghasilkan karya yang diperlihatkan kepada teman-temannya.
17 Miftahul Huda. op.cit, h, 228
Selain penjelasan di atas Model pembelajaran Student Facilitator and Explaining juga memiliki arti yakni model pembelajaran ini merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan pada
struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi peserta didik dan memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan materi.19 Penerapan model pembelajaran harus bisa memperbanyak pengalaman serta meningkatkan motivasi belajar yang mempengaruhi keaktifan belajar peserta didik, yaitu dengan menggunakan model pembelajaran Student
Facilitator and Explaining. Dengan menggunakan model pembelajaran ini
dapat meningkatkan antusias, motivasi, keaktifan dan rasa senang. Oleh
karena itu, sangat cocok dipilih guru untuk digunakan karena mendorong peserta didik menguasai beberapa keterampilan diantaranya berbicara,
menyimak, dan pemahaman pada materi.20
2. Langkah-langkah Model Pembelajaran Student Facilitator and Explaining
Tahap-tahap model pembelajaran Student Facilitator and
Explaining adalah sebagai berikut:21
a. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.
19 Aris Shoimin, op.cit, h. 183 20 Ibid., h.184
b. Guru mendemonstrasikan atau menyajikan garis-garis besar materi pembelajaran.
c. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menjelaskan
kepada siswa lainnya, misalnya melalui bagan atau peta konsep hal ini bisa dilakukan secara bergiliran atau acak.
d. Guru menyimpulkan ide atau pendapat siswa.
e. Guru menerangkan semua materi yang disajikan saat itu. f. Penutup.
3. Kelebihan dan kelemahan dalam Model Pembelajaran Student Facilitator and Explaining
Beberapa Kelebihan dalam menggunakan model pembelajaran Student Facilitator and Explaining sebagai berikut:22
a. Membuat materi yang disampaikan lebih jelas dan konkret.
b. Meningkatkan daya ingat atau daya serap siswa karena pembelajaran yang dilakukan dengan demonstrasi.
c. Melatih siswa untuk menjadi guru, karena siswa diberi kesempatan
untuk mengulangi penjelasan guru yang telah di dengar.
d. Memacu motivasi siswa untuk menjadi yang terbaik dalam
menjelaskan materi ajar.
e. Mengetahui kemampuan siswa dalam menyampaikan ide atau gagasan atau pendapat.
Akan tetapi, dalam menggunakan model pembelajaran Student
Facilitator and Explaining ini juga memiliki kelemahan, sebagai berikut:23
a. Siswa pemalu sering kali sulit untuk mendemonstrasikan apa yang
diperintahkan oleh guru.
b. Tidak semua siswa memiliki kesempatan yang sama untuk melakukannya (menjelaskan kembali kepada teman-temannya karena
keterbatasan waktu pembelajaran).
c. Adanya pendapat yang sama sehingga hanya sebagian saja yang tampil.
d. Tidak mudah bagi siswa untuk membuat peta konsep atau menerangkan materi ajar secara ringkas.
B. Tinjauan Umum Tentang Keaktifan Belajar
1. Pengertian Keaktifan Belajar
Keaktifan berasal dari kata aktif yaitu: giat bekerja atau berusaha dan punya rasa ingin tahu yang lebih tinggi24. Pembelajaran aktif secara sederhana didefinisikan sebagai metode pengajaran yang melibatkan siswa
secara aktif dalam proses pembelajaran. Pembelajaran aktif
23 Ibid.
mengkoordinasikan agar siswa selalu melakukan pengalaman belajar yang bermakna dan senantiasa berpikir tentang apa yang dapat dilakukannya
selama pembelajaran.25
Menurut Charles C. Bonwell dan J.A Eison (1991) seluruh bentuk pengajaran yang berfokus pada siswa sebagai penanggung jawab
pembelajaran adalah pembelajaran aktif. Jadi menurut kedua ahli tersebut, pemelajaran aktif mengacu pada pembelajaran berbasis siswa.26
Dalam model pembelajaran inovatif, siswa dilibatkan secara aktif
dan bukan hanya dijadikan sebagai obyek. Pembelajaran tidak lagi berpusat pada guru melainkan pada siswa. guru memfasilitasi siswa untuk belajar sehingga mereka lebih leluasa untuk belajar. Dalam pembelajaran
inovatif, metode yang digunakan bukan lagi bersifat monoton seperti metode ceramah melainkan metode yang bersifat fleksibel dan dinamis
sehingga dapat memenuhi kebutuhan siswa secara menyeluruh. Dengan adanya ide-ide kreatif peserta didik sehingga menumbuhkan kemampuan
berpikir dan membiasakan diri untuk aktif dalam pembelajaran.27
Keaktifan siswa tidak dipengaruhi oleh hadir atau tidaknya guru. Untuk itu, seorang guru harus memiliki kreativitas guna menunjang
pembelajarannya. Sehingga keaktifan belajar siswa dapat dilakukan secara
25 Warsono, Hariyanto. op.cit, h. 12 26 Ibid., h. 14
terus menerus dan diulang-ulang guna terjadinya suatu perubahan yang diharapkan.
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keaktifan Belajar
Secara garis besar faktor-faktor yang mempengaruhi keaktifan belajar pada siswa dapat dikelompokkan menjadi dua faktor yaitu faktor
intern dan faktor ekstern.28 a. Faktor intern
Merupakan faktor yang ada pada diri siswa, faktor ini terdiri dari
dua faktor yaitu, faktor fisiologis dan psikologis
1) Faktor fisiologis
Merupakan keadaan jasmani anak yang berpengaruh terhadap aktivitas belajar. Jadi keadaan jasmani pada diri siswa
harus dijaga dengan baik.
2) Faktor psikologis
Merupakan faktor yang mencakup jiwa atau rohani yang
pada umumnya dapat dikatakan sebagai hal yang mendorong aktivitas belajar atau hal yang merupakan alasan dilakukannya
belajar.
Menurut Arden N Frandsen, bahwa hal yang mendorong aktivitas belajar adalah sebagai berikut;
a) Adanya sifat ingin tahu dan ingin menyelidiki dengan luas
b) Adanya sifat yang kreatif yang ada pada diri manusia dan keinginan untuk selalu maju
c) Adanya keinginan mendapatkan rasa simpati dari orang tua, guru dan teman.
d) Adanya keinginan untuk memperbaiki kegagalan yang lalu
dengan usaha yang baru
e) Adanya keinginan untuk mendapatkan rasa aman, bila
menguasai pelajaran
f) Adanya ganjaran atau hukuman sebagai akhir dari belajar Keinginan tersebut tidak dapat lepas satu sama lainnya,
karena merupakan satu kesatuan dari keseluruhan perihal mendorong anak aktif untuk belajar.29
b. Faktor ekstern
Merupakan faktor yang datangnya dari luar anak didik, yang dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu:30
1) Faktor non sosial
Merupakan faktor yang tidak ada kaitannya antara individu dengan yang lain, akan tetapi individu dengan keadaan lingkungan sekitar. Misalnya keadaan cuaca, udara, waktu yang
tidak tepat, alat-alat yang dipakai untuk belajar dan sebagainya. semua faktor tersebut harus diatur sedemikian rupa sehingga
dapat membantu aktivitas anak didik dalam belajar secara maksimal.
2) Faktor sosial
Merupakan faktor yang berhubungan dengan manusia, baik kehadiran langsung maupun tidak langsung. Faktor sosialisasi ini
meliputi metode pembelajaran, situasi dan motivasi belajar. Kehadiran seseorang saat anak didik melakukan aktifitas belajar mungkin dapat mengganggu anak didik tersebut. Misalnya anak
yang sedang belajar, kemudian ada salah satu temannya yang membuat kegaduhan, maka hal ini akan dapat mengganggu
konsentrasi anak didik tersebut.
3. Penerapan keaktifan belajar siswa
Penerapan pembelajaran aktif inovatif dalam proses pembelajaran
harus diperhatikan dengan benar yaitu dengan cara, sebagai berikut:31
1. Siswa langsung terlibat kedalam berbagai kegiatan yang dapat mengembangkan pemahaman dan kemampuan mereka dengan penekanan pada belajar melalui praktik.
2. Guru dituntut untuk menggunakan berbagai alat bantu dan berbagai cara dalam membangkitkan semangat, termasuk menggunakan
lingkungan sebagai sumber belajar untuk menjadikan pembelajaran menarik, menyenangkan, dan cocok bagi siswa.
3. Guru harus bisa mengatur kelas dengan berbagai variasi seperti
memajang buku-buku dan bahan belajar yang lebih menarik dan menyediakan alat-alat pembelajaran.
4. Guru menerapkan tentang cara mengajar yang lebih baik kooperatif dan interaktif, termasuk cara belajar kelompok dalam segala suasana. 5. Guru mendorong, memberikan motivasi siswa untuk menemukan cara
sendiri dalam pemecahan suatu masalah dan guru memberikan motivasi kepada siswa untuk mengungkapkan gagasannya, dan
melibatkan siswa dalam menciptakan lingkungan sekolahnya.
Pembelajaran aktif diperlihatkan dan dipraktikkan dengan berbagai kegiatan yang terjadi selama kegiatan belajar mengajar. Dengan demikian
selama proses pembelajaran akan mengajak siswa lebih aktif, karena proses pembelajaran yang dapat membangkitkan keaktifan siswa tersebut
Ada beberapa metode yang membuat siswa lebih aktif dalam segala macam mata pelajaran, dengan memberikan sedikit materi dan memberikan peluang kepada siswa untuk bertanya, jangan membuat siswa
takut, berikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk berekspresi dalam belajarnya, misalnya siswa terlibat aktif dalam belajar. Siswa
belajar segala materi secara bermakna dengan bekerja dan berpikir. Siswa belajar bagaimana belajar itu.32
Belajar yang bermakna terjadi bila siswa atau anak didik berperan
secara aktif dalam proses belajar dan akhirnya mampu memutuskan apa yang akan dipelajari dan cara implementasinya.33Pada dasarnya berusaha untuk memperkuat dan memperlancar stimulus yang diberikan guru dan respon anak didik dalam pembelajaran, sehingga proses pemelajaran menjadi suatu hal yang menyenangkan tidak menjadi hal yang
membosankan bagi mereka.
Dengan demikian belajar aktif, pada anak didik dapat membantu ingatan mereka, sehingga dapat dihantarkan kepada tujuan pembelajaran
dengan sukses. Karena setiap materi pelajaran harus dikaitkan dengan berbagai pengetahuan dan pengalaman yang ada sebelumnya. materi
pelajaran yang baru disediakan secara aktif dengan
32 Ibid., h. 128
pengetahuan yang ada, agar siswa dapat belajar secara aktif oleh karena itu, guru perlu menciptakan strategi yang tepat guna sedemikian rupa,
sehingga peserta didik mempunyai motivasi yang tinggi untuk belajar.34
4. Suasana keaktifan belajar siswa
Suasana pengajaran yang tenang, terjadinya dialog yang kritis
antara siswa dengan guru, dan menumbuhkan suasana yang aktif diantaranya siswa tentunya akan memberikan nilai lebih pada proses pengajaran. Sehingga keberhasilan siswa dalam belajar dapat meningkat
secara maksimal.35 Karena suasana belajar dalam pembelajaran aktif diharapkan kondusif dan mendukung pembelajaran karena:36
a. Setiap anak bebas melakukan interaksi sosial dengan peserta didik lainnya
b. Terjalin hubungan sosial yang baik antara guru dengan siswa, saling
menghormati dan tahu peran dan posisi masing-masing
c. Suasana kelas nyaman dan menyenangkan, penuh dengan pajangan
(display) karya siswa
d. Bilamana diperlukan ada aktivitas pembelajaran di luar kelas.
34 Ibid., h.108-109
Sarana pembelajaran diharapkan sebagai berikut:37
a. Tersedia cukup media pembelajaran untuk berbagai aktivitas siswa b. Pengaturan ruang bersifat fleksibel sehingga siswa dapat dengan
bebas membentuk kelompok atau kembali belajar klasikal
c. Media yang tersedia selalu terawat dan terkontrol dengan baik,
sehingga selalu siap digunakan baik oleh guru maupun siswa
d. Guru kelas bukan satu-satunya sumber belajar bagi anak didik, dapat juga guru kelas lain atau guru bidang studi lain, kepala sekolah, guru
bimbingan konseling, karyawan, atau bahkan narasumber dari luar termasuk orang tua siswa dapat juga menjadi sumber belajar.
e. Setiap peserta didik pada hakikatnya menjadi sumber belajar bagi peserta didik yang lain
5. Sikap guru yang menerapkan keaktifan belajar siswa
Sesuai dengan penjelasan di atas, yaitu menciptakan suasana yang mengembangkan inisiatif dan tanggung jawab belajar siswa, maka sikap
dan perilaku guru hendaknya:
a. Terbuka, mau mendengarkan pendapat siswa
b. Membiasakan siswa untuk mendengarkan bila guru atau siswa lain
berbicara/bertanya.
c. Menghargai perbedaan pendapat
d. Menumbuhkan rasa percaya diri siswa
e. Memberi umpan balik terhadap hasil kerja siswa f. Tidak terlalu cepat membantu siswa
g. Tidak kikir memuji atau menghargai.
h. Tidak menertawakan pendapat atau hasil karya siswa sekalipun
kurang berkualitas.
i. Mendorong siswa untuk tidak takut salah
j. Mampu mendorong siswa berani menanggung resiko
Terkait dengan keberhasilan belajar yang aktif, MC Keachie mengemukakan adanya tujuh dimensi implementasi pembelajaran siswa
aktif yang meliputi:38
a. Partisipasi siswa dalam menentukan tujuan kegiatan pembelajaran b. Penekanan pada aspek afektif dalam pembelajaran
c. Partisipasi siswa dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar terutama yang berbentuk interaksi antar murid
d. Penerimaan guru terhadap perbuatan atau sumbangan siswa yang kurang relevan atau karena siswa berbuat kesalahan.
e. Keeratan hubungan kelas sebagai kelompok
f. Kesempatan yang diberikan kepada siswa untuk mengambil keputusan yang penting dalam kegiatan sekolah.
g. Jumlah waktu yang digunakan menangani masalah pribadi siswa, baik yang berhubungan atau pun yang tidak berhubungan dengan materi pelajaran
C. Tinjauan Umum Pendidikan Agama Islam.
1. Pengertian Pendidikan Agama Islam
Di dalam UUSPN No. 2/1989 Pasal 39 ayat 2 dijelaskan bahwa pendidikan agama merupakan usaha untuk memperkuat iman dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama yang
dianut oleh peserta didik yang bersangkutan dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antar
umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional. Dalam konsep Islam iman merupakan potensi rohani yang harus diaktualisasikan dalam bentuk amal saleh, sehingga menghasilkan prestasi
rohani (iman) yang disebut takwa. Kualitas amal saleh ini akan menentukan derajat ketakwaan (prestasi rohani/iman) seseorang dihadapan
Allah SWT.39
Di dalam GBPP Pendidikan Agama Islam di sekolah umum, dijelaskan bahwa pendidikan agama Islam adalah usaha sadar untuk
menyiapkan siswa dalam meyakini, memahami, menghayati, dan latihan dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain dalam
hubungan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional. Dari pengertian tersebut dapat ditemukan beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran pendidikan
agama Islam, yaitu sebagai berikut:40
a. Pendidikan Agama Islam sebagai usaha sadar yakni suatu kegiatan
bimbingan, pengajaran atau latihan yang dilakukan secara berencana dan sadar atas tujuan yang hendak dicapai.
b. Peserta didik yang hendak disiapkan untuk mencapai tujuan, dalam arti
ada yang dibimbing, diajari atau dilatih dalam peningkatan keyakinan, pemahaman, penghayatan dan pengalaman terhadap ajaran agama Islam.
c. Pendidik atau guru Pendidikan Agama Islam yang melakukan kegiatan bimbingan, pengajaran atau latihan secara sadar terhadap peserta didiknya untuk mencapai tujuan Pendidikan Agama Islam.
d. Pendidikan Agama Islam diarahkan untuk meningkatkan keyakinan, pemahaman, penghayatan dan pengalaman ajaran agama Islam dari
peserta didik, untuk membentuk keshalehan atau kualitas pribadi, juga untuk membentuk keshalehan sosial.
Rumusan tujuan ini mengandung pengertian bahwa proses
Pendidikan Agama Islam yang dilalui dan dialami oleh siswa di sekolah di mulai dari tahapan kognisi, yakni pengetahuan dan pemahaman siswa
terhadap ajaran dan nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran Islam, untuk selanjutnya menuju ke tahapan afektif yakni terjadinya proses internalisasi nilai agama ke dalam diri siswa, dalam arti menghayati dan meyakininya.
2. Tujuan dan Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam
Secara umum Pendidikan agama Islam bertujuan untuk
meningkatkan keimanan, pemahaman, penghayatan dan pengalaman peserta didik tentang agama Islam, sehingga menjadi manusia Muslim yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT serta berakhlak mulia
dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.41
Tujuan pendidikan atau pembelajaran di sekolah dasar pada umumnya dan sekolah dasar khususnya adalah sebagai usaha sadar untuk
menyiapkan siswa agar memahami (knowing), terampil melaksanakan (doing), dan mengamalkan (being) agama kegiatan pendidikan atau
pembelajaran. Berdasarkan definisi pendidikan agama ini, maka tujuan pendidikan agama di sekolah ialah anak memahami, terampil, melaksanakan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari sehingga
menjadi orang yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT, berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara.42
Menurut Zuhairini (1983), tujuan Pendidikan Agama Islam di lembaga-lembaga pendidikan formal di Indonesia ini dapat dibagi menjadi
dua macam, yakni tujuan umum dan tujuan khusus.43
a. Tujuan Umum
Tujuan umum pendidikan agama ialah membimbing anak agar
mereka menjadi orang Muslim sejati, beriman teguh, beramal saleh dan berakhlak mulia serta berguna bagi masyarakat, agama dan negara. Tujuan pendidikan agama tersebut merupakan tujuan yang hendak
dicapai oleh setiap orang yang melaksanakan pendidikan agama, karena dalam mendidik agama perlu ditanamkan terlebih dahulu ialah
keimanan yang teguh, sebab dengan adanya keimanan yang teguh ini, maka akan menghasilkan ketaatan menjalankan kewajiban agama. b. Tujuan Khusus
Tujuan khusus Pendidikan Agama ialah tujuan pendidikan agama pada setiap tahap atau tingkat yang dilalui, seperti tujuan pendidikan
agama untuk sekolah dasar berbeda dengan tujuan pendidikan agama pada sekolah menengah, dan berbeda pula untuk perguruan tinggi.
Dari definisi perumusan Pendidikan Agama Islam di atas bahwa
tujuan terakhir Pendidikan Agama Islam terletak pada realisasi sikap
penyerahan diri sepenuhnya pada Allah SWT, baik secara perseorangan, masyarakat maupun sebagai umat manusia keseluruhannya.
Untuk mencapai tujuan dan kemampuan-kemampuan tersebut,
maka ruang lingkup Pendidikan Agama Islam meliputi keserasian, keselarasan, dan keseimbangan antara:
a. Hubungan manusia dengan Allah SWT b. Hubungan manusia dengan sesama manusia c. Hubungan manusia dengan dirinya sendiri
d. Hubungan manusia dengan makhluk lain (selain manusia) dan lingkungannya.
Pada dasarnya ruang lingkup pendidikan agama silam meliputi tujuh unsur pokok yaitu: Al-Qur'an Hadits, Keimanan, Syari'ah, Ibadah, Mu'amalah, Akhlak dan Tarikh (sejarah Islam) yang menekankan pada
perkembangan politik.44
Menurut Muhaimin (2001), Pendidikan Agama Islam yang
diajarkan di sekolah di mulai dari tahapan kognisi, kemudian menuju tahapan afeksi, selanjutnya tahapan psikomotorik yaitu pengalaman ajaran Islam oleh peserta didik.45 Tujuan pendidikan agama Islam tersebut
44 Abdul Majid dan Dian Andayani. Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), h. 134
dicapai melalui materi-materi yang didapatkan kedalam lima unsur pokok yaitu Al-Qur'an, Keimanan, Akhlak, Fikih, dan Bimbingan Ibadah, serta Tarikh atau Sejarah yang lebih menekankan pada perkembangan ajaran
agama, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan. Pemberian materi ini diharapkan data memberikan kemampuan-kemampuan dasar yang harus
dimiliki lulusan sekolah dasar, yaitu memiliki landasan iman yang benar, yang diukur dengan indikator-indikator, di bawah ini:46
a. Siswa mampu melaksanakan atau menjelaskan kehidupan beribadah
b. Siswa mengenal kitab suci sesuai dengan umur anak
c. Siswa mampu membiasakan adab sopan santun yang baik sesuai
dengan ajaran agama
d. Siswa memiliki pemahaman tentang kehidupan para Nabi/Rasul terutama masa kecil
e. Siswa mengenal cara membaca kitab suci dalam bahasa Ali dan memahami pengertian-pengertiannya dalam bagian tertentu.
3. Fungsi Pendidikan Agama Islam
Pendidikan Agama Islam untuk sekolah berfungsi sebagai bentuk:47
46 Ibid., h. 278
a. Pengembangan, yaitu meningkatkan keimanan dan ketakwaan peserta didik kepada Allah SWT yang telah ditanamkan dalam lingkungan keluarga.
b. Penanaman nilai sebagai pedoman hidup untuk mencari kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.
c. Penyesuaian mental, yaitu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan dapat mengubah dan menjaganya sesuai dengan ajaran agama Islam.
d. Perbaikan, yaitu untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan, kekurangan-kekurangan dan kelemahan-kelemahan peserta didik
dalam keyakinan, dan pengamalan ajaran dalam kehidupan sehari-hari.
e. Pencegahan, yaitu untuk menangkal hal-hal negatif dari
lingkungannya atau dari budaya lain yang dapat menghambat perkembangan menuju Indonesia seutuhnya.
f. Pengajaran tentang ilmu pengetahuan keagamaan secara umum (alam nyata dan non nyata), sistem dan fungsinya.
g. Penyaluran, yaitu untuk mengeluarkan anak yang memiliki bakat
khusus di bidang agama Islam agar bakat tersebut dapat berkembang secara optimal sehingga dapat dimanfaatkan untuk dirinya sendiri dan
D. Tinjauan Pengaruh Model Pembelajaran Student Facilitator and Explaining terhadap Keaktifan siswa dalam Belajar
Belajar merupakan suatu perubahan tingkah laku melalui latihan atau
pengalaman yang menyangkut aspek kepribadian baik fisik maupun psikis. Proses belajar adalah berbuat, beraksi, mengalami, menghayati. Pengalaman berarti
menghayati situasi-situasi yang sebenarnya dan beraksi dengan sungguh-sungguh terhadap berbagai aspek situasi itu demi tujuan-tujuan yang nyata bagi pelajar.
Dalam pelaksanaan model pembelajaran Student Facilitator and
Explaining untuk meningkatkan beberapa siswa menjadi aktif dapat dilihat dari
berbagai model pembelajaran/metode yang telah diberikan atau digunakan dalam kegiatan belajar mengajar di lingkungan sekolah. Dengan model pembelajaran
Student Facilitator and Explaining diharapkan siswa secara mandiri bertindak
atau melakukan kegiatan dalam proses belajar karena materi pelajaran akan lebih
mudah dikuasai dan lebih lama diingat jika siswa mendapat pengalaman langsung dalam belajar.
Model pembelajaran Student Facilitator and Explaining merupakan salah satu bagian dari active learning yang besar pengaruhnya terhadap belajar karena bila proses belajar mengajar tidak menarik siswa maka siswa tidak akan antusias
bahan pelajaran yang dibungkus dengan proses belajar mengajar dengan menarik akan mudah disimpan dalam otak.
Menurut John Holt (1967) proses belajar akan meningkat jika siswa
diminta untuk melakukan hal-hal sebagai berikut:
1. Mengemukakan kembali informasi dengan kata-kata mereka sendiri
2. Memberikan contoh
3. Mengenali dalam bermacam-macam bentuk situasi
4. Melihat kaitan antara informasi tersebut dengan fakta atau gagasan lain
5. Menggunakan dengan beragam cara 6. Menyediakan sejumlah konsekuensinya
7. Menyebutkan lawan atau kebalikannya.48
Bagi guru sebagai pendidik hendaknya memperhatikan bagaimana agar anak mempunyai semangat dalam menerima pelajaran dan aktif di dalam proses
belajar pembelajaran. Oleh sebab itu tugas pendidik adalah membimbing dan menyediakan kondisi agar peserta didik dapat mengembangkan bakat dan
potensinya.
Dengan model pembelajaran Student Facilitator and Explaining yang merupakan bagian dari pembelajaran active learning diharapkan siswa dapat
membiasakan peserta didik belajar aktif secara individu dan membantu peserta didik merefleksikan pengalaman-pengalaman yang telah mereka alami.49
Pada pembelajaran active learning merupakan suatu langkah dalam proses
pembelajaran yang mengutamakan perbuatan secara langsung dari peserta didik dengan materi yang diberikan oleh guru sebagai instruktur belajar sekaligus
sebagai mitra untuk menuntaskan belajar secara aktif yang artinya bahwa model pembelajaran ini memang dirancang mengarahkan siswa untuk aktif belajar.
Dari beberapa uraian di atas, penulis berkesimpulan bahwa model
pembelajaran Student Facilitator and Explaining berpengaruh terhadap keaktifan belajar siswa. Sedangkan secara emperik hipotesis belum dapat dibuktikan, oleh karena itu untuk membuktikan hipotesis penulis mengadakan penelitian di SDN
Kedungrejo Waru Sidoarjo.
E. Hipotesis Penelitian
Yang dimaksud dengan hipotesis adalah jawaban sementara terhadap masalah penelitian yang kebenarannya masih diuji secara empiris.50 Sedangkan menurut Suharsimi Arikunto dalam bukunya yang berjudul ”Prosedur penelitian suatu pendekatan praktek” disebutkan bahwa hipotesis dapat diartikan sebagai
49 Ismail SM. Strategi Pembelajaran Agama Islam Berbasis Paikem, ( Semarang: Sagha Grafika, 2008),h. 75
suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul.51
Jadi yang dimaksud hipotesis penelitian adalah jawaban dari permasalahan
sebuah penelitian yang masih bersifat sementara, yang kebenarannya dapat dibuktikan setelah penelitian dilaksanakan.
Berdasarkan kerangka berpikir di atas, maka penulis merumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut:
1. Hipotesis kerja/ hipotesis Aternatif ( H )
H = Terdapat pengaruh penerapan model pembelajaran Student Facilitator and Explaining terhadap keaktifan siswa pada
pembelajaran Pendidikan Agama Islam kelas V SDN Kedungrejo
Waru Sidoarjo.
2. Hipotesis nol/ nihil (H )
H = Tidak terdapat pengaruh penerapan model pembelajaran Student
Facilitator and Explaining terhadap keaktifan siswa pada
pembelajaran Pendidikan Agama Islam kelas V SDN Kedungrejo Waru Sidoarjo.
39
Untuk memperoleh hasil penelitian yang baik dan dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya maka seseorang peneliti harus dapat
memahami dan menggunakan cara atau metode yang benar dalam penulisan
tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian itu lazimnya dikatakan sebagai
metodologi penelitian.
Metodologi penelitian dalam suatu penelitian ilmiah mempunyai
kedudukan yang sangat penting karena di dalamnya membicarakan tatakerja dan
cara pemecahan secara sistematis yang ditempuh peneliti. Metode penelitian
adalah suatu cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan
tertentu. sehingga dapat menemukan suatu jawaban dari permasalahan tersebut
yang bersifat rasional, sistematis, dan emperis.
Berikut akan diterangkan mengenai hal-hal yang berkenan dengan masalah
metodologi penelitian dan pendekatan penelitian, variabel penelitian, jenis data
dan sumber data.
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian kuantitatif, yaitu jenis penelitian
data numerik (data berbentuk angka) atau data kualitatif yang
diangkakan/scoring.52 Pemilihan jenis penelitian kuantitatif karena pada penelitian ini bertujuan untuk menguji suatu teori/hipotesis yang menjelaskan tentang
hubungan antara fenomena sosial yang sedang terjadi. Pengujian tersebut
dimaksudkan untuk mengetahui apakah teori/hipotesis yang ditetapkan didukung
oleh kenyataan atau bukti-bukti empiris atau tidak, bila bukti-bukti yang
dikumpulkan mendukung, maka teori/hipotesis tersebut dapat diterima, atau
sebaliknya jika tidak mendukung maka tertolak dan perlu direvisi kembali.
Untuk rancangan penelitiannya penulis menentukan beberapa tahap antara
lain:
1. Menentukan Masalah Penelitian.
Dalam menentukan masalah penelitian ini penulis mengadakan studi
tentang pengaruh model pembelajaran Student Facilitator and Explaining
terhadap keaktifan belajar siswa.
2. Pengumpulan Data
Tahap ini berisi metode penelitian yang akan digunakan oleh peneliti yang
terbagi dalam beberapa tahap yaitu:
a. Menentukan sumber data, dalam penentuan sumber data ini adalah
Kepala Sekolah, guru Pendidikan Agama Islam, dan siswa.
b. Mengumpulkan data, dalam pengumpulan data ini penulis
menggunakan metode wawancara/interview, observasi, dan angket.
3. Analisis dan penyajian data berupa penulisan skripsi ini.
Rancangan penelitian diartikan sebagai model pembelajaran mengatur
langkah latar belakang penelitian agar peneliti memperoleh data yang valid sesuai
dengan karakteristik variabel dan tujuan penelitian.
Rancangan penelitian yang digunakan yaitu untuk mencari pengaruh
antara variabel X (Independent Variabel) terhadap variabel Y (Dependent
Variabel). Hal ini sesuai dengan problema dalam skripsi ini, yaitu untuk
menemukan pengaruh antara model pembelajaran Student Facilitator and
Explaining (Variabel Bebas/ Independent Variabel) dengan keaktifan siswa pada pembelajaran Pendidikan Agama Islam (Variabel Terikat/ Dependent Variabel).
Untuk mengetahui bagaimana hubungan antara kedua variable tersebut
dapat penulis gambarkan sebagai berikut:
X Y
Maksudnya adalah bahwa hubungan antara kedua variabel di atas saling
berpengaruh dimana variable X (Model Pembelajaran Student Facilitator and
Adapun rancangan penelitian adalah sebagai berikut:
1. Penentuan populasi yang akan dilakukan oleh peneliti(observer) sebelum
menyebarkan angket
2. Menyebarkan angket pada siswa kelas V SDN Kedungrejo Waru Sidoarjo
3. Analisis hasil angket yang telah disebarkan
4. Tahap pembuktian menggunakan model pembelajaran Student Facilitator
and Explaining (menulis pengalaman secara langsung) dengan pantauan secara langsung oleh peneliti sekaligus observasi tentang keaktifan belajar
siswa selama melaksanakan penelitian. Hal tersebut diperlukan untuk
melihat kebenaran yang diungkapkan responden dalam angket.
5. Dari hasil penelitian yang diperoleh, maka peneliti mengambil kesimpulan
dan memberi saran serta membuat laporan dalam bentuk skripsi.
B. Variabel dan Instrumen Penelitian
1. Variabel Penelitian
Variabel penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk
apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh
informasi tentang hal tersebut kemudian ditarik kesimpulan.53 Variabel adalah
konstruk yang sifatnya sudah diberi nilai dalam bentuk bilangan atau konsep
53 Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D, (Bandung: Alfabeta, 2010), cet
yang mempunyai dua nilai atau lebih pada suatu kontinum. Nilai suatu
variabel dapat dinyatakan dengan angka atau kata-kata.54
Menurut hubungan antara satu variabel dengan variabel yang lain
maka variabel dalam penelitian dapat dibedakan menjadi dua yaitu variabel
independen dan variabel dependent.55
a. Variabel independen
Variabel independen disebut juga dengan variabel bebas.
Variabel independen merupakan variabel yang mempengaruhi atau
yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependent.
Misalnya pada penggunaan model pembelajaran Student Facilitator and
Explaining.
b. Variabel dependen
Variabel dependen disebut juga variabel terikat. Variabel
dependen merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi
akibat, karena adanya variabel bebas. Misalnya pada “keaktifan siswa
dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam”.
2. Instrumen Penelitian
Dalam penelitian pada prinsipnya adalah melakukan pengukuran
maka harus ada alat ukur yang baik dalam penelitian yang dinamakan
54 Iqbal Hasan. Analisis Data Penelitian dengan Statistik, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2004), cet 1,.
h. 12-13
instrumen penelitian. jadi instrumen penelitian merupakan suatu alat yang
digunakan untuk mengukur variabel penelitian.
a. Instrumen pengumpulan data angket
Dalam penelitian ini angket digunakan untuk mengetahui
penerapan model pembelajaran Student Facilitator and Explaining
terhadap keaktifan siswa pada pembelajaran Pendidikan Agama Islam
yang diberikan dan dilakukan oleh siswa, sehingga angket ini diberikan
kepada siswa karena siswa adalah pelaku pembelajaran.
Dalam pelaksanaan metode angket, penulis menggunakan metode
angket secara langsung dengan tipe tertutup, sehingga responden tinggal
memilih jawaban yang tersedia dengan membubuhkan tanda silang (X)
sesuai dengan keadaan yang diketahui.
Adapun pemberian skor pada tiap-tiap item lembar angket ini
adalah sebagai berikut:
1. Untuk jawaban A adalah selalu skornya 4
2. Untuk jawaban B adalah kadang-kadang skornya 3
3. Untuk jawaban C adalah jarang skornya 2
4. Untuk jawaban D adalah tidak pernah skornya 1
1) Lembar pengamatan pembelajaran dengan menggunakan model
pembelajaran Student Facilitator and Explaining
Lembar dalam penelitian ini meliputi lembar pengamatan
terhadap penerapan model pembelajaran Student Facilitator and Explaining terhadap keaktifan siswa pada pembelajaran Pendidikan
Agama Islam di SDN Kedungrejo Waru Sidoarjo. Lembar ini
digunakan untuk mengamati guru dalam mengelola kelas.
Penilaian terhadap kemampuan guru dalam mengelola dan
menerapkan model pembelajaran Student Facilitator and Explaining, dibedakan menjadi 4 skala penilaian, yaitu nilai 1 ( kurang baik), nilai
2 (cukup baik), nilai 3 ( baik), dan nilai 4 ( sangat baik). Jika disajikan
dalam bentuk interval, maka kriteria tingkatan kemampuan guru
dalam mengelola dan menerapkan model pembelajaran Student
Facilitator and Explaining adalah sebagai berikut:
a) 1,00-1,75 = kurang baik
b) 1,76-2,50 = cukup baik
c) 2,51-3,25 = baik
d) 3,26-4,00 = sangat baik
2) Lembar pengamatan aktivitas siswa selama pembelajaran dengan
menggunakan model pembelajaran Student Facilitator and Explaining
Lembar pengamatan ini digunakan untuk mengetahui aktivitas
menggunakan model pembelajaran Student Facilitator and Explaining.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi berasal dari bahasa Inggris population yang berarti jumlah
penduduk. Oleh karena itu, apabila kata populasi, orang kebanyakan
menghubungkannya dengan masalah-masalah kependudukan. Jadi
populasi penelitian adalah keseluruhan dari obyek penelitian yang dapat
berupa manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, udara, gejala, nilai, peristiwa,
sikap hidup, dan sebagainya. sehingga obyek-obyek ini dapat menjadi
sumber data penelitian.56 Populasi pada penelitian ini adalah seluruh
jumlah siswa kelas V SDN Kedungrejo Waru Sidoarjo. Jumlah siswa
sebagai populasi adalah 100 siswa.
2. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki
oleh populasi tersebut. Bila populasi besar dan peneliti tidak mungkin
mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan
dana, tenaga dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang
diambil dari populasi itu. Apa yang dipelajari dari sampel itu,
kesimpulannya akan diberlakukan untuk populasi. Untuk itu sampel yang
diambil dari populasi harus betul-betul representatif (mewakili).57
Sehingga Dalam penelitian ini jenis sampel yang digunakan adalah jenis
sampling purposive. Sampling purposive adalah teknik penentuan sampel
dengan pertimbangan tertentu.
Populasi dari penelitian ini adalah kelas V yang berjumlah 100
siswa, di mana pada kelas lima berjumlah 4 kelas yaitu kelas VA, VB, VC,
dan VD, masing-masing kelas terdapat kurang lebih 25 orang siswa,
sehingga sampel yang diambil oleh peneliti adalah 40 siswa dari kelas VB
dan VC. Hal ini dilakukan untuk ketajaman analisis serta terbatasnya
waktu, tenaga, biaya dan lain-lain.
D. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dapat dilakukan dalam berbagai setting, berbagai
sumber, dan berbagai cara. Bila dilihat dari settingnya, data dapat dikumpulkan pada setting alamiah (natural setting), pada laboratorium dengan metode eksperimen, di rumah dengan berbagai responden, pada suatu seminar, diskusi, di
jalan dan lain-lain. Bila dilihat dari sumber datanya, maka pengumpulan datanya
dapat menggunakan sumber primer, dan sumber sekunder. Sumber primer adalah
sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpulan data, dan
sumber sekunder adalah sumber yang tidak langsung memberikan data kepada
pengumpulan data, misalnya lewat orang lain atau dokumen. Selanjutnya jika
dilihat dari cara atau teknik pengumpulan data, maka teknik pengumpulan data dapat dilakukan dengan interview (wawancara), quesioner (angket), observasi
(pengamatan) dan gabungan ketiganya.58
Untuk mengambil data yang akurat, dalam penelitian ini penulis
menggunakan beberapa metode pengumpulan data, yaitu sebagai berikut:
1. Angket
Metode angket disebut pula sebagai metode kuesioner atau dalam
bahasa Inggris disebut questionnaire (daftar pertanyaan). Metode angket
merupakan serangkaian atau daftar pertanyaan yang disusun secara
sistematis, kemudian dikirim untuk diisi oleh responden.59 Sehingga
kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan
cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan secara tertulis
kepada responden untuk dijawabnya. Kuesioner merupakan teknik
pengumpulan data yang efisien bila peneliti tahu dengan pasti variabel
yang akan diukur dan tahu apa yang bisa diharapkan dari responden.
Selain itu kuesioner juga cocok digunakan bila jumlah responden cukup
besar dan tersebar di wilayah yang luas.
Teknik ini penulis gunakan untuk memperoleh data tentang
pengaruh penggunaan model Student Facilitator and Explaining terhadap
58 Ibid., h. 137
keaktifan siswa pada pembelajaran PAI kelas V SDN Kedungrejo Waru
Sidoarjo. Dengan cara memberikan pertanyaan/pernyataan terstruktur
untuk dijawab atau dikerjakan responden secara tertulis. Jenis angket yang
digunakan adalah angket tertutup dan langsung. Tertutup karena jawaban
responden tinggal menyilang saja atau memilih jawaban yang telah
tersedia. Pelaksanaannya langsung kepada subyek untuk mendapatkan
keadaan tentang dirinya.
2. Observasi
Metode Observasi dalam sebuah penelitian diartikan sebagai
pemusatan perhatian terhadap suatu objek dengan melibatkan seluruh
indra untuk mendapatkan data. Jadi, observasi merupakan pengamatan
langsung dengan menggunakan penglihatan, penciuman, pendengaran,
perabaan, atau kalau perlu dengan pengecapan.60
Menggunakan metode observasi untuk mencari data di SDN
Kedungrejo Waru Sidoarjo, sebagai berikut:
a. Menentukan kelas yang akan digunakan sebagai kelas penelitian.
b. Proses penyampaian mata pelajaran PAI oleh guru.
c. Mengamati suasana kelas ketika diadakan mata pelajaran PAI
berlangsung.
60 Suharsimi Arikunto. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka
3. Interview/wawancara
Wawancara adalah suatu proses interaksi dan komunikasi yang
bertujuan untuk memperoleh informasi dengan cara bertanya langsung
kepada responden.61Penulis menggunakan metode wawancara untuk
mendapatkan informasi yang terkini dari narasumber. Selain itu, metode
wawancara juga diperlukan karena melalui metode ini penulis dapat
memperoleh data berupa informasi-informasi.
E. Metode Analisis Data
Analisis data dimaksudkan untuk mengkaji data dalam kaitannya dengan
pengujian hipotesis penelitian, yaitu untuk membuktikan kebenaran hipotesis
yang dijelaskan. Untuk mengetahui jawaban dari permasalahan-permasalahan
tersebut, maka peneliti mencari kebenaran dari data-data yang diperoleh, sehingga
pada akhirnya dapat ditarik kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan.
Analisis data merupakan inti dalam penelitian. Analisis data ini dilakukan
dalam suatu proses penyederhanaan data ke dalam bentuk lain yang lebih mudah
dibaca dan ditafsirkan, di mana dalam pelaksanaannya dilakukan sejak
pengumpulan data dan dikerjakan secara intensif yang yaitu setelah diadakannya
penelitian.
61 Masri Singarimbun dan Sofian Effendi. Metode Penelitian Survey, (Jakarta: LP3ES, 2006), h.