BAB II
LANDASAN TEORI
A.Tunagrahita
1. Pengertian Tunagrahita
Tunagrahita adalah istilah yang digunakan untuk menyebut anak
yang mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata-rata. Dalam
kepustakaan bahasa asing digunakan istilah-istilah mental retasdation, mentally retarded, mental deficiency, mental defective, dan lain-lain. Istilah tersebut sesungguhnya mempunyai arti yang sama yang menjelaskan
kondisi anak yang kecerdasanya jauh di bawah rata-rata dan ditandai oleh
keterbatasan intelegensi dan ketidak cakapan dalam interaksi sosial. Anak
tungrahita atau dikenal juga dengan istilah keterbelakangan mental karena
keterbatasan kecerdasanya mengakibatkan dirinya sukar untuk mengikuti
program penddikan disekolah biasa secara klasikal, oleh karena itu anak
terbelakang mental membutuhkan layanan pendidikan secara khusus yakni
disesuaikan dengan kemampuan anak tersebut.2 Anak tunagrahita adalah mereka yang kecerdasannya jelas berada di bawah rata-rata. Disamping itu
mereka mengalami keterbelakangan dalam menyesuaikan diri dengan
2
Sutjihati Somantri, Psikologi Anak Luar biasa, (Bandung: Refika Aditama, 2006), hal.
103
lingkungan. Mereka kurang cakap dalam memikirkan hal-hal yang abstrak,
yang sulit-sulit, dan yang berbelit-belit. 3
Berbagai pengertian diatas, peneliti dapat mengambil kesimpulan
bahwa anak tunagrahita memiliki keterbatasan mental, yang perlu dididik
dan dilatih untuk beradaptasi dengan lingkungan sekitar. Agar mereka
mempunyai kecakapan dan trampil dalam menjalankan aktivitas sehari-hari,
serta beribadah kepada Allah SWT. Keterbatasan ini mencakup:
a. Keterbatasan Intelegensi
Yang dimaksud keterbatasan intelegensi adalah kemampuan belajar anak
sangat kurang, terutama yang bersifat abstrak, seperti membaca dan
menulis, belajar dan berhitung sangat terbatas
b. Keterbatasan Sosial
Anak tunagrahita mengalami hambatan dalam mengurus dirinya didalam
kehidupan masyarakat
c. Keterbatasan Fungsi dan Mental Lainya
Anak tuanagrahita memerlukan waktu yang lebih lama dalam
menyelesaikan reaksi pada situasi yang baru dikenalnya.4
Manusia yang terlahir dalam keadaan normal pada umumnya dapat
bermanfaat bagi oang lain, namun tidak menutup kesempatan bagi mereka
yang menyandang tunagrahita. Meskipun dalam keterbatasan mental,
intelektual, sesungguhnya masih ada potensi yang dapat digali dan
3
Moh. Amin, Ortopedagogik..., hal. 10 4
dikembangkan melalui pendidikan. Karena sesungguhnya status tunagrahita
merupakan takdir dari Allah SWT dan Allah yang menciptakaNya.
Artnya: Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. (QS. At-tiin : 4).
2. Klasifikasi Anak tuna Grahita
Banyak pengarang dan para ahli mengklasifikasikan anak tunagrahita
berbeda-beda sesuai dengan bidang ilmu dan pandangannya masing-masing.
a. Menurut AAMD dan PP No 72 Tahun 1991
1) Tunagrahita ringan
Mereka yang termasuk dalam kelompok ini meskipun kecerdasannya
dan adaptasi sosialnya terhambat, namun mereka mempuyai
kemampuan untuk berkembang dalam bidang pelajaran akademik,
penyesuaian sosial dan bekerja.
2) Tunagrahita sedang
Mereka yang termasuk dalam kelompok tunagrahita sedang memiliki
kemampuan intelektual umum dan adaptasi perilaku di bawah
tunagrahita ringan. Mereka dapat belajar ketrampilan sekolah untuk
tujuan-tujuan fungsional, mencapai suatu tingkat “ tanggung jawab
sosial”, dan mencapai penyesuaian sebagai pekerja dengan bantuan.
Anak yang tergolong dalam kelompok ini pada umumnya hampir
tidak memiliki kemampuan untuk dilatih mengurus diri sendiri,
melakukan sosialisasi dan bekrja.5 b. Menurt tingkat IQ
Berdasarkan ukuran tingkat intelegensinya Grosman dengan
menggunakan sistem skala Binet membagi ketunagrahitaan dalam
klasifikasi sebagai berikut:
Tabel 2.1 : Klasifikasi Ketunagrahitaan Tingkat IQ
TERM IQ RANGE FOR LEVEL
Mild Mental Retardation Moderate Mental Retardation Servere Mental Retardation Profounnd Mental Retardation Unspecified
50-55 to Aporox, 70 35-40 to 50-55 20-25 to 35-40 Below 20 0r 25
c. Menur tipe klinis
Ada anak tunagrahita yang disamping ketunagrahitanya juga
memiliki kelaianan-kelainan jasmaniah. Tipe ini dikenal dengan tipe
Klinis, diantaranya:
1) Down Syndrom (dahulu disebut mongoloid)
Anak tunagrahita jenis ini disebut demikian karena raut mukannya
seolah-olah menyerupai orang mongol dengan ciri-ciri: bermata sipit
dan miring; lidah tebal dan berbelah; biasanya suka menjulur ke luar;
telinga kecil; tangan kering; makin dewasa kulitnya semakin kasar;
kebanyakan mempunyai susunan gigi geligi yang kurang baik
5
sehingga berpengaruh pada pencernaan; dan lingkar tengkoraknya
biasanya kecil.
2) Kretin
Dalam bahas Indonesia disebut kate atau cebol. Ciri-cirinya: badan
gemuk dan pendek; kaki dan tangan pendek dan bengkok; badan
dingin; kulit kering, tebal dan keriput; rambut kering; lidah dan bibir
tebal; kelopak mata; telapak tangan; dan kuduk tebal; pertumbuhan
gigi terlambat; serta hidung lebar.
3) Hydrocypal
Anak ini memiliki ciri-ciri: kepala besar; raut muka kecil;
tengkoraknya ada yang membesar ada yang tidak; pandangan dan
pendengaran tidak sempurna; mata kadang-kadang juling.
4) Microcephal, Macrocephal, Brahicephal, dan Scaphocepal
Keempat istilah tersebut menunjukkan bentuk dan ukuran kepala.
Seorang dengan tipe Microcephal memiliki ukuran kepala yang kecil. Kebanyakan dari mereka menyandang tunagrahita yang berat atau
sedang. Namun penderita Macrocephal kebanyakan tidak menyusahkan orang, dengan ukuran kepala besar. Sedangkan
penderita Brahicephal memili ukuran kepala yang panjang, dan Scaphocepal memiliki ukuran kepala yang lebar.
d. Menurut Loe Kanner
Loe Kanner membedakan anak tunagrahita atas tiga golongan
1) Absolute Mentally Retarded (tunagrahita absolute)
Yaitu seorang anak tunagrahita dimanapu ia berada. Maksudnya anak
tersebut benar-benr tunagrahita baik kalau ia tinggal dipedesaan
mupun diperkotaan; di masyarakat pertanian maupun industri; di
lingkungan keluarga, sekolah dan temat pekerjaan.
2)Relative Mentally Retarded (tunagrahita relatif)
Yaitu tunagrahita dalam masyarakat tertentu saja. Misalnya di sekolah
ia termasuk tunagrahita tetapi di keluarga ia tidak termasuk
tunagrahita.
3) Pseoud Mentally Retarded (tunagrahita semu)
Yaitu anak yang menunjukkan perfomence (penampilan) sebagai penyandang tunagrahita tetapi sesungguhnya ia mempunyai kapasitas
kemampuan yang normal. 6
Pengklasifikasian bagi anak yang menyandang tunagrahita, dengan
maksud memudahkan guru dalam menggunakan strategi pembelajaran
didalam kelas, sehingga memperlancar jalanya proses pembelajaran.
3. Karakteristik Dan Permasalahan Anak Tunagrahita.
Pembuatan program dalam melaksanakan layanan pendidikan bagi
anak tunagrahita seyogianya para guru/pendidik mengenali karakteristik dan
permasalahan anak tunagrahita sebagaimana telah dikemukakan dalam
klasifikasi tersebut. Nur‟aeni berpendapat bahwa karakteristik anak
tunagrahita adalah:
6
1) Perkembangan senantiasa tertinggal dibanding teman sebayanya. 2) Tidak mengubah cara hidupnya, ia cenderung rutin.
3) Perhatiannya tidak dapat bertahan lama, amat singkat.
4) Kemampuan berbahasa dan berkomunikasinya terbatas, umumnya anak gagap.
5) Sering tidak mampu menolong diri sendiri. 6) Motif belajarnya rendah sekali.
7) Irama perkembangannya tidak rapi, suatu saat meningkat tinggi, tapi saat yang lain menurun drastis.
8) Tidak peduli pada lingkungan.7
Beberapa uraian pendapat dari para ahli di atas menunjukkan kepada
kita suatu kesimpulan tentang karakteristik anak tunagrahita. Sikap-sikap
tersebut menunjukkan tingkat kecerdasan yang dimiliki anak tunagrahita yang
rendah atau lebih rendah daripada anak normal yang mengalami tahap
perkembangan pada umumnya. Oleh karena itulah mereka disebut sebagai
anak berkebutuhan khusus yang membutuhkan perhatian dan bimbingan yang
lebih terutama dalam pendidikannya demi kebaikan dan kelangsungan
hidupnya di masa depan.
keterbatasan dan sikap-sikap yang dimiliki anak tunagrahita, tentu
timbul masalah dalam menjalankan aktivitasnya. Masalah-masalah yang
mereka hadapi relatif berbeda-beda, walau demikian ada pula kesamaan
masalah yang dirasakan bersama oleh sekelompok dari mereka. Dari
kesamaan inilah memudahkan pengelompokan masalah.
Kemungkinan-kemungkinan masalah yang dihadapi anak tungrahita dalam konteks
pendidikan, diataranya sebagai berikut:
7Nur‟aeni, ,
a. Masalah kesulitan dalam kehidupan sehari-hari
Masalah ini berkaitan dengan kesehatan dan pemeliharaan dini
dalam kehidupan sehari-hari. Melihat kondisi keterbatasan
anak-anak dalam kehidupan sehari-hari mereka banyak mengalami
kesulitan apalagi yang dalam kategori berat, dan sangat berat;
pemeliharaan kehidupan seahari-harinya sangat memerlukan
bimbingan.
b. Masalah kesulitan belajar
Masalah-masalah yang sering dirasakan dalam kaitanya dengan
proses belajar mengajar di antaranya: kesulitan menangkap
pelajaran, kesulitan dalam belajar yang baik, mencari metode yang
tepat, kemampuan berpikir abstrak yang terbatas, daya ingat yang
lemah, dan sebagainya.
c. Masalah penyesuaian diri
Karena tingkat kecerdasan anak tunagrahita jelas-jelas berada di
bawah rata-rata (normal) maka dalam kehidupan bersosialisasi
mengalami hambatan.
d. Masalah penyaluran ketempat kerja
Secara empirik dapat dilhat bahwa kehidupan anak tunagrahita
cenderung banyak yang masih menggantungkan diri kepada orang
lain terutama kepada keluarga (orang tua) dan masih sedikit sekali
yang sudah dapat hidup mandiri, inipun masih terbatas pada anak
e. Masalah gangguan kepribadian dan emosi
Memahami akan kondisi karakteristik mentalnya, nampak jelas
bahwa anak tunagrahita kurang memiliki kemampuan berfikir,
keseimbangan pribadinya kurang konstan/labil, kadang-kadang
stabil dan kadang-kadang kacau.
f. Masalah pemanfaatan waktu luang
Sebenarnya sebagian dari mereka cenderung suka berdiam diri dan
menjauhkan diri dari keramaian sehngga hal ini dapat berakibat
fatal bagi dirinya, karena dapat saja terjadi tindakan bunuh diri.8
Bertolak dari masalah-masalah yang dialami anak tunagrahita diatas,
maka sangat diperlukan sebuah pendidikan, bimbingan, arahan dari guru.
Baik dalam hal ketrampilan maupun kejiwaannya. Sebab nantinya mereka
akan hidup bermasyarakat, apabila anak tunagrahita mampu menunjukkan
dirinya berdaya guna dengean keterbatasan yang dimilikinya, maka anak
tunagrahita akan diterima masyarakat dengan baik. Selain itu untuk
menguatkan kejiwaanya, agar tidak terjadi tindakan yang nekat maka perlu
adanya pembinaan rohani. Untuk itu perlu adanya pendekatan agama bagi
mereka.
8
B.Pendidikan Agama Islam
1. Pengertian Pendidikan Agama Islam
Menurut Muhammad Fadil Al Jumali, “ Pendidikan Islam adalah proses yang mengarahkan manusia kepada kehidupan yang baik dan yang menyangkut serta mengangkat derajat kemanusiaanya sesuai dengan kemampuan dasar (fitrah) dan kemampuan ajaranya (pengaruh dari luar).9
UUSPN No. 2/1989 pasal 39 ayat (2) ditegaskan bahwa isi kurikulum
setiap jenis, jalur, dan jenjang pendidikan wajib memuat, antara lain
pendidikan Agama. Dan dalam penjelasanya dinyatakan bahwa pendidikan
Agama merupakan usaha untuk memperkuat iman dan ketakwaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama yang dianut oleh peserta didik
yang bersangkutan dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati
Agama lain dalam hubungan kerukunan antar umat beragama dalam
masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional. Dalam konsep Islam,
iman merupakan potensi rohani yang harus daktualisasikan dalam bentuk
amal saleh, sehingga menghasilkan prestasi rohani (iman) yang disebut
takwa. Amal saleh itu menyangkut keserasian dan keselarasan hubungan
manusia dengan Allah dan hubungan manusia dengan dirinya yang
membentuk kesalehan pribadi; hubungan manusia dengan sesamanya yang
membentuk kesalehan sosial (solidaritas sosial), dan hubungan manusia
dengan alam yang membentuk kesalehan terhadap alam sekitar. Kualitas
amal saleh ini akan menentukan derajat ketakwaan (prestasi rohani/iman)
seseorang di hadapan Allah SWT. Di dalam GBPP PAI di sekolah umum,
9
dijelaskan bahwa Pendidikan Agama Islam adalah usaha sadar untuk
menyiapkan siswa dalam meyakini, memahami, menghayati, dan
mengamalkan agama Islam melalui kegiatan bimbingan , pengajaran,
dan/atau latihan dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama
lain dalam hubungan antar umat beragama dalam masyarakat untuk
mewujudkan persatuan nasional.10
Berdasarkan uraian diatas, dapat ditarik kesimpulan mengenai
Pendidikan Agama Islam. Yaitu, usaha sadar membimbing peserta didik
untuk memperkuat keimanan, sehingga pesera didik mampu meyakini,
memahami, menghayati ajaran agama Islam yang berwujud pada amal
saleh.
2. Dasar-dasar Pendidikan Agama Islam
Islam merupakan agama yang kafah. Di dalamnya mengatur segala
aspek kehidupan baik dalam hal ibadah, muamalah, akhlak, dan sebagainya
yang terkumpul dalam lembaran-lebaran Al Qur'an. Islam mengajarkan tata
cara menjalin hubungan manusia dengan Allah, maupun hubungan sesama
manusia. Semua yang terdapat didalam Alqur‟an adalah kebenaran yang
wajib diimani oleh seluruh umat islam. Al Qur‟an merupakan kalam Allah
yang diberikan kepada nabi Muhammad SAW, melalui perantara malaikat
Jibril, ketika di Gua hiro‟.
Setelah menerima wahyu tersebut nabi Muhammad diperintahkan
untuk berdakwah mengajak kepada ajaran Islam secara diam-diam di mulai
10
dari keluarga kecil nabi Muhammad SAW. Kemudian pada peristiwa isra‟
mi‟raj nabi Muhammad menerima perintah shalat fardhu. Kemudian nabi
Muhammad mengajarkan kepada umatnya. Demikianlah Allah memberikan
pendidikan kepada nabi Muhammad SAW, melalui perantara malaikat
Jibril.
Al Qur‟an adalah sumber segala pengetahuan, perananya di dalam
filasafat Islam dan disiplin ilmu menjadi sangat penting, meskipun sering
diabaikan oleh peneliti masa kini. Al qur‟an adalah pedoman umat islam
sekaligus kerangka cendekiawn muslim.11 Afzalur Rahman dalam bukunya
Qur’anic Science yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan
judul Al Qur‟an Sumber Ilmu Pengetahuan menyebut “dua pulih tujuh
bidang ilmu (eksakta terutam) yang bibit atau prinsipnya terdapat dalam Al
Qur‟an.” Menurut Seyyed Hossein Nasr seorang cendekiawan dan pemikir
muslim terkemuka, Al qur‟an sejalan dengan yang telah dikemukakan
Afzalur Rahman diatas, “memuat intisari semua pengetahuan.”12
Selain terdapat didalam alqur‟an dasar pendidikan juga terdapat
didalam hadits. Dalam ilmu hadis istilah tersebut berarti segala perkata‟an,
perbuatan dan sikap diam Nabi tanda stuju (Taqrir). Para ahli hadis, umumnya menyamakan istilah hadits dengan istilah sunnah. Namun, ada
sementara ahli hadis mengatakan bahwa istilah hadis dipergunakan khusus
untuk sunnah qauliyah (perkataan nabi),sedangkan sunnah fi’liyah (perbuatan) dan sunnah qauliyah tidak disebut hadis, tetapi sunnah saja.
11
Mohammad Daud Ali, Pendidikan..., hal. 103 12
Sebagai hasil ketekunan ilmuan muslim mempelajari Al qur‟an dan Hadis
(sebagai sumber utama agama dan ajaran Islam) dan kemampuan mereka
mempergunakan akal pikiran atau rakyu melalui ijtihad, mereka telah
berhasil menyusun berbagai ilmu dalam ajaran Islam seperti ilmu tauhid
atau ilmu kalam yang kini sering disebut degan istilah teologi, ilmu fikih,
ilmu tsawuf dan akhlak yang akan diuraikan kelak dalam kerangka agama
dan ajaran islam.13
Singkat dan tegas dasar pendidikan Islam ialah firma Allah SWT dan
sunah rasulullah ASAW. Jika pendidikan diibaratkan bangunan maka isi Al
quran dan Hadislah yang menjadi fundamen. Dasar-dasar pendidikan agama
Islam dapat ditinjau dari beberaa segi, yaitu:
a. Dasar religius.
Menurut zuhairini yang dimaksud dengan dasar raligius adalah dasar-
dasar yang bersumber dari ajaran agama Islam yang tertera dalam
Alqur‟an maupun alhadis.
b. Dasar yuridis formal
Menurut Zuhairini dkk, yuridis formal pelaksanaan pendidikan agama
Islam berasal dari perundang-undangan yang secara langsung atau
tidak langsung dapat dijadikan pegangan dalam melaksanakn
pendidikan agama Islam, di sekolah-olah maupun di lemaga-lembaga
pendidikan forma di Indonesi. Adapun dasar yuridis formal ini terbagi
tiga bagian, sebagi berikut:
13
1) Dasar ideal yakni dasar dari falsafah negara: yaitu pancasila,
dimana sila yang pertama adalah ketuhanan YME. Ini
mengandung pengertian ,bahwa seluruh bangsa indonesia
harus percaya pada Tuhan YME, atau tegasnya harus
beragama.
2) Dasar konsitusional/struktural adalah dasar UUD tahun 1945
pasal 29 ayat 1dan 2 yang berbunyi sebagai berikut: “negara
berdasarkan atas Tuhan YME. Negara menjamin tiap-tiap
penduduk untuk mememluk agamnya masing-masing dan
untuk beribadah menurut agama dan kepercayaanya.”
3) Dasar operasional adalah dasar yang secara langsung mengatur
pelaksanaan pendidikan agama Islam di sekolah-sekolah di
Indonesia. Menurut Tap MPR nomor IV/MPR/1973, Tap MPR
nomor IV/MPR/1978 dan Tap MPR nomor II/MPR/1983
tentang GBHN,” yang pada pokoknya dinyatakan bahwa
pelaksanaan pendidikan agam secara langsung dimasukkan di
dalam kurikulum sekolah-sekolah, mulai dari sekolah dasar
sampai dengan universitas-universitas negeri.
c. Dasar psikologis
Yaitu dasar yang berhubungan dengan aspek kejiwaan kehidupan
bermasyarakat. Hal ini didasrkan bahwa dalam hidupnya, manusia baik
pada hal-hal yang membuat hatinya tidak tenang dan tidak tentram
sehinnga memerlukan adanya pegangan hidup, yaitu Agama. 14
Berbagai aspek, yang telah dijabarkan diatas, dapat memperkuat
perlunya pendidikan Islam untuk para peserta didik, baik yang berada dalam
pendidikan SD/MI, SMP/MTs, SMA/ MA. Bukan hanya dalam lingkup itu,
pendidikan agama Islam juga diperuntukkan bagi mereka-mereka yang
menyandang status tunagrahita. Mengingat pendidikan Agama itu sangat
penting, meka perlu untuk mengetahui tujuan-tujuan pendidikan Agama
Islam.
3. Tujuan Pendidikan Agama Islam
Tujuan pendidikan merupakan arah yang harus dicapai dalam semua
aktifitas sekaligus dijadikan tolak ukur keberhasilan aktivitas tersebut.
Berdasarkan “Komperensi Pendidikan Muslim” yang pertama
merekomendasikan tujuan pendidikan muslim sebagai perwujudan
ketundukan yang sempurna kepada Allah, baik secara pribadi, komunitas
maupun seluruh umat manusia. Jadi tujuan pendidikan disini adalah
menyiapkan manusia untuk beribadah kepada Allah SWT.15
Tujuan pendidikan Islam adalah untuk membina insan yang beriman
dan bertaqwa yang mengabdikan dirinya hanya kepada Allah, membina serta
14
Novan ardy wiyani, pendidikan karakter ..., hal. 86-88 15
memelihara alam sesuai dengan syariat serta memanfaatkanya sesuai dengan
akidah dan akhlak Islam.16
Beberapa pengertian diatas daapat diambil sebuah kesimpulan
mengenai tujuan pendidikan Agama Islam, yatiu membina insan dalam
mewujudka bentuk ketaatan beribadah kepada Allah, yang berlandaskan pada
akidah, syariah, dan akhlak Islam. Untuk itu pendidikan agama Islam terfokus
pada tiga bagian
a. Membentuk Insan Kamil
Menurut Iqbal, sebagaimana dikutip Dawam, kriteria insan kamil adalah
manusia yang beriman, yang didalam dirinya terdapat kekuatan, waasan,
perbuatan dan kebijaksanaan dan mempunyai sifat-sifat yang tercermin
dalam pribadi Nabi Muhammad berupa akhlak yang mulia.
b. Terciptanya insan kafah yang memiliki dimensi-dimensi religius, budaya
dan ilmiah. Dimensi religius yaitu merupakan makhluk yang mengandung
beragai misteri dan tidak dapat direduksikan pada faktor-faktor tertentu
semata. Dengan demikian, manusia dapat dicegah untuk dijadikan angka,
atau robot yang diprogram secara determinis, tetapi tetap
memperetahankan kepribadian, kebebasan dan martabatnya.
c. Penyadaran fungsi manusia sebagai hamba, khalifah Allah, serta pewaris
para nabi dan memberikan bekal yang memadai dalam rangka pelaksanaan
fungsi tersebut.17
16
4. Materi Pendidikan Agama Islam
Pendidikan harus didukung oleh perencanaan yang seksama guna
mencapai tujuan-tujuan yang diharapkan. Perencanaan itu berisi sejumlah
materi yang harus diajarkan dalam proses pendidikan. Materi merupakan
representasi dan terjemahan tujuan yang dirumuskan. Malalui materi yang
disamakan, akan terlihat apakah tujuan yang dirumuskan akan dapat tercapai
walaupun harus disadari bahwa materi hanyalah salah satu komponen bagi
tercapainya tujuan.18
Secara substansial, tujuan dan materi pendidikan anak luqman itu
terbagi menjadi empat, yaitu akidah, ibadah, akhlak, dan perilaku sosial.
Tujuan dan materinya sebagaimna dalam QS Luqman (31)
Artinya: Dan Sesungguhnya Telah kami berikan hikmat kepada Luqman, yaitu: "Bersyukurlah kepada Allah. dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), Maka Sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji".
17Abd Aziz, Orientasi Sistem Pendidikan Agama Islam diSekolah, (Yogyakarta: Teras, 2010), hal. 15
18As‟aril Muhajir,
Artinya: Dan (Ingatlah) ketika Luqman Berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".19
Pokok bahasan materi pendidikan agama Islam terdiri dari tujuh
materi pokok. Satu pokok bahasan dengan pokok bahasan berikutnya
mempunya hubungan satu sama lain dan urutan secara tearatur,
masing-masing pokok bahasan dijelaskan sebagai berikut:
a. Keimanan
Keimanan menjelaskan tentang bagaiman meyakini dan mengimani Allah
Swt, malaikatNya dengan mengetahui fungsi, dalil naqli dan aqlinya dan
menjahui hal-hal yang merusak Iman, kemudian menjelaskan mengenai
kitab-kitab Allah, rasul-rasulNya, hari akhir, dan qadha dan qadar dengan
mengethui fungsi, dalil naqli dan aqlinya dan menghayati sikap dan
perilaku orang beriman.
b. Ibadah
Siswa diharapkan mampu shalat berjamaah dengan menjadi imam, shlat
fardhu „ain dalam berbagai keadaan, macam-macam sujud dan khutbah
jumat, kemudian juga mengamalkan shalat sunah, dzikir dan do‟a, dan
juga mampu menyelenggarakan shalat jenazah.
c. Al Qur‟an
Siswa mampu menyalin, mengartikan dan menyimpulkan Al Qur‟an ayat
pilihan tentang 3 (tiga) lapis kegelapan dalam rahim, kesempurnaan
menyusukan anak,
19
makanan yang halal, bergizi, pelestarian alam dan kerusakan akibat tangan
manusia. Serta kemurnian dan kebenaran Al Quran, rahmat Allah, asas
keseimbangan.
d. Akhlak
Disitu diharapkan memiliki rasa tanggung tanggung jawab, keadilan dan
keikhlasan, mensyukuri nikmat, cinta damai, setia kawan, bermusyawarah,
hidup rukun sebagai umat beragama, serta diharapkan terbiasa disiplin,
berfikir positif, memiliki etos kerja dan menjauhi penyakit masyarakat.
e. Dinul Islam
Dinul Islam merupakan rangkaina pokok bahasan “e” dan “f” . bahasan
ini menekankan pada sumber hukum, wakaf, riba dan perbankan, juga
memahami dan memedomani ketentuan munakat, mawaris serta perseroan.
f. Tarikh
Peranan umat Islam di Indonesia, sejarah perkembangan Islam berupa
benua, dan manfaat perbedaan Islam dan ilmu pengethuan.20
Berbagai uraian diatas dapat ditarik kesimpulan mengenai materi
pendidikan Islam, yaitu komponen yang mendukung dalam mencapai
tujuan pendidikan Islam, didalamnya membahas keyakinan berupa akidah,
ibadah mahdhah berupa tata cara berhubungan dengan Allah, dan ibadah
ghoiru mahdhoh yang mencakup akhlak, tarikh, dinul Islam dan perilaku
sosial.
20
C.Strategi Guru dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada Siswa
Tunagrahita.
Sebelum membahas strategi guru dalam pembelajaran Pendidikan
Agama Islam terhadap siswa tunagrahita lebih dalam, perlu diuraikan
beberapa pengertian guru dan tanggup jawabnya. Mengingat besar
pengaruhnya dalam membawa keberhasilan siswa pada kegiatan
pembelajaran.
1. Pengertian Guru
Guru adalah tenaga pendidik yang memberikan sejumlah ilmu
pengetahuan kepada anak didik di sekolah. Selain memberikan sejumlah
ilmu pengetahuan, guru juga bertugas menanamkan nilai-nilai dan sikap
kepada anak didik agar anak didik memiliki kepribadian yang paripurna.
Dengan keilmuan yang dimilikinya, guru membimbing anak didik dalam
mengembangkan potensinya.21
Mengajar yang baik bukan sekedar persoalan dan teknik-teknik dan
metodologi belajar saja. Akan tetapi guru harus mempunyai kepribadian
yang baik sebagai contoh untuk para peserta didiknya. Adapun mengenai
ciri-ciri seorang guru yang baik menurut Combs dkk. Dalam Soemanto
Wasty sebagai berikut:
a. Guru yang mempunyai anggapan bahwa orang lain itu mempunyai kemampuan untuk memecahkan masalah mereka sendiri dengan baik
b. Guru yang melihat bahwa orang lain mempunyai sifat ramah, bersahabat dan bersifat dingin berkembang
21
c. Guru yang cenderung melihat orang lain sebagai orang yang sepatutnya di hargai
d. Guru yang melihat orang-orang dan perilaku mereka pada dasranya berkembang dari dalam; jadi bukan merupakan produk dari peristiwa-peristiwa eksternal yang dibentuk dan yang digerakkan. Dia melihat orang-orang itu mempunyai kreatifitas dan dinamika; jai bukan orang yang pasif dan lamban.
e. Guru yang melihat orang lain itu dapat memenuhi dan meningkatkan dirinya; bukan menghalangi apalagi mengancam.22
Pendidik merupakan salah satu subsistem yang memegang peranan
signifikan dalam sisitem pendidikan. Sebagaimana dikatakan oleh
Marimba, pendidik adalah orang yang memikul pertanggung jawaban
untuk mendidik.23
Mendidik bukan sekedar menyampaikan teori semata, akan tetapi
memberikan keteladanan yang baik, sehingga siswa mampu
mencontohnya. Dalam mengoptimalkan perkembangan siswa, ada tiga
langkah yang harus ditempuh. Pertama, mendiagnosis kemampuan dan perkembangan siswa. Guru harus mengenal dan memahami siswa dengan
baik, memahami tahap perkembangan yang telah dicapainnya
kemampuan-kemampuannya, keunggulan dan kekurangannya, hambatan
yang dihadapi serta faktor-faktor dominan yang mempengaruhinnya.
Kedua memiih pembelajaran yang sesuai dengan kondisi siswa, ketiga
kegiata bimbingan pemilihan dan penggunaan metode dan media yang
22
Ibid., hal. 49 23
Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Al Ma‟ruf, 1989),
bervareasi tidak dengan sendirinya, akan mengoptimalkan perkembangan
siswa.24
Berbagai definisi diatas dapat diambil kesimpulan, guru adalah
seorang pendidik secara yang secara profesional bertanggung jawab
menyampaikan ilmunya kepada peserta didik, menanamkan nilai-nlai
luhur dalam menghantarkan peserta didiknya kedalam kehidupan yang
lebih baik.
Menjadi seorang guru pendidikan agama Islam tidaklah sekedar
hanya bertugas mengajar pada peserta didiknya saja, akan tetapi seorang
guru pendidikan agama Islam pada dasarnya memilki dua tugas pokok,
yaitu:
a. Tugas intruksinal
Yaitu menyampaikan berbagai pengetahuan dan pengalaman agama kepada peserta didiknya untuk dapat diterjemahkan kedalam tingkah laku dalam kehidupanya.
b. Tugas moral
Yaitu mengembangkan dan membersihkan jiwa peserta didik agar dapat mendekatkan diri kepada Allah, menjauhkan diri dari keburukan dan menjaganya agar tetap pada fitrahnya yaitu religiusitas.25
Guru bagi anak tunagrahita dibutuhkan adanya kualifikasi khusus
yang berkenaan dengan profesinya. Guru untuk anak tnagrahita harus
memiliki:
a. Kepribadian. Untuk dapat memberikan pelayanan pendidikan yang sebaik-baiknya bagi anak tunagrahita , seorang guru harus memiliki kepribadian yang menarik. Hal ini sehubungan dengan tugasnya dalam membentuk pribadi anak untuk dapat tumbuh dan berkembang sewajar mungkin.
24
Nana syaodih sukmadinata , Pengembangan Kurikulum Teori Dan Prektek, ( Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), hal. 197
25
b. Dedikasi. Tenaga pendidik untuk anak tuagrahita diperlukan adanya kesabaran, keuletan, rasa cinta terhadap anak-anak.
c. Pengetahuan. Mendidik anak-anak tunagrahita tidak hanya sebagimana mendidik anak-anak pada umumnya (normal), namun diperlukan adanya nilai lebih. Kelebihan ini terutama adalah bahwa ia harus terlebih dahulu memahami masalah-masalah anak biasa, untuk kemudian mempelajari masalah-masalah yang berkenaan dengan pendidikan bagi anak tunagrahita.
d. Ketrampilan. Ketrampilan merupakan salah satu syarat yang harus dipunyai oleh tenaga pendidik bagi anak tunagrahita, terutama menyankut maslalah kebutuhan pengembangan kreativitas dalam menciptakan alat-alat atau fasilitas yang dignakan dalam proses pembelajaran.26
2. Strategi Guru dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada Anak
Tunagrahita
a. Strategi Pembelajaran Menurut Konsep Islam
Secara bahasa, strategi bisa diartikan sebagai siasat, kiat, trik, atau
cara. Sedang secara umum strategi adalah suatu garis besar haluan dalam
bertindak untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Adapun strategi
belajar mengajar bisa diartikan sebagai pola umum guru murid dalam
perwujudan kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang telah
digariskan. Atau dengan kata lain strategi belajar mengajar merupakan
sejumlah langkah yang direkayasa sedemikian rupa untuk mencapai tujuan
pengajaran tertentu. Untuk melaksanakan tugas secara profesional, guru
memerlukan wawasan yang mantap tentang kemungkinan-kemungkinan
strategi belajar mengajar yang sesuai dengan tujuan belajar yang telah
dirumuskan. Menurut Mansyur batasan belajar mengajar yang bersifat
umum mempunyai empat dasar strategi, yakni:
26
1). Mengidentifikasi serta menetapkan tingkah laku dan kepribadian anak didik sebagaimana yang diharapkan sesuai tuntutan dan perubahan zaman.
2) Mempertimbangkan dan memilih sistem belajar mengajar yang tepat untuk mencapai sasaran yang akurat.
3) Memilh dan menetapkan prosedur, metode dan teknik belajar mengajar yang dianggap paling tepat dan efektif sehingga dapat dijadikan pegngan guru dalam menunaikan kegiatan mengajar. 4) Menetapkan norma-norma dan batas minimal keberhasilan
sehingga dapat dijadikan pedoman oleh guru dalam melakukan evaluasi hasil kegiatab belajar mengajar yang selanjutnya akan dijadikan umpan balik untuk penyempurnaan sistem instruksional yang bersangkutan secara keseluruhan.27
Strategi pembelajaran diatas jika diterapkan dalam konteks kegiatan
belajar mengajar, maka strategi belajar mengajar pada dasarnya memiliki
implikasi sebagai berikut:
1). Proses mengenal karakteristik dasar anak didik yang harus dicapai melalui pembelajaran
2). Memilih sistem pendekatan belajar mengajar berdasarkan kultur, aspirasi, dan pandangan filosofis masyarakat
3). Memilih dan menetapkan prosedur, metode dan teknik mengajar 4). Menetapkan norma-norma atau kriteria-kriteria keberhasilan
belajar.28
Strategi pembelajaran secara umum dapat diartikan sebagai metode
menyampaikan materi pelajaran kepada siswa agar tujuan belajar tercapai.
Lebih konkrit Arief S. Sudirman menjabarkanya menjadi strategi
pembelajaran dalam arti luas dapat mencakup metode, pendekatan,
pemiliham sumber dan media, pengelompoan siswa dan penilaian
keberhasilanya. Dengan demikian pada pengertian sebelumnya dapat
ditambahkan bahwa strategi pembelajaran adalah juga pendekatan umum
27
Pupuh Fathurroman, Sobry Sutikno, Strategi Belajar Mengajar..., hal. 3 28
dan rangkaian tindakan yang akan diambil untuk memilih metode
pembelajaran yang sesuai.29
Selain strategi pembelajaran diatas yang digunakan dalam proses
pemebelajaran, maka ada program yang sangat membantu bagi anak yang
berkelaianan. Yaitu, program pendidikan individual (PPI). Program
Pendidikan Individual (PPI) ini merupakan terjemahan dari The Individualized Education Program (IEP). Sesuai dengan namanya, PPI atau IEP adalah suatu program pendidikan yang disusun untuk setiap anak
luar biasa. Program ini dapat merupakan rencana jangka panjang, dapat
pula merupakan rencana jangka pendek. Cakupanya PPI jauh lebih luas
dari program individualisasi program pengajaran, lembaga-lembaga yang
terkait dalam pendidikan murid tersebut, serta berbagai aspek lain yang
terkait.
Kegunaan PPI adalah untuk menjamin bahwa tiap murid luar biasa
di SLB maupun di sekolah umum memiliki suatu program yang
diindividualisasikan untuk mempertemukan kebutuhan-kebutuhan khas
yang dimiliki murid dan mengkomunikasikan program tersebut kepada
orang-orang yang berkepentingan dalam bentuk suatu program yang
sistematis. Program ini juga dapat mambantu para guru untuk
mengadopsikan program umum dan atau program khusus bagi anak luar
biasa yang bertolak atas kekuatan, kelemahan, dan minat anak.30
29
Moh. Amin, ortopedagogik..., hal. 181-182 30
Strategi pembelajaran dalam konsep Islam yang harus dilakukan
oleh guru adalah ikhlas, dan sabar dalam mentransfer ilmu kepada anak
didiknya. Strategi belajar mengajar menurut konsep islami, pada dasarnya
adalah sebagai berikut:
1). Proses belajar mengajar dilandasi dengan kewajiban yang
dikaitkan dengan niat karena Allah SWT. Niat amat berperan
dalam memberi makna dan hukumaan bagi pelaksanaan suatu
amal atau perbuatan. Ia adalah faktor penentu bagi menetapkan
suatu perbuatan baik, apakah perbuatan tersebut termasuk
ibadah atau tidak.
2). Konsep belajar mengajar harus dilandasi dengan niat ibadah.
Pupuh Fathurroman mengemukakan out put pendidikan
disertai ibadah adalah sebagai berikut, yaitu:
(a) Religius Skill People, yaitu insan yang akan menjadi tenaga-tenaga trampil sekaligus mempunyai iman yag teguh dan utuh. Religiusitasnya diharapkan terrefleksi dalam sikap dan perilaku, dan akan menguisi kebutuhan tenaga diberbagai sektor, di tengah-tengan masyarakat global.
(b) Religius Community Leader, yaitu insan yang akan menjadi penggerak dinamika transformasi sosio-kultural. Sekaligus menjadi gawang terhadap akses-akses negatif pemangunan masyarakat dan mampu pula membawa aspirasi masyarakat, terutama golongan the silent majarity, serta melakukan kontrol atau penegendalian sosial (social control)
dan reformer.
3). Didalam proses belajar mengajar harus saling memahami posisi
guru sebagai guru dan murid sebagai murid.
Pendidikan adalah bapak rohani (spiritual father) bagi anak didiknya, yang memberikan santapan jiwa dengan ilmu,
pembinaan akhlak mulia, sekaligus meluruskannya. Oleh karena
itu pendidik mempunyai kedudukan tinggi sebagaiman yang
dilukiskan dalam hadits nabi SAW “ tinta seorang ilmuan
(ulama)lebih berharga katimbang darah para syuhada”.
Bahkan Islam mengatakan pendidik setingkat derajat para rosul.
4). Harus menciptakan komunikasi yang seimbang, komunikasi
yang jernih, dan komunikasi yang transparan.
Komunikasi adalh inti dari proses belajar mengajar. Untuk
mencapai itnraksi belajar mengajar perlu adanya komunikasi
antara guru dan murud yang akan mewujudkan dua kegiatan
efektif yaitu kegiatan mengjar (usaha guru) dan kegiatan belajar
(tugas siswa) yang berdaya guna dalam mencapai tujuan
pengajaran.
5). Konsep SBM memerlukan kreativitas, baik metodologi, didaktik,
dan desain pembelajaran sehingga tidak terpaku pada satu teori.
Orang yang kreatif mesti memiliki kebebaan berfikir dan
bertindak. Guru adalah sesorang yang memiliki kebebasan
tersebut yang berasal dari dirinya sendiri termasuk didalamnya
memungkinkan untuk mengaktualisasikan potensi kreatif yang
dimilikinya, baik menggunakan metodologi, ilmu didaktik,
dalam proses belajar mengajar sehingga tidak terpaku dalam
saatu teori.
6). Mendidik dengan ketauladanan yang baik. Kecendurungan
manusia untuk meniru belajar lewat peniruan, menyebabkan
ketauladanan menjadi sangat penting artinya dalam proses
belajar mengajar. Rasulullah SAW dalam hal ini tentu
merupakan seseoranh yang menjadi suru tauladan yang utama
bagi umat manusia.
7). Untuk memperoleh hasil yang maksimal, maka dibutuhkan
pembiasanaan-pembiasaan. Dalam kehidupan sehari-hari
pembiasaan itu merupakan hal yang sangat penting, karena
banyak yang kita lihat orang yang berbuat dan bertingkah laku
hanya kebiasaan semata-mata. Tanpa itu hidup kita akan
berjalan lambat sekali; sebab sebelum melakukan sesuatu kita
harus memikirkan terlebih dahulu apa yang akan dilakukan.
8). Konsep-konsep SBM (konsep umum) secara lahirnya baru akan
diperlukan, itupun harus diuji dulu dengan cara: diperlukan
kesesuaian dengan kondisi realitas dalam Proses Belajar
Mengajar.
9). Evaluasi yang baik. Evaluasi adalah suatu proses penaksiran
untuk tujuan pendidikan. Evaluasi pendidika agama Islam
adalah suatu kegiatan untuk menentukan taraf kemajuan suatu
pekerjaan didalam pendidikan Islam. Program evaluasi ini
diterapkan dalam rangka mengetahui tingkat keberhasilan
seorang pendidik dalam menyampaikan materi pelajaran,
menemukan kelemahan-kelemahan yang dilakukan, baik
berkaitan dengan materi, metode, fasilitas, dan sebagainya.
10). Proses belajar mengajar akan baik dan berhasil apabila diawali
dan diakhiri dengan doa. Seorang guru, ketika proses belajar
mengajar akan dimulai ayau diakhiri harus bisa para mengajak
muridnya agar berdo‟a terlebih dahulu, karena ilmu yang akan
diperolah merupakan nikmat dari Allah. Ini merupakan tanda
syukur kepada Nya dan Allah pasti akan menambahnya apa
yang telah diterinanya.31
b. Pendekatan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau
sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada
pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat
umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari
metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu.32 Secara lughawi, pendekatan berarti proses, cara, perbuatan mendekatai. Secara istilah,
31
Pupuh Fathurroman, Sobry Sutikno, Strategi Belajar..., hal. 127- 145
32Ahmad Sudrajat, “Pengertian Pendekatan, Strategi,
pendekatan bersifat aksiomatis yang menyatakan pendirian, filsafat,
keyakinan, paradigma, terhadap subject matter yang harus diajarkan dalam proses pendidikan dan selanjutya melahirkan metode pendidikan.33 Dengan demikian dapat ditarik kesimpulah bahwa pendekatan adalah suatu
cara yang digunakan didalam proses pendidikan dan masih bersifat umu,
kemudian akan melahirkan sebuah metode.
Beberapa pendekatan tertentu dalam pembelajaran PAI yang pada
intinya terdapat enam pendekatan, yaitu (1) pendekatan pengalaman,
yakni memberikan pengalaman keagamaan kepada peserta didik dalam
rangka penanaman nilai-nilai keagamaan; (2) pendekatan pembiasaan,
yakni memberikan kesempatan kepada peserta didik unuk senantiasa
mengamalkan ajaran agamanya dan /atau akhlakul karimah; (3)
pendekatan emosional, yakni usaha untuk menggugah perasaan dan emosi peserta didik dalam meykini, memahami dan menghayati akidah Islam
serta memberi motivasi agar peserta didik ikhlas mengamalkan ajaran
agamanya, khususnya yang berkaitan akhlakul karimah; (4) pendektan rasional, yakni usaha untuk memberikan peranan rasio (akal) dalam memahami dan menerima kebebnaran ajaran agama; (5) pendekatan fungsional, yakni usaha menyajikan agama Islam dengan menekankan pada segi kemanfaatanya bagi peserta didik dalam kehidupan sesuai
dengan tingkat perkembangannya; (pendektan keteladan), yakni menyuguhkan keteladanan, baik yang menciptakan kondisi pergaulan yang
33
akrab antara personal sekolah, perilaku pendidik dan tenaga pendidikan
lai mencerminkan akhlak terpuji, maupun yang tidak langsung melalui
suguhan ilustrasi berupa kisah-kisah keteldanan.34
Anak - anak penyandang tunagrahita memang sedikit berbeda
dengan dengan anak yang memiliki kebutuhan khususu lainya. Pada anak
tunagrahita, mereka lebih membutuhkan perhatian yang lebih dalam
pengenalan dan pemahaman akan suatu materi. Oleh karena itu, bagi
anak-anak penyandang tunagrahita, selain dibutuhkan pendekatan juga terapi
antara lain:
1. Occuppasional (terapi gerak)
Terapi ini diberikan untuk mereka para anak penyandang
tunagrahita agar dapat melatih secara utuh fungsi gerak tubuh
mereka (gerak kasar dan gerak halus) karena kebanyakan dari
mereka masih merasa kesulitan menggerakkan dengan baik seluruh
anggota tubuh mereka. Keterbatasan kemampuan untuk
menggunakan seluruh kemampuan otak membuat mereka menjadi
sulit untuk menggunakan otak kanannya dalam melatih
kemampuan motoriknya. Terapi ini sangan membantu mereka
berlatih menggerakkan tubuhnya.
2. Play Therapy (terapi bermain)
Terapi yang diberikan kepada anak-anak tunagrahta adalah bermain
karena hal tersebut dapat membantu anak tunagrahita menangkap
34
dengan mudah sesuatu benda yang menjadi metode mereka
belajar, misalkan memberikan peljaran tentang berhitumg,
anak-anak diajarkan dengan cara sosiodrama, bermain jual beli dan lain
sebagainnya.35
3. Activity Daily Livig (ADL) atau kemampuan merawat diri.
Untuk memandirikan anak-anak penyandang tunagrahita, tentu
bukan merupakan persoalan yang simpel. Akan tetapi, hal yang
perlu untuk diperhatikan adalah dengan memberikan kesempatan
anak tersebut melakukan segala sesuatu (yang tidak berbahaya)
sendiri. Anak diajarkan untuk dapat mandiri. Belajar untk
mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya masing-masing.
Dengan demikian, anak-anak tersebut juga dapat belajar cara
mempertahankan dirinya dari segala kemungkinan-kemungkinan
yang akan datang.
4. Life Skil (ketrampilan hidup)
Ketrampilan anak yang memiliki kebutuhan khusus termasuk juga
bagi anak-anak penyandang tunagrahita merupakan bekal yang
cukup penting bagi mereka karena dengan adnaya bekal
ketrampilan tersebut, mereka dapat bersaing dengan ank-anak
normal lainnya. Dengan adanya ketrampilan tersbut, membuat
keberadaan mereka diakui oleh lingkungan sekitar dan
keluarganya.
35
5. Vocational Therapy (terapi bekerja)
Selain diberikan sebuah ketrampilan, anak-anak penyandang
tunagrahita juga diberi bekal latihan untuk dapat bekerja. Dengan
adanya bekal bekerja seperti itu, diharapkan anak-anak penyandang
tunagrahita juga dapat bekerja dan hidup mandiri. Anak-anak
penyandang tunagrahita juga dapat melakukan hal-hal yang bisa
dilakukan oleh anak-anak norml pada umumnya.36
c. Metode Dan Teknik Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Metode secara harfiah berarti‟ cara‟. Dalam pemakaian yang
umum, metode diartikan sebagai sustu cara atau prosedur yang dipakai
untuk mencapai tujuan tertentu. Kata “mengajar” sendiri berarti memberi
penjelasan. Kata metode berasal dari bahasa Yunani, yaitu meta dan
hodos. meta Melalui dan hodos jalan atau cara. Dalam bahas arab, kata metode dikenal dengan istilah thariqah yang berarti langkah-langkah yang diambil seorng pendidik guna membantu peserta didik merealisasikan
tujuan tertentu.37 Muhammad Athiyah al Abrasy mengartikan metode sebagai jalan yang dilalui untuk memperoleh pemahaman pada peserta
didik.38 Salah satu keterampilan guru yang memegang peranan penting dalam pengajaran adalah ketrampilan memilih metode. Menurut Syaiful B.
Djamarah dkk. metode memiliki kedudukan: sebagai alat motivasi
ekstrinsik dalam kegiatan belajar mengajar (KBM), menyiasati perbedaan
36
Ibid., hal. 101 37
Novan Ardy Wiyani, Barnawi Ilmu Pendidikan..., hal. 185 38
Aziz, Ab, Filsafat Pendidikan Islam Sebuah Gagasan Membangun Pendidikan Islam,
individual anak didik, untuk mencapai tujuan pembelajaran.39 Dengan demikian, bisa dipahami bahwa metode berarti cara yang digunakan untuk
melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan tujuan yang
dikehendaki. Berikut ini metode yang dapat duterapkan dalam proses
pembelajaran menurut Muhaimin dan Abdul Mujib, diataranya:
1. Metode Diakronis
Metode yang digunakan dalam proses pembelajaran dengan menekankan pada aspek pemahaman terhadap suatu kepercayaan, sejarah, dengan melihatnya, sebagai suatu kenyataan hidtoris yang sesuai dengan konteks waktu, tempat, budaya, tradisi, yang muncul.
2. Metode Singkronik analiti
Metode Pendidikan Agama Islam dengan menekankan pada aspek analisis teoritis untuk mengembangkan pada aspek analitis teoritis untuk mengembangkan keimanan dan mental intelektual peserta didik.
3. Metode Problem Solving
Metode yang digunakan oleh pendidik dengan maksud mengajak peserta didik untuk memecahkan berbagai masalah dengan mencari solusinya.
4. Metode Empiris
Metode yang digunakan oleh pendidik dengan maksud mengajak peserta didik untuk mempelajari Agama Islam melalui proses realisasi, aktualisasi, dan internalisasi norma-norma dan kaidah Islam dan mengaplikasikanya dalam interaksi sosial.
5. Metode Induktif
Metode yang digunakan oleh pendidik dengan mengajak peserta didik dalam memahami materi dengan menunjukkan suatu peristiwa atau kejadian khusus untuk digeneralisasi kepada kesimpulan umum.
6. Metode Deduktif
Metode yang digunakan oleh pendidik dengan mengajak peserta didik untuk memahami suatu peristiwa atau kejadian yang bersifat umum untuk disimplifikasi kepada kesimpulan yang bersifat khusus.40
39
Pupuh Fathurroman, Sobry Sutikno hal, Strategi..., hal. 55 40
Metode-metode yang digunakan dalam pembelajran sering
berkaitan dengan tetkni. Teknik pendidikan Islam adalah langkah-langkah
konkrit pada waktu seorang pendidik melaksanakan pengajaran di kelas. 41 Teknik adalah realisasi dari metode pendidikan Islam yang dapat
diaplikasikan dengan cara-cara praktis yang disebut dengan teknik
pendidikan Islam.42 Dari berbagai definisi diatas dapt ditarik kesimpulan bahwa teknik pembelajaran adalah cara-cara yang bersifat khusus untuk
melaksanakan pembelajaran didalam kelas, jadi teknik merupakan bentuk
perwujudan dari sebuah metode, sedangkan metode adalah penjelasan dari
asumsi-asimpi pendekatan. Dibawah ini ada beberapa macam teknik,
diataranya:
1. Teknik Teknik al Ikhbariyah wa al Muhadlarah (periklanan dan pertemuan), yakni ajaran Islam bisa dididikkan kepada
masyarakat dengan cara menggunakan media eloektronik
maupun cetak, seperti pemasangan iklan, spanduk, brosur,
pamflet, berita-berita, koran, majalah, jurnal, buku-buku
keagamaan dan lain sebagainya.
2. Teknik al Hiwar (percakapan/dialog), yakni teknik penddikan yang dilakukan melalui proses percakapan atau dialog, atau
dengan tanya jawab mengenai ajaran Islam.
3. Teknik al Qishas (bercerita), yakni teknik bercerita berbagai peristiwa sejarah yang mengandung nilai-nilai moral pendidikan
41
Aziz, Ab, Filsafat Pendidikan Islam..., hal. 166 42
dan dapat membangkitkan semangat peserta didik untuk
meneruskannya dalam konteks kekinian dan kediainian.
4. Teknik Al amtsal (perumpamaan/metafora), yakni metode yang digunakan oleh pendidik dengan cara mengambil
perimpamaan-perimpamaan dalam ayat-ayat Al qur‟an untuk diketahui dan
diresapi peserta didik, sehingga peserta didik dapat mengambil
pelajaran dari perumpamaan tersebut.
5. Teknik al Qudwah (imitasi), yakni teknik yang digunakan utuk mengajak peserta didik agar meiru beberapa tampilan perilaku
yang perlu diteladani dalam kehidupan sehari-hari.
6. Teknik al-Mumarosah al Amal (drill), yakni teknik yang digunakan untuk melatih peserta didik secara terus menerus,
sehingga terbiasa dalam keseharian.
7. Tenik al Ibrah (pelajaran mendalam), yakni teknik merenungkan dan memikirkan secara mendalam mengenai
materi ajaran Islam, terutama berkaitan dengan ciptaan Allas
SWT.
8. Teknik al Taghrib wa al Tahrib (janji dan ancaman), teknik yang digunakan pendidik dengan cara memberikan targhib
(janji-janji kesenangan, kenikmatan akhirat yang disertai
bujukan) dan tarhib (ancaman karena melakukan dosa).
mengkritisi, mengoreksi suatu isi materi dalam sebuah buku
teks dan mampu memperbandingkannya dengan buku-buku lain.
10.Teknik al-Mubasaqoh (perlombaan), yakni yakni teknik yang digunakan oleh pendidik untuk mengajak peserta didik
berkompetisi dalam belajar dengan teman lainnya.43
Selain itu dalam metode internalisasi juga diaplikasikan dalam
berbagai teknik. Ada dua teknik utama. Pertama teknik pengajaran kognitif dengan menggunkan uraian afektifnya Bloom dan kawan-kawan.
Kedua teknik non pengajaran kognitif, seperti yang diuraikan berikut: 1. Peneladanana
Guru meneladankan kepribadian muslim, dalam segala aspeknya
baik pelaksanaan ibadah khas maupun yang „am.
2. Pembiasaan
3. Shalat sunnah mutlak sebagai pengganti ceramah
4. Membaca shalawat sebagai pengganti ceramah maulid nabi 5. Berbagai perlombaan berbagai do‟a
6. Menyanyikan lagu-lagu kegamaan 7. Mambaca Al quran
8. Selalu thahur (peserta didik itu harus selalu dalam keadaan wudhu). 9. Puasa sunnah44
d. Evaluasi pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Evaluasi secara etimologi berasal dari kata evaluation dalam bahasa Ingris, yang berati penilaian. Istilah evaluasi yang berarti tidakan
atau proses untuk menentukan nilai segala sesuatu yang ada hubunganya
dengan pendidikan.45 Evaluasi menurut Suharsimi Arikunto adalah: Membedakan istilah pengukuran, penilaian, dan evaluasi. Pengukuran adalah membandingkan sesuatu dengan ukuran. Pengukuran ini bersifat kuantitatif. Penilaian adalah mengambil
43
A. Fatah Yasin, Dimensi-Dimensi..., hal. 153-155 44
Novan Ardi Wiyani, Pendidikan ..., hal. 114-118 45
suatu keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik dan buruk secara kualitatif. Sementara evaluasi adalah mencangkup pengukuran dan penilaian secara kuantitatif. 46
Berdasarkan pendaat diatas, bahwa evaluasi adalah tindakan atau
kegiatan yang dilakukan oleh seorang pendidik dalam mengevaluasi
termasuk memberikan nilai, mengukur kemampuan hasil belajar siswa
dengan menggunakan angka ataupun catatan-catatan khusus.
Untuk mengadakan kegiatan evaluasi maka dibutuhkan objek
eavaluasi. Objek evaluasi pendidikan Islam dalam arti yang umum adalah
peserta didik. Sementara dalam arti khusus adalah aspek-aspek tertentu
yang terdapat pada peserta didik. Peserta didik disini bukan hanya sebagai
objek semata melainkan pula sebagai subjek avaluasi. Oleh kareana itu
evaluasi dapat dilakuan dengan dua cara yaitu evaluasi diri sendiri dan
orang lain. Evaluasi diri sendiri dengan menggunakan introspeksi atau
perhitungan pada diri sendiri, sedangkan orang lain dalam hal pendidikan
adalah peserta didik.47 Adapaun mengenai tuajuan dari evaluasi menurut Mochtar Buchori sebagaimana dikutip Moh. Haitam Salim dan Erwin
Mahrus mengemukakan bahwa tujuan khusus evaluasi pendidikan ada dua
yaitu:
1. Untuk mengetahui kemajuan belajar peserta didik setelah ia menyadari pendidikan selama jangka waktu tertentu
2. Untuk mengetahui tingkat efisiensi metode-metode pendidikan yang digunakan selama jangka waktu tertentu.48
46
Moh. Haitam salim, Syamsul Kurniawan, Studi Ilmu Pendidikan Islam, ( Jakarta: Ar Ruzz Media, 2012), hal. 242
47
Ibid., hal. 456 48
Tujuan pendidikan Islam dapat diartikan untuk mengetahuai sejauh
mana keberhasilan proses pembelajranan dan untuk memperbaiaki
kekurangan yang ada guna kedepanya menghasilkan proses pembelajaran
yang lebih baik dan hasil dari proses pembelajaran yang lebih baik.
Jenis-jenis evaluasi yang dapat diterapkan dalam pendidikan Islam ada empat
macam, yaitu:
1. Evaluasi formatif
Evaluasi yang digunakan untuk mengetahui hasil belajar yang
dicapai peserta didik setelah ia menyelesaikan program dalam
satuan bahan pelajaran pada suatu bidang studi tertentu.
2. Evaluasi sumatif
Evaluasi yang dilakukan terhadap hasil belajar peserta didik setelah
mengikuti pelajaran dalam satu catur wulan, satu semester, atau
akhir tahun untuk menentukan jenjang berikutnya.
3. Evaluasi penempatan
Evaluasi yang dilakukan sebelu anak melakukan proses belajar
mengajar untuk kepentingan penempatan pada jurusan atau fakultas
yang didinginkan.
4. Evaluasi diagnosisi
Evaluasi terhadap hasil penganalisisisan tentang keadaan belajar
peserta didik, baik merupakan kesulitan-kesulitan atau hambatan
yang ditemui dalam situasi belajar mengajar.49
49
Sifat-sifat evaluasi yang dapat diterapkan dalam pendidikan Islam
adalah kualitatif dan kuantitatif. Kuantatif yaitu hasil evaluasi yang
diberika skor atau nilai dalam bentuk angka, misalnya 50, 79, dan 100.
Sedangkan pada kualitatatif, yaitu hasil evaluasi diberikan dalam bentuk
pernyataan verbal misalnya memuaskan, baik, cukup, dan kurang.
Sedangkan macam-macam evaluasi yang dapat diterapkan dalam
pendidikan Islam adalah tes tulis, tes lisan, dan tes perbuatan. Aspek
kognitif biasanya menggunakan tes tulis dan lisan , sedangkan aspek
psikomotorik mengunakan tes perbuatan. 50
Evaluasi pembelajaran dapat digunakan pada saat-saat tertentu
dengan menggunakan tes tulis, tes lisan maupun praktik untuk diambil
penilaian dan mengukur keberhasilan baik berupa angka ataupun tulisan
dalam kegiatan belajar-mengajar guna meningkatkan hasil yang lebih baik
pada kegiatan belajar mengajar selanjutnya.
50
D.Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu merupakan penelusuran pustaka yang berupa hasil
penelitian, karya ilmiyah, ataupun sumber lain yang digunakan peneliti sebagai
perbandingan terhadap penelitian yang dilakukan. Dalam skripsi ini penulis
akan mendikripsikan beberapa penelitian yang ada relevansinya dengan judul
penulis antara lain:
1. Penelitian yang dilakukan oleh Siti Aminah pada tahun 2014, dengn judul
“Metode Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Bagi Anak Tunagrahita Di
Sekolah Luar Biasa PGRI Kedungwaru Tulungagung Tahun 2014”. Fokus dan hasil penelitian yang menjadi bahasan dalam penelitian ini adalah: (1)
Metode Pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi anak tunagrahita
adalah metode ceramah, demonstrasi, diskusi, tanya jawab, pemberian
tugas, dan drill/latihan, (2) implementasi atau penerapan masing-masing metode pembelajaran PAI bagi siswa tunagrahita dilaksanakan dengan cara
diulang-ulang, baik mengulang penjelasan materi maupun mengulang teknik
yang diajarkan. Siswa sering berbicara sendiri, oleh karena itu guru harus
aktif berkomunikasi dengan siswa. Metode pembelajaran PAI digunakan
dengan cara berselang-seling untuk menghindari kebosanan siswa dalam
pembelajaran. Metode ceramah adalah metode yang paling sering
digunakan. Walaupun menggunakan metode ceramah, guru menyelingi
dijalin antara siswa dan guru cukup baik. Dengan demikian, proses
pembelajaran pun berjalan dengan baik pula. 51
2. Penelitian yang dilakukan oleh Maghfiroh, pada tahun 2013. Dengan judul ”
Strategi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Panti Sosial Bina Grahita (PSBG) "Ciungwanara" Bogor Tahun 2013”. Fokus penelitian, adalah (1) Penerapan strategi pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada
anak tunagrahita di Panti Sosial Bina Grahita, (2) Proses penanaman
nilai-nilai keislaman terhadap anak tunagrahita di Panti Sosial Bina Grahita, (3)
Pembelajaran guru Pendidikan Agama Islam dengan strategi tersebut bagi
anak tunagrahita di Panti Sosial Bina Grahita. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa strategi pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang diterapkan di
Panti Sosial Bina Grahita "Ciungwanara" Bogor adalah dengan
menggunakan model pembelajaran efektif dan metode pembelajaran dengan
berbagai metode diantaranya metode ceramah, keteladanan dan praktek
dapat dikatakan baik. Terlihat dari hasil yang diperoleh siswa dalam
melaksanakan tugasnya sesuai dengan kriteria yang dibuat guru dalam
penilaian. Sebagian dari mereka juga sudah dapat menerapkan sikap
bersosialisasi dengan baik.52
3. Penelitian yang dilakukan oleh Aida Hikmawati, pada tahun 2001. Dengan
judul, ”Pendidikan Agama Islam Bagi Penyandang Cacat Mental di SLB
PGRI Kedungwaru Tulungagung”. Fokus dan hasil penelitian yang menjadi
51
Siti Aminah, Metode Pembelajaran..., hal. XViii
52
bahasan dalam penelitian ini adalah: (1) Pendidikan Agama Islam Bagi
Penyandang Cacat Mental di SLB Sekolah Luar Biasa PGRI Kedungwaru
Tulungagung, dari segi tujuan, materi, dan metode, (2) Hasil belajar peserta
didik dari segi psikomotoriknya, (3) Faktor penghambat dan pendukung
Pendidikan Agama Islam bagi Penyandang Cacat Mental di SLB PGRI
Kedungwaru Tulungagung. Hasilnya mengenai tujuan pembelajaran sudah
sesuai dengan UU. No 2. Tahun 1989. Materi-materi Pendidikan Agama
Islam sudah mencakup semua pelajaran Agama Islam, namun materi masih
bersifat sederhana dan mendasar. Meode yang digunakan, ceramah, tanya
jawab, drill, karyawisata, dan demonstrasi. Hasil siswa dari segi
psikomotorik cukup memuaskan, dilihat siswa sudah mampu melkukan
gerakan-gerakan sholat. waktu yang tersedia untuk menyampaikan materi
pendidikan masih kurang.53
53
Tabel 2.2: Perbedaan Penelitian Ini dengan Penelitian Terdahulu
No Peneliti Judul
Penelitian
Aspek Perbedaan
Fokus Kajian teori Pengecakan
keabsahan data
1. Siti Aminah Metode Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Bagi Anak Tunagrahita Di Sekolah Luar Biasa PGRI Kedungwaru Tulungagung Tahun 2014
1) Metode Pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi anak tunagrahita 2) Implementasi atau
penerapan masing-masing metode pembelajaran PAI bagi siswa tunagrahita
1) Kajian tentang anak tunagrahita
2) Kajian metode pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi Anak tunagrahita
1) Pengecekan anggota 2) Perpanjangan
kehadiran peneliti di lapangan 3) Diskusi teman
sejawat 4) Pengecekan
kecakupan refrensi.
2 Maghfiroh Strategi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Panti Sosial Bina Grahita (PSBG) "Ciungwanara" Bogor Tahun 2013
1) Penerapan strategi pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada anak tunagrahita di Panti Sosial Bina Grahita, 2) Proses penanaman
nilai-nilai keislaman terhadap anak tunagrahita di Panti Sosial Bina Grahita,
3) Pembelajaran guru Pendidikan Agama Islam dengan strategi tersebut bagi anak tunagrahita di Panti Sosial Bina Grahita.
1) Kajian tentang strategi
Pembelajaran 2) Kajian tentang
Pendididkan Agama Islam 3) Kajian tentang
tunagrahiat
1) Perpanjangan keikutsertaan 2) Triangulasi data,
metode, dan sumber
Lanjutan tabel...
No Peneliti Judul
Penelitian
Aspek Perbedaan
Fokus Kajian teori Pengecakan
keabsahan data
3. Aida Hikmawati
Pendidikan Agama Islam Bagi
Penyandang Cacat Mental di SLB PGRI Kedungwaru Tulungagung20 01 1) Pendidikan Agama Islam Bagi Penyandang Cacat Mental dari segi tujuan, materi, dan metode
2) Hasil belajar peserta didik dari segi psikomotoriknya 3) Faktor penghambat dan pendukung Pendidikan Agama Islam bagi Penyandang Cacat Mental
1) Kajian tentang Pendidikan Agama Islam
2) Kajian guru Agama Islam
3) Pendidikan anak bagi anak luar biasa
4) Metode pembelajaran anak luar biasa
1) Ketekunan pengamatn
2) Triangulasi
3) Pemerikasaan sejawat
4. Penelitian ini Strategi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada Siswa Tunagrahita di SDLB-C Kemala Bhayangkari 1 Trenggalek 2015 1) Pendekatan pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada siswa tinagrahita 2) Metode dan teknik
pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada siswa tinagrahita 3) Evaluasi
pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada siswa tinagrahita
1) Kajian tentang tunagrahit
2) Pendidikan Agama Islam meliputi, pengertian, dasar-dasar, tujuan, dan materi
3) Strategi pembelajaran Pendidikan Agama Islam meliputi guru dan tanggung jawabnya,
pendekatan, metode, teknik,dan evaluasi 1) Perpanjangan keikutsertaan 2) Ketekunan pengamatan 3) Triangulasi
teknik, sumber data, dan waktu 4) Pemeriksaan
sejawat melalui diskusi
E.Kerangka Berfikir
Strategi pembelajaran menurut Pupuh Fathurroman jika diterapkan dalam
konteks kegiatan belajar mengajar, maka strategi belajar mengajar pada
dasarnya memiliki implikasi sebagai berikut:
1. Proses mengenal karakteristik dasar anak didik yang harus dicapai melalui pembelajaran
2. Memilih sistem pendekatan belajar mengajar berdasarkan kultur, aspirasi, dan pandangan filosofis masyarakat
3. Memilih dan menetapkan prosedur, metode dan teknik mengajar 4. Menetapkan norma-norma atau kriteria-kriteria keberhasilan belajar.54
Lebih konkrit Arief S. Sudirman menjabarkanya menjadi strategi
pembelajaran dalam arti luas dapat mencakup metode, pendekatan, pemilihan
sumber dan media, pengelompokan siswa dan penilaian keberhasilanya