DARI GAYA KOGNITIF VISUALIZER DANVERBALIZER
SKRIPSI
Oleh:
FIQIH FIRDAUS
NIMD94213107
UNIVERSITAS NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
JURUSAN PMIPA
PRODI PENDIDIKAN MATEMATIKA
EPISTEMIC COGNITION PESERTA DIDIK DALAM MEMECAHKAN MASALAH MATEMATIKA DITINJAU DARI
GAYA KOGNITIF VISUALIZER DANVERBALIZER
SKRIPSI
Diajukan kepada Universitas Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan Program
Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh: FIQIH FIRDAUS NIM: D94213107
UNIVERSITAS NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
JURUSAN PMIPA
Oleh : Fiq ih Firdaus
ABSTRAK
Proses kognisi ketika individu menghadapi masalah terdiri dari tiga level yaitu kognisi, meta kognisi, dan epistemic cognition. Epistemic cognition peserta didik dala m me mecahkan masalah mate matika dipengaruhi oleh gaya kognitif. Oleh ka renanya penelitian in i bertujuan untuk mendeskripsikan epistemic cognition peserta didik dala m me mecahkan masalah mate matika d itinjau dari gaya kognit if verbalizer
dan visualizer.
Penelit ian ini merupakan penelit ian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Subje k dala m penelitian in i adalah 6 peserta didik kelas XI MIA 1 MAN Sidoarjo. Subje k terdiri dari 3 peserta didik dengan gaya kognitif verbalizer dan 3 peserta didik dengan gaya kognitif visualizer. Tekn ik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian in i adalah soal pemecahan masalah dan wawancara. Soal pemecahan masalah dan wawancara diana lisis berdasarkan indikator
epistemic cognition peserta didik dala m me mecahkan masalah mate mat ika .
Berdasarkan analisis data, penelitian ini me mberikan kesimpulan: (1) Epistemic cognition peserta didik dengan gaya kognitif
verbalizer dalam me mecahkan masalah mate matika termasuk level dominan rasional. Ha l tersebut terlihat dari karakte ristik epistemic cognition peserta didik dala m me mecahkan masalah mate mat ika yaitu peserta didik cenderung lebih banyak menggunakan strategi meta kognisi, pendekatan dan justifikasi dala m me mecahkan masalah secara rasional. (2) Epistemic cognition peserta didik dengan gaya kognitif visualizer dala m me mecahkan masalah mate mat ika termasuk level rasional e mp iris. Ha l tersebut terlihat dari kara kteristik epistemic cognition peserta didik da la m me mecahkan masalah mate mat ika. Peserta didik me laksanakan strategi metakognisi, pendekatan pemecahan masalah secara rasional dan justifikasi dala m me mecahkan masalah secara rasional e mp iris .
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL LUAR ... i
HALAMAN JUDUL ... ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... v
MOTTO ... vi
HALAMAN PERSEMBAHAN ... vii
ABSTRAK ... ix
KATA PENGANTAR... ... x
DAFTAR ISI... ... xii
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xv
DAFTAR DIAGRAM ... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 5
C. Tujuan Penelitian ... 5
D. Manfaat Penelitian ... 5
E. Batasan Masalah ... 6
F. Definisi Operasional ... 6
BAB II : KAJIAN PUSTAKA A. Epistemic Cognition ... 7
B. Pemecahan Masalah Matematika ... 10
C. Epistemic Cognition dalam Memecahkan Masalah Matematika ... 13
D. Gaya kognitif Visualizer dan Gaya Kognitif Verbalizer ... 17
E. Hubungan Epistemic Cognition dalam Memecahkan Masalahdengan Gaya Kognitif Visualizer dan Verbalizer ... 20
BAB III : METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 23
B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 23
D. Instrumen Penelitian ... 28
E. Teknik Pengumpulan Data ... 33
F. Teknik Analisis Data ... 34
G. Prosedur Penelitian ... 36
BAB IV : DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA PENELITIAN A. Deskripsi dan Analisis Data Subjek dengan Gaya Kognitif Verbalizerdalam Memecahkan Masalah Matematika ... 39
B. Deskripsi dan Analisis Data Subjek dengan Gaya KognitifVisualizer dalam Memecahkan Masalah Matematika ... 98
BAB V : PEMBAHASAN A. Pembahasan Hasil Penelitian ... 145
B. Diskusi Hasil Penelitian ... 153
C. Kelemahan Penelitian ... 153
BAB VI : PENUTUP A. Kesimpulan ... 155
B. Saran ... 155
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Indiktor Pemecahan Masalah ... 13
Tabel 2.2 Karakteristik Level Epistemic Cognition dalam Pemecahan Masalah ... 15
Tabel 2.3 Indiktor Epistemic Cognition dalam Pemecahan Masalah ... 16
Tabel 3.1 Jadwal Pelaksanaan Penelitian ... 23
Tabel 3.2 Hasil Angket Gaya Kognitif ... 24
Tabel 3.3 Daftar Subjek Penelitian ... 26
Tabel 3.4 Daftar Validator Instrumen Penelitian ... 29
Tabel 3.5 Daftar Validator Instrumen Penelitian ... 31
Tabel 4.1Epistemic Cognition Subjek �1 dalam Memecahkan Masalah Matematika ... 58
Tabel 4.2 Epistemic Cognition Subjek �2 dalam Memecahkan Masalah Matematika ... 75
Tabel 4.3 Epistemic Cognition Subjek �3 dalam Memecahkan Masalah Matematika ... 91
Tabel 4.4 Epistemic Cognition Subjek �1,�2, dan �3 dalam Memecahkan Masalah Matematika ... 93
Tabel 4.5Epistemic Cognition Subjek �4 dalam Memecahkan Masalah Matematika ... 110
Tabel 4.6 Epistemic Cognition Subjek �5 dalam Memecahkan Masalah Matematika ... 125
Tabel 4.7 Epistemic Cognition Subjek �6 dalam Memecahkan Masalah Matematika ... 137
Tabel 4.8 Epistemic Cognition Subjek �4,�5, dan �6 dalam Memecahkan Masalah Matematika ... 139
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 Jawaban Tertulis Subjek �1 Poin a ... 41
Gambar 4.2 Jawaban Tertulis Subjek �1 Poin b ... 41
Gambar 4.3 Jawaban Tertulis Subjek �1 Poin c ... 42
Gambar 4.4 Jawaban Tertulis Subjek �1 Poin d ... 42
Gambar 4.5 Jawaban Tertulis Subjek �1 Terkait Strategi Metakognisi pada Tahap Merencanakan ... 54
Gambar 4.6 Jawaban Tertulis Subjek �1 Terkait Pendekatan Pemecahan Masalah pada Tahap Menerapkan .. 56
Gambar 4.7 Jawaban Tertulis Subjek �2 Poin a ... 61
Gambar 4.8 Jawaban Tertulis Subjek �2 Poin b ... 61
Gambar 4.9 Jawaban Tertulis Subjek �2 Poin c ... 62
Gambar 4.10 Jawaban Tertulis Subjek �2 Poin d ... 62
Gambar 4.11 Jawaban Tertulis Subjek �2 Terkait Strategi Metakognisi pada Tahap Mengeksplorasi ... 71
Gambar 4.12 Jawaban Tertulis Subjek �2 Terkait Strategi Metakognisi pada Tahap Merencanakan ... 72
Gambar 4.13 Jawaban Tertulis Subjek �2 Terkait Pendekatan Pemecahan Masalah pada Tahap Menerapkan ... 73
Gambar 4.14 Jawaban Tertulis Subjek �3 Poin a ... 78
Gambar 4.15 Jawaban Tertulis Subjek �3 Poin b ... 78
Gambar 4.16 Jawaban Tertulis Subjek �3 Poin c ... 79
Gambar 4.17 Jawaban Tertulis Subjek �3 Poin d ... 79
Gambar 4.18 Jawaban Tertulis Subjek �3 Terkait Strategi Metakognisi pada Tahap Merencanakan ... 87
Gambar 4.19 Jawaban Tertulis Subjek �3 Terkait Strategi Metakognisi pada Tahap Menerapkan ... 88
Gambar 4.20 Jawaban Tertulis Subjek �3 Terkait Pendekatan Pemecahan Masalah pada Tahap Menerapkan ... 89
Gambar 4.21 Jawaban Tertulis Subjek �4 ... 98
Gambar 4.22 Jawaban Tertulis Subjek �4 Terkait Pendekatan Pemecahan Masalah pada Tahap Menerapkan ... 108
Gambar 4.23 Jawaban Tertulis Subjek �5 ... 112
Gambar 4.24 Jawaban Tertulis Subjek �5 Terkait Pendekatan Pemecahan Masalah pada Tahap Menerapkan ... 122
Gambar 4.25 Jawaban Tertulis Subjek �6 ... 127 Gambar 4.26 Jawaban Tertulis Subjek �6 Terkait Pendekatan
DAFTAR DIAGRAM
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Angket Gaya Kognitif Peserta Didik ... 160
Lampiran 2 Pedoman Wawancara ... 163
Lampiran 3 Kisi-kisi Pemecahan Masalah Matematika ... 165
Lampiran 4 Soal Pemecahan Masalah Matematika Verbalizer ... 168
Lampiran 5 Soal Pemecahan Masalah Matematika Visualizer ... 169
Lampiran 6 Alternatif Jawaban ... 170
Lampiran 7 Hasil Angket Gaya Kognitif ... 180
Lampiran 8Lembar Validasi Soal Pemecahan Masalah Matematika Validator 1. ... 182
Lampiran 9Lembar Validasi Soal Pemecahan Masalah Matematika Validator 2 ... 184
Lampiran 10Lembar Validasi Pedoman Wawancara Validator 1 ... 186
Lampiran 11LembarValidasi Pedoman Wawancara Validator 2 ... 188
Lampiran 12Foto-Foto Penelitian. ... 190
Lampiran 13 Formulir Berita Acara Bimbingan Skripsi ... 192
Lampiran 14Surat Keterangan Izin Penelitian ... 193
Lampiran 15Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian... .... 194
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Matematika men jadi salah satu mata pelajaran yang menjadi tolak ukur keberhasilan dari negara-negara ma ju, hingga sekarang 60%-80% menggantungkan kepada mate matika1. Hasil riset Program for International Student Assesment (PISA) Tahun 2012, Indonesia mengala mi penurunan peringkat di bidang mate matika yaitu peringkat 64 dari 65 negara dengan peserta me mpero leh skor rata -rata 375 dari rata-rata 4942. Selan jutnya, hasil penelit ian Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) Tahun 2011 juga mengungkapkan bahwa di bidang mate matika Indonesia berada pada peringkat 38 dari 42 negara. Se la in itu, Indonesia berada pada ranking amat rendah dala m ke ma mpuan me maha mi informasi yang ko mple ks, teori, analisis dan pemecahan masalah, pe maka ian alat, prosedur dan pemecahan masalah, dan me laku kan investigasi3. Oleh karenanya perlu adanya upaya untuk me mperba iki dan mengembangkan mutu pendidikan menjadi lebih baik, khususnya dalam mengembangkan pengetahuan mate matika.
Salah satu yang me mpengaruhi perke mbangan pengetahuan mate mat ika di Indonesia adalah ko mpetensi guru dalam me mberikan pengetahuan dan peserta didik dala m menerima pengetahuan. Pe maha man individu terhadap proses me mpero leh pengetahuan dan me manipulasi pengetahuan mela lui akt ivitas mengingat, menganalisis, men ila i, mena lar, dan me mbayangkan disebut kognisi 4 . Gagne menyatakan bahwa ruang gerak pengaturan kegiatan kognitif adalah aktivitas mentalnya sendiri. Lebih lan jut Gagne juga menje laskan bahwa pengaturan kegiatan kognitif mencakup penggunaan konsep dan kaidah yang telah dimiliki, teruta ma bila sedang menghadapi suatu masalah. Kitchener menyatakan bahwa terdapat tiga level dala m proses kognisi 1
Santosa dalam Herman Hudojo, Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika, (Malang: UM Press, 2012), 25.
2
The Organisation for Economic Co-operatiom and Development (OECD). PISA 2012 Result in Focus, 59.
3
Kemdikbud, Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013, (Jakarta: Kemendikbud, 2013), 82.
4
ketika indiv idu menghadapi masalah. Level perta ma ia lah kognisi (cognition), level kedua adalah metakognisi (metacognition), dan level ketiga adalah epistemiccognition 5.
Kognitif me rupakan kegiatan atau proses me mpero leh pengetahuan (termasuk kesadaran, perasaan, dan sebagainya) atau usaha mengenali sesuatu melalu i pengalaman sendiri 6 . Metakognisi didefinisikan sebagai kognisi tentang kognisi atau pengetahuan tentang pengetahuan. Ha l in i dapat diartikan sebagai pengetahuan tentang kapan dan bagaimana untuk menggunakan strategi dala m pe mbela jaran dan pemecahan masalah7. Sedangkan epistemic cognition yaitu suatu kognisi tentang pengetahuan, proses mendapatkan pengetahuan dan justifikasi terhadap pengetahuan8 . Be rdasarkan Kitchener bahwa epistemic cognition tidak terlepas dari kognisi dan metakognisi individu9. Pada saat individu mela kukan proses epistemic cognition dalam me mecahkan masalah, mere ka juga akan me la kukan proses kognisi dan meta kognisi. Oleh karenanya peneliti tertarik untuk me la kukan penelit ian tentang
epistemic cognition peserta didik.
Epistemic cognition peserta didik dapat diketahui ket ika peserta didik me mecahkan masalah. Be rdasarkan Muis, level epistemik individu dala m me mecahkan masalah mate matika d ipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu strategi metakognisi (perencanaan, monitoring dan kontrol), pendekatan pemecahan masalah mate matika (pendekatan empiris dan rasional), justifikasi dari pe mecahan masalah mate mat ika10. Pe mecahan masalah terdiri dari kata masalah dan pemecahan masalah.
5 Ibid, hal. 10.
6Nur Aini, Skripsi: “Analisis Kemampuan Kognitif Siswa Dalam Evaluasi Pembelajaran matematika Menggunakan Model Countenance Stake”, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Surabaya, 2016), 16.
7 Eka Nuryana dan Bambang Sugiarto, Hubungan Keterampilan Metakognisi Dengan Hasil Belajar Siswa Pada Materi Reaksi Reduksi Oksidasi (Redoks) Kelas X-1 SMA Negeri 3 Sidorjo, (Surabaya: UNESA, Unesa Journal of Chem ical Education Vol.. 1, No. 1, pp 83-75 Mei 2012), 02.
8
Bangkit Joko Widodo, Analisis Epistemic Cognition Peserta Didik dalam Memecahkan Masalah Matematika Ditinjau dari Gaya Kognitif Field Dependent dan Field Independent Kelas XI SMA Negeri 1 Karanganam Tahun Ajaran 2015/2016, (Surakarta: UNS, 2016), 11.
9Karen Strohm Kitchener, “Cognition, Metakognition an
d Epistemic Cognition: A
Three-Level Model of Cognitive Procesing”, Hum. Dev. 26, 1983, 230. 10
3
Masalah adalah suatu situasi yang disadari keberadaannya da n perlu dica ri penyelesaiannya tetapi tidak langsung ditemukan ca ra me mecahkannya11. Sedangkan pe mecahan masalah menurut Sternberg dan Zeev dalam Kadir adalah suatu proses kognitif yang me mbu ka peluang pemecahan masalah untuk bergerak dari suatu keadaan yang tidak diketahui bagaimana pe mecahannya ke suatu keadaan tetapi tidak mengetahui bagaimana cara me mecah kannya12. Schoenfeld menyatakan bahwa ketika indiv idu me mecahkan masalah dipengaruhi oleh beberapa strategi dan meta kognisi13. Oleh karenanya, pe mecahan masalah dala m penelitian ini mengacu pada pemecahan masalah mate mat ika menurut Schoenfeld. Tahap pe mecahan masalah menurut Schoenfeld yaitu me mbaca, menganalisis, mengeksplorasi, me rencanakan, menerap kan, dan me mverifikasi.
Penelit ian-penelit ian yang terka it dengan epistemic cognition
terhadap pemecahan masalah mate matika telah dilaku kan oleh beberapa peneliti. Schoenfeld me la kukan penelitian tentang komponen dari
epistemic cognition dengan tujuan untuk mengetahui apakah peserta didik berpengaruh terhadap proses pemecahan masalah mate matika dan prestasi belaja r14. Hasil penelit iannya menyatakan bahwa sebagian besar peserta didik meya kin i bahwa ketika me mecahkan masalah mate mat ika, me reka lebih banyak me la kukan pendekatan dengan menghafal informasi yang diberikan. Hasil penelit ian oleh Widodo juga menunjukkan bahwa terdapat keberagaman epistemic cognition peserta didik da la m me mecahkan masalah mate matika yang diperlihatkan oleh peserta didik15. Adanya keberagaman proses epistemic cognition peserta didik da la m me mecahkan masalah mate matika in i me mbuat peneliti
11 Herlambang, Analisis Kemampuan Pem ecahan Masalah Matematika Siswa Kelas VII-A SMP Negeri 1 Kepahiang Tentang Bangun Datar Ditinjau dari teori Van Hiele, (Bengkulu), 2013.
12
P. Kadir, Penerapan Pembelajaran Kontekstual Berbasis Potensi Pesisir Sebagai Upaya peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah, Komunikasi Metamatik, dan Keterampilan Siswa SMP, (Disertasi UPI: Bandung), 2010.
13
A. H. Schoenfeld, Mathematical problem solving. (Orlando, FL: Academic Press, 1985), 27.
14
Alan H. Schoenfeld, Mathematical Problem Solving (London: Academic Press INC, 1985), 13.
15
tertarik untuk me laku kan penelit ian mengenai epistemic cognition
peserta didik dala m me mecah kan masalah mate matika.
Keberagaman epistemic cognition peserta didik dala m me mecahkan masalah mate mat ika dapat dip engaruhi banyak hal, salah satunya adalah gaya kognitif16. Gaya kognitif ada lah kara kteristik individu dala m penggunaan fungsi kognitif (berpikir, mengingat, me mecahkan masalah, me mbuat keputusan, mengorganisasi, dan me mp roses informasi) yang bersifat konsisten dan berlangsung lama17. Coop menge mukakan bahwa istilah gaya kognitif mengacu pada kekonsistenan pola yang ditampilkan seseorang dalam merespon berbagai situasi dan juga mengacu pada pendekatan intelektual atau strategi dalam me mecahkan masalah18.
Penelit ian yang terkait epistemic cognition peserta didik dala m me mecahkan masalah ditinjau dari gaya kognitif dilaku kan oleh Widodo. Hasil penelit iannya menyatakan bahwa terdapat perbedaan
epistemic cognition peserta didik dengan gaya kogntif field dependent
dan gaya kognitif field independent. Oleh karena hal tersebut, dalam penelitian in i a kan mengkaji epistemic cognition peserta didik dala m me mecahkan masalah mate matika d itinjau dari gaya kognitif.
Gaya kognitif d ibedakan menjad i beberapa jen is, yaitu gaya kognitif visualizer & verbalizer, gaya kognitif field dependent & field independent, gaya kognitif impulsif & re fle ksif, dan gaya kognitif intuitif-indukt if & logik-deduktif19. Gaya kognit if peserta didik dala m penelitian in i adalah gaya kognitif visualizer & verbalizer. Peserta didik yang bergaya kognitif visualizer cenderung untuk menerima dan me mp roses informasi, berp ikir, dan menyelesaikan masalah dalam bentuk gambar-ga mbar (v isual), sedangkan peserta didik yang bergaya kognitif verbalizer lebih menyuka i dala m menerima dan mengolah informasi, berpikir, dan menyelesaikan masalah dala m bentuk tulisan atau kata-kata.
16 Ibid, hal. 10.
17
Ibid, hal. 10.
18R. H Coop & Kinnard White, Psycological Concept in The Classroom (New York: Harper & Row Publisher, 1974), 251.
5
Oleh karena itu, untuk mengetahui lebih dala m tentang
epistemic cognition peserta didik dala m me mecahkan masalah mate mat ika d itinjau dari gaya kognitif visualizer dan verbalizer, ma ka penulis terdorong untuk melakukan penelitian dengan judul “Epistemic Cognition Peserta Di dik dalam Me mecahkan Masal ah Mate matika Ditinjau dari Gaya Kognitif Visualizer dan Verbalizer”.
B. Rumusan Masal ah
1. Bagaimana epistemic cognition peserta didik dengan gaya kognitif
verbalizer dalam me mecahkan masalah mate mat ika?
2. Bagaimana epistemic cognition peserta didik dengan gaya kognitif
visualizer dalam me mecahkan masalah mate mat ika? C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan ru musan masalah penelitian, ma ka tu juan penelitian ini ya itu:
1. Untuk mendeskripsikan epistemic cognition peserta didik dengan gaya kognitif verbalizer dala m me mecahkan masalah mate mat ika . 2. Untuk mendeskripsikan epistemic cognition peserta didik dengan
gaya kognitif visualizer dala m me mecahkan masalah mate mat ika . D. Manfaat Pe nelitian
1. Secara Teoritis
Secara teorit is penelitian in i diharap kan dapat me mbangun pengetahuan atau teori baru mengenai epistemic cognition peserta didik dala m me mecahkan masalah mate mat ika , sehingga dapat digunakan peneliti selanjutnya dengan mengembangkan teori pembela jaran menggunakan adaptasi dan modifikasi dari hasil penelitian ini.
2. Secara Prakt is
E. Batasan Pe nelitian
Batasan penelitian untuk men jaga fo kus penelitian, ma ka d irasa perlu untuk me mbatasi masalah penelit ian. Batasan penelitian in i adalah materi yang digunakan yaitu materi turunan pada kelas XI MAN Sidoarjo.
F. Definisi Operasional
Untuk me mpermudah pemaha man, perlu didefinisikan beberapa istilah yang digunakan dala m penelit ian in i. Istilah -istilah yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Epistemic cognition yaitu suatu kognisi tentang pengetahuan, proses mendapatkan pengetahuan, dan justifikasi terhadap pengetahuan.
2. Masalah mate matika adalah suatu pertanyaan/soal ketika seseorang tidak dapat secara langsung menyelesaikan suatu pertanyaan mate mat ika yang bukan prosedur rutin sehingga untuk me mperoleh penyelesaiannya diperlukan strategi.
3. Pe mecahan masalah merupakan sintaks strategi dengan pertimbangan yang menyeluruh dan me miliki kara kteristik yang penting, yaitu kerja yang fleksibe l dan dapat me modifikasi sintaks dala m mengubah situasi dan kondisi-kondisi, sehingga dapat ditentukan suatu tingkat seberapa baik seseorang dapat mengatasi situasi baru.
4. Gaya kognitif verbalizer adalah gaya kognitif seseorang yang cenderung menangkap informasi dari apa yang didengarnya, sehingga lebih mudah untuk menerima , me mp roses, menyimpan, maupun menggunakan informasi dala m bentuk teks atau tulisan. 5. Gaya kognitif visualizer adalah gaya kognitif seseorang yang
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A.Epistemic Cognition
Secara etimologis, epistemologi berasal dari bahasa Yunani, gabungan kata ”episteme” dan ”logos”. Episteme berarti pengetahuan sedangkan logos lazimnya menunjukkan teori atau pengetahuan secara sistemik. Epistemologi adalah cabang ilmu yang menengarai masalah‐masalah filosofis yang mengitari teori ilmu pengetahuan1. Epistemologi adalah nama lain dari logika material atau logika mayor yang membahas dari isi pikiran manusia, yaitu pengetahuan. Epistemologi merupakan studi tentang pengetahuan, bagaimana mengetahui benda-benda. Pengetahuan ini berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti: cara manusia memperoleh dan menangkap pengetahuan dan jenis-jenis pengetahuan. Dengan demikian epistemologi ini membahas sumber, proses, syarat, batas fasilitas, dan hakekat pengetahuan yang memberikan kepercayaan dan jaminan bagi guru bahwa ia memberikan kebenaran kepada murid-muridnya atau kepercayaan bagi murid dari hakekat suatu pengetahuan2 . Banyak peneliti menjadi lebih tertarik dalam mempelajari bagaimana kognisi individu dalam memahami pengetahuan dan bagaimana proses mengetahuimya.
Cognition berasal dari bahasa latin yaitu cognoscere, yang berarti mengetahui (to know) dan mengenal (to recognize). Kognisi disebut juga gejala-gejala pengenalan3. Definisi kognisi berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah kegiatan atau proses memperoleh pengetahuan (termasuk kesadaran, perasaan, dan sebagainya) atau usaha mengenali sesuatu melalui pengalaman sendiri. Proses yang dilakukan adalah memperoleh pengetahuan dan manipulasi pengetahuan melalui aktivitas mengingat, menganalisis, menilai, menalar, dan membayangkan. Proses kognitif merupakan salah satu kerangka dasar untuk pengkategorian tujuan-tujuan
1M. Nur Gufron, “Hubungan antara Kepercayaan Epistemologi dan Pendekatan Belajar: Studi Metaanalisis”, Jurnal Psikologi, 36 : 2, (Desember, 2009), 1.
2 Tri Suminar, ”Tinjauan Filsafati (Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi Manajemen Pembelajaran Berbasis Teori Sibernetik”, 3.
pendidikan, penyusunan tes, dan kurikulum. Tingkatan proses kognitif dalam taksonomi Bloom yakni; pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi. Revisi mengenai tingkatan proses kognitif dilakukan oleh Kratwohl dan Anderson dalam Wicaksono yaitu dengan merubah kata benda (dalam Taksonomi Bloom) menjadi kata kerja (dalam taksonomi revisi)4.
Kitchener menyatakan bahwa terdapat tiga level dalam proses kognitif ketika individu menghadapi masalah, yaitu kognisi (cognition), metakognisi (metacognition), dan epistemic cognition5.
Level pertama adalah kognisi (cognition), individu biasanya melakukan proses menghitung, menghafal, membaca, mengingat, dan lain-lain. Level kedua adalah metakognisi (metacognition), individu melakukan monitoring terhadap proses selama melaksanakan kegiatan kognisi. Level ketiga adalah epistemic cognition, individu melakukan monitoring terhadap sifat epistemik dari permasalahan dan justifikasi dari strategi serta solusi dari masalah tersebut.
Kognisi adalah pemahaman individu terhadap proses memperoleh pengetahuan dan memanipulasi pengetahuan melalui aktivitas mengingat, menganalisis, menilai, menalar, dan membayangkan6. Pengetahuan kognitif cenderung diterima sebagai pengetahuan tentang proses kognitif yang dapat digunakan untuk mengontrol proses kognitif. Metakognisi yaitu pengetahuan seseorang tentang berbagai strategi belajar, berpikir, dan pemecahan masalah, serta keterampilannya dalam memilih, menggunakan, dan mengatur strategi-strategi tersebut sesuai dengan tuntutan tugas yang sedang dihadapi dan karakteristik pribadinya7. Metakognisi adalah
4Winahyu Arif Wicaksono, Moh Salimi, Imam Suyanto, “Model Berpikir Induktif: Analisis Proses Kognitif dalam Model Berpikir Induktif”, Prosiding Seminar Nasional Inovasi Pendidikan Inovasi Pembelajaran Berbasis Karakter dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN, 195.
5 Karen Strohm Kitchener, “Cognition, Metakognition and Epistemic Cognition: A Three -Level Model of Cognitive Procesing”, Hum. Dev. 26, 1983, 230.
6Bangkit Joko Widodo, Tesis Magister: “Analisis Epistemic Cognition Peserta Didik dalam Memecahkan Masalah Matematika Ditinjau dari Gaya Kognitif Field Independent dan Field Dependent Kelas XI SMA Negeri 1 Karanganam Tahun Ajaran 2015/2016”, (Surakarta: Universitas Negeri Sebelas Maret, 2016), 9.
7 Fasikhun, Tesis Magister: “Implementasi Pembelajaran Kelompok dengan Pendekatan Metakognitif Yang Berbasis Teknologi Dikemas dalam CD Interaktif pada Materi Geometri di MAN Babakan Tegal”, (Semarang: Universitas Negeri Semarang, 2008),
9
kemampuan berpikir dimana yang menjadi objek berpikirnya adalah proses berpikir yang terjadi pada diri sendiri8. Artinya, berpikir tentang apa yang dipikirkan dalam hal yang berkaitan dengan kesadaran terhadap kemampuan untuk mengembangkan berbagai cara dalam memecahkan masalah. Schoenfeld mengemukakan secara lebih spesifik tiga cara untuk menjelaskan tentang metakognitif dalam pembelajaran matematika, yaitu keyakinan dan intuisi, pengetahuan, dan kesadaran diri (regulasi diri)9. Keyakinan dan intuisi menyangkut ide-ide matematika apa saja yang disiapkan untuk memecahkan masalah matematika dan bagaimana ide-ide tersebut membentuk jalan/cara untuk memecahkan masalah matematika. Pengetahuan tentang proses berpikir menyangkut seberapa akuratnya seseorang dalam menggambar proses berpikirnya. Sedangkan kesadaran diri atau regulasi diri menyangkut seberapa baiknya seseorang dalam menjaga dan mengatur apa yang harus dilakukan ketika memecahkan masalah dan seberapa baiknya seseorang menggunakan input dari pengamatan untuk mengarahkan aktivitas-aktivitas pemecahan masalah.
Chinn & Buckland dalam Widodo menyatakan bahwa penelitian mengenai kognisi individu terhadap masalah epistemik manjadi topik utama dalam dunia pendidikan dan perkembangan psikologi, sebuah kognisi tentang topik yang berhubungan tentang pengetahuan, sumber pengetahuan, keyakinan terhadap pengetahuan, dan bukti yang mendasari keyakinan tersebut10. Beberapa penelitian menggunakan istilah yang berbeda dalam menggambarkan kajian ini, antara lain epistemology belief, personal epistemology, epistemic belief, dan epistemic cognition.
Mason et al. menyatakan bahwa epistemic cognition adalah cara bagaimana individu memahami konsep certainty, simplicity, source, dan justifikasi suatu pengetahuan11. Hofer dan Pitrinch dalam
8 Imroatul Hasanah, Skripsi: “Analisis Metakognisi Siswa dalam Memecahkan Masalah Matematika Berdasarkan Model Flavell”, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Surabaya,
2014), 15.
9 A. H. Schoenfeld, Mathematical problem solving. (Orlando, FL: Academic Press, 1985), 90.
10 Bangkit Joko Widodo, Tesis Magister: “Analisis Epistemic Cognition Peserta Didik dalam Memecahkan Masalah Matematika Ditinjau dari Gaya Kognitif Field Independent dan Field Dependent Kelas XI SMA Negeri 1 Karanganam Tahun Ajaran 2015/2016”, (Surakarta: Universitas Negeri Sebelas Maret, 2016), 10.
11
Ferguson juga menyatakan bahwa epistemic cognition merupakan bentuk dari personal epistemology yang berhubungan dengan pandangan dan pemahaman individu tentang pengetahuan dan proses mendapatkan pengetahuan12. Penelitian ini menggunakan istilah
epistemic cognition yang diartikan sebagai suatu kognisi tentang pengetahuan, proses mendapatkan pengetahuan, dan justifikasi terhadap pengetahuan.
Muis mengkategorikan perkembangan epistemic cognition
peserta didik ke dalam tiga level epistemik, yaitu dominan empiris, empiris dan rasional, dan dominan rasional. Penentuan level epistemik peserta didik pada domain umum didasarkan pada hasil angket Psycho-epistemological Profile (PEP) yang dikembangkan oleh Royce et al. PEP disusun berdasarkan pada proses mendapatkan pengetahuan yang dikemukakan oleh Royce, yaitu rasionalisme, empirisme, dan metaporisme. PEP terdiri dari 90 butir pernyataan pribadi (self report) yang mencerminkan rasionalisme, empirisme, dan metaporisme13. Tes PEP dilakukan sebagai dasar melihat level epistemik awal siswa untuk domain yang masih umum. Oleh karenanya, penelitian ini tidak melakukan tes PEP dikarenakan penelitian ini dalam sub bidang tertentu yaitu matematika.
B. Pemecahan Masalah Matematika
Setiap persoalan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari tidak dapat sepenuhnya dikatakan masalah. Suherman mengemukakan bahwa suatu masalah biasanya memuat suatu situasi yang mendorong seseorang untuk menyelesaikannya akan tetapi tidak tahu secara langsung apa yang harus dikerjakan untuk menyelesaikannya14. Oleh karena itu, jika suatu masalah diberikan kepada seorang peserta didik, dan peserta didik tersebut dapat mengetahui langsung jawaban dengan benar terhadap persoalan yang diberikan, maka persoalan tersebut bukan dikatakan suatu masalah. Sedangkan definisi masalah menurut Shadiq adalah suatu persoalan/pertanyaan yang menunjukkan adanya suatu tantangan
12Leila E. Ferguson, Ivar Braten, Helge I. Stromso, “Epistemic Cognition When Students Read Multiple Documents Containing Conflicting Scientific Evidence: A Think-Aloud
Study”, Learning and Instruction, No. 22, (2012), 104. 13 Bangkit Joko Widodo, Op. Cit, hal. 10.
11
yang tidak dapat dipecahkan oleh suatu prosedur rutin yang sudah diketahui yang tidak bisa diperoleh secara langsung15.
Lenard dalam Pinter dalam Widodo menyatakan bahwa suatu masalah didefinisikan sebagai suatu keadaan ketika jalan menuju tujuan tertentu tidak tampak16. Pada tingkat lanjut, peserta didik perlu memilih antara metode yang diketahui atau kadang perlu menggabungkan beberapa metode berbeda. Pada tingkatan tertinggi, peserta didik mampu menggunakan metode pemecahan baru.
Widodo menyebutkan bahwa pertanyaan dapat dikatakan masalah apabila:
1. Soal memiliki hubungan dengan materi/informasi yang pernah diterima dan berkaitan dengan kehidupan sehari-hari peserta didik.
2. Soal yang diberikan membuat peserta didik tertantang untuk memecahkannya.
3. Langkah pemecahan soal dapat mengembangkan berpikir kritis peserta didik meski belum tampak jelas.
4. Soal merupakan masalah non-rutin dimana prosedur pemecahan memerlukan perencanaan pemecahan.
Pada penelitian ini masalah diartikan sebagai pertanyaan atau soal pemecahan masalah yang dihadapi peserta didik untuk dipecahkan berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki. Masalah matematika pada umumnya berbentuk soal matematika, namun tidak semua soal matematika merupakan masalah. Jika peserta didik menghadapi suatu soal matematika, maka ada beberapa hal yang mungkin terjadi pada peserta didik, yaitu:
1. Langsung mengetahui atau mempunyai gambaran tentang penyelesaiannya, tetapi tidak berkeinginan (berminat) untuk meyelesaikan soal tersebut.
2. Mempunyai gambaran tentang penyelesaiannya akan tetapi berkeinginan untuk menyelesaikan soal itu.
15 Husna, M. Ikhsan, Siti Fatimah, “Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Share (TPS)”, 1: 2, (April, 2013), 83.
3. Tidak mempunyai gambaran tentang penyelesainnya akan tetapi berkeinginan untuk menyelesaikan soal itu.
4. Tidak mempunyai gambaran tentang penyelesaiannya dan tidak berkeinginan untuk menyelesaikan soal itu.
Soal yang bukan merupakan masalah biasanya disebut soal rutin atau latihan. Untuk menyelesaikan suatu masalah perlu kegiatan mental (berpikir) yang lebih banyak dan kompleks dari pada kegiatan mental yang dilakukan pada waktu menyelesaikan soal rutin. Masalah matematika adalah soal matematika yang tidak rutin dan tidak mencakup aplikasi prosedur matematika yang sama atau mirip dengan yang sudah dipelajari di kelas.
Schoenfeld menyatakan bahwa proses pemecahan masalah merupakan sintaks strategis dengan pertimbangan yang menyeluruh dan memiliki karakteristik yang penting, yaitu kerja yang fleksibel dan dapat memodifikasi sintaks dalam mengubah situasi dan kondisi-kondisi, sehingga dapat ditentukan suatu tingkat seberapa baik seseorang dapat mengatasi situasi baru 17 . Schoenfeld juga menyatakan bahwa ketika individu memecahkan masalah matematika dipengaruhi beberapa strategi dalam metakognisi. Oleh karena itu, strategi metakognisi menjadi salah satu faktor yang berpengaruh terhadap epistemic cognition peserta didik dalam memecahkan masalah matematika.
Pemecahan masalah matematika dalam penelitian ini mengacu pada Schoenfeld. Berikut ini merupakan indikator dari tahap pemecahan masalah Schoenfeld18.
17 Alan H. Schoenfeld, Mathematical Problem Solving (London: Academic Press INC, 1985), 13.
18
13
Tabel 2.1.
Indikator Pemecahan Masalah Matematika
No. Tahap Pemecahan
Masalah Indikator
1. Membaca Menentukan permasalahan pada soal
2. Menganalisis
1.Mengidentifikasi hal-hal yang diketahui dan ditanyakan pada soal 2.Mengidentifikasi rumus atau
prinsip yang berhubungan dengan permasalahan pada soal
3. Mengeksplorasi
Menentukan informasi baru yang belum ada pada pernyataan permasalahan.
4. Merencanakan
Menentukan strategi yang akan digunakan untuk memecahkan masalah pada soal.
5. Menerapkan Melaksanakan strategi yang telah ditentukan
6. Memverifikasi
1. Menentukan hasil dari pemecahan masalah yang diperoleh
2. Mengecek solusi yang diperoleh 3. Memberikan kesimpulan
berdasarkan langkah-langkah yang telah dilakukan
C. Epistemic Cognition dalam Memecahkan Masalah Matematika Epistemic cognition peserta didik dapat diketahui ketika peserta didik memecahkan masalah matematika. Penentuan level epistemik individu dalam memecahkan masalah matematika didasarkan pada faktor-faktor yang mempengaruhinya. Muis menyatakan bahwa level epistemik individu dalam memecahkan masalah matematika dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu19: 1. Strategi metakognisi (planning, monitoring, dan control)
Strategi metakognisi yang dikenalkan oleh Scheonfeld terdiri dari tiga tahap yaitu planning, monitoring, dan control. Perencanaan atau planning adalah sebuah strategi yang
dipikirkan untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Ketika peserta didik dihadapkan pada suatu masalah, peserta didik akan berusaha memikirkan sebuah rencana yang akan digunakan untuk mendekati permasalahan tersebut. Monitoring adalah pengetahuan dalam metakognisi yang digunakan untuk memonitor proses kognitif. Monitoring memberikan kesempatan peserta didik untuk mengubah cara atau strategi ketika penyelesaian dari suatu masalah tidak sesuai dengan yang seharusnya. Ketika peserta didik salah menggunakan strategi kemudian peserta didik melakukan monitoring. Kontrol dalam metakognisi berarti menyesuaikan aktivitas seperti mengubah langkah aksi dengan cara menerapkan cara atau strategi baru. Ketika peserta didik mengetahui bahwa cara yang digunakan tidak bekerja (monitoring) maka peserta didik akan mengganti dengan cara lain (control).
2. Pendekatan pemecahan masalah matematika
Pendekatan pemecahan masalah matematika dikategorikan menjadi dua pendekatan yaitu pendekatan rasional dan pendekatan empiris. Pendekatan pemecahan masalah dikatakan rasional jika peserta didik menggunakan argumen matematis atau menurunkan bukti, teorema, atau fakta selama memecahkan masalah matematika. Sedangkan pendekatan pemecahan masalah dikatakan empiris jika peserta didik menggunakan cara trial and error atau menggunakan informasi yang bersifat perseptif dalam memecahkan masalah matematika. Misalnya mensubstitusikan solusi ke dalam persamaan sampai mendapatkan keadaan dimana solusi persamaan.
3. Justifikasi dari pemecahan masalah matematika
15
Muis dalam Widodo menyatakan karakteristik untuk setiap level epistemik peserta didik dalam memecahkan masalah matematika sebagai berikut20.
Tabel 2.2.
Karakteristik Level Epistemic Cognition dalam Pemecahkan Masalah
Level Epistemic
Cognition Karakteristik
Dominan Rasional
Cenderung lebih banyak
menggunakan strategi metakognisi, terutama monitoring dan kontrol terhadap informasi baru dan penerapan langkah-langkah Pendekatan dan justifikasi dalam
memecahkan masalah dominan ke rasional
Rasional Empiris
Menggunakan strategi metakognisi, pendekatan dan justifikasi dalam
memecahkan masalah dengan tingkat rata-rata, berarti untuk masalah yang satu berbeda dengan masalah yang lain
Dominan Empiris
Cenderung sedikit menggunakan strategi metakognisi, terutama
monitoring dan kontrol terhadap informasi baru dan penerapan langkah-langkah
Pendekatan dan justifikasi dalam memecahkan masalah dominan ke empiris
Indikator epistemic cognition dalam pemecahan masalah matematika yang digunakan pada penelitian ini mengacu pada indikator epistemic cognition dalam pemecahan masalah matematika pada penelitian Widodo21.
Tabel 2.3.
Indikator Epistemic Cognition dalam Pemecahan Masalah Matematika
Faktor Epistemic Cognition
Tahap Pemecahan
Masalah
Indikator
Strategi metakognisi
(planning, monitoring,
control)
Mengeksplorasi
1. Menentukan informasi baru yang belum ada pada soal 2. Memonitor informasi baru
yang diperoleh dapat digunakan untuk memecahkan masalah Merencanakan Menentukan strategi yang akan
digunakan
Menerapkan
1. Memonitor strategi yang digunakan apakah sudah sesuai untuk memecahkan masalah
2. Menentukan strategi yang lain jika belum sesuai dan menggantinya dengan strategi yang sesuai untuk memecahkan masalah Pendekatan
pemecahan masalah
Menerapkan
Menentukan pendekatan pemecahan masalah yang digunakan (pendekatan pemecahan masalah rasional atau empiris)
Justifikasi
Membaca Melakukan justifikasi terhadap permasalahan pada soal Menganalisis Melakukan justifikasi terhadap
informasi yang diperoleh dari
21
17
permasalahan pada soal Mengekslporasi Melakukan justifikasi terhadap
informasi baru yang diperoleh Merencanakan
Melakukan justifikasi terhadap strategi yang akan digunakan
Menerapkan
Melakukan justifikasi terhadap penerapan strategi yang digunakan
Memverifikasi Melakukan justifikasi terhadap solusi yang diperoleh
D. Gaya kognitif Visualizer dan Gaya Kognitif Verbalizer 1. Pengertian Gaya Kognitif
Gaya kognitif (cognitive style) merupakan salah satu ide baru dari kajian psikologi perkembangan dan pendidikan. Usodo dalam Komarudin mengemukakan bahwa gaya kognitif adalah karakteristik individu dalam penggunaan fungsi kognitif-berpikir, mengingat, memecahkan masalah, membuat keputusan, mengorganisasi, memproses informasi, dan seterusnya yang bersifat konsisten dan berlangsung lama22. Hamzah dalam Wahyuni menyatakan bahwa gaya kognitif merupakan cara siswa yang khas dalam belajar, baik yang berkaitan dengan cara penerimaan dan pengolahan informasi, sikap terhadap informasi, maupun kebiasaan yang berhubungan dengan lingkungan belajar23. Pengetahuan tentang gaya kognitif dibutuhkan untuk merancang dan memodifikasi materi pembelajaran, tujuan pembelajaran serta metode pembelajaran. Diharapkan dengan adanya interaksi dari gaya kognitif, tujuan, materi serta metode
22Komarudin, Tesis: “Proses Berpikir Kreatif Siswa SMP dalam Pengajuan Masalah Matematika Ditinjau dari Gaya Kognitif Siswa: (Studi Kasus pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Sukaharjo Tahun Pelajaran 2012/2013)”, (Surakarta: Universitas Negeri Sebelas Maret, 2014), 20.
pembelajaran maka hasil belajar siswa dapat dicapai semaksimal mungkin.
Mendelson dalam Istiqomah mengungkapkan bahwa gaya kognitif tampak konsisten sepanjang waktu dalam berbagai situasi24. Oleh karenanya, ketika kita mengamati gaya kognitif peserta didik, maka gaya kognitif tersebut akan terus menerus muncul dengan gaya yang sama dan tidak berubah pada berbagai keadaan.
Gaya kognitif adalah sikap atau kecenderungan tingkah laku yang relatif stabil dalam diri peserta didik dalam menerima, memahami, mengingat, dan menyelesaikan masalah 25 . Berdasarkan penjelasan berbagai ahli di atas maka gaya kognitif dapat dikatakan sebagai satu karakteristik khas peserta didik dalam menerima, dan mengingat informasi, berpikir, serta menyelesaikan masalah yang bersifat konsisten dan bertahan lama.
2. Gaya Kognitif Visualizer dan Verbalizer
Gaya kognitif yang berkaitan dengan kebiasaan individu menggunakan alat inderanya dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu visualizer dan verbalizer. Pengkalisifikasian seorang individu ke dalam visualizer dan verbalizer pertama kali diungkapkan oleh Paivo dan didukung oleh Richardson26. Paivo dan Richardson mengungkapkan bahwa visualizer cenderung membayangkan ketika mencoba untuk melakukan tugas-tugas yang berhubungan dengan kognitif, sedangkan verbalizer
cenderung mengandalkan strategi analisis verbal. Mendelson dalam Salam menyatakan bahwa individu yang memiliki gaya kognitif visualizer dapat dilihat saat belajar, mereka lebih baik ketika melihat informasi dalam bentuk visual seperti gambar, diagram dan peta, sedangkan individu yang memiliki gaya
24Nisa Rachmi Istiqomah, Tesis: “Penalaran Aljabar Siswa SMA dalam Menyelesaikan Masalah Matematika Berdasarkan Gaya Kognitif”, (Surabaya: Universitas Negeri
Surabaya, 2016), 27.
25Manaek Lumbantoruan, Tesis: “Pengaruh Strategi Pengorganisasian Pembelajaran dengan Gaya Kognitif Spasial Terhadap Hasil Belajar Siswa SMA Kelas XI IPA Pada Pokok Bahasan lkatan Kimia”, (Medan: Universitas Negeri Medan, 2010), 48.
26Nisa Rachmi Istiqomah, Tesis: “Penalaran Aljabar Siswa SMA dalam Menyelesaikan Masalah Matematika Berdasarkan Gaya Kognitif”, (Surabaya: Universitas Negeri
19
kognitif verbalizer lebih baik ketika mereka membaca informasi27.
Peserta didik dengan gaya kognitif visualizer cenderung lebih mudah untuk menerima, memproses, menyimpan, dan menggunakan informasi dalam bentuk gambar maupun grafik. Sedangkan seseorang dengan gaya kognitif verbalizer cenderung lebih mudah untuk menerima, memproses, menyimpan, dan menggunakan informasi dalam bentuk teks atau tulisan. Berdasarkan penjelasan di atas, gaya kognitif satu dengan yang lainnya tidak dapat ditentukan mana yang lebih unggul atau lebih rendah. Hal ini dikarenakan gaya kognitif visualizer mempunyai karaketristik sendiri, begitu juga dengan gaya kognitif verbalizer.
Pavalio mengembangkan questioner yang digunakan untuk mengukur cara berpikir seseorang. Untuk mengidentifikasi gaya kognitif siswa tersebut, dengan cara pemberian Tes Penggolongan Gaya Kognitif Visualizer-Verbalizer (TPGK) kepada setiap subjek penelitian. Tes tersebut diadaptasi oleh Mendelson yaitu Verbalizer Visualizer Quistionaire (VVQ) dalam artikelnya yang berjudul “For whom cognitive style and attention on processing of New Photos”28. Richardson dalam Leutner juga menyatakan bahwa banyak penelitian yang memberikan tes Penggolongan Gaya Kognitif Visualizer-Verbalizer (TGK) menggunakan Verbalizer Visualizer Quistionaire (VVQ)29.
Instrumen ini terdiri dari 20 item pernyataan yang mengarah pada gaya kognitif visualizer dan verbalizer. Sepuluh item pernyataan pertama terkait gaya kognitif verbalizer dan sepuluh item lainnya terkait gaya kognitif visualizer. Kriteria penggolongan gaya kognitif dapat dilihat dari perolehan jumlah skor akhir dari pernyataan-pernyataan yang dipilih peserta didik.
27Reski Wati Salam, Tesis: “Profil Penalaran Siswa MTs dalam Mengajukan Masalah Aljabar Ditinjau dari Gaya Kognitif Visualizer dan Verbalizer”, (Surabaya: Universitas
Universitas Negeri Surabaya, 2016), 30.
28 Jaunuddin, Tesis: “Profil Berpikir Aljabar Siswa SMP kelas Terpisah dalam Menyelesaikan Masalah Matematika Ditinjau dari Gaya Kognitif Visualizer dan Verbalizer”, (Surabaya: Universitas Negeri Surabaya, 2016), 38.
Setiap butir pernyataan memiliki skala penilaian 1 (sangat tidak setuju) sampai 5 (sangat setuju) dengan masing-masing nilai menyatakan satu kriteria tertentu. Skor visualizer diperoleh dengan menjumlahkan nilai respons 10 pernyataan yang berhubungan dengan gaya kogntif visualizer sedangkan skor
verbalizer diperoleh dengan menjumlahkan nilai respons 10 pernyataan yang berhubungan dengan gaya kognitif verbalizer. Peserta didik yang menunjukkan nilai tinggi pada skor visualizer
maka peserta didik tersebut tergolong gaya kognitif visualizer
sedangkan jika nilai tinggi pada skor verbalizer maka peserta didik tersebut tergolong gaya kognitif verbalizer.
E. Hubungan Epistemic Cognition dalam Memecahkan Masalah dengan Gaya Kognitif Visualizer dan Verbalizer
Peserta didik tidak akan lepas dari suatu permasalahan, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun kehidupan di sekolah. Ketika peserta didik berhadapan dengan suatu soal maka akan menjadi masalah jika dalam bagian soal tersebut tidak dapat diselesaikan seperti soal rutin biasa. Dalam hal ini, peserta didik dapat menerapkan langkah-langkah pemecahan masalah atau soal menurut Schoenfeld. Langkah-langkah pemecahan masalah Schoenfeld, yaitu membaca, menganalisis, mengeksplorasi, merencanakan, menerapkan, dan memverifikasi. Pemecahan masalah dipengaruhi oleh banyak hal, salah satunya adalah epistemic cognition.
Epistemic cognition merupakan suatu kognisi tentang pengetahuan, proses mendapatkan pengetahuan, dan keyakinan tentang pengetahuan serta justifikasi terhadap pengetahuan.
21
didik menentukan pilihannya ketika menerima pengetahuan dan gaya kognitif ini menentukan level epistemik peserta didik30.
Gaya kognitif merupakan karakteristik khas peserta didik dalam menerima dan mengingat informasi, berpikir serta memecahkan masalah yang bersifat konsisten dan berlangsung lama. Pendidik perlu mengetahui gaya kognitif peserta didik dan peserta didik juga harus mengetahui gaya kognitifnya sendiri. Gaya kognitif dalam penelitian ini yaitu gaya kognitif visualizer dan verbalizer.
Perbedaan gaya kognitif visualizer dan verbalizer dapat dilihat saat belajar. Peserta didik yang memiliki gaya kognitif visualizer
cenderung membayangkan ketika mencoba melakukan tugas-tugas yang berhubungan dengan kognitif, sedangkan peserta didik yang memiliki gaya kognitif verbalizer cenderung mengandalkan strategi analisis verbal. Hal ini disebabkan karena peserta didik dengan gaya kognitif visualizer lebih baik ketika melihat informasi dalam bentuk visual sedangkan peserta didik yang memiliki gaya kognitif
verbalizer lebih baik ketika membaca informasi. Oleh karena itu, penelitian ini akan mengkaji tentang epistemic cognition peserta didik dalam memecahkan masalah matematika ditinjau dari gaya kognitif visualizer dan verbalizer.
30K. R. Muis, Doctoral Dissertation: “Epistemic Style and Mathematics Problem Solving: Examining Relasions in The Context of Self-Regulated Learning”, (Kanada: Simon
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelit ian ini bertujuan untuk mendeskripsikan secara mendala m tentang epistemic cognition peserta didik dala m me mecahkan masalah mate matika dit injau dari gaya kognitif visualizer dan
verbalizer. Oleh ka rena itu, jenis penelit ian in i adalah penelit ian deskriptif. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Ha l ini disebabkan penelitian ini menggunakan data kualitatif dan dideskripsikan untuk menghasilkan gambaran yang mendala m dan terperinci mengenai epistemic cognition peserta didik dala m me mecahkan masalah mate matika d itinjau dari gaya kognit if visualizer
dan verbalizer.
B. Te mpat dan Waktu Pe nelitian
Penelit ian in i d ila kukan pada peserta didik kelas XI MIA 1 MAN Sidoarjo. Pengamb ilan data dilaku kan pada 20 April sa mpai 05 Mei 2017. Be rikut adalah jadwa l pelaksanaan penelitian yang dilakukan di MAN Sidoarjo.
Tabel 3.1.
Jadwal Pel aksanaan Pe nelitian
No Hari/Tanggal Waktu
(WIB) Kegiatan
1 Ka mis/20 April
2017 9.30-11.00
Tes Penggolongan Gaya Kognitif ‘VVQ’ ke las XI MIA 5 & XI M IA 6 2 Senin/24 April
2017 9.45-10.15
Tes Penggolongan Gaya Kognitif ‘VVQ’ ke las XI MIA 1 & XI M IA 2 3 Jumat/28 April
2017
13.30-15.00
Tes Pemecahan Masalah Matematika & wa wancara 3 subjek verbalizer
4 Jumat/05 Me i 2017
11.30-13.00
C. Subjek Penelitian
Subjek da la m penelitian ini ada lah peserta didik ke las XI M IA 1 MAN Sidoarjo tahun ajaran 2016/2017. Penelit i menga mbil subjek didasarkan pada hasil angket gaya kognitif visualizer dan verbalizer. Penelit i mengamb il 6 peserta did ik kelas XI MIA 1 yaitu 3 peserta didik dengan gaya kognitif verbalizer dan 3 peserta didik dengan gaya kognitif visualizer. Peneliti me milih tiga subjek dari masing -masing gaya kognitif juga tidak terlepas dari pertimbangan guru yang berkaitan dengan kema mpuan ko munikasi peserta didik dala m menge muka kan pendapat secara lisan maupun tulisan agar e ksplorasi tentang epistemic cognition dalam me mecah kan masalah dapat dilaku kan secara ma ksima l. Pada penelitian in i, penelit i me libatkan 40 peserta did ik kelas XI MIA 1 MA N Sidoarjo yang dila ksanakan pada Bu lan April 2017. Hasil Identifikasi Gaya kognitif peserta didik dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 3.2.
Hasil Angket Gaya Kognitif
No. Nama Gaya Kognitif
1. AIP Negligible
2. DP Negligible
3. ANA Verbalizer
4. ADPK Visualizer
5. JN Negligible
6. FR Negligible
7. ADW Negligible
8. ZW Verbalizer
9. HZN Visualizer
10. AA Negligible
11. NAP Negligible
12. IM Negligible
13. MEL Negligible
14. DRY Verbalizer
15. NSA Negligible
16. LSR Negligible
17. MNH Negligible
18. LB Negligible
19. IDP Negligible
25
No. Nama Gaya Kognitif
21. IDA Visualizer
22. CM Verbalizer
23. MAAM Negligible
24. RU Verbalizer
25. AS Negligible
26. SF Negligible
27. TMNU Negligible
28. ANH Negligible
29. VZ Negligible
30. AD Visualizer
31. RAK Negligible
32. RK Negligible
33. MNR Negligible
34. HA Negligible
35. NIK Negligible
36. SFJ Negligible
37. WAA Visualizer
38. KFAF Negligible
39. MS Negligible
40. DF -
Sumber: hasil angket yang telah diolah.
Tabel 3.3. Daftar Subjek Penelitian
No. Nama Gaya Kognitif Kode Subjek
1. DRY Verbalizer S1
2. ANA Verbalizer S2
3. RU Verbalizer S3
4. CM Visualizer S4
5. HZN Visualizer S5
27
Subjek gaya kognitif verbalizer Subjek gaya kognitif visualizer
Diperoleh 3 subjek dari se tiap kelompok
Keterangan:
: alur alir : pertanyaan
: kegiatan awal/akhir : hasil
: kegiatan
Diagram 3.1. Alur Pe nentuan Subjek
Mulai
Penetapan kelas untuk memilih subjek
Pembe rian tes penggolongan gaya kognitif (TPGK)
Analisis hasil tes gaya kognitif
Mengelompokkan subjek gaya kognitif visualizer/verbalizer
Apakah setiap kategori te rpenuhi?
Ya
Selesai
mengolah, menganalisa dan menyajikan data-data secara sistematis dan objektif dengan tujuan me mecahkan suatu persoalan atau menguji suatu hipotesis1. Instrumen yang digunakan dalam penelit ian in i, ya itu:
1. Tes Penggolongan Gaya Kognitif (TPGK)
Tes ini digunakan untuk penggolongan gaya kognitif
visualizer dan verbalizer. Tes Penggolongan Gaya Kognit if (TPGK) terd iri dari 20 ite m pernyataan dan akan dija wab oleh peserta didik sesuai dengan karakteristiknya masing -masing. Le mbar Tes Penggolongan Gaya Kognit if (TPGK) da la m penelitian in i mengacu pada penelitian Ko marudin yang diadaptasi dari Mendelson2.
2. Tugas Pemecahan Masalah (TPM)
Tugas pemecahan masalah adalah tugas yang berisi satu masalah kontekstual pada materi turunan berupa soal uraian. Dala m penelit ian ini, soal pe mecahan masalah disusun sesuai dengan Kurikulu m 2013. Tugas pemecahan masalah yang digunakan dala m penelit ian ini a kan di va lidasi o leh validator dengan tujuan untuk menila i apakah materi dan bahasa yang digunakan me menuhi kriteria va lid atau tidak. Valid bera rti instrumen tersebut dapat digunakan u ntuk mengukur apa yang seharusnya diukur3. Untuk menghasikan soal yang valid dila kukan validasi soal yang me liputi aspek-aspek berikut:
a. Aspek isi, yaitu kesesuaian dengan indikator epistemic cognition dalam pe mecahan masalah pada materi turunan. b. Aspek kontruksi kalimat, ya itu ka limat yang d igunakan dala m
soal menggunakan kalimat yang sesuai.
1 Nur Aini, Analisis Kemampuan Kognitif Siswa Dalam Evaluasi Pembelajaranm atematika Menggunakan Model Countenance Stake, (Surabaya : UIN Sunan Ampel Surabaya, 2016), 27.
2Komarudin, Tesis: “Proses Berpikir Kreatif Siswa SMP dalam Pengajuan Masalah Matematika Ditinjau dari Gaya Kognitif Siswa: (Studi Kasus pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Sukaharjo Tahun Pelajaran 2012/2013)”, (Surakarta: Universitas Negeri Sebelas Maret, 2014), 22.
3
29
c. Aspek bahasa, yaitu bahasa yang digunakan dalam soal menggunakan kaidah bahasa Indonesia dan tidak menimbulkan penafsiran ganda.
Validator tugas pemecahan masalah mate matika da la m penelitian ini terdiri dari dua dosen pendidikan mate matika UIN Sunan Ampel Surabaya. Adapun nama-na ma validator dala m penelitian ini ada lah sebagai berikut:
Tabel 3.4.
Daftar Vali dator Instrumen Penelitian
No Nama Vali dator Jabatan
1 Ahmad Lubab, M.Si Dosen Pendidikan Mate matika UIN Sunan A mpel Surabaya 2 Muhajir A, M.Pd Dosen Pendidikan Mate matika
Tidak
Ya
Ya
Tidak
Keterangan:
: a lur a lir
: kegiatan awa l/akhir : kegiatan
: pertanyaan : hasil
Diagram 3.2.
Alur Pe nyusunan Draft TPM Uji kete rbacaan Validasi oleh ahli Penyusunan tugas TPM
Valid? Draft Mulai
Re visi/dikembangkan
Re visi?
TPM dapat digunakan
Selesai
31
3. Pedoman wawancara
Pedoman wa wancara berfungsi sebagai acuan atau pedoman peneliti saat wawancara sehingga proses wawancara men jadi te rarah. Pedoman wa wancara yang digunakan berisi catatan panduan wawancara atau daftar pertanyaan sebagai pemandu awal. Pertanyaan yang diajukan peneliti dapat berke mbang sesuai situasi, kondisi, dan jawaban yang diberikan siswa. Wawancara dalam penelitian in i adalah wa wancara berbasis tugas, yaitu subjek penelitian d iberikan tugas yang berupa soal pemecahan masalah mate matika. Ke mud ian subjek di wa wancarai mengenai hasil pekerjaan yang telah dila kukan, sehingga peneliti perlu menyusun pedoman wawancara.
Pedoman wa wancara dibuat sedemikia m rupa agar dapat mengetahui lebih dala m tentang epistemic cognition peserta didik dala m me mecahkan masalah mate matika ditin jau dari gaya kognitif visualizer dan verbalizer. Pedoman wa wancara pada penelitian ini mengacu pada langkah pe mecahan masalah Schoenfeld. Sebelu m digunakan, pedo man wa wancara terlebih dahulu dikonsultasikan dengan dosen pembimb ing dan divalid asi oleh validator. Va lidator pedoman wa wancara dala m penelitian ini terdiri dari dua dosen pendidikan mate matika UIN Sunan A mpel Surabaya. Adapun nama-nama validator dala m penelit ian ini adalah sebagai berikut:
Tabel 3.5.
Daftar Vali dator Instrumen Penelitian
No Nama Vali dator Jabatan
1 Ahmad Lubab, M.Si Dosen Pendidikan Mate matika UIN Sunan A mpel Surabaya 2 Muhajir A, M.Pd Dosen Pendidikan Mate matika
T idak
Ya
Ya
T idak
Keterangan:
: alur alir
: kegiatan awal/akhir
: kegiatan
: pertanyaan
: hasil
Diagram 3.3.
Alur Pe ngembangan Pe doman Wawanc ara Validasi oleh ahli
Valid? Mulai
Penyusunan pe doman wawancara
Draft ke-i, i ≥ �
Pe doman wawancara dapat digunakan
Selesai Uji kete rbacaan
Re visi? Re visi/dikembangkan
33
E. Teknik Pengumpulan Data
1. Tes Penggolongan Gaya Kognitif (TPGK)
Tes Penggolongan Gaya Kognitif digunakan untuk mengetahui gaya kognitif peserta didik. Gaya kognitif yang ingin diketahui yaitu gaya kognitif visualizer dan verbalizer. Subjek yang terpilih a kan men jadi sumber untuk menjawab pertanyaan penelitian mengenai epistemic cognition peserta didik da la m me mecahkan masalah mate mat ika . Tes Penggolongan Gaya Kognitif (TPGK) in i a kan d iberikan pada ke las XI MIA 1 di MAN Sidoarjo. Dala m pe laksanaannya, peneliti a kan me mberikan a rahan dan menje laskan tujuan diberikannya tes penggolongan gaya kognitif tersebut. Peneliti juga akan me mberikan penjelasan jika ada pernyataan yang kurang dipahami responden. Setelah selesai mengerjakan Tes Penggolongan Gaya Kognit if te rsebut, hasilnya diku mpulkan untuk ke mudian d ianalisis.
2. Tugas Pemecahan Masalah (TPM)
Penelit ian ini menggunakan tes yaitu tugas pemecahan masalah mate mat ika materi turunan. Subje k d iminta untuk menyelesaikan tugas pemecahan masalah dala m batas waktu yang sudah ditetapkan. Tugas pemecahan masalah berupa soal kontekstual pada materi turunan yang disajikan dala m bentuk soal/pertanyaan.
3. Wawancara
Wawancara dala m penelitian in i me rupakan wa wancara semi struktur berbasis tugas. Wawancara dilaku kan setelah subjek penelitian menyelesaikan tugas pemecahan masalah yang diberikan. Wa wancara dipero leh untuk me mperoleh informasi baru yang mungkin tida k dipero leh pada data hasil tugas pemecahan masalah dan langkah-langkah pemecahan masalah berdasarkan langkah-langkah Schoenfeld.
Penelit i dapat mengaju kan pertanyaan di luar p edoman wawancara yang telah d isusun sesuai dengan tujuan peneliti jika pada saat pelaksanaan wawancara masih ada informasi yang tidak sesuai. Untuk men ja min keabsahan data, dilaku kan uji kredib ilitas data. Dala m penelitian ini, triangulasi yang dipaka i adalah triangulasi sumber. Triangulasi sumber digunakan untuk menguji kredib ilitas data pada penelitian ini. Data epistemic cognition
verbalizer. Data ke t iga peserta didik dari masing -masing gaya kognitif tersebut, tidak bisa dirata-ratakan seperti dala m penelitian kuantitatif, tetapi d ideskripsikan, d ikategorikan, mana pandangan yang sama, yang berbeda, dan mana spesifik dari ke du a sumber tersebut 4 . Selanjutnya data valid tersebut dianalisis untuk mendeskripsikan epistemic cognition peserta didik da la m me mecahkan masalah mate matika d itinjau dari gaya kognit if
visualizer dan verbalizer pada materi turunan. F. Teknik Analisis Data
1. Analisis Tes Penggolongan Gaya Kognit if (TPGK)
Kriteria penggolongan gaya kognitif dapat dilihat dari perolehan jumlah skor akhir dari pernyataan -pernyataan yang dipilih peserta didik. Set iap butir pernyataan me miliki ska la penila ian 1 sampai 5 dengan masing-masing nilai menyatakan satu kriteria tertentu. Skala penila ian tersebut dapat dijabarkan, yaitu skala 1 (sangat tidak setuju), skala 2 (tida k setuju), ska la 3 (ragu -ragu), ska la 4 (setuju), ska la 5 (sangat setuju). Na mun terdapat beberapa pernyataan yang diberikan tanda bintang. Ska la penila ian untuk pernyataan dengan tanda bintang berkebalikan dengan pernyataan yang tidak diberikan tanda bintang yaitu 5 (sangat tidak setuju), skala 4 (tidak setuju), skala 3 (ragu-ragu), ska la 2 (setuju), skala 1 (sangat setuju). Skor visualizer diperoleh dengan menju mlahkan nila i respons 10 pernyataan yang berhubungan dengan gaya kogntif
visualizer sedangkan skor verbalizer diperoleh dengan men ju mlah kan nila i respons 10 pernyataan yang berhubungan dengan gaya kognitif verbalizer.
Gaya kognitif visualizer = Skor visualizer≥ 40 dan selisih antara skor visualizer dan verbalizer ≥ 20.
Gaya kognitif verbalizer = skor verbalizer≥ 40 dan selisih antara skor visualizer dan verbalizer ≥ 20.
Gaya kognitif negligible (diabaikan) = skor visualizer dan
verbalizer < 40 atau selisih skor visualizer dan verbalizer < 20. 2. Analisis Hasil Tugas Pemecahan Masalah (TPM)
Penelit i mela kukan pengoreksian terhadap hasil tugas pemecahan masalah yang telah diberikan dan diselesaikan oleh 4
35
subjek menurut pedoman penskoran yang ada. Setelah selesai pengkoreksian, penelit i mela kukan wa wancara untuk mengetahui
epistemic cognition peserta didik da la m me mecahkan masalah. 3. Analisis Hasil Wawancara
Moleong menje laskan bahwa triangulasi adalah me meriksa keabsahan data dengan me manfaatkan sesuatu yang lain di luar data untuk mengecek data yang diperoleh5. Dala m penelitian ini me meriksa keabsahan data dengan cara me mbandingkan hasil wawancara dengan hasil jawaban tertulis. Hasil wawancara dituangkan secara tertulis dengan cara pengkodean berikut:
a.
Memutar kaset beberapa kali agar dapat menuliskan dengan tepat jawaban yang diucapkan subjek.b.
Mentranskip hasil wawancara dengan subjek wawancara yang telah diberi kode yang berbeda tiap subjeknya. Adapun cara pengkodean dalam tes hasil wawancara te lah peneliti susun sebagai berikut:Keterangan: P : Penelit i S : Peserta didik P/Sa. b :
a : Subjek ke -n
b : Pe rtanyaan wawancara ke-n
c.
Meme riksa ke mbali hasil transkip tersebut denganmendengarkan ke mbali ucapan-ucapan saat wawancara berlangsung, untuk mengurangi kesalahan penulis pada transkip.
Selanjutnya, data hasil wa wancara dianalisis dengan menggunakan tahapan sebagai berikut: Perta ma , penyajian data. Dala m tahap penyajian data kegiatan yang berkaitan dengan tahap penulisan data yang sudah terorganisir, sehingga mudah untuk menafsirkan, me mberi ma kna dan pengertiannya. Penyajian data dala m penelitian ini adalah epistemic cognition peserta didik da la m me mecahkan masalah mate matika. Kedua reduksi data, kegiatan ini d ila kukan setelah me mbaca, me mpela jari, dan menelaah hasil wawancara. Reduksi data yang dima ksud dalam penelit ian adalah
5
kegiatan yang mengacu pada proses pemilihan, pe musatan perhatian, dan penyederhanaan data mentah di lapangan tentang hasil subjek dala m menja wab tugas pemecahan masalah.
Ketiga, penarikan kesimpu lan. Tahapan in i merupakan tahap akhir dari penelitian. Tahap penarikan kesimpulan dilakukan berdasarkan hasil analisis data yang telah diku mpulkan me la lui pengamatan dan data yang telah direduksi. Penarikan kesimpulan pada penelitian in i mengacu pada kara kteristik level episte mik peserta didik dala m me mecah kan masalah mate matika.
G. Prosedur Peneliti an
Penelit ian ini akan d ila kukan secara bertahap, dengan rinc ian tahapan waktu penelit ian yang dila kukan sebagai berikut:
1. Tahap Persiapan
Pela ksanaan tahap persiapan ini dimu la i dari bulan Oktober 20